Anda di halaman 1dari 33

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Jana
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Cigalontang
Pekerjaan : Buruh
Tanggal Masuk RS : 29 Desember 2017
Tanggal Pemeriksaan : 30 Desember 2017
No. RM : 17-01-25-05

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Lemah anggota gerak kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik saraf RS SMC dengan keluhan kelemahan
anggota gerak kanan baik tangan maupun kaki sejak 1 HSMRS.
Kelemahan dirasakan mendadak saat sedang menyapu. Pasien dapat
mengangkat tangan namun tidak sekuat sebelumnya.
Sebelum mengalami kelemahan pasien merasakan nyeri kepala namun
sebentar. Salain itu pasien juga mengeluhkan bicara menjadi pelo, mulut
mencong ke arah kiri. Pasien menyangkal adanya muntah, kejang,
pingsan, penurunan kesadaran, demam ataupun pandangan mata menjadi
kabur. Pasien kemudian dibawa ke poliklinik dokter umum dan dirujuk ke
RS SMC.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal
b. Riwayat hipertensi : diakui sejak 10 tahun yang lalu dan
jarang mengikuti kegiatan posbindu atau bakti sosial
c. Riwayat DM : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal

1
e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal
b. Riwayat hipertensi : diakui yaitu ayah pasien memiliki
riwayat hipertensi dan meninggal karena penyakit jantung.
c. Riwayat DM : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : diakui yaitu ayah pasien
e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak 35 tahun yang lalu, dan
dapat menghabiskan satu bungkus rokok setiap harinya.
b. Personal
Pasien merupakan seorang buruh dan saat ini pasien tinggal bersama
istri dan kedua anaknya di rumah kontrakan.
c. Diet
Pasien makan 3 kali sehari dengan makanan dari luar rumah. Pasien
mengakui sering makan gorengan, jeroan, asin, sayur, namun jarang
mengkonsumsi buah-buahan.
d. Drugs
Pasien tidak mengonsumsi obat-obatan rutin.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : kompos mentis, GCS E4 M6 V5
3. Status antropometri
Tinggi Badan : 167 cm
Berat Badan : 58 kg
4. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 160/100 mmHg

2
Nadi : 84x/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 18x/menit
Suhu : 36,2˚ C
5. Status Generalis
a. Kepala dan Leher
1) Kepala : VT -/-
2) Mata : CA -/- SI -/-, Pupil isokor diameter 2 mm/2 mm,
RC +/+
3) Hidung : NCH -/- discharge -/-
4) Mulut : bibir sianosis (-), lidah sianosis (-), perot (+)
5) Leher : deviasi trakea (-), JVP 5+2 cmH 20, pembesaran
KGB (-)
b. Thorax
1) Pulmo
Inspeksi : hemithorax dextra=sinistra, ketinggalan gerak (-),
bentuk dan gerak simetris
Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru,
batas paru hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Suara Dasar Vesikuler pada seluruh lapang paru,
ronkhi (-), wheezing (-)
2) Cor
Inspeksi : terlihat ictus cordis di SIC V LMCS, pulsasi
parasternal (-), pulsasi epigastrik(-)
Palpasi : teraba ictus cordis di SIC V LMCS, kuat angkat
Perkusi : batas jantung kanan atas SIC II LPSD
kiri atas SIC II LPSS
kanan bawah SIC IV LPSD
kiri bawah SIC V LMCS
Auskultasi : S1>S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
c. Abdomen
Inspeksi : Bentuk: datar simetris, Kulit: turgor kembali cepat

3
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri
epigastrium (-)
d. Ekstremitas
Akral hangat, CRT <2s, tidak ada edema maupun sianosis pada
keempat ekstremitas, telapak tangan lembab dan basah.
6. Status neurologis
a. Rangsangan Meningeal
Kaku kuduk (-), brudzinski’s sign (-)
b. N. Cranialis
Parese N VII kanan tipe sentral
Parese N XII kanan tipe sentral
c. Motorik

Fungsi Motorik Superior (D/S) Inferior (D/S)


D. Gerak T/B T/B
Kekuatan 4/5 4/5
Reflek fisiologis + /+N + /+N
Reflek patologis -/- +/-
Tonus N/N N/N
Trofi E/E E/E
Klonus -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Labolatorium

Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan Nilai Normal


Hematologi Rutin
Hb 11.8 12-16
Leukosit 8.600 3800-10600
Hematokrit 34 35-47
Trombosit 309.000 150000-440000
Eritrosit 3.3 4,5 – 6,0
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 121 <150
Ureum 26 15-39
Kreatinin 0.92 0,9 -1,3

4
2. Pemeriksaan EKG

E. DIAGNOSA KERJA
Diagnois Klinis : hemiparese dextra, Parese N VII dextra sentral,
Parese N XII dextra sentral, hipertensi
Diagnosis Topik : hemisfer sinistra, kapsula interna sinistra
Diagnosis Etiologi : stroke infark atherotrombotik kiri sistem carotis
sinistra
Diagnosis Banding : stroke hemoragik

F. USULAN PEMERIKSAAN
Profil lipid, Rontgen thorax, CT Scan Kepala

5
G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
a. IVFD Asering 20 tpm
b. Citicolin 2 x 1 gr IV
c. CPG 1 x 75 mg PO
d. Natto 1 x 1 tab PO
e. Amlodipin 1 x 10 mg PO
2. Monitoring
a. Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
b. 5 B (Breathing, Blood, Brain, Bowel, Bladder)
3. Rehabilitasi
a. Komunikasi
b. Mobilisasi
c. Aktivitas sehari-hari
4. Edukasi
a. Mengatur pola makan yang sehat
b. Menghentikan rokok
c. Melakukan olahraga yang teratur
d. Menghindari stress dan beristirahat cukup

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Definisi stroke menurut WHO (1970 dan masih digunakan) adalah suatu
gangguan fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun global, yang
terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
menimbulkan kematian disebabkan oleh gangguan vaskular otak. Secara
umum, stroke ditandai sebagai defisit neurologis fokal akut dari sistem saraf
pusat ( CNS ) yang disebabkan oleh pembuluh darah, yang dapat dibedakan
menjadi infark serebral, perdarahan intraserebral ( ICH), dan perdarahan
subarachnoid (SAH ), dan merupakan penyebab utama kecacatan dan
kematian di seluruh dunia (Sacco et al., 2013).
Stroke non hemoragik adalah stroke yang terjadi karehna oklusi arteri di
otak yang dapat disebabkan trombosis atau emboli (Sacco et al., 2013).

B. Etiologi
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable,
atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less
well documented) (Setyopranoto, 2011)
1. Non modifiable risk factors
a. Usia
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar
30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka
yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10
tahun di atas 55 tahun.
b. Jenis kelamin
Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum
usia 65.
c. Ras/etnis

7
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit
putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup.
d. Genetik
Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar
monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki
dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke.
Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali
lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya
meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat
ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya
berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas
menengah atas di California.
2. Modifiable risk factors
a. Well-documented and modifiable risk factors
1) Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe
stroke, baik stroke iskemik maupun stroke perdarahan.
Peningkatan risiko stroke terjadi seiring dengan peningkatan
tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai pasti korelasi antara
peningkatan tekanan darah dengan risiko stroke, diperkirakan
risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg
tekanan darah sistolik, dan sekitar 50% kejadian stroke dapat
dicegah dengan pengendalian tekanan darah (Indiana Stroke
Prevention Task Force January 2006/ Updated, 2007). Beberapa
peneliti melaporkan bahwa apabila hipertensi tidak diturunkan
pada saat serangan stroke akut dapat mengakibatkan edema otak,
namun berdasarkan penelitian dari Chamorro menunjukkan bahwa
perbaikan sempurna pada stroke iskemik dipermudah oleh adanya
penurunan tekanan darah yang cukup ketika edema otak
berkembang sehingga menghasilkan tekanan perfusi serebral yang
adekuat
2) Merokok atau paparan asap rokok

