Anda di halaman 1dari 19

TEORI KEPRIBADIAN CARL ROGERS

KELOMPOK III

Inna Mutmainnah (1571040001)

St. Khadijah Baharuddin (1571042015)

Toni Nugraha Jamaluddin HB (1671041025)

ST. Aisyah Humairah Solihin (1671042037)

Risky Indah Aska (1671040022)

Sabriasrifah (1671041043)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2017

1
A. BIOGRAFI CARL ROGERS
Nama Lengkap Rogers itu Carl Ransom Rogers. Ia lahir pada tanggal 8
Januari 1902 di Oak Park, Illinois, sebuah kota kecil di Chocago. Ia adalah
anak ke empat dari enam bersaudara, diantaranya lima laki-laki dan satu
perempuan. Ayahnya adalah seorang insinyur teknik sipil, kontraktor, yang
sukses secara financial, sehingga situasi ekonimis dalam keluarga terjamin.
Suasana keluarga besar itu kuat, serius, dan dipengaruhi pola hidup borjuis
dan protestan fundamentalis. Orang tuanya memegang teguh pandangan
religious dan menekankan perilaku yang bermoral, penekanan emosi dan
kebaikan kerja keras. roger sepanjang masa kanak-kanak hingga remaja
hidup dengan pandangan orang lain terhadap dunia bukan pandangannya
sendiri yang membuat dia melakukan pemberontakan.
Pada tahun 1924, Rogers berangkat untuk belajar bagi pelayanan di serikat
seminari teologi di New York. Seminari teologis serikat memiliki kemudian,
seperti halnya sekarang, reputasi untuk kemurahan, jenis liberalisme radikal
yang ayah Rogers ditolak, Selama masa ini rogerspun memiliki istri dan
seorang anak. pada tahun 1919 rogers memilih mempelajari agricultural di
University Of Wisconsin, tetapi di tahun kedia ia meninggalkan studi
agricultural , pada tahun ke tiga rogers terpilih dan menghadiri “World
Student Cristian Federation Conference” di Beijing. Dari pembelajaran yang
yang diperoleh Rogers di kegiatan tersebut, memberikan kontribusi tersendiri
dibaginya untuk bersikap toleran, maupun sikap untuk tidak hanya tergantung
pada ikatan keagamaan,ia pun memberitahukan kepada orang tuanya bahwa –
pandangannya berubah dari fundamentalis ke liberal. Setelah dari Cina,
Rogers kembali ke Wisconsin. Kemudian pada tahun 1924, rogers kemudian
menerima gelar BA dalam bidang sejarah dengan studi: otoritas dalam
pikiran Martin Luthter. Rogers meninggal di San Diego pada tahun 1987,
setelah operasi pinggulnya yang patah. Sampai akhir hayatnya, ia aktif dalam
Center for The Study of The Person . ( Duane P. Schultz, 2013).

2
B. PANDANGAN DASAR CARL ROGERS
Setelah Rogers pindah ke Universitas Chicago di tahun 1942, Rogers
kemudian menjabat sebagai professor dan kepala bagian konseling hingga
tahun 1975. Disinilah Rogers mengembangkan sebuah metode psikoterapi
yang terpusat pada klien atau yang disebut dengan Client-centered Therapy.
Kemudian dari temuan Rogers tersebut disusunlah teori mengenai
perkembangan kepribadian yang tuangkannya ke dalam sebuah buku yang
berjudul “A Theory of Therapy, personality and Inter-Personal Relationship
as Developed in the Client-Centered Framework” diterbitkan pada tahun 1951
(Para Psikolog Terkemuka Dunia, hlm. 343)
Finalnya pada tahun 1977 psikoterapiCarl rogers menggunakan tradisi
filsafat kontenporer dalam teori kepribadian dan teori psikoterapi. Pendekatan
humanisme sangat menghargai manusia sebagai mahluk yang potensial.
Rogers menjelaskan bahwa manusia berada dalam keadaan pengalam yang
terus menerus berubah, karenanya manusia memiliki kecenderungan umum
untuk terus tatkala menerbitkan buku yang berjudu “Carl Rogers on personal
Oriented” (Theories of Personality, hlm. 273).
Pada awalnya Rogers tidak memperhatikan sebuah kebutuhan untuk
menyusun sebuah teori, melainkan hanya untuk memuaskan batinnya untuk
menjelaskan fenomena yang selama itu diobservasinya maka Rogers
menyusun teori. Teori perkebangan kepribadian yang disusun Rogers selama
bertahun-tahun disebut dengan person-centered. Asumsi dasar yang Rogers
kemukakan hingga munculya teori ini ialah bahwa pada dasarnya manusia dua
kecendeungan, yakni kecenderungan formatif dan kecenderungan
mengaktualisasi (Theories of Personality, hlm. 273) . Disini kita akan
membahas saru persatu daru kedua dasar teori tersebut.
1. Kecenderungan Formatif
Rogers meyakini bahwa setiap yang organis maupun yang non-organis
(alam semesta dan manusia) secara keseluruhan cenderung berkembang dari
suatu bentuk yang sederhana menuju ke yang kompleks (Theories of
Personality, hlm. 273). Misalnya kesadaran manusia yang berkembang dari

3
alam bawah sadar menuju kea lam sadar yang sangat terorganisir. Adaapun
alam semesta seperti galaksi-gaaksi yang berkembang dari massa-massa yang
awalnya kurang teroganisir kemudian berkembang menjadi galaksi-galaksi
ataupun bintang-bintang yang kompleks (Theories of Personality, hlm. 273).
Contoh lain dari hujan yang turun yang awalnya terbentuk dari uap-uap yang
tidak terorganisis.
Inti dari asumsi Rogers disini ialah menekankan pada ke-kompleks-an dari
organis maupun non-organis yang berawal dari sesuatu yang sederhana.
2. Kecenderungan-Mengaktualisasikan
Rogers meyakini bahwa setiap makhluk yang ada—termasuk di
dalamnya manusia, hewan dan tumbuhan—cenderung bergerak menuju
kelengkapan atau pemenuhan potensi-potensi. Terkhusus padaperilaku
manusia, disini Rogers menitik beratkan pada motif tunggal aktualisasi diri
dari perilaku manusia yang melibatkan kkeseluruhn pribadi seperti
fisiologis, intelektua, rasional, emosional, alam sadar maupun alam bawah
sadar (Theories of Personality, hlm. 273-274).
Dalam aktualisasi diri juga dua hal penting yang juga dikemukakan
oleh Rogers, yakni maintenance (kebutuhan memlihara) dan enhancement
(kebutuhn pengembangan).
a. Maintenance, atau Kebutuhan pemeliharaan merupakan kebutuhan
manusia dalam mempertahankan konsep dirinya. Manusia pada
dasarnya memiliki status quo yang ditentukan secara subjektif
kemudian berupaya untuk dipertahankan. Dan hal tersebut terjadi
ketika individu merasa puas sehingga cenderung di pertahankan.
Ketika dalam kondisi seperti ini, individu akan cenderung berhati-hati
terhadap setiap ide-ide yang baru, mendistorsi pengalaman yang tidak
cocok, perubahan sebagai hal yang menyakitkan maupun perubahan
sebagai hal yang menakutkan.
b. Enhancement, atau pengembangan. Meski manusia tidak suka terhadap
perubahan ataupun hal-hal yang mampu mengganggu status quo yang
memberikan kenyamanan untuk bertahan, namun disisi lain yang juga

4
terjadi ialah individu berupaya memperbaiki diri dengan belajar dari
hal-hal bahwa penghargaan tidak serta merta didapatkan dengan
segera. Terkadang banyak hambatan yang menghalangi hal tersebut
dan disitu individu belajar. Sama ketika individu berada di masa bayi
menuju ke masa balita yang individu belajar dari setiap kesalahan
(terjatuh dan kesakitan) yang dilakukannya tatkala hendak berdiri dan
berjalan. Dengan kebutuhan pengembangan ini memungkinkan
manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya maupun
menyelesaikan segala permasalahnnya dengan sebaik mungkin, dan
tentu melibatkan seluruh potensi pada dirinya.
Dari kedua hal yang penting tersebut, perlu diingat bahwa pada
hewan dan tumbuhan juga memungkinkan terjadi hal yang sama.
hanyasa komleksitas tetap manusia miliki. (Theories of Personality,
hlm. 274).

C. STRUKTUR KEPRIBADIAN
1. Diri dan Aktualisasi-Diri
Kunci konsep struktural dalam teori kepribadian Carl Rogers adalah
diri (Self). Menurut rogers, individu mmahami objek dan pengalaman
eksternal, dan memberikan makna kepada mereka. Keseluruhan sistem
persepsi dan makna menciptakan medan fenomal individual.berbagai
bagian dari medan fenomenal yang dilihat oleh individu sebagai
“self”(diri) “me” (saya-objek) atau “I” (aku-subjek) akan membentuk diri
(alwisol,2009).
aktualisasi-diri mengarah kepada aktualisasi diri yang sering kita
pahami dalam kesadarannya, seperti membutuhkan penghargaan dari
orang lain dan pemenuhan kebutuhan sebagai pra-syaratnya. Untuk
memahami aktualisasi diri secara lebih mendalam, berikut ini dua sub-
sistem diri (Theories of Personality)

5
- Konsep Diri
Konsep diri, merepresentasikan pola persepsi yang
terorganisasi dan konsisten. Walaupun diri selalu berubah, akan
tetapi diri selau mempertahankan kualitas yang telah terpola,
terintegrasi, dan terorganisir ini. Karena kualitas terorganisasi terus
bertahan dari waktu ke waktu dan dan menjadi karakteristik
seseorang, maka diri adalah struktur kepribadian (Alwisol,2009)
Konsep diri (disebut juga diri organismik) yang
diasumsikan oleh Rogers mencangkup segala aspek keberadaan
diri individu dan pengalaman sebagaimana yang disadari oleh
kesadaran seorang individu meski terkadang kurang akurat dan
bisa melampaui kesadaran seseorang. Tatkala individu membentuk
konsep dirinya, mereka akan menemukan bahwa perubahan dan
pembelajaran yang signifikan sangatlah sulit untuk dilakukan.
Namun setidaknya dukungan/penerimaan sosial dapat membantu
individu dalam perubahan yang terjadi.
Dua poin tambahan yang patut diperhatikan berkaitan
dengan konsep “diri” Rogers (Alwisol,2009).
Pertama, diri bukankah sesosok “orang” mini dalam diri kita. Diri
lebih merupakan serangkaian persepsi yang terorganisir.
Kedua, pola pengalaman dan persepsi yang dikenal sebagai diri,
pada umumnya tersedia bagi kesadaran artinya, pola tersebut dapat
dinaikkan ke level kesadaran.
Walaupun individu memiliki pengalaman yang tidak
mereka sadari, konsep diri pada dasarnya berada di level
kesadaran. Rogers percaya bahwa definisi diri tersebut akurat dan
diperlukan untuk riset. Definisi diri yang mencakup materi bawah
sadar, menurut Rogers, tidak dapat dipelajari secara objektif.

6
- Diri Ideal
Diri ideal adalah konsep diri yang paling diinginkan oleh
individual. Konsep tersebut mencakup persepsi dan makna yang
secara potensial relevan terhadap diri dan amat penting bagi
individu tersebut. Dengan demikian, Rogers menyadari bahwa
pandangan kita akan diri kita sendiri mengandung dua komponen
yang saling berlawanan: diri kita saat ini, dan diri yang dilihat
sebagai wujud ideal diri kita di masa mendatang. (alwisol,2009).
Diri Ideal merupakan pandangan individu mengenai dirinya
seperti yang individu tersebut harapkan yang didalamnya
mengandung semua atribut diri yang pandang positif sehingga
mendorong ndividu tersebut untuk mewujudkannya dalam bentuk
perilaku. Jurang antara diri-ideal dengan konsep-diri disebut
ketidakkongrueanan dan ketidak sehatan psikologis. Setiap
individu memungkinkan mengalami terjadinya ketidakkongruenan
ataupun ketidaksehatan psikilogis, namun normalnya dalam jumlah
yang sedikit atau tidak mendominasi (Theories of Personality, hlm.
275).

2. Kesadaran (Awareness)
Menurut Rogers, kesadaran yang dimaksud ialah representasi simbolik
(lebih dari sekedar symbol-simbol verbal) dari sejumlahpengalaman kita.
istilah kesadaran sering disininimkan Rogers dengan alam sadar
(consciousness) dan simbolisasi. Kesadaran ini pulalah yang
mengantarkan konsep-diri dan diri-ideal dalam perwujudan (Theories of
Personality, hlm. 276).
Rogers membagi kesadaran dalam 3 jenis tingkatan kesadaran
(Theories of Personality, hlm. 276) yakni:
a. Peristiwa yang dialami individu di bawah ambang kesadaran.
Menurutnya, individu terkadang mengabaikan peristiwa-peristiwa
yang menimpa dirinya, dan ini tejadi cukup sering. Misalnya ketika

7
seorang wanita berjalan di sebuah jalanan yang penuh dengan
kesibukan sebagai aktivitas yang memberikan banyak stimuli
seperti apa yang dilihat dan bunyi-bunyian. Kerena si wanita itu
tidak akan pernah memperhatikan stimuli, maka banyak hal yang
terabaikan.
b. Kesadaran dengan pennyimbolan secara akurat dan pengakuan
penga secara bebas terhadap pengalaman sebagai bagian dari diri.
disini individu menyadaripengalaman yang terjadi yeang menimpa
dirinya. Pengalaman seperti ini tidak begitu mengancam. Misalnya
saja seorang pelari cepat yang menyadari dirinya mampu berlari
dengan kecepatan melebihi orang-orang disekitarya termasuk
pelari kelas atas dan juga orang lain mengakui hal tersebut. disini
terjadi penyimbolan “saya pelari yang sangat cepat” yang
kemudian diakui hal tersebut bagian dari dirinya ditambah
pengakuan orang lain yang juga sesuai. Kesadaran ini tidak terjadi
tatkala tidak ada pengakuan dari kebanyakan orang diseitar
individu Karen hal tersebut bisa jadi hanya sebatas ideal self.
c. Kesadaran dengan pendistorsian pengalaman yang dialami.
Kesadaran ini bertitik pada ketidakkonsistenan pengalaman yang
dialami, sehingga ketika individu mengakui sebuah pengalaman
yang sesuai dengan dirinya namun orang lain tidak memadangnya
seperti itu (sebuah ancaman), maka disini terjadi pendistorsian
pengalaman agar sesuai dan dapat diterima oleh konsep diri yang
sudah dibangun. Disini perlu diingat bahwa antara pengalaman
yang sebenarnya dengan pengakuan sebenarnya tarjadi secara logis
sebagai hasil usahanya tidak hanya sebatas “mengada-ada“ yang
tidak terwujud dalam perilaku.

D. DINAMIKA KEPRIBADIAN
Menurut Rogers, organisme memiliki satu kekuatan pendorong tunggal
mendorong aktualisasi diri dan satu gol tunggal dalam hidup untuk menjadi

8
diri yang teraktualisasikan. Pengalaman dinilai apakah dapat member
kepuasan atau tidak, mula-mula secara fisik namun kemudian berkembang
menjadi kepuasan emosional dan sosial. Akhirnya konsep self itu mencakup
gambaran siapa dirinya, siapa seharusnya dirinya dan siapa kemungkinan
dirinya. Kesadaran memiliki konsep dir kemudian mengembangkan
penerimaan positif.
Sebagaimana ahli humanistik umumnya, Rogers mendasarkan teori
dinamika kepribadian pada konsep aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah
daya yang mendorong pengembangan diri dan potensi individu, sifatnya
bawaan dan sudah menjadi cirri seluruh manusia. Aktualisasi diri yang
mendorong manusia sampai kepada pengembangan yang optimal dan
menghasilkan cirri unik manusia seperti kreativitas, inovasi, dan lain-lain.
1. Penerimaan Positif (Positive Regard). Orang merasa puas menerima
regard positif, kemudian juga merasa puas dapat memberi regard positif 
kepada orang lain.
2. Konsistensi dan Salingsuai Self (Self Consistensy and Congruence).
Organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi (keajegan = keadaan
tanpa konflik ) dari persepsi diri, dan kongruen (salingsuai) antara persepsi
self dengan pengalaman.
3. Aktualisasi Diri (Self Actualization). Freud memandang organisme
sebagai sistem energi, dan mengembangkan teori bagaimana energi psikik
ditimbulkan, ditransfer dan disimpan. Rogers memandang organisme terus
menerus bergerak maju. Tujuan tingkahlaku bukan untuk mereduksi
tegangan enerji tetapi mencapai aktualisasi diri yaitu kecenderungan dasar
organisme untuk aktualisasi: yakni kebutuhan pemeliharaan (maintenance)
dan peningkatan diri (enhancement).

E. PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN

Rogers yakin bahwa semua orang memiliki kekuatan yang alami untuk
tumbuh menjadi semakin kompleks. Rogers mengembangkan suatu teori

9
dimana seseorang dikatakan berkembang secara kepribadian apabila dia
memiliki konsep pribadi yang utuh. Pribadi yang berfungsi utuh artinya adalah
pribadi yang memakai kapasitas dan bakatnya, merealisasi potensinya dan
selalu bergerak mengenai pembentukan pemahan lengkap mengenai dirinya
didalam setiap pengalamannya.

Rogers merumuskan 5 ciri pribadi yang berfungsi utuh yakni:


1. Terbuka untuk mengalami: mampu mendengar dirinya memahami
pikiran dan perasaannya sendiri.
2. Hidup menjadi: setiap pengalaman dipandang sebagai sesuatu yang
baru unik dan berbeda. manusia berusaha menjalani hidup yang
dengan menikmati hidup itu sendiri
3. Keyakinan Organimistik: pengembilan keputusan berdasarkan sumber
eksternal: norma sosial aturan institusil, penilaian orang lain.
4. Pengalaman kebebasan: pengalaman hidup bebas dengan cara yang
diinginkan atau dipilih sendiri tanpa rasa tertekan. Rogers mengakui
bahwa tidak ada kebebasan absolut. Manusia bisa melihat pilihan
hidup dan memilih mana yang dirasa mampu untuk dikerjakannya.
5. Kreativitas :merupakan kemasakan psikologis yang optimal. Orang
yang good life kemungkinan akan memuculkan konsep diri yang
kreatif dan hidup kreatif.

F. PERKEMBANGAN DIRI SAAT MASA KANAK-KANAK CARL


ROGERS
Saat bayi perlahan mengembangkan dunia pengalaman yang lebih
kompleks dari pertemuan sosial yang meluas, satu bagian pengalaman
menjadi berbeda dari yang lain. Bagian yang terpisah ini, didefenisikan
dengan kata I, me, dan myself , self adalah konsep diri. Pembentukan
konsep diri melibatkan pembedaan apa yang secarta langsung dan segera
menjadi bagian dari orang objek, dan kejadian yang berbeda diluar diri.

10
Konsep ini juga merupakan citra kita tentang apakah kita, apa yang harus
kita lakukan, dan kita ingin menjadi seperti apa.
Idealnya diri adalah pola yang konsisten, keseluruhan yang
terorganisasi. Semua aspek diri berjuang untuk konsistensi. Contohnya
orang yang terganggu memiliki perasaan agresif dan memilih
mengabaikannya tidak menunjukkan perilaku agresif yang terlihat jelas.
Melakukan hal tersebut berarti bertanggung jawab untuk tindakan yang
tidak konsisten dengan konsep diri mereka, karena mereka percaya mereka
seharusnya tidak agresif.
1. Penerimaan positif
Saat self muncul, baji mengembangkan kebutuhan untuk apa yang
disebut Rogers sebagai penerimaan positif. Kebutuhan ini kemungkinana
dipelajari, tetapi Rogers berkata bahwa sumbernya tidak penting.
Penerimaan positif termasuk dukungan, cinta, dan perseujuan dari orang
lain, terutama dari ibu saat masa bayi.
Bayi merasakan kepuasaan saat menerima penerimaan positif dan
frustasi saat tidak menerimaanya atau penerimaan positif diambil. Karena
penerimaan positif krusial pada perkembangan kepribadian, perilaku bayi
dipandu oleh seberapa besar kasih sayang dan cinta yang diberikan. Jika
sang ibu tidak memberikan penerimaan positif maka kecenderungtan
dalam diri bayi untuk aktualisasi dan perkembangan konsep diri akan
terhambat. Bayi mempersepsi ketidak setujuan orang tua terhadap perilaku
mereka sebagai ketidak setujuan terhadap diri mereka yang baru
berkembang. Jika hal ini sering terjadi, bayi akan menghentiikan
usahaanya untuk aktualisasi dan perkembangan . justru mereka
akanbertindak dalam cara yang akan membawa penerimaan positiff dari
orang lain, bahkan jika tindakan tersebut tidak konsisten dengan konsep
diri mereka.
Meskipun bayi mendapat dukungan, cinta, dan persetujuan yang
cukup beberapa perilaku spesifik dapat membawa hukuman.
Bagaimaanapun, jika penerimaan positif untuk bayio bertahan meski

11
menghadaoi perilaku yang tidak diinginkan dari bayi, keadaan ini disebut
penerimaan positif tak bersyarat. Maksud Rogers adalah cinta seorang ibu
pada anaknya diberikan dengan bebas dan menyeluruh; tidak terkondisi
atau bergantung pada perilaku si anak.
Aspek penting kebutuhan untuk penerimaan positif adalahg
sifatnya yang timbal balik. Ketika orang mempersepsi diri mereka
memuaskan kebutuhan orang lain untuk penerimaan positif, mereka juga
mengalami kepuasaan kebutuhan tersebut. Dengan demikian, bermanfaat
jika memuaskaan kebutuhan penerimaan positif orang lain. Karena
pentingnya memuaskanj kebutuhan penerimaan positif, terutama saat masa
bayi kita menjadi sensitif terhadap sikap dan perilaku orang lain. Dengan
menerjemahkan umpan balik yang kita terima dari mereka (baik
persetujuan maupun penolakan), kita menyusun konsep diri kita. Dengan
demikian dalam membentuk konsep diri, kita menginternalisasi sikap
orang lain.
Pada waktunya penerimaan positif akan lebih baanyak datang dari
dalam diri kita dari pada dari orang lain, keadaan yang disebut Rogers
penerimaan diri poditif. Penerimaan diri positif menjadi sama kuatnya
dengan kebutuhan kita untuk penerimaan positif dari orang lain, dan dapat
dipuaskan dengan cara yang sama. Contohnya, anak-anak yang dihargai
dengan afeks, pewrsetujuan, dan cinta saat mereka bahagia akan
menghasilakan penerimaan diri positif kapanpun mereka berperilaku yang
membahagiakan mereka. Dengan demikian dapat dikatakan kita belajar
menghargai diri sendiri. Penerimaaan diri positif seperti penerimaan
positif adalah timbal balik. Ketika orang menerima penerimaan possitif
dan menegembangkan penerimaan positif, meraka berganti memberikan
penerimaan positif pada orang lain.
2. Conditions of worth
Conditions of worth (kondisi layak) berevolusoi urutan
perkembangan dari penerimaan positif kepenerimaan diri positif.
Penerimaan diri positif adalah superego Freudian versi Maslow, dan

12
berasal dari penerimaan positif bersyart. Kita menegetahui bahwa
penerimaan positf tidak melibatkan cinta dan penerimaan orang tua tanpa
kecuali terhadap bayi, tidak terpengaruh perilaku anaak. Penerimaan
positif bersyarat adalah kebalikannya. Orang tua tidak memberikaan
penerimaan positif terhadap semua yang dilakukan bayi mereka. Beberapa
perilaku mengganggu, menakutkan, atau membosankan mereka dan orang
tua tidak tidak memberikan kasih sayang atau persetujuan terhadap
perilaku tersebut. Dengan demikian bayi belajar bahwa kasih sayang orang
tua memiliki syarat; tergantung pada perilaku cara-cara tertentu yang dapat
diterima. Bayi memahami bahwa terkadang mereka diharga, dan terkadang
mereka tidak dihargai.
Jika orang tua menunjukkan kekesalan setiap kali bayi
menjatuhkan objek ke luar tempat tidurnya, anak belajar untuk tidak
menyetujui dirinya sendiri untuk berperilaku demikian. Standar penilaian
eksternal menjadi internal dan personal. Dapat dikatakan jika anak-anak
menghukum diri mereka sendiri seperti yang dilakukan orang tua mereka.
Anak-anak me- ngembangkan penerimaan diri hanya pada situasi yang
membawa perse tujuan orang tua, dan pada waktunya konsep diri akan
terbentuk, berfungsi sebagai pengganti orang tua. Hal ini disebut sebagai
conditions of worth. Anak-anak percaya bahwa mereka hanya bernilai
dalam kondisi tertentu, kondisi yang membawa penerimaan positif dari
orang tua dan kemudian penerimaan diri positif pribadi. Dengan
menginternalisasi norma dan standar orang tua mereka, anak-anak
memandang diri mereka bernilai atau tidak bernilai, baik atau buruk,
menurut syarat yang sudah ditentukan orang tua mere Dengan demikian,
anak-anak belajar menghindari perilaku yang me muaskan diri sendiri.
Oleh karena itu, mereka tidak lagi berfungsi dengan bebas. Karena mereka
merasa butuh untuk mengevaluasi perilaku dan sikap mereka dengan
berhati-hati, dan menahan diri dari tindakan tertentu anak-anak dicegah
untuk berkembang sepenuhnya atau mengaktualisasi diri. Anak-anak

13
menghambat perkembangan mereka dengan hidup dalam batasan
conditions of worth.
3. Inkongruensi
Anak-anak, idealnya, tidak hanya belajar menahan perilaku yang
tidak diterima, tetapi mereka juga dapat menolak atau mendistorsi cara-
cara yang tidak dapat diterima dalam mempersepsi dunia pengalaman
mereka. Dengan mempertahankan persepsi yang tidak akurat tentang
pengalaman tertentu, anak-anak berisiko terasing dari diri mereka yang
sebenarnya. Kita mengevaluasi pengalaman, dan menerima atau menolak
nya, bukan dengan bagaimana pengalaman membantu keseluruhan
kecenderungan aktualisasi, tetapi dengan apakah pengalaman membawa
penerimaan positif dari orang lain. Hal ini mengakibatkan inkongruens
antara konsep diri dan dunia pengalaman, lingkungan yang kita persepsi.
Pengalaman yang inkongruen atau tidak sesuai dengan konsep diri
kita menjadi berbahaya dan dimanifestasikan sebagai kecemasan.
Misalnya, jika konsep diri kita termasuk kepercayaan bahwa kita
menyayangi semua manusia, saat kita menemui seseorang yang kita benci
kemungkinan kita akan merasakan kecemasan. Kebencian tidak sesuai
dengan citra kita sebagai orang yang penyayang. Untuk menjaga konsep
diri kita, kita harus menolak kebencian. Kita melindungi diri kita sendiri
terhadap kecemasan yang mengikuti ancaman dengan mendistorsinya,
dengan demikian menutup sebagian dunia pengalaman kita. Akibatnya
adalah sebagian persepsi kita akan kaku. Tingkat penyesuaian psikologis
dan kesehatan emosional kita adalah fungsi kongruensi atau kompatibilitas
antara konsep pengalaman kita. Orang yang sehat secara psikologis
mampu mempersepsi diri mereka orang lain, dan kejadian di dunia mereka
sebagaimana mestinya. Orang yang sehat secara psikologis terbuka pada
pengalaman baru karena tidak ada yang mengancam konsep diri mereka.
Mereka tidak perlu menolak atau mendistorsi persepsi mereka karena saat
kecil, mereka menerima penerimaan positif tak bersyarat dan tidak
menginternalisasi condition of worth. Mereka merasa berharga dalam

14
kondisi dan situasi apa pun dan mampu menggunakan semua pengalaman
mereka. Mereka dapat mengembangkan dan mengaktualisasi semua aspek
diri, maju ke arah tujuan menjadi manusia yang berfungsi penuh dan apa
yang disebut Rogers sebagi “hidup yang baik”.

G. ASESSMENT DALAM TEORI ROGERS


Bagi rogers, salah satu cara mengakses kepribadian adalah melalui
pengalaman subjektif, kejadian dalam kehidupan seseorang bagaimana ia
mempresepsikan dan menerimnaya sebagai kenyataan.
1. Person-Centered Therapy
Dalam teknik ini, rogers menelusuri perasaan dan sikap klien terhadap
diri mereka dan orang lain. Memahami dunia pengalaman klien tanpa
berprasangka. Rogert menganggap Person-Centered Therapy sebagai
satu-satunya pendekatan yang layak terhadap asessmen kepribadian,
namun ia mengakui bahwa terapi ini tidak mutlak karena hanya dengan
berfokus pada pengalaman subjektif,terapis hanya mempelajari tentang
kejadian yang klien sadari dan pengalaman yang alam bawah sadarnya
tersembunyi. Bahaya untuk mengambil kesimpulan terlalu banyak
tentang ketidaksadaran klien karena kesimpulan yang dibuat terapis
mungkin mewakili proyeksi terapis sendiri bukan pengalaman yang
dialami klien. Apa yang dipelajari terapis tergantung komunikasi dari
klien sendiri yang pada dasarnya tidak ada komunikasi yang sempurna
sehingga terapis dapat melihat pengalaman klien secara tidak sempurna.
Dalam batasan tersebut, rogers berargumen bahwa Person-Centered
Therapy memberikan pandangan memberikan pandangan yang lebih jelas
tentang dunia pengalaman seseorang dibading bentuk asessmen dan terapi
lainnya. Roges mengklaim Satu kelebihan dari pendekatan ini adalah
ketidak bergantungan pada struktur teoritis yang sudah di tentukan,
struktur yang harus di sesuaikan terapis untuk maslah pasiennya.
Satu-satunya kepercayaan yang telah ditentukan adalah nilai dan
kelayakan milik klien. Klien di terima apa adanya, terapis memberikan

15
mereka penerimaan positif takbersyarat dan tidak menghakimi perilaku
mereka atau menasehati tentang cara berperilaku. Semuanya berpusat
pada klien, termasuk tanggung jawab untuk mengubah perilaku dan
mengevaluasi ( Duane P. Schultz, 2013).
2. Kelompok Pertemuan
Rogers ingin membawa keadaan kesehatan dan fungsi psikologis
yang meningkat ini kelebih bnayak orang, ia mengembangkan teknik
kelompok ketika orang dapat belajar tentang diri mereka sendiri dan
bagaimana mereka, berhubungan atau bertemu satu sama lain. Ia
menyebit pendekatannya sebagai kelompok pertemuan.
Ukuran kelompok berkisar antara 8 hingga 15 orang.mereka biasa
bertemu selama 20 hingga 60 jam sepanjang beberapa sesi. Mereka
memulai tanpa struktur atau agenda resmi. Fasilitator kelompok bukan
pemimpin. Ia menciptakan atmosfer yang membuat anggota kelompok
dapat mengekspresikan diri mereka dan berfokus pada bagaimana orang
lain mempersepsi mereka. Tugas seorang fasilitator mempermudah
anggota untuk memahami diri mereka sendiri dan berfungsi lebih baik.
Rogers percaya bahwa kebanyakan (tidak semuanya) partisipan akan
berfungsi lebih baik.
Tetapi tidak semua psikolog setuju, sebuah analisis meta pada 63
study terhadap kelompok pertemuan mengungkapkan bahwa kemanjuran
kelompok pertemuan sebanding dengan psikoterapi tradisional. Analisis
juga menunjukkan bahwa kelompok yang lebih besar dan lebih sering
bertemu menghasilkan hasil yang lebih baik daripada kelompok yang
lebih kecil dan lebih jarang bertemu. Kelompok pertemuan tidak lagi
sepopuler saat dipromosikan oleh rogers sendiri, tetapi masih dilakukan
oleh beberapa pengikutnya sebagai cara mendorong orang meningkatkan
potensi mereka ( Duane P. Schultz, 2013).
3. Tes Psikologi
Rogers tidak menggunkan tes psikologi untuk menilai kepribadian, ia
juga tidak mengembangkan tes apapun. Namun, psikolog lain telah

16
merancang tes untuk mengukur aspek-aspek dunia pengalaman. The
Experince Inventory, sebuah kuesioner self-report, mencoba menilai
keterbukaan atauoenerimaan pada pengalaman, sebuah karaktersitik
manusia yang berfunsi penuh. The Experincing scale mengukur tingkat
self-trust kita. Orang dinilai dengan tes ini tidak merespon secara
langsung. Mereka dapat membicarakan apapun yang mereka pilih, dan
rekaman pembicaraan mereka kemudian akan dinilai untuk sederatjat
self-trus, contohnya : secerapa besar mereka merasakan perasaan adalah
sumber informasi penting tentang apa dasar perilaku, atau seberapa kuat
mereka menolak perasaan pribadi memengaruhi keputusan mereaka.
The Experincing scale telah digunakan dengan person-centered
therapy. Contohnya, satu study melaporkan bahwa orang-orang yang
mebuat kemajuan terbesar selama terapi mengalami peningkatan self-trust
dari sebelum terapi ke setelah terapi. Mereka yang menunjukkan sedikti
kemajuan selama terapi menunjukkan peningkatan self-trust yang
kecilatau tidak ada penigkatan sama sekali dari sebelum terapi ke setelah
teraoi. Mereka dengan gangguan emosional yang kurang parah
menunjukkan self-trust yang lebih besar dari pada mereka dengan
gangguan emosional yang lebih parah ( Duane P. Schultz, 2013).

H. EVALUASI TEORI CARL ROGERS


Kelebihan dari teori Carl Rogers
Rogers telah meninggalkan warisan besar dalam cara masyarakat
berpikir, memandang tentang sifat manusia dan cara psikoterapi
dipraktekkan. Banyak pendekatan terapi dikembangkan oleh Rogers
sekarang profesi kesehatan mental.
Carl Rgers memiliki bagian dari keberhasilan dan kegagalan
mereka berjuang membantah atau melawab ide-ide didirikan diambil dari
behaviorisme dan psikoanalisis. Teori yang dibangun oleh Carl Rogers
sebagian adalah teori besar yang tidak terbantahkan, meskipun pekerjaan
klinis Rogers 'tidak menghasilkan strategi terapi empiris yang dapat diuji.

17
Seorang manusia, dari sudut pandang dari kedua teori, aktif daripada pasif.
Teori Rogers dengan penekanan klinis, lebih idiographic dibandingkan
dengan pendekatan Maslow yang menggunakan penekanan pada
konstruksi umum, lebih nomotetis.

Kritik Pendekatan Rogers


Ide Rogers telah dikritik dalam hal nilai-nilai yang diungkapkan
oleh teori-teorinya. Tidak ada keraguan bahwa rogers menegaskan
pentingnya klasik formental kesehatan kebebasan individu dan pilihan,
tapi satu dapat mempertanyakan apakah penekanan ini secara empiris
berdasarkan atau lebih tepatnya refleksi dari nilai-nilai ini sendiri.  Tentu
saja, banyak orang yang sehat secara mental dan bahagia telah membuat
komitmen dan terjebak kepada mereka terlepas dari keinginan pribadi
mereka sendiri.

18
Referensi :

Alwisol. (2009). Psikologi kepribadian. Malang: UMM Press

F. Monte Cristopher & N. Sallod Robert. (2003). Beneath the Mask An


Introduction to Theories of Personality. United State of America: John
Wiley & Sons, Inc

Fest, J., & Feist, G. J. (2006). Theories of Personality Sixth Edition. New York:
The McGraw Hill Companies, inc

Pervin Lawrence A, Cervone Daniel.2004. Psikologi Kepribadian. Jakarta:


Prenadamedia.

Schultz Duane P., Schultz Sydney Ellen. 2015. Teori Kepribadian. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai