Referat DM
Referat DM
DIABETES MELLITUS
Oleh:
XXX
Disusun oleh:
XXXXX
A. Definisi
Diabaetes Mellitus merupakan kelompok penyakit metabolik yang
memiliki karakteristik berupa hiperglikemia akibat kerusakan pada sekresi insulin,
kerja insulin maupun keduanya (American Diabetes Association, 2010).
Keruskana insulin akan berakibat pada disfungsi kronis pada metabolism
karbohidrat, lipid dan protein (Banday, Sameer and Nissar, 2020). Keadaan
hiperglikemia yang kronis berhubungan dengan kerusakan organ jangka panjang
terutama pada mata, ginjal, saraf, jntung dan pembuluh darah. Diabetes
merupakan penyakit degeneratif yang tidak menular dan menjadi ancaman utama
bagi kesehatan manusia (Setiati et al., 2014).
B. Patogenesis
Sesuai dengan definisinya patogenesis utama penyebab dari DM adalah
kondisi hiperglikemia dan kerusakan sekresi maupun kerja dari insulin.
Permasalahan insulin yang terjadi secara umum dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu
defisiensi absolut sekresi insulin pada DM tipe 1 (DMT1) dan kombinasi
resistensi terhadap kerja insulin dan kompensasi yang tidak memadai dalam
respons sekresi sulin pada DM tipe 2 (DMT2). Hal ini berkaitan pada kerusakan
sel-β pankreas, dimana pada DMT1 terjadi destruksi sel-β pankreas akibat
autoimun dan pada DMT2 terjadi disfungsi sel Beta akibat stres metabolik.
Kerusakan sel-β pankreas ini juga dapat terjadi karena adanya inflamasi yang
dapat dipengaruhi factor genetik dan lingkungan seperti pola makan, gaya hidup,
dan aktivitas fisik (Skyler et al., 2017).
Berbeda dari DMT1 yang terjadi akibat autoimun pada sel-β pankreas,
DMT2 sebagian besar disebabkan oleh gaya hidup dan bersifat multiorgan.
Keterlibatan multiorgan ini disebut juga dengan “Egregious Eleven”, teori
menjelaskan keterlibatan 11 organ pada keadaan hiperglikemia pada DMT2.
Hiperglikemia dan resistensi insulin memiliki hubungan timbal balik sehingga
membentuk lingkaran setan, dimana keadaan glukotoksisitas pada hiperglikemia
dapat menyebabkan resistensi insulin dan sebaliknya resistensi insulin
memperparah hiperglikemia (Schwartz et al., 2016). Sesuai dengan diagram
tersebut (Gambar 1) dapat ditarik 11 organ yang terlibat, yaitu.
C. Klasifikasi
Klasifikasi DM berdasarkan American Diabetes Association adalah
sebagai berikut.
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (DMT1)
DMT1 terjadi karena adanya autoimun sehingga terjadi destruksi
terhadap sel-β pankreas. Destruksi ini menyebabkan penurunan kadar
insulin pada penderitanya. Karena adanya intake glukosa dari luar tubuh,
penderita DMT1 membutuhkan insulin dari luar tubuh untuk memenuhi
kadar insulin agar glukosa atau sumber energi yang dikonsumsi dapat
dimetabolisme. Oleh karena itu DMT1 disebut juga Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM). DMT1 biasanya muncul pada usia anak-anak
dan ditandai dengan ditemukannya penanda imunologi seperti autoantibodi
asam glutamate dekarbosilase (GAD65), autoantibodi pada tirosin fosfat
(IA-2 dan IA-2α), dan autoantibodi sel islet (ICA512). Walau faktor imun
memiliki peran dominan sebagau penyebab DMT1, namun di beberapa
kasus DMT1 dapat bersifat idiopatik. Gejala klinis DMT1 yaitu
hiperglikemi, rasa haus yang meningkat, sering buang air kecil,
mengompol pada anak yang sebelumnya tidak mengompol di malam hari,
kelaparan yang ekstrim, penurunan berat badan yang tidak disengaja,
iritabilitas, kelelahan dan penglihatan kabur (Skyler et al., 2017; Banday,
Sameer and Nissar, 2020).
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2)
DMT2 menyumbang sekitar 90% dari semua kasus diabetes. Pada
DMT2, respons terhadap insulin berkurang yang didefinisikan sebagai
resistensi insulin. Selama keadaan ini, insulin tidak efektif dan awalnya
diimbangi dengan peningkatan produksi insulin untuk mempertahankan
homeostasis glukosa, tetapi seiring waktu keadaan hyperinsulinemia justru
menyebabkan masalah pada sensitivitas indulin. Penderita DMT2 paling
sering terlihat pada orang yang lebih tua dari 45 tahun. Resistensi insulin
berkembang karena adanya deposisi lemak ektopik di hati dan otot yang
berkaitan dengan kejadian obesitas. Gejala atau tanda khas DMT2 adalah
poliuri, polidipsi, dan poliphagi ditambah dengan gejala lain seperti
kelelaha, penyembuhan luka yang sulit (ulkus), pruritus, infeksi, katarak
hingga gangguan jantung (Banday, Sameer and Nissar, 2020; Soelistijo,
2021).
3. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes Mellitus Gestasional didefinisikan sebagai semua derajat
intoleransi glukosa atau diabetes yang didiagnosis pada awal atau selama
kehamilan, biasanya trimester kedua atau ketiga. Menurut American
Diabetes Association (ADA), DM Gestasional mempersulit 7% dari semua
kehamilan dan keturunannya memiliki peningkatan risiko terkena DMT2
di masa depan. DM Gestasional dapat dipersulit oleh hipertensi,
preeklamsia, dan hidramnion serta dapat meningkatan intervensi operatif.
Janin dapat mengalami peningkatan berat dan ukuran (makrosomia) atau
kelainan kongenital. Gangguan toleransi glukosa ini disebabkan perubahan
hormonal pada ibu hamil tepatnya peningkatan pada hormon lactogen,
prolactin dan progesterone dapat menstimulasi terjadinya resistensi
insulin. Gejala klinis DM Gestasional tidak jauh berbeda dengan DMT2,
biasanya keluhan DMT2 akan menghilang setelah kehamilan (Banday,
Sameer and Nissar, 2020; Soelistijo, 2021).
4. Diabetes Mellitus dengan Penyebab Lain
Tipe spesifik DM diklasifikasikan sesuai etiologinya, adapaun
pembagiannya sebagai berikut.
Sindroma Diabetes Monogenik
Diabetes tipe ini terjadi karena mutasi genetik tunggal pada
gen dominan autosomal. Contoh diabetes monogenik termasuk
kondisi seperti diabetes mellitus neonatal dan diabetes onset
dewasa muda (Maturity Onset Diabetes of Young) yang biasanya
muncul di bawah usia 25 tahun (Setiati et al., 2014; Soelistijo,
2021).
Penyakit Eksokrin Pankreas
Penyakit eksokrin pankreas menyumbang 0,5% dari semua
kasus diabetes. Ini termasuk pankreatitis kronis (pankreatitis
fibrokalkulus), trauma (pankreatektomi), infeksi, hemokromatosis
herediter, hemokromatosis sekunder, fibrosis kistik, dan neoplasia
pankreas (adenokarsinoma dan glukagonoma). Penyakit tersebut
lama kelamaan akan menyebabkan kerusakan luas pada pankreas
hingga melibatkan pankreas endokrin, termasuk pulau Langerhans,
yang menyebabkan pengurangan yang cukup besar dalam massa
sel dan gangguan fungsi sel (American Diabetes Association, 2010;
Banday, Sameer and Nissar, 2020).
Disebabkan Oleh Obat atau Zat Kimia
Beberapa obat menginduksi diabetes baik melalui gangguan
produksi atau sekresi insulin, yang terutama disebabkan oleh
penghancuran sel atau melalui penurunan sensitivitas jaringan
terhadap insulin, yang menyebabkan resistensi insulin. Obat-obatan
dan bahan kimia yang diketahui menginduksi diabetes termasuk
glukokortikoid, diazoksida, tiazid, agonis reseptor 2 (salbutamol
dan ritodrin), antagonis β-adrenergik nonselektif, dilantin, hormon
termasuk hormon pertumbuhan (dalam dosis sangat tinggi),
hormon tiroid, somatostatin, estradiol, levonorgestrel, dan
glucagon (Banday, Sameer and Nissar, 2020).
D. Diagnosis
Penilaian palig penting untuk menegakkaan diagnosis DM adalah glukosa
darah dan HbA1c. kadar glukosa darah dianjurkan diukur menggunakan
pemeriksaan enzimatik dengan sampel darah vena. Secara garis besar gejala Dm
dapat diklasifikasikan menjadi gejala khas dan gejala tidak khas. Pembagian ini
berguna untuk penapisan diagnosis, dimana jika ditemukan gejala khas DM dan
kadar glukosa yang abnormal maka diagnosis dapat ditegakkan. Jika gejala yang
ditunjukkan merupakan gejala tidak khas maka dibutuhkan kondirmasi hasil kadar
glukosa darah abnormal sebanyak 2 kali (Gayatri et al., 2019; Soelistijo, 2021).
Gejala Khas : poliuri (banyak kencing), polidipsi (banyak
minum), poliphagi (banyak makan), dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Gejala Tidak Khas : lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita
Pemeriksaan kadar glukosa darah yang paling sering digunakan adalah
dengan metode tes toleransi glukosa oral (TTGO), pemeriksaan ini dilakukan
dengan menilai kadar glukosa sebelum dan sesudah intake dari larutan glukosa
(Gayatri et al., 2019; Soelistijo, 2021). Adapun langkah pelaksanaan TTGO
adalah sebagai berikut.
Pasien yang akan melakukan TTGO harus berpuasa paling sedikit
8 jam lalu akan dilakukan pemeriksaan pertama pada kadar glukosa
darah puasa.
Setelah itu, pasien akan diberikan larutan yang berisi gula (75 gram
pada dewasa dan 1,75 gram/KgBB pada anak) yang dilarutkan
dalam 250 mL air. Larutan tersebut harus diminum dalam waktu 5
menit.
Pasien akan melakukan puasa kembali selama 2 jam setelah
meminum larutan tersebut dan kadar glukosa darah diperiksa
kembali.
Pasien harus berada pada kondisi istirahat dan tidak merokok
selama pemeriksaan.
Diagnosis DM ditegakkan saat kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL atau
glukosa plasma ≥ 200 mg/dL setelah pemeriksaan TTGO. Penegakkan diagnosis
DM juga dapat menggunakan kadar HbA1c ≥ 6,5%, tetapi pemeriksaan ini tidak
dapat dilakukan pada kondisi yang memengaruhi umur eritrosit dan gangguan
fungsi ginjal. Pemeriksaan HbA1c dapat menggunakan metode immunoassay,
kromatografi pertukaran ion dan afinitas boronate (Genuth, Palmer and Nathan,
2015; Gayatri et al., 2019; Soelistijo, 2021).
Gambar 4. Alur Diagnosis DM
Pada keadaan normal glukosa darah puasa berkisar antara 70-99 mg/dL
sedangkan kadar plasma glukosa setelah TTGO berkisar antara 70-139 mg/dL.
Seseorang dikatakan mengalami GDPT saat hasil kadar glukosa plasma setelah
TTGO < 140 mg/dL dan glukosa plasma puasa berkisar antara 100-125 mg/dL.
Pada pasien TGT kadar glukosa plasma puasa < 100 mg/dL dan kadar glukosa
plasma setelag TTGO berkisar antara 140-199 mg/dL. Diagnosis prediabetes ini
juga dapat ditegakkan dengan HbA1c antara 5,7-6,4% (Genuth, Palmer and
Nathan, 2015; Soelistijo, 2021).