Anda di halaman 1dari 17

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
UPT Puskesmas Batumandi merupakan salah satu UPT puskesmas
yang terletak di Kecamatan Batumandi Kabupaten Balangan.
Kecamatan Katingan Tengah terletak ± 163.590 Ha dan 1.635,90 KM
yang mencakupi 12 desa. UPT Puskesmas Batumandi memiliki
cakupan penduduk 13,986 jiwa. Puskesmas ini merupakan Puskesmas
dengan kriteria Puskesmas pedesaan. Letak puskesmas di jalan Abdul
Khair jalan raya A. Yani kabupaten Balangan.

Upaya atau program kesehatan yang diberikan di UPT Puskesmas


Batumandi adalah upaya kesehatan masyarakat meliputi upaya promosi
kesehatan, program penyehatan lingkungan, program pencegahan dan
peberantasan penyakit, program peningkatan kesehatan keluarga dan
gizi masyarakat, KIA dan KB serta Perawatan Kesehatan Masyarakat.
Sedangkan untuk Upaya Kesehatan perorangan meliputi pelayanan
pemeriksaan kesehatan umum, gawat darurat, rawat inap, kesehatan
gigi dan mulut, persalinan, imunisasi, gizi, obata-obatan dan
laboratorium.

Jumlah sarana dan prasarana yang dimiliki puskesmas adalah sebagai


berikut:
Tabel 4.1 Sarana dan Prasarana UPT Puskesmas Batumandi
No Ruangan Jumlah
1 Puskesmas pembantu 14
2 PKD 2
3 Puskesmas Keliling 1
4 Ambulance 1
5 Ruang administrasi 1
6 Ruang Poli Umum 1

58
59

7 Ruang farmasi dan apotek 1


8 Ruang pemeriksaan gigi dan mulut 1
9 Ruang imunisasi 1
10 Ruang jaga perawat 1
11 Ruang KIA dan KB 1
12 Ruang rekam medik dan pendaftaran 1
13 Ruang UGD 1

Jumlah ketenagaan yang ada di UPT Puskesmas Batumandi adalah


sebagai berikut:
Tabel 4.2 Jumlah Ketenagaan di UPT Puskesmas Batumandi
No Jenis Tenaga Kerja Jumlah
1 Dokter 2
2 Dokter gigi 1
3 Bidan 9
4 Perawat 10
5 Perawat gigi 2
6 Apoteker 1
7 Asisten Apoteker 1
8 Sanitarian 1
9 Nutrisionis 2
10 Pranata laboratorium 4
11 Penyuluh kesehatan 2
12 Perekam medis 1
13 Pengadministrasian 2

4.1.2 Karakteristik Responden


4.1.2.1 Karakteristik responden beradasarkan umur
Karakteristik responden beradasarkan umur dapat dilihat pada
tabel 4.3.
Tabel 4.3
Karakteristik responden beradasarkan umur

Jumlah
No. Umur Responden
f %
1 17-25 tahun 4 9,3
2 26-35 tahun 11 25,6
3 36-45 tahun 23 53,5
4 46-55 tahun 5 11,6
Jumlah 43 100
60

Berdasarkan Tabel 4.3, karakteristik responden berdasarkan


umur didapatkan sebagian besar berumur antara 36-45 tahun
yaitu sebesar 23 orang atau 53,5%.

4.1.2.2 Karakteristik responden beradasarkan jenis kelamin


Berdasarkan hasil penelitian, distribusi karakteristik responden
beradasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.4
dibawah ini.
Tabel 4.4
Karakteristik responden beradasarkan jenis kelamin

Jumlah
No. Jenis Kelamin
f %
1 Laki-laki 14 32,6
2 Perempuan 29 67,4
Jumlah 43 100

Berdasarkan Tabel 4.4, karakteristik responden berdasarkan


jenis kelamin didapatkan bahwa sebagian besar responden
berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 29 orang atau 67,4%.

