Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

MEMPELAJARI TENTANG ZAKAT, HAJI DAN NIKAH


Makalah ditulis untuk memenuhi tugas UAS mata kuliah Fiqih Ibadah

Dosen Pengajar : Dewi Urifah, M.A

DISUSUN OLEH

 Dimas Adin Fajar Nugroho


(2022D1B112)

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang
Zakat, Haji dan Nikah.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan


hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.

Mataram, 01 Juni 2023

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................. i

Daftar Isi .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 4


1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 6

2.1 Zakat .................................................................................................... 6


2.1.1 Pengertian Zakat ......................................................................... 6
2.1.2 Kedudukan Zakat......................................................................... 7
2.1.3 Kriteria Wajib Zakat ................................................................... 8
2.1.4 Macam-Macam Zakat ................................................................. 10
2.1.5 Mustahiq Zakat ........................................................................... 17
2.1.6 Pengelolaan Zakat ....................................................................... 18
2.1.7 Hikmah Zakat ............................................................................. 18
2.2 Haji ...................................................................................................... 21
2.2.1 Pengertian Haji ........................................................................... 21
2.2.2 Kedudukan Dan Hukum Haji ..................................................... 22
2.2.3 Keutamaan Haji .......................................................................... 24
2.2.4 Badal Haji ................................................................................... 25
2.2.5 Persiapan Pelaksanaan Haji ........................................................ 25
2.2.6 Pelaksanaan Ibadah Haji Dan Umroh ......................................... 26
2.3 Nikah .................................................................................................... 29
2.3.1 Pengertian Nikah ........................................................................ 29
2.3.2 Rukun Dan Syarat Nikah ............................................................ 29
2.3.3 Kriteria Calon Suami/Istri Yang Baik ........................................ 30
2.3.4 Hikmah Nikah ............................................................................. 33

ii
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 36

3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 36


3.2 Saran .................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 37

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui bersama Zakat, Haji dan Nikah merupakan tiga
dari sekian banyaknya jenis ibadah yang diperintahkan oleh Allah swt. kepada
hambanya sebagai bentuk mewujudkan rasa iman yang kita miliki kepada Allah
swt.

Yang pertama ada zakat, zakat merupakan salah satu kewajiban seluruh
umat Islam yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an. Zakat sendri salah satu
rukun Islam yang selalu disebutkan sejajar dengan shalat.Itu kenapa betapa
pentingnya zakat sebagai salah satu rukun Islam. Hak zakat diberikan kepada
8 Asnaf yang telah dijelaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat
60 yang artinya “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang–orang fakir,
orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk
(memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang,
untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai
kewajiban dari Allah”. Sedangkan, menurut Baqi dalam Mus'ab mengatakan
bahwa "Zakat merupakan kewajiban yang dibebankan kepada setiap muslim
setelah memenuhi kriteria tertentu. Dalam Al - Qur'an terdapat 32 kata zakat, dan
82 kali di ulang dengan menggunakan istilah dari kata zakat, yaitu sedekah dan
infaq.

Kemudia ada Haji, Haji merupakan salah satu ibadah yang sangat penting
bagi umat Islam yang jika mampu menunaikannya. Ibadah haji memiliki sejarah
yang panjang dan kaya akan makna. Oleh karena itu, penting untuk memahami
latar belakang dari ibadah haji, termasuk asal usul, perkembangan, dan makna
dari ibadah ini.

Dan yang terakhir membahas tentang pernikahan, yang dimaksud dengan


nikah menurut bahasa berasal dari bahasa arab yaitu nakaha yankihu nikahan
yang berarti kawin. Dalam istilah nikah adalah ikatan suami istri yang sah
menimbulkan akibat hukum dan hak serta kewajiban bagi suami istri. Dalam
hukum kekeluargaan harus disertai dengan kuat agama yang disyariatkan
islam. Beberapa hukum tersebut dapat dipelajari dalam Al-qur’an dan as-
sunnah.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang kita ketahui tentang materi zakat dalam islam ?


2. Apa yang kita ketahui tentang materi haji dalan islam ?
3. Apa yang kita ketahui tentang materi nikah dalam islam ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui materi tentang zakat dalam islam


2. Untuk mengetahui materi tentang haji dalam islam
3. Untuk mengetahui materi tentang nikah dalam islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Zakat

2.1.1 Pengertian Zakat

Secara etimologis, zakat berarti bertambah, tumbuh, suci, baik, dan


barakah. Dengan pengertian bertambah dan tumbuh, zakat pada hakikatnya
dapat menambah harta, walaupun dalam pandangan manusia zakat pada
lahirnya adalah mengeluarkan harta yang menyebabkannnya berkurang.
Dengan penertian suci, harta yang dimiliki sesungguhnya masih kotor dan
harus disucikan dengan zakat. Sedangkan dengan pengertian barakah, zakat
dapat memberi berkah bagi harta dan pemiliknya. Adapun dengan pengertian
baik, orang yang membayar zakat memiliki sifat baik.

Sedangkan secara terminologis, zakat adalah bagian tertentu dari harta


benda yang dimiliki yang telah diwajibkan oleh Allah untuk diberikan kepada
para mustahiq (orang-orang yang berhak menerima zakat) pada waktu
tertentu. Sedangkan yang dimaksud harta adalah segala yang dianggap sebagai
benda yang dapat dipergunakan manfaatnya atau dinilai harganya sebagai
harta, dengan berbagai jenisnya dan berapapun nilainya.

Dalam Al-Qur’an, terminologi zakat disebut dengan berbagai ungkapan,


yaitu:

1. Shadaqah, sebagaimana dalam QS. At-Taubah: 103:

‫ك َس َك ٌن لَّهُ ۗ ْم َوهّٰللا ُ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬


َ َ‫ص ٰلوت‬
َ ‫ص ِّل َعلَ ْي ِه ۗ ْم اِ َّن‬ َ ‫ُخ ْذ ِم ْن اَ ْم َوالِ ِه ْم‬
َ ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُرهُ ْم َوتُ َز ِّك ْي ِه ْم بِهَا َو‬

Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan


menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu

3
(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar,
Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah: 103).

2. Nafaqah dan infaq, sebagaimana dalam QS. At-Taubah: 34:

ٍ ‫ضةَ َواَل يُ ْنفِقُوْ نَهَا فِ ْي َسبِ ْي ِل هّٰللا ِ ۙفَبَ ِّشرْ هُ ْم بِ َع َذا‬


‫ب اَلِي ۙ ٍْم‬ َّ ِ‫َب َو ْالف‬
َ ‫َوالَّ ِذ ْينَ يَ ْكنِ ُزوْ نَ ال َّذه‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari


orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang
dengan jalan yang batil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari
jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih”. (QS. At-Taubah:
34)

3. Haq (kewajiban/kebenaran), seperti dalam QS. Al-An’am: 141:

َ‫ْرفِ ْي ۙن‬
ِ ‫ْرفُوْ ا ۗاِنَّهٗ اَل يُ ِحبُّ ْال ُمس‬ َ ‫ُكلُوْ ا ِم ْن ثَ َم ِر ٖ ٓه اِ َذٓا اَ ْث َم َر َو ٰاتُوْ ا َحقَّهٗ يَوْ َم َح‬
ِ ‫صا ِد ٖ ۖه َواَل تُس‬

Artinya: “Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya


(zakatnya) pada waktu memetik hasilnya, tapi janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”. (QS. Al-
An’am: 141)

4. Al-‘Afuw (lebih), seperti yang disebut dalam QS. Al-A’raf: 199:

ِ ْ‫ُخ ِذ ْال َع ْف َو َوْأ ُمرْ بِ ْالعُر‬


َ‫ف َواَ ْع ِرضْ َع ِن ْال َجا ِهلِ ْين‬

Artinya: ”Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf,


serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh”. (QS. Al-A’raf: 199).

Dalam pandangan Al-Mawardi, terminologi zakat dan shadaqah dalam Al-


Qur’an memiliki makna yang sama dan merupakan sebuah kewajiban.
Namun terminologi infaq dan shadaqah dipakai dalam agama untuk menyebut
pemberian yang bersifat sunnah (thathawwu’).

4
2.1.2 Kedudukan Zakat

Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga. Kewajiban mengeluarkan zakat


merupakan ketetapan Allah di dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan konsensus
ulama (Ijma’). Dalam Al-Qur’an perintah mengeluarkan zakat disertai dengan
perintah menegakkan Shalat. Oleh sebab itu, orang yang mengingkari
kewajiban zakat dapat diklaim sebaga orang kafir dan telah keluar dari islam.

Dalam Al-Qur’an disebutkan secara tegas tentang ancaman bagi orang


yang enggan mengeluarkan zakat. Salah satunya terdapat dalam Surat At-
Taubah: 34: Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya
banyak dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan
harta orang dengan jalan yang batil, dan (mereka) menghalang-halangi
(manusia) dari jalan Allah. Dan orang- orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar
gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih”.
(QS. At-Taubah: 34).

Sebaliknya orang yang mengeluarkan zakat akan dilipatgandakan pahala


dan balasannya oleh Allah. Salah satu firman Allah mengatakan: Artinya:
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti
sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus
biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
Mahaluas, Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah:261).

Secara historis, perintah mengeluarkan zakat secara umum sebenarnya


telah diwajibkan pada periode Makkah diawal kehadiran Islam. Namun secara
detail dengan ukuran dan ketentuan teknisnya, perintah zakat diwajibkan
pada periode Madinah pada tahun ke-2 Hijriyah, tepatnya di bulan Sawwal.
Adapun zakat fitrah lebih dahulu telah diwajibkan pada bulan Sya’ban pada
tahun yang sama.

2.1.3 Kriteria Wajib Zakat

5
Harta yang akan dikeluarkan sebagai zakat harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:

A. Orang yang berzakat adalah muslim.

Kewajiban mengeluarkan zakat bagi seorang muslim merupakan


konsekuensi dari pernyataan keimanan dan syahadatnya. Adapun bagi non-
Muslim, tidak ada kewajiban zakat atas dirinya. Dlam pandangan Al-Qur’an,
jika berada dalam wilayah kekuasaan Islam, merek diwajibkan untuk
membayar jizyah (upeti) (QS. At-Taubah: 29).

B. Orang yang berzakat adalah orang merdeka.

Secara yuridis maupun defacto, hamba sahaya tidak memiliki harta benda.
Bahkan diri mereka sendiri saja di miliki oleh tuannya.karena tidak memiliki
apa-apa, maka tidak ada kewajiban bagi mereka membayar zakat.

C. Harta itu dimiliki secara penuh (al-milkut-taam).

Artinya, harta yang dimiliki itu utuh, sehingga dapat di belanjakan atau
dipakai kapan pun saat diperlukan oleh pemiliknya. Dalam hal ini, jika
seseorang secara status menjadi pemilik, namun dalam kenyataannya harta itu
tidak dapat sepenuhnya dikuasai, baik karena dimiliki secara kolektif atau
tidak diketahui identitas pemiliknya,maka harta itu dikategorikan sebagai harta
yang dimiliki secara tidak penuh.

Contoh harta yang dimiliki secara tidak penuh antara lain:

a) Harta yang dimiliki oleh lembaga tertentu;


b) Uang yang dipinjam dan tidak jelas statusnya apakah akan
dikembalikan atau tidak;
c) Harta yang telah diwaqafkan untuk umat;
d) Harta milik negara;
e) Harta pinjaman dan lainnya.

6
D. Harta itu berkembang (an-nama’)

Maksudnya harta itua produktif, di mana harta itu bisa menberikan


pemasukan atau keuntungan bagi pemiliknya. Contohnya harta yang dikelolah
atau diinvestasikan untuk perdagangan atau lainnya.

E. Harta itu memenuhi jumlah standar minimal (nishab).

Bila suatu harta belum memenuhi jumlah tertentu, maka belum ada
kewajiban zakat atas harta itu. Namun sebaliknya, bila jumlahnya telah sampai
pada batas tertentu atau lebih, barulah ada kewajiban zakat atasnya. Jumlah
tertentu ini kemudin disebut dengan istilah nishab.

F. Harta itu telah dimiliki untuk jangka waktu tertentu (haul)

Haul artinya masa kepemilikan harta telah cukup satu tahun untuk harta-
harta tertentu. Masa satu tahundihitung berdasarkankalender hijriyah, bukan
dengan hitungan tahun masehi. Dengan demikian, hitungan jumlah hari dalam
setahun dalam kalender hijriyah lebih sedikit dibandingkan kalender masehi.
Bila seseorang pada tanggal 15 Rajab 1434 H mulai memiliki harta yang
memenuhi syarat wajib zakat, maka setahun kemudian pada tanggal 15 Rajab
1435 H dia wajib mengeluarkan zakat atas harta itu.

G. Harta itu lebih melebihi kebutuhan pokok.

Yang dimaksud adalah kebutuhan untuk bisa membiayai hidup diri dan
keluarga, misalnya untuk makan, pakaian, rumah, pajak dan kebutuhan sehari-
hari.

H. Pemiliknya tidak memiliki hutang.

Bila seseorang memiliki harta yang memenuhi kriteria di atas, namun


dirinya sendiri punya hutang kepada pihak lain, maka dia tidak lagi punya
kewajiban membayar zakat, jika hutang yang harus dibayar itu membuat harta
yang dimilikinya tidak lagi memenuhi nishab zakatnya.

2.1.4 Macam-Macam Zakat

7
Secara garis besar zakat dibagi menjadi dua macam, yaitu: Zakat maal dan
zakat fitrah. Secara etimologis, maal artinya harta, uang, barang, dan ternak.
Sedangkan secara terminologis, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,
maal (harta) adalah segala yang dianggap sebagai benda yang dapat
dipergunakan manfaatnya atau dinilai harganya sebagai harta, dengan
berbagai jenisnya dan berapapun nilainya. Yang dimaksud zakat maal
adalah zakat yang diwajibkan atas harta (maal) dengan syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh agama.

Sedangkan fitrah secara etimologis artinya berbuka, suci, menciptakan dan


membelah. Yang dimaksud zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan oleh
setiap orang Islam tanpa kecuali sebelum Shalat Idul Fitri dilaksanakan
menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh agama.

1. Zakat Maal

Adapun ketentuan harta yang wajib dizakatkan dalam zakat maal adalah
sebagai berikut:

A. Zakat Tanaman

Kewajiban zakat pertanian didasarkan pada QS. Al- An’am: 141 yang
Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat dan
yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak serupa
(rasanya). Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya
(zakatnya) pada waktu memetik hasilnya, tapi janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”, (QS.
Al-An’am:141).

Yang dimaksud dengan “tunaikan haknya” dalam ayat di atas adalah


perintah mengeluarkan zakat tanaman. Berdasarkan ayat di atas juga
mengindikasikan bahwa kewajiban mengeluarkan zakat tanaman pada waktu
panennya, jika musim panennya teratur. Jika musim panennya tidak teratur,

8
boleh dikeluarkan kapan saja setelah mempertimbangkan kemaslahatan
pemilik tanaman, misalnya sekali 6 bulan atau sekali setahun.

Adapun nishab (jumlah minimal kepemilikan) tanaman yang dimiliki


adalah 5 wasaq. Jika dihitung, 1 wasaq itu sama dengan 60 sha’. 1 sha’ sama
dengan 2,176 kg. jadi 5 wasaq sama dengan 5 x 60 = 300 sha’. Dengan
demikian, maka 300 sha’ x 2,176 kg = 652,8 kg. Jika dibulatkan menjadi 653
kg berat tanaman atau harganya.

Dari nishab tersebut, zakat tanaman yang wajib dikeluarkan adalah 5%


jika proses pengolahannya menggunakan teknologi (biaya). Adapun apabila
tidak menggunakan teknologi zakatnya adalah 10%. Hal ini didasarkan pada
hadist Nabi saw yang artinya “Dari Salim Bin Abdullah ra, dari Nabi saw
bersabda: taaman yang disiram dengan air hujan, mata air atau atsariyyan
(tanaman yang tidak membutuhkan pengairan/pemeliharaan), zakatnya adalah
sepersepuluh (10%), sedangkan yang disiram dengan peralatan, zakatnya
setengah dari sepersepuluh (5%). HR. Al- Bukhari: 1388).

B. Zakat Perniagaan

Nishab zakat perdagangan adalah harga 85gram emas murni, 24 karat, yng
uah mencapai satu tahun (haul). Adapun perhitungan haul (satu tahun) dalam
zakat adalah berdasarkan tahun qamariyah atau tahun hijriyah. Sedangkan
untuk besar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5% dari nilai seluruh harta
perniagaan yang dimiliki.

C. Zakat Hewan Ternak

Dalam bahasa Arab, hewan ternak disebut dengan kata Al- An'am. Kata
ini juga merupakan nama salah satu surat di dalam Al-Qur'an yang berada
pada urutan ke-6. Merujuk kepada pengertian hewan ternak, kewajiban zakat
hanya terbatas pada hewan yang diternakkan seperti sapi dan kerbau,
kambing, dan unta. Sedangkan untuk hewan peliharaan lainnya yang bukan
untuk diternak seperti kucing atau burung peliharaan tidak ada kewajiban
zakat atasnya. Berikut penjelasan tentang ketentun zakatnya:

9
1) Sapi dan kerbau
Sapi dan Kerbau. Tiap 30 ekor wajib dikeluarkan zakatnya seekor
anak sapi berumur satu tahun atau lebih, dan tiap 40 ekor dikeluarkan
zakatnya seekor anak sapi berumur dua tahun atau lebih.
2) Kambing
Mulai dari 40 ekor sampai 120 ekor dikeluarkan zakatnya seekor
kambing. Mulai dari 121 sampai 200 dikeluarkan zakatnya 2 ekor
kambing. Mulai 201 sampai 300 ekor dikeluarkan zakatnya 3 kambing.
Setelah itu, setiap tambahan 100 ekor, dikeluarkan zakatnya seekor
kambing.
3) Unta
Setiap berjumlah 5 ekor, maka zakatnya 1 ekor kambing. Jika
berjumlah 25 sampai 35 ekor, maka zakatnya 1 anak unta betina berumur
1 tahun lebih. Jika berjumlah 36 sampai 45 ekor, maka zakatnya 1 anak
unta betina berumur 2 tahun lebih. Bila berjumlah 46 sampai 60 ekor,
maka zakatnya 1 anak unta betina berumur 3 tahun lebih. Jika berjumlah
61 sampal 25 ekor, maka zakatnya 1 anak unta berumur 4 tahun lebih
Apabila mencapai 76 sampai 90 ekor, maka zakatnya 2 anak unta betina
berumur 2 tahun lebih. Apabila mencapai 91 sampai 120 ekor,
maka zakatnya 2 anak unta betina berumur 3 tahun lebih.

Sedangkan ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi oleh hewan yang
dijadikan zakat adalah:

1) Hewan itu tidak ada cacat, sehat, tidak patah kakinya, tidak kurus tidak
tua sekali hingga giginya tanggal semua. Kecuali bila semua hewan
yang dimilikinya punya cacat yang sama.
2) Digembalakan. Maksudnya hewan ini dilepas di padang rumput, bukan
hewan yang dijadikan pekerja seperti untuk membajak sawah atau
dijadikan tunggangan, atau dipelihara di dalam kandang dengan maksud
akan diambil susunya, atau untuk dijadikan pembiakan, atau akan
dipotong (sembelih) dagingnya.

10
3) Hewan itu jinak (tidak liar), yaitu hewan itu adalah hewan yang sengaja
dipelihara, bukan hewan-hewan liar.

D. Zakat Emas

Kewajiban zakat emas dan perak didasarkan pada ayat Al- Qur’an yang
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta
orang dengan jalan yang batil, dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari
jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih; pada hari dipanaskan emas
perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi, lambung, dan
punggung mereka, (lalu dikatakan) kepada mereka, Inilah harta benda kalian
yang kalian simpan untuk diri kalian sendiri, maka rasakanlah sekarang
(akibat dari) apa yang kalian simpan itu.” (QS. At-Taubah: 34-35).

Adapun nishab emas adalah 20dinar (emas murni) atau sama dengan 85
gram. Penetapan nishab emas ini karena berdasarkan perhitungan bahwa 1
dinar (atau 1 mitsgal uang emas) sama dengan 4,25gram. Jadi 20dinar x
4,25gram = 85gram. Setelah satu tahun (haul), jumlah zakat yang wajib
dikeluarkan adalah 2.5 % atau 1/40 (rubu ul usyr). Hal ini di sandarkan pada
hadist: Artinya: Dari Jalil radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu alaihi
wasallam dengan sebagian permulaan hadits ini berkata, kemudian apabila
engkau memiliki dua ratus dirham, dan telah mencapai haul maka padanya
terdapat zakat lima dirham, dan engkau tidak berkewajiban apapun yaitu pada
emas hingga engkau memiliki dua puluh dinar. Maka apabila engkau memiliki
uang dua puluh dinar dan telah mencapai haul maka padanya zakat setengah
dinar.

E. Zakat Perak

Kewajiban zakat perak didasarkan pada surat At-Taubah: 34-35 dan hadis
riwayat Muslim di atas. Nishab zakat perak adalah 200dirham uang perak. Hal

11
ini didasarkan pada hadis Nabi saw: Artinya: Dari [Ali] radliallahu 'anhu,
(Zuhair] berkata; aku mengiranya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bahwa beliau bersabda: "Berikan seperempat puluh, dari setiap empat puluh
dirham satu dirham. Dan tidak ada kewajiban sedikitpun atas kalian hingga
sempurna seratus dirham. Maka apabila telah berjumlah dua ratus dirham
maka padanya terdapat zakat lima dirham, kemudian selebihnya sesuai
perhitungan tersebut. (HR. Abu Daud: 1342).

Berdasarkan perhitungan sekarang, nishab 200dirham uang perak sama


dengan 595 gram. Karena berat 1dirham perak = 2.975 gram. Jadi 200dirham
perak x 2,975 gram = 595,2 gram, Jika dibulatkan menjadi 595 gram. Jika
seseorang telah memiliki perak seberat 595gram dan telah mencapai haul (satu
tahun), maka ia wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.

F. Zakat Rikaz (Harta Temuan) dan Ma'din (Tambang)

Rikaz adalah harta temuan, yaitu harta benda purbakala yang ditemukan,
baik karena usaha ataupun tanpa usaha manusia, seperti emas, perak dan
lainnya. Kewajiban zakat rikaz dan ma'din didasarkan pada surat Al-Baqarah:
267 dan Al-An'am: 141 dan hadis Nabi saw: Artinya: Dari Abu Hurairah ra,
bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Al-‘Ajma’ (tindakan pelanggaran
yang dilakukan oleh binatang) adalah jubar (bebas dari hukuman), sumur
adalah jubar barang tambang adalah jubar, dan pada rikaz ada kewajiban
(zakat) seperlima (20%). (HR. Al-Bukhari: 1403).

Berdasarkan hadis di atas, besar zakat rikaz adalah 20% yang dikeluarkan
pada saat barang tersebut ditemukan, tanpa mempertimbangkan nishab dan
haul. Tetapi jika rikaz tersebut diproses melalu tenaga profesional dan
membutuhkan kerja keras, maka zakatnya sama dengan zakat profesi.

G. Zakat Profesi

Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari usaha yang halal dan
dapat mendatangkan harta (uang) yang relatif banyak dengan cara mudah, baik
melalui suatu keahlian tertentu atau tidak, misalnya pegawai tinggi di BUMN,

12
dokter spesialis pejabat tinggi Negara, investor dan lainnya. Sebagai sebuah
usaha, profesi bisa mendapatkan hasil secara teratur, termasuk juga waktunya
(misalnya gaji tetap bulanan) atau dapat juga tidak teratur.

Dalam teknis pelaksanannya, harta yang wajib dikeluarkan dari zakat


profesi adalah semua penghasilannya seperti: gaji, upah, honor, insentif, fee
dan sebagainya. Baik sifatnya tetap dan rutin atau bersifat temporal atau
insidentil. Dasar kewajiban terhadap zakat profesi adalah: Artinya: Hai orang-
orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya dan ketahuilah, Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji (QS. Al- Baqarah: 267).

Zakat profesi disamakan dengan zakat perdagangan. Analogi profesi


dengan perdagangan dilihat dari aspek jual- belinya Dalam jual beli, yang
diperdagangkan adalah barang sedangkan pada profesi, yang diperdagangkan
adalah keahlian, skill atau jasanya. Dengan demikian, besar zakat yang
dikeluarkan adalah 2.5% dari minimal penghasilan senilai 85 gram emas
dalam jangka waktu satu tahun, setelah dikurangi kebutuhan pokok Meskipun
demikian ada juga ulama yang menyamakan zakat profesi dengan zakat
tanaman (zuru’), bahkan rikaz (harta karun).

H. Zakat Fitrah
a) Arti Dan Kedudukan Zakat Fitrah

Zakat fitrah atau disebut dengan shadaqah al-fithr adalah salah satu bentuk
zakat yang diwajibkan Allah bagi setiap Muslim, laki-laki, wanita, tua, muda,
anak-anak, dan dewasa karena berbuka (al-fithr) untuk mengakhiri bulan
Ramadhan. Dasar kewajiban zakat fitrah adalah: Artinya: Dari Ibnu Umar ra
berkata: Rasulullah sato metoajib- kan zakat fithr bulan Ramadhan kepada
manusia sebesar satu shaa' kurma atau sya'ir, yaitu kepada setiap orang

13
merdeka, budak, laki- laki dan perempuan dari orang-orang muslim. (HR. Al-
Bukhari: 1407).

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa zakat fitrah disyariatkan pertama


kali pada bulan Sya'ban tahun kedua Hijriyah. Tepat pada tahun
diwajibkannya puasa bulan Ramadhan, dan sebelum diwajibkannya zakat
maal (harta).

b) Ukuran, Waktu dan Sasaran Pembayaran

Ukuran zakat fitrah yang harus dikeluarkan adalah satu sha’ gandung,
kurma atau makanan sehari-hari. Bila dikonversikan ke bentuk beras
menjadi 2,176 kg atau dibulatkan menjadi 2,5 kg. Dalam mazhab Hanafi,
pembayarannya boleh dikonversikan dalam bentuk uang seharga 1 sha' (2,5
kg) itu sesuai dengan jenis makanan di negeri masing-masing.
Muhammadiyah juga sependapat dengan mazhab Hanafi.

Zakat fitrah wajib diberikan pada malam 1 Syawwal hingga Shalat Idul
Fitri. Boleh juga dikeluarkan sebelum 1 Syawwal. Bagi yang mengeluarkan
zakat fitrah setelah orang selesai menunaikan Shalat Idul Fitri dianggap
mengeluarkan sedekah biasa, bukan dinilai sebagai zakat fitrah. Zakat fitrah
diberikan khusus kepada fakir miskin dan tidak boleh kepada yang lain. Hal
ini didasarkan pada hadis Nab saw: Artinya: Dari Ibnu Abbas berkata:
Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih orang
berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan kotor, serta sebagai makanan bagi
orang miskin. Barang siapa yang mengeuarkannya sebelum Shalat Idul Fitri,
maka ia termasuk zakat yang diterima, dan barang siapa yang
mengeluarkannya setelah Shalat Idul Fitri, maka ia termasuk sedekah biasa
(tidak termasuk zakat fitrah). (HR. Abu Daud: 1371).

Mayoritas ulama berpendapat bahwa boleh dimajukan pembayaran zakat


fitrah dua tiga hari sebelum malam 1 Syawwal Bahkan ada juga yang
membolehkan sejak awal Ramadhan.

c) Orang Yang Membayarkan Zakat Fitrah

14
Pada dasarnya yang berkewajiban untuk membayarkan zakat fitrah adalah
orang yang menanggung nafkah seseorang dan memiliki kelebihan dari
kebutuhan pada malam Idul Fitri. Dalam hal ini, umumnya adalah ayah atau
suami yang menjadi pimpinan dalam sebuah keluarga. Namun dalam
pelaksanaannya, bila ada di antara anggota keluarga yang ingin
membayarkannya dengan sepengetahuan atau izin dari ayah atau suami, maka
hal itu dibolehkan. Adapun tentang bayi dalam kandungan, mayoritas ahli
hukum Islam menyepakati bahwa bayi yang masih dalam kandungan tidaklah
diwajibkan untuk dikeluarkan zakat fitrahnya. Karena meski dia seorang calon
manusia, tapi belum dianggap sebagai manusia yang utuh. Sehingga kalau
belum lahir pada saat hari raya Idul Fitri, maka tidak perlu dizakatkan.

2.1.5 Mustahiq Zakat

Pengertian mustahik zakat adalah orang-orang yang berhak menerima


zakat. Terdapat tiga pendapat tentang orang yang menerima zakat tersebut
khususnya zakat fitrah. Disebutkan dalam buku Fikih Zakat, Sedekah,
dan Wakaf yang ditulis oleh Qodariah Barkah dkk, pendapat pertama
mengatakan bahwa zakat wajib dibagikan pada asnaf yang delapan (delapan
golongan) dengan rata. Ini merupakan pendapat masyhur dari golongan
Syafi'i. Pendapat kedua memperbolehkan untuk membagikan zakat kepada
delapan golongan dan mengkhususkannya pada golongan fakir. Ini merupakan
pendapat jumhur ulama. Sementara itu, pendapat ketiga mengkhususkan
untuk membagikan zakat kepada orang-orang fakir saja. Ini merupakan
pendapat dari golongan Maliki, seperti Imam Ahmad yang diperkuat oleh Ibnu
Qayyim dan Ibnu Taimiah.

Melansir situs Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), berikut penjelasan


dari masing masing golongan orang yang menerima zakat. 8

Golongan Mustahik Zakat:

1) Fakir adalah orang yang hampir tidak mempunyai apa-apa sehingga


menyebabkannya tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.

15
2) Miskin adalah orang yang memiliki harta namun tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan dasar.

3) Amil adalah orang yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.

4) Mualaf adalah orang yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan
untuk menguatkan tauhid dan syariah.

5) Riqab adalah budak atau hamba sahaya yang ingin memerdekakan diri
sendiri.

6) Gharimin adalah orang yang berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidup


dalam mempertahankan jiwa dan izzah.

7) Fisabilillah adalah orang yang berjuang di jalan Allah seperti dakwah,


jihad, dan semacamnya.

8) Ibnu Sabil adalah orang yang kehabisan biaya dalam perjalanan ketaatan
kepada Allah.

Dari delapan kelompok yang menjadi sasaran zakat tersebut, maka yang
harus menjadi prioritas adalah yang sangat membutuhkan, kemudian yang
berada di sekitar tempat tinggal dan kerabat dekat. Zakat tidak boleh di
berikan kepada kerabat nabi Muhammad saw, keturunan dan budak mereka,
zakat juga tidak boleh diberikan kepada orang yang menjadi tanggungjawab
para wajib zakat seperti istri, orang tua, kakek-nenek, dan anak-ananknya.
Zakat juga tidak boleh di berikan kepada orang kaya dan orang yang mampu
dan masih kuat bekerja.

2.1.6 Pengelolaan Zakat

Pengelolaan Zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan


pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat. Zakat berhubungan erat dengan harta. Dalam penelitian dan analisis
pakar menyebutkan bahwa potensi zakat di Indonesia setiap tahun nya
mencapai terliunan rupiah, jika dikelola secara professional. Namun faktanya
masyarakat mendistribusikan atau menyalurkan zakat secara mandiri, tampa

16
manajemen yang baik. Akibatnya zakat kadang tidak merata dan menumpuk
hanya padao rang-orang tertentu.

2.1.7 Hikmah Zakat

1) Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat- Nya,


menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kemanusiaan yang
tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan
hidup, sekaligus mengembangkan harta yang dimiliki.

2) Menolong, membantu dan membina kaum dhu’afa (orang yang lemah


secara ekonomi) maupun mustahiq lainnya ke arah kehidupannya yang
lebih baik dan lebih sejahtera

3) Sebagai sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang


dibutuhkan oleh ummat Islam.

4) Untuk mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi


harta, sehingga diharapkan akan lahir masyarakat makmur dan
saling mencintai (marhammah) di atas prinsip ukhuwah Islamiyyah
dan takaful ijtima’i.

5) Menyebarkan dan memasyarakatkan etika bisnis yang baik dan benar.

6) Menghilangkan kebencian, iri, dan dengki dari orang-orang


sekitarnya kepada yang hidup berkecukupan, apalagi kaya raya serta hidup
dalam kemewahan. Sementara, mereka tidak memiliki apa-apa, sedang
tidak ada uluran tangan dari orang kaya kepadanya.

7) Dapat menyucikan diri dari dosa, memurnikan jiwa (tazkiyatun nafs),


menumbuhkan akhlak mulia, murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan,
dan mengikis sifat bakhil atau kikir serta serakah. Dengan begitu, suasana
ketenangan batin karena terbebas dari tuntutan Allah SWT dan kewajiban
kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati.

17
8) Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi
harta (social distribution), dan keseimbangan tanggung jawab individu
dalam masyarakat.

9) Zakat adalah ibadah mâliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial
ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT dan merupakan
perwujudan solidaritas sosial, rasa kemanusiaan, pembuktian persaudaraan
Islam, pengikat persatuan umat dan bangsa, sebagai pengikat batin antara
golongan kaya dengan golongan miskin dan sebagai penimbun jurang
yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah.

10) Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera, di mana hubungan


seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai, dan
harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang aman, tenteram
lahir batin.

11) Menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas


prinsip-prinsip: umatan wahidah (umat yang bersatu), musâwah
(umat yang memiliki persamaan derajat dan kewajiban), ukhuwah
Islamiyah (persaudaraan Islam), dan takâful ijtima’i (sama-sama
bertanggung jawab).

18
2.2 Haji

2.2.1 Pengertian Haji

Secara etimologis, haji artinya berniat (al-qashdu) atau sengaja, berziarah,


mengunjungi, dan pergi. Sedangkan secara terminologis, haji adalah berniat
mengunjungi Ka’bah di Makkah untuk mengerjakan ibadah tertentu, atau
mengunjungi tempat-tempat tertentu, dalam waktu tertentu dan dengan
melakukan perbuatan tertentu.

Pelaksanaan haji selalu disertakan juga dengan pelaksanaan umrah.


Mayoritas ahli hukum islam mengatakan umrah saat berhaji merupakan
kewajiban yang tidak bisa dipisahkan (QS.Al-Baqarah: 196), meskipun
keduanya berbeda. Karena itu pembahasan haji selalu dikaitkan dengan
umrah.

Secara etimologis, umrah artinya berziarah dan berkunjung. Sedangkan


secara terminologis, umrah berarti mengunjungi (az-ziyarah) Ka’bah di
Makkah untuk mengerjakan thawaf, sa’I, kemudian tahallul untuk memenuhi
perintah Allah dan mengharapkan keridhaan-Nya. Umrah yang dilaksanakan
pada saat berhaji disebut umrah haji dan di laksanakan hanya pada musim haji.
Sedangkan umrah di luar musim haji disebut biasa dan hukumnya sunnah.

19
Haji adalah ibadah yang wajib dilakukan oleh setiap umat Islam yang
mampu secara fisik dan finansial untuk melakukan perjalanan ke Mekah,
Saudi Arabia, setidaknya sekali dalam seumur hidup. Ibadah haji dilaksanakan
pada bulan Zulhijjah, bulan ke-12 dalam kalender Hijriyah, dan merupakan
salah satu rukun Islam yang lima.

Ibadah haji terdiri dari beberapa tahapan dan rukun yang harus
dilaksanakan dengan benar dan sempurna. Rukun-rukun haji terdiri dari:

 Ihram : merupakan niat untuk memulai ibadah haji yang diucapkan


saat memasuki wilayah miqat (tempat di mana jamaah haji mulai
memakai pakaian ihram).

 Tawaf : melakukan tujuh putaran mengelilingi Ka'bah di Masjidil


Haram.

 Sa'I : melakukan tujuh kali perjalanan bolak-balik antara bukit Shafa


dan bukit Marwah.

 Wuquf di Arafah : berada di padang Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah


untuk berdoa, bertawasul, dan memperbanyak ibadah. •Mabit di
Muzdalifah: menginap di Muzdalifah pada malam hari setelah berada
di Arafah.

 Mina : melempar jumrah (tiga patung batu) di Mina pada tanggal 10


Zulhijjah.

 Tawaf Ifadhah : melakukan tawaf di Ka'bah setelah melempar


jumrah.

 Tasyrik : melakukan ibadah dan melempar jumrah pada tiga hari


setelah Idul Adha di Mina.

Setelah menyelesaikan rukun-rukun haji, jamaah haji kemudian


melakukan pemotongan rambut (taqseer), melepas pakaian ihram, dan kembali
ke kehidupan sehari-hari.

20
Ibadah haji memiliki makna yang sangat penting bagi umat Islam. Selain
mempererat hubungan dengan Allah SWT, haji juga mengajarkan pentingnya
persaudaraan dan kebersamaan di antara umat Islam. Melalui ibadah haji,
jamaah haji dapat memperdalam pengetahuan agama Islam, meningkatkan
kesabaran dan keteguhan hati, serta memperoleh keberkahan dari Allah SWT.

Namun, penting untuk diingat bahwa ibadah haji tidak semata-mata


tentang menunaikan kewajiban ritual semata, tetapi juga tentang
meningkatkan kualitas spiritual dan moral kita sebagai umat manusia. Oleh
karena itu, penting bagi setiap jamaah haji untuk mempersiapkan diri dengan
baik, baik secara fisik maupun mental, agar dapat menunaikan ibadah haji
dengan benar dan bermakna.

2.2.2 Kedudukan Dan Hukum Haji

Ibadah haji adalah salah satu dari rukun Islam yang kelima. Kewajiban
melaksanakan haji diperintahkan bagi setiap Muslim mukallaf (baligh dan
berakal), sekali seumur hidupnya, merdeka dan mempunyai kesanggupan atau
istitha’ah. (Sayyid Sabiq, 1983:530). Hal ini dipahami berdasarkan firman
Allah sw: Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang myata, (di antaranya)
maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah
dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Q.S. Ali Imran 3:97)

Kesanggupan atau istitha’ah dijadikan sebagai syarat menunaikan ibadah


haji. Kriteria istitha’ah dapat dinilai jika terpenuhi berbagai macam aspek.
yaitu:

 Finansial: Memiliki uang yang cukup untuk membaya Ongkos Naik


Haji (ONH) yang jumlahnya setiap tahun ditentukan oleh
Pemerintah berdasarkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) Republik Indonesia. Dalam biaya itu sudah termasuk living cost
(biaya hidup selama melaksanakan ibadah haii). Bagi yang mempunyai

21
tanggungan keluarga di tanah air, harus ada jaminan ketersediaan
finansial bagi mereka selama ditinggalkan.

 Kesehatan: Cukup sehat untuk melaksanakan ibadah haji. Tidak


menjadi syarat harus sehat secara sempurna, yang penting tidak
memiliki halangan kesehatan untuk melaksanakan ibadah haji.

 Keamanan: Terjamin keamanan baik dalam perjalanan maupun


selama berada di Makkah dan tempat-tempat ibadah haji lainnya.

 Transportasi: Tersedia alat transportasi yang diperlukan, baik udara,


laut ataupun darat.

 Kuota, yaitu mendapat porsi untuk menunaikan ibadah haji. Saat ini
jumlah calon jamaah haji dari seluruh dunia sudah sangat besar,
sehingga tanah suci Makkah tidak lagi mampu menampung orang yang
ingin berhaji. Karena itu, Pemerintah Kerajaanan Arab Saudi membuat
kebijakan dengan menetapkan kuota calon jamaah haji 1/1000 bagi
setiap negara. Artinya dari setiap 1000 orang penduduk diberi jatah
satu orang untuk melaksanakan ibadah haji. Jika penduduk Muslim
Indonesia 215 juta jiwa, maka kuota Indonesia adalah 215.000 jiwa
setiap tahun. Atas dasar inilah jika syarat- syarat lain sudah terpenuhi,
tetapi jika tidak mendapatkan kuota, maka dipandang belum
memenuhi unsur istitha’ah.

 Tidak ada halangan syar'i lainnya, misalnya karena tua, sakit dan
lainnya.

Dalam pandangan agama, bagi orang yang telah sanggup


(istitha’ah) berdasarkan kriteria di atas, sebaiknya segera mendaftarkan diri
dan berangkat ke tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji. Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda: Barang siapa hendak
menunaikan ibadah haji, hendaklah dia segera melakukannya, karena mungkin
di masa yang akan datang ada yang sakit, hilang kendaraanya atau keperluan
lainnya (HR. Ahmad, Baihaqi, Thahawi, Ibnu Majah).

22
2.2.3 Keutamaan Haji

Adapun keutamaan melaksanakan haji yang mabrur adalah merupakan


salah satu amalan yang paling utama dalam Islam. Dalam hadis disebutkan:
Artinya: Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah ditanya tentang perbuatan
apa yang ing utama? Beliau menjawab: Iman kepada Allah dan RasulNya.
Kemudian ditanya apa lagi? Beliau menjawab: jihad dijalan Allah. Kemudian
ditanya apa lagi? Beliau menjawab: Haji mabrur. (HR. Al-Bukhari: 1422,
Muslim: 188).

Indikator haji mabrur adalah haji yang tidak tercampur dengan perbuatan
dosa. Setelah seseorang berhaji rajin dan ringan melakukan ibadah serta
kebajikan lainnya. Di samping itu, ia tetap menjaga diri dari perbuatan maksiat
dan tercela.

Dalam sebuah hadis ditegaskan bahwa haji sama nilainya dengan jihad
bagi perempuan: Artinya: Dari Aisyah, ummul mu'minin radliallahu 'anhal
berkata: "Aku meminta izin kepada Nabi shallallahu'alaihi wasallam untuk
berjihad, maka Beliau bersabda: "Jihad kalian adalah haji" (HR. Al-Bukhari:
2663).

Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa orang yang telah kembali dari
menunaikan ibadah haji secara sempurna sesuai dengan tuntunan Nabi saw
seperti bayi yang baru dilahir tanpa dosa: Artinya: Dari Abu Hurairah berkata:
Rasulullah saw bersabda: barang siapa yang menunaikan ibadah haji ke
Baitullah ini tanpa disertai perkataan kotor dan perbuatan dosa, maka ia
kembali seperti saat dilahirkan oleh ibunya. (HR. Al-Bukhari: 1690 dan
1691).

2.2.4 Badal Haji

Badal haji adalah ibadah haji yang dilaksanakan oleh seseorang atas nama
orang lain yang telah memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah haji,
namun karena orang tersebut berhalangan (uzur) sehingga tidak dapat
melaksankannya sendiri, maka pelaksanaan ibadah haji didelegasikan kepada

23
orang lain. Orang lain tersebut mungkin anaknya, keluarganya atau bahkan
orang lain yang sama sekali. Demikian juga halangan (uzur) tersebut dapat
berupa sakit, usia tua atau telah meninggal dunia, padahal ia berkewajiban
menunaikan ibadah haji.

Badal haji boleh dilakukan dengan syarat:

 Orang yang dibadal-hajikan telah memenuhi syarat wajib haji, tetapi


berhalangan melaksanakannya karena uzur

 Orang yang dibadal-hajikan telah berniat atau bernazar untuk


menunaikan ibadah haji.

 Orang yang melakukan badal haji (pengganti) adalah anak atau saudara
(kerabat) dan harus telah berhaji terlebih dahulu.

2.2.5 Persiapan Pelaksanaan Haji

Sebelum berangkat ke tanah suci Makkah, calon haji dituntun agar:

a) Berpamitan dan Minta Ijin

Sebelum menempuh perjalanan ke tanah suci, calon haji hendaknya


berpamitan dan minta ijin kepada orang-orang yang ditinggalkan.

b) Membersihkan Harta

Harus ada jaminan bahwa harta untuk menunaikan ibadah haji yang
dijadikan sebagai Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) adalah halal dan
baik. Artinya harta itu benar-benar diperoleh dengan cara yang halal, telah
dibayarkan zakat, fidyah, nadzar dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena
ibadah haji merupakan ibadah amaliyah ruhiyyah sekaligus dan ibadah
maliyah. Disebut ibadah amaliyah ruhiyyah karena haji dilakukan dengan
serangkaian perbuatan dan ucapan yang telah disyari'atkan. Sedangkan
penyebutan haji sebagai ibadah maliyah karena harus mengeluarkan Ongkos
Naik Haji (ONH) dalam jumlah yang cukup besar.

c) Mahram bagi perempuan

24
Jika dalam kondisi yang tidak aman, maka seorang perempuan yang
akan menunaikan ibadah haji harus didampingi oleh mahramnya. Tidak boleh
seorang perempuan bepergian kecuali bersama suami atau mahramnya.

d) Berdo'a

Melaksanakan ibadah haji memakan waktu yang relatif lama dan


perjalanan panjang. Karena itu agama mengajarkan tuntunan agar selalu
berdo'a.

2.2.6 Pelaksanaan Ibadah Haji Dan Umroh

Berikut ini ada beberapa pelaksanaan haji dan umroh, yaitu :

1. Alternatif Pelaksanaan Haji dan Umrah

Ada tiga alternatif cara pelaksanaan ibadah haji yang setiap orang boleh
memilih salah satunya, yaitu haji tamattu, 'ifrad dan giran. Ketiga alternatif
pelaksanaan haji ini merupakan sunnah Nabi saw.

a. Haji Tamattu'

Secara etimologis, tamattu' artinya kesenangan, kenikmatan dan lezat


(Ahmad Warson Munawwir, 1984: 1401). Sedangkan secara terminologis,
haji Tamattu' adalah mengerjakan umrah lebih dahulu pada bulan-bulan haji,
kemudian mengerjakan haji pada musim itu juga.

Seseorang yang mengerjakan haji tamattu' berniat ihram dari miqat untuk
umrah. Setelah umrah dia bebas dari segala larangan ihram. Setelah itu dia
menunggu di Makkah sampai kemudian tanggal 8 Dzulhijjah dia berihram lagi
untuk haji dari tempat tinggalnya di Makkah, lalu mengerjakan semua rukun
dan wajib haji.

b. Haji Ifrad

Secara etimologis, ifrad artinya tunggal dan sendirian (Ahmad Warson


Munawwir, 1984: 1119-1120). Sedangkan secara terminologis, haji ifrad
adalah mengerjakan haji terlebih dahulu baru umrah. Seorang yang

25
mengerjakan haji ifrad berniat ihram dari miqat untuk haji. Setelah sampai di
Makkah dia melaksanakan thawaf qudum (thawaf selamat datang).

Setelah thawaf dia tetap dalam keadaan ihram di Makkah sampai selesai
amalan-amalan haji. Setelah tahallul awal baru dia boleh memakai pakaian
biasa dan semua larangan ihram tidak lagi berlaku kecuali berhubungan suami
isteri. Berhubungan suami isteri baru dihalalkan setelah tahallul tsani. Setelah
selesai haji baru dia mengerjakan umrah dengan niat ihram dari tanah halal (di
luar Makkah dan Madinah).

c. Haji Qiran

Secara etimologis, qiran artinya berkumpul, bergandeng, dan


perbandingan (Ahmad Warson Munawwir, 1984: 1197). Sedangkan secara
terminologis, haji qiran adalah mengerjakan haji dan umrah dengan satu
niat sekaligus saat ihram dari miqat.

2. Tata Cara Pelaksanaan Haji (Manasik Haji)

1) Ihram

2) Thawaf

3) Sa’i

4) Tahallul

5) Wukuf di Arafah

6) Mabit di Muzdalifah

7) Melontar jamarat dan mabit di Mina

8) Thawaf Ifhadah

9) i.Thawaf Wada’

10) j.Pembayaran dam

11) k.Ibadah dan ziarah di Madinah

26
2.3 Nikah

2.3.1 Pengertian Nikah

27
Nikah menurut bahasa berasal dari kata nakaha yankihu nikahan yang
berarti kawin. Dalam istilah nikah berarti ikatan suami istri yang sah yang
menimbulkan akibat hukum dan hak serta kewajiban bagi suami isteri. Dalam
buku fiqih wanita yang dimaksud Nikah atau perkawinan adalah Sunnatullah
pada hamba-hamba-Nya. Dengan perkawinan Allah menghendaki agar
mereka mengemudikan bahtera kehidupan.

Menurut pengertian sebagian fukaha, perkawinan ialah aqad yang


mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafadz
nikah atau ziwaj atau semakna keduanya. Pengertian ini dibuat hanya melihat
dari satu segi saja ialah kebolehan hukum, dalam hubungan antara seorang
laki-laki dan seorang wanita yang semula dilarang menjadi dibolehkan.

Perkawinan mengandung aspek akibat hukum melangsungkan perkawinan


ialah saling mendapat hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan
hubungan pergaulan yang dilandasi tolong-menolong.

2.3.2 Rukun Dan Syarat Nikah

Berikut ini ada beberapa rukun dan syarat-syarat dalam pernikahan dalam
islam, yaitu :

1) Rukun perkawinan :

a) Dua orang yang saling melakukan aqad perkawinan, yaitu mempelai laki-
laki dan mempelai perempuan.

b) Adanya wali.

c) Adanya 2 orang saksi

d) Dilakukan dengan shighat(akad) tertentu. sighat (akad) yaitu perkataan


dari pihak perempuan seperti kata wali. tidak sah nikah kecuali dengan
lafadz nikah.

2) Syarat dua mempelai :

a) Syarat pengantin pria

28
 Calon suami beragama islam.

 Terang bahwa calon suami itu betul laki-laki.

 Orangnya diketahui dan tertentu.

 Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calonistri.

 Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu betul calon
istrinya halal baginya.

 Calon suami ridha (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu.

 Tidak sedang melakukan ihram.

 Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.

 Tidak sedang mempunyai istri empat.

b) Syarat calon pengantin perempuan

 Calon suami beragama islam.

 Terang bahwa ia wanita, bukan Khuntsa.

 Wanita itu tertentu orangnya.

 Halal bagi calon suami.

 Wanita tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam 'iddah.

 Tidak dipaksa/ikhtiyar.

 Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah.

2.3.3 Kriteria Calon Suami/Istri Yang Baik

Berikut ini beberapa kriteria memilih calon suami/istri menurut islam,


yaitu :

1) Memilih berdasarkan agamanya.

29
Dalam hal ini, baik laki-laki ataupun perempuan, diperintahkan untuk
memilih calon yang seiman juga berdasarkan pada nilai-nilai agama yang
dipegang serta ketakwaannya. Dengan memiliki nilai agama yang baik, maka
diharapkan hubungan suami-istri dan anggota keluarganya yang lain juga
menjadi baik. Sehingga rumah tangganya penuh dengan rasa tenang, cinta
kasih, dan keberkahan (sakinah, mawaddah, warahmah).

Hal ini juga dijelaskan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah SAW
bersabda: "biasanya wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya, dan agamanya, maka pilihlah yang memiliki
agama, tentu kamu akan beruntung." (HR. Bukhari)

2) Memilih berdasarkan keturunan.

Maksudnya adalah hendaknya memilih calon yang mempunyai keturunan


atau keluarga yang baik, terhormat, dan memiliki sifat mulia. Hal ini karena
diharapkan nantinya bisa mempunyai anak keturunan yang baik dan mulia
juga. Hal ini juga seperti sabda Rasulullah SAW bahwa ia berkata: "pilihlah
tempat untuk (air mani) kalian, dan menikahlah dengan yang setara (sekufu),
serta nikahkanlah pada mereka". (HR Ibnu Majah)

3) Memilih berdasarkan yang memiliki kecantikan fisik.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari sebelumnya, laki-laki dan


perempuan dianjurkan untuk mencari pasangan yang cantik dan tampan.
Namun, ukuran kecantikan dan ketampanan setiap orang berbeda tergantung
pada kriteria orang yang akan menikah.

Hal ini dapat membuat hati masing-masing senang ketika berada di rumah,
sehingga rumah tangga bisa bertambah harmonis dan penuh kasih sayang.
Walau demikian, tetap dianjurkan untuk mencari pasangan hidup yang dengan
prioritas mereka yang memiliki sikap dan perilaku baik.

4) Memilih berdasarkan harta dan pekerjaan yang baik.

30
Hal ini juga seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa baik
laki-laki atau perempuan, dianjurkan untuk memilih pasangan yang memiliki
harta dan pekerjaan yang baik. Idealnya, bagi seorang laki-laki seharusnya
sudah memiliki pekerjaan yang tetap dan baik, sehingga nantinya dapat
memberikan nafkah pada keluarganya. Dengan begitu, kebutuhan keluarga
dapat tercukupi dengan baik.

5) Memiliki kesuburan alat reproduksi.

Maksudnya adalah agar nantinya bisa menghasilkan keturunan yang


banyak. Karena mempunyai anak juga merupakan salah satu tujuan dari
pernikahan. Hal ini juga berdasarkan hadits, yang mana datang seorang laki-
laki untuk bertanya kepada Rasulullah SAW terkait wanita yang akan
dinikahinya. Kemudian Rasulullah bersabda: "nikahilah (wanita) yang subur,
yang dapat melahirkan, maka sesungguhnya aku akan berbangga dengan
kalian terhadap umat-umat yang lain" (HR. Abu Dawud, no.2050)

6) Memilih pasangan yang setara atau sepadan.

Hal yang di maksud adalah mencari pasangan yang seusia atau jarak
waktunya tidak terlalu jauh. Tujuannya adalah agar nanti pasangan dapat
mengimbangi pasangan hidupnya, karena memiliki kesetaraan atau pola pikir
yang cenderung sama, sehingga dapat meminimalkan gap dalam hubungan
rumah tangga.

7) Memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan.

Dengan ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas, maka bisa menjadikan
diri dan keluarga menjadi seseorang yang terhormat dan mulia derajatnya.
Orang tua yang berilmu juga diharapkan bisa melahirkan generasi yang
berilmu juga. Selain itu, orang tua yang memiliki banyak pengetahuan akan
memberikan perhatian lebih untuk pendidikan anak-anaknya, sehingga mereka
dapat menjadi manusia yang bermanfaat bagi umat ataupun bagi sekitar.

31
8) Memilih pasangan yang tidak pencemburu berat.

Dalam salah satu Riwayat, Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai


mengapa beliau tidak menikah dengan wanita Anshar. Kemudian beliau
menjawab "sesungguhnya mereka mempunya rasa cemburu yang besar" (HR.
Nasa'I, No.3230). Cemburu berlebihan akan bisa mengakibatkan kecurigaan
dan menyusahkan calon pasangan. Perasaan cemburu berlebih ini juga akan
mengakibatkan hubungan menjadi tidak harmonis, bahkan bisa menyebabkan
pertengkaran berlebih akibat cemburu buta. Walaupun, cemburu memang bisa
dianggap sebagai bentuk tanda cinta seseorang.

9) Memilih pasangan yang bukan termasuk mahramnya.

Syariat Islam mengharamkan melamar seseorang yang termasuk


mahramnya. Sehingga yang perlu dilakukan adalah menyelidiki terlebih
dahulu jalur nasabnya. Untuk menghindari hal tersebut, maka dianjurkan
untuk mencari orang yang berasal dari luar kerabatnya, supaya kelak
keturunannya pun akan menjadi lebih baik secara nasab.

2.3.4 Hikmah Nikah

Berikut ini beberapa hikmah dalam pernikahan menurut islam, yaitu :

1) Membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah

Salah satu tujuan utama dari pernikahan adalah membangun keluarga


sakinah mawaddah warahmah. Tujuan pernikahan ini termaktub dalam surat
ar-Ruum ayat 21:

ٍ َ‫ك َل َءا ٰي‬


‫ت‬ َ ¨ِ‫¨ل بَ ْينَ ُكم َّم َو َّدةً َو َرحْ َم¨ ةً ۚ ِإ َّن فِى ٰ َذل‬
َ ¨‫ق لَ ُكم ِّم ْن َأنفُ ِس ُك ْم َأ ْز ٰ َوجًا لِّت َْس¨ ُكنُ ٓو ۟ا ِإلَ ْيهَ¨¨ا َو َج َع‬
َ َ‫َو ِم ْن َءا ٰيَتِ ِٓۦه َأ ْن َخل‬
َ‫لِّقَوْ ٍم يَتَفَ َّكرُون‬

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa

32
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir.

Dalam ajaran Islam, umat muslim dianjurkan untuk menikah karena Islam
menginginkan umatnya hidup dalam kedamaian, kesejahteraan, dan
ketenteraman. Kehidupan yang sakinah mawaddah warahmah bersama
keluarga itu hanya akan dirasakan dan dicapai oleh orang yang sudah
menikah.

2) Bagian dari sunnah Rasulullah SAW

Menikah merupakan bagian dari sunnah Rasulullah. Semasa hidup,


Rasulullah SAW menikah dan memiliki beberapa istri. Beliau juga memiliki
anak dan cucu dari hasil pernikahannya ini.

3) Menjaga diri dari zina

Pernikahan menjadi salah satu upaya untuk menghindari zina. Islam


memerintahkan umatnya yang sudah mampu untuk menikah. Tujuannya agar
dapat terhindar dari maksiat dan dosa besar, yaitu zina. Rasulullah Saw.
bersabda: "Wahai para pemuda, barang siapa dari kamu telah mampu memikul
tanggung jawab keluarga, hendaknya segera menikah, karena dengan
pernikahan engkau lebih mampu untuk menundkkan pandangan dan menjaga
kemaluanmu.. (HR. Bukhari dan Muslim).

4) Menikah bagian dari ibadah

Islam menganjurkan umatnya menikah karena ingin umatnya lebih tekun


dan giat dalam beribadah. Sebab, salah satu fungsi pernikahan adalah
memperkuat ibadah. Menikah juga merupakan bagian dari ibadah, dan disebut
separuh dari agama.

Sabda Rasulullah SAW, "Apabila seorang hamba menikah maka telah


sempurna separuh agamanya, maka takutlah kepada Allah untuk separuh

33
sisanya." (HR. Baihaqi).

5) Agar memperoleh keturunan

Islam memerintahkan menikah agar seseorang dapat meneruskan garis


keturunan. Karena nantinya, anak cucu yang yang akan memperkuat agama
Islam. Namun bukan berarti menikah sebagai ajang untuk memperoleh
keturunan semata. Orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik dan
memberikan fasilitas terbaik untuk anak-anaknya.

Rasulullah SAW bersabda: "Nikahilah wanita-wanita yang bersifat


penyayang dan subur (banyak anak), karena aku akan
berbangga-bangga dengan (jumlah) kalian di hadapan umat-umat lainnya
kelak pada hari Kiamat." (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan Thabrani).

6) Investasi akhirat

Tidak salah jika memasukkan pernikahan sebagai investasi di akhirat.


Maksudnya, dengan menikah berarti umat muslim telah berinvestasi untuk
kehidupan di masa mendatang (di akhirat).

Bentuk investasi dalam pernikahan berupa anak dan ilmu. Anak-anak yang
sholeh senantiasa akan mendoakan orangtuanya, hal inilah yang bisa menjadi
amal tak terputus meskipun sudah meninggal dunia. Sabda Rasulullah SAW:
"Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara:
sedekah jariah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang berdoa
kepadanya." (HR. Muslim).

7) Sebagai bentuk fitrah manusia

Salah satu fitrah manusia adalah diciptakan berpasang-pasangan: laki-laki


dan perempuan. Maka, tujuan dari penciptaan berpasang-pasangan itu tidak
lain adalah agar antara laki-laki dan perempuan dapat menikah dan hidup
bersama di bawah satu tenda bernama "keluarga". Allah Swt. berfirman dalam
surat An-Nisaa ayat 1:

34
۟ ٓ
ۚ ‫ث ِم ْنهُ َم¨¨ا ِر َج¨ ااًل َكثِ¨¨يرًا َونِ َس¨ٓا ًء‬ َّ َ‫ق ِم ْنهَا زَ وْ َجهَ¨¨ا َوب‬َ َ‫س ٰ َو ِح َد ٍة َو َخل‬ ٍ ‫ٰيََأيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا َربَّ ُك ُم ٱلَّ ِذى َخلَقَ ُكم ِّمن نَّ ْف‬
۟ ُ‫َوٱتَّق‬
‫وا ٱهَّلل َ ٱلَّ ِذى تَ َسٓا َءلُونَ بِ ِهۦ َوٱَأْلرْ َحا َم ۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا‬

Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah


menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.

8) Membuka pintu rezeki

Salah satu manfaat dari menikah adalah membuka pintu rezeki. Menikah
merupakan jalan menuju kepada rezeki Allah SWT yang lebih luas lagi.
Dengan menikah, Allah SWT akan memberikan rezeki sehingga kita tidak
perlu takut dan khawatir akan kemiskinan.

Sabda Rasulullah SAW, "Barang siapa telah diberi rezeki berupa istri
shalihah oleh Allah SWT, berarti dia telah menolongnya dari separuh
agamanya. Maka, hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT dalam separuh
agamanya yang tersisa." (HR. Baihaqi).

9) Terhindar dari fitnah

Fitnah yang dimaksud di sini adalah mendekati zina, bercampur baur


antara laki-laki dan perempuan, berpacaran, dan lain-lain. Dengan menikah,
seseorang dapat terhindar dari perbuatan yang mendekati zina tersebut.

10) Penyalur hasrat biologis

Ketika seseorang sudah menikah maka mereka bisa menyalurkan hasrat


biologisnya pada pasangan sah dan halal. Bahkan hubungan suami istri dalam
Islam pun termasuk sebuah ibadah.

35
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa yang dapat kita peroleh adalah bahwa setiap
perintah Allah swt, memliki aturan atau ketetapan yang di syariatkan oleh
Allah swt. Yang semuanya terdapat di dalam Al-Quran yang selanjutnya
disebarkan oleh Rasul dan Nabi Allah swt, terutama Nabi Muhammad saw,
yang patut kita jadikan sebagai panutan semua umat muslim.

Zakat, Haji dan Nikah merupakan salah satu dari semua banyak ibadah
dan perintah Allah swt, kepada makhluknya selaku hamba-Nya yang beriman
dan bertaqwa. Setiap perintah-Nya tersebut pasti memiliki hikmah dan
kebaikan untuk diri kita sendiri serta orang lain yang disekitar kita

3.2 Saran

Kita sebagai umat muslim yang beriman dan bertaqwa, sudah sepatutnya
kita dapat memperdalam tata cara ibadah yang benar sesuai ajaran Nabi
Muhammad Saw. Setelah kita memperdalam ilmu dan ajaran tersebut, maka
hal yang jauh lebih baik bagi diri kita sendiri yaitu mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari.

36
DAFTAR PUSTAKA

Falahuddin, & Najamudin. (2013). Kuliah Fiqih Ibadah. Mataram:Lembaga


Pengkjian, Pengamalan Pendidikan Islam dan kemuhammadiyahan (LP3IK).

Iqbal, M. (2019). Hukum Zakat Dalam Perspektif Hukum Nasional. Jurnal


Asy- Syukriyyah, 20(1), 26-51.

Ardianis, A. (2018). PERAN ZAKAT DALAM ISLAM. Al-Intaj:


Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, 4(1), 125-140

https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6470242/10-tujuan-pernikahan-
dalam-islam-membangun-keluarga-sakinah---pembuka-pintu-
rezeki#:~:text=Salah%20satu%20manfaat%20dari%20menikah,takut%20dan
%20khawatir%20akan%20kemiskinan.

https://www.detik.com/hikmah/muslimah/d-6347712/9-cara-memilih-
pasangan-hidup-menurut-islam

37

Anda mungkin juga menyukai