Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Pengantar Studi Islam

“ Sinkretisme Islam Dengan Budaya Jawa “

Dosen Pembimbing

Fawait Syaifur Rahman, S.Pd.I., SH., MH.

Disusun Oleh :

 Hafiluddin
 Ali Usman

SEKOLAH TINGGI ISLAM BLAMBANGAN

2019

Bumi Cempoko Sari. Jln Jember No. 40 Cluring

Kec.Cluring Kab. Banyuwang


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadhirat Allah Swt. yang telah


melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi
Islam. Dalam makalah ini yang berjudul “Sinkretisme Islam Dengan Budaya Jawa

Adapun makalah ilmiah ini kami berusaha semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat melancarkan pembuatan
makalah ini, untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terimakasih kepada

1. Ketua Rektorat Sekolah Tinggi Islam Blambangan


2. Fawait Syaifur Rahman, S.Pd.I., SH., MH
3. Teman-teman
Namun tidak lepas dari itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan dari segi bahasa maupun dari segi lainya,
oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-
lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran maupun kritikan agar kami
dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
tentang “Sinkretisme Islam Dengan Budaya Jawa ” ini dapat memberikan
manfaat terhadap pembaca.

Banyuwangi, 06 Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................
..........................................................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Sinkretisme.............................................................................. 3
B. sinkretisme Islam dengan Budaya Jawa.................................................... 3
C. Bentuk sinkretisme Islam dengan Budaya Jawa........................................ 5
1. Sekaten................................................................................................... 5
2. Sandranan/Nyandran.............................................................................. 6
3. Tirakatan................................................................................................ 7
4. Bersih Desa............................................................................................ 7
5. Grebek Sura........................................................................................... 8
6. Tradisi Mitoni........................................................................................ 9
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 11
B. Saran........................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Masalah Salah satu isu pinggiran dalam studi agama dewasa ini adalah soal
eksistensi, transformasi, relasi dan budaya lokal. Setiap etnis memiliki budaya yang
berbeda satu sama lainnya dan setiap budaya memiliki kekhasan dalam budayanya
atau biasa di sebut local culture, nilai-nilai yang dimiliki oleh local culture dapat
bersifat kearifan lokal yang dijalankan oleh masyarakat. Hal ini berlaku untuk
masyarakat Jawa yang memiliki budaya khas, menjujung tinggi sifat-sifat dan nilai
leluhur kearifan lokal dari kebudayaan yang dimilikinya. Budaya jawa merupakan
salah satu kebudayaan lokal yang berpengaruh penting karna dimiliki sebagian etnis
besar di Indonesia. Nilai-nilai Islam memiliki arti penting bagi budaya Jawa karena
sebagian besar masyarakat Jawa memeluk agama Islam. Agama dan budaya saling
berkaitan satu dengan lain yang terlihat dalam beberapa ritual keagamaan. Hal ini
termasuk dalam ritual upacara pernikahan adat Jawa. Pernikahan bukan hanya
merupakan pembentukan rumah tangga baru, sekaligus bersatunya ikatan dari dua
keluarga besar yang berbeda dalam berbagai aspek, baik sosial, ekonomi, budaya dan
sebagainya.

Fenomena Islam di Jawa ternyata tidak berdiri sendri (murni), fakta cukup
membuktikan bahwa agama Islam di Jawa sedikit banyak telah bercampur dengan
tindak budaya, maka terjadilah sinkretisme antara Islam dan Agama Jawa (tradisi
Leluhur) percampuran yang unik demikian memunculkan tradisi yang unik di Jawa.
Proses sinkretisme antar budaya Jawa dan agama Islam berlangsung karena dua
faktor yaitu : (a) kemampuan agama Islam dalam menginterpretasikan lingkungan
budaya secara baru tanpa menghilangkan identitas budaya lokal. Dan (b) kemampuan
budaya Jawa dalam menyerap pengaruh budaya baru dan mengintegrasikan elemen-
elemen baru tersebut tanpa menghilangkan identitasnya sebagai masyarakat Jawa.
Sinkretisme adalah salah satu bagian dari akulturasi budaya Jawa yaitu kemampuan
untuk memadukan antara pengaruh budaya luar dengan jati diri Jawa sehingga luluh
menjadi satu ententitas.

1
B . Rumusan Masalah
1.     Apa pengertian sinkretisme?
2.     Apa pengertian sinkretisme Islam dengan budaya Jawa?
3.     Apa saja bentuk budaya sinkretisme Islam dengan jawa?

C. Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian dan penjelasan sinkretisme
2.      Untuk mengetahui pengertian sinkretisme Islam dengan Budaya Jawa
3.      Untuk mengetahui dan memahami macam-macan budaya sinkretisme Islam
dengan Budaya Jawa

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. pengertian sinkretisme

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, sinkretisme adalah paham (aliran) baru
yang merupakan perpaduan dalam beberapa paham yang berbeda untuk mencari
keserasian, keseimbangan, dan sebagainya.3 Sinkretisme juga berasal dari Bahasa
Yunani synkretismos, yang berarti perserikatan (kebersamaan, dari kata sun).
sinkretisme merupakan istila nonteologis. Adapun seorang tokoh Aliran
Kepercayaan, Simuh, menambahkan bahwa sinkretisme dalam beragama adalah
suatu sikap atau pandangan yang tidak mempersoalkan murni atau tidaknya suatu
agama. Oleh karena itu, mereka berusaha memadukan unsur-unsur yang baik dari
berbagai agama, yang tentu saja berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan
dijadikannya sebagai satu aliran, sekte, dan bahkan agama.    

Sinkretisme adalah hasil dari sinkretisasi, sedangkan sinkretisasi adalah proses.


Oleh sebagian antropologi, sinkretisme dianggap sebagai salah satu dari tiga hasil,
dari sebuah proses akulturasi, yakni : (1) penerimaan (acceptance), (2) penyesuaian
(adaption), dan (3) reaksi (reaction). Sinkretisme adalah penyesuaian atau adaptasi,
yang diartikan sebagai sebuah proses menggabungkan ciri asli dan yang asing dalam
harmonitas scara keseluruhan atau dengan menyimpan konflik yang direkonsiliasi
dalam perilaku sehri-hari menurut kesempatan khusus. Dari proses menggabungkan
mengkombinasikan, unsur-unsur asli dengan unsur-unsur asling ini muncullah pola
budaya baru yang di katakan sinkretis. Sinkretisasi adalah proses ataupun hasil dari
pengolahan, penyatuan, pengkombinasian, dan penyelarasan dua atau lebih sistem
prinsip yang berlainan atau berlawanan sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu
sistem prinsip baru, yang berbeda dengan sistem-sistem prinsip sebelumnya.

B. sinkretisme Islam dengan Budaya Jawa

Sebelum kedatangan Islam di Jawa, agama Hindu Budha, dan kepercayaan asli
yang berdasarkan animisme dan dinamisme telah bertukar dikalangan masyarakat
Jawa. Oleh karena itu, dengan datangnya Islam terjadi pergumulan antara Islam di
satu pihak, dengan kepercayan-kepercayaan yang ada sebelumnya dikelompok lain.

3
Akibatnya muncul kelompok dalam penerimaan Islam. Pertama yang menerima
Islam secara total tanpa melihat kepercayaan yang lama. Kedua mereka yang
menerima Islam tetapi belum dapat melupakan ajaran-ajaran yang lama. Oleh karena
itu mereka mencampuradukan antara kebudayaan dan ajaran-ajaran Islam dengan
kepercayaan-kepercayaan lama. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa dapat
dijumpai tulisan, tradisi, dan kepercayaan yang tercampur didalamnya antara aspek-
aspek dari ajaran Islam dengan unsur-unsur kepercayaan lama.

Budaya Jawa merupakan hasil akulturasi budaya asli pribumi jawa dengan agama
Hindu-Budha. Bentuk kepercayaan animism dan dinamisme tumbuh sejalan dengan
berkembangnya pengaruh hindu budha pada saat itu. Sangat kentalnya pengaruh
budaya Jawa hingga sampai zaman modern ini masih banyak masyarakat yang
percaya akan hal itu. Budaya jawa menjadi cultur yang tetap terjaga ke
ekesistensiannya hingga agama Islam masuk ke Indonesia dan menjadikan budaya
sebagai metode penyebarannya. Wali songo menjadi salah satu tokoh penyebar Islam
di Jawa yang memadukan budaya dan agama. Proses akulturasi yang berangsur-
angsur sedemikian rupa membuat Islam sebagai ajaran agama.

Istilah agama dianggap sebagai kata yang berasal dari bahasa sansekerta, yang
berarti “tidak kacau”. Hal itu mengandung pengertian sebagai suatu peraturan yang
mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau, namun demikian, jika dipahami
secara sosiologis, agama dimaknai sebagai gejala sosial yang umum dan dimiliki
oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini, dan merupakan salah satu aspek
kehidupan sosial sekaligus bagian dari sistem sosial masyarakat, serta sebagai suatu
unsur kebudayaan. Sistem keyakinan suatu religi atau agama dapat berwujud seperti
konsep-konsep atau gagasan yang menyangkut tentang Tuhan, manusia, dan alam
semesta, yaitu keyakinan bersifat kosmogoni (alam dunia) dan eskatologi (akhirat).

Perkembangan ajaran Islam ke seluruh plosok di nusantara tidak dapat di


pungkiri. Kehadirannya di nusantara membawa perubahan hampir disegala aspek
kehidupan. Dari sudut bahasa, termasuk bahasa Arab dan kini beberapa kosakatanya
telah diadopsi menjadi bahasa Indonesia. Di bidang budaya, dapat dilihat di pulau
Jawa yang beragama Islam, tetapi tatanan ritualnya diakulturasikan dengan budaya
lokal yang dikenal dengan Islam kejawen. Sebagian orang jawa memandang bahwa

4
semua agama itu sama baiknya karena seluruh agama mengajarkan keluhuran budi
dan kesucian rohani untuk mendapatkan kesempurnaan hidup.

C. Bentuk sinkretisme Islam dengan Budaya Jawa

1. Sekaten 
Sekaten adalah rangkaian kegiatan tahunan sebagai peringatan Maulid
Nabi Muhammad yang diadakan oleh keraton Surakarta dan Yogyakarta. Rangkaian
perayaan secara resmi berlangsung dari tanggal 5 dan berakhir pada tanggal
12 Mulud penanggalan Jawa (dapat disetarakan dengan Rabiul Awal penanggalan
Hijriah). Beberapa acara penting perayaan ini adalah dimainkannya gamelan pusaka
di halaman Masjid Agung masing-masing keraton, pembacaan riwayat hidup Nabi
Muhammad dan rangkaian pengajian di serambi Masjid Agung dan,
puncaknya, Garebeg Mulud sebagai bentuk syukur pihak istana dengan keluarnya
sejumlah gunungan untuk diperebutkan oleh masyarakat.

Perayaan ini dimeriahkan pula oleh pasar malam (biasa disebut "Sekatenan") yang


berlangsung selama sekitar 40 hari, dimulai pada awal bulan Sapar (Safar).

Kebanyakan pustaka bersepakat bahwa nama "sekaten" adalah adaptasi dari


istilah bahasa Arab, syahadatain, yang berarti "persaksian (syahadat) yang dua".
Perluasan makna dari sekaten dapat dikaitkan dengan istilah Sahutain (menghentikan
atau menghindari perkara dua, yakni sifat lacur dan
menyeleweng), Sakhatain (menghilangkan perkara dua, yaitu watak hewan dan sifat
setan), Sakhotain (menanamkan perkara dua, yaitu selalu memelihara budi suci atau
budi luhur dan selalu menghambakan diri pada Tuhan), Sekati (setimbang, orang
hidup harus bisa menimbang atau menilai hal-hal yang baik dan buruk,
dan Sekat (batas, orang hidup harus membatasi diri untuk tidak berbuat jahat serta
tahu batas-batas kebaikan dan kejahatan

Menurut Puger, awal mula dan maksud perayaan Sekaten dapat ditarik sejak
mulainya kerajaan-kerajaan Islam di tanah Jawa, yaitu zaman Kesultanan Demak.
Sekaten diadakan sebagai salah satu upaya menyiarkan agama Islam. Karena orang
Jawa saat itu menyukai gamelan, pada hari raya Islam yaitu pada hari lahirnya Nabi
Muhammad di halaman Masjid Agung Demak dimainkanlah gamelan, sehingga

5
warga masyarakat berduyun-duyun datang di halaman masjid untuk mendengarkan
gamelan dan sekaligus khutbah-khutbah mengenai keislaman.

Tradisi arak-arakan semacam sekaten, menurut satu cerita rakyat yang digali oleh
Saddhono, telah dilakukan pada masa Kerajaan Majapahit. Kerajaan Demak, sebagai
pelanjut dari "wahyu" kerajaan, mencoba meneruskan tradisi tersebut atas saran
dari Wali Sanga.

2. sandranan/nyandran
Nyadran adalah serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa,
terutama Jawa Tengah. Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta, sraddha yang artinya
keyakinan. Nyadran adalah tradisi pembersihan makam oleh masyarakat Jawa,
umumnya di pedesaan. Dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang
artiya ruwah syakban.] Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang berupa
pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan
di makam leluhur.
Nyadran merupakan salah satu tradisi dalam menyambut datangnya bulan
Ramadhan. Kegiatan yang biasa dilakukan saat Nyadran atau Ru wahan adalah:

a. Menyelenggarakan kenduri, dengan pembacaan ayat Al-Quran, zikir, tahlil, dan doa,
kemudian ditutup dengan makan bersama.
b. Melakukan besik, yaitu pembersihan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan.
c. Melakukan upacara ziarah kubur, dengan berdoa kepada roh yang telah meninggal di
area makam.
Nyadran berasal dari tradisi Hindu-Budha. Sejak abad ke-15 para Walisongo
menggabungkan tradisi tersebut dengan dakwahnya, agar agama Islam dapat dengan
mudah diterima. Pada awalnya para wali berusaha meluruskan kepercayaan yang ada
pada masyarakat Jawa saat itu tentang pemujaan roh yang dalam agam Islam dinilai
musrik. Agar tidak berbenturan dengan tradisi Jawa saat itu, maka para wali tidak
menghapuskan adat tersebut, melainkan menyelasraskan dan mengisinya dengan
ajaran Islam, yaitu dengan pembacaan ayat Al-Quran, tahlil, dan
doa. Nyadran dipahami sebagai bentuk hubungan antara leluhur dengan sesama
manusia dan dengan Tuhan.

6
3. Tirakatan

Kata Tirakatan berasal dari kata dasar Tirakat yang sebenarnya berasal dari


bahasa arab yaitu Toriqot dan setelah beradaptasi dengan lidah/lafal jawa jadi kata
Tirakat dan dapat akhiran an jadi Tirakatan yang kurang lebihnya dalam bahasa jawa
diartikan Laku/Lakon/Nglakoni yang dalam bahasa Indonesia artinya
Jalan/Perjalanan/Menjalani.
Jadi Tirakatan merupakan suatu laku yang di lakukan atau suatu jalan/cara yang di
jalani untuk tujuan-tujuan yang ingin di capai Seseorang. Sebagai contoh dalam
kepercayaan Masyarakat Jawa Malam-malam di bulan Suro terlebih lagi pada Malam
Jumat adalah malam penuh Keberkahan, Oleh sebab itu Beragam Laku/jalan/cara
dilakukan Masyarakat Jawa yang biasa di sebut sebagai Tirakatan Ngalap Berkah.
Puasa yang Dilakukan Masyarakat Jawa zaman dahulu tidak sama dengan Puasa
yang dilakukan umat Islam pada umunya di mana puasa umat Islam dilakukan
dengan menahan makan minum dan Segama dari fajar sidiq sampai terbenamnya
matahari, sedangkan Puasa yang dilakukan Orang Jawa zaman dahulu tidak seperti
itu, Puasa orang jawa ada bermacam-macam diantaranya Poso Mutih, Poso Ngrowot,
Ngebleng, dan lain-lain.
Beda nama Puasa beda pula yang dilakukan dan tata caranya. Untuk selengkapnya
mungkin di tulis pada posting selanjutnya. Selain Puasa cara Tirakatan juga Dengan
Pantang Tidur Semalaman yang zaman dahulu Masyarakat Jawa di malam malam
bulan Suro biasanya Berjalan-jalan dengan menyinggahi tempat tempat tertentu
sebagai contoh petilasan orang orang Terkenal yang biasanya sakti mandraguna dan
Makam-makam leluhur.

4. Bersih Desa
BersihDesa merupakan  atau upacara adat Jawa untuk
memberikan sesaji kepada danyang desa. Sesaji berasal dari kewajiban setiap
keluarga untuk menyumbangkan makanan. Bersih desa dilakukan oleh masyarakat
dusun untuk membersihkan desa dari roh-roh jahat yang mengganggu. Maka sesaji
diberikan kepada danyang, karena danyang dipercaya sebagai penjaga sebuah
desa. Dengan demikian, upacara bersih desa diadakan di makam danyang. Di desa
yang mempunyai pengaruh muslim kuat, upacara bersih desa diadakan dilaksanakan

7
di Masjid. Adapun isinya adalah doa-doa dalam Muslim. Sementara, di beberapa
desa yang tidak memiliki makam danyang, upacara bersih desa diadakan di
rumah kepala desa maupun di Pendopo Kantor Kepala Desa. Bersih desa juga
dimaknai sebagai ungkapan syukur atas panen padi, maka upacaranya dilakukan
setelah panen padi berakhir.

Bersih desa biasanya diadakan pada bulan Sela atau Syawal, yaitu bulan ke-


11 Kalender Jawa. Untuk tanggal, setiap desa berbeda pelaksanaannya, namun yang
pasti semua mengambil waktu di bulan Sela. Dalam upacara bersih desa ada sedekah
bumi yang biasanya berupa nasi tumpeng dan lauk pauk yang dibuat oleh warga
desa. Seluruh makanan yang ada dalam upacara bersih desa merupakan hasil
sumbangan keluarga-keluarga di desa. Upacara bersih dsa wajib diikuti oleh orang
yang sudah dewasa. Di berapa daerah upacara bersih desa juga dilengkapi dengan
pertunjukan wayang semalam suntuk.
Bersih desa, sebagai upacara adat, memiliki makna spiritual di baliknya. Pertama-
tama bersih desa bertujuan untuk mengungkapkan syukur kepada Tuhan atas hasil
panen yang didapat. Selanjutnya, upacara bersih desa bertujuan untuk memohon
perlindungan kepada danyang sebagai penjaga sebuah desa. Terakhir, tujuan bersih
desa adalah untuk memohon berkat agar hasil panen berikutnya melimpah. Selain itu,
bersih desa juga memuat tujuan solidaritas di dalamnya. Makanan yang menjadi
santapan bersama adalah hasil sumbangan warga sendiri.

5. Grebek Sura
Grebeg sura merupakan salah satu upacara yang sangat khas bagi masyarakat
Jawa, ia adalah tradisi kultural yang muncul dalam wujud pesta rakyat, dan
berkembang pertama kali dikalangan masyarakat Ponorogo. Tradisi tersebut
kemudian berkembang dan menyebar ke daerah lain di wilayah Jawa. pesan yang
penting dalm perayaan Grebeg Sura ini lebih mengarah pada konsep hidup untuk
berbuat kebaikan dengan bersyukur kepada mahluk hidup dan alam semesta ini agara
kehidupannya seimbang.35 Grebeg Sura merupakan salah satu bentuk tradisi atau
kearifan lokal yang telah berlangsung cukup lama dalam masyarakat Desa
Karangngka. Grebeg sura ini dilaksanakan pada setiap hari jumaat keliwon (jum’at
=suci, mulia, sakral, Kliwon=hari pasaran yang paling tua) pada bulan

8
Muharram/Syura yang merupakan awal tahun baru hijriyah . jika di bulan Syura
tersebut tidak terdapat hari Jum’at Kliwon, maka kegiatan ritual Grebeg Sura
dilaksanakan pada hari selasa Kliwon. Rituall ini diselenggarakan setiap tahun, dan
telah berlangsung secara turun temurun dari leluhur dan nenek monyang. Fakta
sejarah menunjukan bahwa praktik pengamalan ajaran agama Islam selalu tidak bisa
lepas dari pengaruh budaya setempat. Karena itu Islam bersifat luwes dan sederhana
ketika berhadapan dengan realitas kehidupan. Dalam bahasa lain, Islam menjadi
agama yang humanis-theosentris (mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan sekaligus
nilai ketuhanan) yaitu, habl min Allah (mendorong manusia untuk senantisa manjalin
hubungan yang baik kepada Allah). Dan juga tidak kalah penting manjaga misi, habl
min al-nas (menjalin hubungan yang baik kepada sesama manusia).

6. Tradisi Mitoni

Mitoni adalah perayaan tujuh bulan usia kehamilan. Mitoni artinya menjelang
pitu dalam bahasa Jawa artinya tujuh. Maksud diadakan acara mitoni adalah
mensyukuri kesehatan ibu bayi janin atau yang sifatnya tolak balak. Di daerah
tertentu budaya ini juga disebut tingkeban. Mitoni diadakan unuk kehamilan anak
pertama dan kehamilan medeking atau anak ketiga dengan harapan semoga menjadi
anak yang sholeh dan sholehah, menjadi anak yang berlimpah dalam rezekinya,
hormat kepada orang tua, berguna bagi agama, masyarakat, nusa, dan bangsa.
Mitoni/ningkebi, penyelenggaraanya sesuai dengan adat yang djatuhkan hari selasa
atau sabtu pada tanggal ganjil. Seyogyanya antara tanggal tujuh dan tanggal lima
belas menurut kalender Jawa. Pemilihan tanggal ganjil itu melambangkan umur
kehamilan tujuh bulan yang hitungannya adalah ganjil. Dilaksanakan siang hari
biasanya mulai jam sebelas siang.

Dalam tradisi ini juga terdapat bentuk-bentuk sinkretisme yakni percampuran


agama Islam, hal ini di tunjukkan dengan pada pembukaan acara di awali dengan
membca Al-Qur’an kemudian di lanjutkan dengan ceramah Islami, dalam ceramah
ini berisi pesan untuk calon ibu secara khusus dan yang hadir semua secara khusus.
Dilanjutkan membaca sepuluh surat Al-Qur’an. Dilanjutkan dengan doa, kemudian
makan bersama, dan acara yang terakhir ada mberkat yang dalam bahasa Indonesia
artinya nasi berserta lauk pauk untuk di bawa pulang. Sepuluh sura yang di baca pada

9
acara mitoni adalah, 1) Surat Yasin, 2) Surat al-Waqi’ah, 3) Surat arRahman, 4)
Surat Muhammad, 5) Surat Luqman, 6) Surat Maryam, 7) Surat Khafi, 8) Surat
Thaha, 10) Surat al-Mulk.

10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Budaya Jawa merupakan salah satu kebudayaan lokal yang berpengaruh penting
karena dimiliki sebagian etnis terbesar di Indonesia. Nilai-nilai Islam memiliki arti
penting bagi budaya Jawa karena mayoritas masyarakat Jawa memeluk agama Islam.
Hubungan antara Islam dan budaya Jawa tidak dapat di pisahkan karna Islam datang
dan berkembang di Jawa dipengaruhi oleh kultur budaya Jawa, perpaduan antara
keduanya merupakan ciri khas sebagai budaya yang sinkretis. Perpaduan Islam
dengan situs budaya Jawa, digambarkan dari aspek historis dan antropologis. Pendek
kata, ajaran Islam Jawa memang unik. Keunikan yang tak disebabkan oleh ketahanan
aspek-aspek budaya dan ajaran pra-Islam di dalamnya, melaikan dari sisi ajaran
kewalian, jalan mistik dan kesempurnaan manusia yang di terapkan dalam formulasi
kultus keraton.

Kehidupan masyarakat Jawa sangat bersifat seremonial, mereka selalu ingin


meresmikan suatu keadaan melalui upacara. Upacara yang dilakukan masyarakat
Jawa berkaitan dengan siklus kehidupan manusia. Upacara ini di lakukan dalam
rangka membereskan suatu keadaan untuk mencapai suatu tujuan, upacara-upacara
tersebut termasuk adat istadat yang sifatnya sakral baik mengenai niat, tujuan, bentuk
upacara, perlengkapan upacara maupun tata laku pelaksanaanya. diantara upacara-
upaca tersebut adalah Skaten, Sandranan/Nyandran,Tirakatan, Bersih Desa,Grebek
Sura,Mitono, dan masih banyak lagi yang lainnya.

B. SARAN

Demikian penjelasan mengenai wujud Sinkretisme Islam Dengan Budaya Jawa.


Semoga dapat bermanfaat bagi segenap pembaca. Kami mohon maaf apabila ada
kesalahan baik berupa penulisan maupun pembahasan diatas karena keterbatasan
pengetahuan yang kami miliki. Kiranya kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan untuk perbaikan penulisan makalah ini kedepannya. Sekian dan
terimakasih.

11
DAFTAR PUSTAKA

 Subqi, Imam, Sutrisno, dan Reza, 2018. Islam dan Budaya Jawa, Solo :
Tauhjih.
 Mustaqim,Abdul, sinkretisme islam dengan budaya jawa.
(http://www.wikipedia.com/sinkretisme-kebudaya-jawa.html) akses : 06
Desember 2020
 Khoirul, Dony. (2013). Akulturasi Islam Dan Budaya Jawa. Jurnal Fikrah
STAIN Purwokerto, 1, 2.

12

Anda mungkin juga menyukai