Anda di halaman 1dari 14

Lampiran 1

Keputusan Direktur RSU Indah


Nomor : 002/SKP/SK/RSUI/II/2019
Tanggal : 18 Februari 2019

PANDUAN IMPLEMENTASI STANDAR SASARAN KESELAMATAN PASIEN


RUMAH SAKIT UMUM INDAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFENISI
Sasaran keselamatan pasien wajib diterapkan semua rumah sakit yang diakreditas oleh Komisi
Akreditas Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety
Solutions dar WHO Patient ( 2007 ) yang digunakan juga oleh pemerintah.
Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari orang keorang lain
melalui satu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh
penyampaian pikiran-pikiran atau informasi. “ ( Komaruddin 1994; Schermerhorn, Hunt & osborn,
1994; kooniz & weihrich;1988 )”.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan bagi rumah sakit untuk menyelenggarakan standar sasaran keselamatan pasien
agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai acuan bagi tim akreditasi rumah sakit untuk menerapkan implementasi sasaran
mengidentifikasi pasien dengan benar.
b. Sebagai acuan bagi tim akreditasi rumah sakit untuk implementasi meningkatkan komunikasi
yang efektif.
c. Sebagai acuan bagi tim akreditasi rumah sakit untuk implementasi meningkatnya keamanan
obat yang perlu diwaspadai (high alert medications).
d. Sebagai acuan bagi tim akreditasi untuk implementasi terlaksananya proses Tepat-lokasi,
Tepat-prosedur, Tepat-pasien yang menjalani tindakan dan prosedur.
e. Sebagai acuan bagi tim akreditasi rumah sakit untuk implementasi dikuranginya risiko
infeksi terkait pelayanan kesehatan.
f. Sebagai acuan bagi tim akreditasi rumah sakit untuk implementasi mengurangi risiko cedera
kerana pasien jatuh.
BAB II
RUANG LINGKUP

A. RUANG LINGKUP SKP


Ruang Lingkup Implementasi Sasaran Keselamatan Pasien Meliputi :
1. Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar
2. Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif
3. Meningkatnya Keamanan Obat Yang Perlu Di Waspadai (High Alert Medications)
4. Terlaksananya Proses Tepat-Lokasi, Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Yang
Menjalani Tindakan Dan Prosedur
5. Dikuranginya Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
6. Mengurangi Resiko Cedera Karena Pasien Jatuh.
BAB III
TATA LAKSANA

A. RUMAH SAKIT MENETAPKAN REGULASI UNTUK MENJAMIN KETEPAN (AKURASI)


IDENTIFIKASI PASIEN.

Kesalahan identifikasi pasien dapat terjadi disemua aspek diagnosis dan tindakan. Keadaan
yang dapat membuat identifikasi tidak benar adalah jika pasien dalam keadaan tebius, mengalami
disorientasi, tidak sepenuhnya sadar, dalam keadaan koma, saat pasien berpindah tempat tidur,
berpindah kamar tidur, berpindah lokasi didalam lingkungan rumah sakit, terjadi disfungsi
sensoris, lupa identitasdiri, atau mengalami situasi lainnya.
Maksud dan tujuan standar ini :
 Memastikan ketepatan pasien yang akan menerima layanan atau tindakan.
 Untuk menyelaraskan layanan atau tindakan yang dibutuhkan.
Proses identifikasi yang digunakan dirumah sakit mengharuskan terdapat paling sedikit 2 dari
3 sbentuk identifikasi, yaitu nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medik, atau bentuk lainnya
( misalnya, nomor induk kependudukan atau berkode ). Nomor kamar pasien tidak dapat
digunakan utuk identifikai pasien. Dua bentuk identifikasi ini digunakan disemua area layanan
rumah sakit seperti dirawat jalan, rawat inap, unit darurat, kamar operasi, dan unit layana
diagnostik.
Dua ( 2 ) bentuk identifikasi harus dilakukan dalam setiap keadaan terkait intervensi kepada
pasien. Misalnya, identifikasi pasien dilakukan sebelum memeberikan radioterapi, menerima
cairan intra vena, hemodialisis, pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis, kateterisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan identifikasi terhadap
pasien koma.
Untuk pemenuhan standar tersebut diatas maka RSU Indah menetapkan:
1. Adanya regulasi yang mengatur pelaksanaan identifikasi pasien dirumah sakit dibuktikan
dengan adanya regulasi SK dari direktur, pedoman dan SPO.
2. Identifikasi pasien dilakukan dengan menggunakan minimal 2 ( dua ) identifikasi dan tidak
boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien dirawat sesuai dengan regulasi dirumah
sakit dibuktikan dengan adanya identitas pasien, label obat, RM, resep, makanan, spesimen
permintaan dan hasil pemeriksaan diagnostik.
Identifikasi pasien minimal 3 (tiga) identitas:
a. Nama pasien sesuai e KTP
b. Tanggal lahir
c. Nomor RM
3. Identifikasi pasien dilakukan sebelum dilakukan tindakan prosedur diagnostik, dan terapeutik
dibuktikan dengan adanya bukti pelaksanaan identifikasi sebelum tindakan prosedur
diagnostik dan terapeutik.
- Identifikasi minimal menggunakan 2 (dua) identitas dari 3 (tiga) identitas pasien
dilakukan secara verbal atau visual
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, produk darah, pengambilan spesimen
dan pemberian diet dibuktikan dengan adanya bukti identifikasi sebelum pemberian obat,
darah, produk darah, pengambilan spesimen dan pemberian diet.
5. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian radioterapi, menerima cairan intravena, hemodialisis,
pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain untuk pemeriksaan lain untuk
pemeriksaan klinis, keterisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik dan identifikasi terhadap
pasien koma dibuktikan dengan adanya bukti pelaksanaan pemberian radioterapi, menerima
cairan intravena, hemodialisis, pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain untuk
pemeriksaan lain untuk pemeriksaan klinis, keterisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik
dan identifikasi terhadap pasien koma.

1. Meningkatkan komunikasi yang efektif


Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses meningkatkan efektivitas
komunikasi verbal dan atau komunikasi melalui telepon atar prfesional pemberi asuhan.
Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua atau (ambigoues ),
dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan
meningkatkan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi yang jelek dapat
membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan atau
perintah melalui telepon, komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang
harus disampaikan lewat telepon. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen dan dialek.
Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk memahami perintah yang diberikan
misalnya nama-nama obat yang rupa dan ucapanya mirip ( look, alike, sound alike ), seperti
phenobarbital, serta lainnya.
Pelaporan hasil pemeriksaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu isu keselamatan
pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi tidak terbatas pada:
a. Pemeriksaan laboratorium;
b. Pemeriksaan radiologi;
c. Pemeriksaan kedokteran nuklir
d. Prosedur ultrasonografi
e. Magnetic resonance imaging;
f. Diagnostik jantung
g. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan ditempat tidur pasien, seperti hasil tanda-tanda
vital, portable radiographs, bedside ultrasound, atau trasesophageal echocardiograms.
Hasil yang diperoleh dan berada diluar rentang angka normal secara mencolok akan
menunjukan keadaan yang beresiko tinggi atau mengancam jiwa. Sistem pelaporan formal yang
dapat menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik
dikomunikasikan kepada staf medis dan informasi tersebut terdokumentasi untuk mengurangi
resiko bagi pasien. Tiap- tiap unit menetpkan nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostiknya. Untuk
melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telepon dengan aman dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
1) Pemesanan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya dihindari;
2) Dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau komunikasi elektronik tidak
mungkin dilakukan maka harus ditetapkan panduannya meliputi permintaan pemeriksaan,
penerimaan hasil pemeriksaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan penetapan nilai
kritis, hasil pemeriksaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa hasil pemeriksaan
kritis dilaporkan
3) Prosedur menerima perinta lisan atau lewat telepon meliputi penulisan secara lengkap
permintaan atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi, penerima membaca kembali
permintaan atau hasil pemeriksaan dan pengirim membri konfirmasi atas apa yang telah
ditulis secara akurat.
Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan rumah sakit sering kali menimbulkan
kesalhan komunikasi dan dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, rumah sakit diminta memiliki
daftar singkatan yang diperkenankan dan dilarang.
Serah terima asuhan pasien dirumah sakit terjadi :
a. Antar PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis dan staf keperawatan atau
dengan staf klinis lainnya, atau PPA dan PPA lainnya pada saat pertukaran shift.
b. Antarberbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti jika pasien dipindah dari
unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi
c. Dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seprti radiologi atau unit
terafi fisik.
Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan pasien yang dapat
berakibatl kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau kejadian sentinel. Komunikasi yang
baik dan terstandar baik dengan pasien, keluarga pasien, dan pemberi layanan dapat memperbaiki
secara signifikan proses asuhan pasien.
Untuk pemenuhan standar tersebut diatas maka RSU Indah menetapkan:
1. Ada regulasi tentang komunikasi efektif antarprofesional pemberi asuhan dibuktikan dengan
adanya regulasi tentang komunikasi efektif antarprofesional pemberi asuhan
2. Ada bukti pelatihan komunikasi efektif antarprofesional pemberi asuhan dibuktikan dengan
adanya sertifikat pelatihan komunikasi efektif
3. Pesan secara verbal atau verbal lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang oleh penerima
pesan, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan adanya bukti tetang penyampaina pesan verbal
atau lewat telepon
4. Penyampaian hasil pemeriksaaan diagnostik secara verbal ditulis lengkap, dibaca ulang, dan
dikonfirmasi oleh pemberi pesan secara lengkap adanya bukti hasil pemeriksaan diagnostik

2. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk proses pelaporan hasil pemeriksaan diagnostik kritis
Untuk pemenuhan standar tersebut diatas maka RSU Indah menetapkan:
1) Rumah sakit menetapkan besaran nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan hasil
diagnostik kritis dibuktikan dengan adanya regulasi tentang penetapan besaran nilai kritis
hasil pemeriksaan diagnostik dan hasil diagnostik kritis
2) Rumah sakit menetapkan siapa yang harus melaporkan dan siapa yang harus menerima nilai
kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan dicatat di rekam medis adanya bukti proses pelaporan
nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik.

3. Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan proses komunikasi “serah terima” ( hand over )
Untuk pemenuhan standar tersebut diatas maka RSU Indah menetapkan:
1) Ada bukti catatan tentang hal-hal kritikal dikomunikasikan di antara profesional pemberi
asuhan pada waktu dilakukan serah terima pasien (hand over) adanya bukti serah terima
2) Formulir, alat, dan metode ditetapkan untuk mendukung proses serah terima pasien (hand
over) bila mungkin melibatkan pasien adanya bukti form serah terima pasien ( operan/hand
over )
3) Ada bukti dilakukan evaluasi tentang catatan komunikasi yang terjadi waktu serah terima
pasien (hand over) untuk memperbaiki proses adanya bukti evaluasi tentang catatan
komunikasi yang terjadi waktu serah terima pasien

4. Meningkatkan keamanan obat-obat yang harus diwaspadai (high alert medications)


Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses meningkatkan keamanan
terhadap obat-obat yang perlu diwaspadai. Maksud dan tujuan setiap obat jika salah
penggunaannya dapat membahayakan pasien, bahkan bahayanya dapat menyebabkan kematian
atau kecacatan pasien, terutama obat-obat yang perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai
adalah obat yang mengandung risiko yang meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat
menimbulkan kerugian besar pada pasien.
Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas
 Obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan kematian
atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau kemoterapeutik;
 Obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama (look alike), bunyi
ucapan sama (sound alike), seperti xanax dan zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau
disebut juga nama obat rupa ucapan mirip (norum);
 Elektrolit konsentrat seperti potasium klorida dengan konsentrasi sama atau lebih dari 2
meq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3 mmol/ml, natrium
klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%,
40%, atau lebih.
Ada banyak obat yang termasuk dalam kelompok NORUM. Nama-nama yang
membingungkan ini umumnya menjadi sebab terjadi medication error di seluruh dunia. Penyebab
hal ini adalah
 pengetahuan tentang nama obat yang tidak memadai;
 ada produk baru;
 kemasan dan label sama;
 indikasi klinik sama;
 bentuk, dosis, dan aturan pakai sama;
 terjadi salah pengertian waktu memberikan perintah.
Daftar obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) tersedia di berbagai organisasi
kesehatan seperti the World Health Organization (WHO) dan Institute for Safe Heatlh Medication
Practices (ISMP), di berbagai kepustakaan, serta pengalaman rumah sakit dalam hal KTD atau
kejadian sentinel.
Isu tentang penggunaan obat adalah pemberian yang salah atau ketidaksengajaan
menggunakan elektrolit konsentrat. Contohnya, potasium klorida dengan konsentrasi sama atau
lebih dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3 mmol/ml,
natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9%, dan magnesium sulfat dengan konsentrasi
20%, 40%, atau lebih.
Kesalahan dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh orientasi cukup baik di unit perawatan
pasien dan apabila perawat tidak memperoleh orientasi cukup atau saat keadaan darurat. Cara
paling efektif untuk mengurangi atau menghilangkan kejadian ini adalah dengan menetapkan
proses untuk mengelola obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) dan memindahkan
elektrolit konsentrat dari area layanan perawatan pasien ke unit farmasi.
Rumah sakit membuat daftar semua obat high alert dengan menggunakan informasi atau data
yang terkait penggunaan obat di dalam rumah sakit, data tentang “kejadian yang tidak diharapkan”
(adverse event) atau “kejadian nyaris cedera” (near miss) termasuk risiko terjadi salah pengertian
tentang NORUM. Informasi dari kepustakaan seperti dari Institute for Safe Health Medication
Practices (ISMP), Kementerian Kesehatan, dan lainnya. Obat-obat ini dikelola sedemikian rupa
untuk menghindari kekuranghati-hatian dalam menyimpan, menata, dan menggunakannya
termasuk administrasinya, contoh dengan memberi label atau petunjuk tentang cara menggunakan
obat dengan benar pada obat-obat high alert.
Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai, rumah sakit perlu menetapkan
risiko spesifik dari setiap obat dengan tetap memperhatikan aspek peresepan, menyimpan,
menyiapkan, mencatat, menggunakan, serta monitoringnya. Obat high alert harus disimpan di unit
farmasi. Bila rumah sakit ingin menyimpan di luar lokasi tersebut, disarankan disimpan di depo
farmasi yang berada di bawah tanggung jawab apoteker.
Untuk pemenuhan standar tersebut diatas maka RSU Indah menetapkan:
1. Ada regulasi tentang penyediaan, penyimpanan, penataan, penyiapan, dan penggunaan obat
yang perlu diwaspadai dibuktikan dengan adanya regulasi tentang penyediaan,
penyimpanan, penataan, penyiapan, dan penggunaan obat yang perlu diwaspadai
2. Rumah sakit mengimplementasikan regulasi yang telah dibuat adanya bukti pelaksanaan
tentang obat yang perlu diwaspadai
3. Di rumah sakit tersedia daftar semua obat yang perlu diwaspadai yang disusun berdasar
atas data spesifik sesuai dengan regulasi adanya bukti daftar obat yang perlu di waspadai.
4. Tempat penyimpanan, pelabelan, dan penyimpanan obat yang perlu diwaspadai termasuk
obat NORUM diatur di tempat aman dengan adanya bukti tentang pelaksanaan daftar obat
yang perlu diwaspadai di tempat penyimpanan obat.

5. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses mengelola penggunaan elektrolit
konsentrat
1. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses mencegah kekurang hati-
hatian dalam mengelola elektrolit konsentrat
2. Elektrolit konsentrat hanya tersedia di unit kerja atau instalasi atau depo farmasi.

6. Rumah sakit memastikan tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien sebelum menjalani


tindakan dan atau prosedur.
6.1 Maksud dan Tujuan SKP 4 dan SKP
Salah-Lokasi, Salah-Prosedur, dan Salah-Pasien yang menjalani tindakan serta prosedur
merupakan kejadian sangat mengkhawatirkan dan dapat terjadi. Kesalahan ini terjadi antara
lain akibat :
1. komunikasi yang tidak efektif dan tidak adekuat antaranggota tim;
2. tidak ada keterlibatan pasien untuk memastikan ketepatan lokasi operasi dan tidak ada
prosedur untuk verifikasi;
3. asesmen pasien tidak lengkap;
4. catatan rekam medik tidak lengkap;
5. budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim;
6. masalah yang terkait dengan tulisan yang tidak terbaca, tidak jelas, dan tidak lengkap
7. penggunaan singkatan yang tidak terstandardisasi dan dilarang.
Tindakan bedah dan prosedur invasif memuat semua prosedur investigasi dan atau memeriksa
penyakit serta kelainan dari tubuh manusia melalui mengiris, mengangkat, memindahkan,
mengubah atau memasukkan alat laparaskopi/ endoskopi ke dalam tubuh untuk keperluan
diagnostik dan terapeutik.
Rumah sakit harus menentukan area-area di dalam rumah sakit yang melakukan tindakan
bedah dan prosedur invasif. Sebagai contoh, kateterisasi jantung, radiologi intervensi,
laparaskopi, endoskopi, pemeriksaan laboratorium, dan lainnya. Ketentuan rumah sakit
tentang Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien berlaku di semua area rumah sakit di
lokasi tindakan bedah dan invasif dilakukan.
Rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur yang seragam sebagai berikut:
 Beri tanda di tempat operasi;
 Dilakukan verifikasi praoperasi;
 Melakukan time out sebelum insisi kulit dimulai.
Pemberian tanda di tempat dilakukan operasi atau prosedur invasif melibatkan pasien dan
dilakukan dengan tanda yang tepat serta dapat dikenali. Tanda yang dipakai harus konsisten
digunakan di semua tempat di rumah sakit, harus dilakukan oleh individu yang melakukan
prosedur operasi, saat melakukan pasien sadar dan terjaga jika mungkin, serta harus masih
terlihat jelas setelah pasien sadar. Pada semua kasus, lokasi tempat operasi harus diberi tanda,
termasuk pada sisi lateral (laterality), daerah struktur multipel (multiple structure), jari tangan,
jari kaki, lesi, atau tulang belakang.
Tujuan proses verifikasi praoperasi adalah:
 Memastikan ketepatan tempat, prosedur, dan pasienn
 Memastikan bahwa semua dokumen yang terkait, foto (imajing), dan hasil pemeriksaan
yang relevan diberi label dengan benar dan tersaji;
 Memastikan tersedia peralatan medik khusus dan atau implan yang dibutuhkan.
Beberapa elemen proses verifikasi praoperasi dapat dilakukan sebelum pasien tiba di tempat
praoperasi, seperti memastikan dokumen, imajing, hasil pemeriksaaan, dokumen lain diberi
label yang benar, dan memberi tanda di tempat (lokasi) operasi.
Time-Out yang dilakukan sebelum dimulainya insisi kulit dengan semua anggota tim hadir dan
memberi kesempatan untuk menyelesaikan pertanyaan yang belum terjawab atau ada hal yang
meragukan yang perlu diselesaikan. Time-Out dilakukan di lokasi tempat dilakukan operasi
sesaat sebelum prosedur dimulai dan melibatkan semua anggota tim bedah. Rumah sakit harus
menetapkan prosedur bagaimana proses Time-Out berlangsung.
Salah-lokasi, salah-prosedur, dan salah-pasien operasi adalah kejadian yangmengkhawatirkan
dan dapat terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibatkomunikasi yang tidak efektif
atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi.
Di samping itu, juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak
adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim bedah,
permasalahan yangberhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting), dan
pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur yang efektif di dalam meminimalkan risiko ini. Kebijakan termasuk definisi operasi
yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan atau mengobati
penyakit serta kelainan/disorder pada tubuh manusia. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di
rumah sakit bila prosedur ini dijalankan.
Praktik berbasis bukti ini diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety
terkini.
 Ada regulasi untuk melaksanakan penandaan lokasi operasi atau tindakan invasif (site
marking).
 Ada bukti rumah sakit menggunakan satu tanda di empat sayatan operasi pertama atau
tindakan invasif yang segera dapat dikenali dengan cepat sesuai dengan kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan rumah sakit.
 Ada bukti bahwa penandaan lokasi operasi atau tindakan invasif (site
marking) dilakukan oleh staf medis yang melakukan operasi atau tindakan invasif
dengan melibatkan pasien.
4.1 Rumah sakit memastikan dilaksanakannya proses Time-out di kamar operasi atau ruang tindakan
sebelum operasi dimulai.
1. Ada regulasi untuk prosedur bedah aman dengan menggunakan “surgical check list ”
(Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety 2009). (R)
2. Sebelum operasi atau tindakan invasif dilakukan, rumah sakit menyediakan “check list” atau
proses lain untuk mencatat, apakah informed consent sudah benar dan lengkap, apakah
Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien sudah teridentifikasi, apakah semua
dokumen dan peralatan yang dibutuhkan sudah siap tersedia dengan lengkap dan berfungsi
dengan baik. (D,O)
3. Rumah sakit menggunakan Komponen Time-Out terdiri atas identifikasi Tepat-Pasien,
Tepat-Prosedur, dan Tepat-Lokasi, persetujuan atas operasi dan konfirmasi bahwa proses
verifikasi sudah lengkap dilakukan sebelum melakukan irisan. (D,O,W,S).
4. Rumah sakit menggunakan ketentuan yang sama tentang Tepat-Lokasi, Tepat- Prosedur, dan
Tepat-Pasien jika operasi dilakukan di luar kamar operasi termasuk prosedur tindakan medis
dan gigi. (D,O,W)
5. Mengurangi Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menggunakan dan melaksanakan” evidence-base
hand hygiene guidelines” untuk menerunkan resiko infeksi terkait layanan kesehatan. Maksud dan
tujuan Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan sebuah tantangan di lingkungan fasilitas
kesehatan. Kenaikan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan menjadi keprihatinan bagi pasien
dan petugas kesehatan. Secara umum, infeksi terkait pelayanan kesehatan terjadi di semua unit
layanan kesehatan, termasuk infeksi saluran kencing disebabkan oleh kateter, infeksi
pembuluh/aliran darah terkait pemasangan infus baik perifer maupun sentral, dan infeksi paru-paru
terkait penggunaan ventilator.
Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan infeksi lainnya adalah dengan
menjaga kebersihan tangan melalui cuci tangan. Pedoman kebersihan tangan (hand hygiene)
tersedia dari World Health Organization (WHO). Rumah sakit mengadopsi pedoman kebersihan
tangan (hand hygiene) dari WHO ini untuk dipublikasikan di seluruh rumah sakit. Staf diberi
pelatihan bagaimana melakukan cuci tangan dengan benar dan prosedur menggunakan sabun,
disinfektan, serta handuk sekali pakai (towel), tersedia di lokasi sesuai dengan pedoman. (lihat juga
PPI 9)
Elemen Penilaian SKP.5
1. Ada regulasi tentang pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) yang mengacu pada standar
WHO terkini. (lihat juga PPI 9. EP 2, EP 6). (R)
2. Rumah sakit melaksanakan program kebersihan tangan (hand hygiene) di seluruh rumah
sakit sesuai dengan regulasi. (D,W)
3. Staf rumah sakit dapat melakukan cuci tangan sesuai dengan prosedur. (lihat juga PPI 9 EP
6). (W,O,S)
4. Ada bukti staf melaksanakan lima saat cuci tangan. (W,O,S) ??? lima apa ??
5. Prosedur disinfeksi di rumah sakit dilakukan sesuai dengan regulasi. (lihat juga PPI 9 EP 2,
EP 5, dan EP 6) (W,O,S)
6. Ada bukti rumah sakit melaksanakan evaluasi terhadap upaya menurunkan angka infeksi
terkait pelayanan kesehatan. (D,W) (lihat juga PPI 9 EP 6)

6. Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh


Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses mengurangi risiko pasien jatuh.
Maksud dan tujuan Banyak cedera yang terjadi di unit rawat inap dan rawat jalan akibat pasien
jatuh.
Berbagai faktor yang meningkatkan riisiko pasien jatuh antara lain:
 Kondisi pasien;
 Gangguan fungsional pasien (contoh gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, atau
perubahan status kognitif);
 Lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit;
 Riwayat jatuh pasien;
 Konsumsi obat tertentu;
 Konsumsi alkohol.
Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah untuk jatuh dapat mendadak
berubah menjadi berisiko tinggi. Hal iIni disebabkan oleh operasi dan/atau anestesi, perubahan
mendadak kondisi pasien, serta penyesuaian pengobatan. Banyak pasien memerlukan asesmen
selama dirawat inap di rumah sakit. Rumah sakit harus menetapkan kriteria untuk identifikasi
pasien yang dianggap berisiko tinggi jatuh.
Contoh situasional risiko adalah jika pasien yang datang ke unit rawat jalan dengan ambulans
dari fasilitas rawat inap lainnya untuk pemeriksaan radiologi. Pasien ini berisiko jatuh waktu
dipindah dari brankar ke meja periksa radiologi, atau waktu berubah posisi sewaktu berada di meja
sempit tempat periksa radiologi.
Lokasi spesifik dapat menyebabkan risiko jatuh bertambah karena layanan yang diberikan.
Misalnya, terapi fisik (rawat jalan dan rawat inap) memiliki banyak peralatan spesifik digunakan
pasien yang dapat menambah risiko pasien jatuh seperti parallel bars, freestanding staircases, dan
peralatan lain untuk latihan.
Rumah sakit melakukan evaluasi tentang pasien jatuh dan melakukan upaya mengurangi risiko
pasien jatuh. Rumah sakit membuat program untuk mengurangi pasien jatuh yang meliputi
manajemen risiko dan asesmen ulang secara berkala di populasi pasien dan atau lingkungan tempat
pelayanan dan asuhan itu diberikan.
Rumah sakit harus bertanggung jawab untuk identifikasi lokasi (seperti unit terapi fisik),
situasi (pasien datang dengan ambulans, transfer pasien dari kursi roda atau cart), tipe pasien, serta
gangguan fungsional pasien yang mungkin berisiko tinggi untuk jatuh.
Rumah sakit menjalankan program pengurangan risiko jatuh dengan menetapkan kebijakan
dan prosedur yang sesuai dengan lingkungan dan fasilitas rumah sakit. Program ini mencakup
monitoring terhadap kesengajaan dan atau ketidak-kesengajaan dari kejadian jatuh. Misalnya,
pembatasan gerak (restrain) atau pembatasan intake cairan.
Elemen Penilaian SKP.6
 Ada regulasi yang mengatur tentang mencegah pasien cedera karena jatuh. (lihat juga AP 1.2.1
EP 2). (R)
 Rumah sakit melaksanakan suatu proses asesmen terhadap semua pasien rawat inap dan rawat
jalan dengan kondisi, diagnosis, dan lokasi terindikasi berisiko tinggi jatuh sesuai dengan
regulasi. (D,O,W)
 Rumah sakit melaksanakan proses asesmen awal, asesmen lanjutan, asesmen ulang dari pasien
pasien rawat inap yang berdasar atas catatan teridentifikasi risiko jatuh. (lihat juga AP 2 EP 1).
(D,O,W)
 Langkah-langkah diadakan untuk mengurangi risiko jatuh bagi pasien dari situasi dan lokasi
yang menyebabkan pasien jatuh. (lihat juga AP 1.2.1 EP 3). (D,O,W)
BAB IV
DOKUMENTASI

1. SPO Identifikasi Pasien


2. Formulir Rekam Medis Memuat identitas pasien minimal :
- Nama Pasien Sesuai Ektp
- Tanggal Lahir
- Nomor RM
3. SPO tentang Komunikasi Efektif antar professional pemberi asuhan
4. Bukti pelatihan komunikasi efektif (sertifikat Pelatihan Komunikasi Efektif)
5. Format pelaksanaan tentang penyampaian pesan verbal atau lewat telepon (dibuktikan
dengan adanya catatatn komunikasi lewat telpon)
6. SPO menerima telepon Internal (Sama Bg Muslim)
7. SPO tentang penetapan besaran nilai kritis dan hasil diagnostic kritis
8. Panduan Pelaporan Hasil Kritis
9. Laporan Hasil Kritis
10. Formulir rekam medis serah terima pasien.
11. Bukti evaluasi tentang catatan komunikasi yang terjadi saat operan untuk memperbaiki
proses
12. SPO tentang obat yang perlu diwaspadai
13. Format Pelaksanaan tentang obat yang perlu diwaspadai
14. Format tentang daftar obat yang perlu diwaspadai
15. Format tentang daftar obat yang perlu diwaspadai di tempat penyimpanan obat.
16. SPO tentang pengelolaan elektrolit konsentrat.
17. Format tentang daftar elektrolit konsentrat di semua tempat penyimpanan yang
diperbolehkan.
18. SPO tentang pelaksanaan penandaan lokasi operasi atau tindakan.
19. Formulir rm tentang penandaan lokasi operasi.
20. Bukti form untuk mencatat pengecekan kesiapan.
21. SPO tentang prosedur Time – Out.
22. Form RM Time – Out.
23. Format pelaksanaan tentang form check list atau proses lain untuk mencatat.
24. SPO tentang kebersihan tangan (Hand Hygiene).
25. Program (Hand Hygiene).
26. bukti dokumen pelaksanakan program kebersihan tangan (Hand Hygiene)di seluruh rumah
sakit.
27. SPO tentang mencegah pasien cedera karena jatuh.
28. Formulir asesmen risiko jatuh.
29. Pelaksanaan Formulir asesmen risiko jatuh.

Ditetapkan di: Bagan Batu


Pada tanggal : 18 Februari 2019
Direktur RSU Indah

dr. M Riski Ramadhan Hsb, M.K.M

Anda mungkin juga menyukai