Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN CVA EMBOLI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Medikal
di Ruang 26s RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang

OLEH :
MEGA CAHYA VIDYANINGRUM
125070201111024
KELOMPOK 3
REGULER 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA) EMBOLI

Oleh :
Mega Cahya Vidyaningrum
NIM. 125070201111024

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
CVA EMBOLI

1. Pengertian
Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease
(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi
otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak
(Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara
fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah
serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis
karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah
disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap
embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat
ruptur arteri (aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995).
Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Istilah stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau berhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk
menjelaskan infark serebrum. Istilah yang masih lama dan masih sering digunakan
adalah cerebrovaskular accident (CVA) (Price, 2006).
Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Yang biasanya diakibatkan
oleh trombosis, embolisme, iskemia dan hemoragi (Smeltzer, 2002).
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang bisa terjadi pada
siapa saja (Muttaqin, 2008).
Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis dan perilaku. Gejala fisik yang paling
khas adalah paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi diwajah, lengan atau tungkai
disalah satu sisi tubuh, kesulitan berbicara, kesulitan menelan dan hilangnya sebagian
penglihatan disatu sisi. Seorang dikatakan terkena stroke jika salah satu atau
kombinasi apapun dari gejala diatas berlangsung selama 24 jam atau lebih (Feigin,
2007).
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang mengacu kepada setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui sistem suplai arteri di otak (Price & Wilson, 2006).

2. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Iskemik Berdasarkan Penyebabnya
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke
otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 85% disebabkan oleh sumbatan
karena bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah
ke otak dan karena embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranii
(arteri yang berada di luar tengkorak) yang menyebabkan sumbatan di satu atau
beberapa arteri intrakranii (arteri yang ada di dalam tengkorak). Gangguan darah,
peradangan, dan infeksi merupakan penyebab sekitar 5-10 persen terjadinya stroke
hemoragi dan menjadi penyebab tersering pada orang berusia muda (Mansjoer, 2000).
Stroke iskemik dibagi menjadi :
 Transient Ischemic Attack (TIA)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna
dalam waktu kurang dari 24 jam.
 Trombosis serebri
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan
lumenpembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal,
sehingaaliran darah menjadi tidak lancar.Penurunan aliran darah ini menyebabkan
iskemia.Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi padaproses
oklusi satu atau lebih pembuluh darah local.
Stroke trombotik pembuluh darah besar dengan aliran lambat biasanya terjadi saat
tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun.
Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan
penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna atau, yang lebih jarang di
pangkal arteria serebri media atau di taut ateria vertebralis dan basilaris. Stroke
trombotik dapat dari sudut pandang klinis tampak gagap dengan gejala hilang timbul
berganti–ganti secara cepat. Mekanisme pelannya aliran darah parsial adalah defisit
perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah
sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intra-arteri, aliran darah yang mungkin
bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan
darah tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan
stroke.
 Emboli serebri
Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi ateromatus yang
terletak pada pembuluh yang lebih distal.Gumpalan-gumpalan kecil dapat terlepas
dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke tempat-tempat lain dalam aliran darah.
Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi
tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti, mengakibatkan infark jaringan
otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32% dari
penyebab stroke non hemoragik.
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang
lepas.Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah
tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak. Emboli ekstrakranial dapat
disebabkan juga oleh :
a) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat
pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan
bagian kiri atrium atau ventrikel.
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis.
 Fibrilasi atrium
 Infarksio kordis akut
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai
 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru
 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal).Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural
(seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan
atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard
dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard
Stroke embolik terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Embolus berasal dari
bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis.
Karena biasanya adalah bekuan kecil, fragmen– fragmen dari jantung mencapai otak
melalui arteria karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang
ditimbulkannya tergantung pada bagian mana sirkulasi yang tersumbat dan seberapa
dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut. Embolisme dapat
terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga gejala–gejala
mereda. Namun, fragmen–fragmen tersebut kemudian tersangkut di sebelah hilir
dan menimbulkan gejala–gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki
risiko yang lebih besar terkena stroke hemoragik, karena terjadi perdarahan petekie
atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau
mungkin hari setelah emboli pertama. Perdarahan tersebut disebabkan karena
struktur dinding arteri sebelah distal dari okulasi embolus melemah atau rapuh
karena perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan
perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut. Stroke kriptogenik adalah
stroke iskemik akibat sumbatan mendadak pembuluh intrakranium besar tetapi
tanpa penyebab yang jelas.
Stroke embolik, yang disebabkan embolus adalah penyebab umum kedua dari
stroke. Klien yang mengalami stroke akibat embolus biasanya usianya lebih muda
dan paling embolus berasal dari trombus jantung. Miokardial trombus paling umum
disebabkan oleh penyakit jantung rhematik dengan mitral stenosis atau atrial fibrilasi.
Penyebab yang lain stroke embolik adalah lemak, tumor sel embolik, septik embolik,
eksudat dari subakut bakterial endokarditis, emboli akibat pembedahan jantung atau
vaskular.

Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarakhnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas aatau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh
karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler (Djoenadidi, Widjaja : 1994 dalam Muttaqin, A, 2011). Perdarahan otak
dibagi dua yaitu :
a. Perdarahan Intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk masa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karen aherniasi otak.
Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah
putamen, talamus, pons, dan serebellum.
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulais Willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993 dalam Muttaqin,
A, 2011). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan
TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme
pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehingga timbul nyeri yang hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-
tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebri. Vasospasme ini sering terjadi 3-5 hari setelah timbulnya pendarahan,
mencapai puncaknya hari ke-5 sampai hari ke-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke-2 sampai dengan ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena
interaksi bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan
serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini
dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak memiliki cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau
kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari keseluruhan kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala
disfungsi serebri. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah otak (Muttaqin, A, 2011).

Perbedaan perdarahan Intraserebri dengan perdarahan Subarakhnoid


Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda +/- +++
rangsangan
meningeal
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf + +++
otak
(Muttaqin, A, 2011).

Stroke Nonhemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Keadaan umumnya baik (Muttaqin, A, 2011).

Perbedaan antara stroke Nonhemoragik dengan stroke hemoragik


Gejala (Anamnesa) Stroke Nonhemoragik Stroke hemoragik
Awitan (onset) Sub-akut kurang Sangat akut/mendadak
Waktu (saat terjadi Mendadak Saat aktivitas
awitan)
Peringatan Bangun pagi/istirahat -
Nyeri kepala + 50% TIA ++
Kejang +/- +
Muntah - +
Kesadaran menurun - +++
Kadang sedikit
Koma/kesadaran +/- +++
menurun
Kaku kuduk - ++
Tanda kernig - +
Edema pupil - +
Perdarahan retina - +
Bradikardia Hari ke-4 Sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya Hampir selalu hipertensi,
ateriosklerosis di retina, ateriosklerosis, penyakit
koroner, perifer. Emboli jantung hemolisis (HHD)
pada kelainan katub,
fibrilasi, bising karotis.
Pemeriksaan darah - +
pada LP
Rontgen + Kemungkinan pergeseran
glandula pineal
Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma, AVM, massa
intrahemisfer/vasospasme
CT scan Densitas berkurang (lesi Massa intrakranial
hipodensi) densitas bertambah (lesi
hiperdensi)
Oftalmoskop Fenomena silang Perdarahan retina atau
Silver wire art korpus vitreum
Lumbal pungsi Normal Meningkat
-tekanan Jernih Merah
- warna < 250/mm3 >1000/mm3
- eritrosit
Arterografi Oklusi Ada pergeseran
EEG Di tengah Bergeser dari bagian
tengah
(Muttaqin, A, 2011).

Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:


1. TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan sontan dan sempurna
dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses daat berjalan 24 jam atau
beberapa hari.
3. Stroke komplet. Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen.
Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang
(Muttaqin, A, 2011: hal 237-2240).

Menurut Satyanegara (1998), gangguan peredaran darah otak atau stroke dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu non-hemoragi/iskemik/infark dan stroke hemoragi.

