BAHAN AJAR PPD TERBARU 2018 (Edited)
BAHAN AJAR PPD TERBARU 2018 (Edited)
Psikologi merupakan suatu disiplin ilmu yang sangat besar manfaatnya bagi
kehidupan manusia.Psikologi menempatkan manusia sebagai objek kajiannya.
Manusia sendiri adalah makhluk individual sekaligus makhluk sosial. Menyadari
posisi manusia yang demikian, maka secara jelas, yang menjadi obek kajian psikologi
modern adalah, manusia serta aktifitas-aktifitas mentalnya dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Psikologi khusus kemungkinan akan terus berkembang sesuai dengan situasi dan
kebutuhan. Karena itu tidak tertutup kemungkinan akan bermunculan cabang-cabang
psikologi khusus lainnya, seperti psikologi perkembangan peserta didik. Mengacu
pada pengertian dan pembagian psikologi, maka dapat dipahami bahwa psikologi
perkembangan peserta didik adalah bidang kajian psikologi perkembangan yang
secara khusus mempelajari aspek-aspek perkembangan individu yang berada pada
tahap usia sekolah dasar dan sekolah menengah.
Psikologi perkembangan peserta didik adalah sebuah disiplin ilmu yang secara
khusus mempelajari tentang perkembangan tingkah peserta didik dalam interaksinya
dengan lingkungannya. Oleh sebab itu banyak manfaat yang akan diperoleh guru atau
calon guru diantaranya:
Seorang guru akan dapat memberikan harapan yang realitas terhadap anak dan
remaja. Ini adalah penting, karena jika terlalu banyak yang diharapkan pada
usia tertentu, anak mungkin akan mengembangkan perasaan tidak mampu jika
ia tidak mencapai standar yang ditetapkan orangtua atau guru. Sebaliknya,
jika terlalu sedikit yang diharapkan dari mereka, mereka akan kehilangan
rangsangan untuk mengembangkan kemampuannya.
Dapat membantu kita dalam memberikan respons yang tepat terhadap perilaku
tertentu seorang anak. Psikologi perkembangan dapat membantu menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan arti dan sumber pola berpikir,
perasaan, dan tingkah laku anak.
Dapat membantu guru mengenali kapan perkembangan normal yang
sesungguhnya dimulai. Guru bisa menyusun pedoman dalam bentuk skala
tingi-berat, skala usia-berat, skala usia-mental, dan skala perkembangan sosial
atau emosioanal.
Memungkinkan para guru untuk sebelumnya mempersiapkan anak
menghadapi perubahan yang akan teradi pada tubuh, perhatian dan
perilakunya.
Memungkinkan para guru memberikan bimbingan belajar yang tepat kepada
anak.
Memberikan informasi tentang siapa kita, bagaimana kita dapat seperti ini,
dan kemana masa depan akan membawa kita.
A. Hakikat Perkembangan
1. Perkembangan
Development is the pattern of change that begins at conception and continues through
the life span. Most development involves growth, although it includes decay ( as in
death and dying ). The pattern of movenment is complex because it is product of
several processes-biogical, cognitive, and socioemotional.
Dapat ditarik kesimpulan dari beberapa kesimpulan diatas adalah bahwa
perkembangan tidaklah terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin
membesar, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang
berlangsung secara terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan
rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan,
pemasakan, dan belajar.
2. Pertumbuhan
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa istilah perubahan dalam
konteks perkembangan merujuk perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu
peningkatan dalam ukuran dan struktur, seperti pertumbuhan ingatan, pertumbuhan
berpikir, pertumbuhan kecerdasan, dan sebagainya, sebab kesemuanya merupakan
perubahan fungsi-fungsi rohaniah.
4. Perubahan
Setiap tahun seorang anak tumbuh menjadi dewasa, tinggi dan berat badannya
bertambah, kecuali jika keadaan yang tidak normal mempengaruhinya maka akan
terjadi berbagai penyimpangan dalam pertumbuhannya.Pertumbuhan mental pun
akan menunjukan kemajuan yang sama, seperti terlihat pada semakin meningkat dan
bertambahnya perbendaharaan kosakata setiap tahunnya, kemampuannya dalam
berpikir, mengingat, mengecap, dan menggunakan sesuatu yang berlangsung selama
masa perkembangannya dari tahun ke tahun.
b. Perubahan-perubahan dalam proporsi.
Diantara ciri dan bentuk pertumbuhan fisik yang sangat penting adalah
tumbuhnya gigi pertama dan kedua yang terlihar jelas pada masa kanak-kanak
memasuki masa remaja. Sedangkan ciri dan bentuk perkembangan mental ialah
tumbuhnya rasa ingin, khususnya yang berkenaan dengan masalah-masalah seks,
desakan/dorongan seks, pengetahuan dan nilai-nilai moral, keyakinan/kepercayaan
agama, bentuk-bentuk bahasa yang berbeda.
e. Fase-fase Perkembangan
Fase perkembangan maksudnya adalah penahapan atau periodesasi rentang
kehidupan manusia yang ditandai oleh ciri-ciri atau pola-pola tingkah laku tertentu.
Secara garis besar terdapat empat dasar pembagian fase-fase perkembangan ini,
yaitu:
1) Aristoteles
Fase anak kecil atau masa bermain ( 0-7 ) tahun, yang diakhiri dengan tanggal
( pergantian ) gigi.
Fase anak sekolah atau masa belajar ( 7-14 ) tahun, yang dimulai dari
tumbuhnya gigi baru sampai timbulnya gejala berfungsinya kelenjar-kelenjar
kelamin.
Fase remaja (pubertas) atau masa peralihan dari anak menjadi dewasa ( 14-
21 ) tahun, yang dimulai dari mulai bekerjanya kelenjar-kelenjar kelamin
sampai akan memasuki masa dewasa.
2) Sigmund Freud
3) Maria Montessori
Periode I, umur 0-7 tahun, yaitu periode penangkapan dan pengenalan dunia
luar dengan pancaindra.
Periode II, umur 7-12 tahun, yaitu periode abstrak, dimana anak-anak mulai
menilai perbuatan manusia atas dasar baik-buruk dan mulai timbulnya insan
kamil.
Periode III, umur 12-18 tahun, yaitu periode penemuan diri dan kepekaan
sosial.
Periode IV, umur 18 keatas, yaitu periode pendidikan perguruan tinggi.
4) Elizabeth B. Hurlock
Fase prenatal ( sebelum lahir ), mulai masa konsepsi sampai proses kelahiran,
lebih kurang 280 hari.
Fase infancy ( orok ), mulai dari lahir sampai usia 14 hari.
Fase babyhood ( bayi ), mulai usia 2 minggu sampai sekitar usia 2 tahun.
Fase childhood ( kanak-kanak ), mulai usia 2 tahun sampai usia pubertas.
Fase adolescence ( remaja ), mulai usia 11 dan 13 tahun sampai usia 21 tahun,
yang dibagi atas tiga masa, yaitu :
Fase pre adolescence : mulai usia 11-13 tahun untuk wanita, dan usia-usia
sekitar setahun kemudian bagi pria.
Fase early adolescence : mulai usia 13-14 tahun sampai 16-17 tahun
Fase late adolescence : masa-masa akhir dari perkembangan seseorang atau
hampir bersamaan dengan masa ketika seseorang tengah menempuh
perguruan tinggi.
Fase Perkembangan Berdasarkan Konsep Didaktif, Dasar yang digunakan
untuk menentukan pembagian fase-fase perkembangan adalah materi dan cara
bagaimana mendidik anak pada masa-masa tertentu. Pembagian seperti ini
antara lain diberikan oleh Johann Amos Cimenius, seorang ahli didik dari
Moravia. Ia membagi fase-fase perkembangan berdasarkan tingkat sekolah
yang diduduki anak sesuai dengan tingkat usia dan menurut bahasa yang
dipelajarinya di sekolah
0-6 tahun = sekolah ibu, merupakan masa mengembangkan alat-alat indra dan
memperoleh pengetahuan dasar di bawah asuhan ibunya di lingkungan rumah
tangga.
6-12 tahun = sekolah bahasa ibu, merupakan masa anak mengembangkan
daya ingatnya di bawah pendidikan sekolah rendah. Pada masa ini, mulai
diajarkan bahasa ibu ( vernacular ).
12-18 tahun = sekolah bahasa Latin, merupakan masa mengembangkan daya
pikirnya di bawah pendidikan sekolah menengah ( gymnasium ). Pada masa
ini mulai diajarkan bahasa Latin sebagai bahasa asing.
18-24 tahun = sekolah tinggi dan pengembaraan, merupakan masa
mengembangkan kemauannya dan memilih suatu lapangan hidup yang
berlangsung di bawah perguruan tinggi.
g. Periodesasi Perkembangan Berdasarkan Ciri-ciri Psikologis
1) Oswald Kroch
Fase anak awal, umur 0-3 tahun. Pada akhir fase ini terjadi troz pertama yang
ditandai dengan serba membantah atau menentang orang lain.
Fase keserasian sekolah, umur 3-13 tahun. Pada akhir fase ini terjadi troz
kedua yang ditandai dengan anak serba membantah atau menentang orang lain
bahkan ucapan orangtua.
Fase kematangan, umur 13-21 tahun. Fase ini terjadi setelah berakhirnya
gejala-gejala troz kedua, dimana anak mulai merasakan kelebihan dan
kekurangan yang ia miliki yang dihadapi dengan sewajarnya.
2) Kohnstamm
Khonstamm membagi fase perkembangan ini dilihat dari sisi pendidikan dan
tujuan luhur manusia yaitu :
Periode fital: umur 0-1,5 tahun dan disebut sebagai masa menyusui.
Periode estetis : 1,5-7 tahun dan disebut sebagai fase pencoba atau masa
bermain.
Periode intelektuil : umur 7-14 tahun dan disebut sebagai masa sekolah.
Periode sosial : umur 14-21 tahun dan disebut sebagai masa remaja.
Periode matang : 21 tahun keatas dan disebut sebagai masa dewasa.
Masa bayi dan kanak-kanak ( infacy and early childhood ) : umur 0-6 tahun.
Masa sekolah atau pertengahan anak-anak ( middle childhood ) : umur 6-12
tahun.
Masa remaja ( adolescence ) : umur 12-18 tahun
Masa awal dewasa ( early adulthood ) : umur 18-30 tahun
Masa dewasa pertengahan ( middle age ) : umur 30-50 tahun
Masa tua (latter maturity) : umur 50 tahun keatas
a) Makanan
b) Iklim
Iklim atau keadaan cuaca juga berpengaruh terhadap perkembangan dan kehidupan
anak. Seseorang yang hidup dalam iklim tropis yang kaya raya misalnya, akan terlihat
jiwanya lebih tenang, lebih “ nrimo ”, dibandingkan dengan seseorang yang tidak “
sekeras ” di iklim dingin, sehingga perjuangan hidupnya pun cenderung lebih santai.
c) Kebudayaan
d)Ekonomi
Faktor-faktor Umum
a. Intelegensi
Jenis kelamin juga memegang peranan penting dalam perkembangan fisik dan mental
seorang anak.
c. Kelenjar Gondok
d. Kesehatan
e. Ras
Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah adalah 6 tahun dan selesai pada usia
12 tahun. Kalau mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, berarti anak
usia sekolah berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah (
6-9 ), dan masa kanak-kanak akhir ( 10-12 ).
Dalam upaya mencapai setiap tugas perkembangan tersebut, guru dituntut untuk
memberikan bantuan berupa :
Terdapat sejumlah karakteristik yang menonjol pada anak usia SMP ini, yaitu :
Adanya karakteristik anak usia sekolah menengah yang demikian, maka guru
diharapkan untuk :
Masa remaja ( 12-21 tahun ) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-
anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa
pencarian jati diri ( ego identity ). Masa remaja ditandati dengan sejumlah
karakteristik penting, yaitu :
TEORI PERKEMBNGAN
Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget,
perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin
bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan
makin meningkat pula kemampuannya.
Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap
perkembangannya sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat
hirarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat
belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap
perkembangan kognitif ini menjadi empat, yaitu :
Tahap Sensorimotor menurut Piaget dimulai sejak umur 0 sampai 2 tahun.
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang
sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan
langkah demi langkah. Kemampuan yang dimiliki antara lain :
Piaget mengatakan tahap ini antara usia 2 - 7/8 tahun. Ciri pokok perkembangan
pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai
berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu
preoperasional dan intuitif.
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan
aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda
yang bersifat konkret. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi
objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Karenanya kegiatan ini memerlukan
proses transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif.
Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat
berpikir dengan menggunakan model "kemungkinan" dalam melakukan kegiatan
tertentu. Ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya. Anak mampu
menangani sistem klasifikasi.
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir
abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir "kemungkinan". Model
berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive dan inductive sudah mulai dimiliki
anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan
hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat :
Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi. Pada tahap ini mula-
mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal operations paling
lambat pada usia 15 tahun. Tetapi berdasarkan penelitian maupun studi selanjutnya
menemukan bahwa banyak siswa bahkan mahasiswa walaupun usianya telah
melampaui, belum dapat melakukan formal operation.
Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu akan
berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap
preoperasional, dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap
operasional konkret, bahkan dengan mereka yang sudah berada pada tahap
operasional formal. Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif
seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya. Guru
seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif pada muridnya agar
dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajarannya sesuai dengan tahap-
tahap tersebut. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak sesuai dengan
kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.