8
Merokok sebanyak 1-10 batang per hari memiliki risiko 2.2 kali,
sedangkan lebih dari atau sama dengan 40 batang rokok per hari
berisiko 9.1 kali. Dalam hubungannya dengan stroke, peningkatan
pembekuan darah serta kerusakan struktur pembuluh darah
menjadi mekanisme yang ditimbulkannya sehingga
mempermudah pengendapan lemak maupun sumbatan di dalam
pembuluh darah secara keseluruhan, termasuk di dalam otak.
3) Diabetes
Orang dengan diabetes melitus lebih rentan terhadap aterosklerosis
dan peningkatan prevalensi proaterogenik, terutama hipertensi dan
lipid darah yang abnormal. Pada tahun 2007 sekitar 17,9 juta atau
5,9% orang Amerika menderita diabetes. Berdasarkan studi case
control pada pasien stroke dan studi epidemiologi prospektif telah
menginformasikan bahwa diabetes dapat meningkatkan risiko
stroke iskemik dengan risiko relatif mulai dari 1,8 kali lipat
menjadi hampir 6 kali lipat. Berdasarkan data dari Center for
Disease Control and Prevention 1997-2003 menunjukkan bahwa
prevalensi stroke berdasarkan usia sekitar 9 % stroke terjadi pada
pasien dengan penyakit diabetes pada usia lebih dari 35 tahun.
4) Kondisi jantung
a) Penyakit Arteri koroner
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural
karena miocard infarction.
b) Atrial fibrilasi
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.
c) Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek

9
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
5) Dislipidemia
Terdapat 4 penelitian case-control yang melaporkan kaitan antara
hiperkolesterolemia dan risiko PIS (perdarahan intraserebral).
Odds Ratio keseluruhan untuk kolesterol yang tinggi adalah 1,22
(95% CI: 0,56–2,67), di mana penyelidikan terhadap penelitian
kohort melaporkan kaitan antara hiperkolesterolemia dan PIS;
semuanya meneliti kadar kolesterol serum total. Leppala el al.
(1999) menemukan RR adjusted PIS sebesar 0,20 (95% CI: 0,10-
0,42) untuk kadar kolesterol > 7,0 mmol/L dibandingkan dengan
kadar kolesterol < 4,9 mmol/L.
6) Stenosis arteri karotis
7) Sickle cell disease
8) Terapi hormonal pasca menopause
9) Diet yang buruk 10. Inaktivitas fisik
10) Obesitas
b. Less well-documented and modifiable risk factors
1) Sindroma metabolik
2) Konsumsi alkohol
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah
aliran otak dan autoregulasi.
3) Penggunaan kontrasepsi oral
Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini
adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35

10
tahun . Mekanisme diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi
estrogen tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab
autoimun
4) Sleep-disordered breathing
5) Nyeri kepala migren
Migraine memegang peranan hingga 2 kali lipat daripada orang
tanpa migraine dalam membentuk stroke. Namun, belum banyak
terjelaskan bagaimana mekanismenya. Dugaan terakhir
menunjukkan penurunan aliran darah di otak karena memang
migraine menunjukkan terjadinya penyempitan pembuluh darah
akibat spasme saat serangan. Biasanya pembuluh darah di sisi
belakang lebih banyak terkena. Perhatikan pula bahwa kelainan di
pembuluh darah itu sendiri dapat menyebabkan migraine yang
berlanjut menjadi stroke, seperti rusaknya lapisan pembuluh darah.
6) Hypercoagulability
Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah; plasma protein,
terutamanya fibrinogen, memainkan peranan penting. Ketika
meningkat viskositas hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia,
atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum,
seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur.
Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan
dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis.
Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat
terjadi (Setyopranoto, 2011).
7) Inflamasi
8) Infeksi
Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh
darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat
menyebabkan arteritis otak dan infark (Setyopranoto, 2011).

11
Tabel 1. Faktor Risiko Stroke (Setyopranoto, 2011)

C. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama
kecacatan. Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya
yang sepertiganyaakan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya
bertahan hidup dengan kekacauan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh
kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke
sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta)dari total kematian
per tahunnya.
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya
dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya perdarahan
intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat
dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang
mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu ada sekitar 40-
80% akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar
50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251
penderita stroke, ada 47%wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69
tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari

12
75 tahun dan berjenis kelamin laki-lakimenunjukkan outcome yang lebih
buruk.

D. Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut (Setyopranoto, 2011).
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intraserebral : perdarahan fokal dalam parenkim otak
atau sistem ventrikel yang tidak disebabkan oleh trauma.
2) Perdarahan ekstraserebral (subarakhnoid): Perdarahan ke ruang
subarachnoid ( ruang antara membran arachnoid dan pia mater pada
otak atau sumsum tulang belakang )
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
1) Stroke akibat trombosis serebri
2) Emboli serebri
3) Hipoperfusi sistemik
2. Berdasarkan waktu terjadinya
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d. Completed stroke
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
a. Sistem karotis
1) Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
2) Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia

13
3) Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis
fugaks
4) Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
b. Sistem vertebrobasiler
1) Motorik : hemiparese alternans, disartria
2) Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
3) Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik (Setyopranoto,


2011)

E.
Patofisiologi Stroke Hemoragik

Stroke infark disebabkan oleh oklusi arteri di otak yang dpat disebabkan
oleh trombosis maupun emboli. Trombosis merupakan obstruksi aliran darah
akibat penyempitan lumen pembuluih darah atau sumbatan. Penyebab
tersering adalah aterosklerotik. Gejalanya dapat memberat secara bertahap,
emboli disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah dari tempat yang lebih
proksimal. Emboli biasanya bersumber dari jantung atau arteri besar, seperti
aorta, a. Karotis, atau a. Vertebralis. Gejalanya biasanya dapat langsung
memberat atau hanya sesaat dan kemudian menghilang kembali seketika saat
emboli terlepas ke arah distal, seperti TIA.
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah
tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan

14
gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini
adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga
menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya
(Aiyagari & Gorelick, 2009).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan.
Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area
iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu,
yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut (Aiyagari &
Gorelick, 2009).
1. Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik
(hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis.
Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara
motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan
hemineglect.
2. Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri
jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke
korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri
anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.
3. Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu,
akan terjadi kehilangan memori.
4. Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri
koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna
(hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena.
Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama
akan menyebabkan defisit sensorik.

15
5. Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang
arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon,
pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi
kerusakan:
a. Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
b. Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
c. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktus spinotalamikus).
d. Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
e. Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
f. Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
g. Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).

16
Gambar 1. Patogenesis Stroke infark
17
Gambar 2. Patofisiologi Stroke infark
18
F. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan mendadak berupa:
a. Kelumpuhan anggota gerak satu sisi (hemiparesis)
b. Gangguan sensorik satu sisi tubuh
c. Hemianopia (buta mendadak)
d. Diplopia
e. Vertigo
f. Afasia
g. Disfagia
h. Disarthria
i. Ataksia
j. Kejang atau penurunan kesadaran
Untuk memudahkan digunakan istilah FAST (facial movement, Arm
Movement, Speech, Test all three).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan GCS (Glasgow Coma Scale) untuk menentukan derajat
kesadaran
b. Pemeriksaan status generalis
Pemeriksaan status generalis berupa tanda-tanda vital, melihat pola
pernapasan, kepala, leher, toraks, abdomen, ekstremitas, sendi, otot,
kolumna vertebralis, dan gerakan leher/ tubuh.
c. Tanda rangsang meningeal
Pada perdarahan subarahnoid dapat ditemukan tanda rangsang
meningeal
d. Pemeriksaan nervus cranisalis
Pemeriksaan saraf kranial bermakna untuk menilai refleks.
Pemeriksaan fungsi batang otak meliputi pemeriksaan pupil (ukuran,
simetris, dan reaktivitasnya), refleks kornea, pemeriksaan doll’s eyes
movement/refleks okulosefalik jika tidak ada kecurigaan terhadap
trauma servikal, refleks vestibulookular/ pemeriksaan kalorik, gag
reflex, serta refleks muntah dan batuk.

19
1) Pemeriksaan pupil
Dilatasi pupil unilateral menunjuk kan adanya penekanan nervus
III akibat herniasi lokal ipsilateral atau adanya lesi massa. Pupil
kecil dan tidak reaktif menunjukkan adanya gangguan batang otak.
Dilatasi pupil dan tidak reaktif terjadi pada anoksia berat atau
kerusakan midbrain atau kompresi fokal nervus okulomotorius.
Pinpoint pupils menandakan kerusakan pons yang biasa nya
disebabkan oleh perdarahan/infark.
2) Pemeriksaan refleks fisologis dan patologis
Pemeriksaan refl eks fisiologis meliputi tendon biseps, triseps,
patella, dan Achilles. Adanya hiperrefleks menandakan adanya lesi
upper motor neuron (UMN). Kemudian pemeriksaan refl eks
patologis meliputi Babinski, Chaddock, Oppenheim, Gordon,
Schaeff er, dan Hoff mann-Tromner. Adanya refleks patologis
menandakan lesi UMN.
3) Pemeriksaan motorik
Pada pasien dengan penurunan kesadaran dapat diperiksa
lateralisasi untuk menentukan anggota gerak yang mengalami
hemiparesis. Jika kedua tangan diangkat kemudian dilepaskan
maka sisi yang paresis akan jatuh lebih cepat, karena tidak ada
tahanan. Pada ekstremitas bawah, fleksi pasif pada sendi panggul
dan lutut di tempat tidur, jika dilepaskan maka sisi paresis akan
jatuh lebih cepat ke posisi ekstensi dengan rotasi external panggul,
sedangkan sisi yang sehat akan tetap pada posisi tersebut dan
beberapa saat akan jatuh.
3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita stroke diantaranya
adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, profil lipid, kadar
elektrolit, dan kadar serum glukosa. Pemeriksaan pencitraan juga
diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah langkah penting dalam
evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan. Pencitraan
otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat

20
menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak,
dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan
pilihan yang dapat digunakan. CT non kontras otak dapat digunakan untuk
membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna
untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT non
kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm.MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih
cepat dan lebih bisa diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik.
MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular yang mendasari atau lesi
yang menyebabkan perdarahan.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)
untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan
iskemia miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka
untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain,
misalnya sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang
ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering
digunakan antara lain (Jauch et al., 2013).

Siriraj Hospital Score

(2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x TD


diastolik) - (3 x atheroma) - 12.
Kesadaran : Sadar = 0;
mengantuk, stupor = 1;
semikoma, koma = 2
Muntah : tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam : tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma : tidak ada = 0 ;
1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio
intermitten)
Interpretasi : Skor > 1 : Perdarahan otak;

21
Skor < -1: Infark otak
Skor -1 s.d 1: perlu CT-Scan
Sensivitas: Untuk perdarahan: 89.3%, Untuk infark: 93.2%. Ketepatan
diagnostik: 90.3%.

Gambar 1. Algoritma Stroke Gajah Mada (Setyopranoto, 2011)

22
Tabel 3. Skor NIHSS (Jauch et al., 2013)

23
G. Penatalaksanaan
Tatalaksana stroke non hemoragik sebagai berikut (PERDOSSI, 2011)
1. Tatalaksana Umum di Ruang Gawat Darurat
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
1) Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis,
nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan
dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata.
2) Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi
oksigen < 95% (ESO, Class V, GCP).2
3) Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada
pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar
dengan gangguan jalan napas
4) Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask
Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 50 mmHg),
atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
5) Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu.
Jika pipa terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan
dilakukan trakeostomi.
b. Stabilisasi Hemodinamik
1) Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari
pernberian cairan hipotonik seperti glukosa).
2) Optimalisasi tekanan darah
3) Target tekanan darah sistolik berkisar 140 mmHg
c. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi :
1) Tinggikan posisi kepala 20 – 30 derajat
2) Posisi pasien jangan menekan vena jugular
3) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
4) Hindari hipertermia
5) Osmoterapi atas indikasi

24
a) Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi
setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L
b) Furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB i.v.
d. Pengendalian kejang (Transformasi Hemoragik)
1) Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg
dan diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit.
2) Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
3) Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke
iskemik tanpa kejang tidak dianjurkan.
4) Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan
profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan,
dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan.
e. Pengendalian Suhu Tubuh (Transformasi Hemoragik)
Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya (Berikan Asetaminofen 650 mg
bila suhu lebih dari 38,5 0C. Pada pasien febris atau berisiko terjadi
infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan (trakea, darah dan urin)
dan diberikan antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa
cairan serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis.
Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotik
2. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat
a. Cairan
1) Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga
euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12
mmHg.
2) Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral
maupun enteral).
3) Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin
sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan
(produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan

25
yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius
pada penderita panas).
4) Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa
gas darah. F
b. Nutrisi
1) Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam,
nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan
baik.
2) Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun
makanan, nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik.
3) Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi: Karbohidrat 30-40 % dari total kalori, Lemak 20-35 %
(pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55 %), Protein 20-
30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0 g/kgBB/hari
(pada gangguan fungsi ginjal 6 minggu, pertimbangkan untuk
gastrostomi.
4) Hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin K pada
pasien yang mendapat warfarin.4

3. Penatalaksanaan khusus
a. Antihipertensi
Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar
15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan
apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah
diastolic (TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan
diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS
<185 mmHg dan TDD <110 mmHg (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence B). Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180
mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA.
Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste,
nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.

26
Tabel 3. Obat antihipertensi pada stroke akut
Golongan/Obat Dosis Keuntungan Kerugian

Calcium Channel Blocker Awitan cepat Takikardi atau


(1-5 menit), bradikardia,
Nikardipin 5 mg/jam IV tidak terjadi hipotensi,
dapat rebound yang durasi lama
Diltiazem dinaikan 2,5 bermakna jika (4-6 jam)
mg/jam tiap dihentikan,
15 menit, Eliminasi
hingga 15 tidak
mg/jam dipengaruhi
oleh disfungsi
hati atau
renal, potensi
interaksi obat
rendah.
Awitan cepat
<1 menit,
tidak terjadi
rebound atau
takiflaksis
Beta Blocker
Labetalol 10-80 mg IV Awitan cepat Bradikardi,
tiap 10 menit (5-10 menit) hipoglikemi,
sampai 300 durasi lama
mg/hari; (2-12 jam),
infuse: 0,5-2 gagal jantung
mg/menit kongestif,
bronkospasme

b. Trombolisis
Fibrinolitik dengan rTPA secara umum memberikan keungtungan
reperfusi dari lisisnya trombus dan perbaikan sel serebral yang
bermakna. Pemberian fibrinolitik merupakan rekomendasi yang kuat
diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis stroke iskemik akut
ditegakkan (awitan 3 jam pada pemberian intravena dalam 6 jam
pemberian intraarterial). Pemberian IV rTPA dosis 0,9 mg/KgBB
(maksimum 90 mg), 10% dari dosis total diberikan sebagai bolus
inisial, dan sisanya diberikan sebagai infus selama 60 menit, terapi
tersebut harus diberikan dalam rentang waktu 3 jam dari onset.

27
Pemberian rTPA direkomendasikan secepat mungkin yaitu dalam
rentang waktu 3 – 4.5 jam
c. Antiplatelet
Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai
48 jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik
akut tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut
pada stroke, seperti pemberian rtPA intravena. Jika direncanakan
pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan. Pemberian
klopidrogel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemik
akut, tidak dianjurkan, kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik,
misalnya angina pectoris tidak stabil, non-Q-wave MI, atau recent
stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian.
d. Neuroprotektor
Citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke
akut. Penggunaan citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis
2x1000 mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg
selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS (International
Citicholin Trial in Acute Stroke, ongoing). Selain itu, pada penelitian
yang dilakukan oleh PERDOSSI secara multisenter, pemberian
Plasmin oral 3x500 mg pada 66 pasien di 6 rumah sakit pendidikan di
Indonesia menunjukkan efek positif pada penderita strke akut berupa
perbaikan motoric, score MRS dan Barthel index.

H. Komplikasi
1. Fase akut
a. Non Neurologi : hipertensi, hiperglikemia reaktif, edema paru,
gangguan jantung, infeksi, gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit
b. Neurologi : stroke susulan, oedema serebri, kenaikkan tekanan
intrakranial, infark berdarah, hidrosefalus
2. Fase lanjut
a. Non Neurologi : infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, depresi,
kontraktur

28
b. Neurologi: afasia, epilepsi, gangguan perilaku/ fungsi luhur

I. Prognosis
Prognosis stroke infark tergantung beratnya lesi dan jumlah lesi serta penyulit/
komplikasi yang timbul. Letak supratentoorial lebih baik. Penyebab, infark
umumnya lebih baik.

29
BAB III
PEMBAHASAN

1. Pembahasan Diagnosis Stroke Infark


Teori Kasus
Faktor risiko
1. Non modifiable risk factors 1. Non modifiable risk factors
a. Usia: > 55 tahun. b. Usia: 58 tahun.
b. Jenis kelamin : lebih sering c. Jenis kelamin : laki-laki
pada laki-laki 2. Modifiable risk factors
c. Genetik : Riwayat keluarga a. Hipertensi
pernah mengalami stroke b. Merokok
2. Modifiable risk factors
a. Well-documented and
modifiable risk factors
1) Hipertensi
2) Merokok atau paparan asap
rokok
3) Diabetes
4) Kondisi jantung: CAD,
Atrial fibrilasi
5) Dislipidemia
6) Stenosis arteri karotis
7) Obesitas
b. Less well-documented and
modifiable risk factors
1) Sindroma metabolik
2) Konsumsi alkohol
3) Penggunaan kontrasepsi
oral
4) Sleep-disordered breathing
5) Hypercoagulability
6) Inflamasi
7) Infeksi
1. Anamnesis 1. Anamnesis: Lemah anggota gerak
Keluhan mendadak berupa: kanan (hemiparesis) mendadak,
hemiparesis, Gangguan nyeri kepala sebentar (1 jam), rere
sensorik satu sisi tubuh (disfagia), Disarthria
Hemianopia, Diplopia, 2. Pemeriksaan Fisik
Vertigo, Afasia, Disfagia, a. Tekanan darah:160/100 mmHg
Disarthria, Ataksia, Kejang b. Pemeriksaan nervus cranisalis:
atau penurunan kesadaran Parese N VII kanan tipe sentral,
2. Pemeriksaan Fisik Parese N XII kanan tipe sentral
c. Pemeriksaan motorik: 4 / 5

30
a. Pemeriksaan nervus extremitas atas dan 4/5
cranisalis extremitas bawah, gerak T/B,
b. Pemeriksaan motorik: RP -/+, RF + meningkat / + N
kekuatan motorik menurun 3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium: darah lengkap
3. Pemeriksaan penunjang
dalam batas normal
a. Laboratorium: darah b. CT San kepala non kontras :
lengkap, GDS, Profil lipid tidak dilakukan
untuk melihat faktor risiko c. EKG : dalam batas normal
lain yang mendasari d. Siriraj Hospital Score: -2 yang
b. CT San kepala non kontras berarti terjadi infark serebri
untuk melihat lokasi infark
c. EKG : faktor risiko
jantung yang mendasari
d. Siriraj Hospital Score:
Skor > 1 Perdarahan otak,
< -1 Infark otak, Skor -1
s.d 1: perlu CT-Scan

3. Pembahasan Terapi Pada Kasus


Teori Kasus
Tatalaksana Umum di Ruang Pasien datang dari poli saraf RS SMC.
Gawat Darurat Tidak melalui IGD
a. Stabilisasi Jalan Napas dan
Pernapasan
b. Stabilisasi Hemodinamik
c. Pengendalian Peninggian
Tekanan Intrakranial (TIK):
posisi kepala 20 – 30 derajat,
Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB,
selama >20 menit, diulangi setiap
4 - 6 jam dengan target ≤ 310
mOsrn/L

Penatalaksanaan Umum di Ruang Terapi cairan yang diberikan adalah


Rawat Asering 20 tpm. 20 tpm= 1cc dengan
a. Cairan : cairan isotonis seperti demikian pasien pemdapat 1440 cc/24
0,9% salin jam. Kebutuhan cairan 30
b. Nutrisi ml/kgBB/hari = 1740 cc/ 24 jam

Balans cairan = input-output


Input:air makan dan minum (700 cc),
cairan infus (1440 cc), injeksi (10 cc),
air metabolisme (290 cc)

31
Output: urin (1392 cc), IWL (870 cc)
Balans cairan= +178

Nutrisi yang diberikan diet TKTP

Penatalaksanaan khusus
a. Antihipertensi: stroke iskemik a. Amlodipin 1 x 10 mg PO
akut, jika TDS >220 mmHg atau (pasien seharusnya tidak
TDD >120 mmHg tekanan diberikan obat anti hipertensi
darah diturunkan sekitar 15% karena TD 160/100)
(sistolik maupun diastolic) b. CPG 1 x 75 mg PO
dalam 24 jam pertama setelah c. Citicolin 2 x 1 gr IV
awitan d. Natto 1 x 1 PO (nattokinase
b. Trombolisis: rTPA diberikan digunakan untuk
dalam rentang waktu 3 jam menurunkan faktor risiko
dari onset penyakit jantung dan stroke
c. Antiplatelet: Aspirin dengan karena oklusi pembuluh
dosis awal 325 mg dalam 24- darah yang disebabkan oleh
48 jam setelah awitan stroke hipertensi, diabetes melitus,
iskemik akut. Selanjutnya dan hiperlipidemia. Nattto
dosis maintenance 80 mg. Pada bekerja sebagai fibrinolitik
pasien alergi terhadap aspirin pada oklusi pembuluh darah)
atau telah mengkonsumsi
aspirin berikan CPG 75
mg/hari
d. Neuroprotektor: citicolin
2x1000 mg iv 3 hari dan
dilanjutkan dengan oral
2x1000 mg selama 3 minggu

4. Pembahasan Prognosis Pada Kasus


Teori Kasus
Prognosis stroke infark tergantung Prognosis infark umumnya lebih
beratnya lesi dan jumlah lesi serta baik
penyulit/ komplikasi yang timbul. Quo ad vitam : bonam
Letak supratentoorial lebih baik. Quo ad functionam: bonam
Penyebab, infark umumnya lebih baik. Quo ad sanationam: dubia ad
bonam

32
DAFTAR PUSTAKA

Adams, Harold P. 2007. Guidelines on The Management of Hypertension for The


Prevention and Treatment of Stroke and Hypertensive Emergencies.
McMahon : New York.

Aiyagari, Venkatesh & Philip B. Gorelick. 2009. Management of Blood Pressure


for Acute and Recurrent Stroke, American Heart Association, 40: 2251-
2256.

Bushnell, et al. 2014. Guidelines for The Prevention of Stroke in Women,


American Stroke Associations, 45: 1-44.

Jauch, et al. Guidelines for The Early Management of Patients with Acute
Ischemic Stroke, AHA/ASA Guideline, 2013; 44: 870-897.

Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on :
September 11, 2016.

PERDOSSI. 2011. Guidline Stroke 2011. Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter


Spesialis Saraf Indonesia.

Sacco, et al. An Updated Definition of Stroke for The 21st Century, AHA/ASA
Expert Consensus Document, 2013; 44: 1-27.#

Setyopranoto, Ismail. 2011. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. CDK : Jakarta.

Silbernagl, S., Florian Lang. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta.

33

Anda mungkin juga menyukai