Anda di halaman 1dari 136

BAB I

MAKNA PSIKOLOGI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

A. Pengertian Psikologi Perkembangan Peserta Didik

Psikologi merupakan suatu disiplin ilmu yang sangat besar manfaatnya bagi
kehidupan manusia.Psikologi menempatkan manusia sebagai objek kajiannya.
Manusia sendiri adalah makhluk individual sekaligus makhluk sosial. Menyadari
posisi manusia yang demikian, maka secara jelas, yang menjadi obek kajian psikologi
modern adalah, manusia serta aktifitas-aktifitas mentalnya dalam interaksi dengan
lingkungannya.

Secara umum psikologi dapat dibedakan menjadi dua cabang,


yaitu psikologi teoritis, dan psikologiterapan. Psikologi teoritis dapat pula dibedakan
atas dua bagian, yaitu psikologi umum dan psikologi khusus.

Psikologi umum adalah psikologi teoritis yang mempelajari aktifitas-aktifitas


mental manusia yang bersifat umum dalam rangka mencari dalil-dalil umum dan
teori-teori psikologi. Sedangkan psikologi khusus adalah psikologi teoritis yang
menyelidiki segi-segi khusus aktifitas mental manusia, psikologi khusus ini terdiri
dari:

1. Psikologi perkembangan, mengkaji perkembangan tingkah laku dan aktifitas


mental manusia sepanjang rentang kehidupannya, mulai dari masa konsepsi
hingga meninggal dunia.
2. Psikologi sosial, mengkaji aktifitas, mental manusia dalam kaitannya dengan
situasi sosial.
3. Psikologi kepribadian, mengkaji struktur kepribadian manusia sebagai satu
kesatuan utuh.
4. Psikologi abnormal, mengkaji aktifitas mental individu yang tergolong
abnormal.
5. Psikologi diferensial, menguraikan tentang perbedaan-perbedaan antar
individu.

Psikologi khusus kemungkinan akan terus berkembang sesuai dengan situasi dan
kebutuhan. Karena itu tidak tertutup kemungkinan akan bermunculan cabang-cabang
psikologi khusus lainnya, seperti psikologi perkembangan peserta didik. Mengacu
pada pengertian dan pembagian psikologi, maka dapat dipahami bahwa psikologi
perkembangan peserta didik adalah bidang kajian psikologi perkembangan yang
secara khusus mempelajari aspek-aspek perkembangan individu yang berada pada
tahap usia sekolah dasar dan sekolah menengah.   

B. Tujuan Psikologi Perkembangan Peserta Didik

Psikologi perkembangan peserta didik bertujuan :

Memberikan, mengukur, dan menerangkan perubahan dalam tingkah laku


serta kemampuan yang sedang berkembang sesuai dengan tingkat usia dan yang
mempunyai ciri-ciri universal, dalam artian yang berlaku bagi anak-anak dimana saja
dalam lingkungan sosial-budaya mana saja.

 Mempelajari karakteristik umum perkembangan peserta didik, baik secara


fisik, kognitif, maupun psikososial.
 Mempelajari perbedaan-perbedaan yang bersifat pribadi pada tahapan, atau
masa perkembangan tertentu.
 Mempelajari tingkah laku anak pada lingkungan tertentu yang menimbulkan
reaksi yang berbeda.
 Mempelajari penyimpangan tingkah laku yang dialami seseorang, seperti
kenakalan-kenakalan, kelainan-kelainan dalam fungsionalitas inteleknya, dan
lain-lain.

C. Manfaat Psikologi Perkembangan Peserta Didik

      Psikologi perkembangan peserta didik adalah sebuah disiplin ilmu yang secara
khusus mempelajari tentang perkembangan tingkah peserta didik dalam interaksinya
dengan lingkungannya. Oleh sebab itu banyak manfaat yang akan diperoleh guru atau
calon guru diantaranya:

 Seorang guru akan dapat memberikan harapan yang realitas terhadap anak dan
remaja. Ini adalah penting, karena jika terlalu banyak yang diharapkan pada
usia tertentu, anak mungkin akan mengembangkan perasaan tidak mampu jika
ia tidak mencapai standar yang ditetapkan orangtua atau guru. Sebaliknya,
jika terlalu sedikit yang diharapkan dari mereka, mereka akan kehilangan
rangsangan untuk mengembangkan kemampuannya.
 Dapat membantu kita dalam memberikan respons yang tepat terhadap perilaku
tertentu seorang anak. Psikologi perkembangan dapat membantu menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan arti dan sumber pola berpikir,
perasaan, dan tingkah laku anak.
 Dapat membantu guru mengenali kapan perkembangan normal yang
sesungguhnya dimulai. Guru bisa menyusun pedoman dalam bentuk skala
tingi-berat, skala usia-berat, skala usia-mental, dan skala perkembangan sosial
atau emosioanal.
 Memungkinkan para guru untuk sebelumnya mempersiapkan anak
menghadapi perubahan yang akan teradi pada tubuh, perhatian dan
perilakunya.
 Memungkinkan para guru memberikan bimbingan belajar yang tepat kepada
anak.
 Memberikan informasi tentang siapa kita, bagaimana kita dapat seperti ini,
dan kemana masa depan akan membawa kita.

  Dengan demikian jelas betapa besar kegunaan mempelajari psikologi


perkembangan peserta didik bagi guru. Dengan psikologi perkembangan peserta didik
memungkinkan guru memberikan bantuan & pendidikan yang tepat sesuai dengan
pola-pola dan tingkat-tingkat perkembangan anak.
BAB II

KONSEP DASAR PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

A. Hakikat Perkembangan

Istilah “perkembangan” ( development ) dalam psikologi merupakan sebuah


konsep yang cukup kompleks.Di dalamnya terkandung banyak dimensi.

1. Perkembangan

Secara sederhana, Seifert & Hoffnung ( 1994 ) mendefinisikan perkembangan


sebagai “ long-term changes  in aperson’s growth, feelings, pattens of thinking, social
relationship, and motor skills ”.Sementara iru, Chaplin ( 2000 ) mengartikan
perkembangan sebagai : 1). perubaha yang berkesinambungan dan progresif dalam
organisme, dari lahir sampai mati; 2). Pertumbuhan; 3). perubahan dalam bentuk dan
dalam integrasi dari bagian-bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional; 4).
kedewasaan atau kemunculan pola-pola tingkah laku yang tidak dipelajari.

Menurut Reni Akbar Hawadi ( 2001 ), “ perkembangan secara luas menunjukan


pada keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil
dalam kualitas kemampuan,  sifat dan ciri-ciri yang baru. Di dalam istilah
perkembangan juga tercakup konsep usia, yang diawali sari saat pembuahan dan
berakhir dengan kematian ”.

Menurut F.J. Monks, dkk.,( 2001 ), pengertian perkembangan menunjuk pada “


suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang
kembali. Perkembangan menunjukan pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak
dapat diputar kembali ”. Perkembangan dapat juga diartikan sebagai “ proses yang
kekal dan tetap yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang
lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, pemasakan, dan belajar ”.

Santrock ( 1996 ), menjelaskan pengertian perkembangan sebagai berikut :

Development is the pattern of change that begins at conception and continues through
the life span. Most development involves growth, although it includes decay ( as in
death and dying ). The pattern of movenment is complex because it is product of
several processes-biogical, cognitive, and socioemotional.
Dapat ditarik kesimpulan dari beberapa kesimpulan diatas adalah bahwa
perkembangan tidaklah terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin
membesar,  melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang
berlangsung secara terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan
rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan,
pemasakan, dan belajar.

2. Pertumbuhan

Pertumbuhan ( growth ) sendiri sebenarnya merupakan sebuah istilah yang lazim


digunakan dalam biologi, sehingga pengertiannya lebih bersifat biologis. C.P.
Chaplin (2002), mengartikan pertumbuhan sebagai satu pertambahan atau kenaikan
dalam ukuran dari bagian-bagian tubuh atau dari organisme sebagai suatu
keseluruhan. Menurut A.E. Sinolungan, (1997), pertumbuhan menunjuk pada
perubahan kuantitatif, yaitu yang dapat dihitung atau dicukur, seperti panjang atau
berat tubuh. Sedanglah Ahmad Thanthowi (1993), mengartikan pertumbuhan sebagai
perubahan jasad yang meningkat dalam ukuran (size) sebagai akibat dari adanya
perbanyakan  (multiplication) sel-sel.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa istilah perubahan dalam
konteks perkembangan merujuk perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu
peningkatan dalam ukuran dan struktur, seperti pertumbuhan ingatan, pertumbuhan
berpikir, pertumbuhan kecerdasan, dan sebagainya, sebab kesemuanya merupakan
perubahan fungsi-fungsi rohaniah.

Dengan demikian, istilah “ pertumbuhan ” lebih cenderung menunjuk pada


kemajuan fisik atau pertumbuhan tubuh yang melaju sampai pada suatu titik optimum
dan kemudian menurun menuju pada keruntuhannya. Sedangkan istilah “
perkembangan ” teori Perkembangan rohani tidak terhambat walaupun keadaan
jasmani sudah sampai pada puncak pertumbuhannya. Bahkan menurut Witherington
(1986), “ pertumbuhan dalam pengertiannya yang luas meliputi perkembangan ”.
3. Kematangan

Istilah “ kematangan ”, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan maturation,


sering dilawankan denganimmaturation, yang artinya tidak matang.

Chaplin (2002) mengartikan kematangan (maturation) sebagai : 1).


perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak;  2). proses perkembangan,
yang dianggap berasal dari keturunan, atau merupakan tingkah laku khusus spesies
(jenis, rumpun). Myers  (1996) mendefinisikan kematangan  (maturation) sebagai “
biological growth processes that enable orderly in behavior, relatively uninfluenced
by experience ” menurut Zigler dan Stevenson (1993), kematangan adalah “
the  orderly physiological changes that occur in all species over time and that appear
to unfold according to a genetic blueprint ”.Davidoff (1988), menggunakan istilah
kematangan (maturation), untuk menunjuk pada munculnya pola perilaku tertentu
yang bergantung pada pertumbuhan jasmani dan kesiapan susunan saraf.

Kematangan tidak dapat dikategorikan sebagai faktor keturunan atau pembawaan


karena kematangan ini merupakan suatu sifat tersendiri yang umum dimiliki oleh
setiap individu dalam bentuk dan masa tertentu.

4. Perubahan

Perubahan-perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk memungkinkan


orang menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana ia hidup. Realisasi diri atau
yang biasanya disebut “aktualisasi diri” merupakan faktor yang sangat penting.
Tujuan ini dapat dianggap sebagai suatu dorongan untuk melakukan sesuatu yang
tepat, untuk menjadi manusia seperti yang diinginkan baik secara fisik maupun psikis.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam perkembangan itu dapat dibagi ke dalam


empat bentuk, yaitu :

a. Perubahan dalam ukuran besarnya.

Setiap tahun seorang anak tumbuh menjadi dewasa, tinggi dan berat badannya
bertambah, kecuali jika keadaan yang tidak normal mempengaruhinya maka akan
terjadi berbagai penyimpangan dalam pertumbuhannya.Pertumbuhan mental pun
akan menunjukan kemajuan yang sama, seperti terlihat pada semakin meningkat dan
bertambahnya perbendaharaan kosakata setiap tahunnya, kemampuannya dalam
berpikir, mengingat, mengecap, dan menggunakan sesuatu yang berlangsung selama
masa perkembangannya dari tahun ke tahun.
b. Perubahan-perubahan dalam proporsi.

Pertumbuhan fisik tidak terbatas pada perubahan-perubahan ukuran, tetapi juga


pada proporsi. Kemudian ketika anak mencapai usia pubertas, baru proporsi-proporsi
tubuhnya mulai menyerupai orang dewasa. Secara berangsur-angsur dan bertahap,
unsur-unsur fantastik itu mulai menjurus kearah yang lebih realistis.

c. Hilangnya bentuk atau ciri-ciri lama.

Jenis perubahan yang terjadi dalam perkembangan individu adalah hilangnya


bentuk dan ciri-ciri tertentu. Diantara ciri-ciri fisik, berangsur-angsur hilangnya
kelenjar kanak-kanak(thymus gland) yang terletak di leher, kelenjar pinel pada otak,
reflek-reflek tertentu, rambut, gigi dengan hilangnya gigi anak-anak. Sementara itu,
ciri-ciri mental diantaranya terlihat dalam perkembangan bicaranya, impuls-impuls
gerakan yang kekanak-kanakan sebelun berpikir, bentuk-bentuk gerakan bayi, seperti
merangkak, merambat,  perkembangan penglihatannya yang semakin tajam atau
pengindraan lainnya, terutama yang berkaitan dengan rasa dan bau atau penciuman.

d. Timbul atau lahirnya ciri-ciri baru.

Diantara ciri dan bentuk pertumbuhan fisik yang sangat penting adalah
tumbuhnya gigi pertama dan kedua yang terlihar jelas pada masa kanak-kanak
memasuki masa remaja. Sedangkan ciri dan bentuk perkembangan mental ialah
tumbuhnya rasa ingin, khususnya yang berkenaan dengan masalah-masalah seks,
desakan/dorongan seks, pengetahuan dan nilai-nilai moral, keyakinan/kepercayaan
agama, bentuk-bentuk bahasa yang berbeda.

e. Fase-fase Perkembangan
Fase perkembangan maksudnya adalah penahapan atau periodesasi rentang
kehidupan manusia yang ditandai oleh ciri-ciri atau pola-pola tingkah laku tertentu.

     Secara garis besar terdapat empat dasar pembagian fase-fase perkembangan ini,
yaitu:

1. fase perkembangan berdasarkan cirri-ciri biologis.


2. konsep didaktis
3. cirri-ciri psikologis, dan
4. konsep tugas perkembangan.

f. Periodesasi Perkembangan Berdasar Ciri-ciri Biologis

1) Aristoteles

Ia membagi fase perkembangan manusia sejak lahir sampai usia 21 tahun


kedalam tiga masa, dimana setiap fase meliputi masa tujuh tahun, yaitu :

 Fase anak kecil atau masa bermain ( 0-7 ) tahun, yang diakhiri dengan tanggal
( pergantian ) gigi.
 Fase anak sekolah atau masa belajar ( 7-14 ) tahun, yang dimulai dari
tumbuhnya gigi baru sampai timbulnya gejala berfungsinya kelenjar-kelenjar
kelamin.
 Fase remaja (pubertas) atau masa peralihan dari anak menjadi dewasa ( 14-
21 ) tahun, yang dimulai dari mulai bekerjanya kelenjar-kelenjar kelamin
sampai akan memasuki masa dewasa.

2) Sigmund Freud

Dasar-dasar pembagiannya ialah pada cara-cara reaksi-reaksi bagian-bagian


tubuh tertentu. Fase-fase itu adalah :

 Fase Infantile, umur 0-5. Fase ini dibedakan menjadi 3, yaitu :


 Fase oral, umur 0-1 tahun, dimana anak mendapatkan seksuil melalui
mulutnya.
 Fase anal, umur 1-3 tahun, dimana anak mendapatkan kepuasan seksuil
melalui anusnya.
 Fase phalis, umur 3-5 tahun, dimana anak mendapatkan kepuasaan seksuil
melalui alat kelaminnya.
 Fase laten, umur 5-12 tahun Pada fase ini anak tampak dalam keadaan tenang,
setelah terjadi gelombang dan badai (strumund drang). Pada fase ini, desakan
seksuil anak mengendur. Meskipun energi seksuil terus berjalan, tetapi fase
ini diarahkan pada masalah-masalah sosial dan membangun benteng yang
kukuh melawan seksualitas.
 Fase pubertas, 12-18 tahun Pada fase ini dorongan-dorongan mulai muncul
kembali, dan apabila dorongan-dorongan ini dapat ditransfer dan
disublimasikan dengan baik, anak akan sampai pada masa kematangan
terakhir, yaitu fase genital.
 Fase genital, umur 18-20 tahun Pada fase ini, dorongan seksuil yang pada
masa laten boleh dikatakan sedang tidur, kini berkobar kembali, dan mulai
sungguh-sungguh tertarik pada jenis kelamin lain.  Pada fase ini, konflik
internal lebih stabil dan seseorang dapat mencapai struktur ego yang kuat
untuk dapat berhubungan dengan dunia realita.

3) Maria Montessori

Fase-fase perkembangan itu adalah :

 Periode I, umur 0-7 tahun, yaitu periode penangkapan dan pengenalan dunia
luar dengan pancaindra.
 Periode II, umur 7-12 tahun, yaitu periode abstrak, dimana anak-anak mulai
menilai perbuatan manusia atas dasar baik-buruk dan mulai timbulnya insan
kamil.
 Periode III, umur 12-18 tahun, yaitu periode penemuan diri dan kepekaan
sosial.
 Periode IV, umur 18 keatas, yaitu periode pendidikan perguruan tinggi.

4) Elizabeth B. Hurlock

Elizabeth B. Hurlock membagi perkembangan individu berdasarkan konsep


biologis atas lima fase, yaitu :

 Fase prenatal ( sebelum lahir ), mulai masa konsepsi sampai proses kelahiran,
lebih kurang 280 hari.
 Fase infancy ( orok ), mulai dari lahir sampai usia 14 hari.
 Fase babyhood ( bayi ), mulai usia 2 minggu sampai sekitar usia 2 tahun.
 Fase childhood ( kanak-kanak ), mulai usia 2 tahun sampai usia pubertas.
 Fase adolescence ( remaja ), mulai usia 11 dan 13 tahun sampai usia 21 tahun,
yang dibagi atas tiga masa, yaitu :
 Fase pre adolescence : mulai usia 11-13 tahun untuk wanita, dan usia-usia
sekitar setahun kemudian bagi pria.
 Fase early adolescence : mulai usia 13-14 tahun sampai 16-17 tahun
 Fase late adolescence : masa-masa akhir dari perkembangan seseorang atau
hampir bersamaan dengan masa ketika seseorang tengah menempuh
perguruan tinggi.
 Fase Perkembangan Berdasarkan Konsep Didaktif, Dasar yang digunakan
untuk menentukan pembagian fase-fase perkembangan adalah materi dan cara
bagaimana mendidik anak pada masa-masa tertentu. Pembagian seperti ini
antara lain diberikan oleh Johann Amos Cimenius, seorang ahli didik dari
Moravia. Ia membagi fase-fase perkembangan berdasarkan tingkat sekolah
yang diduduki anak sesuai dengan tingkat usia dan menurut bahasa yang
dipelajarinya di sekolah

Pembagian fase perkembangan tersebut adalah :

 0-6 tahun = sekolah ibu, merupakan masa mengembangkan alat-alat indra dan
memperoleh pengetahuan dasar di bawah asuhan ibunya di lingkungan rumah
tangga.
 6-12 tahun = sekolah bahasa ibu, merupakan masa anak mengembangkan
daya ingatnya di bawah pendidikan sekolah rendah. Pada masa ini, mulai
diajarkan bahasa ibu ( vernacular ).
 12-18 tahun = sekolah bahasa Latin, merupakan masa mengembangkan daya
pikirnya di bawah pendidikan sekolah menengah ( gymnasium ). Pada masa
ini mulai diajarkan bahasa Latin sebagai bahasa asing.
 18-24 tahun = sekolah tinggi dan pengembaraan, merupakan masa
mengembangkan kemauannya dan memilih suatu lapangan hidup yang
berlangsung di bawah perguruan tinggi.
g. Periodesasi Perkembangan Berdasarkan Ciri-ciri Psikologis

Periode ini dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya :

1) Oswald Kroch

Ciri-ciri yang digunakan oleh Oswald Kroch adalah pengalaman keguncangan


jiwa yang dimanifestasikan dalam bentuk sifat trotz  atau sifat “ keras kepala ” dan ia
membagi fase perkembangan ini menjadi tiga, yaitu:

 Fase anak awal, umur 0-3 tahun. Pada akhir fase ini terjadi troz pertama yang
ditandai dengan serba membantah atau menentang orang lain.
 Fase keserasian sekolah, umur 3-13 tahun. Pada akhir fase ini terjadi troz
kedua yang ditandai dengan anak serba membantah atau menentang orang lain
bahkan ucapan orangtua.
 Fase kematangan, umur 13-21 tahun. Fase ini terjadi setelah berakhirnya
gejala-gejala troz kedua, dimana anak mulai merasakan kelebihan dan
kekurangan yang ia miliki yang dihadapi dengan sewajarnya.

2) Kohnstamm

Khonstamm membagi fase perkembangan ini dilihat dari sisi pendidikan dan
tujuan luhur manusia yaitu :

 Periode fital: umur 0-1,5 tahun dan disebut sebagai masa menyusui.
 Periode estetis : 1,5-7 tahun dan disebut sebagai fase pencoba atau masa
bermain.
 Periode intelektuil : umur  7-14 tahun dan disebut sebagai masa sekolah.
 Periode sosial : umur 14-21 tahun dan disebut sebagai masa remaja.
 Periode matang : 21 tahun keatas dan disebut sebagai masa dewasa.

h. Periodesasi Perkembangan Berdasarkan Konsep Tugas Perkembangan

Periode ini dikemukakan oleh Robert J. Havighurst, yaitu :

 Masa bayi dan kanak-kanak ( infacy and early childhood ) : umur 0-6 tahun.
 Masa sekolah atau pertengahan anak-anak ( middle childhood ) : umur 6-12
tahun.
 Masa remaja ( adolescence ) : umur 12-18 tahun
 Masa awal dewasa ( early adulthood ) : umur 18-30 tahun
 Masa dewasa pertengahan ( middle age ) : umur 30-50 tahun
 Masa tua  (latter maturity) : umur 50 tahun keatas

i. Periodesasi Perkembangan Menurut Konsep Islam

Memperhatikan ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Rasulullah SAW, yang


menjadi dasar utama pemikiran Islam, periodesasi perkembangan individu dapat
dibedakan atas tiga fase, yaitu :

a)  Periode pra-konsepsi, yaitu perkembangan manusia sebelum masa pembuahan


sperma dan ovum.

b) Periode pra-natal, yaitu periode perkembangan manusia yang dimulai dari


pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran. Periode ini dibagi atas empat
fase, yaitu :

 Fase nuthfah ( zigot ), dimulai sejal pembuahan sampai usia 40 hari dalam


kandungan.

 Fase ‘alaqah ( embrio ), selama 40 hari.


 Fase mudhghah ( janin ), selam 4 hari.
 Fase peniupan ruh ke dalam jasad janin dalam kandungan setelah genap
berusia 4 bulan.
 Fase periode kelahiran sampai meninggal dunia, diantaranya
 Fase neo-natus, dari usia 0-1 bulan.
 Fase al-thifl ( anak-anak ), dari usia  1 bulan - 7 bulan.
 Fase tamyiz, dari usia 7 tahun – 12 atau 13 tahun yaitu fase dimana anak bisa
membedakan mana yang baik dengan yang buruk dan yang benar dengan
yang salah.
 Fase baligh, yaitu dimana anak berinjak usia muda yang ditandai dengan
mimpi basah bagi anak laki-laki dan anak perempuan dengan datangnya haid.
Fase ini juga disebut dengan fase ‘aqil ( fase tingkah laku intelektual
seseorang mencapai puncak sehingga dapat membedakan mana yang baik dan
salah ). Fase ini dimulai saat anak usia 15-40 tahun.
 Fase kearifan dan kebijakan, yaitu fase dimana seseorang mempunyai
kesadaran dan kecerdasan emosional, moral, spiritual dan agama secara
mendalam. Fase ini juga disebut auliya’ wa anbiya’,yaitu: fase dimana
manusia dituntun untuk bersikap seperti yang diperankan Nabi dan fase ini
dimulai saat manusia berusia 40 tahun keatas.
 Fase kematian, yaitu fase dimana terjadi saat manusia meninggal. Fase ini
diawali dengan adanyanaza’ yaitu awal pencabutan ruh oleh malaikat Izrail.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan

Secara garis besar faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan tiap-tiap individu


tidak sama yaitu :

Faktor-faktor Yang Berasal Dari Dalam Diri Individu

Diantara faktor-faktor di dalam diri yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan


individu adalah :

a) Bakat atau pembawaan. Anak dilahirkan dengan membawa bakat-bakat tertentu,


seperti bakat musik, seni, agama, akal yang tajam dan sebagainya.

b) Sifat-sifat keturunan. Sifat-sifat keturunan yang individu dipusakai dari orangtua


atau nenek moyang dapat berupa fisik dan mental. Mengenai fisik misalnya bentuk
muka (hidung), bentuk badan, suatu penyakit. Sedangkan mengenai mental misalnya
sifat pemalas, sifat pemarah, pendiam, dan sebagainya.

c)  Dorongan dan instink. Dorongan adalah kodrat hidup yang mendorong manusia


melaksanakan sesuatu atau bertindak pada saatnya. Sedangkan instink atau naluri
adalah kesanggupan atau ilmu tersembunyi yang menyuruh atau membisikkan kepada
manusia bagaimana cara-cara melaksanakan dorongan batin.

Jenis-jenis tingkah laku manusia digolongkan instink ini adalah

 Melarikan diri ( flight ) karena perasaan takut ( fear )


 Menolak ( repulsion ) karena jijik ( disgis )
 Ingin tahu ( curiosity ) karena menakjubkan sesuatu( wonder )
 Melawan (  pugnacity ) karena kemarahan ( anger )
 Merendahkan diri ( self abasement ) karena perasaan mengabdi ( subjection )
 Menonjolkan diri ( self assertion ) karena adanya harga diri atau
manja ( elation )
 Orangtua ( parental ) karena perasaan halus budi ( tender  )
 Berkelamin ( sexual ) karena keinginan mengadakan reproduksi
 Berkumpul ( acquisition ) karena keinginan untuk mendapatkan sesuatu.
 Mencapai sesuatu ( question ) karena ingin bergaul/bermasyarakat
 Membangun sesuatu ( contruction ) karena mendapatkan kemajuan.
 Menarik perhatian orang lain ( appeal ) karena ingin diperhatikan oleh orang
lain.

Faktor-faktor Yang Berasal Dari Luar Diri Individu

a)  Makanan

Makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan individu.


Apabila ditinjau dari perspektif agama ( Islam ), makanan yang mengandung gizi saja
belum cukup bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, melainkan harus
disempurkan dengan tingkat kehalalan dan kebersihan dari makanan itu sendiri,
sebagaimana firman Allah : “ Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa
yang telah direzekikan kepadamu… ”( Q.S Al-Maidah : 88 ).

Pentingnya memperhatikan kualiatas makanan dari segi kehalalannya ini adalah


karena menurut Islam makanan mempunyai pengaruh yang besar, tidak saja terhadap
pertumbuhan dan kesehatan jasmani manusia, melainkan juga terhadap
perkembangan jiwa, pikiran dan tingkah laku seseorang. Hal ini ditegaskan oleh
seorang ulama kontemporer; Syaikh Taqi Falsafi, dalam bukunya Child berween
Heredity and Education, yaitu : pengaruh dari campuran (senyawa) kimiawi yg
dikandung oleh makanan terhadap aktivitas jiwa dan pikiran manusia belum diketahui
secara sempurna, karena belum diadakan eksperimen secara memadai.

b) Iklim

Iklim atau keadaan cuaca juga berpengaruh terhadap perkembangan dan kehidupan
anak. Seseorang yang hidup dalam iklim tropis yang kaya raya misalnya, akan terlihat
jiwanya lebih tenang, lebih “ nrimo ”, dibandingkan dengan seseorang yang tidak “
sekeras ” di iklim dingin, sehingga perjuangan hidupnya pun cenderung lebih santai.

c) Kebudayaan

Latar belakang budaya suatu bangsa sedikit banyak juga mempengaruhi


perkembangan seseorang. Misalnya latar belakang budaya desa, keadaan jiwanya
masih murni, masih yakin akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan, akan terlihat lebih
tenang, karena jiwanya masih berada dalam lingkungan kultur, kebudayaan bangsa
sendiri yang mengandung petunjuk-petunjuk dan falsafah yang diramu dari
pandangan hidup keagamaan. Lain halnya dengan seseorang yang hidup dalam
kebudayaan kota yang sudah dipengaruhi oleh kebudayaan asing.

d)Ekonomi

Latar belakang ekonomi juga berpengaruh terhadap perkembangan anak. Mereka


menderita kekurangan-kekurangan secara ekonomis, sehingga menghambat
pertumbuhan jasmani dan perkembangan jiwa anak-anaknya. Bahkan tidak jarang
tekanan ekonomi mengakibatkan pada tekanan jiwa, yang pada gilirannya
menimbulkan konflik antara ibu dan bapak, antara anak dan orangtua, sehingga
melahirkan rasa rendah diri pada anak.

e)Kedudukan Anak Dalam Lingkungan Keluarga

Kedudukan anak dalam lingkungan keluarga juga mempengaruhi perkembangannya.


Bila anak itu merupakan anak tunggal, biasanya perhatian orangtua tercurah
kepadanya, sehingga ia cenderung memiliki sifat-sifat seperti : manja, kurang bisa
bergaul dengan teman-teman sebayanya, menarik perhatian dengan cara kekanak-
kanakan, dan sebagainya. Sebaliknya, anak yang mempunyai banyak saudara, jelas
orangtua akan sibuk membagi perharian terhadap saudara-saudaranya itu. Oleh sebab
itu anak kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya dalam suatu keluarga menunjukan
perkembangan yang lebih cepat dibandingkan dengan anak yang pertama, hal ini
dimungkinkan karena anak-anak yang lebih muda akan banyak meniru dan belajar
dari kakak-kakaknya.

Faktor-faktor Umum

Faktor-faktor umum maksudnya unsur-unsur yang dapat digolongkan ke dalam dua


penggolongan , yaitu faktor dari dalam dan dari luar diri individu. Diantara faktor-
faktor umum yang mempengaruhi perkembangan individu adalah :

a. Intelegensi

Intelegensi merupakan salah satu faktor umum yang mempengaruhi perkembangan


anak. Tingkat intelegensi yang tinggi erat kaitannya dengan kecepatan
perkembangan. Sedangkan tingkat intelegensi yang rendah erat kaintannya dengan
kelambanan perkembangan.
b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin juga memegang peranan penting dalam perkembangan fisik dan mental
seorang anak.

c. Kelenjar Gondok

Penelitian dalam bidang endocrinologi menunjukkan betapa pentingnya peranan yang


dimainkan oleh kelenjar gondok terhadap perkembangan fisik dan mental anak-anak.
Kelenjar gondok ini mempengaruhi perkembangan baik dalam waktu sebelum lahir,
maupun pada pertumbuhan dan perkembangan sesudahnya.

d. Kesehatan

Kesehatan juga merupakan salah satu faktor umum yang mempengaruhi


perkembangan individu. Mereka yang kesehatan mental dan fisiknya baik dan
sempurna akan mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang memadai.
Sebaliknya, mereka yang mengalami gangguan kesehatan, baik secara mental
maupun fisik, perkembangan dan pertumbuhannya juga akan mengalami hambatan.

e. Ras

Ras juga turut mempengaruhi perkembangan seseorang. Misalnya, anak-anak dari


ras mediterranean ( sekitar laut tengah ) mengalami perkembangan fisik lebih cepat
dibandingkan dengan anak-anak dari bangsa-bangsa Eropa Utara. Demikian juga
anak-anak Negro dan ras Indian, ternyata perkembangannya lebih cepat dibandingkan
dengan anak-anak dari ras bangsa-bangsa yang berkulit putih dan kuning.

f. Karakteristik Umum Perkembangan Peserta Didik

Secara garis besarnya aspek-aspek perkembang meliputi : perkembangan fisik-


motorik dan otak, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosioemosional.
Masing-masing aspek perkembangan dihubungkan dengan pendidikan, sehingga para
guru diharapkan mampu memberikan layanan pendidikan atau menggunakan straregi
pembelajaran yang relevan dengan karakteristik perkembangan tersebut.
g. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar ( SD )

Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah adalah 6 tahun dan selesai pada usia
12 tahun. Kalau mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, berarti anak
usia sekolah berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah (
6-9 ), dan masa kanak-kanak akhir ( 10-12 ).

Menurut Havighurst, tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi :

 Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas


fisik.
 Membina hidup sehat.
 Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok.
 Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin.
 Belajar membaca,  menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam
masyarakat.
 Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif.
 Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai.
 Mencapai kemandirian pribadi.

Dalam upaya mencapai setiap tugas perkembangan tersebut, guru dituntut untuk
memberikan bantuan berupa :

 menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik.


 Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk belajar,
 bergaul dan bekerja dengan teman sebaya, sehingga kepribadian sosialnya
berkembang. Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan
pengalaman yang konkret atau
 langsung dalam membangun konsep.
 Melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai-nilai, sehingga
siswa mampu
 menentukan pilihan yang stabil dan menjadi pegangan bagi dirinya.
Karakteristik Anak Usia Sekolah Menengah ( SMP )

Terdapat sejumlah karakteristik yang menonjol pada anak usia SMP ini, yaitu :

 Terjadinya ketidakseimbangan proporsi tingi dan berat badan.


 Mulai timbulnya ciri-ciri seks sekunder.
 Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan menyendiri dengan keinginan,
serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan
bantuan dari orangtua.
 Senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika atau norma dengan
kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.
 Mulai mempertanyakan secara skeptik mengenai eksistensi dan sifat
kemurahan dan keadilan Tuhan.
 Reaksi dan ekspresi emosi masih labil.
 Mulai mengembagkan standar dan harapan terhadap perilaku diri sendiri yang
sesuai dengan dunia sosial.
 Kecenderungan minat dan pilahan karir reklatif sudah lebih jelas.

Adanya karakteristik anak usia sekolah menengah yang demikian, maka guru
diharapkan untuk :

 Menerapkan model pembelajaran yang memisahkan siswa pria dan wanita


ketika membahas topik-topik yang berkenaan dengan anatomi dan fisiologi.
 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan hobi dan minatnya
melalui kegiatan-kegiatan yang positif.
 Menerapkan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan perbedaan
individual atau kelompok kecil.
 Meningkat kerja sama dengan orangtua dan masyarakat untuk
mengembangkan potensi siswa.
 Tampil menjadi teladan yang baik bagi siswa.
 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bertanggungjawab.
Karakteristik Anak Usia Remaja ( SMP/SMA )

Masa remaja  ( 12-21 tahun ) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-
anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa
pencarian jati diri ( ego identity ). Masa remaja ditandati dengan sejumlah
karakteristik penting, yaitu :

 Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya.


 Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa
yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
 Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif.
 Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.
 Memilih dan mempersiapkan karir di masa depan sesuai dengan minat dan
kemampuannya.
 Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan
memiliki anak.
 Mengembangkan kerampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan
sebagai warga negara.
 Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.
 Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoaman dalam
bertingkah laku.
 Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas.

Berbagai karakteristik perkembangan masa remaja tersebut, menuntut adanya


pelayanan pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat dilakukan
guru, diantaranya :

 Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi,


bahaya penyimpangan seksual dan penyalahgunaan narkotika.
 Membantu siswa mengembangkan sikap apresiatif terhadap postur tubh atau
kondisi dirinya.
 Menyediakan fasilitas yang memungkinkan sisiwa mengembangkan
keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakatnya, seperti sarana olahraga,
kesenian, dan sebagainya.
 Memberikan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan memecahkan
masalah dan mengambil keputusan.
 Melatih siswa mengembangkan resiliensi, kemampuan bertahan dalam
kondisi sulit dan penuh godaan.
 Menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berpikir
ktitis, reglektif, dan posititf.
 Membangun siswa mengembangkan etos kerja yang tinggi dan sikap
wiraswasta.
 Memupuk semangat keberagaman siswa melalui pembelajaran agama teruka
dan lebih toleran.
 Menjalin gubungan yang harmonis dengan siswa, dan bersedia mendengarkan
segala kuluhan dan problem yang dihadapinya.
BAB III

TEORI PERKEMBNGAN

1.. Teori Perkembangan Kognitif Plaget.

       Piaget adalah seorang tokoh  psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya.  Menurut Piaget,
perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang
didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf.  Dengan makin
bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan
makin meningkat pula kemampuannya.

     Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi


biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-
perubahan kualitatif didalam struktur kognitifnya.  Piaget tidak melihat
perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif.  Ia
menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan metal anak yang berbeda usia akan
berbeda pula secara kualitatif.

      Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap
perkembangannya sesuai dengan umurnya.  Pola dan tahap-tahap ini bersifat
hirarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat
belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya.  Piaget membagi tahap-tahap
perkembangan kognitif ini menjadi empat, yaitu :

a. Tahap sensorimotor (umur 0 - 2 tahun)

      Tahap Sensorimotor menurut Piaget dimulai sejak umur 0 sampai 2 tahun.
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang
sederhana.  Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan
langkah demi langkah.  Kemampuan yang dimiliki antara lain :

1.      Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di


sekitarnya.

2.      Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.

3.      Suka memperhatikan sesuat lebih lama.

4.      Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.


5.      Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.

b.      Tahap preoperasional (umur 2 - 7/8 tahun)

      Piaget mengatakan tahap ini antara usia 2 - 7/8 tahun. Ciri pokok perkembangan
pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai
berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu
preoperasional dan intuitif.

       Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam


mengembangkan konsep nya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi
kesalahan dalam memahami objek. Karakteristik tahap ini adalah:

1. Self counter nya sangat menonjol.


2. Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan
mencolok.
3. Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria
yang benar.
4. Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan
perbedaan antara deretan.

c.       Tahap operasional konkret (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)

      Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan
aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan. 
Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda
yang bersifat konkret. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi
objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya.  Karenanya kegiatan ini memerlukan
proses transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif. 
Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat
berpikir dengan menggunakan model "kemungkinan" dalam melakukan kegiatan
tertentu.  Ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya.  Anak mampu
menangani sistem klasifikasi.

       Sungguhpun anak telah dapat melakukan pengklasifikasian, pengelompokan dan


pengaturan masalah (ordering problems) ia tidak sepenuhnya menyadari adanya
prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.  Namun taraf berpikirnya sudah dapat
dikatakan maju.  Anak sudah tidak memusatkan diri padakarakteristik
perseptual pasif.  Untuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu diberi
gambaran konkret, sehingga ia mampu menelaah persoalan.  Sungguhpun demikian
anak usia 7-12 tahun masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.

d.      Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)

      Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir
abstrak dan logis dengan  menggunakan pola berpikir "kemungkinan".  Model
berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive dan inductive sudah mulai dimiliki
anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan
hipotesa.  Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat :

 Bekerja secara efektif dan sistematis.

     Menganalisis secara kombinasi.  Dengan demikian telah diberikan dua


kemungkinan penyebabnya, C1 dan C2 menghasilkan R, anak  dapat merumuskan
beberapa kemungkinan.

 Berpikir secara proporsional, yakni menentukan macam-macam proporsional


tentang C1, C2 dan R misalnya.

       Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi.  Pada tahap ini mula-
mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal operations paling
lambat pada usia 15 tahun.  Tetapi berdasarkan penelitian maupun studi selanjutnya
menemukan bahwa banyak siswa bahkan mahasiswa walaupun usianya telah
melampaui, belum dapat melakukan formal operation.

       Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu akan
berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap
preoperasional, dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap
operasional konkret, bahkan dengan mereka yang sudah berada pada tahap
operasional formal.  Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif
seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya.  Guru
seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif pada muridnya agar
dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajarannya sesuai dengan tahap-
tahap tersebut.  Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak sesuai dengan
kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.
2.. Teori Psikonalitik Freud.

     Teori Freud mengenai kepribadian dapat diiktisarkan dalam rangka struktur,


dinamika dan perkembangan kepribadian.

Menurut Freud kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu:

1.  Id yaitu aspek biologis,

2.  Ego yaitu aspek psikologis,

3.  Super ego yaitu aspek sosiologis.

      Ketiga aspek itu masing-masing mempunyai fungsi, komponen, sifat, prinsip
kerja, dinamika sendiri-sendiri, mamun ketiganya berhubungan ddengan rapatnya
sehingga tidak mungkin memisahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia,
tingkah laku selalu merupahan hasil kerjasama dari ketiga aspek itu.

1.      Id

     Aspek ini adalah aspek biologis dan merupakan sistem yang original di dalam
kepribadian,  aspek inilah aspek yang lainnya tumbuh, Freud menyebutnya juga
realitas psikis yang sebenar-benarnya (“The True Psychic Reality”), oleh karena Id
merupakan dunia batin manusia atau subyektif, dan tidak mempunyai hubungan
langsung dengan dunia obyektif. Id berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir (unsur
biologis), termasuk instink, dan Id merupakan “reservior” energi psikis yang
menggerakkan Ego dan Super Ego. Energi psikis di dalam Id itu dapat meningkat
oleh karena perangsang, baik perangsang dari luar maupun perangsang dari dalam.
Apabila energi meningkat, yang berarti ada tegangan, segeralah Id mereduksikan
energi itu untuk menghilangkan rasa tidak enak itu. Menjadi pedoman dalam
berfungsinya Id ialah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan,
pedoman ini disebut “Prinsip Kenikmatan” atau “Prinsip Keenekan” (Lust Prinzip,
the Pleasurre Principle). Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai
kenikmatan iti Id mempunyai dua cara (alat proses), yaitu:

(a)    Refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti bersin, berkedip, dan sebagainya;

(b)   Proses primer (Primair Vorgang),misalnya orang lapar membayangkan makanan

     Akan tetapi jelas bahwa cara “ada” yang demikian itu tidak memenuhi kebutuhan,
orang yang lapar tidak akan menjadi kenyang dengan membayangkan makanan.
Karena itu maka perlulah adanya sistem lain yang menghubungkan pribadi dengan
dunia objektif.
2.      Ego

      Aspek ini adalah aspek psikologis daripada kepribadian dan timbul karena
kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan
(Realitat). Orang lapar mesi perlu makan untuk menghilangkan tegangan yang ada
dalam dirinya, ini berarti bahwa organisme harus dapat membedakan antara khayalan
tentang dan kenyataan tentang makanan. Disinilah letak perbedaan antara Id dan Ego,
yaitu kalau Id hanya mengenal dunia batin maka Ego dapat membedakan suatu yang
hanya ada dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar.

      Dalam fungsinya Ego berpegang pada “Prinsip Kenyataan” atau “Prinsip
Realitas” (Realitatsprinzip, the reality principle) tujuannya ialah mencari objek yang
tepat (serasi)untuk mereduksikan tegangan yang timbul dalam organisme dan beraksi
dengan sekunder (Sekundar Vorgang, secondary process) adalah proses berfikir
realistis, dengan mempergunakan proses sekunder Id merumuskan suatu rencana
untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya (biasanya dengan sesuatu tindakan)
untuk mengetahui apakah rrencana itu berhasil atau tidak. Misal: orang lapar
merencanakan dimana dia dapat makan, lalu pergi ketempat tersebut untuk
mengetahui apakah rencana tersebut berhasil (cocok dengan realitas) atau tidak.
Perbuatan ini secara teknis disebut Reality Testing.

      Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, oleh karena Ego
ini mengontrol jalan-jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat
dipenuhi serta cara-cara memenuhinya, serta memilih obyek-obyek yang dapat
memenuhi kebutuhan, dalam menjalankan fungsi ini seringkali Ego harus
mempersatukan pertentangan-pertentangan antara Id dan Super Egodan dunia luar.
Namun harus selalu diingat, bahwa Ego adalah drivat dari Id dan bukan untuk
merintanginya, peran utamanya ialah menjadi perantara antara kebutuhan-kebutuhan
instinktif dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan adanya organisme.

3.      Super Ego

      Adalah aspek sosiologi kepribadian, wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-
cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan oran tua kepada anaknya. Yang diajarkan
dengan berbagai perintah dan larangan. Super Ego merupakan kesempurnaan
daripada kesenangan, karena Super Ego dapat dianggap sebagai aspek moral
kepribadian. Fungsi pokoknya ialah menentukan apakah sesuatu benar atau salah,
pantas atau tidak, denagn demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral
masyarakat.
      Super Ego diinternalisasikan dalam perkembangan anak sebagai response
terhadap hadiah dan hukuman yang diberikan oleh oran tua). Dengan maksud
mendapatkan hadiah dan menghindari hukuman anak mengatur tingkah lakunya
sesuai dengan garis-garis yang dikehendaki oleh orang tuanya. Apaun juga yang
dikatakan sebagai tidak baik dan bersifat menghukum akan cenderung untuk menjadi
“Conscentia” anak, apapun juga yang disetujui dan membawa hadiah cenderung
untuk menjadi Ego Ideal anak. Mekanisme yang menyatukan sistem tersebut kepada
pribadi disebutIntrojeksi.  Super Ego berisi dua hal yaitu Conscentia adalah
menghukum anak dengan memberikan rasa dosa dan Id Ideal adalah menghadiahi
orang dengan rasa bangga akan dirinya. Terbentuknya Super Ego ini maka kontrol
terhadap tingkah laku yang dulunya dilakukan oleh oran tuanya menjadi dilakukan
oleh dirinya sendiri, moral yang dulunya heteronom lalu menjadi otonom.

Fungsi pokok Super Ego itu dapat dilihat dapal hubungan dengan ketiga aspek
kepribadian yaitu:

(a)    Merintangi impuls-impuls Id, terutama impuls seksual dan agresif yang
pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat;

(b)   Mendorong Ego untuk lebih mengerjar hal-hal yang moralistis daripada realistis;

(c)    Mengejar kesempurnaan.

     Super Ego adalah untuk menentang baik Ego maupun Id dan membuat dunia
menurut konsepsi yang ideal. Demikianlah kepribadian menurut Freud, terdiri atas
tiga aspek. Dalam keadaan biasa ketiga sistem itu bekerja sama dengan diatur oleh
Ego, kepribadian berfungsi sebagai kesatuan.

3.. Teori Psikoanalitik Erikson.

      Eric Erikson mengembangkan teori psikososial sebagai pengembangan teori


psikoanalisis dari Freud. Di dalam teori psikososial disebutkan bahwa tahap
perkembangan individu selama siklus hidupnya, dibentuk oleh pengaruh sosial yang
berinteraksi dengan individu yang menjadi matang secara fisik dan psikologis. Secara
umum inti dari teorinya adalah :

1.      Perkembangan emosional sejajar dengan pertumbuhan fisik.

2.      Adanya interaksi antara pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologis.


3.      Adanya keteraturan yang sama antara pertumbuhan fisik dan perkembangan
psikologis.

4.      Dalam menuju kedewasaan, perkembangan psikologis, biologis, dan sosial akan


menyatu.

5.      Pada setiap saat anak adalah gabungan dari organisme, ego, dan makhluk sosial.

6.      Perkembangan manusia dari sejak lahir hingga akhir hayat dibagi dalam 8 fase,
dengan tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan pada setiap fase.

Prinsip – prinsip pertumbuhan dan perkembangan :

1. Tumbang manusia akna berjalan sesuai dengan yang diprediksikan, berkelanjutan


dan berurutan.

2. Tumbang neuromuskular mengikuti / sesuai dengan pola cephalo-caudal atau


proximodistal

3. Setiap perkembangan terkini adalah diyakini sebagai tanda telah selesainya tugas
perkembangan yang sebelumnya, dan sebagai dasar untuk mengembangankan
keahlian baru.

4. Tumbang mungkin untuk sementara akan gagal atau menurun selama periode
kritis.

5. Pola tumbang setiap individu berbeda tergantung genetik. Lingkungan yang


mempengaruhi selama masa kritis

     Teori perkembangan yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori
yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Erik erikson menyimpulkan bahwa
perkembangan anak itu mengalami delapan tahap dan setiap tahapnya menawarkan
potensi kemajuan dan potensi kemunduran ( Human Development;1978). 

     Teori Erikson dikatakan juga sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena
didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya sangat
representatif dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang
merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia. Kedua,
menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap
perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga/terakhir adalah
menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan
pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan
kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan.
      Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari
mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna
memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman
modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk
menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan,
baik anak, dewasa, maupun lansia.

      Delapan tahap/fase perkembangan menurut Erikson memiliki ciri utama setiap


tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifat sosial, yang
berjalan melalui krisis diantara dua polaritas.

Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel


berikut ini :

1.      Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)

     Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust-mistrust. Perilaku bayi


didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di
sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap
asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis
bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada
orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing,
perlakuan asing dan sebagainya.Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali
bayi menangis.

2.      Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu

     Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya


kecenderungan autonomy-shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu
anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum
dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai
memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta
pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.

3.      Inisiatif vs Kesalahan

     Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative-


guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-
kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena
kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan
untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
4.      Kerajinan vs Inferioritas

    Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry-inferiority.


Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat
aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui
dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena
keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia
menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini
dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.

5.      Identitas vs Kekacauan Identitas

     Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa
puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence) ditandai
adanya kecenderungan identity-Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah
kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang
dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-
ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri
ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak
jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan.
Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh
rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara
kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka
sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.

6.      Keintiman vs Isolasi

     Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan
memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-
30 tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya
kecenderungan intimacy-isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki
ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok
sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim
hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul
dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan
kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.

7.      Generativitas vs Stagnasi

     Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh
orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Masa Dewasa (Adulthood)
ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya
masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan
segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak,
sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan
individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu
dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk
mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.

8.      Integritas vs Keputusasaan

     Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh
orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Masa hari tua (Senescence)
ditandai adanya kecenderungan ego integrity-despair. Pada masa ini individu telah
memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya
telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan
oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan
atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali
kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa.
Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena
usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali
menghantuinya.

4.. Teori Perkembangan Belajar Sosial.

      Teori belajar sosial dikembangkan oleh bandura, yang menyatakan bahwa orang
belajar dari satu sama lain, melalui pengamatan, peniruan, dan modeling. Kemudian
akan diterapkan/ditiru. Penerapan akan diulangi jika mendapat penghargaan. Dan
tidak akan diulangi jika mendapat hukuman. Teori pembelajaran sosial menekankan
pada:

1. Observational Learning (belajar dari hasil pengamatan) atau modeling. Yaitu


belajar dengan menggunakan model atau secara langsung.

2. Self-regulation (regulasi diri). Yaitu pengaturan diri, dengan cara mengontrol


tingkah laku kita sendiri.

3. Self-efficacy (Efikasi diri) Efikasi diri adalah sejauh mana kita mampu mencapai
sesuatu. Efikasi diri tumbuh dari keberhasilan-keberhasilan yang pernah dilakukan.
4. Reciprocal Determinism (Faktor-faktor Hubungan Timbal Balik) Kepribadian
dianggap sebagai interaksi antara tiga komponen, yaitu: lingkungan, perilaku, dan
proses psikologis seseorang.

5. Vicarious Reinforcement Vicarious reinforcement yaitu menandai ketika pengamat


meningkatkan perilaku terhadap sesuatu yang pernah ia lihat dari orang lain. Akibat
positif pengamatan yaitu bisa membantu memperbaiki perilaku yang kurang baik.

5.. Teori Pemprosesan Informasi.

      Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang
menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan
dari tak (Slavin, 2000: 175). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh
sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu
perlu menerapkan suatu strategi belajar tertentu yang dapat memudahkan semua
informasi diproses di dalam otak melalui beberapa indera.

       Komponen pertama dari sistem memori yang dijumpai oleh informasi yang
masuk adalah registrasi penginderaan. Registrasi penginderaan menerima sejumlah
besar informasi dari indera dan menyimpannya dalam waktu yang sangat singkat,
tidak lebih dari dua detik. Bila tidak terjadi suatu proses terhadap informasi yang
disimpan dalam register penginderaan, maka dengan cepat informasi itu akan hilang.

       Keberadaan register penginderaan mempunyai dua implikasi penting dalam


pendidikan. Pertama, orang harus menaruh perhatian pada suatu informasi bila
informasi itu harus diingat. Kedua, seseorang memerlukan waktu untuk membawa
semua informasi yang dilihat dalam waktu singkat masuk ke dalam kesadaran,
(Slavin, 2000: 176).

       Interpretasi seseorang terhadap rangsangan dikatakan sebagai persepsi. Persepsi


dari stimulus tidak langsung seperti penerimaan stimulus, karena persepsi
dipengaruhi status mental, pengalaman masa lalu, pengetahuan, motivasi, dan banyak
faktor lain.

       Informasi yang dipersepsi seseorang dan mendapat perhatian, akan ditransfer ke
komponen kedua dari sistem memori, yaitu memori jangka pendek. Memori jangka
pendek adalah sistem penyimpanan informasi dalam jumlah terbatas hanya dalam
beberapa detik. Satu cara untuk menyimpan informasi dalam memori jangka pendek
adalah memikirkan tentang informasi itu atau mengungkapkannya berkali-kali. Guru
mengalokasikan waktu untuk pengulangan selama mengajar.
       Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori tempat
menyimpan informasi untuk periode panjang. Tulving (1993) dalam (Slavin, 2000:
181) membagi memori jangka panjang menjadi tiga bagian, yaitu memori episodik,
yaitu bagian memori jangka panjang yang menyimpan gambaran dari pengalaman-
pangalaman pribadi kita, memori semantik, yaitu suatu bagian dari memori jangka
panjang yang menyimpan fakta dan pengetahuan umum, dan memori prosedural
adalah memori yang menyimpan informasi tentang bagaimana melakukan sesuatu.

6.. Teori Perkembangan Perseptual Gibson.

       Dalam psikologi Gibsonian, konsep eksplorasi sebagai aspek penting dari
persepsi. Gibson menyamakan persepsi terhadap aktivitas, atau keterampilan aktif
yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang lingkungan. Gibson
mengatakan bahwa persepsi aktif, bukan pasif. Dalam hal ini eksplorasi, tidak hanya
menerima eksplorasi gerakan mata, kepala, dan bahkan eksplorasi lokomotor dalam
pemikiran mungkin sekitar semua sebagai sebuah pencarian untuk informasi lebih
lanjut.

       Secara tradisional, persepsi telah dianalisis dalam hal versus proksimal


rangsangan distal. Artinya, foton distal merangsang fotoreseptor retina proksimal,
pikiran menafsirkan informasi ini. Kerangka alternatif yang diusulkan Gibson
berusaha untuk menganalisis stimulus yang merangsang organisme, bukan retina.
Dengan demikian, psikologi Gibsonian berusaha untuk menjelaskan persepsi dalam
hal suatu organisme aktif menjelajahi lingkungan dan mendapatkan informasi tentang
kata lingkungan untuk tujuan evolusi, sebagai lawan menjadi responden pasif hanya
terhadap rangsangan fisik memukul retina.

        Lingkungan terdiri dari semacam reservoir stimulus mungkin bagi kedua
persepsi dan tindakan, cahaya, panas, suara, gravitasi, dan kontak potensial dengan
benda-benda yang mengelilingi individu lautan energi telah variabel pola dan urutan
yang dapat didaftarkan oleh organ akal. Gibson mengusulkan bahwa perbedaan
mendasar tidak antara tingkat yang berbeda atau bentuk stimulus dalam persepsi,
melainkan antara mode aktivitas perilaku sukarela / persepsi versus stimulasi
memaksakan.

        Perbedaan berada di bekas rangsangan diperoleh oleh organisme aktif pada
tingkat fungsional. Gibson yakin bahwa persepsi adalah cara dimana pengamat tetap
berhubungan dengan hal-hal berharga sekitar mereka sehingga menyebabkan
penolakan, bukan hanya dari behaviorisme, tetapi teori penyebab persepsi juga. Dia
datang untuk mempertimbangkan persepsi kegiatan individu termotivasi, bukan hasil
dari sebab-sebab fisik menimpa tubuh yang di dalamnya pikiran terjebak.

 Berikut ini akan dijelaskan perkembangan persepsi menurut Gibson, yaitu :

A.     The perception of the Visual World (Persepsi awal tentang Dunia Visual)

        Persepsi ini menjelaskan tentang ide persepsi langsung dari lingkungan di sekitar
kita. Gibson menentang respon psikologi ini, pertama-tama dengan menggunakan
metodologi penelitian dualisme, dan kedua, dengan mengedalilkan kerangka teoritis
untuk hasil penelitiannya. Dalam karya klasiknya, Persepsi Dunia Visual (1950), ia
menolak teori behaviorisme dan pendekatan klasik dan orang lain yaitu persepsi
untuk melihat berdasarkan karya eksperimental teorinya memelopori gagasan bahwa
sampel pengamat informasi dari dunia visual luar menggunakan sistem perseptual
aktif bukan pasif, dan menerima masukan melalui mereka indera dan kemudian
memproses input ini untuk mendapatkan sebuah konstruksi dunia. Bagi Gibson, dunia
itu berisi invarian informasi yang dapat diakses secara langsung ke sistem persepsi
manusia dan hewan yang menyesuaikan diri untuk mengambil informasi ini melalui
persepsi langsung.