4.1.2.3 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir


Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik responden
berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini
Tabel 4.5
Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir

Jumlah
No. Pendidikan Responden
f %
1 Tidak Sekolah / Tidak
1 2,3
Tamat Sekolah dasar
2 SD sederajat 13 30,2
3 SMP sederajat 22 51,2
4 SMA sederajat 6 14
5 Sarjana sederajat 1 2,3
Jumlah 43 100
61

Distribusi karakteristik responden penelitian berdasarkan


pendidikan dilihat dari Tabel 4.5, bahwa pekerjaan responden
tergambar sebagian besar adalah SMP sederajat yaitu sebesar
22 orang atau 51,2%.
4.1.2.4 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan
Kartakteristik responden penelitian berdasarkan pekerjaan
dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini.
Tabel 4.6
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

Jumlah
No. Pekerjaan Responden
f %
1 Buruh / Tidak tetap 33 76,7
2 Pegawai Swasta 4 9,3
3 Wiraswasta / Pedagang 5 11,6
4 PNS/ TMI/ POLRI 1 2,3
Jumlah 43 100

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan berdasarkan


Tabel 4.6 diatas didapatkan bahwa sebagian besar merupakan
buruh / tidak memiliki pekerjaan tetap yaitu 33 orang atau
76,7%.
4.1.2.5 Karakteristik responden berdasarkan hubungan dengan klien
Kartakteristik responden penelitian berdasarkan hubungan
dengan klien dapat dilihat pada tabel 4.7 dibawah ini.
Tabel 4.7
Karakteristik responden berdasarkan hubungan dengan klien

Jumlah
No. Hubungan Dengan Klien
f %
1 Suami 20 46,5
2 Istri 14 32,6
3 Anak 4 9,3
4 Orang tua 5 11,6
Jumlah 43 100
62

Karakteristik responden berdasarkan hubungan responden


dengan klien ODGJ berdasarkan Tabel 4.7 diatas didapatkan
bahwa sebagian besar merupakan suami yaitu 20 orang atau
46,5%.

4.1.3 Hasil Analisis Data Responden


4.1.3.1 Analisis Univariat
a. Dukungan keluarga pada pasien ODGJ di wilayah kerja
UPT Puskesmas Batu Mandi
Dukungan keluarga pada pasien ODGJ di wilayah kerja
UPT Puskesmas Batu Mandi dapat dilihat pada tabel 4.8
dibawah ini.
Tabel 4.8
Dukungan keluarga pada pasien ODGJ di wilayah kerja
UPT Puskesmas Batu Mandi

Jumlah
No. Dukungan keluarga
f %
1 Dukungan Kurang 8 18,6
2 Dukungan Cukup 32 74,4
3 Dukungan Baik 3 7
Jumlah 43 100

Berdasarkan Tabel 4.8 di atas, dapat diketahui bahwa


dukungan keluarga pada pasien ODGJ di wilayah kerja
UPT Puskesmas Batu Mandi sebagian besar berada dalam
kategori cukup mendukung yaitu sebesar 32 orang atau
74,4%.
b. Kemandirian pasien ODGJ di wilayah kerja UPT
Puskesmas Batu Mandi
Kemandirian pasien ODGJ di wilayah kerja UPT
Puskesmas Batu Mandi dapat dilihat dari tabel dibawah ini
63

Tabel 4.9
Kemandirian pasien ODGJ di wilayah kerja UPT
Puskesmas Batu Mandi

Kemandirian pasien Jumlah


No.
ODGJ f %
1 Kurang Mandiri 5 11,6
2 Cukup Mandiri 33 76,7
3 Mandiri 5 11,6
Jumlah 43 100

Kemandirian pasien ODGJ di wilayah kerja UPT


Puskesmas Batu Mandi berdasarkan Tabel 4.9 di atas,
sebagian besar berada pada kategori cukup mandiri yaitu
sebesar 33 orang atau 76,7%.

4.1.3.2 Analisis Bivariat


Hubungan dukungan keluarga dengan kemandirian pasien
ODGJ di wilayah kerja UPT Puskesmas Batu Mandi dapat
dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 4.10
Hasil Analisis hubungan dukungan keluarga dengan
kemandirian pasien ODGJ di wilayah kerja UPT Puskesmas
Batu Mandi

Kemandirian
Kurang Cukup Mandiri Jumlah
No Hubungan
mandiri Mandiri
f % f % f % f %
1 Dukungan 5 62,5 2 25 1 12,5 8 100
kurang
2 Dukungan 0 0 31 96,9 1 3,1 32 100
cukup
3 Dukungan 0 0 0 0 3 100 3 100
baik
Jumlah 5 11,6 33 76,7 5 11,6 43 100
ρ = 0,000 R=0,675
64

Pada tabel 4.10 didapatkan bahwa jumlah terbanyak adalah


dukungan keluarga cukup dengan pasien ODGJ yang cukup
mandiri yaitu sebanyak 31 orang atau 96,6%. Berdasarkan
hasil analisis dengan uji Spearman rank didapatkan bahwa ρ =
0,000 dan R=0,675. Hasil uji Spearman Rank ini didapatkan ρ
= 0,000 lebih kecil dari α = 0,05, hal ini berarti bahwa
Hipotesis diterima dengan kata lain ada hubungan dukungan
keluarga dengan kemandirian pasien ODGJ. Nilai R=0,675 hal
ini mengandung arti bahwa apabila dilihat dari tabel Colton
didapatkan kekuatan hubungan antara variabel dukungan
keluarga dengan kemandirian pasien adalah kuat.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Dukungan keluarga pada pasien ODGJ di wilayah kerja UPT
Puskesmas Batu Mandi
Dukungan keluarga pada pasien ODGJ di wilayah kerja UPT
Puskesmas Batu Mandi sebagian besar cukup mendukung yaitu sebesar
32 orang atau 74,4%. Hal ini tergambar dari jawaban kuesioner dari
responden yang menyatakan bahwa sebagian besar keluarga cukup
memberikan perhatian kepada pasien dalam melakukan kegiatan sehari-
hari dan keluarga sering memberikan saran kepada klien untu bergaul
diluar rumah dan mengajar klien untuk melakukan kegiatan diluar
rumah.

Muhith (2015), dukungan keluarga dapat diperoleh dari informasi yang


di terima oleh keluarga dan keluarga merasakan bahwa informasi yang
di didapatkan berguna untuk meningkatkan kesehatan salah satu
anggota keluarganya. Apabila informasi yang diterima baik dan sangat
bermakna maka dukungan keluraga untuk anggota keluarganya yang
sakit juga akan lebih baik begitu pula sebaliknya.
65

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka
hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam
perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan
kebudayaan (Friedman, 2017). Oleh karena itu dukungan keluarga
sangat penting untuk individu terutama saat mengalami masalah
kesehatan.

Smith (1994) dalam Friedman (2017) menyatakan bahwa dukungan


keluarga adalah pertolongan dan semangat yang diberikan oleh keluarga
terhadap anggotanya dimana dukungan tersebut sebagai variabel
mediator yang menunjukkan fasilitas koping selama waktu krisis.
Dukungan keluarga dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap
kesehatan anggota keluarganya. Bentuk dukungan ini dapat diberikan
melalui dua cara yaitu secara langsung dan secara tidak langsung.
Secara langsung dukungan ini akan memberikan dorongan kepada
anggotanya untuk berperilaku sehat, sedangkan secara tidak langsung
dukungan yang diterima dari orang lain akan mengurangi ketegangan
atau depresi sehingga tidak menimbulkan gangguan

Sigit (2019) yang menyatakan keluarga merupakan tempat yang aman


dan damai bagi anggota keluarga yang sakit untuk mencurahkan segala
perasaan yang dimiliki dalam membantu pemulihan serta membantu
penguasaan terhadap emosi. Kehadiran orang lain di dalam kehidupan
pribadi seseorang begitu sangat diperlukan. Hal ini terjadi karena
seseorang tidak mungkin memenuhi kebutuhan fisik maupun
psikologinya sendirian. Individu membutuhkan dukungan sosial yang
dimana salah satunya berasal dari keluarga. Dukungan keluarga atau
orang terdekat, memainkan suatu peran penting dalam kepatuhan
jangka panjang. Satu komponen kepatuhan pada pasien adalah
dukungan dari teman-teman dan keluarganya
66

Amelia (2020) menyatakan bahwa Dukungan keluarga merupakan


bagian dari penderita yang paling dekat dan tidak dapat dipisahkan.
Penderita akan merasa senang dan tenteram apabila mendapat perhatian
dan dukungan dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan
menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi atau mengelola
penyakitnya dengan lebih baik, serta penderita mau menuruti saran-
saran yang diberikan oleh keluarga untuk menunjang pengelolaan
penyakitnya.

Friedman (2017) menyatakan dalam menjalankan tugasnya, keluarga


memiliki kewajiban dalam mengenal masalah kesehatan setiap
anggotanya, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan
kesehatan yang tepat bagi keluarga, memberikan keperawatan anggota
keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri
karena cacat atau usianya yang terlalu muda, mempertahankan suasana
rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian
anggota keluarga dan mempertahankan hubungan timbal balik antara
keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang
ada)

Penelitian Dwijayanti (2018) menemukan bahwa keluarga yang paham


akan kesehatan anggotanya akan senantiasa memberikan dukungan
terutama pada anggota keluarganya yang sedang dalam masa
perawatan. Dengan demikian, pasien yang harus menjalankan
perawatan tersebut merasa lebih diperhatikan secara emosional, dan
dengan mudah akan mempraktekkan aturan-aturan selama masa
perawatan karena merasa seluruh keluarganya mendukung serta ikut
mempraktekkan aturan tersebut, termasuk dalam hal menjalankan diet
hipertensi.
67

Penelitian diatas didukung oleh Khamida (2018) juga menemukan


bahwa sebagian besar keluarga yang memberikan dukungan kepada
keluarganya yang mengalami gangguan jiwa karena mereka memahami
bahwa gangguan jiwa memerlukan dukungan terutama dukungan
emosional dan sosial agar mereka dapat bergaul dan bersosialisasi di
masyarakat.

Peneliti berasumsi bahwa keluarga responden cukup memberikan


dukungan kepada para responden penelitian disebabkan karena keluarga
sebagian sudah memahami bahwa dukungan keluarga penting untuk
membantu mempercepat kesembuhan pasien, keluarga cukup
memberikan dukungan informasional, dukungan instrumental dan
dukungan emosional kepada pasien agar pasien ODGJ tidak kambuh.
Keluarga yang memberikan dukungan terutama dukungan emosional
dan sosial akan mempercepat kemampuan pasien untuk bersosialisasi di
tengah masyarakat. Keluarga sebagian besar cukup memberikan
dukungan penilaian terutama memberikan perhatian kepada pasien
dalam melakukan kegiatan sehari-hari, dukungan instrumental terutama
menyediakan waktu untuk membantu memenuhi kebutuhan pasien dan
dukungan informasional terutama dalam memberikan saran agar pasien
bergaul din luar rumah.

4.2.2 Kemandirian pasien ODGJ di wilayah kerja UPT Puskesmas Batu


Mandi
Kemandirian pasien ODGJ di wilayah kerja UPT Puskesmas Batu
Mandi sebagian besar cukup mandiri yaitu sebesar 33 orang atau
76,7%. Kemandirian pasien ODGJ dalam kategori cukup ini tergambar
dari klien cukup mandiri terutama dalam kegiatan aktivitas sehari-hari
seperti makan, minum, bicara jelas dan sesuai serta cukup mampu
mengikuti kegiatan di luar rumah tanpa mengganggu orang lain.
68

Menurut Bernadib (dalam Syafaruddin dkk, 2022) kemandirian adalah


keadaan seseorang yang dapat menentukan diri sendiri dimana dapat
dinyatakan dalam tindakan atau prilaku seseorang dan dapat dinilai,
meliputi prilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau
masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu
sendiri tanpa bantuan orang lain. Kemandirian memiliki empat aspek,
aspek intelektual (kemauan untuk berfikir dan menyelesaikan masalah
sendiri), aspek sosial (kemauan untuk membina relasi secara aktif),
aspek emosi (kamauan untuk mengelola emosinya sendiri), dan aspek
okonomi (kemauan untuk mengatur ekonomi sendiri).

Kemandirian adalah perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi


hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat
melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, hasrat untuk mengerjakan
segala sesuatu bagi diri sendiri. Secara singkat kemandirian
mengandung pengertian suatu keadaan dimana seseorang yang
memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikannya. Mampu
mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang
dihadapi. Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh
secara kumulatif selama perkembangan dimana individu akan terus
belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di
lingkungan sehingga individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan
bertindak sendiri (Anwar, 2015).

Addai & Andres, (2015) mengemukakan bahwa orang dengan


gangguan mental atau gangguan jiwa memiliki gejala dan perilaku yang
dapat mengganggu kemampuan mereka dalam bekerja, memberikan
kebutuhan kasih sayang, menggangu akses pada perawatan kesehatan
fisik, pendidikan, pekerjaan rumah tangga, transportasi, pengambilan
keputusan, dan memanfaatkan waktu luang
69

Penelitian Lailiyah (2016) menemukan bahwa kemandirian pasien


ODGJ tergantung dari kemampuan pasien ODGJ mencapai realita. Hal
ini akan dipercepat dengan perasaan yang dirasakan oleh pasien bahwa
orang disekitarnya memperhatikan dan siap membantu serta
menjauhkan dia dari situasi sendiri yang menyebabkan pasien kembali
ke alam tidak realita.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Maryatun (2015) yang


menemukan bahwa kemandirian pasien dengan gangguan jiwa
dipengaruhi oleh lingkungan dimana pasien berada. Apabila pasien
berada dilingkungan dimana pasien merasa diberikan support dan
perhatian maka pasien akan lebih cepat beradaptasi dengan realitanya.
Penelitian ini juga didukung oleh Primadayanti (2021) yang
menyatakan bahwa kemandirian dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya dukungan orang terdekat pasien. Dukungan orang terdekat
ini akan meningkatkan rasa percaya pasien terhadap realita dan
mempersiapkan diri pasien bersosialisasi dengan lingkungan.

Peneliti berpendapat bahwa sebagian besar responden cukup mandiri


hal ini terjadi karena keluarga memahami bahwa kemandirian pasien
ODGJ akan terbentuk apabila mendapatkan dukungan, bantuan dan
bimbingan dari orang terdekat pasien. Pasien yang mendapatkan
dukungan dari orang terdekat maka tingkat kepercayaan (Trust) pasien
lebih baik dari pada orang lain sehingga pasien akan lebih mudah
diberikan pengertian dan dibawa ke realitanya. Kemandian yang
ditunjukan oleh responden terutama ditunjukan dalam kegiatan aktivitas
sehari-hari seperti makan, minum, bicara jelas dan sesuai serta cukup
mampu mengikuti kegiatan di luar rumah tanpa mengganggu orang lain.

4.2.3 Hubungan dukungan keluarga dengan kemandirian pasien ODGJ di


wilayah kerja UPT Puskesmas Batu Mandi.
70

Ada hubungan dukungan keluarga dengan kemandirian pasien ODGJ di


wilayah kerja UPT Puskesmas Batu Mandi nilai ρ = 0,000 lebih kecil
dari nilai α = 0,05 dan R = 0, 675, artinya terdapat hubungan antara
dukungan keluarga dengan kemandirian pasien ODGJ dengan kekuatan
hubungan variabel adalah kuat. Semakin baik dukungan keluarga maka
akan semakin mandiri pasien. Pada penelitian ini tergambar bahwa
terbanyak adalah responden yang memiliki dukungan keluarga cukup
dan memiliki kemandirian yang cukup pula.

Faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian ODGJ terdapat dua


faktor, yaitu faktor internal: kondisi fisiologis dan kondisi psikologis
sedangkan faktor eksternal tediri dari: pola asuh, rasa cinta dan kasih,
pengalaman dalam kehidupan, dan lingkungan keluarga (dukungan
keluarga). Dukungan dari keluarga sangat diperlukan untuk
kemandirian ODGJ karena dengan adanya dukungan dari keluarga,
ODGJakan merasa dipedulikan sehingga menjadi jiwa lebih percaya
diri dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan psikologinya akan
tertanam lebih baik. Dukungan keluarga seperti kebiasaan keluarga
melibatkan klien dalam kegiatan rutin harian dirumah, kebiasaan
keluarga melibatkan klien dalam mengembangkan hubungan sosial, dan
kebiasaan kleuarga melibatkan klien dalam pengelolaan lingkungan
yang ada disekitar klien. Setiap orang membutuhkan sebuah support
dan perhatian, dukungan simpatik dan empati, cinta dan kepercayaan
serta penghargaan tidak terkecuali ODGJ sehingga dengan adanya
dukungan ini ODGJ berpikir bahwa orang disekitarnya masih peduli
dan itu dapat memberi semangat untuk melakukan kegiatan sehari-hari
(Khamida, 2018).

Kemandirian dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya faktor


lingkungan. Lingkungan sangat berpengaruh bagi proses pembentukan
kemandirian. Jika lingkungan sekitar baik maka akan cepat tercapai
71

secara terarah dan teratur, salah satu faktor lingkunan adalah dukungan
keluarga atau orang yang berada disekitar pasien (Muhith, 2015).

Keluarga merupakan orang yang paling dekat yang selama ini selalu
berada di sekelilingnya. Dukungan dari keluarga dapat membuat klien
skizofrenia merasakan adanya perhatian atau bantuan yang dapat
menyelesaikan masalah dalam pemenuhan kebutuhan sehari-harinya.
Dukungan yaitu sebagai efek dukungan sosial menahan efek-efek
negatif dari stres terhadap kesehatan dan dukungan sosial secara
langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan ditemukan.
Keluarga sangat berperan penting dalam memberikan bantuan kepada
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Dalam hal ini, klien
bisa memanfaatkan pertolongan dalam hal menyediakan alat mandi,
makan, berpakaian dan lain-lain, akan tetapi bukan berarti klien
menjadi tidak mandiri dengan disediakannya alatalat tersebut, namun
bagaimana kemandirian klien dalam menggunakan alat-alat tersebut
(Lailiyah, 2016).

Orang dengan gangguan jiwa dapat dikatakan mandiri jika mampu


memenuhi kebutuhan dasarnya sehari-hari seperti; makan, minum,
buang air besar dan kecil, mandi, serta bersosialisasi dengan lingkungan
sekitar tanpa bantuan orang lain. Dalam memandirikan orang dengan
gangguan jiwa agar dapat memenuhi kebutuhannya seharihari
dibutuhkan peran dari anggota keluarganya dalam memberi dukungan
sosial terhadap orang dengan gangguan jiwa. Dukungan sosial keluarga
merupakan transaksi interpersonal dapat melibatkan satu atau lebih
aspek-aspek yaitu dukungan emosional, dukungan penilaian, dukungan
instrumen, dan dukungan informatif. Keluarga responden berperan aktif
dalam mendukung dan merawat anggota keluarga dengan gangguan
jiwa dibuktikan dengan tingginya angka kemandirian pasien gangguan
jiwa dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari. Keluarga turut
72

berperan dalam memberikan kasih sayang dan membantu mengarahkan


pasien gangguan jiwa dalam melakukan aktifitas sehari-hari seperti
membersihkan kamar, bersosialisasi dengan lingkungan sekitar,
merawat diri, serta berperan aktif dalam pengobatan keluarga pasien
dengan gangguan jiwa. Kemandirian pasien gangguan jiwa dapat
terbentuk jika aktifitas yang positif tersebut selalu dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari secara berulang-ulang, sehingga dapat
meningkatkan kemandirian pasien dengan gangguan jiwa (Rayendra,
2022)

Dwijayanti (2018) menemukan bahwa orang dengan gangguan jiwa


sangat membutuhkan dukungan dari orangorang terdekat khususnya
dukungan sosial dari keluarga. Dukungan sosial keluarga merupakan
transaksi interpersonal dapat melibatkan satu atau lebih aspek-aspek
yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
instrumen, dan dukungan informatif. Selain itu, dukungan keluarga
memiliki pengaruh yang positif pada penyesuaian kejadian dalam
kehidupan yang penuh dengan stress. Dengan dukungan sosial keluarga
dapat berpengaruh penting dalam sikap serta kemandirian pasien
gangguan jiwa bahkan dapat menjadi hal penting dalam proses
penyembuhan pasien, karena disitu akan merasa dihargai. Oleh karena
itu, klien gangguan jiwa memerlukan dukungan dari keluarga

Rusnita (2019), Salah satu fungsi keluarga adalah fungsi proteksi yaitu
keluarga memberikan perlindungan dan perawatan baik fisik maupun
sosial kepada para anggota, namun sekarang banyak fungsi
perlindungan dan perawatan diambil alih oleh badan sosial. Keluarga
merupakan suatu jaringan interaksi antar pribadi. Keluarga berperan
menciptakan persahabatan kecintaan, rasa aman hubungan antar pribadi
yang bersifat kontinyu yang keseluruhanya merupakan dasar-dasar bagi
perkembangan kepribadian anak. Salah satu perlindungan yang
73

dilakukan oleh keluarga dalam kehidupan anggota-anggotanya adalah


kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani. Dukungan
keluarga ini sangat efisien untuk menangani kondisi kejiwaan yang
tidak menentu, stres traumatik dan efektif untuk mengatasi kecemasan
serta gangguan psikologis lainnya.

Perkembangan kemandirian individu sesungguhnya merupakan


perkembangan hakikat manusia. Atas dasar kelemahan yang melekat
pada pandangan yang yang berpusat pada masyarakat maka
kemandirian perlu di pahami. Proses ini mengimplikasikan bahwa
manusia berhak memberikan makna terhadap dasar proses mengalami
sebagai konsekwensi dari perkembangan berpikir dan penyesuaian
kehendaknya. Kemandirian juga dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu gen atau keturunan orang tua, sistem pendidikan sekolah, sistem
kehidupan dimasyarakat serta peran orang tua dimana didalamnya
terdapat kebutuhan asuh, asih dan asah. Dengan demikian kemandirian
yang dimiliki adalah kemandirian yang utuh (Syahda, 2018).

Peneliti berasumsi bahwa terdapat hubungan antara dukungan keluarga


dengan kemandirian pasien ODGJ disebabkan karena keluarga
merupakan salah satu sumber pengambil keputusan yang penting dalam
kehidupan pasien dan merupakan sumber yang paling diperceya oleh
pasien ODGJ sehingga apabila keluarga memberikan dukungan penuh
kepada pasien ODGJ maka kemandirian pasien akan semakin baik.

4.3 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan penelitian yang dialami oleh peneliti adalah penilaian
kemandirian pasien ODGJ berdasarkan keterangan dari responden
(keluarganya) sehingga dapat saja hasil dari penelitian ini tidak sesuai dengan
tingkat kemandirian yang ditampilkan oleh pasien ODGJ.
74

4.4 Implikasi Hasil Penelitian dalam Keperawatan


Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam melakukan motivasi
kepada keluarga agar memberikan dukungan yang dibutuhkan pasien ODGJ
agar mampu mempertahan kan realitanya dan dapat bersosialisasi dengan
lingkungan sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai