Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Psikologi Islam

“Komponen-Komponen Psikologi dalam Prespektif Islam”

Dosen Pembimbing

Vaesol Wahyu El, M.Pd.I.

Disusun Oleh :

 Hafilludin
 Kholila
 Nurul Huda Vi’inningrum
 Muhammad Irfan Faruqi

SEKOLAH TINGGI ISLAM BLAMBANGAN (STIB) BANYUWANGI

2020

Bumi Cempoko Sari. Jln Jember No. 40 Cluring

Kec.Cluring Kab. Banyuwangi


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadhirat Allah Swt. yang telah


melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Islam.
Dalam makalah ini yang berjudul “Komponen-komponen Psikologi dalam
Prespektif Islam I”
Adapun makalah ilmiah ini kami berusaha semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat melancarkan pembuatan
makalah ini, untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terimakasih
kepada :

1. Ketua Rektorat Sekolah Tinggi Islam Blambangan


2. Vaesol Wahyu El, M.Pd.I
3. Teman-teman
Namun tidak lepas dari itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan dari segi bahasa maupun dari segi lainya,
oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-
lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran maupun kritikan agar kami
dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
tentang “Komponen-komponen Psikologi dalam Prespektif Islam I” ini dapat
memberikan manfaat terhadap pembaca.

Banyuwangi, 21 Juni 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN....................................................................2

A. Latar Belakang...............................................................................2
B. Rumusan Masalah..........................................................................3
C. Tujuan............................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................4

A. Struktur Psikis Jiwa Manusia Menurut Islam................................4


B. Formulasi Struktur Psikis Manusia dengan Pendekatan Filsafat...8
C. Formulasi struktur psikis manusia dengan pendekatan Tasawuf...10
D. Formulasi struktur psikis manusia menurut islam dengan pendekatan
tafsir tematik..................................................................................11

BAB III PENUTUP.............................................................................12

Kesimpulan...........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................13

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kata “Psikologi Islami”, akan terbayang dalam benak bahwa


psikologi ini adalah psikologi yang karakter dan identitasnya bermuara pada
nilai-nilai Islami. Nilai-nilai yang Islami tersebut menjadi dasar bagi wawasan,
landasan, rumusan, ruang lingkup, fungsi, tujuan, dan metodologi dari
Psikologi Islami (Bastaman, 2005, h. 3).
Psikologi dapat dipahami sebagai upaya manusia untuk menguak rahasia
sunatullah yang bekerja pada diri manusia, dalam artian menemukan berbagai
asas, unsur, proses, fungsi, dan hukum-hukum mengenai kejiwaan manusia.
Dan alam kajian psikologi secara umum terdapat ketertarikan psikologi
dengan syakhsiyah (personality) atau kepribadian. Kajian Islam klasik, tidak
menggunakan syakhsiyah dalam mengungkapkan kepribadian yang Islami yakni
dengan akhlak. Pemikira al-Ghazali dan Ibnu Maskawaih mengungkapkan
keterkaitan akhlak dengan syakhsiyah hanya memiliki
perbedaan syakhsiyah dalam psikologi berkaitan dengan perilaku yang
didevaluasi, sedangkan akhlak berkaitan dengan tingkah laku yang dievaluasi.
Dapat dipahami syakhsiyah Islamiyyah bisa dikatakan dengan istilah akhlak.
Kepribadian Islam selain mendiskripsikan tingkah laku seseorang juga meniali
baik dan buruknya.
Setelah melihat pengertian tersebut mengenai Psikologi Islam tentu
memunculkan banyak komponen-komponen didalamnya yang perlu dikaji untuk
mendapatkan pemahaman mengenai apa saja Komponen Psikologi dalam
Prespektif Islam terutama mengenai Kepribadian Manusia. Yang akan kami bahas
dalam Makalah ini.

