Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
A. Sejarah
Nusa Tenggara Timur pada awalnya adalah bagian dari Provinsi Sunda Kecil yang
terdiri dari kawasan Bali, Nusa Tenggara barat dan Timur berdasarkan UU No. 21 tahun
1950. Kemudian setelah perjalanan panjang, ada pembaharuan terhadap peraturan
administratif wilayah tersebut dengan berubah nama menjadi Nusa tenggara.
Pada tahun 1958, pemerintah pusat mengeluarkan UU No. 64 yang membuat Provinsi
Nusa Tenggara dibagi menjadi 3 wilayah. Pertama adalah Bali, kedua NTB, dan ketiga
adalah NTT dengan nama Daerah Swatantra tingkat 1. Kemudian pada akhir 1958, beberapa
pulau seperti Flores bergabung menjadi bagian NTT.
Kemudian dengan adanya UU No. 18 tahun 1965, maka secara resmi atau de jure
Daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara Timur resmi menjadi Provinsi NTT. Kemudian
dari sini perkembangan wilayah ini terus meningkat. Bahkan dari setiap aspek seperti sosial
dan pariwisata sangat maju.
Pada awal sejarah singkat Nusa Tenggara Timur, tidak banyak kota atau kabupaten
disini. Apalagi pada saat itu kondisi sosial dan ekonomi belum terlalu maju sehingga tidak
terlalu banyak kota berdiri. Hanya ada beberapa saja seperti Kupang yang kemudian menjadi
ibukota dari NTT.
Namun saat ini, sudah ada 22 kabupaten kota yang tersebar di beberapa pulau utama.
Kebanyakan kota dan kabupaten ini berada di Pulau Flores, Timor dan Sumba. Ini karena
Sumba dan Flores termasuk dalam pulau utama. Sedangkan pulau-pulau lain kebanyakan
belum terjamah atau masih alami.
NTT merupakan salah satu dari beberapa provinsi yang didominasi oleh kepulauan.
Secara keseluruhan, provinsi ini memiliki sekitar 550 pulau. 3 pulau utama adalah Flores,
Sumba, dan Timor. Gugusan pulau ini kemudian banyak dikenal dengan sebutan Flobamora
atau singkatan dari Flores, Sumba, Timor dan Alor.
Ada beberapa pulau lain yang terkenal seperti gugusan Kepulauan Komodo. Lokasi
ini menjadi tempat utama wisatawan. Ada juga satu pulau yang menjadi tempat paling selatan
di Indonesia, yaitu Rote. Salah satu pulau juga berbatasan langsung dengan Timor Leste
sehingga sering dijadikan sebagai daerah lintas batas.
Secara umum, kebanyakan pulau masih belum berpenghuni atau hanya ditumbuhi
padang tundra dan savana. Karena itu beberapa tempat juga memiliki fauna unik dan endemik,
misalnya Komodo. Hewan ini merupakan salah satu fauna purba yang masih bisa ditemui saat
ini dan ternyata adalah dinosaurus terakhir.
B. Geografis
Keadaan iklim daerah Nusa Tenggara Timur termasuk tropis kering dengan musim
kemarau yang cukup panjang, yaitu sekitar 8 bulan per tahun dengan penyebaran curah hujan
yang tidak merata. Suhu udara beragam antara 21,2° celcius - 33,4° celcius. Curah hujan
tertinggi terdapat di bagian barat Flores, Timor bagian tengah, dan Sumba Barat. Propinsi Nusa
Tenggara Timur mempunyai beberapa kawasan rawan bencana alam geologis terutama di
beberapa bagian dari Pulau Flores dan Kepulauan Alor. Lahan pada beberapa pulau besar di
Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagian besar telah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian yang
meliputi tanaman perkebunan, hortikultura, tanaman pangan, peternakan, dan tanaman hutan
seperti lontar, cendana, dan asam ("Pembangunan Daerah Tingkat I", 2014).
Di Kota Kupang sama dengan daerah lainnya di NTT khususnya daratan Timor dikenal
hanya dua musim saja yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada bulan April sampai dengan
September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga
terjadi musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember – Maret arus angin yang datang dari
benua Asia dan Samudera Pasifik banyak mengandung uap air sehingga terjadi musim hujan.
Pada tahun 2010 rata-rata suhu udara di Kota Kupang adalah 22.7 oC – 31.8 oC. Suhu udara
maksimum terjadi pada bulan Oktober (33.7 oC) dan suhu udara minimum terjadi pada bulan
Juli (20.8 oC). Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, Rata-rata
curah hujan selama tahun 2010 tertinggi adalah pada bulan Februari (469.8 m3) dan terendah
adalah bulan April (18 m3). Maka dapat dikatakan wilayah Kupang mengalami masa kemarau
yang panjang dibandingkan musim hujan (Kota Kupang, 2010).
Perubahan iklim di NTT sudah menjadi isu yang krusial, karena mengancam berbagai
upaya untuk memerangi kemiskinan. Perubahan iklim menghambat upaya orang miskin untuk
membangun kehidupan yang lebih baik bagi diri sendiri dan keluarga mereka. Yaitu pada
sumber nafkah, Pengaruh perubahan iklim lebih berat menimpa masyarakat paling miskin.
Banyak di antara mereka mencari nafkah di bidang pertanian atau dan sedikit dibidang
perikanan sehingga sumber-sumber pendapatan mereka sangat dipengaruhi oleh iklim. Apakah
itu di perkotaan ataupun di pedesaan mereka pun umumnya tinggal di daerah pinggiran yang
rentan terhadap kemarau panjang.
C. Mangga
Pohon mangga (Mangifera indica L.) banyak dijumpai di daerah-daerah tropis seperti Indonesia
(Yuniastuti, 1995). Tanaman ini mudah tumbuh dan berkembang di Indonesia karena iklim
dan cuacanya sesuai dan tidak memerlukan perawatan khusus sehingga banyak dijumpai
di beberapa daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara
Barat Dan Nusa Tenggara Timur . Beberapa varietas mangga yang telah diusahakan secara
komersial di Indonesia dan yang paling banyak ditanam adalah Gedong, Arumanis, Golek,
Indramayu, dan Manalagi (Setyadjit, dkk. 2005).
Tinggi pohon mangga bervariasi tergantung varietasnya. mangga Gedong mempunyai
tinggi pohon rata-rata adalah 9 m dengan tajuk bulat bergaris tengah 9,4 cm, percabangan
sedang dan berdaun lebat. Sedang varietas unggul mangga Podang Urang dapat mencapai 10
m dengan percabangan sedang, daun rapat atau rimbun (Baswarsiati, dkk. 2006).
Mutu buah mangga untuk konsumsi segar masih membutuhkan perhatian khusus karena
penampilan buah kurang menarik. Rendahnya mutu buah karena getah yang menyelimuti
kulit, luka memar, tergores, dan pecah sehingga penampilan buah kurang menarik dan tidak
memenuhi standar mutu. Salah satu penyebab rendahnya mutu buah mangga segar adalah
cara pemanenan yang kurang tepat. Pemanenan buah mangga oleh petani masih dilakukan
dengan menggunakan alat petik tradisional yang tidak dilengkapi dengan pisau pemotong.
Memanen dengan pemetik tradisional dapat menimbulkan getah karena pemotong buah
kurang tajam (Yuniarti, dkk 1992). Pemotongan tangkai buah tidak bisa diatur sehingga
banyak tangkai buah yang terpotong di dekat pangkal buah yang mengakibatkan banyak getah
yang keluar dan menempel pada permukaan kulit buah. Getah yang menempel dipermukaan
kulit dapat menyebabkan menurunnya mutu buah karena penampilannya menjadi kurang
menarik. Disamping itu getah tersebut dapat menyebabkan percepatan proses pembusukan buah
selama penyimpanan. Menurut Prabawati (1994) getah buah mangga gedong menyebabkan
iritasi yang hebat, sehingga mengakibatkan noda dan cacat pada permukaan kulit buah
mangga yang bersifat tetap dan tidak dapat dibersihkan.
Pohon mangga yang sudah berbuah umumnya tinggi mencapai di atas 4 m bahkan ada yang
mencapai 10 m lebih. Pada umumnya buahnya berada di ujung cabang sehingga sulit dipetik
langsung dengan tangan. Oleh karena itu pemetikan mangga harus dilakukan dengan
menggunakan alat bantu khusus. Adapun cara pemetikannya harus dilakukan dengan benar dan
tepat agar buah tidak mengalami kerusakan. Pemetikan mangga harus diusahakan agar
tangkainya tidak lepas dari pangkal buah. Pemotongan tangkai buah harus dilakukan minimal 10
mm di atas pangkal buah agar getahnya tidak keluar serta diusahakan agar buah tidak jatuh
ke tanah dan tidak tergores oleh alat pemanen. Pemanenan mangga dilakukan pada saat
buah mangga telah berumur sekitar 70 - 115 hari sejak bunga pertama keluar. Umur panen
mangga berbeda- beda tergantung pada varietas dan lokasi tempat tumbuhnya (Satuhu
1999). Mangga Arumanis dapat dipanen setelah buah mangga berumur 97 hari (Budaraga 1998).

Pada umumnya Alat panen buah mangga terdiri dari dua cara yaitu:

Panen secara tradisional

Yang sering dilakukan di pulau timor adalah Panen tradisional atau juga dikenal dengan
panen manual yaitu dengan cara memanjat dan menggunakan kayu penyolok untuk memanen buah
manga tersebut. Namun panen tradisonal atau manual dapat menimbulkan resiko yang tinggi dan
begitu pula merusak kualitas buah. Panen tradisional memang tidak bisa diatur tinggi rendahnya.
Hal tersebut mengakibatkan hasil pemanenannya kurang baik.

Maka perlu merubah cara pemanenan buah mangga dengan merancang suatu alat untuk
mempermudah para petani dalam memanen sehingga dapat menghemat waktu dan tenaga. tenaga
petani tidak terkuras dikembangkan peralatan panen berdasarkan prinsip kerja alat dalam proses
pemotongan tangkai buah dengan menggunakan gunting atau pisau potong. Menurut Sapowadia
et al. (2001), mekanisme pemotongan tangkai buah sangat mempengaruhi kapasitas dan kualitas
hasil pemanenan buah mangga. Dilaporkan bahwa alat pemanen mangga tipe tumbukan dengan
pisau pemotong berbentuk V (impact type model) memberikan untuk kerja yang lebih baik
dibandingkan dengan model tipe lainnya (shear type dan impact-cum shear type). Alat pemanen
mangga tipe ini dapat meningkatkan kapasitas pemanenan dan efisiensi biaya, serta menurunkan
kerusakan buah.

Panen secara mekanis

Anda mungkin juga menyukai