        Dalam hal persepsi visual, beberapa orang benar-benar dapat melihat perubahan
persepsi dalam mata batin mereka. The esemplastic alam telah ditunjukkan oleh
percobaan sebuahgambar ambigu memiliki beberapa interpretasi pada tingkat
persepsi. Salah satu objek dapat menimbulkan banyak persepsi. Masalah ini berasal
dari kenyataan bahwa manusia tidak dapat memahami informasi baru, tanpa
kebiasaan yang melekat pada pengetahuanmereka sebelumnya. Dengan pengetahuan
seseorang dapat  menciptakan realitas ataukebenaran, karena manusia hanya dapat
memikirkan hal yang telah terbuka.

        Ketika melihat obyek tanpa pemahaman, pikiran akan  mencoba untuk meraih
sesuatu yang sudah dilihatnya. Hal itu paling erat hubungannya dengan pengalaman
asing dari masa lalu kita, membentuk apa yang kita lihat, ketika kita melihat hal-hal
yang tidak kita pahami. Ambiguitas persepsi tidak terbatas pada visi. Sebagai contoh,
baru-baru ini menyentuh persepsi penelitian Robles De La Torre & Hayward 2001
menemukan bahwa kinesthesiaberdasarkan persepsi haptic sangat bergantung pada
kekuatan alami selama sentuh. Teori kognitif persepsi menganggap ada
kemiskinanstimulus. Dengan mengacu pada persepsi klaim,sensasi datang dengan
sendirinya, tidak mampu memberikan deskripsi yang unik di dunia. Sensasi
membutuhkan peran model mental dari seseorang.
B.     The Senses Considered as Perceptual System (Indra yang dianggap sebagai
Sistem perceptual)

         Persepsi isi menyajikan jenis yang ada di lingkungan sebagai asal persepsi.
Selama seperempat abad ini, Gibson memuat tulisan yang signifikan banyak bersama
dengan istrinya, Eleanor J. Gibson. Mereka menolak penjelasan persepsi melalui
Behavioristik asumsi bahwa asosiasi stimulusrespons account untuk semua bentuk
pembelajaran, termasuk pembelajaran persepsi. Mereka berpendapat bahwa belajar
adalah persepsi yang melihat lebih banyak kualitas untuk membedakan stimulus di
lingkungan, bahwa pandangan itu adalah akuisisi baru, lebih berbeda, ada tanggapan
yang berkaitan dengan stimulus.

         Gibson mempelajari persepsi yang terdiri dari 2 variabel, yaitu menanggapi
rangsangan fisik yang sebelumnya tidak menanggapi. Serta belajar yang seharusnya
selalu menjadi bahan perbaikan untuk berhubungan dekat dengan lingkungan. Gibson
menyajikan teori persepsinya dalam The Senses Considered as Perceptual
System (1966). Hal ini dimulai dengan seluruh organisme yang perseptor, ia dimulai
dengan lingkungan yang akan dirasakan. Jadi, munculnya pertanyaan-pertanyaan
tidak karena perseptor construct dunia dari input sesorik dan pengalaman masa lalu,
melainkan informasi apa yang langsung tersedia di lingkungan ketika seseorang atau
hewan berinteraksi dengannya.

          Gibson menyarankan bahwa sistem persepsi yang peka terhadap invariants dan
variabel dalam lingkungan secara aktif mencari melalui interaksi. Bagi Gibson,
lingkungan berisi informasi yang obyektif, yang memungkinkan pengakuan atas sifat
permukaan, benda. Kritis dengan model Gibson adalah persepsi yang merupakan
proses aktif, melibatkan gerakan. Invariants inilah yang memungkinkan pengamat
untuk melihat lingkungan dan objek di dalamnya, dan invariants ini adalah bagian
dari lingkungan sehingga persepsi tidak hanya secara langsung tetapi pandangan
dunia yang akurat.

          Gibson menolak pendekatan tradisional yang secara alami, melainkan bahwa
obyek persepsi dalam diri berarti makna tambahan melalui proses mental yang lebih
tinggi seperti kognisi atau memori. Pendekatan Gibson sangat berbeda. Ia
berargumen bahwa makna eksternal untuk perseptor terletak pada apa yang diamati
oleh  lingkungan.
C.     The Ecological Approach to VisualPerception (Pendekatan ekologis untuk
Visual Persepsi)

         Selama beberapa tahun terakhir, banyak peneliti perkembangan perseptual pada
bayi yang dituntun oleh pandangan ekologi dari Eleanor dan James J. Gibson.
Persepsi ini mencerminkan perkembangan pemikiran dan penekanan pada makna
melalui interaksi antara persepsi dan tindakan, affordances lingkungan hidup. Gibson
menggunakan pendekatan ekologi untuk persepsi, yang didasarkan pada interaksi
antara pengamat dan lingkungan. Beliau menciptakan istilah affordance yang berarti
kemungkinan interaktif dari suatu obyek atau lingkungan tertentu. Konsep ini telah
banyak memberikan pengaruh dalam bidang desain dan ergonomis, serta bekerja
dalam konteks interaksi antar manusia-mesin.

        Gibson mengatakan bahwa kita tidak harus mengambil sebagian data dari
sensasi dan membuat gambaran dalam pikiran kita. Untuk sistem perseptual kita
dapat memilih dari informasi yang banyak disediakan oleh lingkungan. Menurut
pandangan ekologi Gibson, kita secara langsung mempersepsikan informasi yang ada
di dunia sekitar kita. Persepsi membuat kita memiliki hubungan dengan lingkungan
untuk berinteraksi dan beradaptasi terhadap lingkungan tersebut. Persepsi dibuat
untuk tindakan. Persepsi memberi orang informasi tentang cara atau tindakan-
tindakan yang harus dilakukan oleh seseorang dalam kehidupannya.

         Persepsi ekologi pendekatan James J. Gibson menolak asumsi kemiskinan


stimulusdengan menolak gagasan bahwa persepsi berbasis sensasi. Ia menyelidiki
informasi apa yang sebenarnya disajikan kepada sistem persepsi. Dia dan para
psikolog yang bekerja di dalam memikirkan bagaimana dunia bisa ditetapkan
mengeksplorasi melalui proyeksi yang sah dari informasi tentang dunia. Spesifikasi
merupakan pemetaan 1:1 dari beberapa aspek dunia ke dalam persepsi diberikan
seperti pemetaan, pengayaan tidak diperlukan dan persepsi adalah persepsi langsung.

         Salah satu eksperimen psikologi klasik menunjukkan waktu reaksi jawaban
lebih lambat dan kurang akurat ketika setumpuk kartu bermain dibalik
warna sesuai simbol untuk beberapa kartu (misalnya sekop merah dan hati hitam).
Terdapat juga bukti bahwa otak dalam beberapa hal beroperasi pada sedikit
keterlambatan, untuk memungkinkan impuls saraf dari bagian tubuh yang jauh yang
akan diintegrasikan ke dalam sinyal simultan.

         Pemahaman ekologi persepsi yang berasal dari Gibson karya awal


adalah persepsi in action, pengertian bahwa persepsi adalah properti syarat tindakan
bernyawa. Tanpa persepsi tindakan akan berjalan, dan tanpa persepsi tindakan tidak
akan bermanfaat. Animasi tindakan membutuhkan baik persepsi dan gerak, dan
persepsi dan gerakan dapat digambarkan sebagai dua sisi mata uang yang sama, koin
adalah tindakan. Gibson bekerja dari asumsi tersebut, bahwa entitas tunggal, yang ia
sebut invarian, sudah ada di dunia nyata dan bahwa semua proses persepsi ini adalah
untuk rumah di atas mereka.

         Pandangan yang dikenal sebagaikonstruktivisme (yang dimiliki oleh filsuf


seperti Ernst von Glasersfeld ) menganggap penyesuaian terus-menerus persepsi dan
tindakan untuk input eksternal sebagai tepat apa merupakan entitas, yang karenanya
jauh dari invarian sedang. Glasersfeld menganggap sebuah invarian sebagai target
yang harus ada dan kebutuhan pragmatis untuk memungkinkan suatu langkah awal
pemahaman akan didirikan sebelum memperbarui bahwa pernyataan bertujuan untuk
mencapai invarian tidak dan tidak perlu mewakili aktualitas. Teori konstruksionis
sosial sehingga memungkinkan untuk penyesuaian evolusi yg diperlukan.

7.. Teori Perkembangan Perseptual Vygotsky

        Teori Vygotsky menentang gagasan-gagasan Piaget tentang bahasa dan


pemikiran. Vygotsky menyatakan bahwa bahasa, bahkan dalam bentuknya yang
paling awal, adalah berbasis sosial, sementara Piaget menekankan pada percakapan
anak-anak yang bersifar egosentris dan berorientasi nonsosial. Anak-anak berbicara
kepada diri mereka untuk mengatur perilakunya dan untuk mengarahkan diri mereka.
Sebaliknya, Piaget menekankan bahwa percakapan anak kecil yang egosentris
mencerminkan ketidakmatangan sosial dan kognitif mereka. 

        Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep
melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih maju
dan berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan
mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.

        Selain teori Vygotsky diatas, Vygotsky juga mempuyai teori yang lain yaitu
tentang “scaffolding”. Scaffolding adalah memberikan bantuan yang besar kepada
seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi
bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut untuk
mengerjakan pekerjaannya sendiri dan mengambil alih tanggung jawab pekerjaan itu.
Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan
menguraikan masalah kedalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.

Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu: 


1. Menghendaki setting kelas kooperaif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan
saling     memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efekif dalam
masng-masing zone of proximal development mereka.

2. Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran dalam menekankan scaffolding. Jadi


teori belajar vigotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai
dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif
terjadi interaktif social yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa
dengan guru dalam usaha menemukan konsep-konsep danpemecahan masalah.
PRINSIP DAN FAKTOR PPD

PRINSIP – PRINSIP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

PENDAHULUAN
Peserta didik khususnya anak sekolah dasar merupakan individu yang bersifat unik,
imajinatif, dan khas. Dimana dalam fase tersebut seorang anak mengalami suatu
metamorfosis perkembangan. Baik perkembangan secara kemampuan berpikir,
keterampilan, mental, psikis, emosional, fisik, dan juga kemampuan berinteraksi
sosialdenganlingkungan.
Kemudian bagaimana cara kita sebagai seorang pendidik untuk mengetahui dan
mengoptimalkan perkembangan peserta didik tersebut. Sehingga kita harus
mengetahui prinsip-prinsip perkembangan perserta didik, terdiri dari beberapa
komponen yakni: kaitan perkembangan dengan perubahan, bandingan perubahan
awal dengan perubahan selanjutnya, hubungan perkembangan dengan proses
kematangan dan belajar, karakteristik dan urutan pola perkembangan, perbedaan
individu dalam perkembangan, karakteristik setiap periode perkembangan, harapan
sosial pada setiap periode perkembangan dan bahaya-bahaya potensial yang
dikandungnya, dan variasi kebahagian pada berbagai periode perkembangan.

PRINSIP 1 : Perkembangan Melibatkan Perubahan

Berkembang berarti mengalami perubahan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.


Perubahan secara kuantitatif disebut juga pertumbuhan. Pada pertumbuhan ada
peningkatan ukuran maupun struktur atau proporsi tubuh. Perubahan secara kualitatif
ditandai dengan adanya perubahan fungsi yang bersifat progresif / maju dan terarah .
perubahan dalam perkembangan terjadi karena adanya dorongan dalam diri individu
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan untuk merealisasikan /
mengaktualisasikan dirinya. Selain itu terjadi perubahan dalam bentuk penambahan
ukuran dan proporsi, terjadi juga gejala hilangnya ciri-ciri lama dan munculnya ciri-
ciri baru.

Contoh : misalnya jika anda mengalami rambut rontok, maka akan tumbuh rambut
baru, kemampuan bahasa anak berubah dari sekedar menangis hingga mampu
berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain.

PRINSIP 2 : Perkembangan Awal Lebih Kritis daripada Perkembangan Selanjutnya.


Saat anak berusia 0 – 5 tahun merupakan saat yang kritis bagi perkembangan
selanjutnya. Perkembangan awal kehidupan merupakan landasan bagi pembentukan
dasar – dasar kepribadian seseorang. Prilaku yang terbentuk cenderung bertahan dan
mempengaruhi sikap prilaku anak sepanjang hidupnya. Pada saat ini juga terbentuk
kepercayaan dasar yang sangat penting dan berpengaruh terhadap perkembangan
kepribadian anak selanjutnya. Beberapa kondisi yang mempengaruhi dasar awal
perkembangan antara lain : hubungan antarpribadi terutama dengan anggota keluarga,
keadaan emosi yang terbentuk karena sikap menerima atau menolak dari orang tua
atau anggota keluarga yang lain, cara atau pola pengasuhan anak, latar belakang
keluarga, serta rangsangan yang diberikan. Sikap dan perilaku anak yang terbentuk
pada tahun-tahun awal kehidupan cenderung bertahan atau menetap dan mewarnai
kepribadian dan sikap prilaku anak dalam berinteraksi dengan diri dan lingkungan
selanjutnya. Sikap dan perilaku yang terbentuk agak sulit diubah, meskipun tidak
berarti tidak dapat berubah sama sekali. Akan tetapi, pengubahan sikap dan perilaku
tersebut memerlukan motivasi dan usaha keras dari orang yang bersangkutan untuk
mau berubah dan memperbaiki perilaku kebiasaan yang kurang baik.

PRINSIP 3 : Perkembangan Merupakan Hasil Proses Kematangan dan Belajar.


Menurut teori Konvergensi yang dikemukakan oleh Stern, perkembangan seseorang
merupakan hasil proses kematangan dan belajar. Menurut teori Naturalisme
perkembangan seseorang terutama ditentukan oleh faktor alam, bakat pembawaan,
keturunan, termasuk didalamnya kematangan seseorang. Sementara itu, teori
Empirisme berpendapat bahwa perkembangan seseorang terutama ditentukan oleh
faktor lingkungan tempat anak itu berada dan tumbuh – kembang, termasuk
didalamnya lingkungan keluarga, sekolah, dan belajar anak. Kenyataannya, faktor
pembawaan maupun lingkungan saling mempengaruhi dalam perkembangan
seseorang. Kedua faktor tersebut dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dalam
perkembangan seseorang.
Contoh : perkembangan bakat atau kemampuan seorang anak yang berbakat di bidang
tari tidak akan optimal apabila tidak mendapat kesempatan belajar tari. Jadi, potensi
anak yang sudah ada atau dibawa sejak lahir akan berkembang optimal apabila
lingkungan mendukungnya. Dukungan itu diantaranya dengan penyediaan sarana
prasarana serta kesempatan untuk belajar dan mengembangkan potensi dirinya.

PRINSIP 4 : Perkembangan Mengikuti Pola Tertentu yang Dapat diramalkan.


Perubahan akibat perkembangan yang terjadi pada seseorang mengikuti pola urut
tertentu yang sama. Perkembangan fisik dan psikis bayi, misalnya mengikuti arah
anggota tubuh. Serta menyebar keseluruh tubuh. Demikian juga pada perkembangan
pola anak belajar berjalan. Sebelumnya, anak mampu duduk lebih dahulu, berdiri,
baru dapat berjalan. Urutan pola ini tetap pada setiap anak, hanya berbeda dalam
kecepatan yang dibutuhkan setiap anak.
Berkenaan dengan pola tertentu dalam perkembangan dikenal dengan hukum tempo
dan irama perkembangan. Tempo perkembangan adalah waktu yang dibutuhkan
seseorang untuk mengembangkan aspek tertentu pada dirinya. Irama perkembangan
adalah naik turunnya gejala yang tampak akibat perkembangan aspek tertentu. Pada
periode perkembangan sekurangnya ada 2 periode. Pertama, pada masa krisis atau
menentang pertama ( 2 sampai 3 tahun ) dimana kemauan anak mulai berkembang
dan ingin mandiri. Kedua, pada masa kritis ( 14 sampai 17 tahun ) anak ingin
melepaskan diri dari orang tua dan mencari sampai menemukan jati dirinya sebagai
manusia dewasa. 

PRINSIP 5 : Pola Perkembangan Memiliki Karakteristik Tertentu.

Pola perkembangan, selain mengikuti pola tertentu yang dapat diramalkan, juga
terdapat pola-pola perkembangan karakteristik tertentu. Perkembangan bergerak dari
tanggapan yang umum menuju yang lebih khusus. Perkembangan pun berlangsung
secara berkesinambungan. Hal ini berarti, perkembangan aspek sebelumnya akan
mempengaruhi perkembangan selanjutnya. Demikian pula ada korelasi dalam
perkembangan, artinya pada waktu perkembangan fisik berlangsung dengan cepat
maka terjadi pula perkembangan aspek- aspek lainnya.
Kondisi yang mempengaruhi pola perkembangan ada yang bersifat permanen/ tetap
seperti sebelum dan saat kelahiran. Tetapi ada pula yang bersifat temporer seperti
kondisi lingkungan.

PRINSIP 6 : Terdapat Perbedaan Individu dalam Perkembangan.

Dalam perkembangan seseorang selain terdapat pla-pola umum yang sama terdapat
pula perbedaan pada hal-hal yang khusus. Adanya perbedaan individu dalam
perkembangan disebabkan setiap anak adalah individu yang unik, yang satu sama lain
berbeda, kendati anak kembar. Perbedaan individu ini disebabkan oleh factor internal
seperti sex atau jenis kelamin, factor keturunan, juga factor eksternal seperti factor
gizi, pengaruh social budaya, dll. Perbedaan perkembangan juga terjadi dalam
kecepatan dan cara berkembang. 
Dengan mengetahui adanya perbedaan individu, maka kita tidak dapat berharap
semua anak pada usia tertentu akan memiliki kemapuan perkembangan yang sama.
Oleh karena itu, kita tidak dapat memperlakukan semua anak dengan cara yang sama.
Pendidikan anak harus bersifat perseorangan, maksudnya pendidikan dirancang dan
dilaksanakan dengan memperhatikan perbedaan, kondisi, bakat dan kemampuan serta
kelemahan setia individu anak. Dengan demikian diharapakan setiap anak, dapat
berkembang optimal sesuai dengan potensi dirinya.

PRINSIP 7 : Setiap Periode Perkembangan Memiliki Karakteristik Khusus.

Setiap anak atau peserta didik merupakan indivudu yang berbeda yang harus
diperlakuakan berbeda secara individual. Pada perkembangan secara keseluruhan dan
juga pada periode atau tahapan perkembangan dalam kehidupan seseorang, terdapat
pola-pola umum. Dengan memperhatikan karakteristik khusus, pada setiap periode
atau tahapan perkembangan, maka diharapkan kita mendapat gambaran mengenai apa
yang akan terjadi sehingga dapat menyikapinya dengan tepat dan membantu
perkembangan anak secara optimal.
Para ahli mengemukakan berbagai macam pembagian periode atau tahap
perkembangan yang berbeda-beda. Salah satu pembagian periode perkembangan
yang dikemukakan oleh Hurlock adalah periode pralahir, periode bayi, periode anak
(awal dan akhir), periode remaja (awal dan akhir), serta periode dewasa (dewasa dini,
usia madia dan usia lanjut).
Peralihan periode perkembangan sebelumnya ke periode berikutny ditandai oleh
gejala keseimbangan dan ketidak seimbangan yang terjadi pada setiap individu.
Apabila individu telah mampu mengadakan penyesuaian dirinya dengan
perkembangan yang terjadi maka terciptalah suatu keseimbangan (equilibrium).
Selajutnya, individuberupaya melepaskan diri dari ketergantungan dengan lingkungan
atau keadaan sebelumnya untuk mencari sesuatu yang lebih baru sehingga terjadi
keadaan ketidak seimbangan (disequilibrium). Hal ini terjadi secara berkelanjutan
dalam perkembangan kehidupan sesesorang.

PRINSIP 8 : Terhadap Harapan Sosial pada Setiap Periode Perkembangan.

Pada setiap periode perkembangan juga terdapat harapan sosial, yang oleh Havighurst
disebut tugas perkembangan (development task). Mengingat pentingnya peran tugas
perkembangan pada setiap periode perkembangan, maka akan dibahas secara
tersendiri khususnya tugas perkembangan pada periode anak usia SD/MI (6-12
tahun). Peserta didik yang mengalami keberhasilan dalam menyelesaikan tugas
perkembangannya akan mengalami rasa bahagia. Sebaliknya, peserta didik yang
mengalami kegagalan atau kekurang berhasilan dalam menyelesaikan tugas
perkembangannya, akan merasa kurang bahagia sehingga dapat menghambat
perkembangan selanjutnya.
PRINSIP 9 : Setiap Perkembangan Mengandung Bahaya Potensial/ Resiko.

Bahaya potensial atau resiko yang terjadi karena peralihan antarperiode


perkembangan yakni, dari periode perkembangan sebelumnya ke periode
perkembangan selanjutnya, terjadi kedaan ketidak seimbangan dan adanya tututan
social terhadap perserta didik yang sedang berkembang. Bahay potensial tersebut
dapat berasal dari individu, baik secara fisik atau psikis, juga terdapat distimulasi dari
luar sehubungan dengan masalah-masalah penyesuaian akibat keadaan ketidak
seimbangan tututan sosial untuk menyelesaikan tugas perkembangan itu tersebut. 
Dengan menyadari adanya bahaya potensial atau resiko pada setiap periode
perkembangan, kita perlu bersikap bijaksana dalam menghadapi gejolak prilaku
peserta didik. Hal ini akan dapat mencegah atau meminimal dampak negatif akibat
perkembangan setiap periode pada diri mereka.

PRINSIP 10 : Kebahagian bervariasi pada Berbagai Periode Perkembangan.

Kebahagiaan dalam perkembangan sangat bervariasi karena sifatnya subjektif. Rasa


kebahagiaan itu dipersepsi dan dirasakan setiap orang dengan cara yang sangat
bervariasi. Akan tetapi, banyak orang berpendapat bahwa, masa anak merupakan
periode yang membahagiakan dibandingkan dengan periode-periode
lainnya. Kebahagiaan pada masa kecil memegang peranan penting dalam
perkembanagn seseorang karena menjadi modal dasar bagi kesuksesan perkembangan
dan kehidupan selanjutnya. Anak yang bahagia tercermin pada sosok dan prilakunya.
Biasanya mereka sehat dan energy. Oleh karena itu, pada masa perkembangan, guru
maupun orang tua perlu membekali anak dengan motivasiyang kuat, menyalurkan
energy anak pada kegiatan-kegiatan bermanfaat, melatih mereka menghadapi dan
menerima keadaan ketidakseimbangan dan situasi sulit dengan lebih tenang dan tidak
panik, serta mendorong mereka untuk membina hubungan sosial secar sehat.

   Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta Didik

Kajian medik dan psikologi perkembangan menunjukkan bahwa disamping


dipengaruhi oleh faktor bawaan, kualitas individu juga sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor lain, seperti faktor lingkungan yang tidak lepas dari pengaruh faktor
psikososial. Baik faktor bawaan atau sering juga disebut faktor keturunan dan faktor
lingkungan. Kedua faktor ini berbeda-beda antara individu yang satu dengan yang
lain, sehingga menyebabkan perbedaan yang disebut dengan istilah individual
differences. Berdasarkan hal ini, masing-masing individu memiliki keunikan atau
kekhasan sendiri baik dalam setiap gejala jiwa yang meliputi aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik yang terlihat dalam kemampuan berfikir, merasakan sesuatu, serta
sikap dan perilakunya sehari-hari. Dalam melihat dan menyikapi perbedaan tersebut,
hendaknya pendidik menyadari bahwa tidak semua individu dapat diperlakukan
dengan cara yang selalu sama. Masing-masing individu memiliki kekhasan sendiri,
sehingga pendekatan yang sifatnya personal maupun institusional tentu berbeda.

Untuk lebih jelasnya, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan individu


adalah sebagai berikut:

1.    Faktor Internal

a.    Faktor Genetika (hereditas)

Gen adalaah substansi/materi pembawa sifat yang diturunkan dari induk. Gen
mempengaruhi ciri dan sifat mahluk hidup, misalnya bentuk tubuh, tingga tubuh,
warna kulit, dan sebagainya. Gen juga menentukan kemampuan metabolisme mahluk
hidup, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya.

Hereditas merupakan “totalitas karakeristik individu yang diwariskan orang tua


kepada anak, atau segala potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu
sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen.
Meskipun peranan gen sangat penting, factor genetis bukan satu-satunya factor yang
menentukan pola pertumbuhan dan perkembangan karena juga dipengaruhi oleh
factor lainnya.

b.   Faktor Fisiologis

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik


individu. Factor fisiologis yang mempengaruhi perkembangan peserta didik
diantaranya adalah:

1)   Tubuh dan warna kulit.

Tubuh merupakan bagian dari pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang tidak
bisa disamakan dengan yang lainnya, begitupun dengan warna kulit seseorang. Hal
ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan seseorang sesuai dengan tahap
perkembangannya.

2)   Faktor Gizi atau Asupan Makanan


Kesehatan individu sangat tergantung pada pemberian gizi yang baik dan berimbang.
Hal ini merupakan faktor yang sangat penting dalam merangsang tumbuh kembang
individu dan merangsang perkembangan otak dan sistem syarafnya yang merupakan
bagian paling penting dalam menentukan tumbuh dan kembang individu.

3)   Cacat dan penyakit

Kondisi individu yang cacat atau mempunyai penyakit tertentu, tentu saja akan
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Pengaruh yang diberikan tidak hanya
pengaruh pada fisik saja, melainkan juga secara psikologis. Cacat atau penyakit
banyak disebabkan oleh beberapa hal yaitu :

a)    Pengaruh genetik

b)   Ibu yang kurang gizi pada saat mengandung.

c)    Obat-obatan dan alkohol.

d)   Radiasi

e)    Penyakit yang diderita Ibu selama kehamilan

f)    Keadaan Emosi pada Ibu saat hamil.

c.    Faktor Psikologis.

Kondisi fisik dan psikis individu sangat berkaitan. Kondisi fisik yang tidak sempurna
atau c acat ju

ga berkaitan dengan persepsi individu terhadap kemampuan dirinya. Begitupun


dengan ketidakmampuan intelektual yang diulas sebelumnya dapat disebabkan karena
kerusakan sistem syaraf , kerusakan otak atau mengalami retardasi mental.

Dalam hal kejiwaan, kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi setiap orang itu
berbeda. Kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan
belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual
tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan
intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara
seimbang sangat menentukan keberhasilan dan kecerdasan dalam perkembangan
sosial  anak.
Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses perkembangan siswa,
hormone, intelegensi, motivasi, sikap, dan bakat.

1)   Hormon

Hormon merupakan zat yang berfungsi mengendalikan berbagai fungsi di dalam


tubuh. Meskipun kadarnya sedikit, hormone memberikan pengaruh yang nyata dalam
pengaturan berba

gai proses dalam tubuh. Hormone akan mempengaruhi pertumbuhan dan


perkembangan pada mahluk hidup beragam jenisnya.

2)   Kecerdasan/inteligensi siswa

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi


rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat.
Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi
juga organ-organ tubuh yang lain. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya
otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak
itu sendiri sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh
aktivitas manusia.

Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orangtua dan
guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau
psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang
mana, amat superior, superior, ratarata, atau mungkin lemah mental. Informasi
tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk
memprediksi kemampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan
peserta didik akan membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan
diberikan kepada siswa.

3)   Seks

Perbedaan perkembangan antara kedua jenis seks tidak tampak jelas yang nyata
kelihatan adalah kecepatan dalam pertumbuhan jasmaniyah. Pada waktu lahir anak
laki-lakilebih besar dari perempuan, tetapi anak perempuan lebih cepat
perkembangannya dan lebih cepat pula dalam mencapai kedewasaannya dari pada
anak laki-laki. Anak perempuan pada umumnya lebih cepat mencapai kematangan
seksnya kira-kira satu atau dua tahun lebih awal dan pisiknya juga tampak lebih cepat
besar dari pada anak lakilaki. Hal ini jelas pada anak umur 9 sampai 12 tahun
4)   Motivasi

Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar
siswa. Motivasilah yang mendorong siswa inginn melakukan kegiatan belajar. Para
ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang
aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat. Motivasi juga
diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas
dan arah perilaku seseorang. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia
tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi
aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi kebutuhannya.

5)   Sikap

Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses


belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif
(Sutirna, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang
atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan
untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya
berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggung jawab terhadap
profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha membe-
rikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengembangkan kepribadian sebagai
seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk
menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat
siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan
siswa bahwa bidang srudi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.

6)   Bakat

Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses perkembangan adalah bakat. Secara
umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Sutirna, 2013).
Berkaitan dengan belajar, Slavin (Sutirna,2013) mendefinisikan bakat sebagai
kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian,
bakat adalah kemampuan seseorangyang menjadi salah satu komponen yang
diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan
bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya
sehingga kernungkinan besar ia akan berhasil.

Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi
belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga
diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa
tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah memiliki bakat tertentu,
akan lebih mudah menyerap segala informasi yang berhubungan dengan bakat yang
dimilikinya. Misalnya, siswa yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah
mempelajari bahasa-bahasa lain selain bahasanya sendiri.

2.    Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan hal – hal yang datang atau ada di luar diri siswa/peserta
didik yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi
siswa tersebut dengan lingkungan. faktor eksternal yang memengaruhi perkembangan
dapat digolongkanmenjadi 7 macam yaitu: faktor biologis, physis, ekonomis, cultural,
edukatif, religious dan lingkungan.

a.    Faktor Biologis

Bisa diartikan, biologis dalam konteks ini adalah faktor yang berkaitan dengan
keperluan primer seorang anak pada awal kehidupanya: Faktor ini wujudnya berupa
pengaruh yang datang pertama kali dari pihak ibu dan ayah.

b.    Faktor Physis

Faktor ini mencakup kondisi keamanan, cuaca, keadaan geografis, sanitasi atau
kebersihan lingkungan, serta keadaan rumah yang meliputi ventilasi, cahaya, dan
kepadatan hunian (Soetjiningsih, 1998). Semua kondisi di atas sangat mempengaruhi
bagaimana individu dapat menjalankan proses kehidupannya. Sebagai contoh, kondisi
daerah yang tidak aman karena adanya pertikaian dapat menyebabkan tekanan
tersendiri bagi individu dan proses imitasi atau peniruan perilaku kekerasan yang
dapat berpengaruh dalam pola perilaku individu. Sementara itu kondisi yang jelek
pada faktor cuaca, kurangnya sanitasi atau kebersihan lingkungan, keadaan rumah
yang tidak menunjang hidup sehat, serta keadaan geografis yang sulit, misalnya
karena di daerah terpencil yang jauh dari informasi, sulit dijangkau, serta rawan akan
bencana alam, selain dapat mempengaruhi tekanan psikis juga mempengaruhi faktor
kesehatan karena pengobatan yang sulit didapatkan.

Semua ini jelas membawa dampak masing–masing terhadap perkembangan anak–


anak yang lahir dan dibesarkan disana. Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik
dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan
menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional.

c.    Faktor Ekonomis/Status Sosial Ekonomi

Dalam proses perkembanganya, betapapun ukuranya bervariasi, seorang anak pasti


memerlukan biaya. Biaya untuk makan dan minum dirumah, tetapi juga untuk
membeli peralatan sekolah yang dibutuhkan oleh siswa. Kehidupan sosial banyak
dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan
masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang
independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga
anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak,
masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam
keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan
kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu,
dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi
keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu
mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini
dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat
lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.

d.  Faktor Cultural

Di Indonesia ini, jika dihitung ada berpuluh bahkan beratus kelompok masyarakat
yang masing–masing mempunyai kultur, budaya, adat istiadat, dan tradisi tersendiri,
dan hal ini jelas berpengaruh terhadap perkembangan anak–anak.

e.    Faktor Edukatif

Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang mempunyai pengaruh terhadap


perkembangan anak manusia terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses
pengoperasian ilmu yang normatif, yang memberikan warna kehidupan sosial anak di
dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan
dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh
kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan.

Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepadapeserta didik
yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat,
tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa(nasional) dan norma kehidupan
antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Faktor pendidikan ini relatif paling besar pengaruhnya dibandingkan
dengan faktor yang lain.

f.     Faktor Religious

Sebagai contoh seorang anak yang hidup dilingkungan yang kental dengan suasana
religius, sudah pasti ia akan berebeda dengan anak lain yang tidak berada dalam
lingkungan religi yang kental, yang sekedar terhitung orang beragama, lebih–lebih
yang memang tidak beragama sama sekali, ini adalah persoalan perkembangan pula,
menyangkut proses terbentunya prilaku seorang anak dengan agama sebagai faktor
penting yang mempengaruhinya karena pondasi agama merupakan salah satu faktor
yang sangat berpengaruh dan berperan penting sebagai media kontrol dalam
perkembangan peserta didik.

g.    Faktor Lingkungan

1)   Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal


siswa akan memengaruhi perkembangan anak. Lingkungan siswa yang kumuh,
banyak pengangguran dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar
siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau
meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.

2) Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi


kegiatan perkembanganbelajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi
keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak
terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak,
kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar
dengan baik.

3)   Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas


dapat memengaruhi proses perkembangan belajar seorang siswa. Hubungan yang
harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik
di sekolah. maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan
memahami bakat yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain
dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih
jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

B.       Beberapa aliran yang berhubungan dengan  faktor-faktor yang mempengaruhi


perkembangan siswa

1.     Aliran Nativisme

Nativisme (nativisme) adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar


terhadap aliran psikologis . Tokoh utama aliran ini bernama arthur Schopenhoeur
(1788-1860) seorangg filosofis Jerman, Aliran filosofis nativisme ini dijuluki sebagai
aliran pesimistis yang memandang segala sesuatu dengan kacamata hitam, karena
para ahli penganut ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh
pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak ada pengaruhnya.
Dalam ilmu pendidikan pandangan ini disebut pesimisme pedagogis.

2.    Aliran Empirisisme

Aliran empirisisme (empiricism) tokoh utamanya adalah John Locke (1632-1704).


Nama asli aliran ini adalah “ The School of British Empiricism” (aliran empirisisme
inggris). Doktrin aliran empirisisme yang amat mashur ialah “tabula Rasa” yang
berarti lembaran kosong. Doktrin tabula rasa menekankan arti pentingnya
pengalaman, lingkungan dan pendidikan dalam arti perkembangan manusia itu
semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidiknya sedangkan
bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.

3.    Aliran Konvegerensi

Aliran kovergensi merupakan gabungan antara aliran empirisisme dengan aliran


nativisme. Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan
lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia.
Tokoh utama aliran ini bernama Louis William Stern, seorang filosof dan psycholog
Jerman.

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan

1.      Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik digolongkan


menjadi dua factor, yaitu factor internal dan factor eksternal.

a.    Faktor internal yang mempengaruhi perkembangan peserta didik yaitu


faktor genetis, factorfisiologis dan faktor psikologi.

b.    Faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan peserta didik yaitu: faktor


biologis, faktor physis, faktor ekonomis, faktor kultural, faktor edukatif, faktor
religious, dan factor lingkungan.

2.      Aliran-aliran yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi


perkembangan peserta didik adalah aliran nativisme, imperialisme, dan konvergensi.

B.  Saran

Sebagai guru atau pendidik dan pembimbing, hendaknya kita bisa mengetahui faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan pada peserta
didik agar kita dapat mengatasi masalah-masalah yang mungkin akan timbul pada
saat proses belajar mengajar/pembelajaran baik di dalam ruang lingkup pendidikan
formal maupun nonformal.
DAFTAR PUSTAKA

Desmita, 2012. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Hurlock, Elizabeth B.2002. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga

Http://Rumahbelajarpsikologi.Com/Index.Php/Remaja.Html

Monks, F.J., Knoers, A.M.P.,dan Haditono, S.R. 2006. Psikologi Perkembangan.


Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Soeparwoto, 2004. Psikologi Perkembangan. Semarang: UPT Unnes Press.

Sutirna, 2013. Perkembangan dan Pertumbuhan Peserta Didik. Yogyakarta: Andi


Offset
KARAKTERISTIK DNA PERBEDAAN INDIVIDUAL DALAM PPD

Individu dan karakteristiknya

Terhadap Pendidikan

     Karakteristik individu adalah keseluruhan peserta didik adalh individu yang


memiliki sejumlah karakteristik, diantaranya :

      Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas,
sehingga ia merupakan insan yang unik.

      Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang, artinya peserta didik
tengah mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya yang ditunjukan kepada diri
sendiri maupun yang diarahkan pada penyesuaian dengan lingkungannya.

      Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan individual &


perlakuan manusiawi.

      Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.


Disamping itu,didalam diri peserta didik juga terdapat kecendrungan untuk
melepaskan diri dari kebergantungan pada pihak lain. Karena itu, setahap demi
setahap orangtua atau pendidik perlu memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mandiri & bertanggungjawab sesuai dengan kepribadiannya sendiri.

Karakteristik Individu dan Implikasinya kelakuan dan kemampuan yang ada pada
individu sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungannya. Untuk menjelaskan
karakteristik-karakteristik individu baik fisik, mental, atau emosional biasa digunakan
istilah nature dan nuture ( alam, sifat dasar ). Nature adalah karakteristik individu
atau sifat khas seseorang sejak lahir atau yang diwarisi sebagai pembawaan,
sedangkan nuture ( pemeliharaan, pengasuhan ) adalah faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi individu sejak masa pembuahan sampai selanjutnya.

Nature dan nuture ini merupakan dua faktor yang mempengaruhi karakteristik


individu, baik secara terpisah atau terpadu dengan rangsangan yg lain, dalam hal ini,
proses pendidikan disekolah harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik
secara individu. Berdasarkan pemahaman ini, secara esensial proses belajar mengajar
yang dilaksanakan guru adalah menyediakan kondisi yang kondusif agar masing-
masing individu peserta didik dapat belajar secara optimal.
Dalam pembicaraan mengenai karakteristik individu peserta didik ini, ada tiga hal
yang perlu diperhatikan, yaitu :

1.    Karakteristik yang berkenaan dengan kemampuan awal atau prerequisite


skills, seperti kemampuan intelektual, kemampuan berpikir dan hal-hal yang
berkaitan dengan aspek psikomotor.

2.    Karakteristik yang berhububungan dengan latar belakang dan status sosio-


kultural.

3.    Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian, seperti :


sikap, perasaan, minat, dan lain-lain.

Bagi guru khususnya, informasi mengenai karakteristik individu peserta didik ini
akan sangat berguna dalam memilih dan menentukan pola-pola pengajaran yang lebih
baik atau yang lebih tepat. Disamping itu, pemahaman atas karakteristik individu
peserta didik juga sangat bermanfaat bagi guru dalam memberikan motivasi dan
bimbingan bagi setiap individu peserta didik kearah keberhasilan belajarnya.

Perbedaan individual peserta didik

Secara umum, perbedaan individual dibagi menjadi dua, yaitu perbedaan secara
vertikal dan perbedaan secara horizontal. Perbedaan vertikal adalah perbedaan
individu dalam aspek jasmaniah, seperti : bentuk, tinggi, besar, kekuatan dan
sebagainya. Perbedaan horizontal adalah perbedaan individu dalam aspek mental,
seperti : tingkat kecerdasan, bakat, minat, ingatan, emosi, tempramen, dan
sebagainya. Berikut ini akan diuraikan beberapa aspek perbedaan individual peserta
didik tersebut.

     Perbedaan Fisik-Motorik

Perbedaan individual dalam fisik tidak hanya berbatas pada aspek-aspek yang
teramati oleh pancaindra, seperti : bentuk atau tinggi badan, warna kulit, warna mata
atau rambut, jenis kelamin, nada suara atau bau keringat, melainkan juga mencakup
aspek-aspek fisik yang tidak dapat diamati melalui pancaindra.
     Perbedaan aspek fisik juga dapat dilihat dari kesehatan peserta didik, seperti
kesehatan mata dan telinga. Dalam hal kesehatan mata misalnya, akan ditemui adanya
peserta didik yang mengalami gangguan penglihatan, seperti : rabuh jauh, rabun
dekat, rabun malam, buta warna, dan sebagainya. Sedangkan dalam hal kesehatan
telinga, akan ditemui adanya peserta didik yang mengalami penyumbatan
pada  saluran liang telinga, ketegangan pada gendang telinga, terganggunya tulang-
tulang pendengaran, dan seterusnya.

                                                                    

     Perbedaan Intelegensi

Intelegensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran atau intelektual dan
merupakan bagian dari proses kognitif pada tingkatan yang lebih tinggi. Secara ilmu
intelegensi dapat dipahami sebagai kemampuan beradaptasi dengan situasi yang baru
secara cepat dan efektif.

     Untuk mengetahu tinggi rendanya intelegensi peserta didik para ahli telah
mengembangkan instrument yang dikenal “ tes intelegensi ”, yang kemudian lebih
popular dengan istilah intelligence Quotient, disingkat IQ.

Berdasarkan hail tes intelegensi, peserta didik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a.     Anak Genius IQ diatas 140

b.     Anak Pintar 110-140

c.     Anak Normal 90-110

d.     Anak Kurang Pintar 70-90

e.     Anak Debil 50-70

f.      Anak Dungu 30-50

g.     Anak Idiot IQ dibawah 30

      Genius adalah sifat pembawaan luar biasa yang dimiliki seseorang, sehingga ia
mampu mengatasi kecerdasan orang-orang biasa dalam bentuk pemikiran dan hasil
karya. Sedangkan idiot atau pander adalah penderita lemah otak, yang hanya
memiliki kemampuan berpikir setingkat dengan kecerdasan anak yang berumur tiga
tahun ( Murasal, 1981 ).

     Perbedaan Kecakapan Bahasa

Kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang untuk menyatakan buah


pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dalam kalimat yang bermakna, logis dan
sistematis. Kemampuan berbahasa anak didik berbeda-beda, ada yang berbicara
dengan lancar, singkat dan jelas, ada pula yang gagap, berbicara, berbelit-belit dan
tidak jelas.

      Dari hasil beberapa penelitian bahwa faktor nature dan nurture ( pembawaan dan
lingkungan ) sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Karena itu, tidak
heran kalau antara individu yang satu dan yang lain berbeda dalam kecakapan
bahasanya. Faktor yang mempengaruhi perbedaan kecakapan berbahasa anak yaitu :
faktor kecerdasan, pembawaan, lingkungan fisik, terutama organ bicara, dan
sebagainya.

     Perbedaan Psikologis

Perbedaan psikologis peserta didik juga terlihat dari aspek psikologisnya. Ada anak
yang mudah tersenyum, gampang marah, berjiwa sosial, sangat egoistis, cengeng,
pemalas, rajin, dan ada pula anak yang pemurung dan seterusnya.

     Persoalan psikologis memang sangat kompleks dan sangat sulit dipahami secara
tepat, karena menyangkut apa yang ada didalam jiwa dan perasaan peserta didik.
Bukan berarti seorang guru mengabaikan kondisi tersebut, guru dituntut untuk
mampu memahami fenomena-fenomena tersebut. Salah satu cara yang mungkin
dilakukan adalah dengan melakukan pendekatan kepada peserta didik secara pribadi.
Dengan cara ini mungkin guru dapat mengenal siapa sebenarnya peserta didik
tersebut, keinginan-keinginannya, dan kebutuhan-kebutuhan yang ingin dicapainya.

TUGAS PERKEMBANGAN BERPIKIR ANAK SD SAMPAI USIALANJUT

PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN


Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu
dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan
akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas berikut;
sementara apabila gagal, maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri
individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakkan masyarakat, dan kesulitan-
kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya (Robert Havighurst, 1961).
Hurlock (1981) menyebut tugas-tugas perkembangan ini sebagai social expectations.
Dalam arti, setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai
keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui bagi
berbagai usia sepanjang rentang kehidupan.
Kedua pendapat diatas menunjukkan bahwa tugas-tugas perkembangan merupakan
salah satu bidang psikologi yang dapat membawa pengaruh penting selama rentang
kehidupannya yang dapat memfokuskan kajian atau pembahasannya mengenai
perubahan tingkah laku dan proses perkembangan dari masa konsepsi (pra-natal)
sampai mati.

SUMBER FAKTOR-FAKTOR PERKEMBANGAN

1. Kematangan fisik, misalnya (a) belajar berjalan karena kematangan otot-otot kaki;
(b) belajar bertingkah laku, bergaul dengan jenis kelamin yang bebeda pada masa
remaja karena kematangan organ-organ seksual.

2. Tuntutan masyarakat secara kultural, misalnya (a) belajar membaca; (b) belajar
menulis; (c) belajar berhitung; (d) belajar berorganisasi.

3. Tuntutan dari dorongan dan cita-cita individu sendiri, misalnya (a) memilih
pekerjaan; (b) memilih teman hidup.

4. Tuntutan norma-norma agama, misalnya (a) taat beribadah kepada Allah SWT; (b)
barbuat baik kepada sesama manusia.

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN PADA SETIAP FASE PERKEMBANGAN

1. TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN PADA USIA BAYI DAN KANAK-


KANAK (0,0-6,0)

a. Belajar berjalan. Belajar berjalan terjadi pada usia antara 9 sampai 15 bulan, pada
usia ini tulang kaki, otot dan susunan syarafnya telah matang untuk belajar berjalan.
b. Belajar memakan makanan padat . Hal ini terjadi pada tahun kedua, sistem alat-alat
pencernaan makanan dan alat-alat pengunyah pada mulut telah matang untuk hal
tersebut.

c. Belajar berbicara, yaitu mengeluarkan suara yang berarti dan menyampaikannya


kepada orang lain dengan perantaraan suara itu. Untuk itu, diperlukan kematangan
otot-otot dan syaraf dari alat-alat bicara.

d. Belajar buang air kecil dan buang air besar. Tugas ini dilakukan pada tempat dan
waktu yang sesuai dengan norma masyarakat. Sebelum usia 4 tahun, anak pada
umumnya belum dapat mengatasi (menahan) ngompol karena perkembangan syaraf
yang mengatur pembuangan belum sempurna. Untuk memberikan pendidikan
kebersihan terhadap anak usia di bawah 4 tahun, cukup dengan pembiasaan saja,
yaitu setiap kali mau buang air, bawalah anak ke WC tanpa banyak memberikan
penerangan kepadanya.

e. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin. Melalui observasi (pengamatan) anak


dapat melihat tingkah laku, bentuk fisik dan pakaian yang berbeda antara jenis
kelamin yang satu dengan yang lainnya. Dengan cara tersebut, anak dapat menganal
perbedaan anatomis pria dan wanita, anak menaruh perhatian besar terhadap alat
kelaminnya sendiri maupun orang lain. Agar pengenalan terhadap jenis kelamin (sex)
itu berjalan normal, maka orang tua perlu memperlakukan anaknya, baik dalam
memberikan alat mainan, pakaian, maupun aspek lainnya sesuai dengan jenis kelamin
anak.

f. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis. Keadaan jasmani anak sangat labil


apabila dibandingkan dengan orang dewasa, anak cepat sekali merasakan perubahan
suhu sehingga temperatur badannya mudah berubah. Perbedaan variasi makanan yang
diberikan dapat mengubah kadar garam dan gula dalam darah dan air di dalam tubuh.
Untuk mencapai kestabilan jasmaniah, bagi anak diperlukan waktu sampai usia 5
tahun. Dalam proses mencapai kestabilan jasmaniah ini, orangtua perlu memberikan
perawatan yang intensif, baik menyangkut pemberian makanan yang bergizi maupun
pemeliharaan kebersihan.

g. Membentuk konsep-konsep (pengertian) sederhana kenyataan sosial dan alam.


Pada mulanya dunia ini bagi anak merupakan suatu keadaan yang kompleks dan
membingungkan. Lama kelamaan anak dapat mengamati benda-benda atau orang-
orang disekitarnya. Perkembangan lebih lanjut, anak menemukan keteraturan dan
dapat membentuk generalisasi (kesimpulan) dari berbagai benda yang pada umumnya
mempunyai ciri yang sama. Anak belajar bahwa bayangan tertentu dengan suara
tertentu yang nyaring memenuhi kebutuhannya disebut “orang”,”ibu” dan ”ayah”.
Anak belajar bahwa benda-benda khusus dapat dikelompokkan dan diberi satu nama,
seperti kucing, ayam, kambing, dan burung dapat disebut binatang. Untuk mencapai
kemampuan tersebut (mengenal pengertian-pengertian) diperlukan kematangan
sistem syaraf, pengalaman dan bimbingan dari orang dewasa.

h. Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara dan orang
lain. Anak mengadakan hubungan dengan orang-orang yang ada disekitarnya dengan
menggunakan berbagai cara, yaitu isyarat, menirukan dan menggunakan bahasa. Cara
yang diperoleh dalam belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang lain,
sedikit banyaknya akan menentukan sikapnya di kemudian hari. Apakah ia bersikap
bersahabat, bersikap dingin, introvert, extrovert, dan sebagainya. Misalnya, apabila
anak memperoleh pergaulan dengan orang tuanya itu menyenangkan, maka
cenderung akan bersikap ramah dan ceria.

i. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk, yang berarti mengembangkan kata
hati. Anak kecil dikuasai oleh hedonisme naif, dimana kenikmatan dianggapnya baik,
sedangkan penderitaan dianggapnya buruk (hedonisme adalah aliran yang
menyatakan bahwa manusia dalam hidupnya bertujuan mencari kenikmatan dan
kebahagiaan). Apabila anak bertambah besar ia harus belajar pengertian tentang baik
dan buruk, benar dan salah, sebab sebagai makhluk sosial (bermasyarakat), manusia
tidak hanya memperhatikan kepentingan/kenikmatan sendiri saja, tetapi juga harus
memperhatikan kepentingan/kenikmatan sendiri saja, tetapi juga harus
memperhatikan kepentingan orang lain. Anak mengenal pengertian baik dan buruk,
benar dan salah ini dipengaruhi oleh pendidikan yang diperolehnya. Pada mulanya,
anak belajar apa yang dilarang itu berarti buruk atau salah dan apa yang
diperbolehkan itu berarti baik dan benar. Pengalaman ini merupakan permulaan
pembentukkan kata hati anak. Perkembangan selanjutnya terjadi melalui nasihat,
bimbingan, buku-buku bacaan dan analisis pikiran sendiri. Sesuatu yang penting
dalam mengembangkan kata hati anak adalah suri teladan dari orang tua dan
bimbingannya. Hal ini lebih baik daripada penggunaan hukuman dan ganjaran,
meskipun dalam situasi tertentu masih tetap diperlukan.
2. TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN PADA MASA SEKOLAH (6,0-12,0)

a. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan. Pada masa


sekolah anak sudah sampai pada taraf penguasaan otot, sehingga sudah dapat
berbaris, melakukan senam pagi dan permainan-permainan ringan, seperti sepak bola,
loncat tali, berenang, dan sebagainya.

b. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk
biologis. Hakikat tugas ini ialah (1) mengembangkan kebiasaan untuk memelihara
badan, meliputi kebersihan, keselamatan diri, dan kesehatan; (2) mengembangkan
sikap positif terhadap jenis kelaminnya (pria atau wanita) dan juga menerima dirinya
(baik rupa wajahnya maupun postur tubuhnya) secara positif.

c. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya. Yakni belajar menyesuaikan diri


dengan lingkungan dan situasi yang baru serta teman-teman sebayanya. Pergaulan
anak di Indonesia atau teman sebayanya mungkin diwarnai perasaan senang, karena
secara kebetulan temannya berbudi baik, tetapi mungkin juga diwarnai oleh perasaan
tidak senang karena teman sepermainannya suka mengganggu atau nakal.

d. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya. Dari segi permainan
umpamanya akan tampak bahwa anak laki-laki tidak akan memperbolehkan anak
perempuan mengikuti permainannya yang khas laki-laki, seperti main kelereng, main
bola, dan layang-layang.

e. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Salah satu
sebab masa usia 6-12 tahun disebut masa sekolah karena pertumbuhan jasmani dan
perkembangan rohaninya sudah cukup matang untuk menerima pengajaran. Untuk
dapat hidup dalam masyarakat yang berbudaya, paling sedikit anak harus tamat
sekolah dasar (SD), karena dari sekolah dasar anak sudah memperoleh keterampilan
dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.

f. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari. Apabila kita telah melihat sesuatu,


mendengar, mengecap, mencium, dan mengalami, tinggallah suatu ingatan pada kita.
Ingatan mengenai pengamatan yang telah lalu itu disebut konsep (tanggapan).
Demikianlah kita mempunyai tanggapan tentang ayah, ibu, rumah, pakaian, buku,
sekolah, dan juga mengenai gerak-gerik yang dilakukan, seperti berbicara, berjalan,
berenang, dan menulis. Bertambahnya pengalaman akan menambah perbendaharaan
konsep pada anak. Tugas sekolah yaitu menanamkan konsep-konsep yang jelas dan
benar. Konsep-konsep itu meliputi kaidah-kaidah atau ajaran agama (moral), ilmu
pengetahuan, adat istiadat, dan sebagainya. Untuk mengembangkan tugas
perkembangan anak ini, maka guru dalam mendidik/mengajar di sekolah sebaiknya
memberikan bimbingan kepada anak untuk:

1) Banyak melihat, mendengar, dan mengalami sebanyak-banyaknya tentang sesuatu


yang bermanfaat untuk peningkatan ilmu dan kehidupan bermasyarakat.

2) Banyak membaca buku-buku atau media cetak lainnya. Semakin dipahami konsep-
konsep tersebut, semakin mudah untuk memperbincangkannya dan semakin mudah
pula bagi anak untuk mempergunakannya pada waktu berpikir.

g. Mengembangkan kata hati. Hakikat tugas ini ialah mengembangkan sikap dan
perasaan yang berhubungan dengan norma-norma agama. Hal ini menyangkut
penerimaan dan penghargaan terhadap peraturan agama (moral) disertai dengan
perasaan senang untuk melakukan atau tidak melakukannya. Tugas perkembangan ini
berhubungan dengan masalah benar-salah, boleh-tidak boleh, seperti jujur itu baik,
bohong itu buruk, dan sebagainya.

h. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi. Hakikat tugas ini ialah untuk
dapat menjadi orang yang berdiri sendiri, dalam arti dapat membuat rencana, berbuat
untuk masa sekarang dan masa yang akan datang bebas dari pengaruh orang tua dan
orang lain.

i. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-


lembaga. Hakikat tugas ini ialah mengembangkan sikap sosial yang demokratis dan
menghargai hak orang lain. Umpamanya, mengembangkan sikap tolong-menolong,
sikap tenggang rasa, mau bekerjasama dengan orang lain, toleransi terhadap pendapat
orang lain dan menghargai hak orang lain.

3. TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN PADA MASA REMAJA (12,0-18,0)

1. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya. 


a) Hakikat tugas. Tujuannya: (1) Belajar melihat kenyataan, anak wanita sebagai
wanita, dan anak pria sebagai pria; (2) berkembang menjadi orang dewasa di antara
orang dewasa lainnya; (3) belajar bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai
tujuan bersama; dan (4) belajar memimpin orang lain tanpa mendominasinya.

2. Mencapai peran sosial sebagai pria dan wanita.


a) Hakikat tugasnya. Remaja dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria
atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

3. Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif.


a) Hakikat tugasnya. Tugas ini bertujuan agak remaja merasa bangga, atau bersikap
toleran terhadap fisiknya, menggunakan dan meemlihara fisiknya secara efektif, dan
merasa puas dengan fisiknya tersebut.

4. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.


a) Hakikat tugasnya. (1) membebaskan diri dari sikap dan perilaku yang kekanak-
kanakan atau bergantung pada orangtua,(2) mengembangkan afeksi (cinta kasih)
kepada orangtua, dan (3) mengembangkan sikap respek terhadap orang dewasa
lainnya tanpa bergantung kepadanya.

5. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.


a) Hakikat tugasnya. Tujuannya agar remaja merasa mampu menciptakan suatu
kehidupan (mata pencaharian). Penting buat remaja pria dan tidak terlalu penting buat
remaja wanita.

6. Memilih dan mempersiapkan karier (pekerjaan).


a) Hakikat tugasnya. (1) memilih suatu pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuannya, dan (2) mempersiapkan diri-memiliki pengetahuan dan
keterampilan- untuk memasuki pekerjaan tersebut.

7. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.


a) Hakikat tugasnya. (1) mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup
berkeluarga, dan memiliki anak. (2) memperoleh pengetahuan yaang tepat tentang
pengelolaan keluarga dan pemeliharaan anak.

8. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan


bagi warga negara.
a) Hakikat tugasnya. (1) Mengembangkan konsep-konsep hukum, pemerintahan,
ekonomi, politik, geografi, hakikat manusia, dan lembaga-lembaga sosial yang cocok
dengan dunia modern, dan (2) mengembangkan keterampilan berbahasa dan
kemampuan nalar (berfikir) yang penting bagi upaya memecahkan masalah-masalah
secara efektif.

9. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.


a) Hakikat tugasnya. (1) berpartisipasi sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab
sebagai masyarakat, dan (2) memperhitungkan nilai-nilai sosial dalam tingkah laku
dirinya.

10. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing


dalam bertingkah laku.
a) Hakikat tugasnya. (1) membentuk seperangkat nilai yang mungkin dapat
direalisasikan, (2) mengembangkan kesadaran untuk merealisasikan nilai-nilai, (3)
mengembangkan kesadaran akan hubungannya dengan sesama manusia dan juga
alam sebagai lingkungan tempat tinggalnya, dan (4) memahami gambaran hidup dan
nilai-nilai yang dimilikinya, sehingga dapat hidup selaras (harmoni) dengan orang
lain.

11. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.


a) Mencapai kematangan sikap, kebiasaan dan pengembangan wawasan dalam
mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan dalam kehidupan
sehari-hari, baik pribadi maupun sosial.

4. TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN PADA MASA DEWASA

Havinghurts membagi kehidupan masa dewasa tersebut atas tiga fase, yaitu: dewasa
muda, dewasa, usia lanjut. Yaitu:
a. Tugas-tugas Perkembangan Masa Dewasa muda
1. Memilih pasangan hidup.
2. Belajar hidup bersama pasangan hidup
3. Memulai hidup berkeluarga
4. Memelihara dan mendidik anak.
5. Mengelola rumah tangga.
6. Memulai kegiatan pekerjaan.
7. Bertanggung jawab sebagai warga masyarakat dan warga negara
8. Menemukan persahabatan dalam kelompok sosial.

b. Tugas-tugas Perkembangan Masa Dewasa


1. Memiliki tanggung jawab sosial dan kenegaraan sebagai orang dewasa.
2. Mengembangkan dan memelihara standar kehidupan ekonomi.
3. Membimbing anak dan remaja agar menjadi orang dewasa yang bertanggung
jawab dan berbahagia.
4. Mengembangkan kegiatan-kegiatan waktu senggang sebagai orang dewasa,
hubungan dengan pasangan-pasangan keluarga lain sebagai pribadi.
5. Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisik sebagai orang
setengah baya.
6. Menyesuaikan diri dengan kehidupan sebagai orang tua yang bertambah tua.

c. Tugas-tugas perkembangan pada masa usia lanjut


1. Menyesuaikan diri dengan kondisi fisik dan kesehatan yang semakin menurun.
2. Menyesuaikan diri dengan situasi pensiun dan penghasilan yang semakin
berkurang.
3. Menyesuaikan diri dengan kematian dari pasangan hidup.
4. Membina hubungan dengan sesama usia lanjut.
5. Memenuhi kewajiban-kewajiban sosial dan kenegaraan.
6. Memelihara kondisi dan kesehatan.
7. Kesiapan menghadapi kematian.

APLIKASI TUGAS PERKEMBANGAN

1. Aplikasi perkembangan pada usia bayi dan kanak-kanak (0,0-6,0)

a. Belajar berjalan terjadi pada umur antara 9 sampai 15, dapat di aplikasikan dengan
menggunakan alat bantu jalan seperti roda gledegan. Anak tersebut di taro ditempat
tersebut lalu dengan bebas anak dapat berjalan kemana saja atau kita bisa
menuntunnya sementara dengan memegang tangannya.

b. Belajar memakan makanan padat. Dapat di aplikasikan dengan diberikannya


biskuit kepada anak tersebut lalu disuapin sedikit demi sedikit.

c. Belajar berbicara. Bayi mulai belajar bicara dengan mengeluarkan macam-macam


suara yang tidak berarti (meraban). Lalu diaplikasikan dengan menyebutkan nama-
nama atau kata-kata yang teratur sampai anak belajar menghubung-hubungkan suara-
suara tertentu dengan benda atau situasi tertentu. Misalnya memanggil Bapak kepada
orangtuanya.

d. Belajar buang air kecil dan buang air besar. Dapat diaplikasikan dengan melakukan
pembiasaan. Seperti setiap kali mau buang air, bawalah anak ke WC tanpa banyak
memberikan penerangan kepadanya.

e. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin. Dapat diaplikasikan dengan


memberikan mainan dan pakaian sesuai jenis kelamin anak. Seperti pada anak laki-
laki diberikan mainan robot-robotan, bola, dan pakaiannya berupa kaos dan celana.
Perempuan diberikan mainan boneka, dan pakaiannya baju dan rok.

2. Aplikasi perkembangan pada masa sekolah (6,0-12,0)

a. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan. Diaplikasikan


dengan melakukan senam pagi dan permainan-permainan ringan, seperti sepak bola,
loncat tali, berenang, dan sebagainya.

b. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk
biologis. Di aplikasikan dengan mengembangkan kebiasaan untuk memelihara badan,
meliputi kebersihan, keselamatan diri, dan kesehatan.

c. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya. Di aplikasikan


melalui permainan umpamanya akan tampak bahwa anak laki-laki tidak akan
memperbolehkan anak perempuan mengikuti permainannya yang khas laki-laki,
seperti main kelereng, main bola, dan layang-layang.

d. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Di


aplikasikan dengan diberikan buku-buku, seperti buku dongeng, ilmu pengetahuan
atau gambar-gambar yang menarik dan diberikan pengajaran tentang bagaimana
menulis, membaca dan berhitung.

e. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari. Diaplikasikan sebagai guru atau orang


tua yang mencontohkan kepada anaknya, seperti sebelum makan untuk berdoa dan
setelah makan mengucap syukur, lalu piring kotornya diletakkan ditempat cuci piring.
Banyak membaca buku-buku atau media cetak lainnya. Semakin dipahami konsep-
konsep tersebut, semakin mudah untuk memperbincangkannya dan semakin mudah
pula bagi anak untuk mempergunakannya pada waktu berpikir.

3. Aplikasi perkembangan pada masa remaja (12,0-18,0)

a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya. Aplikasinya, dengan
adanya seorang temen yang kemudian menjadi orang yang dapat mengerti,
memahami dan belajar menerima kenyataan.

b. Mencapai peran sosial sebagai pria dan wanita. Aplikasinya, dengan berorganisasi
lalu remaja tersebut dapat berperan dimasyarakat.

c. Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif. Aplikasinya, dengan


membangun pribadi yang sehat, seperti berolahraga di pagi hari. Menekuni salah satu
bidang olahraga yang disukai, seperti olahraga basket.

d. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.


Aplikasinya, membiarkan remaja tersebut berpendapat, seperti memilih hubungan
hidup, dan ikut serta gotong royong masyarakat.

e. Memilih dan mempersiapkan karier (pekerjaan). Aplikasinya, mencari pekerjaan di


salah satu industri untuk kelangsungan hidupnya.

f. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga. Diaplikasikan, memilih


pasangan hidup dan pengelolaan keluarga dan pemeliharaan anak.

g. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial. Aplikasinya, turut
hadir jika ada masyarakat sedang melakukan gotong royong.

h. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing


dalam bertingkah laku. Dapat diaplikasikan, sebagai orangtua dapat mencontohkan
tingkah laku yang baik kepada anak dan istrinya. Seperti membantu ibunya memasak,
membantu bapaknya bertani.

i. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Aplikasinya, pembiasaan
shalat berjamaah, sering melakukan pengajian, pergi ke masjid/mushola.

j. Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi, bahaya


penyimpangan seksual, dan penyalahgunaan narkotika.

k. Membantu siswa mengembangkan sikap apresiatif terhadap kondisi dirinya. 

l. Melatih peserta didik mengembangkan kemampuan bertahan dalam kondisi sulit


dan penuh godaan.

4. Aplikasi perkembangan pada masa dewasa

a. Memiliki keluarga. Aplikasinya dengan menemukan pasangan hidup mereka dapat


menjalin dan menciptakan keluarganya yang baru. Mulai menciptakan kehidupan
baru dikeluarganya.

b. Memiliki tanggung jawab sosial dan kenegaraan sebagai orang dewasa.


Aplikasinya dengan adanya pasangan hidup dan anak. Kemudian bertanggung jawab
membina dan membesarkan keluarganya dan berperan aktif dilingkungan sekitarnya.

KEBUTUHAN ANAK USIA SD

Teori Kebutuhan

     Setiap individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang hendak dipenuhi.Menurut


Alfrooz ( 1996 ), kebutuhan ( need ) adalah : “ A natural requirement with, should be
satisfield in order to secure a better organic compatibility ”. Sedangkan Chaplin
( 2002 ), mendefinisikan need ( kebutuhan ) sebagai : 1). satu subtansi selular yang
harus dimiliki oleh organisme; 2). lebih umum, segala kekurangan,
ketiadaan/ketidaksempurnaan yang dirasakan seseorang.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebutuhan merupakan keperluan azasi yang
harus dipenuhi, kebutuhan muncul karena ketidakseimbangan dalam diri individu.
Kebutuhan  mendapatkan perhatian dari sejumlah ahli psikologi, salah satu teorinya
dibangun dan dipopulerkan oleh Abraham H. Maslow. Menurut ia manusia memiliki
kecendrungan-kecendrungan mencapai kebutuhan hingga memuaskan.

 Manusia dilukiskan oleh Maslow adalah makhluk yang tidak pernah berada dalam
keadaan sepenuhnya puas. Jika kebutuhan sudah terpenuhi yang  maka akan muncul
kebutuhan-kebutuhan berikutnya yang menuntut kepuasan, hal ini terus terjadi
sepanjang kehidupan manusia ( Jerry dan Phares, 1987 ).

Karena keyakinan tersebut, Maslow membuat sebuah teori tentang kebutuhan yang
dikenal sebagai hierarki kebutuhan ( hierarchy need ), dalam teori ini Maslow
menyebutkan lima kebutuhan hierarki ( kebutuhan prioritas utama ). Maslow
membedakan kelima kebutuhan berdasarkan motif untuk memenuhinya, yaitu : basic
need ( kebutuhan-kebutuhan dasar ) dan metaneeds ( kebutuhan untuk pertumbuhan ).

Selain teori yang diajukan Maslow, Mc Cielland juga mengajukan teori tentang
kebutuhan yang dikenal cukup luas, kemudian Mc Ciellan membagi 3 jenis
kebutuhan menjadi : JENIS KEBUTUHAN ANAK SD)
1). Need for acchievement— N-Ach (kebutuhan untuk berprestasi), yaitu kebutuhan
untuk bersaing atau melampaui standar pribadi. Need for achievement merupakan
suatu motif yang memotifasi seseorang untuk berhasil dalam berkompetisi baik
berupa prestasi orang lain atau prestasi diri sendiri yang telah dicapainya. Mc
Cielland menemukan ciri-ciri individu yang memiliki kebutuhan ini, antara lain :

a.    Menyenangi situasi dimana ia bertanggungjawab atas segala perbuatannya.

b.    Menyenangi umpan balik (feedback) yang cepat, nyata dan efisien atas segala


perbuatannya.

c.    Dalam menentukan prestasinya ia lebih memilih resiko yang besar.

d.    Berusaha melakukan sesuatu dengan cara yang baru dan kreatif.

e.    Mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi.

2). Need for power—N-Pow (kebutuhan untuk berkuasa), yaitu suatu kebutuhan


untuk memberi kesan atau memberi pengaruh atas orang lain untuk dianggap sebagai
orang yang berkuasa. Dikatakan memiliki need for power yang tinggi apabila
seseorang mencari cara untuk mempengaruhi atau menguasai orang lain. Seseorang
yang memiliki need for power yang tinggi akan berusaha untuk mempengaruhi atau
menguasai orang lain secara tidak langsung dengan cara memberikan sugesti,
mengajukan pendapat atau ide-ide atau pendapat tertentu. Ciri-ciri tingkah laku orang
yang memiliki need for power antara lain :

a.    Sangat aktif dalam menentukan kegiatan  organisasi tempat ia bernaung.

b.    Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau
organisasi.

c.    Senang menjadi anggota organisasi yang mencerminkan prestise.

d.    Berusaha menolong orang lain walau tidak diminta.

3). Need for affiliation—N-Aff (kebutuhan untuk berafiliasi) yaitu kecendrungan


beberapa individu untuk mencari atau menjalin persahabatan dengan orang lain tanpa
melihat statusnya. Seseorang yang memilikineed for affiliation yang tinggi apabila
memikirkan bagaimana caranya menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain,
memberikan perhatian yang besar pada orang tersebut. Ciri-ciri orang yang
memiliki need for affiliation, antara lain :

a.    Lebih senang berkumpul dengan orang lain.


b.    Sering berhungan dengan orang lain.

c.    Lebih memperhatikan aspek hubungan pribadi.

d.    Mencari persetujuan atau kesepakatan dengan orang lain.

e.    Lebih aktif melakukan pekerjaan.

Kebutuhan Dasar Manusia

     Dalam teori  hierarki kebutuhan yang diajukan Maslow disebutkan lima kebutuhan


dasar secara berjenjang atau bertingkat. Tingkat paling bawah terletak kebutuhan
fisiologi, tingkat keempat terdapat kebutuhan atas penghargaan diri, tingkat ketiga
terdapat kebutuhan yang termasuk kedalam kelompok kasih sayang, tingkat kedua
terdapat kebutuhan rasa aman dan ketentraman, dan pada tingkat tertinggi terdapat
kebutuhan atas perwujudan diri.

Self –actualization

Esteem need

Sosial need

Safety and security need

Physiological need

     Physiological Need (Kebutuhan-kebutuhan Fisiologi)

     Kebutuhan-kebutuhan fisiologi adalah kebutuhan yang menjadi prioritas utama,


dakam pemenuhannya karena berkaitan langsung dengan kondisi fisik dan
kelangsungan hidup. Kebutuhan-kebutuhan psikologis antara lain : makanan,
minuman, oksigen, sandang, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat dan lain-lain. Karena
kebutuhan ini sangat mendesak maka sebelum memenuhi kebutuhan ini, kebutuhan
yang lain akan ditekan atau ditunda.

     Safety and Security Need (Kebutuhan Akan Rasa Aman dan Perlindungan)


     Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan dasar dalam tingkat
kedua dan muncul setelah fisiologi terpenuhi. Menurut Maslow, indikasi kebutuhan
ini pada anak adalah kebergantungan. Anak-anak merasa aman jika berada dekat
keluarganya, jika kedekatan ini tidak kuat maka anak akan merasa cemas,

tidak nyaman, dan mendorong anak mencari kehidupan lain yang membuat mereka
aman, nyaman dan tentram. Penelitian yang dilakukan Globe (1987) membenarkan
bahwa anak sangat membutuhkan rasa aman dan perlindungan.

     Need for Love and Belongingness (Kebutuhan akan Kasih Sayang)

     Need for love and belongingness adalah kebutuhan yang mendorong individu


untuk mengadakan ikatan emosional atau hubungan afeksi, yang diaktualisasikan
dalam bentuk : rasa memiliki dan dimiliki, dicintai dan mencintai, rasa diakui dan
keikutsertaan dlm suatu kelompok. Menurut Maslow, cinta dan kasih sayang
merupakan kebutuhan yang sangat berarti bagi manusia, karena merupakan prasyarat
untuk terwujudnya perasaan sehat.

Berbeda dengan Freud yang meyakini bahwa cinta dan afeksi merupakan naluri seks
yang disublimasikan. Maslow lebih memandang cinta sebagai hubungan kasih sayang
yang sehat antara dua orang atau lebih dan didalamnya terkandung perasaan saling
percaya dan menghargai.

Menurut Maslow lebih jauh, tanpa cinta dan kasih sayang, akan dapat menghambat
pertumbuhan individu. Para ahli juga mengatakan jika terhambatnya pemenuhan
kebutuhan ini akan menjadi penyebab utama terjadinya tingkah laku maladjustment.

     Need for Self-Esteem (Kebutuhan Akan Rasa Harga Diri)

     Kebutuhan ini merupakan kebutuhan individu untuk merasa dirinya berharga.


Kebutuhan ini mencakup : (1) kebutuhan self-respect atau penghormatan atau
penghargaan diri sendiri, seperti : hasrat untuk berkompetisi, kekuatan pribadi,
edukasi, kemandirian, dan (2) esteem atau penghargaan dari orang lain yaitu :
penghargaan untuk apa yang telah dilakukannya, berupa : pengakuan, penerimaan,
perhatian, kedudukan atau status, pangkat, nama baik, prestasi dan seterusnya.
Kegagalan untuk diakui diri sendiri atau orang lain akan membuat individu merasa
rendah diri, kehilangan semangat dan putus asa(discouragement).

     Need for Self –Actualization (Kebutuhan Akan Aktualisasi)

     Menurut Maslow, self –actualization is a state of self-fulfillment in which people


realize their highest potential (Fieldman,1996). Jadi kebutuhan aktualisasi diri adalah
kebutuhan untuk memenuhi dorongan hakiki manusia untuk menjadi orang yang
sesuai dengan keinginan dan potensi dirinya. Dengan kata lain,self-
actualization adalah berjuang menjadi apa saja yang bisa kita raih, motif yang
mendorong kita untuk mencapai potensi secara penuh dan mengekspresikan
kemampuan kita yang unik (tidak biasa ).

Dalam teori hierarki kebutuhan Maslow, kebutuhan ini merupakan kebutuhan


tertinggi dan muncul setelah kebutuhan akan penghargaan dan kasih sayang. Untuk
memenuhi lima kebutuhan tersebut Abraham Maslow, membedakan motivasi
manusia menjadi dua kategori yaitu :

a.    Deficit motive (motif kekurangan), yang mencakup motif untuk mendapatkan


kebutuhan fisiologis dan rasa aman. Motif ini menjadi penentu yang mendesak bagi
tingkah laku individu. Ciri-ciri yang mendorong munculnya motif ini antara lain :

 Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan membuat individu sakit.

 Jika kebutuhan ini terpenuhi maka individu tidak akan sakit.

 Kemampuan mengendalikan terpenuhinya kebutuhan ini akan menyembuhkan


penyakit atau terhindar dari gangguan.

 Dalam kondisi memilih yang kompleks, akan mengakibatkan kebutuhan ini


menjadi prioritas utama.

 Orang yang sehat tingkah lakunya tidak terus-menerus dikuasai oleh hasrat untuk
memperoleh makanan.

b.    Meta needs (motif untuk pertumbuhan atau metakebutuhan), merupakan motif


yang muncul apabila motif kekurangan telah terpenuhi dan mendorong individu
mengungkapkan potensi-potensinya.

Menurut Maslow (dalam Jerry & Phares, 1987) ciri-ciri orang yang mengalami
aktualisasi diri adalah :

 Menerima relitas secara utuh dan akurat atau melihat sesuatu apa adanya.

 Penerimaan terhadap diri sendiri membuat penilaian tinggi atas individualis dan
keunikan mereka sendiri atau orang lain.

 Spontan dan sederhana menjalani kebutuhan secara alami.

 Lebih memusatkan pada suatu masalah daripada diri sendiri; yang bersifat
subjektif.
 Lebih menyukai hal-hal yang bersifat khusus dan privasi.

 Memiliki otonomi pribadi dan independen dari lingkungan fisik dan sosial.

 Memiliki pandangan yang hangat.

 Menemukan pengalaman-pengalaman puncak atau mistik.

 Memiliki semangat identitas dan para persaudaraan yang tinggi dengan semua
orang.

 Menjalin hubungan interpersonal secara mendalam dengan orang yang telah


teraktualisasi diri.

 Memiliki karakter pribadi yang sangat menghargai ide-ide demokrasi.

 Sangat memperhatikan nilai-nilai etika.

 Memiliki kreatifitas yang tinggi.

 Memiliki perasaan humor yang filosofis ketimbang humor yang tidak berarti.

 Menolak pengaruh kebudayaan yang negatif atau sering berlawanan dengan


patokan-patokan pribadi seseorang.

Apabila kebutuhan akan pertumbuhan ini tidak terpenuhi menyebabkan individu sakit
secara psikologi dan diberi nama metapologi. Bentuk-bentuk metapologi
diantaranya : kehilangan kepercayaan, tidak adil, ego sentries, kehilangan semangat
hidup, depresi, kasar, mengalami kebingungan, individualitas, dan kehilangan rasa
percaya diri.

Kebutuhan Peserta Didik dan Implikasinya Terhadap Pendidikan

Berikut ini akan disebutkan beberapa kebutuhan peserta didik yang perlu mendapat
perhatian dari guru, diantaranya :

     Kebutuhan Jasmani

     Sesuai dengan teori hierarki kebutuhan dari Maslow, kebutuhan jasmani


merupakan kebutuhan dasar manusia bersifat instinktif. Kebutuhan-kebutuhan
jasmaniah untuk peserta didik yang perlu diperhatikan adalah : makan, minum,
pakaian, oksigen, istirahat, kesehatan jasmani, gerak-gerak jasmani, serta terhindar
dari segala ancaman. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, selain mempengaruhi
pembentukan pribadi dan perkembangan psikososial peserta didik, juga akan sangat
berpengaruh terhadap proses belajar mengajar disekolah.

Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmani peserta didik, sekolah melakukan


upaya-upaya antara lain:

a.    Memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang pentingnya hidup sehat


dan teratur.

b.    Menanamkan kesadaran kepada peserta didik agar mengkonsumsi makanan yang


mengandung gizi dan vitamin yang tinggi.

c.    Memberikan waktu peserta didik untuk beristirahat.

d.    Memberikan pendidikan jasmani.

e.    Memberikan berbagai sarana disekolah agar peserta didik dapat bergerak bebas,
bermain, berolahraga dan lain-lain.

f.     Membuat bangunan sekolah dengan memperhatikan sirkulasi udara,


pencahayaan, sehingga peserta didik dapat belajar dan beraktifitas dengan nyaman.

g.    Mengatur tempat duduk mereka sesuai dengan keadaan fisik mereka.

     Kebutuhan Rasa Aman

     Sejumlah penelitian membuktikan bahwa kebutuhan ini sangat penting bagi


peserta didik dan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam tingkah laku
mereka. Rutter at al., (1979) mengatakan bahwa kondisi sekolah yang baik dan podasi
yang kuat membuat tingkah laku dan akademis peserta didik cenderung baik. Murphi
et al (1985) sekolah yang efektif ditentukan oleh lingkungan yang aman dan rapi.
Mereka mempunyai dua pendapat dalam dua dimensi. Dimensi pertama yaitu : siswa
tak merasa terancam atau ketakutan, merasa aman dan senang berada disekolah.
Dimensi kedua adalah bahwa sekolah merupakan sebuah sistem penjagaan dan
pelaksanaan disiplin.

Sejumlah pemikir dan praktisi dunia pendidikan konteporer, seperti (Hanushekm,


1995; Bobbi De Porter, 2001; Hoy & Miskel, 2001; Sackney, 2004) juga mengakui
bahwa lingkungan sekolah yang sehat dan menyenangkan, disamping dibutuhkan
untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, juga diperlukan untuk mengantisipasi
timbulnya perasaan tidak nyaman dan stres dalam diri siswa.

     Kebutuhan Akan Kasih Sayang

     Peserta didik yang mendapatkan kasih sayang akan merasakan senang, betah dan
bahagia berada disekolah, seakan-akan memperoleh motivasi untuk belajar disekolah.
Sebaliknya jika kebutuhan ini tidak terpenuhi oleh peserta didik akan mengakibatkan
mereka merasa terisolasi, cemas, bingung, rendah diri, tidak nyaman, bahkan akan
mengakibatkan peserta didik sulit belajar dan memicu munculnya tingkah laku
maladaptif. Dengan kondisi seperti itu peserta didik akan membuat mereka malas
untuk belajar.

     Kebutuhan Akan Penghargaan

     Karena kebutuhan ini peserta didik ingin memiliki sesuatu, ingin dikenal dan ingin
diakui ditengah-tengah masyarakat. Mereka yang dihargai akan merasa bangga
dengan dirinya dan orang lain. Sebaliknya jika peserta didik merasa diremehkan
maka sikap mereka pada diri mereka sendiri dan lingkungannya akan menjadi negatif.

Oleh sebab itu, untuk menimbulkan rasa berharga dilingkungan mereka, guru dituntut
untuk :

a.    Menghargai anak sebagai pribadi yang utuh.

b.    Menghargai pendapat dan pilihan siswa.

c.    Menerima kondisi siswa apa adanya serta menempatkan mereka pada suatu
kelompok sesuai dengan pilihan mereka sendiri.

d.    Guru harus menunjukan kemampuan secara maksimal dan penuh percaya diri
dihadapan peserta didiknya.

e.    Guru harus mengembangkan konsep diri siswa yang positif.

f.     Memberikan penilaian terhadap siswa secara objektif.

     Kebutuhan Akan Rasa Bebas

     Peserta didik juga mempunyai kebutuhan akan rasa bebas. Peserta didik yang
merasa tidak bebas dalam mengungkapkan apa yang ada didalam hatinya atau tidak
bisa melakukan apa yang mereka inginkan akan mengakibatkan mereka frustasi,
merasa tertekan dan sebagainya. Mereka harus diberikan kesempatan dan bantuan
secara memadai untuk mendapatkan kebebasan.
     Kebutuhan Akan Rasa Sukses

     Peserta didik menginginkan kegiatan akademis berhasil dengan hasil baik. Mereka
akan merasa bahagia dan senang jika apa mereka berhasil, jika apa yang peserta didik
lakukan tidak berhasil maka mereka merasa kecewa. Ini menunjukan bahwa
kebutuhan ini merupakan kebutuhan pokok bagi peserta didik.

PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN BAHASA ANAK SD

Konsep dan dinamika perkembngan kognitif anak sd

Tahap Perkembangan Kognitif

Jean Piaget telah bertahun-tahun mempelajari hubungan antara perkembangan


kognitif dan usia anak-anak. Menurut Paget, anak-anak menjalani empat tahap
perkembangan kognitif yang dilalui secara berurutan secara bertahap. Setiap anak
akan menambah pengalaman baru untuk menambah pengetahuan mereka sehingga
secara bertahap mereka akan meningkatkan kapasitas cara berpikir mereka. Berikut
ini tahap perkembangan kognitif anak yang dilalui secara bertahap dan berurutan:

Sensori Motorik

Adalah tahapan pertama yang dilalui anak. Tahapan ini berlangsung sejak anak lahir
hingga berusia 2 tahun. Pada tahap sensori motorik anak akan mulai memanfaatkan
imitasi, memori dan cara berpikir. Mereka mulai menyadari benda-benda bergerak
dan benda-benda yang berbunyi. Secara sadar anak pada tahapan ini mampu bergerak
sebagai tindakan reflex untuk kegiatan yang diarahkan pada tujuan tertentu.

Tahap Praoperasional

Tahap kedua setelah sensori motorik adalah tahap praoperasional. Tahap ini
berlangsung ketika anak sudah menginjak usia 2 hingga 7 tahun, dimana saat itu anak
sudah ada yang memasuki sekolah dasar. Kemampuan anak juga mulai berkembang
dengan scara bertahap mengembangkan penggunaan bahasa dan kemampuan berpikir
dalam bentuk simbolik. Pada tahapan ini anak-anak juga dapat berpikir operasi
melalui cara logis dalam satu arah. Pada tahap praoperasional, anak-anak mungkin
mengalami kesulitan melihat sudut pandang orang lain.

Operasional Konkrit
Pada tahapan ini mulai muncul ciri-ciri perkembangan kognitif peserta didik usia
sekolah dasar. Umur 7 hingga 11 tahun anak-anak sudah masuk sd. Kemampuan
berpikir mereka juga menjadi lebih baik. Anak-anak mulai dapat memecahkan
masalah konkrit dalam mode logis. Mereka juga mampu mengklarifikasi dan
memahami hukum konservasi. Anak-anak pada usia ini juga mulai mengerti
reversibilitas.

Operasional Formal

Anak-anak dengan usia 11 hingga 15 tahun sudah masuk pada tahap operasional
formal. Pada tahap perkembangan kognitif inni anak mulai mampu menyelesaikan
masalah abstrak dengan cara yang logis. Mereka juga lebih ilmiah dalam berpikir
sehingga mampu mengembangkan kekhawatiran mengenai isu-isu sosial dan
identitas.

Ciri-Ciri Perkembangan Kognitif Peserta Didik Usia Sekolah Dasar

Sekolah dasar di Indonesia dilalui selama 6 tahun dengan usia awal pada kelas satu
mungkin 5 hingga 6 tahun. Perkembangan kognitif anak sd dapat dibagi menjadi 3
bagian berdasarkan range umur. Sebagai orangtua atau guru sd, tentu sangat penting
untuk mengetahui ciri-ciri kognitif anak sd. Berikut ini ciri-ciri perkembangan
kognitif peserta didik usia sekolah dasar:

Anak SD Umur 5-6 Tahun

Kosakata meningkat menjadi sekitar 2.000 kata

Dapat menulis kalimat dengan lima kata atau lebih

Dapat menghitung sampai 10 benda pada satu waktu

Mengetahui mana yang kiri dan kanan

Mulai mampu berpikir dan berdebat, mereka mulai menggunakan kata-kata seperti
mengapa dan karena

Dapat mengkategorikan benda: “Ini adalah mainan; ini adalah buku-buku.”

Memahami konsep-konsep seperti kemarin, hari ini, dan besok

Mampu duduk di meja, mengikuti petunjuk guru, dan mandiri melakukan tugas
sederhana di kelas

Anak SD Umur 7-8 Tahun


Mulai mengembangkan rentang perhatian yang lebih lama

Bersedia untuk mengambil tanggung jawab lebih

Memahami pecahan dan konsep ruang

Memahami uang

Dapat memberitahu waktu

Dapat menyebut nama bulan dan hari dalam seminggu

Menikmati membaca buku sendiri

Anak SD Umur 8-12 Tahun

Kebanyakan remaja awal sepenuhnya mampu mengambil, memahami dan


mempertimbangkan perspektif lain.

Mereka mulai berpikir hipotetis, mempertimbangkan sejumlah kemungkinan, dan


mampu berpikir logis.

Mereka menjadi lebih berorientasi tujuan.

Mereka mungkin mengembangkan minat khusus yang merupakan sumber motivasi.

Perkembangan kognitif dapat dipengaruhi oleh kondisi emosional anak usia sekolah.

Mereka mulai memahami aspek dari dunia orang dewasa seperti uang dan
memberitahu waktu.

Mereka dapat menikmati membaca buku.

Mereka dapat menafsirkan konteks paragraf dan menulis cerita.

Mereka menghargai humor dan permainan kata.

Ciri-ciri perkembangan kognitif peserta didik usia sekolah dasar adalah proses yang
unik dan khusus untuk setiap anak usia sekolah. Kadang-kadang mereka akan
mengalami beberapa kesulitan kognitif yang mempengaruhi proses belajar dan
perilaku mereka.

Anak usia sekolah yang mengalami kesulitan mungkin tidak menerima intervensi
yang tepat, tidak memiliki dukungan dan rasa peduli yang diajarkan oleh oranng
dewasa. Orangtua mungkin mengabaikan beberapa perilaku tersebut karena berpikir
bahwa itu terjadi karena adanya perubahaan mood anak usia sekolah. Padahal belum
tentu kesulitan kognitif terjadi karena perubahan mood.  Perilaku yang tidak boleh
diabaikan menurut Center for Disease and Control and Prevention, 2014 adalah:

Depresi yang berlebihan

Perilaku antisosial, atau ketidakmampuan untuk berhubungan dengan teman sebaya


atau masuk ke dalam kelompok sebaya

Berperilaku berlebihan

Kesulitan untuk terlibat dalam tugas akademik

Sangat penting untuk mengenali perilaku mengganggu orang lain seperti


mendengarkan musik dengan keras, berbicara berulang-ulang dan perilaku murung.
Kita juga perlu memperhatikan perilaku anak yang cenderung aneh seperti depresi,
antisosial dan pengambilan resiko yang berbahaya. Mengetahui ciri-ciri
perkembangan kognitif peserta didik usia sekolah dasar adalah tanggung jawab
bersama antara orangtua dan guru di sekolah.

Sumber:

https://www.education.com/reference/article/piagets-stages-cognitive-development/

https://www.virtuallabschool.org/school-age/cognitive/lesson-2

https://www.education.com/reference/article/cognitive-development/

Pengertian Perkembangan Kognitif

     Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang
berkaitan dengan pegertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang
berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.

Menurut Mayers (1996), “cognition refers to all the mental activities associated with
thinking, knowing, and remembering”. Pengertian yang hamper sama juga diberikan
oleh Margareth W. Matlin (1994), yaitu :“cognition, or mental activity, involves the
acquisition, storage, retrieval and use of knowledge”. DalamDictionary of
Psychology karya Drever, dijelaskan bahwa “kognitif adalah istilah umum yang
mencakup segenap mode pemahaman, yakni persepsi, imajinasi, penangkapan
makna, penilaian dan penalaran” (Kuper & Kuper, 2000). Kemudian
dalam Dictionary of Psychology karya Chaplin (2002), dijelaskan bahwa “kognisi
adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan, termasuk
didalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka,
membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai”.

Sejumlah ahli psikologi menggunakan istilah thinking atau pikiran untuk menunjuk


pengertian yang sama dengan cognition (kognisi), yang mencakup aktifitas mental.
Myers (1996) menjelaskan bahwa, “thinking or cognition, is the mental activity
associated with precessing, understanding, and communicating information… these
mental activities, including the logical and sometimes illogical ways in which we
create concepts, solve problems, make decisions, and form judgments”. Alkinson,
dkk., (1991) mengartikan berpikir sebagai “kemampuan, membayangkan dan
menggambarkan benda atau peristiwa dalam ingatan dan bertindak berdasarkan
penggambaran ini. Pemecahan masalah yang berdasarkan pikiran dibedakan dengan
pemecahan masalah melalui manipulasi yang nyata”.

Dari pengertian-pengertian diatas dapat dipahami bahwa kognitif atau pemikiran


adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktifitas
mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan
informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan
masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang
berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,
membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan langkahnya.

Perkembangan Kognitif Menurut Piaget

            Perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang kecerdasan,


pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya. Kecerdasan
merupakan proses yang berkesinambungan yang membentuk struktur yang
diperlukan dalam interaksi terus menerus dengan lingkungan. Struktur yang dibentuk
oleh kecerdasan, pengetahuan sangat subjektif waktu masih bayi dan masa kanak –
kanak awal dan menjadi objektif dalam masa dewasa awal.

Dinamika Perkembangan Kognitif Anak SD

Menurut Piaget, dinamika perkembangan kognitif individu mengikuti dua proses,


yaitu proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana
seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, atau pengalaman baru ke dalam
struktur kognitif yang sudah ada dalam pikirannya. Struktur kognitif yang dimaksud
adalah segala pengalaman individu yang membentuk pola-pola kognitif tertentu. Jadi
struktur kognitif seungguhnya merupakan kumpulan dari pengalaman dalam kognisi
individu.

Sedangkan menurut Piaget, proses asimilasi dan akomodasi terus berlangsung pada
diri seseorang. Dalam perkembangan kognitif, diperlukan keseimbangan antara kedua
proses ini. Keseimbangan itu disebut ekuilibrium yakni pengaturan diri secara
mekanis yang perlu untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi.

Pentingnya asimilasi dan akomodasi pada diri individu adalah agar individu mampu
beradaptasi dengan lingkungan dimana ia berada. Dalam beradaptasi dengan
lingkungan, ada kalanya individu cukup mengitegrasikan realitas luar dengan struktur
kognitifnya yang sudah ada, tetapi ada kalanya ia mesti mengubah struktur kognitif
yang sudah ada atau bahkan membuat struktur kognitif baru.

Karakteristik Perkembangan Kognitif Anak SD

Jean Piageat, ilmuan prancis ini melakukan penelitian tentang perkembangan kognitif
Individu sejak tahun 1920 sampai dengan 1964. Berdasarkan hasil penelitiannya,
piageat membagi proses perkembangan fungsi-fungsi dan prilaku kognitif ke dalam
empat tahapan utama yang secara kualitatif setiap tahapan menunjukan karakteristik
yang berbeda-beda. Tahapan perkembangan kognitif itu adalah periode sensori
motorik, periode pra operasional, periode operasional konkret, dan periode rasional
formal.

1. Karakteristik kognitif periode pra operasional anak sd

            Sebagian anak sd mungkin masih berada pada tahap pra operasional dengan
proses berfikir intuitif (4;0-7;0) sebab masih banyak orang tua yang menyekolahkan
anaknya ke sd pada usia 5, 6 atau 7 tahun. Bahkan mungkin saja masih ada anak sd
dengan pemikiran transduktif seperti pada masa pra konseptual. Misalnya, suatu saat
anak melihat tamu yang datang kerumahnya dan ia memberi oleh-oleh kepada anak
tersebut. Bagi anak yang masih berfikir transduktif, ia akan menyimpulkan bahwa
tamu adalah orang yang suka membawa oleh-oleh. Meski pada umumnya berfikir
transduktif seperti itu sudah hampir tidak terjadi pada setiap anak sd, berfikir intuiktif
adalah hal yang sangat mungkin terjadi terutama pada kelas-kelas awal. Pada anak sd,
hal ini ditandai oleh dominasi pengamatan yang bersifat egosentris, yakni berfikir
yang belum memahami cara orang lain memandang objek yang sama, sehingga
seperti searah (selancar). Perilaku yang tampak antara lain :
self-centered dalam memandang dunianya

dapat mengklasifikasi objek-objek atas dasar satu ciri yang sama, mungkin pula
memiliki perbedaan dalam hal yang lainnya.

dapat melakukan koleksi benda-benda berdasarkan satu ciri atau kriteria tertentu

dapat menyusun benda-benda, tetapi belum dapat menarik inferensi dari dua benda
yang tidak bersentuhan meskipun terdapat dalam susunan yang sama.

2. Karakteristik kognitif periode operasional konkret pada anak SD

Umumnya anak usia sd berada pada periode operasional konkret. Periode ini
dicirikan pemikiran yang refelsibel, mulai mengkonserpasi pemikiran tertentu,
adaptasi gambaran yang menyeluruh, melihat suatu objek dari berbagai suatu
pandang, mampu melakukan seriasi, dan berfikir kausalitas.

a. Operasi berfikir revesibel anak usia SD

pada anak usia sd sudah mulai berkembang kemampuan berfikir logis, yakni berfikir
yang menggunakan operasi-operasi logis tertentu. Operasi yang mereka gunakan
bersifatrefeslibel artinya dapat dipahami dalam dua arah. Cara berfikir ini sangat
tampak dalam logika matematika sepertipada penjumlahan, pengurangan, dan
persamaan. Misalnya, bila A+B=C maka A=C-B atau B=C-A. Anak usia sd (7-12
tahun) sudah mampu memahami logika matematika seperti ini dan logika ini selalu
menganut unsur kekekalan (konservasi). Oleh sebab itu, menurut piaget ciri utama
periode oprasional konkret adalah transportasi revesibel dan sistem kekekalan.

Dengan berfikir revesibel, anak mampu berfikir logis yang dapat digunakan dalam
memecahkan masalah yang di hadapinya. Tetapi pemikiran logis itu masih terlihat
apa-apa yang kelihatannya nyata. Artinya, dalam mengoprasikan logika berfikirnya
masih perlu dibantu oleh benda benda nyata atau dibawa keprilaku nyata. Misalnya,
jika guru sd kelas I ingin mengajarkan penjumlahan 2+4=6, maka guru sebaiknya
menunjukan suatu benda (seperti potongan lidi) dua dan empat buah lalu
digabungkan dan dihitung satu persatu. Yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran
penjumlahan seperti ini adalah jangan sampai menjumlahkan dua hal yang berbeda.
Misalnya, 2+4=6 tetpi guru memperlihatkan dua potong sapu lidi dan empat pensil.
Meski pembelajaran penjumlahan ini menggunakan benda konkret, pembelajaran ini
keliru sebab potongn lidi dan pensil merupakan dua hal berbeda. Kedua benda
tersebut tidak dapat di jumlahkan.

b. Sistem kekekalan (konservasi) pemikiran pada anak usia SD


Hasil penelitian piaget menunjukan bahwa ada 6 perkembangan kekekalan pada anak
periode operasional konkret. Pertama, kekekalan bilangan yang muncul pada usia 5-6
tahun. Kedua, kekekalan subtensi yang muncul pada usia sekitar 7-8 tahun. Ketiga,
kekekalan panjang yang berkembang sekitar usia 7-8 tahun. Keempat, kekekalan luas
yang umumnya berkembang bersamaan dengan berkembangnya kekekalan panjang.
Kelima, kekekalan berat yang umumnya berkembang pada usia 9-10 tahun. Keenam,
kekekalan volume yang umumnya berkembang pada usia 11/12 tahun.

3 Ciri-ciri perkembangan kognitif lainnya pada anak usia SD

Ciri perkembangan kognitif lainnya pada anak usia sd adalah kemampuan :

a. Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh

b. Memandang sesuatu dari berbagai macam segi

c. Seriasi

d. Klasifikasi

e. Kausalitas

4. Karakteristik kognitif periode operasional formal pada anak usia SD

a. Mampu menoprasikan kaidah logika matematika berupa tambah, kurang, kali, bagi,
serta kombinasi dari keempat logika matematika tersebut.

b. Memprediksi sesuatu berdasarkan fakta dan data yang ada.

c. Mengkritisi sesuatu meskipun dalam bentuk sederhana.

d. berfikir analitik dan sintetik

D. Implikasi praktis dalam melakukan stimuasi perkembangan kognitif pada anak SD

Implikasi dari teori piaget adalah bahwa dalam proses pembelajaran pendidik harus
memperhatikan tahapan perkembangan kognitif peserta didik. Materi dirancang
sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif itu dan harus merangsang kemampuan
berfikir mereka. Tahap kemampuan berfikir sensorik mengimplikasikan bahwa bagi
proses belajar harus mencapai kerangka dasar kemampuan bahasa, hubungan tentang
objek, kontrol skema, kerangka berfikir, pembentukan pengertian dan pengenalan
hubungan sebab akibat.
Berikut ini merupakan beberapa implikasi praktis teori perkembangan kognitif untuk
pembelajaran :

1. Pembelajaran tidak harus berpusat pada guru atau tenaga kependidikan, tetapi
berpusat pada peserta didik.

2. Materi yang dipelajari harus menantang dan menarik minat belajar peserta didik.

3. Pendidik harus terlibat bersama-sama peserta didik dalam proses pembelajaran.

4. Sekuensi (urutan) bahan pembelajaran dan metode pembelajaran harus menjadi


perhatian utama. Anak akan sulit memahami bahan pembelajaran jika sekuensi bahan
pembelajaran itu loncat-loncat.

5. Pendidik harus memperhatikan tahapan perkembangan kognitif peserta didik dalam


melakukan stimulasi pembelajaran.

6. pada SD kelas awal pembelajaran seyogyanya dibantu benda konkret.

BAB III

PENUTUP

     KESIMPULAN

            Jadi intinya perkembangan kognitif anak sekolah dasar harus disesuaikan


dengan kemampuan belajar dan menerima pembelajaran dari setiap pendidik.
Pendidik pun harus dapat menyesuaikan sampai dimana kemampuan otak para
peserta didik dapat menerima pembelajaran, jadi jangan sampai materi yang jauh di
atas kemampuan mereka membuat motivasi belajar dan merusak struktur kognitif
mereka.

     Ide-ide Dasar Teori Piaget

Piaget mengemukakan beberapa konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan


kognitif anak, diantaranya :

a.    Anak adalah pembelajar yang aktif. Anak tidak hanya mengobservasi dan


mengingat apa saja yang mereka lihat dan mendengarkan dengan pasif. Sebaliknya,
mereka secara natural memiliki rasa ingin tahu tentang dunia mereka dan secara aktif
berusaha mencari informasi untuk membantu pemahaman dan kesadarannya tentang
realitas dunia yang mereka hadapi.

Dalam memahami dunia mereka, anak menggunakan apa yang disebut oleh Piaget
dengan “schema”(skema), yaitu konsep atau kerangka yang ada dalam pikiran mereka
yang digunakan untuk mengorganisasikan dan menginterprestasikan informasi.

b.    Anak mengorganisasi apa yang mereka pelajari dari pengalamannya. Anak-anak


tidak hanya mengumpulkan apa saja yang mereka pelajari dari fakta-fakta yang
terpisah menjadi suatu kesatuan. Sebaliknya, anak secara gradual membangun suatu
pandangan menyeluruh tentang bagaimana dunia bergerak.

c.    Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses asimilasi dan


akomodasi. Dalam menggunakan dan mengadaptasi skema mereka, ada dua proses
yang bertanggungjawab, yaitu :assimilation dan accommodation. Asimilasi terjadi
ketika seorang anak memasuki pengetahuan baru kedalam pengetahuan yang sudah
ada. Akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri  pada informasi baru.

d.    Proses ekuilibrasi menunjukan adanya peningkatan ke arah bentuk-bentuk


pemikiran yang lebih komplek. Menurut Piaget, melalui kedua proses
penyesuaianasimilasi dan akomodasisistem kognisi seseorang berkembang
bertahap sehingga kadang-kadang mencapai keadaan equilibrium, yakni keadaan
seimbang antara struktur kognisinya dan pengalamannya dilingkungan. Kondisi ini
menimbulkan konflik kognitif atau disequilibrium, yakni ketidaknyamanan mental
yang mendorongnya untuk membuat pemahaman tentang yang mereka lihat.

Pergerakan dari equilibrium ke disequilibrium dan kemudian kembali lagi


menjadi equilibrium atau proses yang meningkatkan perkembangan pemikiran dan
pengetahuan anak secara bertahap inilah yang disebut Piaglet dengan
istilah equilibration (ekuilibrasi).

Tujuan utama dari metode ini adalah untuk mengikuti jalan pikiran si anak itu sendiri,
sehingga dapat dimengerti mengapa timbul respons demikian pada anak tersebut.

Karakteristik perkembangan kognitif anak SD

     Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget ini dapat dilihat dalam table
berikut ini :

Tabel 5.1 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Tahap Sensorimotor

Usia 0-2 tahun

Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis.
Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengordinasian pengalaman-pengalaman
sensor dengan tindakan fisik

Tahap Pra-operasional

Usia 2-7 tahun

Anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-
gambar ini menunjukan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi
indrawi dan tindakan fisik

Tahap Pra-operasional

Usia 7-11 tahun


Pada saat ini akan dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan
mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda

Tahap Pra-operasional

Usia 11-Dewasa

Remaja  berpikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik

     Menurut Piaget, perkembangan dari masing-masing tahap-tahap


tersebut  merupakan hasil perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya.
Perubahan-perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur
berpikir. Piaget menggunakan istilah skema dan adaptasi. Dengan kedua komponen
ini berarti bahwa kognisi merupakan sistem yang selalu

diorganisasi dan diadaptasi, sehingga memungkinkan individu beradaptasi dengan


lingkungannya.

Skema (struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisasi dan merespon
berbagai pengalaman. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola sistematis dari
tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang memberikan suatu
kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi.

Adaptasi (struktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan Piaget untuk
menunjukan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya dalam proses
perkembangan kognitif. Dari sudut biologi, asimilasi adalah integrasi antara elemen-
elemen eksternal (dari luar) terhadap struktur yang sudah lengkap pada organisme.
Asimilasi kognitif mencakup perubahan objek eksternal menjadi struktur
pengetahuan internal (Lerner & Hultsch, 1983).

Akomodasi adalah menciptakan langkah baru atau memperbarui, atau


menggabungkan istilah lama untuk menghadapi tantangan baru. Piaget
mengemukakan bahwa setiap organisme yang ingin mengadakan penyesuaian
(adaptasi) dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium), yaitu
antara aktivitas individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktivitas lingkungan
terhadap individu (akomodasi).
Teori-teori kognitif yang diajukan Piaget sebenarnya hanya bermaksud menerangkan
dan memberi satu pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kognisi anak-anak
berkembang. Teresa M. Mc Devitt dan Jeane Ellis Ormrod (2002) menyebutkan
beberapa implikasi teori Piaget bagi guru-guru disekolah, yaitu :

      Memberi kesempatan kepada peserta didik melakukan eksperimen terhadap


objek-objek fisik dan fenomena-fenomena alam.

     Pada tingkat pra-sekolah eksplorasi ini dapat berupa permainan dengan air, pasir,
balok-balok kayu, dan lain-lain. Selama tahun-tahun sekolah dasar, eksplorasi
mungkin dilakukan melalui beberapa aktivitas, seperti melempar dan menangkap
bola, menjelajahi alam, bekerja dengan tanah liat dan cat air, atau membentuk
struktur bangunan dengan menggunakan stik es krim, dan lain-lain.

     Demikian juga halnya dengan siswa-siswa sekolah menengah meskipun telah


memiliki kemampuan untuk berpikir abstrak, masih perlu diberi kesempatan untuk
memanipulasi dan melakukan eksperimen dengan benda-benda konkret, seperti
bereksperimen dengan menggunakan alat-alat di laboratorium, kamera, dan film,
peralatan memasak dan makan, atau dengan peralatan tukang kayu.

      Mengeksplorasi kemampuan penalaran siswa dengan mengajukan pertanyaan


atau pemberian tugas-tugas pemecahan masalah.

     Dengan memberikan tugas-tugas Piagetian, baik yang berkaitan dengan


keterampilan berpikir operasional konkret maupun operasional formal (seperti
konservasi, multifikasi, separasi atau mengontrol variabel-variabel, penalaran
proporsional dan sebagainya), serta dengan mengobservasi respons siswa terhadap
tugas-tugas tersebut, guru akan mendapatkan pengetahuan yang mendalam tentang
bagaimana pemikiran penalaran para siswa.

      Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget menjadi acuan dalam


menginterprestasikan tingkah laku siswa dan mengembangkan rencana pelajaran.

     Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget memang tidak selalu akurat dalam


mendeskripsikan kemampuan berpikir logis para siswa, tetapi bagaimanapun tahapan
pemikiran yang diajukannya dapat memberikan petunjuk tentang pemikiran dan
proses penalaran siswa pada berbagai tingkat usia (Metz, 1997). Guru sekolah dasar
misalnya akan memahami bahwa siswanya kemungkinan menghadapi kesulitan
dengan proporsi                (seperti : pecahan atau desimal) dan dengan konsep-konsep
abstrak (seperti : konsep keadilan, kebaikan, dan lain-lain). Sedangkan bagi guru
sekolah menengah tentu akan lebih mengharapkan siswanya mendiskusikan ide-ide
tentang kemajuan hidup masyarakat meskipun berupa pemikiran yang tidak realitis.

      Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget juga memberikan petunjuk bagi


para guru dalam memilih strategi pembelajaran yang lebih efektif pada tingkat kelas
yang berbeda.

     Guru harus tidak meremehkan atau terlalu mengunggulkan kemampuan berpikir


siswa saat sekarang. Sebaliknya, siswa pada setiap tingkat didorong untuk secara aktif
menggabungkan informasi yang ada agar sampai kedalam skema mereka. Untuk itu,
mereka harus melakukan tindakan atas informasi dengan berbagai cara, dan proses
pendidikan di sekolah harus memberi siswa kesempatan untuk memiliki pengalaman
atas dunia.

      Merancang aktivitas kelompok dimana siswa berbagai pandangan dan


kepercayaam dengan siswa lain.

      Menurut Piaget interaksi dengan teman sebaya sangat membantu anak memahami
bahwa orang lain memiliki  pandangan dunia yang berbeda dengan pandangannya
sendiri dan ide-ide mereka tidak selalu akurat dan logis.

Dalam hal ini, menarik apa yang ditulis Piaget (dalam Wiliam Crain, 1980) :

Children begin to think logicallyto coordinate two dimensions


simultaneoouslypartly by learning to consider two or more perspectives in their
dealings with other. Thus, interactions should be encouraged, and the most beneficial
ones are thoses in which children feel a basic equality, as they most often do with
peers. As long as children feel dominated by an authority who knows the “right”
anwer, they will have difficulty appreciating differences in persprectives. In group
discussions with other children, in contrast, they have a better opportunity do deal
with different viewpoint as stimulating challenges to their own thinking.

PERKEMBANGAN BAHASA ANAK SD

TEORI BELAJAR

Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan sejumlah teori belajar yang
bersumber dari aliran aliran psikologi. Di bawah ini akan dikemukakan empat
jenis teori belajar, yaitu: (A) teori belajar behaviorisme, (B) teori belajar kognitif
Piaget, (C) teori belajar pemrosesan informasi, dan (D) teori belajar Gestalt.

A. Teori Belajar Behaviorisme


Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari
sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata
lain, behaviorismetidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks
sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.

Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini,


diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-


hukum belajar, diantaranya:

Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula
hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.

Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana
unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu.

Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan
semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila
jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan


hukum-hukum belajar, diantaranya :

Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua


macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks


yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner


Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus


penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat


melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud


dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh
stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu
sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus
lainnya seperti dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori
belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya.
Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku
individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan
juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan
skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa
yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui
peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih
memandang pentingnya conditioning. Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan
memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar


behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip
kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang
menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The
Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response
Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

B. Teori Belajar Kognitif Piaget


Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme [lihat: Teori Belajar Konstruktivisme]. Salah satu sumbangan
pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk
memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan
perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu
meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete
operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses
rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton
(2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes
material into their mind from the environment, which may mean changing the
evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to
one’s mind or concepts by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan


tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi
kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh
interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.Guru
hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal
dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan
baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-
baiknya.

Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.

C. Teori Belajar Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang
sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam
bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara
kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu
keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses
kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan
dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu,


(1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan
kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

D. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk
atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa
tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut
Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa
setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang.
Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya
membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar,
maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.

Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu


maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk
tertentu.

Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan


dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.

Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang


berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau
bentuk tertentu.

Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya


bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan
yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan

Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola
obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:


Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku
“Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau
keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan
dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola
adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna
dibanding dengan perilaku “Molecular”.

Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan
geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan
yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang
nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah.
(lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang
penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).

Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian
peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya,
adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan
sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak
seperti gunung atau binatang tertentu.

Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses
yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan
merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap
rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan
tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa.

Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang


terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas
makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini
sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi
masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta
didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku
bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya
dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif
jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru
hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta
didik dalam memahami tujuannya.

Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan
dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan
hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan
peserta didik.

Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi


pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar
terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam
situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam
tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip
pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan
umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah
menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi
untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh
karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-
prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

Menurut pendapat Piaget (Sumantri, dkk. 2009:1-15) mengemukakan bahwa proses


perkembangan anak dari kecil hingga dewasa melalui empat tahap perkembangan,
yaitu:

a. Tahap Sensori Motor (0–2 Tahun)

Pada tahap ini, kegiatan intelektual anak hampir seluruhnya merupakan gejala yang
diterima secara langsung melalui indera. Pada saat anak mencapai kematangan dan
secara perlahan mulai memperoleh keterampilan berbahasa, mereka menerapkannya
pada objek-objek yang nyata. Pada tahap ini anak mulai memahami hubungan antara
benda dengan nama benda tersebut.

b. Tahap Praoperasional (2–7 Tahun)

Perkembangan yang pesat dialami oleh anak pada tahap ini. Anak semakin
memahami lambang-lambang bahasa yang digunakan untuk menunjukkan benda-
benda. Keputusan yang diambil hanya berdasarkan intuisi, bukan atas dasar analisis
rasional. Kesimpulan yang diambil merupakan kesimpulan dari sebagian kecil yang
diketahuinya, dari suatu keseluruhan yang besar. Anak akan berpendapat bahwa
pesawat terbang berukuran kecil karena itulah yang mereka lihat di langit ketika ada
pesawat terbang yang lewat.

c. Tahap Operasional Konkret (7–11 Tahun)

Pada tahap ini anak mulai berpikir logis dan sistematis untuk mencapai pemecahan
masalah. Masalah yang dihadapi dalam tahap ini bersifat konkret. Anak akan merasa
kesulitan bila menghadapi masalah yang bersifat abstrak. Pada tahap ini anak
menyukai soal-soal yang telah tersedia jawabannya.

d. Tahap Operasional Formal (11–15 Tahun)

Anak mencapai tahap perkembangan ini ditandai dengan pola pikirnya yang seperti
orang dewasa. Anak telah dapat menerapkan cara berpikir terhadap permasalahan
yang konkret maupun abstrak. Pada tahap ini anak sudah dapat membentuk ide-ide
dan berpikir tentang masa depan secara realistis.

Sedangkan Johan Amos Comenius dalam Kartini Kartono (2007: 34-35) berpendapat
bahwa perkembangan bahasa seseorang terdiri dari empat periode perkembangan,
yaitu:

a. Periode Sekolah-Ibu (0-6 Tahun)

Pada periode ini hampir semua usaha bimbingan-pendidikan berlangsung di


lingkungan keluarga, terutama aktivitas ibu sangat mempengaruhi proses
perkembangan anak.

b. Periode Sekolah-Bahasa-Ibu (6-12 Tahun)


Pada periode ini anak baru mampu menghayati setiap pengalaman dengan pengertian
bahasa sendiri (bahasa ibu). Bahasa ibu ini digunakan untuk berkomunikasi dengan
orang lain, yaitu untuk mendapatkan impresi dari luar berupa pengaruh, sugesti serta
transmisi kultural dari orang dewasa, dan untuk mengekspresikan kehidupan batinnya
kepada orang lain.

c. Periode Sekolah-Latin (12-18 Tahun)

Pada periode ini anak mulai diajarkan bahasa latin sebagai bahasa kebudayaan.
Bahasa ini perlu diajarkan kepada anak agar anak mencapai taraf beradab dan
berbudaya.

d. Periode Sekolah-Universitas (18-24 Tahun)

Pada periode yang terakhir ini anak muda mengalami proses pembudayaan dengan
menghayati nilai-nilai ilmiah, di samping mempelajari macam-macam ilmu
pengetahuan.

Khusus mengenai perkembangan bahasa anak, Conny R. Semiawan (2000: 128-136)


berpendapat bahwa tahap perkembangan bahasa anak terdiri dari empat tahap, yaitu:

a. Perkembangan Bahasa Usia Bayi

Secara umum bayi mulai mengeluarkan ucapan pada saat usianya 10-16 bulan,
walaupun pada kenyataannya ada juga yang memerlukan waktu lebih lama dari itu.
Sebelum anak-anak mengucapkan kata-kata, terlebih dahulu membuat ocehan
misalnya dengan ucapan baa, maa atau paa. Mengoceh ini mulai terjadi saat usia
sekitar 3-6 bulan. Tujuan komunikasi yang dilakukan oleh bayi pada usia dini ialah
untuk menarik perhatian orang tua dan orang lain yang ada di sekitarnya. Pada
umumnya, bayi menarik perhatian orang lain dengan membuat kontak mata,
membunyikan ucapan, serta menggerak-gerakkan tangan.

Biasanya kata-kata anak yang pertama kali muncul adalah nama-nama orang penting
yang ada disekitarnya, nama-nama binatang, dan benda-benda lain yang ada di
sekitarnya. Anak-anak yang telah memasuki usia 18-24 bulan mulai mengucapkan
pernyataan dengan dua kata.
b. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini

Beberapa anak usia pra sekolah memiliki kesulitan dalam mengucapkan kelompok
konsonan, misalnya untuk mengucapkan kata setrika, mangga, dan lain-lain. Pada
usia ini, anak-anak sudah dapat mengembangkan ungkapannya lebih dari dua kata-
kata setiap kalimatnya. Anak-anak mulai berbicara dengan urutan kata yang
menunjukkan suatu pendalaman yang meningkat terhadap aturan yang komplek
tentang urutan kata-kata yang diucapkan. Pada usia ini anak-anak juga sudah mulai
mampu mengembangkan pengetahuan tentang makna dengan cepat.

c. Perkembangan Bahasa Usia Sekolah

Pada tahap ini penekanan perkembangan berubah dari bentuk bahasa ke isi dan
penggunaan bahasa. Anak-anak telah mencapai tahap kreatif dalam perkembangan
bahasa. Bahasa kreatif anak dapat didengar dalam bentuk nyanyian atau sajak.

d. Perkembangan Membaca dan Menulis

Salah satu faktor yang berpengaruh pada perkembangan membaca anak usia dini
ialah kesediaan orang tua untuk menyediakan bahan bacaan dan menciptakan suasana
yang kondusif bagi perkembangan kemampuan membaca anak. Kegiatan membaca
yang dilakukan secara alamiah dalam suasana kehidupan sosial memiliki efektifitas
yang tinggi untuk peningkatan kemampuan membaca pada anak. Anak usia tujuh atau
delapan tahun telah memperoleh pengetahuan tentang huruf, suku kata dan kata.
Siswa kelas tiga dan empat sudah mampu menganalisis kata-kata baru dengan
menggunakan pola orthograpik dan inferensi kontekstual. Siswa kelas lima dan enam
sudah mulai membaca dari keterampilan decoding menuju ke pemahaman.

Daftar Pustaka

Conny R. Semiawan. 1999/2000. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Kartini Kartono. 2007. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: CV.


Mandar Maju.

Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Universitas Terbuka.
PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK SD

Perkembangan Sosial

1.    Pengertian Perkembangan Sosial Pada Anak Sekolah Dasar

            Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2000:132)  menyatakan bahwa Perkembangan


sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan
sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan
dan saling berkomunikasi dan kerja sama.

            Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum
memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak
diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang
dilingkungannya.

            Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam
bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan
anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku
sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang.
Sueann Robinson Ambron (Budiamin dkk, 2000:132)  menyatakan bahwa  sosialisasi
itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian
sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan
efektif. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh
kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan
manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga
berkembang amat kompleks.

            Dari kutipan diatas dapat dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak
maka semakin kompleks  perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin
membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk
sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia
lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.

2.    Perkembangan Sosial Pada Anak Sekolah Dasar

            Manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial, makhluk yang saling


membutuhkan satu sama lainnya. Untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus berada
dalam interaksi dengan lingkungan manusia lain.

            Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial disebut sosialisasi. Loree


(1970:86) menjelaskan bahwa sosialisasi merupakan suatu proses dimana individu
melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-
tekanan dan tuntutan kehidupan.

            Perkembangan sosial, dapat diartikan sebagai sekuence dari perubahan yang


berkesinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi makhluk sosial yang
dewasa. Carlote Buhler mengidentifikasikan perkembangan sosial dalam kesadaran
hubungan subjektif-objektif.

1)      Masa kanak-kanak awal (0-3)    : subjektif

2)      Masa krisis I (3-4)                      : trotz alter (anak-degil)


3)      Masa kanak-kanak akhir (4-6)   : subjektif menuju objektif

4)      Masa anak sekolah (6-12)          : objektif

5)      Masa krisis II (12;13)                 : pre-puber (anak tanggung)

6)      Masa remaja awal (13-16)          : subjektif menuju objektif

7)      Masa remaja akhir (16-18)         : objektif

            Berdasarkan perkembangan sosial menurut Carlote Buhler, anak sekolah dasar
khususnya di kelas rendah mempunyai perkembangan sosial yang menganggap
dirinya itu sebagai objek atau pusat dari sosialisasi. Sehingga anak di kelas rendah
perkembangan sosialnya mempunyai sifat yang egois, menganggap dirinya sentral
sosial.

3.    Macam Perilaku Sosial Pada Anak Sekolah Dasar

            Sebagai konsekuensi dari fase perkembangan, anak usia Sekolah Dasar


memiliki karakteristik khusus dalam berperilaku yang direalisasikan dalam bentuk
tindakan-tindakan tertentu. Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2006:133-134)
mengidentifikasikan sebagai berikut:

1.   Pembangkangan (negativisme)

            Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap
penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan
kehendak anak. Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang 
pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya,
sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap
“dependent” (ketergantungan) menuju kearah “independent” (bersikap mandiri).

2.  Agresi (agression)

            Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata


(verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa kecewa
karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini
diwujudkan dengan menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan lain
sebagainya.
            Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan
cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak
yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.

3.  Berselisih/bertengkar (quarreling)

      Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau
perilaku anak lain, sepert diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut
mainannya.

4.  Menggoda (teasing)

            Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan


serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau
cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.

5.  Persaingan (Rivaly)

                   Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang
lain. Sikap persaingan mulai terlihat pada usia 4 tahun, yaitu persaingan untuk
prestice  (merasa ingin menjadi lebih dari orang lain) dan pada usia 6 tahun, semangat
bersaing ini berkembang dengan baik.

6.  Kerja sama (cooperation)

            Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Anak yang berusia dua atau
tiga tahun belum berkembang sikap bekerja samanya, mereka masih kuat sikap “self-
centered”-nya. Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah mulai
menampakan sikap kerja samanya. Pada usia enam atau tujuh tahun sikap ini
berkembang dengan baik.

7.Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior)

            Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau


bersikap “business”. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh,
mengancam dan sebagainya.

8. Mementingkan diri sendiri (selffishness)


            Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. Anak
ingin selalu dipenuhi keinginannya dan apabila ditolak, maka dia protes dengan
menangis, menjerit atau marah-marah.

9.  Simpati (Sympathy)

            Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian


terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.

4.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Pada Anak Sekolah


Dasar

            Menurut Sunarto dan Hartono (2006:130-132) mengatakan bahwa


perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1.    Keluarga

            Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh


terhadap beberapa aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya.
Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi
sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan
dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya
anak.

            Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih


banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam
menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan danm diarahkan
oleh keluarga.

2.Kematangan

            Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu


mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu, kemampuan
berbahasa ikut pula menentukan.

            Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan


kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya
dengan baik.
3.   Status Sosial Ekonomi

            Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan


sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak,
bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya
yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam
pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma
yang berlaku di dalam keluarganya.

            Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi
normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam
kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi
keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu
mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini
dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat
lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.

4.Pendidikan

            Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat


pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan
warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa
yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan
anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan.
Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik
yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah).

            Peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat,


tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa (nasional) dan norma kehidupan
antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.

5.  Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi

            Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan


belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual
tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan
intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara
seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial  anak.
            Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan
modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh
remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.

            Pada kasus tertentu seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan
kelompok sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok umur
yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi (dewasa) tepat
“menganggap” dan “memperlakukan” mereka sebagai anak-anak.

            Selain kelima faktor yang telah disebutkan ada pula faktor lingkungan luar
keluarga. Pengalaman sosial awal diluar rumah melengkapi pengalaman didalam
rumah dan merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak.
Sedangkan menurut Elizabeth B. Hurlock (1978) menambahkan faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial anak, yaitu faktor pengalaman awal yang
diterima anak. Pengalaman sosial awal sangat menentukan perilaku kepribadian
selanjutnya.

            Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi perkembangan


sikap sosial anak, karena selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, Anak-anak
menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai anggota suatu masyarakat
kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang
menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka

                        Di sekolah, guru membimbing perkembangan kemampuan sikap, dan


hubungan sosial yang wajar pada peserta didiknya. Hubungan sosial yang sehat
dalam sekolah dan kelas seyogyanya diprogram, dikreasikan, dan dipelihara bersama-
sama dalam belajar, bermain dan berkompetisi sehat. Sekolah mengupayakan layanan
bimbingan kepada peserta didik. Bimbingan selain untuk belajar adalah untuk
penyesuaian diri ke dalam lingkungan atau juga penyerasian terhadap lingkungannya.
Kepada siswa diajarkan tentang disiplin dan aturan melalui keteraturan
atau conformity yang disiratkan dalam tiap pelajaran.

5.    Dampak Kekerasan Sosial Pada Anak Sekolah Dasar

            kekerasan terhadap anak adalah perbuatan disengaja yang menimbulkan


kerugian atau bahaya terhadap anak secara fisik maupun emosional. sedangkan anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam
kandungan (uupa no. 23 tahun 2002). istilah kekerasan terhadapan anak meliputi
berbagai macam bentuk tingkah laku dari tindakan ancaman fisik secara langsung
oleh orang tua atau orang dewasa lainnya sampai pada penelantaran kebutuhan-
kebutuhan dasar anak.

            jadi kekerasan terhadap anak merupakan perilaku secara langsung dengan


tujuan untuk merusak, melukai, merugikan anak dilakukan oleh orang yang lebih
dewasa atau lebih kuat.

            apapun jenis  kekerasanya yangdilakukan,  tetaplah sebuah keker asan yang
bisaberdampak terhadap  anak.  kekerasan dapatmenyebabkan anak kehilangan hal -
hal palingmendasar dalam kehidupannya dan pada gilirannyaberdampak sangat serius
pada kehidupan anak dikemudian hari, antara lain :

1. Cacat tubuh permanen

2. Kegagalan belajar

3. Pasif dan menarik diri dari lingkungan takut membina hubungan baru dengan
orang lain

4. agresif dan kadang - kadang melakukan tindakan kriminal.

5. menjadi penganiaya ketika dewasa.

6. menggunakan obat - obatan ketika dewasa.

7. kematian

            Agustind.p  (2010)  mengatakan bahwa dampak kekerasan korban biasanya


akan merasakan berbagai emosi negative,  seperti marah, dendam, tertekan, takut,
malu, sedih, tidak nyaman, terancam, tetapi tidak berdaya menghadapinya. dalam
jangka panjang, kondisi ini dapat mengembangkan perasaan rendah diri dan tidak
berharga. bahkan tak jarang ada yang ingin pergi dari rumah. ada yang mencoba
untukbunuh diri seperti yang dilakukan vita (kick andy, metro tv,  minggu 17 oktober 
2010).  dampa kpsikologis yang lebih berat adalah kemungkinan timbulnya masalah
pada korban seperti rasa cemas berlebihan,  selalu merasa takut,  depresi dan
inginbunuh diri.para orang tua  dan guru yang melakukankekerasan mungkin tidak
menyadari tindakannya bisaberdampak panjang pa da anak.  keker asan
yangdilakukan akan membekas pada benak anak dan bisamempengaruhi
perkembangan kejiwaannya.  anakyang sering menerima  tindakan
kekerasankemungkinan besar menjadi pribadi yang kurang percaya diri, minder,
peragu dan bergantung pada orang lain. anak yang sering mendapat kekerasansecara
fisik, ketika dewasa bisa tumbuh menjadi pribadi yang agresif dan suka melakukan
kekerasan. mereka mendapat contoh kekerasan di masa kecilnya sehingga pola dan
cara hidup mereka akan dijalani dengan kerasan pula.

dari uraian tersebut terlihat bahwa dampak dari tindakan kekerasan terhadap  anak
begitu mengenaskan.  mu ngkin belum banyak orang menyadari bahwa pemukulan
yang bersifat fisik bisa menyebabkan kerusakan emosi  anak.  anak merupakan
cermin dari apa yang terjadi dalam suatu rumah tangga. jika suasana keluarga sehat
dan bahagia maka wajah anak akan ceria dan aberseri. sebaliknya jika mereka
murung dan bersedih biasanya telah terjadi  sesuatu  yang berhubungan
dengankeluarganya. sebagai wadah sosialisasi primer dimana anak belajar untuk
pertama kalinya mengenal nilai nilai dan cara bertingkah laku, perilaku orang tua
sering mempengaruhi perilaku anaknya kelak. bila kekerasan begitu dominan tidak
mengherankan jika anak kemudian melakukannya dan akan terbawa sampai dewasa.

6.    Peran Guru Dalam Mengembangkan Kecerdasan Sosial Anak

Bimbingan sosial diarahkan kepada upaya membantu peserta didik mengembangkan


keterampilan sosial atau keterampilan berinteraksi di dalam kelompok. Keterampilan
sosial adalah kecakapan berinteraksi dengan orang lain, dan cara-cara yang digunakan
dalam berinteraksi tersebut sesuai dengan aturan dan tujuan dalam konteks kehidupan
tertentu. Dalam kehidupan peserta didik (anak sekolah) kecakapan tersebut adalah
kecakapan interaksi dengan kelompok teman sebaya atau orang dewasa.

Proses belajar dan pembelajaran akan menjadi wahana bagi perkembangan sosial
peserta didik. Hal ini berarti bahwa bimbingan sosial dapat berlangsung di dalam dan
secara terpadu dengan proses belajar dan pembelajaran. Ditinjau dari sudut
pandangan bimbingan, proses belajar dan pembelajaran merupakan wahana begi
pengembangan keterampilan sosial, kesadaran saling bergantung, dan kemampuan
menerima serta mengikuti aturan kelompok.

Peran penting yang perlu dimainkan guru dalam kaitannya dengan layanan bimbingan
sosial ialah mengembangkan atmosfir kelas yang kondusif. Atmosfir kelas yang
kondusif bagi perkembangan sosial ialah yang dapat menumbuhkan:

a.  Rasa turut memiliki kelompok, ditandai dengan identifikasi diri, loyalitas, dan
berorientasi pada pemenuhan kewajiban kelompok.
b.  Partisipasi kelompok, ditandai dengan kerjasama, bersikap membantu, dan
mengikuti aturan main.

c.  Penerimaan terhadap keragaman individual dan kelompok, serta menghargai


kelebihan orang lain.

Atmosfir kelas  yang kondusif dapat ditumbuhkan melalui pembelajaran kooperatif.


Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang bergantung kepada kelompok
kerja kecil yang mengkombinasikan:

a. Tujuan kelompok atau dukungan tim

b. Tanggung jawab individual

c.   Kesamaan kesempatan untuk sukses

Pembelajaran kooperatif akan menimbulkan terjadinya dukungan tim berupa bantuan


teman sebaya di dalam mempelajari tugas-tugas akademik. Bantuan teman sebaya
akan melintasi hal-hal akademis dan akan menumbuhkan ikatan sosial di dalam
kelompok. Sebagai contoh, seorang peserta didik yang pandai akan terdorong untuk
membantu peserta didik yang kurang pandai di dalam kelompoknya untuk
menyelesaikan tugas kelompok secara brsama-sama.

Sementara itu, tanggung jawab individual tetap akan tumbuh karena setiap peserta
didik dituntut untuk mempelajari dan menguasai tugas-tugas pembelajaran secara
sungguh-sungguh. Dalam pembelajaran kooperatif ini guru harus meyakinkan pesrta
didik bahwa hasil kerjanya adalah hasil kerja kelompok. Oleh sebab itu setiap peserta
didik harus ambil bagian dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Tingkat
tanggung jawab individual tetap akan diukur melalui asesment tingkat penguasaan
bahan ajar.

Kesempatan untuk sukses akan diperoleh setiap peserta didik dalam upaya
memberikan kontribusi kepada prestasi kelompok. Upaya semua peserta didik akan
dihargai sesuai dengan tingkat prestasi yang dicapainya dan penilaian diberikan atas
dasar upaya yang dilakukan.

B.     Perkembangan Emosional
1.    Pengertian Perkembangan Emosional Pada Anak Sekolah Dasar

            Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak
menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal
mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada
suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan
untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan
dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana
hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong
seseorang berperilaku menangis.

            Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi,


emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi
dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat
mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995).

            Dalam kehidupan sehari-hari, emosi sering diistilahkan juga dengan perasaan.


Misalnya, seorang siswa hari ini ia merasa senang karena dapat mengerjakan semua
pekerjaan rumah (PR) dengan baik. Siswa lain mengatakan bahwa ia takut
menghadapi ujian. Senang dan takutberkenaan dengan perasaan, kendati dengan
makna yang berbeda. Senang termasuk perasaan, sedangkan takut termasuk emosi.

            Perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang dan tertutup karena
tidak banyak melibatkan aspek fisik, sedangkan emosi menggambarkan suasana batin
yang dinamis dan terbuka karena melibatkan ekspresi fisik. Perasaan (feeling) seperti
halnya emosi merupakan suasana batin atau suasana hati yang membentuk suatu
kontinum atau garis yang merentang dari perasaan sangat senang/sangat
suka sampai tidak senang/tidak suka. Perasaan timbul karena adanya rangsangan dari
luar, bersifat subjektif dan temporer. Misalnya, sesuatu yang dirasakan indah oleh
seseorang pada waktu melihat suatu lukisan, mungkin tidak indah baginya beberapa
tahun yang lalu, dan tidak indah bagi orang lain. Ada juga perasaan bersifat menetap
menjadi suatu kebiasaan dan membentuk adat-istiadat. Misalnya, orang Padang
senang makan pedas, orang Sunda senang makan sayur/lalap sambal.

            Simpati dan empati merupakan bentuk perasaan yang cukup penting dalam
kehidupan bersosialisai dengan orang lain. Simpati adalah suatu kecenderungan untuk
senang atau tertarik kepada orang lain. Empati adalah suatu kondisi perasaan jika
seseorang berada dalam situasi orang lain. Biasanya kita rasakan saat melihat film
atau sinetron dramatis
2.    Perkembangan Emosional Pada Anak Sekolah Dasar

           Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :

1. Pada bayi hingga 18 bulan

a. Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya
aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam membentuk
rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi dengan orang
lain. Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur memberikan rasa aman pada
bayi.

b. Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan
tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang di
sekitarnya.

c. Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi
seperti gembira, terkejut, marah dan takut.

d. Pada bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya
akan semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum
dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi yang
di tunjukan orangorang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian tertentu.

2. Usia 18 bulan sampai 3 tahun

a. Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di
lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak
mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak
belajar membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannya.

b. Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk
mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah
dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak
mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan
mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.

c. Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya
dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai
mengendalikan prilaku dan menguasai diri.
1.    Usia antara 3 sampai 5 tahun

a. Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif
sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan
anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan
oleh orang lain.

b. Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa
menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu
pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan
sedih.

4. Usia antara 5 sampai 12 tahun

a. Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak
mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini
adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan
informasiinformasi secara.

b. Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah
menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik
emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari
perasaan diri dan orang lain.

c. Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan
dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu
dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang
membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi
tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).

d. Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-
norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan
juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai
memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung
dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga
makin beragam.

3.    Macam EkspresiEmosional Pada Anak Sekolah Dasar


            Emosi dan perasaan yang umum pada peserta didik usia SD/MI adalah rasa
takut, khawatir/cemas, marah, cemburu, merasa bersalah dan sedih, ingin tahu,
gembira/senang, cinta dan kasih sayang.

Pola Emosi pada Anak menurut Syamsu (2008)

1.    Rasa takut

Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang membahayakan. Rasa takut
terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan.

a.       Mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan yang
terdapat pada objek.

b.      Timbulnya rasa takut setelah mengenal bahaya.

c.       Rasa takut bias hilang kembali setelah mengetahui cara-cara menghindari


bahaya.

2.    Rasa malu

            Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari
hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa.

3.    Rasa canggung

            Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi takut terhadap manusia,
bukan ada obyek atau situasi. Rasa canggung berbeda dengan rasa malu daam hal
bahwa kecanggungan tidak disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal atau
orang yang sudah dikenal yang memakaai pakaian tidak seperti biasanya, tetapi lebih
disebabkan oleh keraguan-raguan tentang penilaian orang lain terhadap prilaku atau
diri seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung merupakan keadaan khawatir yang
menyangkut kesadaran-diri (selfconscious distress).

4.    Rasa khawatir

            Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai khayalan ketakutan atau gelisah


tanpa alasan. Tidak seperti ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langsung
ditimbulkan oleh rangsangan dalam lingkungan tetapi merupakan produk pikiran
anak itu sendiri. Rasa khawatir timbul karena karena membayangkan situasi
berbahaya yang mungkin akan meningkat. Kekhawatiran adalah normal pada masa
kanak-kanak, bahkan pada anak-anak yang penyesuaiannya paling baik sekalipun.

5.    Rasa cemas
            Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit
yang mengancam atau yang dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhwatiran,
ketidakenakan, dan merasa yang tidak baik yang tidak dapat dihindari oleh seseorang;
disertai dengan perasaan tidak berdaya karena merasa menemui jalan buntu; dan di
sertai pula dengan ketidakmampuan menemukan pemecahan masalah yang dicapai.

6.    Rasa marah

            Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-
kanak jika dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya ialah karena rangsangan yang
menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan pada usia yang dini anak-anak
mengetahui bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif untuk memperoleh
perhatian atau memenuhi keinginan mereka.

7.    Rasa cemburu

            Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang
nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang.

8.    Duka cita

            Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional yang


disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai.

9.    Keingintahuan

            Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan anak-anak sangat banyak.


Anak-anak menaruh minat terhadap segala sesuatu di lingkungan mereka, termasuk
diri sendiri.

10.    Kegembiraan

            Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang juga dikenal dengan


keriangan, kesenangan, atau kebahagian. Setiap anak berbeda-beda intensitas
kegembiraan dan jumlah kegembiraannya serta cara mengepresikannya sampai batas-
batas tertentu dapat diramalkan. Sebagai contoh ada kecenderungan umur yang dapat
diramalkan, yaitu anak-anak yang lebih muda merasa gembira dalam bentuk yang
lebih menyolok dari pada anak-anak yang lebih tua.

            Takut, khawatir atau cemas berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh
sesuatu. Rasa takut muncul karena adanya ancaman oleh sesuatu yang jelas
penyebabnya, sedangkan khawatir atau cemas karena adanya ancaman oleh sesuatu
yang tidak terlalu jelas penyebabnya. Ketakutan, kekhawatiran atau kecemasan
memiliki nilai positif asalkan intensitasnya tidak begitu kuat karena mengakibatkan
seseorang tetap waspada dan berharap agar situasi menjadi lebih baik. Biasanya anak
takut akan kegelapan, ditinggal sendirian, terhadap binatang tertentu, serta tidak
disayang dan diterima oleh keluarga dan teman sebaya.

4.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosional Pada


Anak Sekolah Dasar

            Berberapa faktor yang dapat memengaruhi perkembangan emosi anak adlah


sebagai berikut.

1.    Keadaan anak

            Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan pada
diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan
berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah
tersinggung, atau menarik diri dari lingkunganya.

2.    Faktor belajar

            Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang


mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang perkembangan
emosi antara lain:

a.       Belajar dengan coba-coba

            Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam


bentuk perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberi
kepuasan.

b.      Belajar dengan meniru

            Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi


orang lain, anak bereaksi dengan emosi dan metode yang sama dengan orang-orang
yang diamati.

c.       Belajar dengan mempersamakan diri


            Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang
sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Disini
anak hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat
dengannya.

d.      Belajar melalui pengondisian

            Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing reaksi
emosional kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan
mudah dan cepat pada awal kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal
betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.

e.       Belajar dengan bimbingan dan pengawasan

            Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang.
Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang
biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi
secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak
menyenangkan (Fatimah, 2006).

3.    Konflik – konflik dalam proses perkembangan

            Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase


perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun jika anak
tidak dapat mengamati konflik-konflik tersebut, biasanya mengalami gangguan-
gangguan emosi.

4.    Lingkungan keluarga

            Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai


bagaimana anak bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang pertama
kali mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan orang tua) bagaimana
individu mengeksplorasi emosinya. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan
utama bagi perkembangan anak. Keluarga sangat berfungsi dalam menanamkan
dasar-dasar pengalaman emosi, karena disanalah pengalaman pertama didapatkan
oleh anak. Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning and
growing) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar
selanjutnya.

            Gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan


emosi anak. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang emosinya
positif, maka perkembangan emosi anak akan menjadi positif. Akan tetapi, apabila
kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya negatif seperti, melampiaskan
kemarahan dengan sikap agresif, mudah marah, kecewa dan pesimis dalam
menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak akan menjadi negatif
(Syamsu, 2008).

5.    Dampak Kekerasan Emosional Pada Anak Sekolah Dasar

            Berikut ini beberapa dampak dari perilaku guru yang disarankan dan tidak


disarankan dalam memperlakukan anak-anak didiknya. Sebagai pesan penting,
ikutilah petunjuk yang disampaikan oleh Dorothy Low dalam  buku Children Learn
What The Live With:

1.    Jika anak banyak dicela, ia akan terbiasa menyalahkan

2.    Jika anak banyak dimusuhi, ia akan merasa tertantang

3.    Jika anak dihantui ketakutan, ia akan terbiasa merasa cemas

4.    Jika anak banyak dikasihani, ia akan terbiasa meratapi nasipnya

5.    Jika anak dikelilingi olok-olok, ia akan terbiasa penjadi pemalu

6.    Jika anak dikitari rasa iri, ia akan terbiasa merasa bersalah.

            Selain yang pernyataan yang disebutkan di atas maka adapun yang termasuk
dalam dapat posistif terdapat emosional anak sekolah dasar yang antara lain sebagai
berikut:

1.    Jika anak serba dimengerti, ia akan terbiasa menjadi penyabar

2.    Jika anak banyak diberi dorongan, ia akan terbiasa percaya diri

3.    Jika anak banyak dipuji, ia akan terbiasa dihargai

4.    Jika anak diterima di lingkungannya, ia akan terbiasa disayangi

5.    Jika anak diperlakukan dengan jujur, dia akan terbiasa kebenaran

6.    Jika anak ditimang tanpa berat sebelah, ia akan terbiasa melihat keadila

7.    Jika anak dikerumuni keramahan, ia akan terbiasa berpendirian

6.    Peran Guru Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak


            Hal-hal yang harus diperhatikan Pendidik dalam Mengembangkan Intelegensi
Emosional:

            Ada beberapa keyakinan yang melandasi pendidik ketikan menjalankan tugas
tugas pendidikan. Keyakinan tersebut antara lain:

1.    Guru berada bersama siswa karena didasari oleh kebutuhan-kebutuhan siswa,


bukan hanya karena alasan yang lainnya

2.    Oleh kerena, kebutuhan-kebutuhan siswa lebih penting dari guru

3.    Emosi guru akan mempengaruhi siswa

4.    Emosi siswa mempengaruhi kemampuannya dan keinginannya untuk belajar

5.    Kebanyakan guru di sekolah-sekolah tradisional memiliki kebutuhan terselubung


yang penting untuk menjadi yang merasa kuat, penting, terhormat, dihargai, dan
melakukan kontrol

6.    Kebutuhan terselubung di atas mambatasi kemampuan meraka untuk membantu


siswa-siswa menumbuhkan pribadi dan mengembangkan kemampuan intelektual

7.    Guru yang baik bila mamiliki sedikit kebutuhan emosional yang terselubung.
Sebaliknya guru yang tidak baik adalah yang penuh kebutuhan sehingga
mengalahkan kebutuhan pokok siswa-siswanya

8.    Paran guru harus mendapat rasa hormat secara suka rela dari para siswa mereka.
Mereka tidak dapat menuntut hal tersebut.

9.    Hormat, takut dan ketaatan seringkali kabur. Penghormatan akan didapat guru
dan diberikan oleh anak secara sukarela. Takut dan ketaatan dan didapat melalui
pemaksaan.

10.    Setiap anak unik secara emosional; semua anak tidak dicipta secara sama
kemampuan emosional di otak

11.    Oleh karena itu, keunikan di atas, setiap anak harus dilayani dan diperlakukan
secara individual, khususnya malalui memperhatikan perasaan-perasaan mereka.

12.    Individualitas, kebebasan anak merupakan tujuan pendidikan yang tetinggi.


Keseragaman bukan merupakan tujuan pendidikan yang dirapkan

13.    Mengabaikan keadaan emosional adalah salah satu cara terburuk dan melawan
kepentingan-kepentingan individu siswa
14.    Pengabaian aspek emosional secara berulang atau terus-menerus merupakan hal
yang biasa di sekolah-sekolah tradisional

15.    Pendidikan memiliki makna belajar lebih sekedar mengajar

16.    Tujuan pendidikan tertinggi adalah memfasilitasi yang dicapainya kebahagiaan


dari self-motivation, self-direction (bimbingan), self-dicipline, self-
convidence (percaya diri), dan self-esteem (penghargaan).

RUJUKAN

Danim, Sudarwan. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Bandung : Alfabeta.

Fadlillah, Muhammad. 2012. Desain Pembelajaran PAUD. Jogjakarta : Ar-Ruzz


Media.

Suyadi, dan Ulfah Maulidya. 2013. Konsep Dasar PAUD. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
KEMANDIRIIAN ANAK SD

Pengertian Kemandirian

     Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke”
dan akhiran “an”. Kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Maka
pembahasan mengenai kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang
perkembangan diri itu sendiri, dalam konsep Carl Rogers disebut dengan
istilahself, karena diri itu merupakan inti dari kemandirian. Konsep yang sering
digunakan atau berdekatan dengan kemandirian adalah autonomy.

Menurut Chaplin (2002), otonomi adalah kebebasan individu manusia untuk memilih,


untuk manjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya
sendiri. Sedangkan Seifert danHoffnung (1994) mendefinisikan otonomi atau
kemandirian sebagai “the ability to govern and regulate one’s own thoughts, feelings,
and actions freely and responssibly while overcoming feeling of shamw and doubt”.

Erikson (dalam Monks, dkk, 1989), menyatakan kemandirian adalah usaha untuk
melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui
proses identitas ego, yaitu : merupakan perkembangan kearah individualitas yang
mantap dan berdiri sendiri. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian
mengandung pengertian :

Kondisi di mana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan
dirinya sendiri.

Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya.

Bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.


Bentuk-bentuk Kemandirian, Tingkatan dan Karakteristik

      Bentuk-bentuk kemandirian

     Robert Hovighurst (1972) membedakan kemandirian menjadi :

1). Kemandirian emosi : kemampuan mengontrol emosi sendiri dan tidak


tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain.

2). Kemandirian ekonomi : kemampuan mengatur ekonomi sendiri dan tidak


tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain.

3). Kemandirian intelektual : kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang


dihadapi.

4). Kemandirian sosial : kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain


dan tidak tergantung pada aksi orang lain.

Sementara itu, Steiberg (1993) membedakan karakteristik kemandirian atas tiga


bentuk, yaitu :

The first emotional autonomy-that aspect of independence related to change in the


individual’s close relationship, especially with parent. The second behavioral
autonomy-the capacity to make independent decisions and follow through with them.
The third char acterization invoves an aspect of independence referred to as value
autonomy-wich is more than simply being able to resist pressures to go along with the
demands of other; it means having a set a principles about right and wrong, about
what is important and what is not.

Kutipan diatas menunjukkan karakteristik dari ketiga aspek kemandirian, yaitu :

5). Kemandirian emosional, yakni aspek kemandirian yang menyatakan perubahan


kedekatan hubungan emosional antar individu

6). Kemandirian tingkah laku, yakni suatu kemampuan untuk membuat keputusan


tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab.

7). Kemandirian nilai, yakni kemampuan memakai seperangkat printis tentang benar


dan salah, yang penting dan tidak penting.
       Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian

      Lovinger (dalam Sunaryo Kartadinata, 1988), mengemukakan tingkatan


kemandirian dan karakteristik, yaitu :

1). Tingkat pertama, adalah tingkat impulsive dan melindungi diri. Ciri-cirinya :

a.    Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya
dengan orang lain.

b.    Mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistik.

c.    Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype).

d.    Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games.

e.    Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.

2). Tingkat kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-cirinya :

a.    Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial.

b.    Cenderung berpikir stereotype dan klise.

c.    Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal.

d.    Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.

e.    Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi.

f.     Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.

g.    Takut tidak diterima kelompok.

h.    Tidak sensitif terhadap keindividualan.

i.      Merasa berdosa jika melanggar aturan.

3). Tingkat ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-cirinya :

a.    Mampu berpikir alternatif.

b.    Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.

c.    Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.

d.    Menekankan pada pentingnya memecahkan masalah.


e.    Memikirkan cara hidup.

f.     Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.

4). Tingkat keempat, adalah tingkat saksama (conscientious). Ciri-cirinya :

a.    Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.

b.    Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.

c.    Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun
orang lain.

d.    Sadar akan tanggung jawab.

e.    Mampu melakukan kritik dan penilaian diri.

f.     Peduli akan hubungan mutualistik.

g.    Memiliki tujuan jangka panjang.

h.    Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.

i.      Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analistis.

5). Tingkat kelima, adalah tingkat individualitas. Ciri-cirinya :

a.    Peningkatan kesadaran individualitas.

b.    Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan ketergantungan.

c.    Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.

d.    Mengenal eksistensi perbedaan individual.

e.    Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.

f.     Membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya.

g.    Mengenal kompleksitas diri.

h.    Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial.

6). Tingkat keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-cirinya :

a.    Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.


b.    Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri dan orang lain.

c.    Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial.

d.    Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.

e.    Toleran terhadap ambiguitas.

f.     Peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment).

g.    Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.

h.    Responssif terhadap kemandirian orang lain.

i.      Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain.

j.      Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan.

Pentingnya Kemandirian Bagi Peserta Didik dan Implikasinya Terhadap Pendidikan

Pentingnya Kemandirian Bagi Peserta Didik

     Pengaruh kompleksitas kehidupan terhadap peserta didik terlihat dari berbagai


fenomena yang sangat membutuhkan perhatian dunia pendidikan. Sunaryo
Kartadinata (1988) menyebutkan beberapa gejala yang berhubungan dengan
permasalahan kemandirian yang perlu mendapat perhatian dunia pendidikan, yaitu :

a.    Ketergantungan disiplin kepada kontrol luar dan bukan karena niat sendiri yang
ikhlas.

b.    Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup.

c.    Sikap hidup konformistis tanpa pemahaman dan konformistik dengan


mengorbankan prinsip.

Perkembangan Kemandirian Peserta Didik dan Implikasinya Bagi Pendidikan

     Kemandirian adalah kecakapan yang berkembang sepanjang rentang kehidupan


individu, yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman dan pendidikan.
Upaya-upaya yang dilakukan di sekolah untuk pengembangan kemandirian peserta
didik, yaitu :
a.    Mengembangkan proses mengajar yang demokratis, yang memungkinkan anak
merasa dihargai.

b.    Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan


dalam berbagai kegiatan sekolah.

c.    Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan mendorong


rasa ingin tahu mereka.

d.   Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-
bedakan anak yang satu dengan yang lain.

e.    Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak.


PERMASALAHAN REMAJA DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Pengertian Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi


dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup
kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). masa masa
ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan
anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.

Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa
remajamenunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum
memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini
& Siti Sundari (2004) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa
dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/ fungsi untuk memasuki masa
dewasa.

Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita
dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. (Zakiah Darajat, 1990)

Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah laki-laki dan perempuan


berusia 10-19 tahun, dimana usia 12 tahun merupakan batas usia pubertas pada
umumnya yaitu ketika secara biologis sudah mengalami kematangan seksual dan usia
20 tahun adalah usia ketika mereka pada umumnya secara sosial dan pisikologis
mampu mandiri.

Jadi dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa di mana
seseorang yang masih berusua antara 12 tahun sampai dengan 22 tahun di mana pada
masa ini Dapat dikatakan bahwa sikap remaja saat ini masih dalam tahap mencari jati
diri atau mencari identitas dari dirinya karna masih dalam masa perubahan menuju ke
dewasa.

B. Karakteristik remaja Permasalahan yang Timbul Pada Masa Remaja


Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan
berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:

Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.

Ketidakstabilan emosi.

Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.

Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.

Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-


pertentang dengan orang tua.

Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi
semuanya.

Senang bereksperimentasi.

Senang bereksplorasi.

Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.

Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.

(Fagan, 2006) Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa
saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental
dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian Sebagian remaja mampu
mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami
penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja
yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri
remaja.

Sarwono (1994) faktor yang mempengaruhi perilaku remaja dibagi menjadi dua
yaitu :

a.   Faktor pribadi, meliputi:

1. Faktor bakat yang mempengaruhi temperamen (menjadi pemarah)

2. Cacat tubuh

3. Ketidakmampuan menyesuaikan diri.

5. Faktor sekolah ( kesalahan pendidikan, faktor kurikulum )


6. Keluarga yang tercerai berai ( perceraian, perpisahan yang terlalu lama )

7. Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga ( kematian orangtua, orangtua

                 sakit, atau orangtua yang tidak harmonis )

b.   Faktor lingkungan, meliputi: nutrisi (Kekurangan gizi), kemiskinan di kota-kota


besardan seperti ( polusi, bencana alam, kecelakaan lalulintas )

C. Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang Remaja

Gunarsa ( 1986 ) prilaku menyimpang terbagi menjadi 2 jenis yaitu:  


1. Penyimpangan bersifat amoral dan asosial yang tidak diatur dalam Undang-undang
(tidak termasuk pelanggaran hukum),misalnya: membolos, kabur dari rumah, pakaian
Tidak senonoh, dll.
2. Penyimpangan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan
undang-undang dan hukum kenakalan ( remaja / delequensi) misalnya: pembunuhan,
judi, memperkosa.

 Contoh perilaku menyimpang yang sering terjadi pada remaja :


1. Suka bolos sekolah
2. Tidak suka bergaul
3. Berbohong
4. Suka berkelahi/mengganggu teman
5. Suka merusak fasilitas 
6. Sering mencuri barang orang lain
7. Suka mencari perhatian
8. Ugal-ugalan/kebut2an di jalan

D. Faktor penyebab prilaku menyimpang remaja

 ( Moh Suryo 1985) :Secara garis besar factor-faktor penyebab terjadinya tingkah
laku menyimpang:

a. Keadaan individu yang bersangkutan

1.Potensi kecerdasan rendah, hingga tidak mampu memenuhi tuntunan akademik


sebagaimana diharapkan. Akibatnya ia sering frustasi, mengalami konflik batin dan
rendah diri.
2. mempunyai masalah yang tidak terpecahkan

3. Belajar cara penyesuaian diri yang salah

4. Pengaruh lingkungan

5. tidak menemukan figur sebagai contoh sehari-hari

b.Dari luar individu yang bersangkutan


 Lingkungan Keluarga
1. Suasana kehidupan keluarga yang tidak menimbulkan rasa aman (Keluarga broken
home)
2. Kontrol dari orang tua yang rendah,yang menyebabkan 
3. berkurangnya disiplin dalam kehidupan keluarga. 
4. Orang tua yang bersikap otoriter
5. Tuntutan orang tua terlalu tinggi atau tidak sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki anak.

c.  Lingkungan Sekolah


1. Tuntutan kurikulum yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dibanding kemampuan
rata-rata     anak yang bersangkutan

2. Longgarnya disiplin sekolah menyebabkan terjadinya pelanggaran peraturan.


3. Anak-anak sering tidak belajar karena guru sering tidak masuk,

4. Pendekatan yang dilakukan guru tidak sesuai dengan perkembangan remaja


5. Sarana dan prasarana sekolah kurang memadai,akibatnya aktivitas anak jadi
terbatas.

d. Lingkungan masyarakat

1. Kurangnya partisisasi aktif dari masyarakat dalam membelajarkan anak atau


mencegah pelanggaran tata tertib sekolah.

2. Media cetak dan elektronik yang beredar secara bebas yang sebenarnya belum
layak buat remaja, misalnya : gambar porno, video porno dll.
3. Adanya contoh dilingkungan masyarakat yang kurang menguntungkan bagi
perkembangan remaja, misalnya main judi, minuman keras, dan pelacuran.

E. Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan individu

Menurut Papalia dan Olds ( 1992 : 7-8 ) faktor-faktor yang mempengaruhi


perkembangan individu dapat dikategorikan kedalam  faktor internal melawan faktor
eksternal, dan pengaruh normatif melawan pengaruh bukan normatif. Faktor internal
adalah faktor pembawaan sejak lahir yang disebut heredeti. Faktor heredety ini adalah
segala yang di bawa sejak lahir, yang diterima anak dari orang tuanya. Sementar
eksternal adalah faktor yang berpengaruh terhadap diri individu yang berasal dari
lingkungan (enviromental influenses ). Faktor lingkungan ini diperoleh individu
berdasarkan pengalamannya selama berprilaku dalam lingkungan diluar dirinya

F. Implikasinya bagi Pendidikan

untuk mengurangi kemungkinan tumbuhnya permasalahan yang timbul pada masa


remaja, dalam rangka kegiatan pendidikan yang dapat dilakukan para Diantara usaha-
usaha pembinaan yang perlu di perhatikan, sekurang-kurangnya pendidik umumnya
dan para guru khususnya:

1. Hendaknya seorang guru mengadakan program dan perlakuan layanan khusus bagi
siswa remaja pria dan siswa remaja wanita (misalnya dalam pelajaran anatomi,
fisiologi dan pendidikan olahraga) yang diberikan pula oleh para guru yang dapat
menyelenggarakan penjelasannya dengan penuh dignity. Tujuan dari usaha tersebut
adalah untuk memahami dan mengurangi masalah-masalah yang mungkin timbul
bertalian dengan perkembangan fisik dan psikomotorik remaja.

2. Memperhitungkan segala aspek selengkap mungkin dengan data atau informasi


secermat mungkin yang menyangkut kemampuan dasar intelektual (IQ), bakat khusus
(aptitudes), disamping aspirasi atau keinginan orangtuanya dan siswa yang
bersangkutan. Terutama pada masa penjurusan atau pemilihan dan penentuan
program studi. Upaya tersebut bertujuan untuk memahami dan mengurangi masalah-
masalah yang mungkin timbul bertalian dengan perkembangan bahasadan perilaku
kognitif.

3. Seharusnya seorang guru bisa mengaktifkan dan mengkaitkan hubungan rumah


dengan sekolah (parent teacher association) untuk saling mendekatkan dan
menyelaraskan system nilai yang dikembangkan dan cara pendekatan terhadap siswa
remaja serta sikap dan tindakan perlakuan layanan yangdiberikan dalam
pembinaannya. Tujuannya adalah untuk memahami dan mengurangi masalah-
masalah yang mungkin timbul bertalian dengan perkembangan perilaku
sosial,moralitas dan kesadaran hidup atau penghayatan keagamaan.

4. Seorang guru atau pendidik untuk memahami dan mengurangi masalah-masalah


yang mungkin timbul bertalian dengan perkembangan fungsi-fungsi konatif, afektif
dan kepribadiannya

  G. Pengertian Pergaulan Remaja Masa Kini

         Sebagai makhluk sosial, manusia tak lepas dari orang lain. Begitu pula dengan
remaja. Ia memerlukan interaksi dengan orang lain untuk mencapai kedewasaannya.
Yang perlu dicermati adalah bagaimana seorang remaja itu bergaul, dengan siapa, dan
apa saja dampak pergaulannya bagi dirinya, orang lain, dan lingkungannya.

Pergaulan berasal dari kata “GAUL”.Pergaulan itu sendiri maksudnya kehidupan


sehari-hari  dalam persahabatan ataupun masyarakat. Namun tidak demikian
dikalangan kebanyakan remaja saat ini. “Gaul” menurut dimensi remaja-remaja
adalah ikut dalam trend, mode, dan hal-hal yang berhubungan dengan glamoran
hidup. Harus masuk ke dalam geng-geng, sering bergabung, dan konkow-konkow
diberbagai tempat seperti mall, tempat wisata,  game center, dan lain-lain. yang mana
pada akhirnya, gaul dimensi remaja akan menimbulkan budaya konsumtif.

Solidaritas dan kesetiakawanan sering dijadikan landasan untuk terjun kedunia hura-
hura. Dengan “setia kawan” itu pula kebanyakan remaja mulai merokok, minum-
minuman keras, mengonsumsi narkoba, dan bahkan seks bebas. Kalau tidak ikut
kegiatan-kegiatan geng ataupun teman nongkrong bisa dianggap tidak setia kawan,
paradigma seperti inilah yang menggerayangi pikiran sebagian remaja masa kini.
Sebenarnya dengan tindakan itu mereka telah merusak kemurnian makna dari
solidaritas dan kesetiakawanan itu sendiri.

           Jika ditinjau lebih dalam “Gaul” tidak akan menimbulkan banyak dampak
negatif jika standar nilai yang dipakai untuk mendefinisikan gaul itu, standar nilai
yang sesuai dengan kebudayaan kita yang penuh dengan tata krama dan kesopanan.
Hanya saja, mengubah sesuatu yang sudah mendarah daging di sebagian remaja saat
ini tidaklah mudah. Semua itu memerlukan sinergi dari semua pihak, baik oranng tua,
keluarga, pemuka masyarakat, pemerintah, dan yang tak kalah pentingnya adalah
peran kita sendiri sebagai remaja yang akan menjalani kehidupan dalam bingkai kata
“gaul” itu sendiri.

Pergaulan remaja dibagi ke dalam dua aspek, yakni :

1.   Pergaulan Remaja yang Sehat

Pergaulan remaja yang sehat adalah pergaulan yang sesuai dengan etika pergaulan.

Adapun beberapa cara mengembangkan pergaulan yang sehat diantaranya:

a.   Adanya kesadaran beragama bagi remaja

Bagi anak remaja sangat diperlukan adanya pemahaman, pendalaman, serta


ketaatanterhadap ajaran-ajaran agama. Dalam kenyataan sehari-hari menunjukkan,
bahwa anak-anak remaja yang melakukan kejahatan sebagian besar kurang
memahami norma-norma agama. Oleh karena itu, kita harus memiliki kesadaran
beragama agar tidak terjerumusdalam pergaulan yang tidak sehat.

b.      Memiliki rasa setia kawan

Agar dapat terjalin hubungan sosial remaja yang baik, peranan rasa setia kawan
sangat dibutuhkan. Sebab kesadaran inilah yang dapat membuat kehidupan remaja
masyarakat menjadi tentram.

c.       Memilih teman

Maksud dari memilih teman adalah untuk mengantisipasi agar kita tidak terpengaruh
dengan sifat yang tidak baik/sehat. Walaupun begitu, tapi teman yang pegaulannya
buruk tidak harus kita asingkan. Melainkan kita tetap berteman dengannya tapi harus
menjaga jarak. Jangan terlalu dekat dengan dia.

d.       Mengisi waktu dengan kegiatan yang positif

Bagi mereka yang mengisi waktu senggangnya dengan bacaan yang buruk (misalnya
novel/komik seks), maka hal itu akan berbahaya, dan dapat menghalang mereka
untuk berbuat baik. Maka dari itu, jika ada waktu senggang kita harus mengisinya
dengan hal-hal yang positif. Misalnya menulis cerpen, menggambar, atau lainnya.

e.       Laki-laki dan perempuan memiliki batasan-batasan tertentu

Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, sebaiknya remaja harus menjaga
jarak dengan lawan jenisnya. Misalnya, jangan duduk terlalu berdekatan karena dapat
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

f.       Menstabilkan emosi

Jika memiliki masalah, kita tidak boleh emosi. Harus sabar dengan cara menenangkan
diri. Harus menyelesaikan masalah dengan komunikasi, bukan amarah/emosi.

g.      Etika Pergaulan Remaja

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos dalam bentuk tunggal mempunyai
banyak arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat,
akhlak, watak, perasaan,sikap cara berpikir. Dalam bentuk jamak ta etha´ artinya
adalah adat kebiasaan. Arti inilah yang melatarbelakangi terbentuknya istilah etika´
oleh Aristoteles (384-322 SM): ilmu tentang adat kebiasaan, apa yang biasa
dilakukan. Etika mempunyai pengertian yang cukup dekat dengan moral. Moral dari
bahasa latin mos jamaknya mores berarti kebiasaan, adat. Dalam kamus bahasa
Indonesia pertama kali tahun1988 kata mores dipakai dalam arti yang sama yakni
adat kebiasaan. Jadi kata moral dan etika keduanya berasal dari kata yang berarti adat
kebiasaan.

2.  Pergaulan Remaja yang tidak Sehat

 Pergaulan remaja zaman sekarang memang sangat memprihatinkan , tidak jarang


berbagai berita mengenai kenakalan remaja bermunculan. Mulai dari genk motor
tawuran, seks bebas, sampai pada penggunaan narkotika NAPZA. Ini menunjukkan
bahwa pergaulan remaja saat ini sudah tidak sehat lagi. Cara pergaulan remaja yang
seperti sekarang ini tentu saja sangat menimbulkan dampak negatif . Selain
memperburuk situasi dan kondisi pergaulan remaja dan mempengaruhi cara hidup
remaja lain, cara pergaulan remaja yang seperti sekarang juga dapat mempengaruhi
kualitas hidup generasi anak cucu kita.
H.  Karakteristik Psikologi Remaja dan Permasalahannya

         Secara intelektual remaja mulai dapat berfikir logis tentang gagasan abstrak.

         Berfungsinya kegiatan kognitif tingkat tinggi yaitu membuat rencana, strategi,


membuat keputusan-keputusan, serta memecahkan masalah.

         Sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi, membedakan yang konkrit


dengan yang abstrak.

         Munculnya kemampuan nalar secara ilmiah, belajar menguji hipotesis.

         Memikirkan masa depan, perencanaan, dll.

         Mengalami kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.

         Ketidakstabilan emosi.

         Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.

         Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab


permasalahannya.

I. Tantangan yang dihadapi remaja masa kini

Saat ini, kita banyak dibanjiri oleh berbagai informasi yang bisa dengan mudahnya
didapat. Baik melalui media cetak, media elektronik ataupun yang terbaru melalui
dunia maya atau internet. Informasi-informasi tersebut dapat berupa hal yang positif
maupun negatif. Salah satu informasi negatif yang banyak menjadi perhatian adalah
informasi mengenai konten-konten dewasa, yang dapat diakses oleh semua orang
dengan mudah terutama melalui internet. Dikhawatirkan dengan banyaknya arus
informasi tanpa batasan tersebut dapat merubah persepsi remaja mengenai seks dan
seksualitas. Keluarga dan sekolah merupakan tempat yang tepat bagi remaja untuk
mendapatkan informasi yang benar mengenai pendidikan seks, karena biasanya
remaja mengambil contoh dari prilaku orang tua dan orang dewasa lain di sekitarnya.

Memang sampai saat ini banyak orang yang masih merasa tabu untuk membicarakan
masalah seks tersebut dengan sesama orang dewasa apalagi dengan anak-anak. Tetapi
yang harus disadari adalah, biasanya remaja akan mencari panutan dari orang tua, jadi
apabila orang tua hanya diam saja tanpa memberikan informasi yang tepat mengenai
seksualitas, maka remaja dapat memperoleh informasi yang salah dan
menjerumuskan mereka dalam bahaya.

J.  Dampak pergaulan remaja

      1.    Kenakalan dalam keluarga

Remaja yang labil umumnya rawan sekali melakukan hal-hal yang negatif, di sinilah
peran orang tua. Orang tua harus mengontrol dan mengawasi putra-putri mereka
dengan melarang hal-hal tertentu. Namun, bagi sebagian anak remaja, larangan-
larangan tersebut malah dianggap hal yang buruk dan mengekang mereka. Akibatnya,
mereka akan memberontak dengan banyak cara. Tidak menghormati, berbicara kasar
pada orang tua, atau mengabaikan perkataan orang tua adalah contoh kenakalan
remaja dalam keluarga.

2.    Kenakalan dalam pergaulan

Dampak kenakalan remaja yang paling nampak adalah dalam hal pergaulan. Sampai


saat ini, masih banyak para remaja yang terjebak dalam pergaulan yang tidak baik.
Mulai dari pemakaian obat-obatan terlarang sampai seks bebas. Menyeret remaja
pada sebuah pergaulan buruk memang relatif mudah, dimana remaja sangat mudah
dipengaruhi oleh hal-hal negatif yang menawarkan kenyamanan semu. Akibat
pergaulan bebas inilah remaja, bahkan keluarganya, harus menanggung beban yang
cukup berat.

3.    Kenakalan dalam pendidikan

Kenakalan dalam bidang pendidikan memang sudah umum terjadi, namun tidak


semua remaja yang nakal dalam hal pendidikan akan menjadi sosok yang
berkepribadian buruk, karena mereka masih cukup mudah untuk diarahkan pada hal
yang benar. Kenakalan dalam hal pendidikan misalnya, membolos sekolah, tidak mau
mendengarkan guru, tidur dalam kelas, dll.

K.  Solusi Permasalahan remaja masa kini

1.      Pentingnya kasih sayang dan perhatian yang cukup dari orang tua dalam hal dan
keadaan apapun.

2.      Pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. Pengekangan terhadap


seorang anak akan berpengaruh terhadap kondisi psikologisnya. Di hadapan orang
tuannya dia akan bersikap baik dan patuh, tetapi setelah dia keluar dari lingkungan
keluarga, dia akan menggunakannya sebagai pelampiasan dari pengekangan itu,
sehingga dia dapat melakukan sesuatu yang tidak diajarkan orangtuanya.

3.      Seorang anak hendaknya bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda 2
atau 3 tahun baik lebih tua darinya. Hal tersebut dikarenakan apabila seorang anak
bergaul dengan teman yang tidak sebaya yang hidupnya berbeda, sehingga dia pun
bisa terpengaruh gaya hidupnya yang mungkin belum saatnya untuk dia jalani.

4.      Pengawasan yang lebih terhadap media komunikasi, seperti internet,


handphone, dan lain-lain.

5.      Perlunya bimbingan kepribadian bagi seorang anak agar dia mampu memilih
dan membedakan mana yang baik untuk dia maupun yang tidak baik.

6.      Perlunya pembelajaran agama yang diberikan sejak dini, seperti beribadah dan
mengunjungi tempat ibadah sesuai agamanya.

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan
individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan
masa dewasa yang sehat Apabila gagal dalam tugas perkembangannya, dalam
mengembangkan rasa identitasnya. Maka remaja akan kehilangan arah. Dampaknya
remaja akan mengembangkan perilaku menyimpang , melakukan kriminalitas atau
menutup diri (mengisolasi diri) dari masyarakat karena tidak menduduki posisi yang
harmonis dalam masyarakat. Faktor penyebab kenakalan remaja yakni : Faktor
pribadi dan faktor lingkungan.

B. SARAN

Pendekatan dan pemecahannya dari pendidikan merupakan salah satu jalan yang
paling strategis untuk mengatasi delikuensi pada remaja karena sebagian besar remaja
yang bersekolah dengan para pendidik mempunyai paling banyak kesempatan
berkomunikasi dan bergaul. Metode untuk mengatasi delikuensi pada remaja yaitu
mengatasi masalah-masalah yang dapat mengakibatkan delikuensi pada remaja,
contohnya perkembangan fisik dan psikomotorik, perkembangan bahasa dan perilaku
kognitif, perkembangan perilaku sosial, moralitas, dan keagamaan, perkembangan
perilaku afektif, konatif dan kepribadian.
DAFTAR PUSTAKA

http://tonnymdr.blogspot.com/p/isu-dan-permasalahan-peserta-didik.html

http://erwinalien.blogspot.com/2013/10/makalah-pergaulan-remaja-masa-kini.html

Anda mungkin juga menyukai