2
B. Rumusan Masalah
1. Struktur Psikis Jiwa Manusia Menurut Islam
2. Formulasi Struktur Psikis manusia dengan Pendekatan Filsafat
3. Formulasi Struktur Psikis Manusia dengan Pendekatan Tasawuf
4. Formulasi Struktur Psikis Manusia Menurut Islam dengan Pendekatan
tafsir Tematik

C. Tujuan
1. Mengetahui Struktur Psikis Jiwa Manusia Menurut Islam
2. Memahami Formulasi Struktur Psikis manusia dengan Pendekatan Filsafat
3. Memahami Formulasi Struktur Psikis Manusia dengan Pendekatan
Tasawuf
4. Memahami Formulasi Struktur Psikis Manusia Menurut Islam dengan
Pendekatan tafsir Tematik

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Struktur Psikis Jiwa Manusia Menurut Islam

Bericara struktur manusia tidak bisa lepas dengan substansi manusia, pada
umumnya terbagi menjadi dua substansi yakni manusia atas jasad dan ruh.
Masing-masing berlawanan tapi saling membutuhkan satu sama lain. Karena
saling membutuhkan antara keduanya dan kedua natur yang berbeda maka
perantara keduanya disebut nafs.

Menurut Webstre’s New World College Dictionary istilah structure berasal


dari beberapa kata dalam bahasa latin, diantaranya: structur yang artinya
bangunan, structus atau stuere yang berarti menyusun. Makna-makna itu dapat
menunjuk kepada bangunan dalam arti fisik konkret, seperti gedung, dan dalam
arti abstrak seperti struktur sosial.

Jean Peaget dalam bukunya berjudul structuralism menjelaskan tiga ciri


struktur yaitu keseluruhan, perubahan bentuk, dan mengatur diri sendiri.
Berdasarkan itu, dapat dikemukakan dua karakteristik khas, yakni pertama
struktur merupakan rangkaian atau jaringan dari unsur-unsur. Kedua kriteria itu
dapat digunakan pada struktur dalam arti fisik, material maupun abstrak-
immaterial.

Pengertian dari manusia itu sendiri menurut Islam dalam Al-Qur’an ada
beberapa kata untuk merujuk kepada arti manusia yang insan, basyar, dan bani
Adam. Kata basyar terampil dari akar kata yang pada mulanya berarti
“penampakan sesuatu yang baik dan indah”. Dari akar kata yang sama, lahirnya
kata basyarah yang berarti kulit. Kata insan diambil dari akar kata uns yang berarti
jinak, harmonis dan tampak.

Teori Freud tentang kepribadian manusia mendapat kecaman, maka di


tawarkannya manusia dalam perspektif Islam. Secara psikis, manusia juga
memiliki aspek-aspek dan dimensi-dimensi psikis yang membentuk suatu struktur
atau komposisi totalitas psikis manusia. ketiga aspek tersebut adalah aspek
jasmaniah, aspek nafsiah, dan aspek rohaniah. Dan kelima dimensi psikis manusia
tersebut mencakup : al nafsu, al aql, al qlab, al ruh dan al fitrah . Penjabaran per
konteknya seperti berikut;

1. Subtansi Jasmani

Jasad (jisim) aldah substansi manusia yang terdiri atas struktur organisme
fisik. Organisme manusia lebih sempurna dibanding dengan makhluk lain. Setiap
makhluk mempunyai sumber unsur yang sama yakni tanah, api, air, dan angin.
Empat sumber tersebut akan hidup jika diberi energi kehiupan yang bersifat fisik

4
yang disebut dengan nyawa. Ruh bersifat substansi (jauhar) sedangkan nyawa
merupakan sesuatu yang baru (‘aradl) yang juga dimiliki hewan.

Menurut ikhwan as-Shafa menyatakan bahwa jasmani komponen natur


inderawi, empirik, dan dapat disifati. Yang terstruktur dari dua substansi yang
sederhana dan berakal, yaitu hayula  dan shurah. Substansinya sebenarnya mati
kehidupannya bersifat ‘ardl karena berdampingan dengan nafs. Yang bertugas
menjadikannya bergerak dan memberi daya dan tanda. Jisim manusia natur buruk
yang disebabkan oleh 1) ia penjara bagi ruh 2) mengganggu kesibukan ruh untuk
beribadah kepada Allah Swt 3) jasad tidak mampu mencapai makrifat Allah.

2. Substansi Ruhani

Ruh merupakan substansi psikis menusia yang menjadi esensi


kehidupannya. Ruh bersifat halus (jism lathif) dalam terminologi psikologi ruh
berbeda dengan spirit karena ruh memiliki arti jauhar sedangkan spirit
bersifat ‘aradl (accident). Ruh memiliki natur tersendiri, menurut al-Ghazali ruh
merupakan lathifah (sesuatu yang halus) yang bersifat ruhani, ia dapat berpikir,
mengingat, mengetahui, dan sebagainya. Ia juga sebagai penggerak jasad manusia
sifatnya gaib.

Fitrah ruh tidak dibatasi dengan ruang dan waktu. Dapat keluar
masuktubuh manusia dan hidup sebelum tubuh manusia ada. Ketika manusia
sudah dalam kandungan umur empat bulan malaikat akan meniupkan tuh dalam
jasad manusia, setelah itu ruh berubah menjadi nafs (gabungan antara tuh dan
jasad).

Pembahasan tentang ruh terbagi menjadi dua bagian pertama ruh yang


berhubungan dengan zatnya sendiri, yang disebut dengan munazzalah. Berkaitan
dengan asli ruh yang diturunkan dari zat Allah yang esensinya tidak akan pernah
berubah yang turun dengan sebutan amanah (dengan membawa kepercayaan atau
keimanan dari Allah Swt); kedua ruh yang berhubungan dengan badan jasmani
disebut ruh al-gharizah atau disebut dengan nafsaniah.

3. Substansi Nafsani

Nafs mempunyai banyak pengertian berarti soul, nyawa, ruh, konasi yang


berdaya syahwat dan ghadab, kepribadian, substansi psikofisik manusia. Pada
substansi nafs ini, komponen jasad dan ruh bergabung.
Aktualisasi nafs membentuk kepribadian, yang perkembangannya dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal.

Natur nafsani antara baik dan buruk, halus dan kasar, dan mengejar. Selain
itu, nafsani terikat dan tidak antara ruang dan waktu. Ia subsansi antara abadi dan
temporer. Substansi nafs emmeiliki potensi gharizah yang dikaitkan dengan
potensi jasad dan ruh maka dapat dibagi menjadi tiga bagian 1) al-Qalb yang
berhubungan dengan rasa dan emosi; 2) al-aql yang berhubungan denagn cipta

5
dan kognisi; dan 3) daya al-nafs yang berhubungan dengan karsa dan konasi; yang
dijelaskan sebagai berikut;

a.       Kalbu

Kalbu (qalbu) merupakan organik yang memiliki sistem kognisi yang


berdaya emosi. Menurut al-Ghazali, kalbu terbagi menjadi dua aspek yakni kalbu
jasmani dan kalbu ruhani. Kalbu adalah daging sanubari yang terbentuk seperti
jantung pisang yang terletak di dalam dada bagian kiri yang lazimnya disebut
dengan jatung (heart). Sedangkan kalbu ruhani yang berhubungan denagn kalbu
jasmani yang menjadi esensi manusia.

Al-Ghazali berpendapat bahwa kalbu memiliki insting yang disebut al-nur


al-ilahiy (cahaya ketuhanan) dan al-bashirah al-bathiniyah (mata batin) yang
memancarkan keyakinan. Kalbu ruhani bagian esensi dari nafs manusia. yang
berfungsi sebagai pemandu, pengontrol, dan pengendali struktur nafs yang lain.
Apabila kalbu berfungsi normal maka kehidupan manusia akan menjadi baik dan
sesuai dengan fitrah manusia yang aslinya.

Menurut sufi, kalbu merupakan sesuatu yang bersifat halus dan rabbani
yang mampu mencapai hakikat sesuatu. Kalbu memperoleh pengetahuan (al-
ma’rifah) melalui daya cita-rasa (al-zawqiyyah). Kalbu mendapat puncak
pengetahuan apabila manusia telah mensucikan dirinya dan
mengahsilakn ilham (bisikan suci dari Allah Swt.) dan kasyf  (terbuka dinding
yang mengahalangi kalbu).

b.      Akal

Akal secara bahasa berarti al-imsak (menahan), al-ribath (ikatan), al-


hajr (menahan), al-nahy (melarang), dan man’u (mencegah). Orang yang berakal
adalah orang yang mampu mengikat dan menahan hawa nafsu, jika hawa
nafsunya terikat maka jiwa rasionalitas mampu bereksistensi.

