Anda di halaman 1dari 4

KERANGKA ACUAN KERJA

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI LUMPUH LAYU ( AFP )


PUSKESMAS TAMANGAPA TAHUN 2023
1. PENDAHULUAN
Dalam sidang WHA ke-41 (World Health Assembly- sidang para menteri
kesehatan dari negara-negara WHO) tahun 1988 dan Summit for Children
tahun 1990 oleh Menteri Kesehatan sedunia telah disepakati melalui
komitmen global Eradikasi Polio (ERAPO) pada tahun 2000. Strategi yang
ditempuh pemerintah Indonesia dalam rangka Eradikasi Polio (ERAPO) tahun
2000 antara lain: Penambahan dosis ke-4 Imunisasi Polio rutin, Pekan
Imunisasi Nasional (PIN) dan Surveilans Polio yang meliputi Surveilans Polio
Liar (SPL) dan Surveilans Acute Flaccid Paralysis (SAFP) (Rina dan Ritarwan
2009)
2. LATAR BELAKANG
Surveilans AFP adalah pengamatan terhadap semua gejala yang mirip polio
dengan kelumpuhan bersifat layuh dan mendadak pada anak usia < 15 tahun.
Puskesmas sebagai coordinator community based surveillance bertanggung
jawab terhadap semua kasus AFP yang ada di wilayah kerjanya dengan
mengikutsertakan petugas kesehatan yang ada dalam upaya penemuan
kasus AFP di masyarakat (Lenni, 2004). Surveilans Polio bertujuan untuk
memantau adanya transmisi virus polio liar disuatu wilayah, sehingga upaya
pemberantasannya menjadi terfokus dan efisien. Paralysis). Sasaran
surveilans adalah kelompok yang rentan terhadap poliomyelitis yakni anak
berusia dibawah 15 tahun. Untuk meningkatkan sensitifitas dan surveilans
polio, pengamatan dilakukan pada semua kelompok yang terjadi secara akut
dan sifatnya layuh. Untuk mencapai sertifikat bebas polio di Indonesia
ternyata tidak mudah, setelah kasus polio hamper tidak ada lagi di Indonesia
tiba- tiba pada 17 Maret 2005, seorang dokter praktek swasta melaporkan
satu kasus AFP atau lumpuh layuh ke Puskesmas Cidahu, Sukabumi. liar.
Akhirnya pada 29 April 2005 oleh Tim Kajian Epidemiologi Lapangan Menteri
Kesehatan RI, dilaksanakan Mopping up imunisasi polio di 3 provinsi yakni
DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Ternyata virus polio liar yang ditemukan
di Sukabumi oleh kajian Laboratorium Global Specific Laboratory (GSL)
Mumbai berdasarkan tes DNA sequencing, ditemukan strain yang sama
dengan virus polio Sudan yang beredar di Arab Saudi pada saat musim haji
(Rina dan Ritarwan 2009)

Pada tahun 2013, Pemerintah kembali mengeluarkan upaya eradikasi polio


yang meliputi 4 strategi utama yaitu 1) menghentikan transmisi virus polio liar
dengan melakukan penguatan imunisasi polio (imunisasi rutin, bila perlu
dilakukan imunisasi tambahan) dan surveilans AFP; 2) mendapatkan sertifikat
telah bebas dari polio; 3) menyimpan virus polio liar pada laboratorium-
laboratorium yang telah ditentukan, untuk mencegah resiko reintroduksi virus
liar dari diagnostic dan penelitian pada masyarakat ; 4) stockpile mOPV,
mungkin diperlukan untuk respon terhadap cVDPV atau kegagalan
penyimpanan (containment) (Gendrowahyuhono dkk 2010).
Sampai saat ini, pemerintah terus berupaya melakukan eradikasi polio hingga
kasus polio benar- benar hilang di Indonesia tidak bersisa satupun. Sebab
walaupun hanya 1 kasus yang muncul, maka daerah tersebut telah tergolong
KLB polio. Hal ini berdasarkan Kepmenkes no. 483/Menkes/SK/IV/2007
disebutkan pada lampiran bahwa untuk meningkatkan sensitifitas penemuan
kasus polio, dilakukan pengamatan semua kelumpuhan yang terjadi secara
akut dan sifatnya flaccid (layuh), penyakit yang mempunyai sifat kelumpuhan
seperti poliomyelitis disebut kasus AFP, di suatu wilayah bila ada 1 kasus
merupakan KLB. Hal ini mengartikan bahwa setiap ditemukan satu kasus
AFP disuatu daerah maka kasus tersebut adalah KLB untuk daerah tersebut
(Depkes RI 2003 dalam Prasetyowati dkk 2011).

3. TUJUAN KEGIATAN
Tujuan Umum
- Untuk mengidentifikasi daerah resiko tinggi, untuk mendapatakan semua
informasi tentang adanya transmisi VPL, VDPL ( virus dengan polio liar)
dan daerah dengan kinerja survailens AFP yang tidak memenuhi
standar/indikator.

Tujuan Khusus

- Menemukan semua kasus AFP yang ada disuatu wilayah


- Melacak semua kasus AFP yang ditemukan disuatu wilayah
- Mengumpulkan dua spesimen semua kasus AFP sesegera mungkin
setelah kelumpuhan
- Memeriksa spesimen tinja semua kasus AFP yang ditemukan di
Laboratorium Polio Nasional
- Memerikasa spesimen kontak terhadap Hot Case untuk mengetahui
adanya sirkulasi (VPL)
4. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
Kegiatan penyelidikan epidemiologi tersangka lumpuh layu (AFP) dilakukan
pada saat terjadinya kasus
5. CARA PELAKSANAAN KEGIATAN
Pelaksanaan kegiatan penyelidikan lumpuh layu (AFP) sebagai berikut :
- Persiapan penyelidikan epidemiologi lumpuh layu (AFP)
- Pengumpulan data penderita
- Pelaksanaan penyelidikan lumpuh layu (AFP)
- Mencari informasi tentang imunisasi penderita
- Pelaporan/pencatatan hasil kegiatan
- Umpan balik dari pihak terkait
6. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN
- Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada saat terjadinya kasus
7. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN
- Evaluasi pelaksanaan kegiatan dilakukan 4 kali dalam setahun
- Pelaporan kegiatan dilakukan setiap kali penyelidikan epidemiologi selesai
dilakukan kepada Dinas Kesehatan Kota Makassar
8. PENCATATAN PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN
 Identitas lengkap pasien meliputi :
- Nama Penderita :
- Umur penderita :
- Alamat :
- Nama kepala keluarga :
- Hasil Laboratorium :
- Tanggal mulai lumpuh :
- Catatan imunisasi pendeita :
- Hasil investigasi/PE :
- Hasil dari kegiatan tersebut dicatat dalam buku kegiatan.
- Setiap kegiatan yang dilakukan dilaporkan setiap bulan ke kepala
puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota.
- Evaluasi kegiatan dilakukan setiap 4 kali setahun dalam kegiatan lokmin
yang diadakan dipuskesmas dengan melibatkan lintas sektor.

Demikian kerangka acuan kerja ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana


mestinya.

Makassar, Januari 2023

Kepala Puskesmas
Tamangapa

dr. Hj. Sri Zakiah Usman


NIP. 19700521 200212 2 006

Anda mungkin juga menyukai