3. Epidemiologi
20%-30% penyebab stroke adalah emboli , emboli dapat berasal dari jantung, arteri
besar danpembuluh darah vena. Satu dari 6 stroke iskemik (15%) disebabkan oleh
kardiemboli. Frekwensi terjadinya tipe emboli yang berbeda bervariasi, tergantung dari
umur penderita, emboli yang berasal dari penyakit katup jantung rematik terdapat pada
usia muda, emboli yang berasal dari atherosklerosis lebih banyak ditemukan pada usia
yang lebih tua. Hal ini perlu diketahui karena penyakit jantung danatherosklerotik dapat
timbul bersama-sama, sehingga walupun sumber potensial untuk terjadinya
kardioemboli ada, tidak berarti penyebab infark serebri adalah kardioemboli. Diagnosa
kardioemboli adalah sangat penting untuk ditegakkan sebab evaluasi dan terapinya
berbeda dari penyakit pembuluh darah otak.

4. Etiologi
Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis, infeksi,
penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi pulmonal adalah tempat-
tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-
cabang yang merusak sirkulasi serebral.

Penyakit katup jantung:


 Penyakit katup mitral
 Penyakit katup aorta
 Katup buatan
 Prolaps katup mitral (MPV)
Gangguan pada atrium
 Fibrilasi atrium
 Aneurisma atrium
 Myxoma atrium

Gangguan pada ventrikel


 Infark miokardium
 Aneurisma ventrikel
 Diskinesia dinding ventrikel

Penyakit katup mitral:


20% pasen dengan penyakit katup mitral akan mengalami emboli, terutama pada
usia lebih dari 40 tahun dengan penyakit katup yang sedang atau berat, pada
penyakit ini, atrial trombosis disebabkan oleh stasis darah pada atrium kiri.
Insidens emboli lebih tinggi pada mitral stenosis yang murni dari pada campuran
mitral stenosis dan mitral stenosis dan mitral regurgitasi atau mitral regutgitasi
murni. Mitral stenosis terutama disebabkan oleh penyakit jantung rematik (RHD)
Resiko terjadinya kardioemboli dapat meningkat bila mitral stenosis sudah lama
terjadi atau disertai atrial fibrilasi. Menurut studi framingham atrial fibrilasi kronik
dengan RHD dapat menimbulkan stroke 17 kali, dibandingkan yang tanpa RHD
hanya 5 kali. Emboli dapat juga terbentuk dari deposit platelet dan fibrin yang
menimbulkan kalsifikasi stenotik pada katup mitral.

Prolaps katup mitral (MPV):


Ditandai dengan prolaps jaringan mitral ke dalam atrium kiri selama sistolik,
biasanya disertai dengan prolaps katup trikuspidalis dan katup aorta. Pada katup
mitral terjadi deposit fibrin, platelet dan trombin disertai penebalan katup dan
degenerasi mixomatosa. Biasanya ditemukan bersama pada orang muda dengan
penyebab stroke yang jelas. Dapat ditemukan bersama dengan deformitas tulang
belakang seperti skoliosis, pectus ekskavatus dan dapat juga disertai penyakit
jaringan ikat seperti Marfan, Ehler Danlos dan pseudoxanthoma elastikum

Stenosis kalsifikasi aorta:


Jarang menimbulkan emboli, disebabkan oleh deposit platelet dan fibrin pada
katup aorta. Katup buatan: Katup buatan mitral dan aorta dapat menyebabkan
emboli cerebri disebabkan aliran turbulensi, stasis dan gangguan komponen
darah yang menimbulkan peningkatan pembentukan klot terutama pada
perbatasan antara katup buatan dan jaringan normal. Emboli dapat timbul segera
setelah pemasangan katup, dapat juga timbul setelah 3-5 tahun kemudian.

Fibrilasi atrium:
Sumber emboli pada atrial fibrilasi adalah pada atrium kiri, dan dianggap
merupakan faktor resiko yang penting dalam terjadinya kardioemboli. Bila
ditemukan bersama sama RHD dapat meningkatkan resiko stroke 17 kali.

Myxoma jantung:
Adalah tumor primer jantung, terutama terdapat di atrium kiri, tumor bertangkai
tumbuh pada septum atrium pada daerah fossa ovale, sehingga dapat bergerak
menutup rongga atrium. Tumor dapat juga melekat erat pada dinding atrium dan
bila pecah dapat menimbulkan emboli oleh fragmen tumor.

Infark miokard:
Terbentuk trombus pada ventrikel kiri terutama pada apex. Resiko pembentukan
trombus adalah maximal pada minggu ke 2-4, menurut Toole 2/3 kasus pada
akhir minggu ke 3 dan ¾ kasus pada akhir minggu ke 4. Tetapi dapat juga lebih
lambat pada dilatasi aneurisma yang persisten dan segmen skinetik pada
ventrikel kiri.
Predisposisi timbulnya emboli setelah miokard infark disebabkan oleh daerah
infark yang luas, kegagalan jantung kongestiv, gangguan dinding anteroseptal.

Komplikasi yang dapat timbul dari infark miokard adalah:


 Emboli, yang terjadi karena gangguan fungsi otot jantung,pada infark kecil
terjadi kerusakan endotel otot jantung sehingga timbul pengumpulan platelet
dan fibrin yang kemudian akan membentuk trombus dandpt lepas menjadi
emboli
 Trombus mural yang terbentuk dalam daerah yang akinetik. Pada infark yang
besar didaerah transmural kerusakan otot jantung yang terjadi sangat luas
sehingga timbul daerah yang tidak berfungsi (akinetik), pada daerah ini dapat
terjadi stagnasi darah yang akan menimbulkan trombus
Miokard infark pada dinding anterior lebih banyak menimbulkan trombus
dibandingkan infark pada dinding posterior.
a. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral (insufisiensi
suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang
menyuplai darah ke otak.
b. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi diluar
durameter (hemoragi ekstradural dan epidural), dibawah durameter (hemoragi
subdural), diruang subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid) atau didalam subtansi
otak (hemoragi intraserebral) (Smeltzer, 2002).
Hampir 90% emboli yang berasal dari jantung berakhir di otak, hal ini disebabkan
karena:
 Aliran darah ke otak berasal dari arkus aorta sehingga emboli yang lepas dari
ventrikel kiri akan disebarkan melalui aliran darah ke arteri karotis komunis kiri dan
arteri brakhiosefalik.
 Jaringan otak sangat sensitif terhadap obstruksi aliran darah, sehingga emboli yang
berukuran 1 mm sudah dapat menimbulkan gangguan neurologis yang berat, emboli
dengan ukuran yang sama bila masuk ke jaringan lain dapat tidak memberikan
gejala sama sekali.
Emboli intra kranial terutama berada di hemister serebri, hal ini disebabkan oleh karena
jumlah darah yang melalui arteri karotis (300ml/menit) jauh lebih banyak daripada yang
melalui arteri vertebralis (100ml/menit), selain itu juga disebabkan oleh karena aliran yang
berkelok kelok dari arteri subklavia untuk dapat mencapai sistem vertebralis. Emboli
mempunyai predileksi pada bifurkasio arteri terutama pada cabang a.cerebri media, bagian
distal a.basilaris dan a.cerebri posterior.
Kebanyakan emboli terdapat di arteri cerebri media, bahkan emboli ulang pun memilih arteri
ini juga, hal ini disebabkan karena arteri cerebri media merupakan percabangan langsung
dari arteri karotis interna, dan arteri cerebri media akan menerima 80% darah yang masuk
ke arteri karotis interna. Medula spinalis jarang terserang emboli, tetapi emboli dari abdomen
danaorta dapat menimbulkan sumbatan aliran darah ke medula spinalis dan menimbulkan
gejala defisit neurologis Berbeda dengan emboli pada atherosklerosis, emboli dari jantung
terdiri dari gumpalan darah (klot) yang lepas daya ikatnya dari dinding pembuluh darah atau
jantung, emboli ini dapat pecah dan pindah ke pembuluh darah yang lebih distal sehingga
bila dilakukan pemeriksaan angiografi setelah 48 jam emboli biasanya sudah tidak tampak.
Besarnya infark kardioemboli tergantung dari:
 Ukuran emboli
 Pembuluh darah arteri yang terkena
 Stabilitas dari emboli
 Sirkulasi kolateralnya

Kelainan yang ditimbulkan oleh emboli dapat berupa:


