New Fix Laprak Entomologi Morf Jangk

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM ENTOMOLOGI

MORFOLOGI JANGKRIK

Dosen Pembimbing :
Irwan Sulistio, SKM, M.Si

Disusun Oleh :
Syawalina Putri Fajar
P27833121067

PROGRAM STUDI SANITASI PROGRAM DIPLOMA TIGA


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah–
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Entomologi Morfologi
Jangkrik. Laporan kegiatan ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan laporan kegiatan
ini. Penulis menyadari bahwa laporan kegiatan ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan kegiatan ini, supaya laporan
kegiatan ini menjadi yang lebih baik lagi. Demikian yang dapat penulis sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dengan pembuatan laporan kegiatan
ini, apabila terdapat kesalahan pada laporan kegiatan ini penulis mohon maaf.

Sidoarjo, 07 Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan Umum ............................................................................ 1
1.3 Tujuan Khusus ........................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2
2.1 Morfologi Serangga ................................................................... 2
2.2 Habitat Jangkrik ......................................................................... 2
2.3 Siklus Hidup............................................................................... 3
BAB 3 METODELOGI .................................................................................... 4
3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................... 4
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................... 4
3.3 Prosedur Kerja............................................................................ 4
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 5
4.1 Hasil ........................................................................................... 5
4.2 Pembahasan ................................................................................ 7
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 9
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 9
5.2 Saran........................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 10
LAMPIRAN ..................................................................................................... 11

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Asia, jangkrik dipercaya sebagai pembawa keberuntungan dan hewan
peliharaan kesayangan yang menghibur. Di berbagai daerah, jangkrik digunakan
sebagai mainan anak-anak yang mengasyikkan dan kerapkali digunakan pula sebagai
hewan aduan dengan taruhan. Jangkrik tidak hanya bermanfaat untuk keseimbangan
alam akan tetapi dapat pula dibudidayakan untuk kepentingan manusia, diantaranya
sebagai hewan peliharaan dana sumber pakan hewan lainnya. Jangkrik merupakan
serangga berukuran kecil sampai besar, Jangkrik termasuk dalam filum Arthropoda,
kelas Insecta, ordo Orthoptera, famili Gryllidae, marga Gryllus (Borror et al., 1996).
Jangkrik merupakan hewan nokturnal dimana jangkrik lebih aktif pada malam
hari. Setiap jenis jangkrik menghasilkan jenis musik yang berbeda, variasi frekuensi
bunyi pada jangkrik berkisar 1500 sampai 10.000 Hz (Rentz, 1991). Jangkrik dapat
ditemukan di bawah batubatuan, kayu-kayu lapuk, dinding-dinding tepi sungai dan di
semak-semak belukar serta ada yang hidup pada lubang-lubang di tanah. Struktur
tubuh dari berbagai macam spesies jangkrik dewasa sama secara umum, hanya saja
terdapat variasi pada ukuran dan warna.
Morfologi tubuh jangkrik pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala,
toraks, dan abdomen (Corey et al., 2000). Kepala terdiri dari mata tunggal yang
tersusun dalam satu segitiga tumpul, sepasang antena, satu mulut, dan dua pasang
sungut. Pengamatan ini akan memaparkan mengenai morfologi jangkrik.

1.2 Tujuan Umum


Untuk mengetahui morfologi jangkrik pada pengamatan atau identifikasi di
laboratorium entomologi.

1.3 Tujuan Khusus


1. Mengetahui morfologi jangkrik
2. Mengetahui bagian tubuh jangkrik secara spesifik
3. Mengidentifikasi jangkrik

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Serangga


Serangga (insekta) merupakan salah satu kelompok (kelas) dari Arthropoda yang
memiliki segmentasi tubuh meliputi caput, thorax dan abdomen. Pada bagian caput
(kepala) terdapat sepasang antena, Bagian kepala juga terdapat mata tunggal yang
tersusun dalam satu segitiga tumpul, mulut, dan dua pasang sungut. Pada thorax terdapat
enam tungkai dan empat sayap. Bagian abdomen (perut) khususnya posterior terdiri dari
ruas-ruas (Corey et al., 2000).
Jumlah spesies anggota insekta lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah
spesies hewan-hewan lain dan terdapat ribuan spesies yang belum teridentifikasi
(Radiopoetro, 1990). Jangkrik sebagai salah satu anggota dari insekta merupakan hewan
serangga dari ordo orthoptera. Secara morfologi jangkrik memiliki ukuran tubuh kecil
sampai besar dan memiliki hubungan kekerabatan dekat dengan belalang (Borror et al.,
1996). Spesies jangkrik yang telah ditemukan berjumlah sekitar 900 jenis, sedangkan di
Indonesia terdapat 123 jenis jangkrik.
Venasi sayap depan jangkrik betina berbentuk garis-garis lurus, sedangkan pada
jantan berbentuk tidak beraturan seperti melingkar dan ada yang lurus. Pada jangkrik
jantan juga terdapat stridulasi yang berfungsi untuk menghasilkan suara atau mengerik.
Klasifikasi ilmiah (Borror et al., 1996).
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Family : Gryllidae
Genus : Gryllus
Spesies : Gryllus bimaculatus

2.2 Habitat Jangkrik


Habitat jangkrik ditemukan pada kayu lapuk, bagian bawah batu-batuan dan pada
lubang – lubang tanah serta di semak-semak belukar. Jangkrik merupakan hewan yang
hidup secara bergerombol dan bersembunyi pada lipatan– lipatan daun kering atau
bongkahan tanah (Paimin, 1999). Jangkrik dapat ditemui di hampir seluruh Indonesia
dan hidup dengan baik pada daerah yang bersuhu antara 20-32°C dan kelembaban
sekitar 65- 80%, bertanah gembur/berpasir dan memiliki persediaan tumbuhan semak

2
belukar. Jangkrik hidup bergerombol dan bersembunyi dalam lipatanlipatan daun kering
atau bongkahan tanah.
Jangkrik berperan sebagai hewan omnivora atau (pemakan tumbuhan) dan
perombak material organik dari tumbuhan, dan jamur. di dalam suatu ekosistem. Pakan
jangkrik yang baik untuk peliharaan ialah hijauan, kacang-kacangan, buah-buahan, dan
umbi-umbian yang masih muda serta sayur-sayuran. Oleh karena itu untuk kebutuhan
minum tidak perlu diberikan secara khusus dalam wadah atau mangkuk (Kumala, 1999).
Jangkrik juga perlu diberi makanan kaya sumber protein, misalnya pelet, konsentrat,
atau bokasi untuk mempercepat perkembangan nimfanya (Paimin et al., 1999).

2.3 Siklus Hidup


Siklus hidup semua jenis jangkrik relatif sama, umur jangkrik jantan lebih pendek
dari pada betina. Jangkrik jantan dewasa umurnya dapat mencapai kurang lebih 78 hari,
sedangkan untuk jangkrik betina dewasa umurnya bisa mencapai kurang lebih 105 hari.
Jangkrik termasuk serangga yang mengalami metamorfosis tidak sempurna karena tidak
melewati tahapan larva dan pupa.
Siklus hidupnya dimulai dari telur kemudian menjadi jangkrik muda (nimfa) dan
melewati beberapa kali stadium instar sebelum menjadi jangkrik dewasa (imago) yang
ditandai dengan terbentuknya dua sayap (Borror et al., 1992). Hasegawa dan Kubo
(1996) menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan nimfa untuk tumbuh dewasa
tergantung pada cuaca, spesies dan jenis makanannya. Bagian atas telur terdapat
tonjolan yang disebut operculum, yang merupakan tempat keluar nimfa dari dalam telur.
Kulit telur jangkrik sangat liat dan kuat, berfungsi melindungi bagian dalamnya.
Perkembangan telur selama proses penetasan dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu
tahap telur muda, telur remaja dan telur tua. Pada jenis G. mitratus telur muda berusia
1-5 hari yang ditunjukkan dari warnanya yang putih kekuningan, telur remaja berusia
6-10 hari dengan warna yang sudah berubah menjadi kuning, dan telur yang berumur
lebih dari 11hari memiliki warna yang sudah menjadi kuning kehitaman, dan siap
menetas (Paimin et al., 1999). Setelah 6-11 hari telur menetas menjadi jangkrik nimfa.
Bentuk nimfa sama seperti jangkrik dewasa, hanya berbeda pada ukurannya.

3
BAB 3
METODELOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Hari / Tanggal : Rabu
Jam : 13.50 – Selesai
Lokasi : Lab. Entomolog

3.2 Alat dan Bahan


Alat :
 Mikroskop
 Gunting
 Pisau
 Jarum
 Petridish
Bahan :
 Kloroform
 Kapas
 Jangkrik

3.3 Prosedur Kerja


Berikut langkah kerja pada identifikasi morfologi jangkrik :
1. Siapkan alat dan bahan terlebih dahulu
2. Ambil 4 jangkrik yang akan di identifikasi
3. Kemudian, masukkan jangkrik tersebut ke dalam wadah atau cup. Lalu,
berikan kapas yang dituang dengan kloroform
4. Lalu tutup dengan kasa hingga jangkrik sudah tak bergerak
5. Ambil jangkrik tersebut, lakukan identifikasi morfologi jangkrik

4
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan hasil dari pengamatan di dapatkan sebagai berikut yakni bagian
caput, thorax dan abdomen. Berikut hasil identifikasi
 Caput
Antena

Labrum

Mata
Majemuk

Mata Ocelli /
Mata Tunggal

Mandibula

Labium

Maxilla

5
 Thorax (dada)

Prothorax

Mesothorax

Sayap

Dan dibagian ketiga


setelah mesothorax
terdapa metathorax
 Abdomen

Sternum

6
Ovipostor

Claw / cakar

Tarsus

Tibia

Femur

Trokanter

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan atau identifikasi pada morfologi jangkrik secara
lengkap bahwa jangkrik berwarna hitam kecoklatan,mempunyai rangka luar.
Morfologi tubuh jangkrik pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, toraks,
dan abdomen (Corey et al., 2000). Jangkrik bersayap dua pasang, sepasang sayap
depan dan sepasang sayap belakang. Pada kepala jangkrik terdapat sepasang antena,
mata majemuk, mata oseli, labrum, labium, mandibular, dan alat tambahan lain yang
berfungsi sebagai lidah yaitu palpus maksilaris dan palpus labialis.
Antena digunakan sebagai sensor rasa dan bau, mata majemuk digunakan sebagai
sensor cahaya untuk melihat bentuk dan warna, sedangkan mata tunggal digunakan
untuk membedakan intensitas cahaya. Toraks (dada) merupakan tempat melekatnya
enam tungkai dan empat sayap.
Abdomen (perut) pada bagian posterior terdiri dari ruas-ruas (Corey et al., 2000).
Abdomen memuat alat pencernaan, ekskresi, dan reproduksi. Pada bagian abdomen
terdiri atas 9 ruas. Bagian dorsal yang mengeras disebut terga sedangkan bagian
ventral yang mengeras disebut sterna dan membram yang menghubungkan terga dan
sterna disebut membrane pleura.

7
Bentuk jangkrik betina dan jantan agak berbeda, pada betina mempunyai
ovipositor panjang bentuk seperti rambut kaku yang muncul dari ruas abdomen
terakhir. Venasi sayap depan jangkrik betina berbentuk garis-garis lurus, sedang pada
jantan venasi berbentuk tidak beraturan ada yang melingkar dan ada yang lurus. Pada
jangkrik jantan juga terdapat stridulasi yang berfungsi untuk menghasilkan suara atau
mengerik. Suara mengerik dihasilkan dari bagian kasar sayap depan yang bergesekan
dan bagian kasar pada sayap belakang. Pada sayap terdapat struktur harp yaitu struktur
sayap yang berfungsi memperbesar suara yang dihasilkan oleh bagian kasar dibalik
sayap depan dan bagian kasar pada sayap belakang. Suara yang dihasilkan jangkrik
memiliki nada yang berfungsi untuk menarik perhatian jangkrik betina atau perilaku
agonistik. Suara tersebut dapat dihasilkan pada saat sayap jangkrik jantan terangkat.
Alat reproduksi pada jangkrik jantan adalah aedeagus dan pada jangkrik betina
adalah ovipositor. Aedagus pada jangkrik jantan tidak terlihat karena berada di dalam
tubuh, sedangkan ovipositor pada jangkrik betina terlihat jelas seperti bentuk jarum
jam yang ujungnya seperti tombak dan berfungsi untuk meletakkan telurnya.

8
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pengamatan identifikasi morfologi jangkrik, dapat
diketahui bahwa tubuh jangkrik pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala,
toraks, dan abdomen (Corey et al., 2000). Pada kepala jangkrik terdapat sepasang
antena, mata majemuk, mata oseli, labrum, labium, mandibular, dan alat tambahan lain
yang berfungsi sebagai lidah yaitu palpus maksilaris dan palpus labialis, dan juga
terdapat antena.

5.2 Saran
Penulis berharap agar hasil dari pengamatan identifikasi morfologi jangkrik dapat
di terima dan di pahami oleh pembaca sehingga dapat bermanfaat pada pengamatan
selanjutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Erniwati. 2012. BIOLOGI JANGKRIK (ORTHOPTERA: GRYLLIDAE)


BUDIDAYA DAN PERANANNYA. Fauna Indonesia. Vol 11 (2) : 10 -14.

Nugroho A.A, Namira Hanin S.S, dkk. 2020. STUDI POLA INTERAKSI PERILAKU
JANGKRIK (Gryllus bimaculatus ) JANTAN DAN BETINA. Florea : Jurnal
Biologi dan Pembelajarannya. 7(1): 41-47.

H. Abi, Reine Suci W. 2017. IDENTIFIKASI MORFOLOGI SERANGGA


BERPOTENSI SEBAGAI HAMA DAN TINGKAT KERUSAKAN PADA
BIBIT MERANTI MERAH (Shorea leprosula) DI PERSEMAIAN PT. SARI
BUMI KUSUMA. JURNAL HUTAN LESTARI. Vol. 5 (3) : 644 – 652.

10
LAMPIRAN

11

Anda mungkin juga menyukai