2.. Teori Psikonalitik Freud.
Menurut Freud kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu:
Ketiga aspek itu masing-masing mempunyai fungsi, komponen, sifat, prinsip
kerja, dinamika sendiri-sendiri, mamun ketiganya berhubungan ddengan rapatnya
sehingga tidak mungkin memisahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia,
tingkah laku selalu merupahan hasil kerjasama dari ketiga aspek itu.
1. Id
Aspek ini adalah aspek biologis dan merupakan sistem yang original di dalam
kepribadian, aspek inilah aspek yang lainnya tumbuh, Freud menyebutnya juga
realitas psikis yang sebenar-benarnya (“The True Psychic Reality”), oleh karena Id
merupakan dunia batin manusia atau subyektif, dan tidak mempunyai hubungan
langsung dengan dunia obyektif. Id berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir (unsur
biologis), termasuk instink, dan Id merupakan “reservior” energi psikis yang
menggerakkan Ego dan Super Ego. Energi psikis di dalam Id itu dapat meningkat
oleh karena perangsang, baik perangsang dari luar maupun perangsang dari dalam.
Apabila energi meningkat, yang berarti ada tegangan, segeralah Id mereduksikan
energi itu untuk menghilangkan rasa tidak enak itu. Menjadi pedoman dalam
berfungsinya Id ialah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan,
pedoman ini disebut “Prinsip Kenikmatan” atau “Prinsip Keenekan” (Lust Prinzip,
the Pleasurre Principle). Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai
kenikmatan iti Id mempunyai dua cara (alat proses), yaitu:
(a) Refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti bersin, berkedip, dan sebagainya;
Akan tetapi jelas bahwa cara “ada” yang demikian itu tidak memenuhi kebutuhan,
orang yang lapar tidak akan menjadi kenyang dengan membayangkan makanan.
Karena itu maka perlulah adanya sistem lain yang menghubungkan pribadi dengan
dunia objektif.
2. Ego
Aspek ini adalah aspek psikologis daripada kepribadian dan timbul karena
kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan
(Realitat). Orang lapar mesi perlu makan untuk menghilangkan tegangan yang ada
dalam dirinya, ini berarti bahwa organisme harus dapat membedakan antara khayalan
tentang dan kenyataan tentang makanan. Disinilah letak perbedaan antara Id dan Ego,
yaitu kalau Id hanya mengenal dunia batin maka Ego dapat membedakan suatu yang
hanya ada dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar.
Dalam fungsinya Ego berpegang pada “Prinsip Kenyataan” atau “Prinsip
Realitas” (Realitatsprinzip, the reality principle) tujuannya ialah mencari objek yang
tepat (serasi)untuk mereduksikan tegangan yang timbul dalam organisme dan beraksi
dengan sekunder (Sekundar Vorgang, secondary process) adalah proses berfikir
realistis, dengan mempergunakan proses sekunder Id merumuskan suatu rencana
untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya (biasanya dengan sesuatu tindakan)
untuk mengetahui apakah rrencana itu berhasil atau tidak. Misal: orang lapar
merencanakan dimana dia dapat makan, lalu pergi ketempat tersebut untuk
mengetahui apakah rencana tersebut berhasil (cocok dengan realitas) atau tidak.
Perbuatan ini secara teknis disebut Reality Testing.
Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, oleh karena Ego
ini mengontrol jalan-jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat
dipenuhi serta cara-cara memenuhinya, serta memilih obyek-obyek yang dapat
memenuhi kebutuhan, dalam menjalankan fungsi ini seringkali Ego harus
mempersatukan pertentangan-pertentangan antara Id dan Super Egodan dunia luar.
Namun harus selalu diingat, bahwa Ego adalah drivat dari Id dan bukan untuk
merintanginya, peran utamanya ialah menjadi perantara antara kebutuhan-kebutuhan
instinktif dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan adanya organisme.
3. Super Ego
Adalah aspek sosiologi kepribadian, wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-
cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan oran tua kepada anaknya. Yang diajarkan
dengan berbagai perintah dan larangan. Super Ego merupakan kesempurnaan
daripada kesenangan, karena Super Ego dapat dianggap sebagai aspek moral
kepribadian. Fungsi pokoknya ialah menentukan apakah sesuatu benar atau salah,
pantas atau tidak, denagn demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral
masyarakat.
Super Ego diinternalisasikan dalam perkembangan anak sebagai response
terhadap hadiah dan hukuman yang diberikan oleh oran tua). Dengan maksud
mendapatkan hadiah dan menghindari hukuman anak mengatur tingkah lakunya
sesuai dengan garis-garis yang dikehendaki oleh orang tuanya. Apaun juga yang
dikatakan sebagai tidak baik dan bersifat menghukum akan cenderung untuk menjadi
“Conscentia” anak, apapun juga yang disetujui dan membawa hadiah cenderung
untuk menjadi Ego Ideal anak. Mekanisme yang menyatukan sistem tersebut kepada
pribadi disebutIntrojeksi. Super Ego berisi dua hal yaitu Conscentia adalah
menghukum anak dengan memberikan rasa dosa dan Id Ideal adalah menghadiahi
orang dengan rasa bangga akan dirinya. Terbentuknya Super Ego ini maka kontrol
terhadap tingkah laku yang dulunya dilakukan oleh oran tuanya menjadi dilakukan
oleh dirinya sendiri, moral yang dulunya heteronom lalu menjadi otonom.
Fungsi pokok Super Ego itu dapat dilihat dapal hubungan dengan ketiga aspek
kepribadian yaitu:
(a) Merintangi impuls-impuls Id, terutama impuls seksual dan agresif yang
pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat;
(b) Mendorong Ego untuk lebih mengerjar hal-hal yang moralistis daripada realistis;
Super Ego adalah untuk menentang baik Ego maupun Id dan membuat dunia
menurut konsepsi yang ideal. Demikianlah kepribadian menurut Freud, terdiri atas
tiga aspek. Dalam keadaan biasa ketiga sistem itu bekerja sama dengan diatur oleh
Ego, kepribadian berfungsi sebagai kesatuan.
5. Pada setiap saat anak adalah gabungan dari organisme, ego, dan makhluk sosial.
6. Perkembangan manusia dari sejak lahir hingga akhir hayat dibagi dalam 8 fase,
dengan tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan pada setiap fase.
3. Setiap perkembangan terkini adalah diyakini sebagai tanda telah selesainya tugas
perkembangan yang sebelumnya, dan sebagai dasar untuk mengembangankan
keahlian baru.
4. Tumbang mungkin untuk sementara akan gagal atau menurun selama periode
kritis.
Teori perkembangan yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori
yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Erik erikson menyimpulkan bahwa
perkembangan anak itu mengalami delapan tahap dan setiap tahapnya menawarkan
potensi kemajuan dan potensi kemunduran ( Human Development;1978).
Teori Erikson dikatakan juga sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena
didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat
representatif dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang
merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia. Kedua,
menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap
perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah
menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan
pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan
kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan.
Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari
mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna
memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman
modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk
menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan,
baik anak, dewasa, maupun lansia.
3. Inisiatif vs Kesalahan
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa
puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence) ditandai
adanya kecenderungan identity-Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah
kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang
dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-
ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri
ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak
jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan.
Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh
rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara
kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka
sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.
6. Keintiman vs Isolasi
Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan
memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-
30 tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya
kecenderungan intimacy-isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki
ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok
sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim
hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul
dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan
kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
7. Generativitas vs Stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh
orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa Dewasa (Adulthood)
ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya
masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan
segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak,
sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan
individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu
dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk
mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
8. Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh
orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua (Senescence)
ditandai adanya kecenderungan ego integrity-despair. Pada masa ini individu telah
memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya
telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan
oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan
atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali
kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa.
Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena
usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali
menghantuinya.
Teori belajar sosial dikembangkan oleh bandura, yang menyatakan bahwa orang
belajar dari satu sama lain, melalui pengamatan, peniruan, dan modeling. Kemudian
akan diterapkan/ditiru. Penerapan akan diulangi jika mendapat penghargaan. Dan
tidak akan diulangi jika mendapat hukuman. Teori pembelajaran sosial menekankan
pada:
3. Self-efficacy (Efikasi diri) Efikasi diri adalah sejauh mana kita mampu mencapai
sesuatu. Efikasi diri tumbuh dari keberhasilan-keberhasilan yang pernah dilakukan.
4. Reciprocal Determinism (Faktor-faktor Hubungan Timbal Balik) Kepribadian
dianggap sebagai interaksi antara tiga komponen, yaitu: lingkungan, perilaku, dan
proses psikologis seseorang.
Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang
menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan
dari tak (Slavin, 2000: 175). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh
sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu
perlu menerapkan suatu strategi belajar tertentu yang dapat memudahkan semua
informasi diproses di dalam otak melalui beberapa indera.
Komponen pertama dari sistem memori yang dijumpai oleh informasi yang
masuk adalah registrasi penginderaan. Registrasi penginderaan menerima sejumlah
besar informasi dari indera dan menyimpannya dalam waktu yang sangat singkat,
tidak lebih dari dua detik. Bila tidak terjadi suatu proses terhadap informasi yang
disimpan dalam register penginderaan, maka dengan cepat informasi itu akan hilang.
Informasi yang dipersepsi seseorang dan mendapat perhatian, akan ditransfer ke
komponen kedua dari sistem memori, yaitu memori jangka pendek. Memori jangka
pendek adalah sistem penyimpanan informasi dalam jumlah terbatas hanya dalam
beberapa detik. Satu cara untuk menyimpan informasi dalam memori jangka pendek
adalah memikirkan tentang informasi itu atau mengungkapkannya berkali-kali. Guru
mengalokasikan waktu untuk pengulangan selama mengajar.
Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori tempat
menyimpan informasi untuk periode panjang. Tulving (1993) dalam (Slavin, 2000:
181) membagi memori jangka panjang menjadi tiga bagian, yaitu memori episodik,
yaitu bagian memori jangka panjang yang menyimpan gambaran dari pengalaman-
pangalaman pribadi kita, memori semantik, yaitu suatu bagian dari memori jangka
panjang yang menyimpan fakta dan pengetahuan umum, dan memori prosedural
adalah memori yang menyimpan informasi tentang bagaimana melakukan sesuatu.
Dalam psikologi Gibsonian, konsep eksplorasi sebagai aspek penting dari
persepsi. Gibson menyamakan persepsi terhadap aktivitas, atau keterampilan aktif
yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang lingkungan. Gibson
mengatakan bahwa persepsi aktif, bukan pasif. Dalam hal ini eksplorasi, tidak hanya
menerima eksplorasi gerakan mata, kepala, dan bahkan eksplorasi lokomotor dalam
pemikiran mungkin sekitar semua sebagai sebuah pencarian untuk informasi lebih
lanjut.
Lingkungan terdiri dari semacam reservoir stimulus mungkin bagi kedua
persepsi dan tindakan, cahaya, panas, suara, gravitasi, dan kontak potensial dengan
benda-benda yang mengelilingi individu lautan energi telah variabel pola dan urutan
yang dapat didaftarkan oleh organ akal. Gibson mengusulkan bahwa perbedaan
mendasar tidak antara tingkat yang berbeda atau bentuk stimulus dalam persepsi,
melainkan antara mode aktivitas perilaku sukarela / persepsi versus stimulasi
memaksakan.
Perbedaan berada di bekas rangsangan diperoleh oleh organisme aktif pada
tingkat fungsional. Gibson yakin bahwa persepsi adalah cara dimana pengamat tetap
berhubungan dengan hal-hal berharga sekitar mereka sehingga menyebabkan
penolakan, bukan hanya dari behaviorisme, tetapi teori penyebab persepsi juga. Dia
datang untuk mempertimbangkan persepsi kegiatan individu termotivasi, bukan hasil
dari sebab-sebab fisik menimpa tubuh yang di dalamnya pikiran terjebak.
Persepsi ini menjelaskan tentang ide persepsi langsung dari lingkungan di sekitar
kita. Gibson menentang respon psikologi ini, pertama-tama dengan menggunakan
metodologi penelitian dualisme, dan kedua, dengan mengedalilkan kerangka teoritis
untuk hasil penelitiannya. Dalam karya klasiknya, Persepsi Dunia Visual (1950), ia
menolak teori behaviorisme dan pendekatan klasik dan orang lain yaitu persepsi
untuk melihat berdasarkan karya eksperimental teorinya memelopori gagasan bahwa
sampel pengamat informasi dari dunia visual luar menggunakan sistem perseptual
aktif bukan pasif, dan menerima masukan melalui mereka indera dan kemudian
memproses input ini untuk mendapatkan sebuah konstruksi dunia. Bagi Gibson, dunia
itu berisi invarian informasi yang dapat diakses secara langsung ke sistem persepsi
manusia dan hewan yang menyesuaikan diri untuk mengambil informasi ini melalui
persepsi langsung.
Dalam hal persepsi visual, beberapa orang benar-benar dapat melihat perubahan
persepsi dalam mata batin mereka. The esemplastic alam telah ditunjukkan oleh
percobaan sebuahgambar ambigu memiliki beberapa interpretasi pada tingkat
persepsi. Salah satu objek dapat menimbulkan banyak persepsi. Masalah ini berasal
dari kenyataan bahwa manusia tidak dapat memahami informasi baru, tanpa
kebiasaan yang melekat pada pengetahuanmereka sebelumnya. Dengan pengetahuan
seseorang dapat menciptakan realitas ataukebenaran, karena manusia hanya dapat
memikirkan hal yang telah terbuka.
Ketika melihat obyek tanpa pemahaman, pikiran akan mencoba untuk meraih
sesuatu yang sudah dilihatnya. Hal itu paling erat hubungannya dengan pengalaman
asing dari masa lalu kita, membentuk apa yang kita lihat, ketika kita melihat hal-hal
yang tidak kita pahami. Ambiguitas persepsi tidak terbatas pada visi. Sebagai contoh,
baru-baru ini menyentuh persepsi penelitian Robles De La Torre & Hayward 2001
menemukan bahwa kinesthesiaberdasarkan persepsi haptic sangat bergantung pada
kekuatan alami selama sentuh. Teori kognitif persepsi menganggap ada
kemiskinanstimulus. Dengan mengacu pada persepsi klaim,sensasi datang dengan
sendirinya, tidak mampu memberikan deskripsi yang unik di dunia. Sensasi
membutuhkan peran model mental dari seseorang.
B. The Senses Considered as Perceptual System (Indra yang dianggap sebagai
Sistem perceptual)
Persepsi isi menyajikan jenis yang ada di lingkungan sebagai asal persepsi.
Selama seperempat abad ini, Gibson memuat tulisan yang signifikan banyak bersama
dengan istrinya, Eleanor J. Gibson. Mereka menolak penjelasan persepsi melalui
Behavioristik asumsi bahwa asosiasi stimulusrespons account untuk semua bentuk
pembelajaran, termasuk pembelajaran persepsi. Mereka berpendapat bahwa belajar
adalah persepsi yang melihat lebih banyak kualitas untuk membedakan stimulus di
lingkungan, bahwa pandangan itu adalah akuisisi baru, lebih berbeda, ada tanggapan
yang berkaitan dengan stimulus.
Gibson mempelajari persepsi yang terdiri dari 2 variabel, yaitu menanggapi
rangsangan fisik yang sebelumnya tidak menanggapi. Serta belajar yang seharusnya
selalu menjadi bahan perbaikan untuk berhubungan dekat dengan lingkungan. Gibson
menyajikan teori persepsinya dalam The Senses Considered as Perceptual
System (1966). Hal ini dimulai dengan seluruh organisme yang perseptor, ia dimulai
dengan lingkungan yang akan dirasakan. Jadi, munculnya pertanyaan-pertanyaan
tidak karena perseptor construct dunia dari input sesorik dan pengalaman masa lalu,
melainkan informasi apa yang langsung tersedia di lingkungan ketika seseorang atau
hewan berinteraksi dengannya.
Gibson menyarankan bahwa sistem persepsi yang peka terhadap invariants dan
variabel dalam lingkungan secara aktif mencari melalui interaksi. Bagi Gibson,
lingkungan berisi informasi yang obyektif, yang memungkinkan pengakuan atas sifat
permukaan, benda. Kritis dengan model Gibson adalah persepsi yang merupakan
proses aktif, melibatkan gerakan. Invariants inilah yang memungkinkan pengamat
untuk melihat lingkungan dan objek di dalamnya, dan invariants ini adalah bagian
dari lingkungan sehingga persepsi tidak hanya secara langsung tetapi pandangan
dunia yang akurat.
Gibson menolak pendekatan tradisional yang secara alami, melainkan bahwa
obyek persepsi dalam diri berarti makna tambahan melalui proses mental yang lebih
tinggi seperti kognisi atau memori. Pendekatan Gibson sangat berbeda. Ia
berargumen bahwa makna eksternal untuk perseptor terletak pada apa yang diamati
oleh lingkungan.
C. The Ecological Approach to VisualPerception (Pendekatan ekologis untuk
Visual Persepsi)
Selama beberapa tahun terakhir, banyak peneliti perkembangan perseptual pada
bayi yang dituntun oleh pandangan ekologi dari Eleanor dan James J. Gibson.
Persepsi ini mencerminkan perkembangan pemikiran dan penekanan pada makna
melalui interaksi antara persepsi dan tindakan, affordances lingkungan hidup. Gibson
menggunakan pendekatan ekologi untuk persepsi, yang didasarkan pada interaksi
antara pengamat dan lingkungan. Beliau menciptakan istilah affordance yang berarti
kemungkinan interaktif dari suatu obyek atau lingkungan tertentu. Konsep ini telah
banyak memberikan pengaruh dalam bidang desain dan ergonomis, serta bekerja
dalam konteks interaksi antar manusia-mesin.
Gibson mengatakan bahwa kita tidak harus mengambil sebagian data dari
sensasi dan membuat gambaran dalam pikiran kita. Untuk sistem perseptual kita
dapat memilih dari informasi yang banyak disediakan oleh lingkungan. Menurut
pandangan ekologi Gibson, kita secara langsung mempersepsikan informasi yang ada
di dunia sekitar kita. Persepsi membuat kita memiliki hubungan dengan lingkungan
untuk berinteraksi dan beradaptasi terhadap lingkungan tersebut. Persepsi dibuat
untuk tindakan. Persepsi memberi orang informasi tentang cara atau tindakan-
tindakan yang harus dilakukan oleh seseorang dalam kehidupannya.
Salah satu eksperimen psikologi klasik menunjukkan waktu reaksi jawaban
lebih lambat dan kurang akurat ketika setumpuk kartu bermain dibalik
warna sesuai simbol untuk beberapa kartu (misalnya sekop merah dan hati hitam).
Terdapat juga bukti bahwa otak dalam beberapa hal beroperasi pada sedikit
keterlambatan, untuk memungkinkan impuls saraf dari bagian tubuh yang jauh yang
akan diintegrasikan ke dalam sinyal simultan.
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep
melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih maju
dan berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan
mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.
Selain teori Vygotsky diatas, Vygotsky juga mempuyai teori yang lain yaitu
tentang “scaffolding”. Scaffolding adalah memberikan bantuan yang besar kepada
seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi
bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut untuk
mengerjakan pekerjaannya sendiri dan mengambil alih tanggung jawab pekerjaan itu.
Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan
menguraikan masalah kedalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
PENDAHULUAN
Peserta didik khususnya anak sekolah dasar merupakan individu yang bersifat unik,
imajinatif, dan khas. Dimana dalam fase tersebut seorang anak mengalami suatu
metamorfosis perkembangan. Baik perkembangan secara kemampuan berpikir,
keterampilan, mental, psikis, emosional, fisik, dan juga kemampuan berinteraksi
sosialdenganlingkungan.
Kemudian bagaimana cara kita sebagai seorang pendidik untuk mengetahui dan
mengoptimalkan perkembangan peserta didik tersebut. Sehingga kita harus
mengetahui prinsip-prinsip perkembangan perserta didik, terdiri dari beberapa
komponen yakni: kaitan perkembangan dengan perubahan, bandingan perubahan
awal dengan perubahan selanjutnya, hubungan perkembangan dengan proses
kematangan dan belajar, karakteristik dan urutan pola perkembangan, perbedaan
individu dalam perkembangan, karakteristik setiap periode perkembangan, harapan
sosial pada setiap periode perkembangan dan bahaya-bahaya potensial yang
dikandungnya, dan variasi kebahagian pada berbagai periode perkembangan.
Contoh : misalnya jika anda mengalami rambut rontok, maka akan tumbuh rambut
baru, kemampuan bahasa anak berubah dari sekedar menangis hingga mampu
berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain.
Pola perkembangan, selain mengikuti pola tertentu yang dapat diramalkan, juga
terdapat pola-pola perkembangan karakteristik tertentu. Perkembangan bergerak dari
tanggapan yang umum menuju yang lebih khusus. Perkembangan pun berlangsung
secara berkesinambungan. Hal ini berarti, perkembangan aspek sebelumnya akan
mempengaruhi perkembangan selanjutnya. Demikian pula ada korelasi dalam
perkembangan, artinya pada waktu perkembangan fisik berlangsung dengan cepat
maka terjadi pula perkembangan aspek- aspek lainnya.
Kondisi yang mempengaruhi pola perkembangan ada yang bersifat permanen/ tetap
seperti sebelum dan saat kelahiran. Tetapi ada pula yang bersifat temporer seperti
kondisi lingkungan.
Dalam perkembangan seseorang selain terdapat pla-pola umum yang sama terdapat
pula perbedaan pada hal-hal yang khusus. Adanya perbedaan individu dalam
perkembangan disebabkan setiap anak adalah individu yang unik, yang satu sama lain
berbeda, kendati anak kembar. Perbedaan individu ini disebabkan oleh factor internal
seperti sex atau jenis kelamin, factor keturunan, juga factor eksternal seperti factor
gizi, pengaruh social budaya, dll. Perbedaan perkembangan juga terjadi dalam
kecepatan dan cara berkembang.
Dengan mengetahui adanya perbedaan individu, maka kita tidak dapat berharap
semua anak pada usia tertentu akan memiliki kemapuan perkembangan yang sama.
Oleh karena itu, kita tidak dapat memperlakukan semua anak dengan cara yang sama.
Pendidikan anak harus bersifat perseorangan, maksudnya pendidikan dirancang dan
dilaksanakan dengan memperhatikan perbedaan, kondisi, bakat dan kemampuan serta
kelemahan setia individu anak. Dengan demikian diharapakan setiap anak, dapat
berkembang optimal sesuai dengan potensi dirinya.
Setiap anak atau peserta didik merupakan indivudu yang berbeda yang harus
diperlakuakan berbeda secara individual. Pada perkembangan secara keseluruhan dan
juga pada periode atau tahapan perkembangan dalam kehidupan seseorang, terdapat
pola-pola umum. Dengan memperhatikan karakteristik khusus, pada setiap periode
atau tahapan perkembangan, maka diharapkan kita mendapat gambaran mengenai apa
yang akan terjadi sehingga dapat menyikapinya dengan tepat dan membantu
perkembangan anak secara optimal.
Para ahli mengemukakan berbagai macam pembagian periode atau tahap
perkembangan yang berbeda-beda. Salah satu pembagian periode perkembangan
yang dikemukakan oleh Hurlock adalah periode pralahir, periode bayi, periode anak
(awal dan akhir), periode remaja (awal dan akhir), serta periode dewasa (dewasa dini,
usia madia dan usia lanjut).
Peralihan periode perkembangan sebelumnya ke periode berikutny ditandai oleh
gejala keseimbangan dan ketidak seimbangan yang terjadi pada setiap individu.
Apabila individu telah mampu mengadakan penyesuaian dirinya dengan
perkembangan yang terjadi maka terciptalah suatu keseimbangan (equilibrium).
Selajutnya, individuberupaya melepaskan diri dari ketergantungan dengan lingkungan
atau keadaan sebelumnya untuk mencari sesuatu yang lebih baru sehingga terjadi
keadaan ketidak seimbangan (disequilibrium). Hal ini terjadi secara berkelanjutan
dalam perkembangan kehidupan sesesorang.
Pada setiap periode perkembangan juga terdapat harapan sosial, yang oleh Havighurst
disebut tugas perkembangan (development task). Mengingat pentingnya peran tugas
perkembangan pada setiap periode perkembangan, maka akan dibahas secara
tersendiri khususnya tugas perkembangan pada periode anak usia SD/MI (6-12
tahun). Peserta didik yang mengalami keberhasilan dalam menyelesaikan tugas
perkembangannya akan mengalami rasa bahagia. Sebaliknya, peserta didik yang
mengalami kegagalan atau kekurang berhasilan dalam menyelesaikan tugas
perkembangannya, akan merasa kurang bahagia sehingga dapat menghambat
perkembangan selanjutnya.
PRINSIP 9 : Setiap Perkembangan Mengandung Bahaya Potensial/ Resiko.
1. Faktor Internal
a. Faktor Genetika (hereditas)
Gen adalaah substansi/materi pembawa sifat yang diturunkan dari induk. Gen
mempengaruhi ciri dan sifat mahluk hidup, misalnya bentuk tubuh, tingga tubuh,
warna kulit, dan sebagainya. Gen juga menentukan kemampuan metabolisme mahluk
hidup, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya.
b. Faktor Fisiologis
Tubuh merupakan bagian dari pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang tidak
bisa disamakan dengan yang lainnya, begitupun dengan warna kulit seseorang. Hal
ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan seseorang sesuai dengan tahap
perkembangannya.
Kondisi individu yang cacat atau mempunyai penyakit tertentu, tentu saja akan
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Pengaruh yang diberikan tidak hanya
pengaruh pada fisik saja, melainkan juga secara psikologis. Cacat atau penyakit
banyak disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
a) Pengaruh genetik
d) Radiasi
c. Faktor Psikologis.
Kondisi fisik dan psikis individu sangat berkaitan. Kondisi fisik yang tidak sempurna
atau c acat ju
Dalam hal kejiwaan, kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi setiap orang itu
berbeda. Kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan
belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual
tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan
intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara
seimbang sangat menentukan keberhasilan dan kecerdasan dalam perkembangan
sosial anak.
Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses perkembangan siswa,
hormone, intelegensi, motivasi, sikap, dan bakat.
1) Hormon
2) Kecerdasan/inteligensi siswa
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orangtua dan
guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau
psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang
mana, amat superior, superior, ratarata, atau mungkin lemah mental. Informasi
tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk
memprediksi kemampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan
peserta didik akan membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan
diberikan kepada siswa.
3) Seks
Perbedaan perkembangan antara kedua jenis seks tidak tampak jelas yang nyata
kelihatan adalah kecepatan dalam pertumbuhan jasmaniyah. Pada waktu lahir anak
laki-lakilebih besar dari perempuan, tetapi anak perempuan lebih cepat
perkembangannya dan lebih cepat pula dalam mencapai kedewasaannya dari pada
anak laki-laki. Anak perempuan pada umumnya lebih cepat mencapai kematangan
seksnya kira-kira satu atau dua tahun lebih awal dan pisiknya juga tampak lebih cepat
besar dari pada anak lakilaki. Hal ini jelas pada anak umur 9 sampai 12 tahun
4) Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar
siswa. Motivasilah yang mendorong siswa inginn melakukan kegiatan belajar. Para
ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang
aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat. Motivasi juga
diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas
dan arah perilaku seseorang. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia
tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi
aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi kebutuhannya.
5) Sikap
6) Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses perkembangan adalah bakat. Secara
umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Sutirna, 2013).
Berkaitan dengan belajar, Slavin (Sutirna,2013) mendefinisikan bakat sebagai
kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian,
bakat adalah kemampuan seseorangyang menjadi salah satu komponen yang
diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan
bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya
sehingga kernungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi
belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga
diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa
tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah memiliki bakat tertentu,
akan lebih mudah menyerap segala informasi yang berhubungan dengan bakat yang
dimilikinya. Misalnya, siswa yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah
mempelajari bahasa-bahasa lain selain bahasanya sendiri.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan hal – hal yang datang atau ada di luar diri siswa/peserta
didik yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi
siswa tersebut dengan lingkungan. faktor eksternal yang memengaruhi perkembangan
dapat digolongkanmenjadi 7 macam yaitu: faktor biologis, physis, ekonomis, cultural,
edukatif, religious dan lingkungan.
a. Faktor Biologis
Bisa diartikan, biologis dalam konteks ini adalah faktor yang berkaitan dengan
keperluan primer seorang anak pada awal kehidupanya: Faktor ini wujudnya berupa
pengaruh yang datang pertama kali dari pihak ibu dan ayah.
b. Faktor Physis
Faktor ini mencakup kondisi keamanan, cuaca, keadaan geografis, sanitasi atau
kebersihan lingkungan, serta keadaan rumah yang meliputi ventilasi, cahaya, dan
kepadatan hunian (Soetjiningsih, 1998). Semua kondisi di atas sangat mempengaruhi
bagaimana individu dapat menjalankan proses kehidupannya. Sebagai contoh, kondisi
daerah yang tidak aman karena adanya pertikaian dapat menyebabkan tekanan
tersendiri bagi individu dan proses imitasi atau peniruan perilaku kekerasan yang
dapat berpengaruh dalam pola perilaku individu. Sementara itu kondisi yang jelek
pada faktor cuaca, kurangnya sanitasi atau kebersihan lingkungan, keadaan rumah
yang tidak menunjang hidup sehat, serta keadaan geografis yang sulit, misalnya
karena di daerah terpencil yang jauh dari informasi, sulit dijangkau, serta rawan akan
bencana alam, selain dapat mempengaruhi tekanan psikis juga mempengaruhi faktor
kesehatan karena pengobatan yang sulit didapatkan.
d. Faktor Cultural
Di Indonesia ini, jika dihitung ada berpuluh bahkan beratus kelompok masyarakat
yang masing–masing mempunyai kultur, budaya, adat istiadat, dan tradisi tersendiri,
dan hal ini jelas berpengaruh terhadap perkembangan anak–anak.
e. Faktor Edukatif
Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepadapeserta didik
yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat,
tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa(nasional) dan norma kehidupan
antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Faktor pendidikan ini relatif paling besar pengaruhnya dibandingkan
dengan faktor yang lain.
f. Faktor Religious
Sebagai contoh seorang anak yang hidup dilingkungan yang kental dengan suasana
religius, sudah pasti ia akan berebeda dengan anak lain yang tidak berada dalam
lingkungan religi yang kental, yang sekedar terhitung orang beragama, lebih–lebih
yang memang tidak beragama sama sekali, ini adalah persoalan perkembangan pula,
menyangkut proses terbentunya prilaku seorang anak dengan agama sebagai faktor
penting yang mempengaruhinya karena pondasi agama merupakan salah satu faktor
yang sangat berpengaruh dan berperan penting sebagai media kontrol dalam
perkembangan peserta didik.
g. Faktor Lingkungan
1. Aliran Nativisme
2. Aliran Empirisisme
3. Aliran Konvegerensi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Sebagai guru atau pendidik dan pembimbing, hendaknya kita bisa mengetahui faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan pada peserta
didik agar kita dapat mengatasi masalah-masalah yang mungkin akan timbul pada
saat proses belajar mengajar/pembelajaran baik di dalam ruang lingkup pendidikan
formal maupun nonformal.
DAFTAR PUSTAKA
Http://Rumahbelajarpsikologi.Com/Index.Php/Remaja.Html
Terhadap Pendidikan
Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas,
sehingga ia merupakan insan yang unik.
Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang, artinya peserta didik
tengah mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya yang ditunjukan kepada diri
sendiri maupun yang diarahkan pada penyesuaian dengan lingkungannya.
Karakteristik Individu dan Implikasinya kelakuan dan kemampuan yang ada pada
individu sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungannya. Untuk menjelaskan
karakteristik-karakteristik individu baik fisik, mental, atau emosional biasa digunakan
istilah nature dan nuture ( alam, sifat dasar ). Nature adalah karakteristik individu
atau sifat khas seseorang sejak lahir atau yang diwarisi sebagai pembawaan,
sedangkan nuture ( pemeliharaan, pengasuhan ) adalah faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi individu sejak masa pembuahan sampai selanjutnya.
Bagi guru khususnya, informasi mengenai karakteristik individu peserta didik ini
akan sangat berguna dalam memilih dan menentukan pola-pola pengajaran yang lebih
baik atau yang lebih tepat. Disamping itu, pemahaman atas karakteristik individu
peserta didik juga sangat bermanfaat bagi guru dalam memberikan motivasi dan
bimbingan bagi setiap individu peserta didik kearah keberhasilan belajarnya.
Secara umum, perbedaan individual dibagi menjadi dua, yaitu perbedaan secara
vertikal dan perbedaan secara horizontal. Perbedaan vertikal adalah perbedaan
individu dalam aspek jasmaniah, seperti : bentuk, tinggi, besar, kekuatan dan
sebagainya. Perbedaan horizontal adalah perbedaan individu dalam aspek mental,
seperti : tingkat kecerdasan, bakat, minat, ingatan, emosi, tempramen, dan
sebagainya. Berikut ini akan diuraikan beberapa aspek perbedaan individual peserta
didik tersebut.
Perbedaan Fisik-Motorik
Perbedaan individual dalam fisik tidak hanya berbatas pada aspek-aspek yang
teramati oleh pancaindra, seperti : bentuk atau tinggi badan, warna kulit, warna mata
atau rambut, jenis kelamin, nada suara atau bau keringat, melainkan juga mencakup
aspek-aspek fisik yang tidak dapat diamati melalui pancaindra.
Perbedaan aspek fisik juga dapat dilihat dari kesehatan peserta didik, seperti
kesehatan mata dan telinga. Dalam hal kesehatan mata misalnya, akan ditemui adanya
peserta didik yang mengalami gangguan penglihatan, seperti : rabuh jauh, rabun
dekat, rabun malam, buta warna, dan sebagainya. Sedangkan dalam hal kesehatan
telinga, akan ditemui adanya peserta didik yang mengalami penyumbatan
pada saluran liang telinga, ketegangan pada gendang telinga, terganggunya tulang-
tulang pendengaran, dan seterusnya.
Perbedaan Intelegensi
Intelegensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran atau intelektual dan
merupakan bagian dari proses kognitif pada tingkatan yang lebih tinggi. Secara ilmu
intelegensi dapat dipahami sebagai kemampuan beradaptasi dengan situasi yang baru
secara cepat dan efektif.
Untuk mengetahu tinggi rendanya intelegensi peserta didik para ahli telah
mengembangkan instrument yang dikenal “ tes intelegensi ”, yang kemudian lebih
popular dengan istilah intelligence Quotient, disingkat IQ.
Berdasarkan hail tes intelegensi, peserta didik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Genius adalah sifat pembawaan luar biasa yang dimiliki seseorang, sehingga ia
mampu mengatasi kecerdasan orang-orang biasa dalam bentuk pemikiran dan hasil
karya. Sedangkan idiot atau pander adalah penderita lemah otak, yang hanya
memiliki kemampuan berpikir setingkat dengan kecerdasan anak yang berumur tiga
tahun ( Murasal, 1981 ).
Dari hasil beberapa penelitian bahwa faktor nature dan nurture ( pembawaan dan
lingkungan ) sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Karena itu, tidak
heran kalau antara individu yang satu dan yang lain berbeda dalam kecakapan
bahasanya. Faktor yang mempengaruhi perbedaan kecakapan berbahasa anak yaitu :
faktor kecerdasan, pembawaan, lingkungan fisik, terutama organ bicara, dan
sebagainya.
Perbedaan Psikologis
Perbedaan psikologis peserta didik juga terlihat dari aspek psikologisnya. Ada anak
yang mudah tersenyum, gampang marah, berjiwa sosial, sangat egoistis, cengeng,
pemalas, rajin, dan ada pula anak yang pemurung dan seterusnya.
Persoalan psikologis memang sangat kompleks dan sangat sulit dipahami secara
tepat, karena menyangkut apa yang ada didalam jiwa dan perasaan peserta didik.
Bukan berarti seorang guru mengabaikan kondisi tersebut, guru dituntut untuk
mampu memahami fenomena-fenomena tersebut. Salah satu cara yang mungkin
dilakukan adalah dengan melakukan pendekatan kepada peserta didik secara pribadi.
Dengan cara ini mungkin guru dapat mengenal siapa sebenarnya peserta didik
tersebut, keinginan-keinginannya, dan kebutuhan-kebutuhan yang ingin dicapainya.
1. Kematangan fisik, misalnya (a) belajar berjalan karena kematangan otot-otot kaki;
(b) belajar bertingkah laku, bergaul dengan jenis kelamin yang bebeda pada masa
remaja karena kematangan organ-organ seksual.
2. Tuntutan masyarakat secara kultural, misalnya (a) belajar membaca; (b) belajar
menulis; (c) belajar berhitung; (d) belajar berorganisasi.
3. Tuntutan dari dorongan dan cita-cita individu sendiri, misalnya (a) memilih
pekerjaan; (b) memilih teman hidup.
4. Tuntutan norma-norma agama, misalnya (a) taat beribadah kepada Allah SWT; (b)
barbuat baik kepada sesama manusia.
a. Belajar berjalan. Belajar berjalan terjadi pada usia antara 9 sampai 15 bulan, pada
usia ini tulang kaki, otot dan susunan syarafnya telah matang untuk belajar berjalan.
b. Belajar memakan makanan padat . Hal ini terjadi pada tahun kedua, sistem alat-alat
pencernaan makanan dan alat-alat pengunyah pada mulut telah matang untuk hal
tersebut.
d. Belajar buang air kecil dan buang air besar. Tugas ini dilakukan pada tempat dan
waktu yang sesuai dengan norma masyarakat. Sebelum usia 4 tahun, anak pada
umumnya belum dapat mengatasi (menahan) ngompol karena perkembangan syaraf
yang mengatur pembuangan belum sempurna. Untuk memberikan pendidikan
kebersihan terhadap anak usia di bawah 4 tahun, cukup dengan pembiasaan saja,
yaitu setiap kali mau buang air, bawalah anak ke WC tanpa banyak memberikan
penerangan kepadanya.
h. Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara dan orang
lain. Anak mengadakan hubungan dengan orang-orang yang ada disekitarnya dengan
menggunakan berbagai cara, yaitu isyarat, menirukan dan menggunakan bahasa. Cara
yang diperoleh dalam belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang lain,
sedikit banyaknya akan menentukan sikapnya di kemudian hari. Apakah ia bersikap
bersahabat, bersikap dingin, introvert, extrovert, dan sebagainya. Misalnya, apabila
anak memperoleh pergaulan dengan orang tuanya itu menyenangkan, maka
cenderung akan bersikap ramah dan ceria.
i. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk, yang berarti mengembangkan kata
hati. Anak kecil dikuasai oleh hedonisme naif, dimana kenikmatan dianggapnya baik,
sedangkan penderitaan dianggapnya buruk (hedonisme adalah aliran yang
menyatakan bahwa manusia dalam hidupnya bertujuan mencari kenikmatan dan
kebahagiaan). Apabila anak bertambah besar ia harus belajar pengertian tentang baik
dan buruk, benar dan salah, sebab sebagai makhluk sosial (bermasyarakat), manusia
tidak hanya memperhatikan kepentingan/kenikmatan sendiri saja, tetapi juga harus
memperhatikan kepentingan/kenikmatan sendiri saja, tetapi juga harus
memperhatikan kepentingan orang lain. Anak mengenal pengertian baik dan buruk,
benar dan salah ini dipengaruhi oleh pendidikan yang diperolehnya. Pada mulanya,
anak belajar apa yang dilarang itu berarti buruk atau salah dan apa yang
diperbolehkan itu berarti baik dan benar. Pengalaman ini merupakan permulaan
pembentukkan kata hati anak. Perkembangan selanjutnya terjadi melalui nasihat,
bimbingan, buku-buku bacaan dan analisis pikiran sendiri. Sesuatu yang penting
dalam mengembangkan kata hati anak adalah suri teladan dari orang tua dan
bimbingannya. Hal ini lebih baik daripada penggunaan hukuman dan ganjaran,
meskipun dalam situasi tertentu masih tetap diperlukan.
2. TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN PADA MASA SEKOLAH (6,0-12,0)
b. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk
biologis. Hakikat tugas ini ialah (1) mengembangkan kebiasaan untuk memelihara
badan, meliputi kebersihan, keselamatan diri, dan kesehatan; (2) mengembangkan
sikap positif terhadap jenis kelaminnya (pria atau wanita) dan juga menerima dirinya
(baik rupa wajahnya maupun postur tubuhnya) secara positif.
d. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya. Dari segi permainan
umpamanya akan tampak bahwa anak laki-laki tidak akan memperbolehkan anak
perempuan mengikuti permainannya yang khas laki-laki, seperti main kelereng, main
bola, dan layang-layang.
e. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Salah satu
sebab masa usia 6-12 tahun disebut masa sekolah karena pertumbuhan jasmani dan
perkembangan rohaninya sudah cukup matang untuk menerima pengajaran. Untuk
dapat hidup dalam masyarakat yang berbudaya, paling sedikit anak harus tamat
sekolah dasar (SD), karena dari sekolah dasar anak sudah memperoleh keterampilan
dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.
2) Banyak membaca buku-buku atau media cetak lainnya. Semakin dipahami konsep-
konsep tersebut, semakin mudah untuk memperbincangkannya dan semakin mudah
pula bagi anak untuk mempergunakannya pada waktu berpikir.
g. Mengembangkan kata hati. Hakikat tugas ini ialah mengembangkan sikap dan
perasaan yang berhubungan dengan norma-norma agama. Hal ini menyangkut
penerimaan dan penghargaan terhadap peraturan agama (moral) disertai dengan
perasaan senang untuk melakukan atau tidak melakukannya. Tugas perkembangan ini
berhubungan dengan masalah benar-salah, boleh-tidak boleh, seperti jujur itu baik,
bohong itu buruk, dan sebagainya.
h. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi. Hakikat tugas ini ialah untuk
dapat menjadi orang yang berdiri sendiri, dalam arti dapat membuat rencana, berbuat
untuk masa sekarang dan masa yang akan datang bebas dari pengaruh orang tua dan
orang lain.
Havinghurts membagi kehidupan masa dewasa tersebut atas tiga fase, yaitu: dewasa
muda, dewasa, usia lanjut. Yaitu:
a. Tugas-tugas Perkembangan Masa Dewasa muda
1. Memilih pasangan hidup.
2. Belajar hidup bersama pasangan hidup
3. Memulai hidup berkeluarga
4. Memelihara dan mendidik anak.
5. Mengelola rumah tangga.
6. Memulai kegiatan pekerjaan.
7. Bertanggung jawab sebagai warga masyarakat dan warga negara
8. Menemukan persahabatan dalam kelompok sosial.
a. Belajar berjalan terjadi pada umur antara 9 sampai 15, dapat di aplikasikan dengan
menggunakan alat bantu jalan seperti roda gledegan. Anak tersebut di taro ditempat
tersebut lalu dengan bebas anak dapat berjalan kemana saja atau kita bisa
menuntunnya sementara dengan memegang tangannya.
d. Belajar buang air kecil dan buang air besar. Dapat diaplikasikan dengan melakukan
pembiasaan. Seperti setiap kali mau buang air, bawalah anak ke WC tanpa banyak
memberikan penerangan kepadanya.
b. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk
biologis. Di aplikasikan dengan mengembangkan kebiasaan untuk memelihara badan,
meliputi kebersihan, keselamatan diri, dan kesehatan.
a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya. Aplikasinya, dengan
adanya seorang temen yang kemudian menjadi orang yang dapat mengerti,
memahami dan belajar menerima kenyataan.
b. Mencapai peran sosial sebagai pria dan wanita. Aplikasinya, dengan berorganisasi
lalu remaja tersebut dapat berperan dimasyarakat.
g. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial. Aplikasinya, turut
hadir jika ada masyarakat sedang melakukan gotong royong.
i. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Aplikasinya, pembiasaan
shalat berjamaah, sering melakukan pengajian, pergi ke masjid/mushola.
Teori Kebutuhan
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebutuhan merupakan keperluan azasi yang
harus dipenuhi, kebutuhan muncul karena ketidakseimbangan dalam diri individu.
Kebutuhan mendapatkan perhatian dari sejumlah ahli psikologi, salah satu teorinya
dibangun dan dipopulerkan oleh Abraham H. Maslow. Menurut ia manusia memiliki
kecendrungan-kecendrungan mencapai kebutuhan hingga memuaskan.
Manusia dilukiskan oleh Maslow adalah makhluk yang tidak pernah berada dalam
keadaan sepenuhnya puas. Jika kebutuhan sudah terpenuhi yang maka akan muncul
kebutuhan-kebutuhan berikutnya yang menuntut kepuasan, hal ini terus terjadi
sepanjang kehidupan manusia ( Jerry dan Phares, 1987 ).
Karena keyakinan tersebut, Maslow membuat sebuah teori tentang kebutuhan yang
dikenal sebagai hierarki kebutuhan ( hierarchy need ), dalam teori ini Maslow
menyebutkan lima kebutuhan hierarki ( kebutuhan prioritas utama ). Maslow
membedakan kelima kebutuhan berdasarkan motif untuk memenuhinya, yaitu : basic
need ( kebutuhan-kebutuhan dasar ) dan metaneeds ( kebutuhan untuk pertumbuhan ).
Selain teori yang diajukan Maslow, Mc Cielland juga mengajukan teori tentang
kebutuhan yang dikenal cukup luas, kemudian Mc Ciellan membagi 3 jenis
kebutuhan menjadi : JENIS KEBUTUHAN ANAK SD)
1). Need for acchievement— N-Ach (kebutuhan untuk berprestasi), yaitu kebutuhan
untuk bersaing atau melampaui standar pribadi. Need for achievement merupakan
suatu motif yang memotifasi seseorang untuk berhasil dalam berkompetisi baik
berupa prestasi orang lain atau prestasi diri sendiri yang telah dicapainya. Mc
Cielland menemukan ciri-ciri individu yang memiliki kebutuhan ini, antara lain :
b. Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau
organisasi.
Self –actualization
Esteem need
Sosial need
Physiological need
tidak nyaman, dan mendorong anak mencari kehidupan lain yang membuat mereka
aman, nyaman dan tentram. Penelitian yang dilakukan Globe (1987) membenarkan
bahwa anak sangat membutuhkan rasa aman dan perlindungan.
Berbeda dengan Freud yang meyakini bahwa cinta dan afeksi merupakan naluri seks
yang disublimasikan. Maslow lebih memandang cinta sebagai hubungan kasih sayang
yang sehat antara dua orang atau lebih dan didalamnya terkandung perasaan saling
percaya dan menghargai.
Menurut Maslow lebih jauh, tanpa cinta dan kasih sayang, akan dapat menghambat
pertumbuhan individu. Para ahli juga mengatakan jika terhambatnya pemenuhan
kebutuhan ini akan menjadi penyebab utama terjadinya tingkah laku maladjustment.
Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan membuat individu sakit.
Orang yang sehat tingkah lakunya tidak terus-menerus dikuasai oleh hasrat untuk
memperoleh makanan.
Menurut Maslow (dalam Jerry & Phares, 1987) ciri-ciri orang yang mengalami
aktualisasi diri adalah :
Menerima relitas secara utuh dan akurat atau melihat sesuatu apa adanya.
Penerimaan terhadap diri sendiri membuat penilaian tinggi atas individualis dan
keunikan mereka sendiri atau orang lain.
Lebih memusatkan pada suatu masalah daripada diri sendiri; yang bersifat
subjektif.
Lebih menyukai hal-hal yang bersifat khusus dan privasi.
Memiliki otonomi pribadi dan independen dari lingkungan fisik dan sosial.
Memiliki semangat identitas dan para persaudaraan yang tinggi dengan semua
orang.
Memiliki perasaan humor yang filosofis ketimbang humor yang tidak berarti.
Apabila kebutuhan akan pertumbuhan ini tidak terpenuhi menyebabkan individu sakit
secara psikologi dan diberi nama metapologi. Bentuk-bentuk metapologi
diantaranya : kehilangan kepercayaan, tidak adil, ego sentries, kehilangan semangat
hidup, depresi, kasar, mengalami kebingungan, individualitas, dan kehilangan rasa
percaya diri.
Berikut ini akan disebutkan beberapa kebutuhan peserta didik yang perlu mendapat
perhatian dari guru, diantaranya :
Kebutuhan Jasmani
e. Memberikan berbagai sarana disekolah agar peserta didik dapat bergerak bebas,
bermain, berolahraga dan lain-lain.
Peserta didik yang mendapatkan kasih sayang akan merasakan senang, betah dan
bahagia berada disekolah, seakan-akan memperoleh motivasi untuk belajar disekolah.
Sebaliknya jika kebutuhan ini tidak terpenuhi oleh peserta didik akan mengakibatkan
mereka merasa terisolasi, cemas, bingung, rendah diri, tidak nyaman, bahkan akan
mengakibatkan peserta didik sulit belajar dan memicu munculnya tingkah laku
maladaptif. Dengan kondisi seperti itu peserta didik akan membuat mereka malas
untuk belajar.
Karena kebutuhan ini peserta didik ingin memiliki sesuatu, ingin dikenal dan ingin
diakui ditengah-tengah masyarakat. Mereka yang dihargai akan merasa bangga
dengan dirinya dan orang lain. Sebaliknya jika peserta didik merasa diremehkan
maka sikap mereka pada diri mereka sendiri dan lingkungannya akan menjadi negatif.
Oleh sebab itu, untuk menimbulkan rasa berharga dilingkungan mereka, guru dituntut
untuk :
c. Menerima kondisi siswa apa adanya serta menempatkan mereka pada suatu
kelompok sesuai dengan pilihan mereka sendiri.
d. Guru harus menunjukan kemampuan secara maksimal dan penuh percaya diri
dihadapan peserta didiknya.
Peserta didik juga mempunyai kebutuhan akan rasa bebas. Peserta didik yang
merasa tidak bebas dalam mengungkapkan apa yang ada didalam hatinya atau tidak
bisa melakukan apa yang mereka inginkan akan mengakibatkan mereka frustasi,
merasa tertekan dan sebagainya. Mereka harus diberikan kesempatan dan bantuan
secara memadai untuk mendapatkan kebebasan.
Kebutuhan Akan Rasa Sukses
Peserta didik menginginkan kegiatan akademis berhasil dengan hasil baik. Mereka
akan merasa bahagia dan senang jika apa mereka berhasil, jika apa yang peserta didik
lakukan tidak berhasil maka mereka merasa kecewa. Ini menunjukan bahwa
kebutuhan ini merupakan kebutuhan pokok bagi peserta didik.
Sensori Motorik
Adalah tahapan pertama yang dilalui anak. Tahapan ini berlangsung sejak anak lahir
hingga berusia 2 tahun. Pada tahap sensori motorik anak akan mulai memanfaatkan
imitasi, memori dan cara berpikir. Mereka mulai menyadari benda-benda bergerak
dan benda-benda yang berbunyi. Secara sadar anak pada tahapan ini mampu bergerak
sebagai tindakan reflex untuk kegiatan yang diarahkan pada tujuan tertentu.
Tahap Praoperasional
Tahap kedua setelah sensori motorik adalah tahap praoperasional. Tahap ini
berlangsung ketika anak sudah menginjak usia 2 hingga 7 tahun, dimana saat itu anak
sudah ada yang memasuki sekolah dasar. Kemampuan anak juga mulai berkembang
dengan scara bertahap mengembangkan penggunaan bahasa dan kemampuan berpikir
dalam bentuk simbolik. Pada tahapan ini anak-anak juga dapat berpikir operasi
melalui cara logis dalam satu arah. Pada tahap praoperasional, anak-anak mungkin
mengalami kesulitan melihat sudut pandang orang lain.
Operasional Konkrit
Pada tahapan ini mulai muncul ciri-ciri perkembangan kognitif peserta didik usia
sekolah dasar. Umur 7 hingga 11 tahun anak-anak sudah masuk sd. Kemampuan
berpikir mereka juga menjadi lebih baik. Anak-anak mulai dapat memecahkan
masalah konkrit dalam mode logis. Mereka juga mampu mengklarifikasi dan
memahami hukum konservasi. Anak-anak pada usia ini juga mulai mengerti
reversibilitas.
Operasional Formal
Anak-anak dengan usia 11 hingga 15 tahun sudah masuk pada tahap operasional
formal. Pada tahap perkembangan kognitif inni anak mulai mampu menyelesaikan
masalah abstrak dengan cara yang logis. Mereka juga lebih ilmiah dalam berpikir
sehingga mampu mengembangkan kekhawatiran mengenai isu-isu sosial dan
identitas.
Sekolah dasar di Indonesia dilalui selama 6 tahun dengan usia awal pada kelas satu
mungkin 5 hingga 6 tahun. Perkembangan kognitif anak sd dapat dibagi menjadi 3
bagian berdasarkan range umur. Sebagai orangtua atau guru sd, tentu sangat penting
untuk mengetahui ciri-ciri kognitif anak sd. Berikut ini ciri-ciri perkembangan
kognitif peserta didik usia sekolah dasar:
Mulai mampu berpikir dan berdebat, mereka mulai menggunakan kata-kata seperti
mengapa dan karena
Mampu duduk di meja, mengikuti petunjuk guru, dan mandiri melakukan tugas
sederhana di kelas
Memahami uang
Perkembangan kognitif dapat dipengaruhi oleh kondisi emosional anak usia sekolah.
Mereka mulai memahami aspek dari dunia orang dewasa seperti uang dan
memberitahu waktu.
Ciri-ciri perkembangan kognitif peserta didik usia sekolah dasar adalah proses yang
unik dan khusus untuk setiap anak usia sekolah. Kadang-kadang mereka akan
mengalami beberapa kesulitan kognitif yang mempengaruhi proses belajar dan
perilaku mereka.
Anak usia sekolah yang mengalami kesulitan mungkin tidak menerima intervensi
yang tepat, tidak memiliki dukungan dan rasa peduli yang diajarkan oleh oranng
dewasa. Orangtua mungkin mengabaikan beberapa perilaku tersebut karena berpikir
bahwa itu terjadi karena adanya perubahaan mood anak usia sekolah. Padahal belum
tentu kesulitan kognitif terjadi karena perubahan mood. Perilaku yang tidak boleh
diabaikan menurut Center for Disease and Control and Prevention, 2014 adalah:
Berperilaku berlebihan
Sumber:
https://www.education.com/reference/article/piagets-stages-cognitive-development/
https://www.virtuallabschool.org/school-age/cognitive/lesson-2
https://www.education.com/reference/article/cognitive-development/
Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang
berkaitan dengan pegertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang
berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
Menurut Mayers (1996), “cognition refers to all the mental activities associated with
thinking, knowing, and remembering”. Pengertian yang hamper sama juga diberikan
oleh Margareth W. Matlin (1994), yaitu :“cognition, or mental activity, involves the
acquisition, storage, retrieval and use of knowledge”. DalamDictionary of
Psychology karya Drever, dijelaskan bahwa “kognitif adalah istilah umum yang
mencakup segenap mode pemahaman, yakni persepsi, imajinasi, penangkapan
makna, penilaian dan penalaran” (Kuper & Kuper, 2000). Kemudian
dalam Dictionary of Psychology karya Chaplin (2002), dijelaskan bahwa “kognisi
adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan, termasuk
didalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka,
membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai”.
Sedangkan menurut Piaget, proses asimilasi dan akomodasi terus berlangsung pada
diri seseorang. Dalam perkembangan kognitif, diperlukan keseimbangan antara kedua
proses ini. Keseimbangan itu disebut ekuilibrium yakni pengaturan diri secara
mekanis yang perlu untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi.
Pentingnya asimilasi dan akomodasi pada diri individu adalah agar individu mampu
beradaptasi dengan lingkungan dimana ia berada. Dalam beradaptasi dengan
lingkungan, ada kalanya individu cukup mengitegrasikan realitas luar dengan struktur
kognitifnya yang sudah ada, tetapi ada kalanya ia mesti mengubah struktur kognitif
yang sudah ada atau bahkan membuat struktur kognitif baru.
Jean Piageat, ilmuan prancis ini melakukan penelitian tentang perkembangan kognitif
Individu sejak tahun 1920 sampai dengan 1964. Berdasarkan hasil penelitiannya,
piageat membagi proses perkembangan fungsi-fungsi dan prilaku kognitif ke dalam
empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan menunjukan karakteristik
yang berbeda-beda. Tahapan perkembangan kognitif itu adalah periode sensori
motorik, periode pra operasional, periode operasional konkret, dan periode rasional
formal.
Sebagian anak sd mungkin masih berada pada tahap pra operasional dengan
proses berfikir intuitif (4;0-7;0) sebab masih banyak orang tua yang menyekolahkan
anaknya ke sd pada usia 5, 6 atau 7 tahun. Bahkan mungkin saja masih ada anak sd
dengan pemikiran transduktif seperti pada masa pra konseptual. Misalnya, suatu saat
anak melihat tamu yang datang kerumahnya dan ia memberi oleh-oleh kepada anak
tersebut. Bagi anak yang masih berfikir transduktif, ia akan menyimpulkan bahwa
tamu adalah orang yang suka membawa oleh-oleh. Meski pada umumnya berfikir
transduktif seperti itu sudah hampir tidak terjadi pada setiap anak sd, berfikir intuiktif
adalah hal yang sangat mungkin terjadi terutama pada kelas-kelas awal. Pada anak sd,
hal ini ditandai oleh dominasi pengamatan yang bersifat egosentris, yakni berfikir
yang belum memahami cara orang lain memandang objek yang sama, sehingga
seperti searah (selancar). Perilaku yang tampak antara lain :
self-centered dalam memandang dunianya
dapat mengklasifikasi objek-objek atas dasar satu ciri yang sama, mungkin pula
memiliki perbedaan dalam hal yang lainnya.
dapat melakukan koleksi benda-benda berdasarkan satu ciri atau kriteria tertentu
dapat menyusun benda-benda, tetapi belum dapat menarik inferensi dari dua benda
yang tidak bersentuhan meskipun terdapat dalam susunan yang sama.
Umumnya anak usia sd berada pada periode operasional konkret. Periode ini
dicirikan pemikiran yang refelsibel, mulai mengkonserpasi pemikiran tertentu,
adaptasi gambaran yang menyeluruh, melihat suatu objek dari berbagai suatu
pandang, mampu melakukan seriasi, dan berfikir kausalitas.
pada anak usia sd sudah mulai berkembang kemampuan berfikir logis, yakni berfikir
yang menggunakan operasi-operasi logis tertentu. Operasi yang mereka gunakan
bersifatrefeslibel artinya dapat dipahami dalam dua arah. Cara berfikir ini sangat
tampak dalam logika matematika sepertipada penjumlahan, pengurangan, dan
persamaan. Misalnya, bila A+B=C maka A=C-B atau B=C-A. Anak usia sd (7-12
tahun) sudah mampu memahami logika matematika seperti ini dan logika ini selalu
menganut unsur kekekalan (konservasi). Oleh sebab itu, menurut piaget ciri utama
periode oprasional konkret adalah transportasi revesibel dan sistem kekekalan.
Dengan berfikir revesibel, anak mampu berfikir logis yang dapat digunakan dalam
memecahkan masalah yang di hadapinya. Tetapi pemikiran logis itu masih terlihat
apa-apa yang kelihatannya nyata. Artinya, dalam mengoprasikan logika berfikirnya
masih perlu dibantu oleh benda benda nyata atau dibawa keprilaku nyata. Misalnya,
jika guru sd kelas I ingin mengajarkan penjumlahan 2+4=6, maka guru sebaiknya
menunjukan suatu benda (seperti potongan lidi) dua dan empat buah lalu
digabungkan dan dihitung satu persatu. Yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran
penjumlahan seperti ini adalah jangan sampai menjumlahkan dua hal yang berbeda.
Misalnya, 2+4=6 tetpi guru memperlihatkan dua potong sapu lidi dan empat pensil.
Meski pembelajaran penjumlahan ini menggunakan benda konkret, pembelajaran ini
keliru sebab potongn lidi dan pensil merupakan dua hal berbeda. Kedua benda
tersebut tidak dapat di jumlahkan.
c. Seriasi
d. Klasifikasi
e. Kausalitas
a. Mampu menoprasikan kaidah logika matematika berupa tambah, kurang, kali, bagi,
serta kombinasi dari keempat logika matematika tersebut.
Implikasi dari teori piaget adalah bahwa dalam proses pembelajaran pendidik harus
memperhatikan tahapan perkembangan kognitif peserta didik. Materi dirancang
sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif itu dan harus merangsang kemampuan
berfikir mereka. Tahap kemampuan berfikir sensorik mengimplikasikan bahwa bagi
proses belajar harus mencapai kerangka dasar kemampuan bahasa, hubungan tentang
objek, kontrol skema, kerangka berfikir, pembentukan pengertian dan pengenalan
hubungan sebab akibat.
Berikut ini merupakan beberapa implikasi praktis teori perkembangan kognitif untuk
pembelajaran :
1. Pembelajaran tidak harus berpusat pada guru atau tenaga kependidikan, tetapi
berpusat pada peserta didik.
2. Materi yang dipelajari harus menantang dan menarik minat belajar peserta didik.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam memahami dunia mereka, anak menggunakan apa yang disebut oleh Piaget
dengan “schema”(skema), yaitu konsep atau kerangka yang ada dalam pikiran mereka
yang digunakan untuk mengorganisasikan dan menginterprestasikan informasi.
Tujuan utama dari metode ini adalah untuk mengikuti jalan pikiran si anak itu sendiri,
sehingga dapat dimengerti mengapa timbul respons demikian pada anak tersebut.
Empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget ini dapat dilihat dalam table
berikut ini :
Tahap Sensorimotor
Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis.
Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengordinasian pengalaman-pengalaman
sensor dengan tindakan fisik
Tahap Pra-operasional
Anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-
gambar ini menunjukan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi
indrawi dan tindakan fisik
Tahap Pra-operasional
Tahap Pra-operasional
Usia 11-Dewasa
Remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik
Skema (struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisasi dan merespon
berbagai pengalaman. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola sistematis dari
tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang memberikan suatu
kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi.
Adaptasi (struktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan Piaget untuk
menunjukan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya dalam proses
perkembangan kognitif. Dari sudut biologi, asimilasi adalah integrasi antara elemen-
elemen eksternal (dari luar) terhadap struktur yang sudah lengkap pada organisme.
Asimilasi kognitif mencakup perubahan objek eksternal menjadi struktur
pengetahuan internal (Lerner & Hultsch, 1983).
Pada tingkat pra-sekolah eksplorasi ini dapat berupa permainan dengan air, pasir,
balok-balok kayu, dan lain-lain. Selama tahun-tahun sekolah dasar, eksplorasi
mungkin dilakukan melalui beberapa aktivitas, seperti melempar dan menangkap
bola, menjelajahi alam, bekerja dengan tanah liat dan cat air, atau membentuk
struktur bangunan dengan menggunakan stik es krim, dan lain-lain.
Menurut Piaget interaksi dengan teman sebaya sangat membantu anak memahami
bahwa orang lain memiliki pandangan dunia yang berbeda dengan pandangannya
sendiri dan ide-ide mereka tidak selalu akurat dan logis.
Dalam hal ini, menarik apa yang ditulis Piaget (dalam Wiliam Crain, 1980) :
TEORI BELAJAR
Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan sejumlah teori belajar yang
bersumber dari aliran aliran psikologi. Di bawah ini akan dikemukakan empat
jenis teori belajar, yaitu: (A) teori belajar behaviorisme, (B) teori belajar kognitif
Piaget, (C) teori belajar pemrosesan informasi, dan (D) teori belajar Gestalt.
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula
hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana
unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu.
Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan
semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila
jarang atau tidak dilatih.
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori
belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya.
Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku
individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan
juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan
skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa
yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui
peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih
memandang pentingnya conditioning. Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan
memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan
baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-
baiknya.
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang
sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam
bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara
kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu
keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses
kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan
dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk
atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa
tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut
Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa
setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang.
Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya
membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar,
maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola
obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan
geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan
yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang
nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah.
(lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang
penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian
peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya,
adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan
sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak
seperti gunung atau binatang tertentu.
Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses
yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan
merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap
rangsangan yang diterima.
Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan
tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa.
Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku
bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya
dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif
jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru
hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta
didik dalam memahami tujuannya.
Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan
dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan
hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan
peserta didik.
Pada tahap ini, kegiatan intelektual anak hampir seluruhnya merupakan gejala yang
diterima secara langsung melalui indera. Pada saat anak mencapai kematangan dan
secara perlahan mulai memperoleh keterampilan berbahasa, mereka menerapkannya
pada objek-objek yang nyata. Pada tahap ini anak mulai memahami hubungan antara
benda dengan nama benda tersebut.
Perkembangan yang pesat dialami oleh anak pada tahap ini. Anak semakin
memahami lambang-lambang bahasa yang digunakan untuk menunjukkan benda-
benda. Keputusan yang diambil hanya berdasarkan intuisi, bukan atas dasar analisis
rasional. Kesimpulan yang diambil merupakan kesimpulan dari sebagian kecil yang
diketahuinya, dari suatu keseluruhan yang besar. Anak akan berpendapat bahwa
pesawat terbang berukuran kecil karena itulah yang mereka lihat di langit ketika ada
pesawat terbang yang lewat.
Pada tahap ini anak mulai berpikir logis dan sistematis untuk mencapai pemecahan
masalah. Masalah yang dihadapi dalam tahap ini bersifat konkret. Anak akan merasa
kesulitan bila menghadapi masalah yang bersifat abstrak. Pada tahap ini anak
menyukai soal-soal yang telah tersedia jawabannya.
Anak mencapai tahap perkembangan ini ditandai dengan pola pikirnya yang seperti
orang dewasa. Anak telah dapat menerapkan cara berpikir terhadap permasalahan
yang konkret maupun abstrak. Pada tahap ini anak sudah dapat membentuk ide-ide
dan berpikir tentang masa depan secara realistis.
Sedangkan Johan Amos Comenius dalam Kartini Kartono (2007: 34-35) berpendapat
bahwa perkembangan bahasa seseorang terdiri dari empat periode perkembangan,
yaitu:
Pada periode ini anak mulai diajarkan bahasa latin sebagai bahasa kebudayaan.
Bahasa ini perlu diajarkan kepada anak agar anak mencapai taraf beradab dan
berbudaya.
Pada periode yang terakhir ini anak muda mengalami proses pembudayaan dengan
menghayati nilai-nilai ilmiah, di samping mempelajari macam-macam ilmu
pengetahuan.
Secara umum bayi mulai mengeluarkan ucapan pada saat usianya 10-16 bulan,
walaupun pada kenyataannya ada juga yang memerlukan waktu lebih lama dari itu.
Sebelum anak-anak mengucapkan kata-kata, terlebih dahulu membuat ocehan
misalnya dengan ucapan baa, maa atau paa. Mengoceh ini mulai terjadi saat usia
sekitar 3-6 bulan. Tujuan komunikasi yang dilakukan oleh bayi pada usia dini ialah
untuk menarik perhatian orang tua dan orang lain yang ada di sekitarnya. Pada
umumnya, bayi menarik perhatian orang lain dengan membuat kontak mata,
membunyikan ucapan, serta menggerak-gerakkan tangan.
Biasanya kata-kata anak yang pertama kali muncul adalah nama-nama orang penting
yang ada disekitarnya, nama-nama binatang, dan benda-benda lain yang ada di
sekitarnya. Anak-anak yang telah memasuki usia 18-24 bulan mulai mengucapkan
pernyataan dengan dua kata.
b. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
Beberapa anak usia pra sekolah memiliki kesulitan dalam mengucapkan kelompok
konsonan, misalnya untuk mengucapkan kata setrika, mangga, dan lain-lain. Pada
usia ini, anak-anak sudah dapat mengembangkan ungkapannya lebih dari dua kata-
kata setiap kalimatnya. Anak-anak mulai berbicara dengan urutan kata yang
menunjukkan suatu pendalaman yang meningkat terhadap aturan yang komplek
tentang urutan kata-kata yang diucapkan. Pada usia ini anak-anak juga sudah mulai
mampu mengembangkan pengetahuan tentang makna dengan cepat.
Pada tahap ini penekanan perkembangan berubah dari bentuk bahasa ke isi dan
penggunaan bahasa. Anak-anak telah mencapai tahap kreatif dalam perkembangan
bahasa. Bahasa kreatif anak dapat didengar dalam bentuk nyanyian atau sajak.
Salah satu faktor yang berpengaruh pada perkembangan membaca anak usia dini
ialah kesediaan orang tua untuk menyediakan bahan bacaan dan menciptakan suasana
yang kondusif bagi perkembangan kemampuan membaca anak. Kegiatan membaca
yang dilakukan secara alamiah dalam suasana kehidupan sosial memiliki efektifitas
yang tinggi untuk peningkatan kemampuan membaca pada anak. Anak usia tujuh atau
delapan tahun telah memperoleh pengetahuan tentang huruf, suku kata dan kata.
Siswa kelas tiga dan empat sudah mampu menganalisis kata-kata baru dengan
menggunakan pola orthograpik dan inferensi kontekstual. Siswa kelas lima dan enam
sudah mulai membaca dari keterampilan decoding menuju ke pemahaman.
Daftar Pustaka
Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Universitas Terbuka.
PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK SD
Perkembangan Sosial
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum
memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak
diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang
dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam
bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan
anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku
sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang.
Sueann Robinson Ambron (Budiamin dkk, 2000:132) menyatakan bahwa sosialisasi
itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian
sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan
efektif. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh
kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan
manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga
berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapat dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak
maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin
membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk
sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia
lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.
Berdasarkan perkembangan sosial menurut Carlote Buhler, anak sekolah dasar
khususnya di kelas rendah mempunyai perkembangan sosial yang menganggap
dirinya itu sebagai objek atau pusat dari sosialisasi. Sehingga anak di kelas rendah
perkembangan sosialnya mempunyai sifat yang egois, menganggap dirinya sentral
sosial.
1. Pembangkangan (negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap
penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan
kehendak anak. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang
pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya,
sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap
“dependent” (ketergantungan) menuju kearah “independent” (bersikap mandiri).
2. Agresi (agression)
3. Berselisih/bertengkar (quarreling)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau
perilaku anak lain, sepert diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut
mainannya.
4. Menggoda (teasing)
5. Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang
lain. Sikap persaingan mulai terlihat pada usia 4 tahun, yaitu persaingan untuk
prestice (merasa ingin menjadi lebih dari orang lain) dan pada usia 6 tahun, semangat
bersaing ini berkembang dengan baik.
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Anak yang berusia dua atau
tiga tahun belum berkembang sikap bekerja samanya, mereka masih kuat sikap “self-
centered”-nya. Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah mulai
menampakan sikap kerja samanya. Pada usia enam atau tujuh tahun sikap ini
berkembang dengan baik.
9. Simpati (Sympathy)
1. Keluarga
2.Kematangan
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi
normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam
kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi
keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu
mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini
dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat
lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
4.Pendidikan
Pada kasus tertentu seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan
kelompok sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok umur
yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi (dewasa) tepat
“menganggap” dan “memperlakukan” mereka sebagai anak-anak.
Selain kelima faktor yang telah disebutkan ada pula faktor lingkungan luar
keluarga. Pengalaman sosial awal diluar rumah melengkapi pengalaman didalam
rumah dan merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak.
Sedangkan menurut Elizabeth B. Hurlock (1978) menambahkan faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial anak, yaitu faktor pengalaman awal yang
diterima anak. Pengalaman sosial awal sangat menentukan perilaku kepribadian
selanjutnya.
apapun jenis kekerasanya yangdilakukan, tetaplah sebuah keker asan yang
bisaberdampak terhadap anak. kekerasan dapatmenyebabkan anak kehilangan hal -
hal palingmendasar dalam kehidupannya dan pada gilirannyaberdampak sangat serius
pada kehidupan anak dikemudian hari, antara lain :
2. Kegagalan belajar
3. Pasif dan menarik diri dari lingkungan takut membina hubungan baru dengan
orang lain
7. kematian
dari uraian tersebut terlihat bahwa dampak dari tindakan kekerasan terhadap anak
begitu mengenaskan. mu ngkin belum banyak orang menyadari bahwa pemukulan
yang bersifat fisik bisa menyebabkan kerusakan emosi anak. anak merupakan
cermin dari apa yang terjadi dalam suatu rumah tangga. jika suasana keluarga sehat
dan bahagia maka wajah anak akan ceria dan aberseri. sebaliknya jika mereka
murung dan bersedih biasanya telah terjadi sesuatu yang berhubungan
dengankeluarganya. sebagai wadah sosialisasi primer dimana anak belajar untuk
pertama kalinya mengenal nilai nilai dan cara bertingkah laku, perilaku orang tua
sering mempengaruhi perilaku anaknya kelak. bila kekerasan begitu dominan tidak
mengherankan jika anak kemudian melakukannya dan akan terbawa sampai dewasa.
Proses belajar dan pembelajaran akan menjadi wahana bagi perkembangan sosial
peserta didik. Hal ini berarti bahwa bimbingan sosial dapat berlangsung di dalam dan
secara terpadu dengan proses belajar dan pembelajaran. Ditinjau dari sudut
pandangan bimbingan, proses belajar dan pembelajaran merupakan wahana begi
pengembangan keterampilan sosial, kesadaran saling bergantung, dan kemampuan
menerima serta mengikuti aturan kelompok.
Peran penting yang perlu dimainkan guru dalam kaitannya dengan layanan bimbingan
sosial ialah mengembangkan atmosfir kelas yang kondusif. Atmosfir kelas yang
kondusif bagi perkembangan sosial ialah yang dapat menumbuhkan:
a. Rasa turut memiliki kelompok, ditandai dengan identifikasi diri, loyalitas, dan
berorientasi pada pemenuhan kewajiban kelompok.
b. Partisipasi kelompok, ditandai dengan kerjasama, bersikap membantu, dan
mengikuti aturan main.
Sementara itu, tanggung jawab individual tetap akan tumbuh karena setiap peserta
didik dituntut untuk mempelajari dan menguasai tugas-tugas pembelajaran secara
sungguh-sungguh. Dalam pembelajaran kooperatif ini guru harus meyakinkan pesrta
didik bahwa hasil kerjanya adalah hasil kerja kelompok. Oleh sebab itu setiap peserta
didik harus ambil bagian dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Tingkat
tanggung jawab individual tetap akan diukur melalui asesment tingkat penguasaan
bahan ajar.
Kesempatan untuk sukses akan diperoleh setiap peserta didik dalam upaya
memberikan kontribusi kepada prestasi kelompok. Upaya semua peserta didik akan
dihargai sesuai dengan tingkat prestasi yang dicapainya dan penilaian diberikan atas
dasar upaya yang dilakukan.
B. Perkembangan Emosional
1. Pengertian Perkembangan Emosional Pada Anak Sekolah Dasar
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak
menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal
mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada
suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan
untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan
dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana
hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong
seseorang berperilaku menangis.
Perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang dan tertutup karena
tidak banyak melibatkan aspek fisik, sedangkan emosi menggambarkan suasana batin
yang dinamis dan terbuka karena melibatkan ekspresi fisik. Perasaan (feeling) seperti
halnya emosi merupakan suasana batin atau suasana hati yang membentuk suatu
kontinum atau garis yang merentang dari perasaan sangat senang/sangat
suka sampai tidak senang/tidak suka. Perasaan timbul karena adanya rangsangan dari
luar, bersifat subjektif dan temporer. Misalnya, sesuatu yang dirasakan indah oleh
seseorang pada waktu melihat suatu lukisan, mungkin tidak indah baginya beberapa
tahun yang lalu, dan tidak indah bagi orang lain. Ada juga perasaan bersifat menetap
menjadi suatu kebiasaan dan membentuk adat-istiadat. Misalnya, orang Padang
senang makan pedas, orang Sunda senang makan sayur/lalap sambal.
Simpati dan empati merupakan bentuk perasaan yang cukup penting dalam
kehidupan bersosialisai dengan orang lain. Simpati adalah suatu kecenderungan untuk
senang atau tertarik kepada orang lain. Empati adalah suatu kondisi perasaan jika
seseorang berada dalam situasi orang lain. Biasanya kita rasakan saat melihat film
atau sinetron dramatis
2. Perkembangan Emosional Pada Anak Sekolah Dasar
a. Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya
aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam membentuk
rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi dengan orang
lain. Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur memberikan rasa aman pada
bayi.
b. Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan
tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang di
sekitarnya.
c. Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi
seperti gembira, terkejut, marah dan takut.
d. Pada bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya
akan semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum
dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi yang
di tunjukan orangorang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian tertentu.
a. Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di
lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak
mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak
belajar membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannya.
b. Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk
mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah
dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak
mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan
mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
c. Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya
dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai
mengendalikan prilaku dan menguasai diri.
1. Usia antara 3 sampai 5 tahun
a. Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif
sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan
anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan
oleh orang lain.
b. Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa
menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu
pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan
sedih.
a. Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak
mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini
adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan
informasiinformasi secara.
b. Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah
menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik
emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari
perasaan diri dan orang lain.
c. Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan
dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu
dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang
membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi
tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
d. Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-
norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan
juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai
memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung
dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga
makin beragam.
1. Rasa takut
Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang membahayakan. Rasa takut
terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan.
a. Mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan yang
terdapat pada objek.
2. Rasa malu
Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari
hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa.
3. Rasa canggung
Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi takut terhadap manusia,
bukan ada obyek atau situasi. Rasa canggung berbeda dengan rasa malu daam hal
bahwa kecanggungan tidak disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal atau
orang yang sudah dikenal yang memakaai pakaian tidak seperti biasanya, tetapi lebih
disebabkan oleh keraguan-raguan tentang penilaian orang lain terhadap prilaku atau
diri seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung merupakan keadaan khawatir yang
menyangkut kesadaran-diri (selfconscious distress).
4. Rasa khawatir
5. Rasa cemas
Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit
yang mengancam atau yang dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhwatiran,
ketidakenakan, dan merasa yang tidak baik yang tidak dapat dihindari oleh seseorang;
disertai dengan perasaan tidak berdaya karena merasa menemui jalan buntu; dan di
sertai pula dengan ketidakmampuan menemukan pemecahan masalah yang dicapai.
6. Rasa marah
Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-
kanak jika dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya ialah karena rangsangan yang
menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan pada usia yang dini anak-anak
mengetahui bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif untuk memperoleh
perhatian atau memenuhi keinginan mereka.
7. Rasa cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang
nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang.
8. Duka cita
9. Keingintahuan
10. Kegembiraan
Takut, khawatir atau cemas berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh
sesuatu. Rasa takut muncul karena adanya ancaman oleh sesuatu yang jelas
penyebabnya, sedangkan khawatir atau cemas karena adanya ancaman oleh sesuatu
yang tidak terlalu jelas penyebabnya. Ketakutan, kekhawatiran atau kecemasan
memiliki nilai positif asalkan intensitasnya tidak begitu kuat karena mengakibatkan
seseorang tetap waspada dan berharap agar situasi menjadi lebih baik. Biasanya anak
takut akan kegelapan, ditinggal sendirian, terhadap binatang tertentu, serta tidak
disayang dan diterima oleh keluarga dan teman sebaya.
1. Keadaan anak
Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan pada
diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan
berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah
tersinggung, atau menarik diri dari lingkunganya.
2. Faktor belajar
Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing reaksi
emosional kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan
mudah dan cepat pada awal kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal
betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang.
Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang
biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi
secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak
menyenangkan (Fatimah, 2006).
4. Lingkungan keluarga
Selain yang pernyataan yang disebutkan di atas maka adapun yang termasuk
dalam dapat posistif terdapat emosional anak sekolah dasar yang antara lain sebagai
berikut:
6. Jika anak ditimang tanpa berat sebelah, ia akan terbiasa melihat keadila
Ada beberapa keyakinan yang melandasi pendidik ketikan menjalankan tugas
tugas pendidikan. Keyakinan tersebut antara lain:
7. Guru yang baik bila mamiliki sedikit kebutuhan emosional yang terselubung.
Sebaliknya guru yang tidak baik adalah yang penuh kebutuhan sehingga
mengalahkan kebutuhan pokok siswa-siswanya
8. Paran guru harus mendapat rasa hormat secara suka rela dari para siswa mereka.
Mereka tidak dapat menuntut hal tersebut.
9. Hormat, takut dan ketaatan seringkali kabur. Penghormatan akan didapat guru
dan diberikan oleh anak secara sukarela. Takut dan ketaatan dan didapat melalui
pemaksaan.
10. Setiap anak unik secara emosional; semua anak tidak dicipta secara sama
kemampuan emosional di otak
11. Oleh karena itu, keunikan di atas, setiap anak harus dilayani dan diperlakukan
secara individual, khususnya malalui memperhatikan perasaan-perasaan mereka.
13. Mengabaikan keadaan emosional adalah salah satu cara terburuk dan melawan
kepentingan-kepentingan individu siswa
14. Pengabaian aspek emosional secara berulang atau terus-menerus merupakan hal
yang biasa di sekolah-sekolah tradisional
RUJUKAN
Suyadi, dan Ulfah Maulidya. 2013. Konsep Dasar PAUD. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
KEMANDIRIIAN ANAK SD
Pengertian Kemandirian
Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke”
dan akhiran “an”. Kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Maka
pembahasan mengenai kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang
perkembangan diri itu sendiri, dalam konsep Carl Rogers disebut dengan
istilahself, karena diri itu merupakan inti dari kemandirian. Konsep yang sering
digunakan atau berdekatan dengan kemandirian adalah autonomy.
Erikson (dalam Monks, dkk, 1989), menyatakan kemandirian adalah usaha untuk
melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui
proses identitas ego, yaitu : merupakan perkembangan kearah individualitas yang
mantap dan berdiri sendiri. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian
mengandung pengertian :
Kondisi di mana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan
dirinya sendiri.
Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Bentuk-bentuk kemandirian
a. Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya
dengan orang lain.
c. Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype).
c. Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun
orang lain.
a. Ketergantungan disiplin kepada kontrol luar dan bukan karena niat sendiri yang
ikhlas.
d. Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-
bedakan anak yang satu dengan yang lain.
Pengertian Remaja
Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa
remajamenunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum
memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini
& Siti Sundari (2004) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa
dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa
dewasa.
Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita
dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. (Zakiah Darajat, 1990)
Jadi dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa di mana
seseorang yang masih berusua antara 12 tahun sampai dengan 22 tahun di mana pada
masa ini Dapat dikatakan bahwa sikap remaja saat ini masih dalam tahap mencari jati
diri atau mencari identitas dari dirinya karna masih dalam masa perubahan menuju ke
dewasa.
Ketidakstabilan emosi.
Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi
semuanya.
Senang bereksperimentasi.
Senang bereksplorasi.
(Fagan, 2006) Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa
saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental
dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian Sebagian remaja mampu
mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami
penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja
yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri
remaja.
Sarwono (1994) faktor yang mempengaruhi perilaku remaja dibagi menjadi dua
yaitu :
2. Cacat tubuh
( Moh Suryo 1985) :Secara garis besar factor-faktor penyebab terjadinya tingkah
laku menyimpang:
4. Pengaruh lingkungan
d. Lingkungan masyarakat
2. Media cetak dan elektronik yang beredar secara bebas yang sebenarnya belum
layak buat remaja, misalnya : gambar porno, video porno dll.
3. Adanya contoh dilingkungan masyarakat yang kurang menguntungkan bagi
perkembangan remaja, misalnya main judi, minuman keras, dan pelacuran.
1. Hendaknya seorang guru mengadakan program dan perlakuan layanan khusus bagi
siswa remaja pria dan siswa remaja wanita (misalnya dalam pelajaran anatomi,
fisiologi dan pendidikan olahraga) yang diberikan pula oleh para guru yang dapat
menyelenggarakan penjelasannya dengan penuh dignity. Tujuan dari usaha tersebut
adalah untuk memahami dan mengurangi masalah-masalah yang mungkin timbul
bertalian dengan perkembangan fisik dan psikomotorik remaja.
Sebagai makhluk sosial, manusia tak lepas dari orang lain. Begitu pula dengan
remaja. Ia memerlukan interaksi dengan orang lain untuk mencapai kedewasaannya.
Yang perlu dicermati adalah bagaimana seorang remaja itu bergaul, dengan siapa, dan
apa saja dampak pergaulannya bagi dirinya, orang lain, dan lingkungannya.
Solidaritas dan kesetiakawanan sering dijadikan landasan untuk terjun kedunia hura-
hura. Dengan “setia kawan” itu pula kebanyakan remaja mulai merokok, minum-
minuman keras, mengonsumsi narkoba, dan bahkan seks bebas. Kalau tidak ikut
kegiatan-kegiatan geng ataupun teman nongkrong bisa dianggap tidak setia kawan,
paradigma seperti inilah yang menggerayangi pikiran sebagian remaja masa kini.
Sebenarnya dengan tindakan itu mereka telah merusak kemurnian makna dari
solidaritas dan kesetiakawanan itu sendiri.
Jika ditinjau lebih dalam “Gaul” tidak akan menimbulkan banyak dampak
negatif jika standar nilai yang dipakai untuk mendefinisikan gaul itu, standar nilai
yang sesuai dengan kebudayaan kita yang penuh dengan tata krama dan kesopanan.
Hanya saja, mengubah sesuatu yang sudah mendarah daging di sebagian remaja saat
ini tidaklah mudah. Semua itu memerlukan sinergi dari semua pihak, baik oranng tua,
keluarga, pemuka masyarakat, pemerintah, dan yang tak kalah pentingnya adalah
peran kita sendiri sebagai remaja yang akan menjalani kehidupan dalam bingkai kata
“gaul” itu sendiri.
Pergaulan remaja yang sehat adalah pergaulan yang sesuai dengan etika pergaulan.
Agar dapat terjalin hubungan sosial remaja yang baik, peranan rasa setia kawan
sangat dibutuhkan. Sebab kesadaran inilah yang dapat membuat kehidupan remaja
masyarakat menjadi tentram.
Maksud dari memilih teman adalah untuk mengantisipasi agar kita tidak terpengaruh
dengan sifat yang tidak baik/sehat. Walaupun begitu, tapi teman yang pegaulannya
buruk tidak harus kita asingkan. Melainkan kita tetap berteman dengannya tapi harus
menjaga jarak. Jangan terlalu dekat dengan dia.
Bagi mereka yang mengisi waktu senggangnya dengan bacaan yang buruk (misalnya
novel/komik seks), maka hal itu akan berbahaya, dan dapat menghalang mereka
untuk berbuat baik. Maka dari itu, jika ada waktu senggang kita harus mengisinya
dengan hal-hal yang positif. Misalnya menulis cerpen, menggambar, atau lainnya.
Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, sebaiknya remaja harus menjaga
jarak dengan lawan jenisnya. Misalnya, jangan duduk terlalu berdekatan karena dapat
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Jika memiliki masalah, kita tidak boleh emosi. Harus sabar dengan cara menenangkan
diri. Harus menyelesaikan masalah dengan komunikasi, bukan amarah/emosi.
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos dalam bentuk tunggal mempunyai
banyak arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat,
akhlak, watak, perasaan,sikap cara berpikir. Dalam bentuk jamak ta etha´ artinya
adalah adat kebiasaan. Arti inilah yang melatarbelakangi terbentuknya istilah etika´
oleh Aristoteles (384-322 SM): ilmu tentang adat kebiasaan, apa yang biasa
dilakukan. Etika mempunyai pengertian yang cukup dekat dengan moral. Moral dari
bahasa latin mos jamaknya mores berarti kebiasaan, adat. Dalam kamus bahasa
Indonesia pertama kali tahun1988 kata mores dipakai dalam arti yang sama yakni
adat kebiasaan. Jadi kata moral dan etika keduanya berasal dari kata yang berarti adat
kebiasaan.
Secara intelektual remaja mulai dapat berfikir logis tentang gagasan abstrak.
Ketidakstabilan emosi.
Saat ini, kita banyak dibanjiri oleh berbagai informasi yang bisa dengan mudahnya
didapat. Baik melalui media cetak, media elektronik ataupun yang terbaru melalui
dunia maya atau internet. Informasi-informasi tersebut dapat berupa hal yang positif
maupun negatif. Salah satu informasi negatif yang banyak menjadi perhatian adalah
informasi mengenai konten-konten dewasa, yang dapat diakses oleh semua orang
dengan mudah terutama melalui internet. Dikhawatirkan dengan banyaknya arus
informasi tanpa batasan tersebut dapat merubah persepsi remaja mengenai seks dan
seksualitas. Keluarga dan sekolah merupakan tempat yang tepat bagi remaja untuk
mendapatkan informasi yang benar mengenai pendidikan seks, karena biasanya
remaja mengambil contoh dari prilaku orang tua dan orang dewasa lain di sekitarnya.
Memang sampai saat ini banyak orang yang masih merasa tabu untuk membicarakan
masalah seks tersebut dengan sesama orang dewasa apalagi dengan anak-anak. Tetapi
yang harus disadari adalah, biasanya remaja akan mencari panutan dari orang tua, jadi
apabila orang tua hanya diam saja tanpa memberikan informasi yang tepat mengenai
seksualitas, maka remaja dapat memperoleh informasi yang salah dan
menjerumuskan mereka dalam bahaya.
Remaja yang labil umumnya rawan sekali melakukan hal-hal yang negatif, di sinilah
peran orang tua. Orang tua harus mengontrol dan mengawasi putra-putri mereka
dengan melarang hal-hal tertentu. Namun, bagi sebagian anak remaja, larangan-
larangan tersebut malah dianggap hal yang buruk dan mengekang mereka. Akibatnya,
mereka akan memberontak dengan banyak cara. Tidak menghormati, berbicara kasar
pada orang tua, atau mengabaikan perkataan orang tua adalah contoh kenakalan
remaja dalam keluarga.
1. Pentingnya kasih sayang dan perhatian yang cukup dari orang tua dalam hal dan
keadaan apapun.
3. Seorang anak hendaknya bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda 2
atau 3 tahun baik lebih tua darinya. Hal tersebut dikarenakan apabila seorang anak
bergaul dengan teman yang tidak sebaya yang hidupnya berbeda, sehingga dia pun
bisa terpengaruh gaya hidupnya yang mungkin belum saatnya untuk dia jalani.
5. Perlunya bimbingan kepribadian bagi seorang anak agar dia mampu memilih
dan membedakan mana yang baik untuk dia maupun yang tidak baik.
6. Perlunya pembelajaran agama yang diberikan sejak dini, seperti beribadah dan
mengunjungi tempat ibadah sesuai agamanya.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan
individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan
masa dewasa yang sehat Apabila gagal dalam tugas perkembangannya, dalam
mengembangkan rasa identitasnya. Maka remaja akan kehilangan arah. Dampaknya
remaja akan mengembangkan perilaku menyimpang , melakukan kriminalitas atau
menutup diri (mengisolasi diri) dari masyarakat karena tidak menduduki posisi yang
harmonis dalam masyarakat. Faktor penyebab kenakalan remaja yakni : Faktor
pribadi dan faktor lingkungan.
B. SARAN
Pendekatan dan pemecahannya dari pendidikan merupakan salah satu jalan yang
paling strategis untuk mengatasi delikuensi pada remaja karena sebagian besar remaja
yang bersekolah dengan para pendidik mempunyai paling banyak kesempatan
berkomunikasi dan bergaul. Metode untuk mengatasi delikuensi pada remaja yaitu
mengatasi masalah-masalah yang dapat mengakibatkan delikuensi pada remaja,
contohnya perkembangan fisik dan psikomotorik, perkembangan bahasa dan perilaku
kognitif, perkembangan perilaku sosial, moralitas, dan keagamaan, perkembangan
perilaku afektif, konatif dan kepribadian.
DAFTAR PUSTAKA
http://tonnymdr.blogspot.com/p/isu-dan-permasalahan-peserta-didik.html
http://erwinalien.blogspot.com/2013/10/makalah-pergaulan-remaja-masa-kini.html