• Obstruksi/sumbatan arteri, biasanya terdapat pada percabangan arteri, karena
lumennya lebih kecil dari pada lumen jaringan dibagian distalnya dan siasis aliran
darah, sehingga dapat terbentuk formasi rouleaux, yang akan membentuk klot pada
daerah stagnasi baik distal maupun proksimal. Gejala neurologis dapat timbul segera
dalam beberapa detik, bila pembuluh darah kolateralnya tidak segera berfungsi maka
akan segera timbul perubahan irreversibel maka fungsi neuron akan segera pulih.
• Iritasi, yang akan menimbulkan vasospasme lokal. Vasospasme yang masih dapat
timbul sbg respons terhadap emboli yang kecil, terutama pada orang muda dimana
belum terjadi arterosklerosis.
Emboli dapat menyumbat semua arteri tergantung dari ukuran dan bentuk emboli:
 Emboli yang besar umumnya adalah klot yang berasal dari jantung, dapat menyumbat
arteri ekstrakranial yang besar seperti a.brakhiosefalik, a.subclavia, a.karotis dan
a.vertebralis
 Emboli yang lebih kecil dibentuk di jantung atau proksimal arteri, dapat menyumbat
arteri intra kranial seperti a.karotis, interna, a.cerebri anterior, a.vertebralis, a.basilaris,
a.cerebri posterior dan a.cerebri media. Pada sirkulasi anterior, predilaksi emboli yang
paling sering adalah ke a.cerebri media dan cabang cabangnya.
 Emboli yang paling kecil lagi seperti pecahan trombus, kristal kolesterol, pecahan plak
atheromatosa, pecahan kalsium dari katub permukaan pembuluh darah cendrung
untuk menyumbat cabang kecil superfisial dari arteri cerebri, arteri cerebelli, dan arteri
opthalmika pada retina.

Bagaimana penyakit jantung dapat menimbulkan emboli serebri. Trombus intrakardial


terbentuk bila terdapat kelainan pada katub atau dinding rongga jantung, trombus ini
terbentuk bila terjadi gangguan irama jantung sehingga terjadi keadaan yang relatif statis
pada atrium seperti pada atrial fibrilasi dan sick sinus sindroma. Emboli dapat juga terbentuk
dari tumor intra kardial, dan pada keadaan yang jarang sekali dari pembuluh darah vena
(pada emboli paradoxical).

Faktor yang dapat menimbulkan emboli mungkin berbeda untuk masing-masing kelainan
jantung:
 Faktor mekanis:
Misalnya pada atrial fibrilasi, perubahan fungsi mekanik dari atrium yang timbul
setelah gangguan irama mungkin berkorelasi dengan timbulnya emboli. Endokardium
mengoptimal jantung dengan mengatur kontraksi dan relaksasi miokardium (hal ini
hanya terjadi pada endokardium yang intak), pada endokardium yang rusak
seperimpose trombus dapat menimbulkan respons inotropik pada miokardium yang
bersangkutan dan menimbulkan kontraksi yang tidak seragam pada dinding jantung,
hal ini akan menimbulkan pelepasan emboli.
 Faktor aliran darah: Tidak hanya aliran darah yang ditandai dengan tidak adanya
gelombang pada echokardiografi adalah petunjuk yang penting pada pembentukan
emboli. Egeblad menunjukkan stagnasi darah yang tampak pada echokardiografi
adalah sumber emboli pada trombus atrium kiri. Ejeksi fraksi yang rendah atau
penyakit jantung kongestif dapat menimbulkan emboli setelah atrial fibrilasi, miokard
dapat menimbulkan emboli setelah atrial fibrilasi, miokard infark, atau dilatasi
kardiomiopati
 Faktor lain: yang juga penting dalam proses pembentukan emboli adalah pemecahan
trombus oleh ensim trombolitik endokardial.

5. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau
potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well
documented) (Goldstein,2006).
a. Non modifiable risk factors :
 Usia
Siapa pun tidak akan pernah bisa menaklukkan usia. Sudah menjadi
rahasia umum bahwa usia itu kuasa Tuhan. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa 2/3 serangan stroke terjadi pada usia di atas 65 tahun.
Meskipun demikian, bukan berarti usia muda atau produktif akan terbebas
dari serangan stroke. semakin tua usia, semakin besar pula risiko terkena
stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi yang terjadi
secara alamiah. Pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darah
lebih kaku karena adanya plak (atherosklerosis).
 Jenis kelamin
Penelitian menunjukkan bahwa pria lebih banyak terkena stroke daripada
wanita, yaitu mencapai kisaran 1,25 kali lebih tinggi. Namun anehnya, justru
lebih banyak wanita yang meninggal dunia karena stroke. Hal ini
disebabkan pria umumnya terkena serangan stroke pada usia muda.
Sedangkan, para wanita justru sebaliknya, yaitu saat usianya sudah tinggi
(tua). Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan perempuan. Hal ini mungkin disebabkan karena laki-laki cenderung
merokok. Rokok itu sendiri dapat merusak lapisan dari pembuluh darah
tubuh
 Berat badan lahir rendah
 Ras/etnis
 genetik
Terdapat dugaan bahwa stroke dengan garis keturunan saling berkaitan.
Dalam hal ini, hipertensi, diabetes, dan cacat pada pembuluh darah menjadi
faktor genetik yang berperan. Cadasil, yaitu suatu cacat pada pembuluh
darah dimungkinkan merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh.
Selain itu, gaya hidup dan pola makan dalam keluarga yang sudah menjadi
kebiasaan yang sulit diubah juga meningkatkan resiko stroke. Kelainan ini
adalah suatu kondisi ketika salah satu bilik jantung bagian atas berdetak
tidak sinkron dengan jantung. Akibatnya, terjadi penggumpalan darah yang
menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Gumpalan darah tersebut akan
terbawa sampai ke pembuluh darah otak dan menyebabkan stroke. Hasil
penelitian menunjukkan, sebanyak 20% stroke disebabkan oleh kelainan itu.
Kelainan pembuluh darah ini dapat dikontrol dengan obat atau operasi
b. Modifiable risk factors
2) Well-documented and modifiable risk factors
 Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe stroke,
baik stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Peningkatan risiko
stroke terjadi seiring dengan peningkatan tekanan darah. Walaupun
tidak ada nilai pasti korelasi antara peningkatan tekanan darah dengan
risiko stroke, diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap
peningkatan 10 mmHg tekanan darah sistolik, dan sekitar 50% kejadian
stroke dapat dicegah dengan pengendalian tekanan darah (Indiana
Stroke Prevention Task Force January 2006/ Updated, 2007).
Beberapa peneliti melaporkan bahwa apabila hipertensi tidak diturunkan
pada saat serangan stroke akut dapat mengakibatkan edema otak,
namun berdasarkan penelitian dari Chamorro menunjukkan bahwa
perbaikan sempurna pada stroke iskemik dipermudah oleh adanya
penurunan tekanan darah yang cukup ketika edema otak berkembang
sehingga menghasilkan tekanan perfusi serebral yang adekuat.
Diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg
tekanan darah sistolik dan sekitar 50% kejadian stroke dapat dicegah dengan
pengendalian tekanan darah (Gofir, 2009). Pada kasus hipertensi, dapat terjadi
gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah pada nantinya
akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otakpun
berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan
kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia). Karena suplai berkurang
secara terus menerus, maka jaringan otak lama kelamaan akan mengalami
kematian.
Menurut The seventh report of the joint national commite on prevention,
detection,evaluation, and treatment of high blood pressure (JNC 7), klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,
prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.

Sistolik
Klasifikasi TD Diastolik
(mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prahipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi derajat
140-159 Atau 90-99
1
Hipertensi derajat
≥ 160 atau ≥ 100
2

 Penyakit Jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infark
miokard (kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar
terjadinya stroke. Sentral aliran darah terletak di jantung. Bilamana
pusat pengaturan aliran darah mengalami kerusakan, maka aliran
darah tubuh juga mengalami gangguan. Jaringan otak pun dapat
mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.
 Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke dua sampai empat kali
lipat. Hal ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, pipa atau cerutu)
dan untuk semua tipe stroke, terutama perdarahan subarachnoid dan
stroke iskemik. Wanita perokok lebih berisiko 20% lebih tinggi daripada
pria. Risiko terkena stroke setara dengan jumlah dan durasi rokok. Asap
rokok mengandung beberapa zat berbahaya yang sering disebut zat
oksidator. Zat oksidator ini menimbulkan kerusakan dinding arteri dan
menjadi lokasi penimbunan lemak, sel trombosit, kolesterol,
penyempitan dan pengerasan arteri diseluruh tubuh termasuk otak,
jantung dan tungkai, sehingga rokok dapat memicu terjadinya
atherosklerosis, mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah
menggumpal sehingga berisiko terkena stroke dan merokok juga
meningkatkan pembentukan dan pertumbuhan aneurisma intrakranium
(Feigin, 2007).