Secara jasmani, akal bertempat dalam otak manusia (al-dimagh) yang


memiliki cahaya nurani dan dipersiapkan dan mampu memperoleh pengetahuan
(al-ma’rifah) dan kognisi (al-mudrikah). Akal dapat memperoleh, menyimpan,
dan mengeluarkan pengetahuan. Akal berpotensi fitriah yang memiliki daya-daya
pembeda antara hal-hal yang baik dan buruk.

Akal secara psikologis memiliki fungsi kognisi (daya cipta). Kognisi


adalah suatu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengalaman kognisi,
mencakup mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan pendapat,
mengasumsikan, berimajinasi, memprediksi, berpikir, mempertimbangkan,
menduga, dan menilai. Akal pada puncaknya kemampuan mencapai pemahaman
abstrak dan akal mustafad, yaitu mampu menerima limpahan pengetahuan dari
Allah Swt. melalui akal Fa’al (malaikat jibril).

6
c.       Nafsu

Nafsu adalah daya nafsani yang memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan al-
ghadabiyah dan al-syahwatiyah. al-Ghadab adalah suatu daya yang berpotensi
untuk menghindari diri dari segala yang membahayakan, menurut psikoanalisa al-
ghadab berarti defense (pertahanan, pembelaan, dan penjagaan). al-
Syahwat adalah suatu daya yang berpotensi untuk menginduksikan diri dari segala
yang menyenangkan.

Prinsip kerja nafsu mengikuti prinsip kenikmatan dan berusaha


mengumbar impuls-implus primitifnya. Dalam pandangan psikologis nafsu
memiliki makna konasi (daya karsa), konasi (kemauan) adalah bereaksi, berbuat,
berusaha, berkehendak, berkemauan. Nafsu menunjukkan struktur bawah-sadar
dari kepribadian manusia. Apabila manusia mengumbar dominasi nafsunya maka
kepribadiannya tidak akan mampu bereksistensi, baik di dunia dan di akhirat.

4. Dinamika Kepribadian

Kepribadian menurut psikologi Islam berdasarkan yang sudah


diungkapkan sebelumnya “integrasi sistem kalbu, akal, dan nafsu manusia yang
menimbukan tingkah laku”. Sedangkan menurut fungsinya kepribadian
merupakan integrasi dari daya emosi, kognisi, dan konasi yang terwujud dalam
tingkah laku luar (berjalan, berbicara, dan sebagainya) dan tingkah laku dalam
(pikiran, perasaan dan sebagainya). Ketiga komponen tersebut saling mengisi
akan tetapi diantara terjadi dominasi dari komponen lain. Dalam kondisi khusus
antar komponen saling berlawanan, tarik-menarik, dan saling mendominasi untuk
bentuk suatu tingkah laku.

Dalam interaksi dalam kepribadian seseorang, kalbu memiliki kondisi


dominan dalam mengendalikan suatu kepribadian, darinya diri teraktualisasi
positif maupun negatif. Kalbu menjadi penegndali dalam diri manusia dan akan
mempertanggung jawabkannya secara langsung kelak di akhirat oleh Allah Swt.
ketika kalbu dikendalikan oleh komponen lain yang lebih rendah kedudukannya
maka kalbu akan sering berubah-ubah atau tidak stabil.

Macam-macam kepribadian dalam psikologi Islam, sebagai berikut;

1.      Kepribadian Ammarah

Kepribadian ammarah adalah kepribadian yang cenderung pada tabiat


jasada dan mengejar prinsip-prinsip kenikmatan, yang bersemayam di bawah-
sadar manusia. keberadaanya ditentukan oleh dua daya, 1) daya syahwat yang
selalu menyalurkan birahi, kesukaan diri, ingin tahu, dan campur tangan urusan
orang lain, dna sebagainya; 2) daya ghadzab yang selalu menginginkan tamak,
serakah, mencekal, berkelahi, ingin menguasai yang lain, keras kepala, sombong,
angkuh, dan sebagainya.

7
2.      Kepribadian Lawwamah

Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang telah memperoleh cahaya


kalbu, lalu ia ingin bangkit memperbaiki kebimbangannya antara dua hal.
Kepribadian ini didominasi oleh akal manusia, yang bersifat rasionalistik dan
realistik membawa manusia ke tingkat kesadaran. Ibnu Qayyim membagi
kepribadian lawwamah dengan dua bagian 1) kepribadian lawwamah
malumah yakni kepribadian lawwamah yang bodoh dan zalim; 2)
kepribadian lawwamah ghayr malumah yaitu kepribadian yang mencela atas
perbuatannya yang buruk dan berusaha untuk memperbaikinya.

3.      Kepribadian Mutmainnah

Kepribadian mutmainnah adalah kepribadian yang telah diberi


kesempuranaan kalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat tercela dan tumbuh
sifat-sifat yang baik. Tingkatan kesadaran kepribadian mutmainnah tingkat
kesadaran atas-sadar atau supra-sadar manusia. dinamakan dengan mutmainnah
karena kepribadian yang tenang menerima keyakinan fitrah. Keyakinan fitriah
adalah keyakinan yang dihujamkan pada ruh manusia di alam arwah dan
kemudian dilegitimasi oleh wahyu ilahi. Kepribadian ini terbiasa menggunakan
metode dzawq (rasa dan cinta) dan ‘ain al-bashirah (mata batin) yang menerima
sesuatu sehingga ia merasa yakin dan tenang. 
B. Formulasi Struktur Psikis manusia dengan Pendekatan Filsafat

Al-Zahabi menjelaskan bahwa metode tafsir dengan pendekatan filsafat ada


dua macam yaitu : pertama, mentakwilkan teks agama dan hakikat syariat sesuai
pandangan filsafat. Kedua, menjelaskan teks agama dan hakikat syariat dengan
pendapat dan teori-teori filsafat.

Al-Ghazali dalam salah satu bukunya menguraikan bahwa eksistensi


manusia terdiri dari al-nafs, al-ruh dan al-jism. Al-nafs adalah substansi yang
berdiri sendiri dan tidak bertempat ditubuh (al-jism). Sedangkan al-ruh adalah
panas alami yang mengalir pada pembuluh-pembuluh darah, otot-otot dan syaraf-
syaraf. Sedangkan al-jism adalah sesuatu yang tersusun dari unsur-unsur materi.

Para filosof menggunakan istilah lain dalam menjelaskan psikis manusia,


istilah-istilah tersebut adalah al-ajsam, al-nufus, dan al-uqul. Al-ajsam berada
pada posisi yang rendah karena berada pada proses terakhir dalam penciptaan,
sehingga sangat jauh dari sumber wujud. Sementara al-uqul berada sangat dekat
dari sumber wujud. Wujud pertama setelah sumbernya adalah al-aql al-awwal
(akal pertama). Al-ajsam dan al-uqul mempunyai sifat dasar yang berbeda dan
bertentangan. Al-ajsam adalah substansi material yang bersifat pasif, sedangkan
al-uqul merupakan substansi immaterial yang murni dan berhubungan dengan
wujud-wujud abstrak. Persamaan antara al-nufus dengan al-uqul bahwa keduanya
sama-sama immateri, bukan materi, serta keduanya sama-sama memiliki daya-

8
daya. Sedangkan persamaan dengan al-ajsam bahwa keduanya sama-sama
memiliki keterikatan kepada sesuatu diluar dirinya dalam mengaktualisasikan
daya-daya. Jadi dapat dijelaskan bahwa esensi manusia sebagai representasi dari
al-uqul dan al-aql. Karena al-aql tidak dapat berhubungan langsung dengan badan,
maka ia memerlukan penghubung.

Komposisi jiwa manusia terdiri dari tiga tingkatan jiwa yaitu jiwa tumbuh-
tumbuhan (al-nafs al-nabatiyyah), jiwa hewan/binatang (al-nafs al-hayawaniyah),
dan jiwa rasional (al-nafs al-natiqah). Jiwa tumbuh-tumbuhan mempunyai tiga
daya : daya makan (al-gaziyah, nutrition), daya tumbuh (al-munmiyah, growth)
dan daya berkembang (al-muwallidah, reproduction). Jiwa binatang mempunyai
dua daya, yaitu daya penggerak dan daya menangkap. Daya penggerak terdiri atas
daya pendorong dan daya berbuat. Pendorong merupakan kemauan, sedangkan
daya berbuat adalah daya kemampuan. Al-Ghazali menyebut yang pertama
sebagai iradah (kemauan) dan yang kedua adalah qudrah (kemampuan berbuat).

Informasi yang diterima oleh alat indera diteruskan kepada daya tangkap
dari dalam untuk diproses disimpan dan direproduksi kembali. Informasi tersebut
akan melalui lima proses dalam lima tahapan dari presepsi dalam tersebut, yaitu
al-hiss al-musytarak (indera bersama), al-khayaliyah (representasi), al-wahmiyah
(estimasi), al-zakirah (mengingat), dan mutakhaliyyah (imajinasi). Jiwa rasional
(al-nafs al-natiqah), adalah jiwa yang lebih tinggi, dan telah memiliki dua daya,
yaitu daya praktis yang mempunyai fungsi untuk mengontrol hawa nafsu, dan
daya teoritis berfungsi untuk menyempurnakan substansinya yang bersifat
immateri dan abstrak.

Akal teoritis (al-alimah) dan akal praktis (al-amilah) bukanlah dua akal yang
terpisah, melainkan dua sisi dari akal yang sama. Sisi menghadap ke badan adalah
akal praktis sedangkan sisi yang menghadap ke akal aktif adalah akal teoritis.
Akal pada diri manusia memiliki empat tingkatan kemampuan.

1)       Akal Materi (al-aql al-hay-laniy), adalah potensi untuk berfikir dan


belum dilatih sedikitpun dan belum disentuh oleh pengetahuan apapun.

2)       Akal intelektual (al-aql bi al-malakah), adalah kemampuan akal yang


telah mulai terlatih untuk mencapai pengetahuan aksiomatis atau pengetahuan
yang tidak diusahakan.

3)       Akal aktual (al-aql bi al-fi’il), digunakan untuk memperoleh


pengetahuan kedua (al-makula al-saniah) yang menghasilkan pola berfikir intelek
yang bersifat aktif.

4)       Akal perolehan (al-aql al-mustafad), menyadari pengetahuan itu


secara aktual dan menyadari kesadarannya secara faktual.

9
C. Formulasi struktur psikis manusia dengan pendekatan tasawuf

Terdapat Para ahli tasawuf membagi perkembangan jiwa menjadi tiga tingkatan:

 Tingkat pertama manusia cenderung untuk hanya memenuhi naluri


rendahnya yang disebut dengan jiwa hayawaniyah/ kebinatangan (nafs
ammarah) berdasar pada surat Yusuf (12) ayat 53.

٥٣ ‫يم‬ٞ ‫َّح‬ ٞ ُ‫س َأَل َّما َر ۢةُ بِٱلس ُّٓو ِء ِإاَّل َما َر ِح َم َرب ۚ ِّٓي ِإ َّن َربِّي َغف‬
ِ ‫ور ر‬ َ ‫۞ َو َمٓا ُأبَرُِّئ ن َۡف ِس ۚ ٓي ِإ َّن ٱلنَّ ۡف‬

“ Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena


sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu
yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha Penyanyang”

 Tingkat kedua, manusia sudah mulai untuk menyadari kesalahan dan


dosanya, ketika telah berkenalan dengan petunjuk Ilahi, di sini telah terjadi
apa yang disebutnya kebangkitan rohani dalam diri manusia. Pada waktu
itu manusia telah memasuki jiwa kemanusiaan, disebut dengan jiwa
kemanusiaan (nafs lawwamah) berdasar surat al-Qiyamah (73) ayat 2.

ِ ‫َوٓاَل ُأ ۡق ِس ُم بِٱلنَّ ۡف‬


٢ ‫س ٱللَّوَّا َم ِة‬

“dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)

 Tingkat ketiga adalah jiwa ketuhanan yang telah masuk dalam kepribadian
manusia, disebut jiwa ketuhanan (nafs muthmainnah) berdasar pada surat
al-Fajr (89) ayat 27-30.

‫ َو ۡٱد ُخلِي‬٢٩ ‫ ِدي‬ŠŠَ‫ فَ ۡٱد ُخلِي فِي ِع ٰب‬٢٨ ‫ضي َّٗة‬


ِ ‫ضيَ ٗة َّم ۡر‬ ِ ِّ‫ ۡٱر ِج ِع ٓي ِإلَ ٰى َرب‬٢٧ ُ‫ٰيََٓأيَّتُهَا ٱلنَّ ۡفسُ ۡٱل ُم ۡط َمِئنَّة‬
ِ ‫ك َرا‬
٣٠ ‫َجنَّتِي‬

“(27) Hai jiwa yang tenang (28) Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang puas lagi diridhai-Nya (29) Maka masuklah ke dalam jama´ah
hamba-hamba-Ku (30) masuklah ke dalam surga-Ku

10
Tingkatan jiwa ini hampir sama dengan konsep psikoanalisanya Freud yaitu
Id, Ego, dan Superego. Fazlurrahman menjelaskan terkait dengan tingkatan-
tingkatan jiwa bahwa sebaiknya dipahami sebagai keadaan-keadaan, aspek-aspek,
watak-watak, atau kecenderungan pribadi manusia yang bersifat psikis (yang
berbeda dengan Phisik), yang tidak dipahami sebagai sebuah substansi yang
terpisah. Maka nafs (jiwa) sebaiknya dipahami sebagai totalitas daya-daya ruhani
berikut interaksinya dan aktualisasinya dalam kehidupan manusia.

D. Formulasi Struktur Psikis Manusia menurut pendapat islam dengan


pendekatan tematik
Mempelajari manusia sangat unik. Sangat tepat bahwa manusia dikatakan
sebagai makhluk paling mulia. Dilihat dari proses penciptaan dan fungsinya, itu
telah menunjukkan manusia sebagai makhluk yang dipilih oleh Tuhan. Manusia
memiliki keunggulan luar biasa. Keuntungan itu diberkahi dengan akal dan
potensi dalam diri manusia itu sendiri. Manusia dapat mengembangkan bakat dan
potensi mereka dan mampu mengelola dan mengelola alam semesta ciptaan Allah
sebagai mandat. Meski begitu, sebagai hamba manusia yang lemah tidak terhindar
dari dosa dan kesalahan karena hal itu disebabkan oleh kesombongan manusia
dalam menggunakan potensi yang ada dalam diri manusia, sebagai contoh dari
firaun karena potensi yang ada pada dirinya membuat dia sombong dalam bumi
ini dan mengaku sebagai Tuhan. Sehingga Allah mengkritik banyak orang dalam
banyak kata-katanya yang terkandung dalam Alquran.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Psikologi Islami menggunakan secara optimal daya nalar yang objektif ilmiah
dengan metodologi yang tepat, di samping merujuk kepada petunjuk Allah mengenai
manusia yang tertera dalam Al Quran dan Al Hadits, serta pandangan ulama-ulama
yang telah teruji. Maka, landasan Psikologi Islami adalah ayat-ayat qurani dan ayat-
ayat nafsani, atau secara lebih luas, yaitu asas-asas keagamaan dan temuan-
temuan ilmu pengetehuan di bidang kemanusiaan.
Struktur psikis manusia menurut islam mencangkup:Al-nafsu,Al-aqlu,Al-qalbu,Al-
ruh dan Al-fitrah,dan penjabaran perkonteksnya dibagi menjadi 3 yaitu: Dimensi Jasmani,
Dimensi Ruhani,Dimensi Nafsani.Menurut pendapat ahli filsafat yaitu Al-Ghazali
mengatakan bahwa eksistensi manusia terdiri dari Al- nafs,Al-ruh,Al-jism.
Sedangkan menurut ahli tasawuf membagi perkembangan jiwa manusia di bagi
menjadi 3 tingkatan:
 Manusia cenderung untuk memenuhi naluri rendahnya saja(hayawaniyah)
 Manusia yang mulai menyadari kesalahannya dan disini telah terjadi
kebangkitan rohani dalam diri manusia(nafs lawwamah).
 Jiwa ketuhanan yang telah masuk dalam kepribadian manusia(nafs
muthmainnah).

12
DAFTAR PUSTAKA

Ar-Razi, Fakhruddin. 2000. Ruh dan Jiwa: Tinjauan Filosofis dalam Perspektif
Islam. Bandung: Risalah Gusti.
Fazlurrahman, The Qoranic Foundation and Strukture of Muslem Society (ter.
Juniarso Ridwan, dkk,), (Bandung: Risalah, 1983), 363

Hanna Djumhana Bastaman, Integritas Psikologi dengan Islam: menuju Psikologi


Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995)

https://www.academia.edu/13987016/Konsep_Manusia_dalam_Pandangan_Tasawuf
Diakses pada: Minggu, 21 Juni 2020

13

Anda mungkin juga menyukai