LP Mega Stroke Emboli
LP Mega Stroke Emboli
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Medikal
di Ruang 26s RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang
OLEH :
MEGA CAHYA VIDYANINGRUM
125070201111024
KELOMPOK 3
REGULER 2
Oleh :
Mega Cahya Vidyaningrum
NIM. 125070201111024
( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
CVA EMBOLI
1. Pengertian
Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease
(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi
otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak
(Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara
fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah
serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis
karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah
disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap
embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat
ruptur arteri (aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995).
Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Istilah stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau berhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk
menjelaskan infark serebrum. Istilah yang masih lama dan masih sering digunakan
adalah cerebrovaskular accident (CVA) (Price, 2006).
Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Yang biasanya diakibatkan
oleh trombosis, embolisme, iskemia dan hemoragi (Smeltzer, 2002).
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang bisa terjadi pada
siapa saja (Muttaqin, 2008).
Gejala stroke dapat bersifat fisik, psikologis dan perilaku. Gejala fisik yang paling
khas adalah paralisis, kelemahan, hilangnya sensasi diwajah, lengan atau tungkai
disalah satu sisi tubuh, kesulitan berbicara, kesulitan menelan dan hilangnya sebagian
penglihatan disatu sisi. Seorang dikatakan terkena stroke jika salah satu atau
kombinasi apapun dari gejala diatas berlangsung selama 24 jam atau lebih (Feigin,
2007).
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang mengacu kepada setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui sistem suplai arteri di otak (Price & Wilson, 2006).
2. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Iskemik Berdasarkan Penyebabnya
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke
otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 85% disebabkan oleh sumbatan
karena bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah
ke otak dan karena embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranii
(arteri yang berada di luar tengkorak) yang menyebabkan sumbatan di satu atau
beberapa arteri intrakranii (arteri yang ada di dalam tengkorak). Gangguan darah,
peradangan, dan infeksi merupakan penyebab sekitar 5-10 persen terjadinya stroke
hemoragi dan menjadi penyebab tersering pada orang berusia muda (Mansjoer, 2000).
Stroke iskemik dibagi menjadi :
Transient Ischemic Attack (TIA)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna
dalam waktu kurang dari 24 jam.
Trombosis serebri
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan
lumenpembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal,
sehingaaliran darah menjadi tidak lancar.Penurunan aliran darah ini menyebabkan
iskemia.Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi padaproses
oklusi satu atau lebih pembuluh darah local.
Stroke trombotik pembuluh darah besar dengan aliran lambat biasanya terjadi saat
tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun.
Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan
penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna atau, yang lebih jarang di
pangkal arteria serebri media atau di taut ateria vertebralis dan basilaris. Stroke
trombotik dapat dari sudut pandang klinis tampak gagap dengan gejala hilang timbul
berganti–ganti secara cepat. Mekanisme pelannya aliran darah parsial adalah defisit
perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah
sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intra-arteri, aliran darah yang mungkin
bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan
darah tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan
stroke.
Emboli serebri
Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi ateromatus yang
terletak pada pembuluh yang lebih distal.Gumpalan-gumpalan kecil dapat terlepas
dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke tempat-tempat lain dalam aliran darah.
Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi
tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti, mengakibatkan infark jaringan
otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32% dari
penyebab stroke non hemoragik.
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang
lepas.Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah
tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak. Emboli ekstrakranial dapat
disebabkan juga oleh :
a) Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat
pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan
bagian kiri atrium atau ventrikel.
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis.
Fibrilasi atrium
Infarksio kordis akut
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai
Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru
Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal).Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural
(seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan
atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard
dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard
Stroke embolik terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Embolus berasal dari
bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis.
Karena biasanya adalah bekuan kecil, fragmen– fragmen dari jantung mencapai otak
melalui arteria karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang
ditimbulkannya tergantung pada bagian mana sirkulasi yang tersumbat dan seberapa
dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut. Embolisme dapat
terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah sehingga gejala–gejala
mereda. Namun, fragmen–fragmen tersebut kemudian tersangkut di sebelah hilir
dan menimbulkan gejala–gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki
risiko yang lebih besar terkena stroke hemoragik, karena terjadi perdarahan petekie
atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau
mungkin hari setelah emboli pertama. Perdarahan tersebut disebabkan karena
struktur dinding arteri sebelah distal dari okulasi embolus melemah atau rapuh
karena perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan
perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut. Stroke kriptogenik adalah
stroke iskemik akibat sumbatan mendadak pembuluh intrakranium besar tetapi
tanpa penyebab yang jelas.
Stroke embolik, yang disebabkan embolus adalah penyebab umum kedua dari
stroke. Klien yang mengalami stroke akibat embolus biasanya usianya lebih muda
dan paling embolus berasal dari trombus jantung. Miokardial trombus paling umum
disebabkan oleh penyakit jantung rhematik dengan mitral stenosis atau atrial fibrilasi.
Penyebab yang lain stroke embolik adalah lemak, tumor sel embolik, septik embolik,
eksudat dari subakut bakterial endokarditis, emboli akibat pembedahan jantung atau
vaskular.
Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarakhnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas aatau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh
karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler (Djoenadidi, Widjaja : 1994 dalam Muttaqin, A, 2011). Perdarahan otak
dibagi dua yaitu :
a. Perdarahan Intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk masa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karen aherniasi otak.
Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah
putamen, talamus, pons, dan serebellum.
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulais Willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993 dalam Muttaqin,
A, 2011). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan
TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme
pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarakhnoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehingga timbul nyeri yang hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-
tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebri. Vasospasme ini sering terjadi 3-5 hari setelah timbulnya pendarahan,
mencapai puncaknya hari ke-5 sampai hari ke-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke-2 sampai dengan ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena
interaksi bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan
serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini
dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak memiliki cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau
kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari keseluruhan kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala
disfungsi serebri. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah otak (Muttaqin, A, 2011).
Stroke Nonhemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Keadaan umumnya baik (Muttaqin, A, 2011).
Menurut Satyanegara (1998), gangguan peredaran darah otak atau stroke dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu non-hemoragi/iskemik/infark dan stroke hemoragi.
3. Epidemiologi
20%-30% penyebab stroke adalah emboli , emboli dapat berasal dari jantung, arteri
besar danpembuluh darah vena. Satu dari 6 stroke iskemik (15%) disebabkan oleh
kardiemboli. Frekwensi terjadinya tipe emboli yang berbeda bervariasi, tergantung dari
umur penderita, emboli yang berasal dari penyakit katup jantung rematik terdapat pada
usia muda, emboli yang berasal dari atherosklerosis lebih banyak ditemukan pada usia
yang lebih tua. Hal ini perlu diketahui karena penyakit jantung danatherosklerotik dapat
timbul bersama-sama, sehingga walupun sumber potensial untuk terjadinya
kardioemboli ada, tidak berarti penyebab infark serebri adalah kardioemboli. Diagnosa
kardioemboli adalah sangat penting untuk ditegakkan sebab evaluasi dan terapinya
berbeda dari penyakit pembuluh darah otak.
4. Etiologi
Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis, infeksi,
penyakit jantung rematik dan infark miokard serta infeksi pulmonal adalah tempat-
tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-
cabang yang merusak sirkulasi serebral.
Fibrilasi atrium:
Sumber emboli pada atrial fibrilasi adalah pada atrium kiri, dan dianggap
merupakan faktor resiko yang penting dalam terjadinya kardioemboli. Bila
ditemukan bersama sama RHD dapat meningkatkan resiko stroke 17 kali.
Myxoma jantung:
Adalah tumor primer jantung, terutama terdapat di atrium kiri, tumor bertangkai
tumbuh pada septum atrium pada daerah fossa ovale, sehingga dapat bergerak
menutup rongga atrium. Tumor dapat juga melekat erat pada dinding atrium dan
bila pecah dapat menimbulkan emboli oleh fragmen tumor.
Infark miokard:
Terbentuk trombus pada ventrikel kiri terutama pada apex. Resiko pembentukan
trombus adalah maximal pada minggu ke 2-4, menurut Toole 2/3 kasus pada
akhir minggu ke 3 dan ¾ kasus pada akhir minggu ke 4. Tetapi dapat juga lebih
lambat pada dilatasi aneurisma yang persisten dan segmen skinetik pada
ventrikel kiri.
Predisposisi timbulnya emboli setelah miokard infark disebabkan oleh daerah
infark yang luas, kegagalan jantung kongestiv, gangguan dinding anteroseptal.
Faktor yang dapat menimbulkan emboli mungkin berbeda untuk masing-masing kelainan
jantung:
Faktor mekanis:
Misalnya pada atrial fibrilasi, perubahan fungsi mekanik dari atrium yang timbul
setelah gangguan irama mungkin berkorelasi dengan timbulnya emboli. Endokardium
mengoptimal jantung dengan mengatur kontraksi dan relaksasi miokardium (hal ini
hanya terjadi pada endokardium yang intak), pada endokardium yang rusak
seperimpose trombus dapat menimbulkan respons inotropik pada miokardium yang
bersangkutan dan menimbulkan kontraksi yang tidak seragam pada dinding jantung,
hal ini akan menimbulkan pelepasan emboli.
Faktor aliran darah: Tidak hanya aliran darah yang ditandai dengan tidak adanya
gelombang pada echokardiografi adalah petunjuk yang penting pada pembentukan
emboli. Egeblad menunjukkan stagnasi darah yang tampak pada echokardiografi
adalah sumber emboli pada trombus atrium kiri. Ejeksi fraksi yang rendah atau
penyakit jantung kongestif dapat menimbulkan emboli setelah atrial fibrilasi, miokard
dapat menimbulkan emboli setelah atrial fibrilasi, miokard infark, atau dilatasi
kardiomiopati
Faktor lain: yang juga penting dalam proses pembentukan emboli adalah pemecahan
trombus oleh ensim trombolitik endokardial.
5. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau
potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well
documented) (Goldstein,2006).
a. Non modifiable risk factors :
Usia
Siapa pun tidak akan pernah bisa menaklukkan usia. Sudah menjadi
rahasia umum bahwa usia itu kuasa Tuhan. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa 2/3 serangan stroke terjadi pada usia di atas 65 tahun.
Meskipun demikian, bukan berarti usia muda atau produktif akan terbebas
dari serangan stroke. semakin tua usia, semakin besar pula risiko terkena
stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi yang terjadi
secara alamiah. Pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darah
lebih kaku karena adanya plak (atherosklerosis).
Jenis kelamin
Penelitian menunjukkan bahwa pria lebih banyak terkena stroke daripada
wanita, yaitu mencapai kisaran 1,25 kali lebih tinggi. Namun anehnya, justru
lebih banyak wanita yang meninggal dunia karena stroke. Hal ini
disebabkan pria umumnya terkena serangan stroke pada usia muda.
Sedangkan, para wanita justru sebaliknya, yaitu saat usianya sudah tinggi
(tua). Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan perempuan. Hal ini mungkin disebabkan karena laki-laki cenderung
merokok. Rokok itu sendiri dapat merusak lapisan dari pembuluh darah
tubuh
Berat badan lahir rendah
Ras/etnis
genetik
Terdapat dugaan bahwa stroke dengan garis keturunan saling berkaitan.
Dalam hal ini, hipertensi, diabetes, dan cacat pada pembuluh darah menjadi
faktor genetik yang berperan. Cadasil, yaitu suatu cacat pada pembuluh
darah dimungkinkan merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh.
Selain itu, gaya hidup dan pola makan dalam keluarga yang sudah menjadi
kebiasaan yang sulit diubah juga meningkatkan resiko stroke. Kelainan ini
adalah suatu kondisi ketika salah satu bilik jantung bagian atas berdetak
tidak sinkron dengan jantung. Akibatnya, terjadi penggumpalan darah yang
menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Gumpalan darah tersebut akan
terbawa sampai ke pembuluh darah otak dan menyebabkan stroke. Hasil
penelitian menunjukkan, sebanyak 20% stroke disebabkan oleh kelainan itu.
Kelainan pembuluh darah ini dapat dikontrol dengan obat atau operasi
b. Modifiable risk factors
2) Well-documented and modifiable risk factors
Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe stroke,
baik stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Peningkatan risiko
stroke terjadi seiring dengan peningkatan tekanan darah. Walaupun
tidak ada nilai pasti korelasi antara peningkatan tekanan darah dengan
risiko stroke, diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap
peningkatan 10 mmHg tekanan darah sistolik, dan sekitar 50% kejadian
stroke dapat dicegah dengan pengendalian tekanan darah (Indiana
Stroke Prevention Task Force January 2006/ Updated, 2007).
Beberapa peneliti melaporkan bahwa apabila hipertensi tidak diturunkan
pada saat serangan stroke akut dapat mengakibatkan edema otak,
namun berdasarkan penelitian dari Chamorro menunjukkan bahwa
perbaikan sempurna pada stroke iskemik dipermudah oleh adanya
penurunan tekanan darah yang cukup ketika edema otak berkembang
sehingga menghasilkan tekanan perfusi serebral yang adekuat.
Diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg
tekanan darah sistolik dan sekitar 50% kejadian stroke dapat dicegah dengan
pengendalian tekanan darah (Gofir, 2009). Pada kasus hipertensi, dapat terjadi
gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah pada nantinya
akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otakpun
berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan
kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia). Karena suplai berkurang
secara terus menerus, maka jaringan otak lama kelamaan akan mengalami
kematian.
Menurut The seventh report of the joint national commite on prevention,
detection,evaluation, and treatment of high blood pressure (JNC 7), klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,
prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.
Sistolik
Klasifikasi TD Diastolik
(mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prahipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi derajat
140-159 Atau 90-99
1
Hipertensi derajat
≥ 160 atau ≥ 100
2
Penyakit Jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infark
miokard (kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar
terjadinya stroke. Sentral aliran darah terletak di jantung. Bilamana
pusat pengaturan aliran darah mengalami kerusakan, maka aliran
darah tubuh juga mengalami gangguan. Jaringan otak pun dapat
mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.
Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke dua sampai empat kali
lipat. Hal ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, pipa atau cerutu)
dan untuk semua tipe stroke, terutama perdarahan subarachnoid dan
stroke iskemik. Wanita perokok lebih berisiko 20% lebih tinggi daripada
pria. Risiko terkena stroke setara dengan jumlah dan durasi rokok. Asap
rokok mengandung beberapa zat berbahaya yang sering disebut zat
oksidator. Zat oksidator ini menimbulkan kerusakan dinding arteri dan
menjadi lokasi penimbunan lemak, sel trombosit, kolesterol,
penyempitan dan pengerasan arteri diseluruh tubuh termasuk otak,
jantung dan tungkai, sehingga rokok dapat memicu terjadinya
atherosklerosis, mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah
menggumpal sehingga berisiko terkena stroke dan merokok juga
meningkatkan pembentukan dan pertumbuhan aneurisma intrakranium
(Feigin, 2007).
Diabetes
Meskipun makrovaskular merupakan penyebab utama stroke iskemik,
namun penyakit mikrovaskular juga berpengaruh terhadap stroke
diabetik. Individu dengan diabetes lebih cenderung untuk mengalami
infark subkortikal jecil atau stroke lakunar dapada stroke diabetik.
Penelitian menunjukka bahwa pasien tanpa riwayat diabetes yang
mengalami stroke iskemik tetapi mengalami kenaikan kadar glukosa
berhubungan dengan peningkatan risiko 3 kali lipat untuk mortalitas
jangka pendek. (Cape et al, 2001). Pasien hiperglikemi relatif memiliki
defisiensi insulin yang menyebabkan berkurangnya uptake glukosa
perifer (yang berarti meningkatkan jumlah glukosa untuk berdifusi ke
dalam otak) dan meningkatkan asam lemak bebas dalam sirkulasi
sehingga berisiko terhadap pembentukan atherosklerosis dan
menyebabkan oklusi aliran darah ke otak.
7. Manifestasi Klinis
Gejala utama:
Awitannya yang tiba-tiba dengan defisit maksimal
Adanya penyebab emboli yang potensial dari jantung
Infark otak multipel pada korteks atau serebelum pada teritorial pembuluh darah
yang multipel
Gejala tambahan:
Infark berdarah pada CT Scan
Tidak ditemukannya penyakit atherosklerotik pada angiografi • Bukti oklusi yang
menghilang pada angiografi ulang
Terdapatnya emboli pada organ lain
Trombus jantung yang terbukti dengan ekhokardiografi, katerisaasi, CT jantung atau
MRI
Walaupun tidak ditemukan emboli dalam pembuluh darah, tetapi bila terdapat gejala
klinis yang karakteristik untuk emboli serebral, maka diagnosa emboli masih harus
dipertimbangkan, hal ini mungkin terjadi disebabkan karena:
Vasospasme yang masih dapat timbul sebagai respons terhadap emboli yang kecil
Emboli dapat pecah menjadi frgamen-fragmen yang lebih kecil yang menyumbat
arteriol bagian distal sehingga tidak tampak pada autopsi
Emboli darah dapat hancur pada proses fibrinolisis
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesis
Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan,
mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang bekerja,
ataupun sewaktu istirahat.
b. Pemeriksaan fisik
Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan
darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran
penderita.Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow
agar pemantauan selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar
tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf –
saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia.
Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma glasglow telah ditentukan, setelah itu
lakukan pemeriksaan refleks – refleks batang otak yaitu :
Reaksi pupil terhadap cahaya.
Refleks kornea.
Refleks okulosefalik.
Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan Cheyne Stoke,
hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik.Setelah itu tentukan
kelumpuhan yang terjadi pada saraf – saraf otak dan anggota gerak.Kegawatan
kehidupan sangat erat hubungannya dengan kesadaran menurun, karena makin
dalam penurunan kesadaran, makin kurang baik prognosis neurologis maupun
kehidupan.Kemungkinan perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika terjadi
perdarahan – perdarahan retina atau preretina pada pemeriksaan funduskopi.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan
neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah sebagai berikut :
1) Laboratorium.
Pemeriksaan darah rutin.
Pemeriksaan kimia darah lengkap.
Gula darah sewaktu.
Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif.Gula darah dapat mencapai 250
mg dalam serum dan kemudian berangsur – angsur kembali turun.
Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL kolesterol serta
total lipid).
Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
Waktu protrombin.
Kadar fibrinogen.
Viskositas plasma.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein.
2) Pemeriksaan neurokardiologi
Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan
elektrokardiografi.Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat
serangan infark jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan – perubahan
elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu
infark miokard. Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow up
nya akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan
fisik mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac
emboli (PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi terutama transesofagial
echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.
3) Pemeriksaan radiologi
1. EGC (Electrocardiogram), rontgen dada, atau pemeriksaan enzim jantung
Elektrokardiografi adalah sebuah metode untuk merekam aktivitas listrik dari otot
jantung. Grafik dari rekaman aktivitas listrik tersebut dinamakan elektrokardiogram (ECG
atau EKG). Aktivitas listrik jantung dapat dideteksi dengan menggunakan elektroda metal
yang ditempatkan pada ekstremitas dan pada dinding dada. Informasi tersebut kemudian
akan diamplikasi dan direkam oleh elektrokardiograf.
2. Pemeriksaan Computerized Tomography Scanning (CT Scan) kepala.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menyingkirkan penyebab selain stroke, menentukan
jenis patologi stroke, menentukan lokasi, ukuran, ada/tidaknya efek pendesakan akibat
stroke. CT scan dapat saja normal pada awal stroke, tetapi pemeriksaan ini tidak
menyingkirkan stroke. Tindakan medis yang dilakukan pada umunya ditujukan untuk
menghambat progresivitas kerusakan saraf akibat stroke.
CT Scan memanfaatkan sinar-X untuk mengambil gambar otak dan kepala. Sinar-X
diserap secara berbeda oleh beberapa bagian tubuh. Dari situ nanti akan tergambar
jaringan lunak, tulang, pembuluh darah, dan jaringan otak. Tulang menyerap Sinar-X
paling banyak, sehingga gambaran yang tampak di foto berwarna putih. Sememtara itu,
cairan di dalam otak misalnya cerebral ventricle, berwarna hitam. Pada kasus stroke
iskemik warna otak akan lebih banyak warna hitam, sedangakn stroke hemorage lebih
banyak berwarna putih.
Peralatan ini berbentuk terowongan. Mesinnya akan berputar-putar mengelilingi kepala
pasien. Mesin akan mengambil gambar berdasarkan potongan-potongan sudut pandang
(angle). Potongan-potongan itu lalu diteruskan ke komputer. Hasilnya akan tampak 16
gambar. Dalam pengambilan gambar, mesin CT Scan akan bergerak secara perlahan-
lahan. Proses pemindahan akan memakan waktu antara 20 menit sampai satu jam.
Multislice CT Scan unggul untuk melihat atau mengetahui keadaan pembuluh darah otak.
Sebelum pemeriksaan psien diminta untuk meninggalkan perhiasan yang nmenempel di
tubuh, seperti anting-anting, cincin, penjepit rambut, gelang, jam tangan, dll. Pasien juga
harus memberitahukan dokter, apakah ia tengah memakai alat pacu jantung atau
mengenakan klip yang terpasang di pembuluh darah otak. Sebab peralaran tersebut bisa
menggangu pemindahan dan menurunkan kualitas gambar. Psien juga diminta
menanggalkan bajunya.
Stroke nonhemoragik atau stroke iskemik, susah dideteksi secara cepat dengan
menggunakan CT Scan, sehingga dokter menganjurkan pasien untuk menjalani
doagnosis lanjutan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Karena Ct Scan mengguanakan sinar-X, ada resiko yang harus ditanggung pasien.
Pasien akan terkena radisasi, radiasi sinar-X akan beresiko pasien terkena kanker. Jarak
pemeriksaan CT Scan pertama dan kedua boasanya bisa berbulan-bulan. Cairan kontras
yang kerap digunakan untuk memperjelas pengambilan gambar, sering kali bisa
menimbulkan reaksi alergi, apabila bagi pasien yang punya alergi pada makanan dan
minuman tertentu. Selain itu, radiasi sangat berbahaya bagi pasien wanita yang tengah
hamil.
Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan pemeriksaan ini sangat penting
karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark otak. Pada infark otak,
pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan
pada hari – hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark
cukup besar dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi,
oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologik di
batang otak.
MR Functional
4. Single Photon Emission CT (SPECT)
Alat ini mengunakan teknik isotop yang mengguanakn sinar gamma, isotop yang
dipakai adalah radio isotop xenon 133. Bisa mendeteksi daerah di otak yang terganggu.
Selain itu juga dapat mendeteksi jenis serangan di otak yang terganggu. Selain itu juga
dapat mendeteksi jenis serangan dalam empat jam setelah serangan. Pada beberapa
kasus, alat ini mempunyai tingkat akurasi 60 % untuk membantu dokter mendiagnosa
pasien yang terkena transient ischemic attack (TIA) setelah 24 jam serangan.
99
mTc-HMPAO SPECT image
5. Positrran Emission Tomography (PET)
PET berguan untuk memantau gangguan fisiologi, seperti metabolisme glukosa dalam
otak, densitas neuroreceptor dan lain-lain. Tetapi alat ini jarang diguanakn di ruamah
sakit selain mahal, pemeriksaannya sangat lama. Ini membuat pasien tidak betah.
6. Cerebral Angiography
Dapat memberi informasi penting mendiagnosis kausa dan lokasi stroke. Secara
spesifik, angiografi serebrum dapat mengungkapkan lesi ulseratif, stenosis, displasia
fibromuskular, fistula arteriovena, vaskulitis, dan pembentukan trombus di pembuluh
darah besar. Resiko utama pada prosedur ini adalah robeknya aorta atau arteria karotis
dan embolisasi dari pembuluh darah besar ke pembuluh intrakranium.
Peralatan ini bermanfaat untuk memindai aliran darah yang melewati pembuluh darah
otak. Angiografi dilakukan dengan cara memasukkan kateter ke dalam tubuh. Di dalam
kateter itu disuntikkan cairan kontras ke dalam pembuluh arteri di leher maupun lipat
paha. Cairan kontras bertujuan memberikan jalan sekaligus memberikan “lampu
penerangan” bagi kateter. Kemudian sinar-X akan mengikuti gambar yang diarahkan oleh
cairan kontras itu melalui pembuluh darah.
- Mendeteksi abnormalitass di dalam pembuluh darah otak yang menyempit atau
tersumbat
- Alat ini juga berguan untuk mendeteksi adanya kelainan pembuluh darah pada stroke
akut akibat aneurisma maupun AVM.
- Adanya penempitan pada pembuluh darah di otak dan mengetahui derajat
penyempitannya.
Pasien diminta tiduran, dan pasien dibius lokal di tempat kateter akan dimasukkan.
Pada tempat itu, kulit diiris sedikit agar kateter bisa masuk. Lalu mengarahkan kateter
dengan komputer. Karena dibius lokal, dokter dan radiolog berusaha menenangkan
psien. Pemeriksaan ini akan memakan waktu 1-2 jam.
Penggunaan kateter tentu membuat tidak nyaman karena pasien merasa ada bagian
tubuhnya yang dimasukkan alat meskipun bius lokal dilakukan. Kateter juga bisa
membuat risiko stroke sebab kateter dapat menjatuhkan plak-plak di pembuluh darah dan
akan memblokade pembuluh darah yang kecil-kecil.
Cerebral Angiography
7. Carotid Ultrasound
Ultrasonografi ini khusus mendeteksi gangguan pembuluh darah di leher menuju otak
(terhadap arteria karotis) . Merupakan evaluasi standar untuk mendeteksi gangguan
aliran darah karotis dan kemungkinan memperbaiki kausa stroke. Alatnya sama dengan
USG umunya yang dipakai mendeteksi janin pada wanita hamil. Alat ini bisa meneliti
penyumbatan pembuluh darah di leher yang bisa memicu stroke.
- penyempitan pembuluh darah yang biasanya diakibatkan timbunan kolesterol,
penggumpalan darah, dan aliran darah juga bisa dideteksi dengan USG ini.
Cara kerjanya adalah: Pertama pasien diminta tiduran. Dokter lalu mengoleskan
semacam gel ke daerah leher tempat penyumbatan itu diduga nterletak. Gel ini berfungsi
memudahkan prosedur, semacam alat yang bisa melancarkan sinyal ultrasound dengan
mudah pada kulit pasien. Gambaran arteri bisa dilihat berbagai sudut. USG karotid ini
akan berlangsung 15-30 menit. USG ini bekerja dengan mengalirkan gelompang suara
berfrekuensi tinggi melalui tubuh. Dengan gelombang itu, alat ini bisa memindai arteri di
leher dan sel-sel darah yang melewatinya. Peralatan ini dipandang lebih aman karena
tidak mengunakan cairan kontras atau sinar-X.
Menurut Listiono D (1998 : 113) penderita yang mengalami stroke dengan infark yang
luas melibatkan sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral
hemianopsia, selama stadium akut memerlukan penanganan medis dan perawatan yang
didasari beberapa prinsip:
a) Penatalaksanaan Medis
Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah :
1) Penanganan suportif imun
Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.
Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
2) Meningkatkan darah cerebral (pada stroke non hemoragi)
Elevasi tekanan darah
Intervensi bedah
Ekspansi volume intra vaskuler
Anti koagulan
3) Pengontrolan tekanan intracranial
Obat anti edema serebri steroid
Proteksi cerebral (barbitura)
4) Sedangkan menurut Lumban Tobing (2002 : 2) macam-macam obat yang
digunakan :
Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
Obat anti koagulasi : heparin.
Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus).
Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
Tanda-tanda vital diusahakan stabil
Bed rest
Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
Bila penderita tidak mampu menggunakan anggota gerak, gerakkan tiap
anggota gerak secara pasif seluas geraknya.
Berikan pengaman pada tempat tidur untuk mencegah pasien jatuh.
c) Perawatan pasca stroke oleh keluarga di rumah
Fisioterapi mutlak dilakukan secara rutin baik oleh fisoterapis maupun keluarga
dirumah sesering mungkin yang masih bisa ditoleransi oleh penderita dengan penuh
kesabaran dan jangan lupa kasih sayang, memang waktu yang diperlukan cukup
panjang dengan hasil yang sangat lambat namun banyak keluarga pasien yang
sabar dengan prosedur ini mendapatkan level fungsional yang cukup baik (Pambudi,
2010).
Beberapa pasien stroke terkadang mengalami kesulitan menelan dan keluarga
menganggap pasien tidak mau makan dan membiarkannya sehingga pasien jatuh
dalam kondisi gizi buruk bahkan dehiderasi yang dapat mengganggu pemulihan,
pasien-pasien ini dapat dibantu dengan sonde di rumah sambil dilatih untuk dapat
menelan dan seringkali hal ini berhasil.
Penderita stroke karena disabilitasnya sering jatuh dalam depresi, pendampingan
dan dukungan keluarga serta semangat dari keluarga akan sangat menolong
pemulihan.
d) Pertolongan Pertama Pada Pasien Stroke
Pertolongan Pertama Pada Stroke (Dengan cara mengeluarkan darah pada setiap
ujung jari tangan dan ujung daun telinga). Ada satu cara terbaik untuk memberikan
pertolongan pertama kepada orang yang mendapat serangan stroke. Cara ini selain
dapat menyelamatkan nyawa si penderita, juga tidak menimbulkan efek sampingan
apapun. Pertolongan pertama ini dijamin merupakan pertolongan gawat darurat yang
dapat berhasil 100%.
Sebagaimana diketahui, orang yang mendapat serangan stroke, seluruh darah di
tubuh akan mengalir sangat kencang menuju pembuluh darah di otak. Apabila
kegiatan pertolongan diberikan terlambatsedikit saja, maka pembuluh darah pada
otak tidak akan kuat menahan aliran darah yang mengalir dengan deras dan akan
segera pecah sedikit demi sedikit.
Dalam menghadapi keadaan demikian jangan sampai panik tetapi harus tenang.
Sipenderita harus tetap berada ditempat semula dimana ia terjatuh (mis: dikamar
mandi, kamar tidur, atau dimana saja). Jangan dipindahkan !!! Sebab dengan
memindahkan si penderita dari tempat semula akan mempercepat perpecahan
pembuluh darah halus di otak.
Penderita harus dibantu mengambil posisi duduk yang baik agar tidak terjatuh
lagi, dan pada saat itu pengeluaran darah dapat dilakukan. Yang terbaik ialah
menggunakan jarum suntik, namun apabila tidak ada, maka jarum jahit / jarum pentul
/ peniti dapat dipakai dengan terlebih dahulu disterilkan dulu dengan cara dibakar
diatas api. Segera setelah jarum steril, lakukan penusukan pada 10 ujung jari tangan.
Titik penusukan kira-kira 1cm dari ujung kuku. Setiap jari cukup ditusuk 1 kali saja
dengan harapan setiap jari mengeluarkan 1 tetes darah. Pengeluaran darah juga
dapat dibantu dengan cara dipencet apabila darah ternyata tidak keluar dari ujung
jari.
Dalam jangka waktu kira-kira 10 menit, si penderita akan segera sadar kembali.
Bila mulut sipenderita tampak mencong / tidak normal, maka kedua daun telinga si
penderita harus di tarik-tarik sampai berwarna kemerah-merahan. Setelah itu
lakukanlah 2 kali penusukan pada masing-masing ujung bawah daun telinga
sehingga darah keluar sebanyak 2 tetes dari setiap ujung daun telinga. Dengan
demikian dalam beberapa menit bentuk mulut sipenderita akan kembali normal.
Setelah keadaan sipenderita pulih dan tidak ada kelainan yang berarti, maka
bawalah sipenderita dengan hati-hati ke dokter atau rumah sakit terdekat untuk
mendapatkan pertolongan lebih lanjut.
Defisit perawatan diri; Setelah dilakukan tindakan 1 Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
mandi,berpakaian, makan, keperawatan, diharapkan kebutuhan 2 Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam
mandiri klien terpenuhi, dengan makan, mandi, berpakaian dan toileting
kriteria hasil: 3 Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya
- Klien dapat makan dengan bisa mandiri
bantuan orang lain / mandiri 4 Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan
- Klien dapat mandi de-ngan aktivitas normal sesuai kemampuannya
bantuan orang lain 5 Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
- Klien dapat memakai pakaian perawatan diri klien
dengan bantuan orang lain / mandiri
- Klien dapat toileting dengan
bantuan alat
Kerusakan mobilitas fisik b.d Setelah dilakukan tindakan 1 Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi
kerusakan neurovas-kuler keperawatan selama, diharapkan ekstrimitas yang sehat
klien dapat melakukan pergerakan 2 Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang
fisik dengan kriteria hasil : parese / plegi dalam toleransi nyeri
- Tidak terjadi kontraktur otot 3 Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau
dan footdrop mangurangi bengkak
- Pasien berpartisipasi dalam 4 Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan
program latihan kemampuan klien
- Pasien mencapai 5 Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti
keseimbangan saat duduk yang disarankan
- Pasien mampu menggunakan 6 Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi
sisi tubuh yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya fungsi pada
sisi yang parese/plegi
Resiko kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan perawatan 1 Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka
kulit b.d immobilisasi fisik selama, diharapkan pasien mampu tekan, tanda dan gejala luka tekan, tindakan pencegahan agar
mengetahui dan mengontrol resiko tidak terjadi luka tekan)
dengan kriteria hasil : 2 Berikan masase sederhana
- Klien mampu menge-nali tanda - Ciptakan lingkungan yang nyaman
dan gejala adanya resiko luka tekan - Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin
- Klien mampu berpartisi-pasi - Lakukan masase secara teratur
dalam pencegahan resiko luka tekan - Anjurkan klien untuk rileks selama masase
(masase sederhana, alih ba-ring, - Jangan masase pada area kemerahan utk menghindari
manajemen nutrisi, manajemen kerusakan kapiler
tekanan). - Evaluasi respon klien terhadap masase
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Respiratori Status Management
berhubungan dengan perawatan, diharapkan pola nafas - Pertahankan jalan nafas yang paten
penurunan kesadaran pasien efektif dengan kriteria hasil : - Observasi tanda-tanda hipoventilasi
- Menujukkan jalan nafas paten ( tidak - Berikan terapi O2
merasa tercekik, irama nafas normal, - Dengarkan adanya kelainan suara tambahan
frekuensi nafas normal,tidak ada - Monitor vital sign
suara nafas tambahan
- Tanda-tanda vital dalam batas
normal
DAFTAR PUSTAKA