 Diabetes
Meskipun makrovaskular merupakan penyebab utama stroke iskemik,
namun penyakit mikrovaskular juga berpengaruh terhadap stroke
diabetik. Individu dengan diabetes lebih cenderung untuk mengalami
infark subkortikal jecil atau stroke lakunar dapada stroke diabetik.
Penelitian menunjukka bahwa pasien tanpa riwayat diabetes yang
mengalami stroke iskemik tetapi mengalami kenaikan kadar glukosa
berhubungan dengan peningkatan risiko 3 kali lipat untuk mortalitas
jangka pendek. (Cape et al, 2001). Pasien hiperglikemi relatif memiliki
defisiensi insulin yang menyebabkan berkurangnya uptake glukosa
perifer (yang berarti meningkatkan jumlah glukosa untuk berdifusi ke
dalam otak) dan meningkatkan asam lemak bebas dalam sirkulasi
sehingga berisiko terhadap pembentukan atherosklerosis dan
menyebabkan oklusi aliran darah ke otak.

Orang dengan diabetes melitus lebih rentan terhadap aterosklerosis


dan peningkatan prevalensi proaterogenik, terutama hipertensi dan lipid
darah yang abnormal. Pada tahun 2007 sekitar 17,9 juta atau 5,9%
orang Amerika menderita diabetes. Berdasarkan studi case control
pada
pasien stroke dan studi epidemiologi prospektif telah
menginformasikan bahwa diabetes dapat meningkatkan risiko stroke
iskemik dengan risiko relatif mulai dari 1,8 kali lipat menjadi hampir 6
kali lipat. Berdasarkan data dari Center for Disease Control and
Prevention 1997-2003 menunjukkan bahwa prevalensi stroke
berdasarkan usia sekitar 9 % stroke terjadi pada pasien dengan
penyakit
diabetes pada usia lebih dari 35 tahun (Goldstein et al, 2011).
 Alkohol
Minum alkohol secara teratur lebih dari 30 gram per hari (pria) atau 15
gram per hari (wanita), mabuk-mabukan (minum lebih dari 75 gram
dalam 24 jam) dan alkoholisme dapat meningkatkan tekanan darah
sehingga dapat meningkatkan risiko stroke beberapa kali lipat.
 Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
 Dislipidemia
 Stenosis arteri karotis
 Sickle cell disease
 Terapi hormonal pasca menopause
 Diet yang buruk
 Inaktivitas fisik
Seseorang yang kurang aktif secara fisik (mereka yang berolahraga
kurang dari tiga kali atau kurang perminggu selama 30 menit) memiliki
hampir 50% peningkatan risiko terkena stroke.
 Obesitas
Untuk mepertahankan berat badan, seorang dewasa yang sehat rata-
rata memerlukan asupan makanan harian sekitar 30-35 kkal untuk
setiap kilogram beratnya. Makanan yang tidak sehat dan tidak
seimbang misalnya makanan yang kaya akan lemak jenuh, kolesterol,
kurang serat dan buah seperti yang sedang trend dikalangan
masyarakat akan makanan siap saji yang tinggi lemak dan kolesterol
dan berisiko terhadap obesitas, atherosklerosi, hipertensi, bekuan darah
serta menimbulkan penyakit jantung, stroke dan diabetes (Wahyu,
2009).
3) Less well-documented and modifiable risk factors
 Sindroma metabolik
 Penyalahgunaan alkohol
 Penggunaan kontrasepsi oral
 Sleep-disordered breathing
 Nyeri kepala migren
 Hiperhomosisteinemia
 Peningkatan lipoprotein
 Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase
 Hypercoagulability
 Inflamasi
 Infeksi

6. Patofisiologi (Pathway Terlampir)


a. Patogenesis umum
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri
– arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteri karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang – cabangnya. Secara umum, apabila aliran
darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari
berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.
Patologinya dapat berupa, (1) keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri,
seperti aterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah, atau
peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah,
misalnya syok hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau
embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4)
ruptur vascular didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid. Berdasarkan
patogenesis stroke, maka perjalanan sakit akan dijabarkan dibawah ini menjadi:
1) Stadium prapatogenesis, yaitu stadium sebelum terjadi gejala stroke. Stadium
ini umumnya penderita sudah mempunyai faktor risiko atau memiliki gaya
hidup yang mengakibatkan penderita menderita penyakit degeneratif.
2) Stadium patogenesis, yaitu stadium ini dimulai saat terbentuk lesi patologik
sampai saat lesi tersebut menetap. Gangguan fungsi otak disini adalah akibat
adanya lesi pada otak. Lesi ini umumnya mengalami pemulihan sampai
akhirnya terdapat lesi yang menetap. Secara klinis defisit neurologik yang
terjadi juga mengalami pemulihan sampai taraf tertentu.
3) Stadium pascapatogenesis, yaitu stadium ini secara klinis ditandai dengan
defisit neurologik yang cenderung menetap. Usaha yang dapat dilakukan
adalah mengusahakan adaptasi dengan lingkungan atau sedapat mungkin
lingkungan beradaptasi dengan keadaan penderita. Sehubungan dengan
penalataksanaanya maka stadium patogenoesis dapat dibagi menjadi tiga
fase, yaitu :
 Fase hiperakut atau fase emergensi. Fase ini berlangsung selama 0 – 3 /
12 jam pasca onset. Penatalaksanaan fase ini lebih ditujukkan untuk
menegakkan diagnosis dan usaha untuk membatasi lesi patologik yang
terbentuk.
 Fase akut. Fase ini berlangsung sesudah 12 jam – 14 hari pasca onset.
Penatalaksanaan pada fase ini ditujukkan untuk prevensi terjadinya
komplikasi, usaha yang sangat fokus pada restorasi/rehabilitasi dini dan
usaha preventif sekunder.
 Fase subakut. Fase ini berlangsung sesudah 14 hari – kurang dari 180 hari
pasca onset dan kebanyakan penderita sudah tidak dirawat di rumah sakit
serta penatalaksanaan lebih ditujukkan untuk usaha preventif sekunder
serta usaha yang fokus pada neuro restorasi / rehabilitasi dan usaha
menghindari komplikasi.

7. Manifestasi Klinis
Gejala utama:
 Awitannya yang tiba-tiba dengan defisit maksimal
 Adanya penyebab emboli yang potensial dari jantung
 Infark otak multipel pada korteks atau serebelum pada teritorial pembuluh darah
yang multipel

Gejala tambahan:
 Infark berdarah pada CT Scan
 Tidak ditemukannya penyakit atherosklerotik pada angiografi • Bukti oklusi yang
menghilang pada angiografi ulang
 Terdapatnya emboli pada organ lain
 Trombus jantung yang terbukti dengan ekhokardiografi, katerisaasi, CT jantung atau
MRI

Menurut penulis lain:


 Terjadi pada usia muda
 Episode yang berulang pada teritorial pembuluh darah otak yang berbeda, baik
secara klinik maupun dengan CT Scan
 Awitan yang akut pada aktifitas fisik, biasanya dikatakan maximal at onset tanpa
gejala TIA sebelumnya pada teritorial arteri yang sama. Dapat juga mempunyai pola
awitan stuttering dalam beberapa menit atau hari bila penyumbatana parsial menjadi
komplit, atau bila pecahan emboli bergerak kearah distal sehingga terbentuk emboli
yang lebih kecil maupun multipel.
 Gejala neurologik yang timbul tergantung dari pembuluh darah yang tersumbat
 Adanya sumber emboli dari jantung dan tidak ditemukan penyebab lain dari
strokenya • Pada CT Scan terdapat gambaran infark didaerah kortek superfisial yang
berbentuk huruf V dan infark yang besar.

Walaupun tidak ditemukan emboli dalam pembuluh darah, tetapi bila terdapat gejala
klinis yang karakteristik untuk emboli serebral, maka diagnosa emboli masih harus
dipertimbangkan, hal ini mungkin terjadi disebabkan karena:
 Vasospasme yang masih dapat timbul sebagai respons terhadap emboli yang kecil
 Emboli dapat pecah menjadi frgamen-fragmen yang lebih kecil yang menyumbat
arteriol bagian distal sehingga tidak tampak pada autopsi
 Emboli darah dapat hancur pada proses fibrinolisis

Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya Keperawatan Kritis: Pendekatan


Holistik (1996: 258-260), terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:
a. Defisit Motorik
 Hemiparese, hemiplegia
 Distria (kerusakan otot-otot bicara)
 Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)
b. Defisit Sensori
 Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada
hemisfer serebri)
̵ Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah
bidang pandang pada sisi yang sama)
̵ Diplopia (penglihatan ganda)
̵ Penurunan ketajaman penglihatan
 Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin)
 Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi
(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh)
c. Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri dan/atau lingkungan)
 Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise; kelainan unilateral)
 Disorientasi (waktu, tempat, orang)
 Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan
tepat)
 Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indera)
 Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan
ukurannya dan menilai jauhnya
 Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
 Disorientasi kanan kiri
d. Defisit Bahasa/Komunikasi
 Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara
yang dapat difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu
kata
 Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk
berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar
tentang kesalahan ini)
 Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) – tidak mampu
berkomunikasi pada setiap tingkat
 Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
 Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)
c. Defisit Intelektual
 Kehilangan memori
 Rentang perhatian singkat
 Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
 Penilaian buruk
 Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi
yang lain
 Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara
abstrak
d. Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
 Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
 Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
 Penurunan toleransi terhadap stres
 Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
 Kekacauan mental dan keputusasaan
 Menarik diri, isolasi
 Depresi

e. Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)


 Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial
kandung kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan dan
inkontinensia urine.
 Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral
yang mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan
kehilangan semua kontrol miksi
 Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat baik
 Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi
dan imobilitas
 Konstipasi dann pengerasan feses
f. Gangguan Kesadaran
Berikut adalah tabel perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding :
Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak
Waktu (saat “serangan”) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas
Peringatan + 50% TIA -
Nyeri Kepala +/- +++
Kejang - +
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++
Koma/kesadaran menurun +/- +++
Kaku kuduk - ++
Kernig - +
pupil edema - +
Perdarahan Retina - +
Bradikardia hari ke-4 sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya aterosklerosis Hampir selalu hypertensi,
di retina, koroner, perifer. aterosklerosis, HHD
Emboli pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan: - +
Darah pada LP + Kemungkinan pergeseran
X foto Skedel glandula pineal

Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma. AVM. massa


intra hemisfer/ vaso-
spasme.
CT Scan Densitas berkurang Massa intrakranial
(lesi hypodensi) densitas bertambah.
(lesi hyperdensi)
Opthalmoscope Crossing phenomena Perdarahan retina atau
Silver wire art corpus vitreum
Lumbal pungsi
 Tekanan Normal Meningkat
 Warna Jernih Merah
3
 Eritrosit < 250/mm >1000/mm3

Arteriografi oklusi ada shift

EEG di tengah shift midline echo

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis
Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan,
mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang bekerja,
ataupun sewaktu istirahat.
b. Pemeriksaan fisik
Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan
darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran
penderita.Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow
agar pemantauan selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar
tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf –
saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia.
Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma glasglow telah ditentukan, setelah itu
lakukan pemeriksaan refleks – refleks batang otak yaitu :
 Reaksi pupil terhadap cahaya.
 Refleks kornea.
 Refleks okulosefalik.
Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan Cheyne Stoke,
hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik.Setelah itu tentukan
kelumpuhan yang terjadi pada saraf – saraf otak dan anggota gerak.Kegawatan
kehidupan sangat erat hubungannya dengan kesadaran menurun, karena makin
dalam penurunan kesadaran, makin kurang baik prognosis neurologis maupun
kehidupan.Kemungkinan perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika terjadi
perdarahan – perdarahan retina atau preretina pada pemeriksaan funduskopi.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan
neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah sebagai berikut :
1) Laboratorium.
 Pemeriksaan darah rutin.
 Pemeriksaan kimia darah lengkap.
 Gula darah sewaktu.
 Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif.Gula darah dapat mencapai 250
mg dalam serum dan kemudian berangsur – angsur kembali turun.
 Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL kolesterol serta
total lipid).
 Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
 Waktu protrombin.
 Kadar fibrinogen.
 Viskositas plasma.
 Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein.
2) Pemeriksaan neurokardiologi
Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan
elektrokardiografi.Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat
serangan infark jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan – perubahan
elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu
infark miokard. Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow up
nya akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan
fisik mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac
emboli (PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi terutama transesofagial
echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.
3) Pemeriksaan radiologi
1. EGC (Electrocardiogram), rontgen dada, atau pemeriksaan enzim jantung
Elektrokardiografi adalah sebuah metode untuk merekam aktivitas listrik dari otot
jantung. Grafik dari rekaman aktivitas listrik tersebut dinamakan elektrokardiogram (ECG
atau EKG). Aktivitas listrik jantung dapat dideteksi dengan menggunakan elektroda metal
yang ditempatkan pada ekstremitas dan pada dinding dada. Informasi tersebut kemudian
akan diamplikasi dan direkam oleh elektrokardiograf.
2. Pemeriksaan Computerized Tomography Scanning (CT Scan) kepala.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menyingkirkan penyebab selain stroke, menentukan
jenis patologi stroke, menentukan lokasi, ukuran, ada/tidaknya efek pendesakan akibat
stroke. CT scan dapat saja normal pada awal stroke, tetapi pemeriksaan ini tidak
menyingkirkan stroke. Tindakan medis yang dilakukan pada umunya ditujukan untuk
menghambat progresivitas kerusakan saraf akibat stroke.

CT Scan memanfaatkan sinar-X untuk mengambil gambar otak dan kepala. Sinar-X
diserap secara berbeda oleh beberapa bagian tubuh. Dari situ nanti akan tergambar
jaringan lunak, tulang, pembuluh darah, dan jaringan otak. Tulang menyerap Sinar-X
paling banyak, sehingga gambaran yang tampak di foto berwarna putih. Sememtara itu,
cairan di dalam otak misalnya cerebral ventricle, berwarna hitam. Pada kasus stroke
iskemik warna otak akan lebih banyak warna hitam, sedangakn stroke hemorage lebih
banyak berwarna putih.
Peralatan ini berbentuk terowongan. Mesinnya akan berputar-putar mengelilingi kepala
pasien. Mesin akan mengambil gambar berdasarkan potongan-potongan sudut pandang
(angle). Potongan-potongan itu lalu diteruskan ke komputer. Hasilnya akan tampak 16
gambar. Dalam pengambilan gambar, mesin CT Scan akan bergerak secara perlahan-
lahan. Proses pemindahan akan memakan waktu antara 20 menit sampai satu jam.
Multislice CT Scan unggul untuk melihat atau mengetahui keadaan pembuluh darah otak.
Sebelum pemeriksaan psien diminta untuk meninggalkan perhiasan yang nmenempel di
tubuh, seperti anting-anting, cincin, penjepit rambut, gelang, jam tangan, dll. Pasien juga
harus memberitahukan dokter, apakah ia tengah memakai alat pacu jantung atau
mengenakan klip yang terpasang di pembuluh darah otak. Sebab peralaran tersebut bisa
menggangu pemindahan dan menurunkan kualitas gambar. Psien juga diminta
menanggalkan bajunya.
Stroke nonhemoragik atau stroke iskemik, susah dideteksi secara cepat dengan
menggunakan CT Scan, sehingga dokter menganjurkan pasien untuk menjalani
doagnosis lanjutan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Karena Ct Scan mengguanakan sinar-X, ada resiko yang harus ditanggung pasien.
Pasien akan terkena radisasi, radiasi sinar-X akan beresiko pasien terkena kanker. Jarak
pemeriksaan CT Scan pertama dan kedua boasanya bisa berbulan-bulan. Cairan kontras
yang kerap digunakan untuk memperjelas pengambilan gambar, sering kali bisa
menimbulkan reaksi alergi, apabila bagi pasien yang punya alergi pada makanan dan
minuman tertentu. Selain itu, radiasi sangat berbahaya bagi pasien wanita yang tengah
hamil.
Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan pemeriksaan ini sangat penting
karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark otak. Pada infark otak,
pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan
pada hari – hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark
cukup besar dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi,
oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologik di
batang otak.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Dibandingakn dengan CT Scan, MRI lebih akurat. Pasien tak perlu disuntikkan atau
meminum cairan kontras. MRI mampu mendeteksi berbagai kelainan otak dan pembuluh
darah otak yang sangat kecil yang tak mungkin dijangkau CT Scan. Juga dapat
menentukan daerah-daerah mana saja yang rusak oleh stroke iskemik. Alai ini lebih
detail menggambarkan otak, bahkan juga bisa mendeteksi tulang, pembuluh darah, dan
jaringan lunak otak.
Dalam penggambarannya, MRI bisa membuat gambar dalam tiga sudut pandang. Bisa
dari depan, atas, dan potongan dari samping. Beberapa sekuens tadi bisa menjawab
jenis kerusakan yang dialami otak pasien.
Beberapa pemeriksaan sekuens MRI :
a. MR Angiografi (dengan atau tanpa menggunakan kontras)
Pemeriksaan ini sangat baik untuk mendeteksi adanya kelainan pembuluh darah,
seperti adanya aneurisma, AVM, maupun adanya cavernous angioma. Pemeriksaan
ini juga bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan pencitraan (image) pembuluh darah
yang menyuplai darah ke otak.
b. MR Diffusion Weighted
Untuk mendeteksi kelainan pada empat jam pertama serangan stroke. Bahkan pada
MRI generasi terakhir stroke iskemik yang hiperakut (baru terjadi) dapat terdeteksi.
Mendeteksi gerakan proton dari molekul air dalam sel-sel otak, yaitu dengan
memanfaatkan Brownian movement molekul air. Cara ini bisa mendeteksi iskemia
otak fokal dalam waktu 14 menit pada stroke eksperimen dan dalam waktu kurang dari
2 jam pada manusia.
c. MR Perfusion Weighted
Gunanya untuk mengamati apakah ada daerah penumbra pada psien-pasien yang
dicurigai adanya TIA.
d. MR Spectroscopy
Dapat diguanakan untuk membedakan suatu tumor atau infeksi.
e. MR Functional
Berguna melihat area broca (pusat bicara) maupun area motorik (pusat gerakan)
terhadap tumor atau kelainan lainnya pada otak dan pusat penglihatan.

A. MR Angiography, B. Contrast, C. MR Diffusion Weighted, D. MR Perfussion Weighted.


MR Spectroscopy

MR Functional
4. Single Photon Emission CT (SPECT)
Alat ini mengunakan teknik isotop yang mengguanakn sinar gamma, isotop yang
dipakai adalah radio isotop xenon 133. Bisa mendeteksi daerah di otak yang terganggu.
Selain itu juga dapat mendeteksi jenis serangan di otak yang terganggu. Selain itu juga
dapat mendeteksi jenis serangan dalam empat jam setelah serangan. Pada beberapa
kasus, alat ini mempunyai tingkat akurasi 60 % untuk membantu dokter mendiagnosa
pasien yang terkena transient ischemic attack (TIA) setelah 24 jam serangan.
99
mTc-HMPAO SPECT image
5. Positrran Emission Tomography (PET)
PET berguan untuk memantau gangguan fisiologi, seperti metabolisme glukosa dalam
otak, densitas neuroreceptor dan lain-lain. Tetapi alat ini jarang diguanakn di ruamah
sakit selain mahal, pemeriksaannya sangat lama. Ini membuat pasien tidak betah.

6. Cerebral Angiography
Dapat memberi informasi penting mendiagnosis kausa dan lokasi stroke. Secara
spesifik, angiografi serebrum dapat mengungkapkan lesi ulseratif, stenosis, displasia
fibromuskular, fistula arteriovena, vaskulitis, dan pembentukan trombus di pembuluh
darah besar. Resiko utama pada prosedur ini adalah robeknya aorta atau arteria karotis
dan embolisasi dari pembuluh darah besar ke pembuluh intrakranium.
Peralatan ini bermanfaat untuk memindai aliran darah yang melewati pembuluh darah
otak. Angiografi dilakukan dengan cara memasukkan kateter ke dalam tubuh. Di dalam
kateter itu disuntikkan cairan kontras ke dalam pembuluh arteri di leher maupun lipat
paha. Cairan kontras bertujuan memberikan jalan sekaligus memberikan “lampu
penerangan” bagi kateter. Kemudian sinar-X akan mengikuti gambar yang diarahkan oleh
cairan kontras itu melalui pembuluh darah.
- Mendeteksi abnormalitass di dalam pembuluh darah otak yang menyempit atau
tersumbat
- Alat ini juga berguan untuk mendeteksi adanya kelainan pembuluh darah pada stroke
akut akibat aneurisma maupun AVM.
- Adanya penempitan pada pembuluh darah di otak dan mengetahui derajat
penyempitannya.
Pasien diminta tiduran, dan pasien dibius lokal di tempat kateter akan dimasukkan.
Pada tempat itu, kulit diiris sedikit agar kateter bisa masuk. Lalu mengarahkan kateter
dengan komputer. Karena dibius lokal, dokter dan radiolog berusaha menenangkan
psien. Pemeriksaan ini akan memakan waktu 1-2 jam.
Penggunaan kateter tentu membuat tidak nyaman karena pasien merasa ada bagian
tubuhnya yang dimasukkan alat meskipun bius lokal dilakukan. Kateter juga bisa
membuat risiko stroke sebab kateter dapat menjatuhkan plak-plak di pembuluh darah dan
akan memblokade pembuluh darah yang kecil-kecil.

Cerebral Angiography
7. Carotid Ultrasound
Ultrasonografi ini khusus mendeteksi gangguan pembuluh darah di leher menuju otak
(terhadap arteria karotis) . Merupakan evaluasi standar untuk mendeteksi gangguan
aliran darah karotis dan kemungkinan memperbaiki kausa stroke. Alatnya sama dengan
USG umunya yang dipakai mendeteksi janin pada wanita hamil. Alat ini bisa meneliti
penyumbatan pembuluh darah di leher yang bisa memicu stroke.
- penyempitan pembuluh darah yang biasanya diakibatkan timbunan kolesterol,
penggumpalan darah, dan aliran darah juga bisa dideteksi dengan USG ini.
Cara kerjanya adalah: Pertama pasien diminta tiduran. Dokter lalu mengoleskan
semacam gel ke daerah leher tempat penyumbatan itu diduga nterletak. Gel ini berfungsi
memudahkan prosedur, semacam alat yang bisa melancarkan sinyal ultrasound dengan
mudah pada kulit pasien. Gambaran arteri bisa dilihat berbagai sudut. USG karotid ini
akan berlangsung 15-30 menit. USG ini bekerja dengan mengalirkan gelompang suara
berfrekuensi tinggi melalui tubuh. Dengan gelombang itu, alat ini bisa memindai arteri di
leher dan sel-sel darah yang melewatinya. Peralatan ini dipandang lebih aman karena
tidak mengunakan cairan kontras atau sinar-X.

Carotid Intima Media Thickness exam


8. Echocardiogram
Ada dua macam echocardiogram, yaitu transtharacic echocardiogram (TTE)-
pemeriksaan dilakukan dengan menempelkan alat pemindai pada dinding dada, dan
transcesaphageal echocardiogram (TEE)- alat pemindai dimasukkan melalui mulut
sampai daerah esofagus. Yang pertama untuk memantau denyut jantung di dada,
sedangakn yang kedua untuk melihat denyut jantung ditenggorokan. Dari keduanya yang
pertama yang kerap dipergunakan dokter.
9. Electrocardiogram (EKG)
Perangkat ini kerap dipakai dokter untuk memantau denyut jantung. alat ini bisa
menggambarkan irama denyut jantung yang bisa memicu stroke atau sebagai alat
evaluasi stroke. Pasien diminta tiduran. Sebanyak 12 elektroda dipasang ke sejumlah
daerah di tubuh. Separuh ditaruh di dada. Enam lainnya di tangan, kaki, dan dua di perut.
Tes ini berlangsung 15 menit. Ketika diperiksa elektroda yang berisi kabel mendeteksi
sinyal-sinyal elektrik dari jantung melalui kulit. Kabel tersambung ke sebuah mesin yang
bisa mengukur ritme jantung dalam bentuk grafik. (Sutrisno, 2007)

10. Doppler transkranium


Yaitu ultrasonografi yang menggambungkan citra dan suara, memungkinkan kita
menilai aliran di dalam arteri dan mengidentifikasi stenosis yang terancam aliran ke otak.
Mampu melihat progresi penyempitan atau vasospasme arteri pensuplai darah ke otak,
intra maupun ekstrakranial. Teknologi ini disebut Transcranial Doppler (TCD), juga dapat
digunakan untuk menilai aliran darah kolateral dan CBF total di aspek anterior dan
posterior sirkulasi Willisi. Keunggualn prosedur ini adalah bahwa prosedur ini dapat
dilakukan di tempat tidur pasien, noninvasif, dan relatif murah, prosedur ini juga dapat
dilakukan secara serial untuk menilai perubahan dalam pola CBF. Kemampuan yang
terakhir ini sangat penting untuk memantau awitan dan resolusi vasospasme arteri
setelah perdarahan intrakranium.

Transcranial Doppler (TCD)

11. Pemotretan sinar rontgen (X) dada atau tengkorak.


Merupakan prosedur standar karena pemeriksaan ini dapat mendeteksi pembesaran
jantung (kardiomegali) dan infiltrat paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif.
Foto Rontgen Thorax
• Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri
yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah
kelainan lain pada jantung.
• Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi proses
manajemen dan memperburuk prognosis.
12. Pungsi lumbal
Melibatkan pemeriksaan CSS yang sering memberi petunjuk bermanfaat tentang kausa
stroke, terutama apabila pasien datang dalam keadaan tidak sadar dan tidak dapat
memberikan anamnesis. Sebagai contoh, mungkin terdapat darah di CSS pada stroke
hemoragik, terutama pada perdarahan subaraknoid. Informasi yang akan diperoleh harus
ditimbang terhadap risiko melakukan pungsi lumbal pada pasien koma. Yaitu, pada
peningkatan TIK, penurunan mendadak tekanan CSS di tingkat spinal bawah dapat
memicu gerakan ke bawah isi kranium disertai herniasi ke dalam batang otak dan
kematian mendadak.
13. Pemeriksaan darah lengkap
Darah yang diperiksa antara lain jumlah sel darah merah, sel darah putih, leukosit,
trombosit dan lain-lain. Jumlah sel dihitung untuk mengetahui apakah pasien juga
menderita anemia-sejenis penyakit kekurangan zat besi dalam darah. Sedangkan
leukosit untuk melihat sistem imun pasien.
14. Tes darah koagulasi
Tes ini terdiri dari tiga pemeriksaan, yaitu: prothombin time, partial thromboplastin time
(PTT), international normalized ratio (INR) dan agregasi trombosit. Tes ini gunanya untuk
mengukur seberapa cepat darah si pasien menggumpal. Gangguan penggumpalan bisa
menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya sudah
menerima obat pengencer darah seperti Warfarin, INR digunakan untuk mengecek
apakah obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah
diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat dosis yang diberikan sudah benar atau
tidak.
15. Tes kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat, dan lain-lain.
Pemerksaan darah dilakukan untuk mengecek kesehatan liver dan ginjal.
9. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
 Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
 Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
 Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
Pengobatan Konservatif
 Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
 Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
 Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
 Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
 Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
 Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
 Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

Menurut Listiono D (1998 : 113) penderita yang mengalami stroke dengan infark yang
luas melibatkan sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral
hemianopsia, selama stadium akut memerlukan penanganan medis dan perawatan yang
didasari beberapa prinsip:
a) Penatalaksanaan Medis
Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah :
1) Penanganan suportif imun
 Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
 Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.
   Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
2) Meningkatkan darah cerebral (pada stroke non hemoragi)
 Elevasi tekanan darah
 Intervensi bedah
 Ekspansi volume intra vaskuler
 Anti koagulan
3) Pengontrolan tekanan intracranial
 Obat anti edema serebri steroid
 Proteksi cerebral (barbitura)
4) Sedangkan menurut Lumban Tobing (2002 : 2) macam-macam obat yang
digunakan :
 Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
 Obat anti koagulasi : heparin.
 Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus).
 Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)

b) Penatalaksanaan Keperawatan
 Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
 Tanda-tanda vital diusahakan stabil
 Bed rest
 Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
 Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
 Bila penderita tidak mampu menggunakan anggota gerak, gerakkan tiap
anggota gerak secara pasif seluas geraknya.
 Berikan pengaman pada tempat tidur untuk mencegah pasien jatuh.
c) Perawatan pasca stroke oleh keluarga di rumah
Fisioterapi mutlak dilakukan secara rutin baik oleh fisoterapis maupun keluarga
dirumah sesering mungkin yang masih bisa ditoleransi oleh penderita dengan penuh
kesabaran dan jangan lupa kasih sayang, memang waktu yang diperlukan cukup
panjang dengan hasil yang sangat lambat namun banyak keluarga pasien yang
sabar dengan prosedur ini mendapatkan level fungsional yang cukup baik (Pambudi,
2010).
Beberapa pasien stroke terkadang mengalami kesulitan menelan dan keluarga
menganggap pasien tidak mau makan dan membiarkannya sehingga pasien jatuh
dalam kondisi gizi buruk bahkan dehiderasi yang dapat mengganggu pemulihan,
pasien-pasien ini dapat dibantu dengan sonde di rumah sambil dilatih untuk dapat
menelan dan seringkali hal ini berhasil.
Penderita stroke karena disabilitasnya sering jatuh dalam depresi, pendampingan
dan dukungan keluarga serta semangat dari keluarga akan sangat menolong
pemulihan.
d)   Pertolongan Pertama Pada Pasien Stroke
Pertolongan Pertama Pada Stroke (Dengan cara mengeluarkan darah pada setiap
ujung jari tangan dan ujung daun telinga). Ada satu cara terbaik untuk memberikan
pertolongan pertama kepada orang yang mendapat serangan stroke. Cara ini selain
dapat menyelamatkan nyawa si penderita, juga tidak menimbulkan efek sampingan
apapun. Pertolongan pertama ini dijamin merupakan pertolongan gawat darurat yang
dapat berhasil 100%.
Sebagaimana diketahui, orang yang mendapat serangan stroke, seluruh darah di
tubuh akan mengalir sangat kencang menuju pembuluh darah di  otak. Apabila
kegiatan pertolongan diberikan terlambatsedikit saja, maka pembuluh darah pada
otak tidak akan kuat menahan aliran darah yang mengalir dengan deras dan akan
segera pecah sedikit demi sedikit.
Dalam menghadapi keadaan demikian jangan sampai panik tetapi harus tenang.
Sipenderita harus tetap berada ditempat semula dimana ia terjatuh (mis: dikamar
mandi, kamar tidur, atau dimana saja). Jangan dipindahkan !!! Sebab dengan
memindahkan si penderita dari tempat semula akan mempercepat perpecahan
pembuluh darah halus di otak.
Penderita harus dibantu mengambil posisi duduk yang baik agar tidak terjatuh
lagi, dan pada saat itu pengeluaran darah dapat dilakukan. Yang terbaik ialah
menggunakan jarum suntik, namun apabila tidak ada, maka jarum jahit / jarum pentul
/ peniti dapat dipakai dengan terlebih dahulu disterilkan dulu dengan cara dibakar
diatas api. Segera setelah jarum steril, lakukan penusukan pada 10 ujung jari tangan.
Titik penusukan kira-kira 1cm dari ujung kuku. Setiap jari cukup ditusuk 1 kali saja
dengan harapan setiap jari mengeluarkan 1 tetes darah. Pengeluaran darah juga
dapat dibantu dengan cara dipencet apabila darah ternyata tidak keluar dari ujung
jari.
Dalam jangka waktu kira-kira 10 menit, si penderita akan segera sadar kembali.
Bila mulut sipenderita tampak mencong / tidak normal, maka kedua daun telinga si
penderita harus di tarik-tarik sampai berwarna kemerah-merahan. Setelah itu
lakukanlah 2 kali penusukan pada masing-masing ujung bawah daun telinga
sehingga darah keluar sebanyak 2 tetes dari setiap ujung daun telinga. Dengan
demikian dalam beberapa menit bentuk mulut  sipenderita akan kembali normal.
Setelah keadaan sipenderita pulih dan tidak ada kelainan yang berarti, maka
bawalah sipenderita dengan hati-hati ke dokter atau rumah sakit terdekat untuk
mendapatkan pertolongan lebih lanjut.

10. Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan
untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,
pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
1) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual,
kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya
hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
2) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
3) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
4) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun
pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih
baik.
5) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)
6) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
7) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.(Harsono, 1996)
8) Pola-pola fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
 Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
 Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
 Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),
paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan,
gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
 Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
 Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
 Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
 Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
 Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
 Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
 Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan
tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
9) Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
 Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
 Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
 Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
 Pemeriksaan integumen
 Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
 Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
 Rambut : umumnya tidak ada kelainan
 Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala : bentuk normocephalik
 Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
 Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
 Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan
refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas.Merokok
merupakan faktor resiko.
 Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
 Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
 Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
 Pemeriksaan neurologi
 Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
 Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak
sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
 Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
 Pemeriksaan refleks
 Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis.
 Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan
masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999,
Doengoes, 2000: 291)

2. Diagnosa yang muncul.


1) Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan penambahan isi otak
sekunder terhadap perdarahan otak .
2) Intoleransi aktifitas (ADL) berhubungan dengan kehilangan
kesadaran,kelumpuhan.
3) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
5) Kecemasan (ancaman kematian) berhubungan dengan kurang informasi
prognosis dan terapi.Kurang pengetahuan prognosis dan terapi berhubungan
dengan kurang informasi, salah interpretasi.
6) Resiko injury berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan, penurunan
kesadaran.
7) Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan
dengankesulitan menelan(disfagia), hemiparese dan hemiplegi.
8) Inkoninensia uri berhubungan dengan defisit neurologis.
9) Inkontinensia alfi berhubungan dengan kerusakan mobilitas dan kerusakan
neurologis.
10) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas,
parise dan paralise.
11) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan bicara
verbal atau tidak mampu komunikasi.
12) Gangguan persepsi sensori: perabaan yang berhubungan dengan penekanan
pada saraf sensori.
13) Resiko terjadinya: kekeringan kornea, Pneumonia ortostatik sekunder
kehilangan kesadaran.
c.    Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan tindakan Monitorang neurologis
jaringan serebral  b.d aliran keperawatan diharapkan suplai aliran 1.    Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk  pupil
darah ke otak terhambat. darah keotak lancar dengan kriteria 2.    Monitor tingkat kesadaran klien
hasil: 3.    Monitir tanda-tanda vital
-          Nyeri kepala / vertigo 4.    Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah
berkurang sampai de-ngan hilang 5.    Monitor respon klien terhadap pengobatan
-          Berfungsinya saraf dengan 6.    Hindari aktivitas jika TIK meningkat
baik 7.    Observasi kondisi fisik klien
-          Tanda-tanda vital stabil Terapi oksigen
1.    Bersihkan jalan nafas dari sekret
2.    Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3.    Berikan oksigen sesuai intruksi
4.    Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem
humidifier
5.    Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
6.    Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
7.    Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
8.    Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama
aktifitas dan tidur
Kerusakan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan 1.      Libatkan keluarga untuk membantu memahami /
b.d penurunan sirkulasi ke keperawatan, diharapkan klien memahamkan informasi dari / ke klien
otak mampu untuk berkomunikasi lagi 2.      Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
dengan kriteria hasil: 3.      Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam
-          dapat menjawab pertanyaan komunikasi dengan klien
yang diajukan perawat 4.      Dorong klien untuk mengulang kata-kata
-          dapat mengerti dan memahami 5.      Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap
pesan-pesan melalui gambar interaksi dengan klien
-          dapat mengekspresikan 6.      Programkan speech-language teraphy
perasaannya secara verbal maupun 7.      Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi
nonverbal dengan klien

Defisit perawatan diri; Setelah dilakukan tindakan 1        Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
mandi,berpakaian, makan, keperawatan, diharapkan kebutuhan 2        Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam
mandiri klien terpenuhi, dengan makan, mandi, berpakaian dan toileting
kriteria hasil: 3        Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya
-          Klien dapat makan dengan bisa mandiri
bantuan orang lain / mandiri 4        Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan
-          Klien dapat mandi de-ngan aktivitas normal sesuai kemampuannya
bantuan orang lain 5        Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
-          Klien dapat memakai pakaian perawatan diri klien
dengan bantuan orang lain / mandiri
-          Klien dapat toileting dengan
bantuan alat

Kerusakan mobilitas fisik b.d Setelah dilakukan tindakan 1        Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi
kerusakan neurovas-kuler keperawatan selama, diharapkan ekstrimitas yang sehat
klien dapat melakukan pergerakan 2        Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang
fisik dengan kriteria hasil : parese / plegi dalam toleransi nyeri
-          Tidak terjadi kontraktur otot 3        Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau
dan footdrop mangurangi bengkak
-          Pasien berpartisipasi dalam 4        Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan
program latihan kemampuan klien
-          Pasien mencapai 5        Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti
keseimbangan saat duduk yang disarankan
-          Pasien mampu menggunakan 6        Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi
sisi tubuh yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya fungsi pada
sisi yang parese/plegi

Resiko kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan perawatan 1        Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka
kulit b.d immobilisasi fisik selama, diharapkan pasien mampu tekan, tanda dan gejala luka tekan, tindakan pencegahan agar
mengetahui dan  mengontrol resiko tidak terjadi luka tekan)
dengan kriteria hasil : 2        Berikan masase sederhana
-          Klien mampu menge-nali tanda -          Ciptakan lingkungan yang nyaman
dan gejala  adanya resiko luka tekan -          Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin
-          Klien mampu berpartisi-pasi -          Lakukan masase secara teratur
dalam pencegahan resiko luka tekan -          Anjurkan klien untuk rileks selama masase
(masase sederhana, alih ba-ring, -          Jangan masase pada area kemerahan utk menghindari
manajemen nutrisi, manajemen kerusakan kapiler
tekanan). -          Evaluasi respon klien terhadap masase

3        Lakukan alih baring


-          Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam
-          Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk
mengurangi kekuatan geseran
-          Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit
-          Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki,
sakrum, skrotum, siku, ischium, skapula)
4        Berikan manajemen nutrisi
-          Kolaborasi dengan ahli gizi
-          Monitor intake nutrisi
-          Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk
memelihara ke-seimbangan nitrogen positif
5        Berikan manajemen tekanan
-          Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah-pecah
-          Beri pelembab pada kulit yang kering dan pecah-pecah
-          Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering
-          Monitor aktivitas dan mobilitas klien
-          Beri bedak atau kamper spritus pada area yang
tertekan

Resiko Aspirasi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Aspiration Control Management :


dengan penurunan tingkat perawatan, diharapkan tidak terjadi -          Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dankemampuan
kesadaran aspirasi pada pasien dengan kriteria menelan
hasil : -          Pelihara jalan nafas
-          Dapat bernafas dengan -          Lakukan saction bila diperlukan
mudah,frekuensi pernafasan normal -          Haluskan makanan yang akan diberikan
-          Mampu menelan,mengunyah -          Haluskan obat sebelum pemberian
tanpa terjadi aspirasi

Resiko Injuri berhubungan Setelah dilakukan tindakan Risk Control Injury


dengan penurunan tingkat perawatan, diharapkan tidak terjadi -          menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien
kesadaran trauma pada pasien dengan kriteria -          memberikan informasi mengenai cara mencegah
hasil: cedera
-          bebas dari cedera -          memberikan penerangan yang cukup
-          mampu menjelaskan factor -          menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien
resiko dari lingkungan dan cara untuk
mencegah cedera
-          menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada

Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Respiratori Status Management
berhubungan dengan perawatan, diharapkan pola nafas -          Pertahankan jalan nafas yang paten
penurunan kesadaran pasien efektif dengan kriteria hasil : -          Observasi tanda-tanda hipoventilasi
- Menujukkan jalan nafas paten ( tidak -          Berikan terapi O2
merasa tercekik, irama nafas normal, -          Dengarkan adanya  kelainan suara tambahan
frekuensi nafas normal,tidak ada -          Monitor vital sign
suara nafas tambahan
- Tanda-tanda vital dalam batas
normal
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New


Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Hudak, C.M., Gallo, B.M., 1986, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.
Long, B.C., 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan Ikatan Alumni, Pendidikan
Keperawatan, Padjajaran, Bandung.
Lumban Tobing, S.M., 1998, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai