Anda di halaman 1dari 18

I.

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : An. Z
Usia : 3 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp. Legok Dage
Tanggal Pemeriksaan : 7 Maret 2018

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Terdapat benjolan di mata kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien baru datang ke poliklinik mata Rumah Sakit SMC pada
tanggal 7 Maret 2018 ditemani oleh ayahnya. Pasien berusia 3 tahun lebih,
sehingga dilakukan alloanamnesis pada ayah pasien. Menurut ayah pasien
terdapat benjolan di mata kanan bagian atas dan bawah. Keluhan ini di-
rasakan sejak 1 minggu yang lalu. Benjolan muncul secara tiba-tiba. Ben-
jolan awalnya kecil, semakin lama semakin membesar. Benjolan dimata
kanan kelopak mata atas 1 buah dan dikelopak mata bawah 1 buah.
Ayah pasien belum melakukan tindakan atau pengobatan apapun
pada benjolan tersebut. Ini adalah kali kedua pasien mengalami keluhan
benjolan di bagian kelopak mata. Menurut ayah pasien An.Z merasa nyeri,
merah, tidak merasa gatal, keluar cairan kuning dari kelopak mata atas
dan an. Z tidak rewel.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
An. Z berkata pernah mengalami benjolan di mata kanan yang
memerah dan benjolan mengempes dengan sendirinya. An.Z tidak memi-
liki riwayat alergi, konsumsi obat dalam jangka waktu lama, penggunaan
kacamata atau riwayat trauma mata.
4. Riwayat Sosial Ekonomi

1
Pasien sering bermain diluar layaknya anak lainnya. Pasien jarang
melakukan cuci tangan setelah bermain. Pasien tinggal bersama kedua
orangtuanya. Pasien kadang mengucek kelopak mata dalam keadaan tan-
gan tidak bersih

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum/Kesadaran : Sedang/ Compos Mentis
2. Vital Sign Nadi : 98 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,2 C
3. Status Oftalmologik
Mata kanan Pemeriksaan Mata Kiri
1 6/6 Visus 6/6
2 Tidak dilakukan Visus Kacamata Tidak dilakukan
3 Tidak dilakukan Visus Koreksi Tidak dilakukan
4 Eksoftalmus (-), Bola Mata Eksoftalmus (-),
gerak ke segala arah (+) gerak ke segala arah (+)
5 Madarosis (-), trikiasis (-) Silia Madarosis (-), trikiasis (-)
6 benjolan (+) d 1 cm, Palpebra Edema (-), hiperemis (-),
konsistensi lunak, batas Superior ptosis (-)
tegas, permukaan rata,
nyeri tekan (+), hiperemis
(+) dari luar dan dalam,
penonjolan ke arah kulit,
ptosis (-)
7 benjolan (+) d 0.5 cm, Palpebra Edema (-), hiperemis (-)
konsistensi lunak, batas Inferior
tegas, permukaan rata,
nyeri tekan (+), hiperemis
(+) dari dalam, penonjolan
ke konjuntiva tarssalis
ptosis (-)
8 Hiperemis (-), ikterik (-), Konjungtiva Hiperemis (-), ikterik (-),
injeksi konjunctiva (-) Palpebra injeksi konjunctiva (-)
9 Hiperemis (-), ikterik (-), Konjungtiva Hiperemis (-), ikterik (-),
injeksi episklera (-) Bulbi injeksi episklera (-)
10 Ikterik (-), injeksi Sklera Ikterik (-), injeksi
episklera (-) episklera (-)
11 Jernih (+),infiltrat (-), Kornea Jernih (+),infiltrat (-),
skitartik (-) sikatrik (-)
12 COA dalam, hifema (-), Bilik Mata COA dalam, hifema (-),
hipopion (-) Depan hipopion (-)

2
13 Cokelat Iris Cokelat
gelap,reguler,sinekia (-) gelap,reguler,sinekia (-)
14 Bulat isokor, refleks ca- Pupil Bulat isokor, refleks ca-
haya (+) 3 mm haya (+) 3 mm
15 Jernih, iris shadow test (-) Lensa Jernih, iris shadow test (-)
16 Tidak dilakukan Refleks Fundus Tidak dilakukan
17 Tidak dinilai Korpus Vitreous Tidak dinilai
18 Normal (digitalis) Tekanan Normal (digitalis)
Intraokuli
19 Nyeri tekan (-), edema (-), Sistem Kanalis Nyeri tekan (-), edema (-),
hiperemis (-) Lakrimalis hiperemis (-)

D. Diagnosis
1. Diagnosis Differensial
Oculi Dekstra chalazion
Oculi Dekstra Keganasan
Oculi Dekstra Blefaritis
Oculi Dekstra Pseudoptosis
2. Diagnosis Kerja
Hordeolum externa (palpebra superior) dan hordeolum interna (palpebra
inferior) Oculi Dekstra

E. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Mycos salep mata 3 x OD
2. Non Medikamentosa
a. Kompres hangat 10-20 menit 4 kali sehari.
b. Bila tidak berhasil dengan medikamentoda dan kompres hangat dalam
waktu 2 minggu maka dilakukan pembedahan.
3. Edukasi
a. Menjaga kebersihan mata, kelopak mata dicuci menggunakan sabun
bayi
b. Tidak memegang kelopak mata terutama dalam kondisi tangan kotor-
mata
c. Tidak mengucek-ngucek mata

3
F. Prognosis
a. Quo ad Visam : Ad Bonam
b. Quo ad Sanam : Ad Bonam
c. Quo ad Vitam : Ad Bonam
d. Quo ad Cosmeticam : Ad Bonam

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hordeolum merupakan fokal infeksi akut pada kelenjar di palpebra yang
mengenai kelenjar meibom atau zeiss/ moll. Jika terjadi infeksi di kelenjar
meibom disebut hordeolum interna, sedangkan jika terjadi infeksi di kelenjar
zeiss/ moll disebut hordeolum eksternum. Infeksi ini merupakan salah satu
penyakit tersering pada kelopak mata (AAO, 2011).

B. Klasifikasi
Hordeolum dibagi menjadi 2 jenis, yaitu hordeolum internum dan eksternum.
1. Hordeolum internum
Hordeolum internum merupakan infeksi kelenjar Meibom dengan
penonjolan terutama ke daerah kulit konjungtiva tarsal. Infeksi ini
menyebabkan obstruksi kelenjar dan biasanya mengenai palpebra superior.
Pada hordeolum internum, benjolan menonjol ke arah konjungtiva dan
tidak ikut bergerak dengan pergerakan kulit, serta jarang mengalami
supurasi dan tidak memecah sendiri

5
Gambar 1. Hordeolum interna (Bessete, 2016)

2. Hordeolum eksternum
Hordeolum eksternum atau stye merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss
atau Moll dengan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak. Pada
hordeolum eksternum, nanah dapat keluar dari pangkal rambut.
Tonjolannya ke arah kulit, ikut dengan pergerakkan kulit dan mengalami
supurasi, memecah sendiri ke arah kulit.

Gambar 2. Hordeolum Eksterna (Burkat, et al., 2015)

C. Epidemiologi
Data epidemiologi internasional menyebutkan bahwa hordeolum
merupakan jenis penyakit infeksi kelopak mata yang paling sering ditemukan
dalam praktek kedokteran. Insidensi tidak tergantung pada ras dan jenis
kelamin. Hordeola lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada
anak-anak, karena tingkat androgenik (peningkatan viskositas sebum) serta
insiden meibomitis dan rosacea lebih tinggi pada orang dewasa. Namun,
hordeola dapat terjadi pada anak-anak (Ehrenhaus, 2016).

D. Etiologi dan Faktor Risiko

6
Penyebab tersering dari infeksi kelopak mata adalah Staphylococus
aureus. Seborhea dapat merupakan predisposisi untuk terjadinya hordeolum.
Hordeolum ditemukan lebih sering pada pasien dengan diabetes, sakit berat,
blefaritis kronik, seborea, lipid serum yang tinggi (kadar lipid yang tinggi
meningkatkan sumbatan pada kelenjar sebasea, akan tetapi dengan
menurunkan kadar lipid serum pada pasien ini tidak menurunkan frekuensi
rekurensi) (Ehrenhaus, 2016). Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian
hordeolum antara lain adalah :
1. Higiene kelopak mata yang buruk
2. Penyekit kronik seperti diabetes melitus, hiperlipidemia termasuk
hiperkolesterolemia
3. Daya tahan tubuh yang buruk
4. Aplikasi rias wajah
5. Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik, blefaritis kronik
6. Sebelumnya pernah mengalami hordeolum di lokasi yang sama karena
hordeolum biasanya dapat kambuh di lokasi yang sama.

E. Patomekanisme
Patogenesis terjadinya hordeolum diawali dengan pembentukan nanah
dalam lumen kelenjar oleh infeksi Staphylococcus aureus. Biasanya
mengenai kelenjar Zeis, Moll, dan Meibom. Selanjutnya terjadi pengecilan
lumen dan statis hasil sekresi kelenjar. Statis ini akan mencetuskan infeksi
sekunder oleh Staphylococcus aureus dan terjadi pembentukan nanah dalam
lumen kelenjar. Secara histologis akan tampak gambaran abses, dengan
ditemukannya PMN dan debris nekrotik.
Penyakit yang mendasari adalah meibomitis dengan penebalan dan stasis
sekresi kelenjar akibat sumbatan orifisium kelenjar Zeis atau meibom. Stasis
dari kelenjar ini menyebabkan infeksi sekunder, biasanya oleh
Staphylococcus aureus. Secara histologi, hordeola merupakan koleksi focal
leukosit polimorfonuklear dan debris nekrotik (yaitu, abses) (Ehrenhaus,
2016).

7
Berbeda dengan chalazion, chalazion merupakan fokal, kronis, radang
lipogranulomatous dari kelenjar Zeis atau meibom. Meibomitis akibat stasis
sekresi kelenjar dan sebum (isi kelenjar) dilepaskan ke tarsus dan jaringan
yang berdekatan menyebabkan reaksi inflamasi non-infeksi. Secara histologi,
chalazia muncul sebagai reaksi granulomatosa (yaitu, histiosit, sel-sel raksasa
berinti) di sekitar ruang bekas tempat sebum / lipid sebelum sebum tersebut
dilarutkan oleh pelarut proses jaringan. Reaksi ini menghasilkan
lipogranuloma. Pada dasarnya, hordeolum merupakan proses infeksi fokal
akut, sementara chalazion merupakan reaksi non infeksius granulomatosa
kronis. Chalazion dapat berasal dari hordeolum interna (Ehrenhaus, 2016).

F. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala pada hordeolum berupa pembengkakan palpebra disertai rasa
sakit dan mengganjal, merah, dan nyeri bila ditekan. Selain itu, terdapat
rasa tidak nyaman dan sensasi terbakar pada mata, kadang disertai dengan
epifora. Adanya pseudoptosis atau ptosis terjadi akibat bertambah beratnya
palpebra sehingga palpebra sukar diangkat. Kelenjar preaurikel biasanya
ikut membesar (Ilyas, 2010).
Pasien sering memiliki riwayat lesi kelopak mata atau faktor risiko
untuk hordeolum, seperti disfungsi meibom kelenjar, blepharitis, atau
rosacea (Ehrenhaus, 2016).

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan seperti pemeriksaan pada sekitar
orbita, mata dan konjungtiva. Pada hordeolum eksterna ditemukan adanya
eritema, perabaan hangat, dan pembengkakan palpebra/papul/pustul
terutama bagian margin dengan penonjoal superfisial ke arah kulit, kadang
disertai abses. Beberapa kasus hordeolum eksterna, abses keluar spontan
dalam 3-4 hari setelah ada pustul/papul. Pada hordeolum interna
ditemukian eritem, perabaan hangat, pembengkakan pada lempeng tarsal,
lebih dalam, lebih nyeri dari pada hordeolum eksterna, penonjolan ke

8
anterior (kulit) atau ke posterior (konjungtiva tarsalis). Selain itu juga,
dapat ditemukan adanya ocular rosacea dan terjadi selulitis di sekitar
jaringan lunak mata (Bartlerr, 2015).
Pemeriksaan kelenjar preaurikular dapat menolong untuk identifikasi
penyebaran penyakit. Pada hordeolum sederhana kelenjar ini tidak
membesar (Ilyas, 2010). Pada pemeriksaan slit lamp dapat ditemukan
adanya inflamasi di tepi palpebra pada pasien dengan blefaritis dan
riwayat multipel kalazion.
3. Pemeriksaan Penunjang
Apabila dilakukan pemeriksaan histologi, akan ditemukan abses atau
kumpulan leukosit polimorfonuklear dan jaringan nekrotik. Berbeda
dengan chalazion, secara histopatologi chalazion menunjukkan perubahan
inflamasi kronik lipogranulomatosa. Dapat juga ditemukan sel benda asing
raksasa, sel epiteloid, leukosit polimorfonuklear, makrofag, limfosit, dan
sel plasma. Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma sel basal atau karsinoma kelenjar sebasea pada
palpebra dan terutama dilakukan pada pasien dengan lesi berulang atau
persisten (Berson, 2009).

Gambar 3. Histopatologi hordeolum. Terdapat eksudat purulen yang


berisi leukosit PMN dan debris selular (Yanoff, 2014)

G. Penatalaksanaan

9
1. Medikamentosa
Menurut Permenkes (2014) terapi hordeolum sebagai berikut.
a. Antibiotik topikal
Pemberian terapi topikal dengan Oxytetrasiklin salep mata atau
kloramfenikol salep mata setiap 8 jam atau menggunakan
kloramfenikol tetes mata sebanyak 1 tetes tiap 2 jam.

b. Sistemik
Pemberian terapi oral sistemik dengan eritromisin 500 mg pada
dewasa dan anak sesuai dengan berat badan atau dikloksasilin 4 kali
sehari selama 3 hari.
2. Non-medikamentosa
Menurut Permenkes (2014) terapi non medikamentosa hordeolum
sebagai berikut.
1. Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk
membantu drainase. Lakukan dengan mata tertutup.
2. Kelopak mata dibersihkan dengan air bersih atau pun dengan sabun
atau sampo yang tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini
dapat mempercepat proses penyembuhan.
3. Tidak boleh menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat
menimbulkan infeksi yang lebih serius.
4. Hindari pemakaian make-up pada mata.
5. Hindari pemakaian lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke
kornea.
3. Pembedahan (Insisi hordeolum)
Bila dengan pengobatan tidak berespon dengan baik, maka prosedur
pembedahan mungkin diperlukan untuk membuat drainase pada
hordeolum. Indikasi insisi hordeolum adalah:
a. Hordeolum tidak menunjukkan perbaikan dengan obat-obat antibi-
otika topikal dan antibiotika oral dalam 2-4 minggu.

10
b. Hordeolum yang sudah besar atau sudah menunjukkan fase abses.
Setelah insisi dianjurkan kontrol dalam seminggu atau lebih untuk
penyembuhan luka insisi agar benar-benar sembuh sempurna.
Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi topikal dengan
pantokain tetes mata. Setelah itu melakukan anestesi filtrasi dengan li-
dokain di daerah hordeolum. Cara insisi pada hordeolum interna yaitu
tegak lurus pada margo palpebral, sedangkan hordeolum eksterna insisi
sejajar dengan margo palpebral. Setelah dilakukan insisi, dilanjutkan den-
gan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi jaringan yang meradang di
dalam kantung. Setelah insisi selesai diberikan salep antibiotik mata
seperti gentamisin/ kloramfenikol (Burkat, et al., 2015).

11
Gambar 4. Insisi hordeolum internum (Andreas, 2012)
4. Kriteria rujukan
a. Bila tidak memberikan respon dengan pengobatan konservatif
b. Hordeolum berulang

H. Prognosis
Proses inflamasi pada hordeolum biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu
5-7 hari setelah didrainase, tetapi dapat rekuren. Higiene palpebra dan
kompres hangat dapat membantu proses penyembuhan. Pada umumnya prog-
nosis ad bonam (Bessette, 2016).

I. Komplikasi
Komplikasi jarang terjadi. Namun pada hordeolum internum apabila tidak
diterapi dengan baik dapat menyebabkan selulitis yang menyeluruh pada
kelopak mata. Gangguan kosmetik dan visual merupakan komplikasi
hordeolum eksterna. Jika tidak ditangani denga baik, hordeolum eksterna
infeksi meluas ke jaringan periorbita. Hordeolum eksterna juga dapat rekuren
jika hiegen yang tidak baik. Komplikasi drainase yang tidak benar dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan silia, deformitas palpebra atau fistula
palpebra (Burkat, et al., 2015).

J. Diagnosis Banding
1. Selulitis preseptal
Selulitis preseptal adalah infeksi pada jaringan subkutan di anterior
septum orbital. Selulitis preseptal bermanifestasi sebagai edema inflamasi
pada kelopak mata dan kulit periorbital tanpa melibatkan orbita dan
struktur di dalamnya. Maka itu, karakteristik dari penyakit ini adalah
pembengkakan periorbital akut, eritema, dan hiperemia pada kelopak mata
tanpa adanya gejala- gejala proptosis, kemosis, gangguan visus, dan
gangguan gerakan bola mata. Organisme terbanyak penyebab selulitis
preseptal adalah staphylococcus aureus dan streptococcus pyogenes (Sulli-
van, 2010).

12
2. Kalazion
Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar meibom
yang tersumbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar meibom den-
gan infeksi ringan yang mengakibatkan peradangan kronis kelenjar terse-
but. Gejala yang timbul pada kalazion antara lain adalah ;
a. Benjolan di kelopak mata
b. Tidak hiperemi
c. Tidak ada nyeri tekan
d. Adanya pseudoptosis
e. Kadang terdapat perubahan bentuk bola mata akibat dari penekanan se-
hingga terjadi kelainan refraksi pada mata tersebut.

Tabel 1. Perbedaan Chalazion dan Hordeolum (Andreas, 2012).

Chalazion Hordeolum
Deskripsi Kronik lipogranuloma Abses akut di dalam kelenjar
akibat kebocoran / palpebra, baik kelenjar meibom
keluarnya sebum dari (hordeolum interna) ataupun
kelenjar meibom yang kelenjar Zeis / Moll (hordeolum
mengalami obstruksi eksterna) biasanya karena
infeksi stapilokokus.
Faktor Blefaritis, dermatitis Diabetes, blefaritis, dermatitis
risiko seboroik, akne rosacea seboroik, akne rosacea, serum
lipid tinggi
Presentasi Semua usia, membesar Semua usia, nyeri akut
tanpa rasa sakit
Gejala Keras, ukuran Internal: lunak, bengkak dan
bermacam-macam, , nyeri dalam tarsal, membesar
bentuk bulat, batas tegas dan adanya discharge, menonjol
dalam tarsal. ke arah anterior (ke arah kulit)
atau posteror (ke arah
konjungtiva)

Eksternal: lunak, bengkak dan


nyeri di margin palpebra,
menonjol ke anterior (ke kulit)
Tatalaksana Kompres hangat dan Interna: kompres hangat dan
massage, kortikosteroid massage, antibiotik oral (jika
injeksi, insisi dan berhubungan dengan selulitis
drainase. preseptal), insisi dan kuretase.

Eksterna: kompres hangat dan

13
massage, antibiotik oral (jika
berhubungan dengan selulitis
preseptal), pencabutan bulu mata
pada folikel silia yang terinfeksi.
Rujuk Tidak membaik dengan Tidak membaik dengan terapi
spesialis terapi konservatif, konservatif, selulitis preseptal
mata mengganggu atau orbital, suspek kanker.
penglihatan, rekurent,
suspek kanker.

3. Granuloma piogenik
Granuloma piogenik (GP) atau biasa juga disebut hemangioma kapiler
lobular (lobular capillaryhemangioma) atau granuloma telangiektatik
(granuloma telangiectaticum) adalah lesivaskuler yang berkembang
dengan cepat atau merupakan suatu hemangioma tipe kapiler yang
berhubungan dengan trauma sebelumnya. Granuloma piogenik berupa
papul atau nodul vaskuler, lunak, warna kemerahan, terlihat sepertidaging
mentah, mudah berdarah jika kena trauma ringan. Permukaan lesi awalnya
tipis/halusdengan epidermis yang utuh, tidak ada pulsasi, tidak sakit dan
keluhan utama penderita adalahperdarahan yang berulang. Pada keadaan
lanjut, jika terjadi perdarahan, permukaan lesi ulserasisuperfisial dan
krusta (Sullivan, 2010).
4. Karsinoma sel squamosal palpebral
Karsionoma sel squamosal dapat berawal dari suatu nodul hiperkeratotik
yang mungkin berulkus. Pertumbuhannya sangat lambat. Untuk pene-
gakkan diagnosis perlu dilakukan tindakan biopsy. Adanya tanda-tanda
peradangan pada kelenjar getah bening regional merupakan suatu penye-
baran dari penyait tersebut yang menyebar secara limfatik (Sullivan,
2010).

14
III. PEMBAHASAN

A. Pembahasan Diagnosis Hordeolum


Teori Kasus
Faktor risiko
1. Higiene kelopak mata yang buruk
1. Anak usia 3 tahun dimana daya
2. Penyekit kronik seperti diabetes
tahan tubuh masih kurang
melitus, hiperlipidemia termasuk
2. Mengucek kelopak mata dalam
hiperkolesterolemia
keadaan tangan tidak bersih
3. Daya tahan tubuh yang buruk 3. Riwayat keluhan sama mata
4. Aplikasi rias wajah kanan yang memerah dan
5. Kondisi kulit seperti dermatitis mengempes dengan sendirinya
seboroik, blefaritis kronik
6. Sebelumnya pernah mengalami
hordeolum di lokasi yang sama
karena hordeolum biasanya dapat
kambuh di lokasi yang sama.

Anamnesis Anamnesis
Kelopak mata sakit dan mengganjal, benjolan di mata kanan bagian atas
merah, dan nyeri bila ditekan, rasa dan bawah, nyeri, merah, membesar,
tidak nyaman dan sensasi terbakar keluar nanah dari kelopak mata atas
pada mata, kadang disertai dengan
epifora. Adanya pseudoptosis atau Pemeriksaan fisik
ptosis 1. Palpebra superior OD:
benjolan d 1 cm, konsistensi
Pemeriksaan fisik lunak, batas tegas, permukaan
Hordeolum eksterna : eritema, rata, nyeri tekan (+), hiperemis
perabaan hangat, dan pembengkakan (+) dan penonjolan ke arah kulit,
palpebra/papul/pustul terutama bagian ptosis (-),
margin dengan penonjoal superfisial 2. Palpebra inferior OD:
ke arah kulit, kadang disertai abses. benjolan (+) d 0.5 cm, konsistensi
Abses keluar spontan dalam 3-4 hari lunak, batas tegas, permukaan
setelah ada pustul/papul. rata, nyeri tekan (+), penonjolan
Hordeolum interna : eritem, perabaan ke konjungtiva tarsalis, ptosis (-)
hangat, pembengkakan pada lempeng
tarsal, lebih dalam, lebih nyeri dari
pada hordeolum eksterna, penonjolan
ke anterior (kulit) atau ke posterior
(konjungtiva tarsalis).

B. Pembahasan Terapi Pada Kasus

15
Teori Kasus
Antibiotik topikal Mycos salep mata 3 x OD.
Oxytetrasiklin salep mata atau Mycos salep mata mengandung
kloramfenikol salep mata setiap 8 hidrokortison dan cloramphenicol
jam atau menggunakan
kloramfenikol tetes mata sebanyak
1 tetes tiap 2 jam.
Sistemik Tidak diberikan
eritromisin 500 mg pada dewasa
dan anak sesuai dengan berat
badan atau dikloksasilin 4 kali
sehari selama 3 hari.
Non-medikamentosa a. Kompres hangat 10-20 menit 4
1. Kompres hangat 4-6 kali sehari kali sehari.
selama 15 menit tiap kalinya b. Bila tidak berhasil dengan
untuk membantu drainase. medikamentosa dan kompres
Lakukan dengan mata tertutup. hangat dalam waktu 2 minggu
2. Kelopak mata dibersihkan dengan maka dilakukan pembedahan.
air bersih atau pun dengan sabun c. Edukasi
atau sampo yang tidak a. Menjaga kebersihan mata,
menimbulkan iritasi, seperti sabun kelopak mata dicuci meng-
bayi. Hal ini dapat mempercepat gunakan sabun bayi
proses penyembuhan. b. Tidak memegang kelopak
3. Tidak boleh menekan atau mata terutama dalam kondisi
menusuk hordeolum, hal ini dapat tangan kotormata
menimbulkan infeksi yang lebih c. Tidak mengucek-ngucek
serius. mata
4. Hindari pemakaian make-up pada
mata.
5. Hindari pemakaian lensa kontak

C. Pembahasan Prognosis Pada Kasus


Teori Kasus
1. Proses inflamasi pada hordeolum Quo ad Visam: Ad Bonam
akan sembuh sendiri dalam waktu
Quo ad Sanam: Ad Bonam
5-7 hari setelah didrainase,
2. dapat rekuren. Pada umumnya Quo ad Vitam: Ad Bonam
prognosis ad bonam
Quo ad Cosmeticam : Ad Bonam

16
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology. 2010. Infectious diseases of the external


eye: clinical aspects. External Disease and Cornea. San Francisco, CA:
LEO.

Andreas, Miguel G. 2012. Hordeolum: Acute abscess within an eyelid sebaceous


gland. Cleveland Clinic Journal of Medecine.

Bartlett, Jimmy. 2015. Clinical Ocular Pharmacology Fifth Edition. California:


Elsender

Berson FG, editor. 2009. Basic ophthalmology for medical students and primary
care residents. Edisi ke-6. American Academy of Ophthalmology. Hal. 68-
70.

Bessette, Michael. 2016. Hordeolum and Stye in Emergency Medicine Clinical


Presentation. American College of Emergency Physicians

Burkat, C., Marcus M., Rona Z., dan Samuel Baharestani. 2015. Stye. American
Academy of Ophtalmology

Ehrenhaus, Michael. 2016. Hordeolum. American Medical Association.

Ilyas, S. 2010. Kelainan kelopak dan kelainan jaringan orbita. Ilmu penyakit
mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Lindsley K, Nichols JJ, Dickersin K. 2010. Interventions for acute internal


hordeolum (Review). The Cochrane Collaboration

Martini, F.H. 2011. Fundamental of Anatomy and Physiology, 9th ed. London:


Prentice

Peraturan Menteri Kesahatan RI. No 5 tahun 2014 Tentang Panduan Praktik


Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik  Edisi 6. EGC : Jakarta

Sullivan JH. 2010. Palpebra dan aparatus lakrimalis. Dalam: Vaughan DF,
Asbury T, Eva PR. Oftalmologi umum. Edisi ke-14. Jakarta: Widya Medika

Vaughan, DG., Taylor A., Paul RE. 2000. Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit
Widya Medika.

17
Yanoff, Myron dan Joseph. 2014. Ocular Pathology sevent edition. USA: Elsevier
Saunders.

18

Anda mungkin juga menyukai