Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH SOSIO ANTROPOLOGI

Disusun oleh:

Ririn Noa

STIKES BALA KESELAMATAN PALU

S1 ADMINISTRASI KESEHATAN TAHUN 2023


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang besar dan secara geografis, Indonesia


merupakan negara kepulauan. Indonesia yang merupakan negara kepulauan,
menyebabkan adanya batas laut antara satu pulau dengan pulau yang lain. Jarak
yang timbul akibat batasan ini menimbulkan keberagaman. Keberagaman itu
mulai dari bahasa, pakaian, adat, aturan, kultur, dan lainnya. Adat, bahasa,
pakaian dan lain sebagainya terangkum dalam sebuah kultur yang tiap daerah di
Indonesia berbeda. Kultur yang beragam merupakan kekayaan yang dimiliki oleh
Indonesia. Berkaitan dengan kultur, masyarakat Indonesia yang kulturnya masih
tradisional, sehingga dalam menjalani kehidupan sebagian besar masih berfikir
tradisional. Masyarakat Indonesia masih banyak yang belum memprioritaskan
pendidikan sebagai hal yang penting. Kepedulian atau partisipasi masyarakat
terhadap pendidikan sangat kurang, entah karena tidak ada biaya atau kurangnya
kesempatan untuk mendapatkan pendidikan di sekolah.
Memajukan negara ini dimulai dengan meningkatkan kualitas pendidikan
di mulai dari generasi muda penerus bangsa. Membudayakan masyarakat untuk
mementingkan sekolah merupakan langkah awal ntuk mengupayakan kemajuan
negara ini. Masyarakat sekolah harus dikembangkan di negara ini, sehingga
pendidikan dapat benar- benar dirasakan di masyarakat kita ini. Pendidikan tidak
hanya dituntut untuk mengikuti dan menyesuaikan dengan perubahan sosial yang
ada, namun lebih dari itu, pendidikan juga dituntut untuk mampu mengantisipasi
perubahan dalam menyiapkan generasi muda untuk mengarungi kehidupannya di
masa yang akan datang. Salah satu tantangan pendidikan masa depan adalah tetap
berlangsungnya pendidikan nilai, supaya nilai-nilai luhur yang menjadi acuan
dalam perilaku, dapat ditransformasikan dari generasi ke generasi, khususnya
dalam rangka menepis berbagai dampak negatif dari perubahan sosial yang terjadi
secara global.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kebudayaan secara umum?
2. Apa saja unsur kebudayaan itu?
3. Apa fungsi kebudayaan?
4. Apa saja sifat hakikat kebudayaan?
5. Apa itu kepribadian dan kebudayaan?
6. Apakah gerak kebudayaan itu?
7. Bagaimana cara membangun budaya di sekolah?
8. Bagaimana cara membangun budaya di masyarakat?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian kebudayaan secara umum
2. Mengetahui unsur kebudayaan
3. Mengetahui fungsi kebudayaan
4. Mengetahui sifat hakikat kebudayaan
5. Mengetahui kepribadian dan kebudayaan
6. Mengetahui gerak kebudayaan
7. Mengetahui cara membangun budaya di sekolah
8. Mengetahui cara membangun budaya di masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Budaya
Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan
soal kebudayaan. Juga dalam kehidupan sehari-hari, orang tak
mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan. Kebudayaan
sebenarnya secara khusus dan lebih teliti dipelajari oleh antropologi
budaya. Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain
kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Dengan lain perkataan, kebudayaan mencakup
kesemuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri deri segala sesuatu yang
dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya, mencakup
cara-cara atau pola-pola berfikir, merasakan, dan bertindak. Seorang
yang meneliti suatu kebudayaan tertentu akan sangat tertarik oleh
obyek-obyek kebudayaan seperti rumah, sandang, jembatan, alat-alat
komunikasi dan sebagainya.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan


kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan
atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh
manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta
hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.

Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujukan segala kaidah-


kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-
masalah kemayarakatan dalam arti yang luas. Di dalamnya termasuk
misal saja agama, ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang
merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota
masyarakat. Selanjutnya, cipta merupakan kemampuan mental,
kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat dan yang
antara lain menghasilkan filsaafat serta ilmu pengetahuan.cipta
merupakan baik yang berwujud teori murni, maupun yang telah
disusun untuk langsung diamalkan dlaam kehidupan masyarakat. Rasa
dan cinta dinamakan kebudayaan rohaniyah. Semua karya, rasa dan
cipta, dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan kegunaannya
agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau dengan seluruh
masyarakat. Manusia mempunyai segi materiil dan segi spiritual
didalam kehidupannya. Segi materiil mengandung karya yaitu
kemampuan manusia untuk menghasilkan benda-benda maupun lain-
lainnya yang berwujud benda. Segi spiritual manusia mengandung
cipta yang menghasilkan ilmu pengetahuan, karsa yang menghasilkan
kaidah kepercayaan, kesusilaan, kesopanan dan hukum, serta rasa yang
menghasilkan keindahan. Manusia berusaha mendapatlan ilmu
pengetahuan melalui logika, menyerasikan perilaku terhadap kaidah-
kaidah melalui etika, dan mendapatkan keindahan memalui estetika.
Hal itu semuanya merupakan kebudayaan, yang juga dapat
dipergunakan sebagai patokan analisis.

Kebudayan sebagaimana diterangkan diatas dimiliki oleh setiap


masyarakat. Perbedaannya terletak pada kebudayaan masyarakat yang
satu lebih sempurna daripada kebudayaan masyarakat lain, didalam
perkembangannya untuk memenuhi segala keperluan masyarakatnya.
Didalam hunungan diatas, maka biasanya diberikan nama peradaban
kepada kebudayaan yang telah mencapai taraf perkembangan teknologi
yang sudah lebih tinggi.

Untuk kepentingan analisis, maka dari sudut struktur dan tingkatan


dikenal adanya super-culture yang berlaku bagi seluruh masyarakat.
Suatu super-culture biasanya dapat dijabarkan kedalam culture yang
mungkin didasarkan pada kekhususan daerah, golongan etnik, profesi
dan seterusnya. Didalam suatu culture mungkin berkembang lagi
kebudayaan-kebudayaan khusus yang tidak bertentangan dengan
kebudayaan induk, lazimnya dinamakan sub-culture. Akan tetapi,
apabila kebudayaan khusus tadi bertentangan dengan kebudayaan
induk, maka gejala tersebut disebut counter-culture. Counter culture
tidak selalu bersifat negatif, karena adanya gejala tersebut dapat
dijadikan petujuk bahwa kebudayaan induk dianggap kurang dapat
menyerasikan diri dengan perkembangan kebutuhan. Secara analisis
dapat diadakan pembedaan antara penyimpangan dengan
penyelewengan, keduanya merupakan counter-culture. Kalau ada
unsur kebudayaan luar ingin diperkenalkan kedalam suatu masyarakat,
maka pertama-tama harus dicegah pengkualifikasian unsur tersebut
sebagai penyelewengan. Oleh karena itu di dalam memperkenalkan
unsur kebudayaan yang elatif baru, senantiasa harus ditonjolkan
manfaat atau kegunaan riil yang ternyata lebih besar bila dibandingkan
dengan unsur kebudayaan lama.

2. Unsur Kebudayaan
Kebudayaan setiap bangsa atau mayarakat terdiri dari unsur-unsur
besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu
kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan.

Menurut Melville J. Herskovits :

1. Alat-alat teknologi
2. Sistem ekonomi
3. Keluarga
4. Kekuasaan politik
Menurut Bronislaw Malinowski yang terkenal sebagai salah
seorang pelopor teori fungsional dalam antropologi :

1. Sistem norma yang memungkinkan kerja sma antara para anggota


masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi
3. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan
4. Organisasi kekuatan

Masing-masing unsur tersebut, beberapa macam unsur-unsur


kebudayaan, untuk kepentingan ilmiah dan analisisnya di klasifikasikan
kedalam unsur-unsur pokok atau besar kebudayaan, lazim disebut cultural
universals. Istilah ini menunjukan bahwa unsur-unsur tersebut bersifat
universal, yaitu dapat dijumpai pada setiap kebudayaan dimanapun di dunia
ini. Para antropolog yang membahas persoalan tersebut secara lebih
mendalam, belum mempunyai pandangan seragam yang dapat diterima.
Antropolog C. Kluckhohn didalam sebuah karyanya yang berjudul Universal
Categories of Culture telah menguraikan ulasan para sarjana mengenai hal itu.
Inti pendapat-pendapat itu ada pada tujuh unsur kebudayaan yang dianggap
sebagai cultural universals yaitu:

1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat


rumah tangga, alat-alat produksi, dsb)
2. Mata pencaharian hidup sistem-sistem ekonomi ( pertanian, peternakan,
sistem produksi, sistem distribusi)
3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerebatan, organisasi politik, sistem
hukum, sistem perkawinan)
4. Bahasa (lisan maupun tulis)
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak)
6. Sistem pengetahuan
7. Religi
Apabila ada unsur kebudayaan yang kehilangan kegunaannya, unsur
tersebut akan hilang dengan sendirinya. Kebiasaan-kebiasaan serta dorongan,
tanggapan yang didapat dengan belajar serta dasar-dasar untuk organisasi,
harus diatur sedemikian rupa, sehingga memungkinkan pemuasan kebutuhan-
kebutuhan pokok manusia.

3. Fungsi Kebudayaan bagi Manusia

Kebudayaan masyarakat mempuyai fungsi yang sangat besar bagi


manusia dan masyarakat. Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi
atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di dalam
melindungi masyarakat terhadap lingkungan didalamnya. Dalam tindakan-
tindakannya untuk melindungi diri terhadap lingkungan alam, pada taraf
permulaan, manusia bersikap menyerah dan semata-mata bertindak dalam
batas-batas untuk melindungi dirinya. Taraf tersebut masih banyak
dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang hingga kini masih rendah taraf
kebudayaannya. Pada masyarakat yang sudah kompleks dimana taraf
kebudayaannya lebih tinggi. Hasil kebudayaan manusia tersebut berupa
teknologi, memberikan kemungkinan-kemungkinan yang sangat luas
untuk memanfaatkan hasil alam dan menguasai alam.

Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana


seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau mereka
berhubungan dengan orang lain. Akan tetapi, setiap orang akan selalu
menciptakan kebiasan bagi dirinya sendiri. Kebisaan merupakan suatu
perilaku pribadi. Menurut Ferdinand Tonnies, kebiasan memiliki 3 arti:

1. Dalam arti yang menunjuk pada suatu kenyataan yang bersifat


obyektif. Artinya bahwa seseorang biasa melakukan perbuatan-
perbuatan tadi dalam tata cara hidupnya. Contohnya, kebiasan untuk
bangun pagi
2. Dalam arti bahwa kebiasaan tersebut dijadikan kaidah bagi seseorang,
norma mana diciptakannya untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini orang
bersangkutanlah yang menciptakan suatu perilaku bagi dirinya sendiri.
3. Sebagai perwujudan kemauan atau keinginan seseorang untuk nernuat
sesuatu.

Jadi kebiasaan tersebut menunjuk pada suatu gejala pada bahwa


seseorang di dalam tindakan-tindakannya selalu ingin melakukan hal-hal
yang teratur baginya. Kebiasaan-kebiasaan yang baik dan diakui serta
dilakukan pula oleh orang-orang lain yang semasyarakat. Kebiasaan
dijadikan patokan bagi orang lain, bahkan mungkin dijadikan peraturan.
Kebiasaan yang dijadikan kebiasaan yang teratur oleh seseorang, kemudia
dijadikan dasar bagi hubungan antara orang-orang tertentu, sehingga
tingkah laku atau tindakan masing-masing dapat diatur dan itu semuanya
menimbulkan norma atau kaidah. Kaidah yang timbul dari masyarakat
sesuai dengan kebutuhannya pada suatu saat, lazimnya dinamakan adat
istiadat. Disamping adat istiadat ada kaidah-kaidah yang dinamakan
peraturan (hukum), yang biasanya sengaja dibuat dan mempunyai sanksi
tegas. Peraturan bertujuan membawa suatu keserasian dan memperhatikan
hal-hal yang bersangkutan dengan keadaan lahiriyah maupun batiniah
manusia. Peraturan (hukum) yang tertulis sifatnya seringkali terlampau
kaku dan biasanya kurang dapat mengikuti kepesatan perkembangan dan
kebutuhan-kebutuhan masyarakat..

Didalam masyarakat terdapat apa yang dinamakan pola-pola


perilaku. Pola-pola perilaku merupakan cara-cara masyarakat bertindak
atau berkelakuan yang sama dan harus diikuti oleh semua anggota
masyarakat. Setiap tindakan manusia dalam masyarakat selalu mengikuti
pola-pola perilaku masyarakat tadi. Pola-pola perilaku berbeda dengan
kebiasaan. Kebiasaan merupakan cara bertindak seseorang anggota
masyarakat yang kemudian diakui dan mungkin diikuti oleh orang lain.
Pola perilaku dan norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan pada
khusunya apabila seseorang berhubungan dengan orang-orang lain.
Kebiasaan tidak perlu dilakukan seseorang di dalam hubungannya dengan
orang lain.

4. Sifat Hakikat Kebudayaan


Walaupun setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang saling
berbeda satu dengan yang lainnya, namun setiap kebudayaan mempunyai
sifat hakikat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan di manapun
juga. Sifat hakikat kebudayaan tadi adalah sebagai berikut:

1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.


2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu
generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi
yang bersangkutan.
3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah
lakunya.
4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-
kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-
tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan.

Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan, akan tetapi


bila seseorang hendak memahami sifat hakikatnya yang esensial, terlebih
dahulu harus memecahkan pertentangan-pertentangan yang ada di
dalamnya, yaitu:

1. Di dalam pengalaman manusia, kebudayaan bersifat universal. Akan


tetapi perwujudan kebudayaan mempunyai ciri-ciri khusus yang sesuai
dengan situasi maupun lokasinya. Sebagaimana diuraikan pada
permulaan bab ini, masyarakat dan kebudayaan adalah suatu
dwitunggal yang tak dapat dipisahkan. Hal itu mengakibatkan bahwa
setiap masyarakat manusia mempunyai kebudayaan atau dengan lain
perkataan, kebudayaan bersifat universal: atribut dari setiap
masyarakat di dunia ini. Akan tetapi apabila seseorang dari masyarakat
tertentu berhubungan dengan seseorang yang menjadi anggota
masyarakat yang berlainan, maka dia akan sadar bahwa adat-istiadat
kedua masyarakat tersebut tidak sama. Hal itu disebabkan pendukung
kebudayaan tersebut yaitu, kedua masyarakat tadi, mempunyai
pengalaman-pengalaman yang berbeda satu dengan lainnya. Artinya,
perbedaan kedua kebudayaan tersebut terletak pada perbedaan latar-
belakangnya. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa sifat
universal kebudayaan memungkinkan berwujudnya kebudayaan yang
berbeda, halmana tergantung pada pengalaman pendukungnya yaitu
masyarakat. Contoh: bangsa Indonesia, bangsa Malaysia, bangsa
Amerika, bangsa Eropa mempunyai kebudayaan (jadi bersifat
universal). Akan tetapi, masing-masing kebudayaan mempunyai ciri-
ciri khusus yang berbeda dengan yang lain, karena masing-masing
bangsa mempunyai latar-belakang sendiri-sendiri. Bahkan di Indonesia
ada bermacam-macam suku bangsa, dan setiap suku bangsa
mempunyai ciri-ciri kebudayaanya tersendiri yang sesuai dengan latar
belangnya masing-masing.

2. Kebudayaan bersifat stabil di samping juga dinamis, dan setiap


kebudayaan mengalami perubahan-perubahan yang kontinu. Setiap
kebudayaan pasti mengalami perubahan atau perkembangan-
perkembangan, hanya kebudayaan yang mati saja yang bersifat statis.
Seringkali suatu perubahan di dalam kebudayaan tidak terasa oleh
anggota-anggota masyarakat. Cobalah perhatikan potret diri-sendiri
dari beberapa tahun yang lalu; pasti anda tertawa melihat corak
pakaian yang dipakai waktu itu. Tanpa melihat potret tersebut mungkin
tidak akan disadari bahwa salah satu unsur kecil dalam kebudayaan
telah mengalami perubahan. Contoh-contoh lain yang tampak kecil
dapat diperhatikan, misalnya bentuk pulpun, model sepatu, menu
makanan, bentuk buku tulis serta segala macam benda yang dijumpai
sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. Walaupun yang ditinjau
adalah masyarakat yang seolah-olah tampaknya statisseperti misalnya
kehidupan pada masyarakat-masyarakat asli di pedalaman Indonesia,
namun pasti ada perubahan. Mungkin perubahan itu dapat dijumpai
pada kebiasaan memberikan mas kawin yang mula berwujud benda-
benda magis, kemudian diganti dengan uang. Dengan demikian
mempelajari kebudayaan, selalu harus diperhatikan hubungan antara
unsur yang stabil dengan unsur-unsur yang mengalami perubahan.
Sudah tentu bahwa terdapat perbedaan derajat pada unsur-unsur yang
berubah tersebut, halmana harus disesuaikan dengan kebudayaan yang
bersangkutan. Biasanya, unsur-unsur kebendaan seperti teknologi,
lebih bersifat terbuka untuk suatu proses perubahan, ketimbang unsur
rohaniah seperti struktur keluarga, kode moral, sistem kepercayaan,
dan lain sebagainya.

3. Kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia,


walaupun hal itu jarang disadari oleh manusia itu sendiri. Gejala
tersebut secara singkat dapat diterangkan dengan penjelasan bahwa
kebudayaan merupakan atribut manusia. Namun tak mungkin
seseorang mengetahui dan meyakini seluruh unsur kebudayaannya.
Betapa sulitnya bagi seorang individu untuk menguasai seluruh unsur-
unsur kebudayaan yang didukung oleh masyarakat. Sehingga, seolah-
olah kebudayaan dapat dipelajari secara terpisah dari manusia yang
menjadi pendukungnya. Jarang bagi seorang asal Indonesia untuk
mengetahui kebudayaan Indonesia sampai pada unsur-unsur yang
sekecil-kecilnya, padahal kebudayaan tersebut menentukan arah serta
perjalanan hidupnya.

5. Kepribadian dan Kebudayaan


Sebagaimana diuraikan dalam bab terdahulu, pengertian
masyarakat menunjuk pada sejumlah manusia, sedangkan pengertian
kebudayaan menunjuk pada pola-pola perilaku yang khas dari masyarakat
tersebut. Masyarakat dan kebudayaan sebenarnya merupakan perwujudan
atau abstraksi perilaku manusia. Kepribadian mewujudkan perilaku
manusia. Perilaku manusia dapat dibedakan dengan kepribadiannya,
karena kepribadian merupakan latar-belakang perilaku yang ada dalam diri
seorang individu. Kekuatan kepribadian bukanlah terletak pada jawaban
atau tanggapan manusia terhadap suatu keadaan, akan tetapi justru pada
kesiapannya di dalam memberikan jawab dan tanggapan.

Jawaban dan tanggapan merupakan perilaku seseorang. Sebagi


misal, apabila seseorang harus menyelesaikan perselisihan yang terjadi
antara dua orang. Keinginannya untuk menyelesaikan perselisihan,
keinginan untuk tidak mengacuhkan ataupun keinginan mempertajam
perselisihan tersebut, merupakan kepribadiannya, sedangkan tindakannya
dalam mewujudkan keinginan tersebut merupakan perilakunya. Mungkin
kepribadian dapat diberi batasan sebagaimana dikatakan Theodore M.
Newcomb, yaitu bahwa kepribadian merupakan organisasi sikap-sikap
(predispositions) yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap
perilaku. Kepribadian menunjuk pada organisasi sikap-sikap seseorang
untuk berbuat, mengetahui, berpikir, dan merasakan secara khususnya
apabila dia berhubungan dengan orang lain atau menanggapi suatu
keadaan. Karena kepribadian merupakan abstraksi individu dan
kelakuannya sebagaimana halnya dengan masyarakat dan kebudayaan,
maka ketiga aspek tersebut memiliki hubungan yang saling pengaruh-
mempengaruhi satu dengan lainnya. Hubungan tersebut digambarkan
dalam diagram. (diagram 1)

MASYARAKAT KEBUDAYAAN

INDIVIDU

DAN

PERILAKUNYA

KEPRIBADIAN
Gambar diagram 1

Sebenarnya kepribadian adalah organisasi faktor-faktor biologis,


psikologis, dan sosiologis yang mendasari perilaku individu. Kepribadian
mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap, dan lain-lain sifat khas yang
dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan
dengan orang lain. Seorang sosiolog terutama akan menaruh perhatiannya
pada perwujudan perilaku individu yang nyata, pada waktu individu
tersebut berhubungan dengan individu-individu lainnya. Wujud perilaku
tersebut dinamakan juga peranan, yaitu perilaku yang berkisar pada pola-
pola interaksi manusia. Dasar-dasar pokok perilaku seseorang adalah
faktor-faktor biologis dan psikologis. Walaupun seorang sosiolog hanya
menaruh perhatian khusus pada kepribadian yang terwujud dalam
interaksi. Akan tetapi faktor-faktor biologis dan psikologis juga penting
baginya, karena faktor-faktor sosiologi dalam perkembangannya berkisar
pada faktor-faktor biologis dan psikologis.

Faktor-faktor biologis dapat mempengaruhi kepribadian secara


langsung. Misalnya, seorang yang mempunyai badan yang lemah (secara
fisik), dapat mempunyai sifat rendah diri yang tebal. Beberapa faktor
biologis yang penting adalah misalnya sistem syaraf, watak seksual, proses
pendewasaan, dan juga kelainan-kelainan biologis. Faktor-faktor
psikologis yang dapat mempengaruhi kepribadian adalah unsur
temperamen, kemampuan belajar, perasaan, keterampilan, keinginan, dan
lain sebagainya.

Dalam setiap masyarakat, akan dijumpai suatu proses, di mana


seorang anggota masyarakat yang baru (misalnya seorang bayi) akan
mempelajari norma-norma kebudayaan masyarakat di mana dia menjadi
anggota. Proses tersebut dinamakan juga proses socialization. Ia
merupakan suatu proses dipandang dari sudur masyarakatnya. Sebaliknya
bila hal itu ditinjau dari sudut seorang individu maka socialization adalah
suatu proses mendapatkan pembentukan sikap untuk berperilaku yang
sesuai dengan perilaku kelompoknya. Secara sosiologis, kepribadian
seseorang didapat melalui proses di atas yang dimulai sejak kelahirannya.
Pada tahap itu, dia muai mempelajari pola-pola perilaku yang berlaku
dalam masyarakatnya dengan cara mengadakan hubungan dengan orang
lain, pertama-tama dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Lambat laun
setelah menjadi anak-anak, dia mulai dapat membedakan dirinya dengan
orang lain yang berada di sekitarnya. Dia mulai sadar bahwa ada orang
lain di samping dirinya sendiri. Yang bersangkutan juga menyadari bahwa
perbuatan-perbuatan yang dilakukannya juga dilakukan oleh orang-orang
lain di sekitarnya, dan dia mulai sadar akan keadaan di sekelilingnya.
Memang, mula-mula segala sesuatu diajarkan oleh orang tua dan saudara-
saudaranya, seperti perbuatan mana yang boleh dilakukan dan mana yang
tidak. Dengan demikian dia mulai menyadari bahwa apabila dia mengikuti
petunjuk-petunjuk orang tuanya pasti perbuatan-perbuatannya akan
disukai orang lain. Dengan demikian, apabila dia melanggar petunjuk-
petunjuk tersebut, maka dia akan mendapat teguran. Secara bertahap, dia
akan mempunya konsep tentang dirinya sendiri yang didasarkan pada
dugaan tentang pendapat orang-orang perihal dirinya. Kesadaran akan
dirinya sendiri dapat diamati dari tingkah laku anak tersebut dalam
permainan, mungkin terhadap alat-alat permainan atau mungkin pula
terhadap teman-teman sepermainannya. Sifat-sifat tadi makin lama makin
berkembang dengan bertambah dewasanya individu tersebut. Itu semuanya
menghasilkan peran individu dalam kelompoknya. Jelaslah betapa
kepribadian setiap individu dalam satu masyarakat akan berbeda dengan
kepribadian individu lainnya. Walaupun demikian setiap masyarakat
mempunyai pola perilaku yang berlaku umum, yang membatasi perilaku
individu adalah kepribadiannya. Apabila diperhatikan kebiasaan-kebiasaan
masyarakat di dunia ini, akan dijumpai perilaku-perilaku yang di satu
masyarakat dilarang, di lain masyarakat malah tidak menjadi persoalan.
Misalnya mengeluarkan bunyi berdesis dari mulut pada orang Inggris,
dianggap sebagai perbuatan yang menghina. Akan tetapi di Jepang,
tindakan tadi dianggap sebagai tanda menghargai orang yang berasal dari
derajat sosial yang lebih tinggi. Sedangkan di kalangan orang-orang
Basuto di Afrika, bunyi desis dianggap sebagai tepuk tangan.

Suatu misal lain adalah perbuatan meludah. Di kalangan orang


Indonesia dan bahkan di sebagian besar masyarakat-masyarakat di dunia,
perbuatan tersebut dianggap sebagi perbuatan tidak sopan. Akan tetapi
orang-orang Masai di Afrika menganggap perbuatan tadi sebagai tanda
terimakasih atau tanda suka pada seseorang. Banyak lagi contoh hidup
yang dapat membuktikan betapa besarnya pengaruh kebudayaan terhadap
perilaku seseorang serta kepribadian yang terdapat di baliknya. Dalam
menelaah pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian, sebaiknya dibatasi
pada bagian kebudayaan yang secara langsung mempengaruhi
kepribadian.
Mungkin bagian tadi dapat digambarkan dengan istilah
kebudayaan khusus atau sub-culture. Untuk membatasi diri pada hal-hal
yang penting, maka uraian di bawah akan dikaitkan pada tipe-tipe
kebudayaan khusus yang nyata mempengaruhi bentuk kepribadian, yakni :
1. Kebudayaan-kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan. Di sini
dijumpai kepribadian yang saling berbeda antara individu-individu
yang merupakan anggota suatu masyarakat tertentu, karena masing-
masing tinggal di daerah yang tidak sama dan dengan kebudayaan-
kebudayaan khusus yang tidak sama pula. Ambillah suatu contoh di
Indonesia ini; adat-istiadat melamar mempelai di Minangkabau,
lazimnya pihak wanita yang melamar, sedangkan di Lampung pada
umumnya pihak laki-lakilah yang melamar calon istrinya. Suatu
contoh lain adalah “jiwa berdagang”; ciri-ciri tersebut tampak dengan
nyata pada orang-orang Tapanuli dan Minangkabau misalnya, dari
orang-orang Jawa. Banyak contoh-contoh lainnya yang dapat
dikemukakan atas dasar faktor regional tersebut.
2. Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda (urban dan rural ways of
life). Cobalah ambil contoh perbedaan antara seorang anak yang
dibesarkan di kota dengan seorang anak yang dibesarkan di desa. Anak
kota terlihat lebih berani untuk menonjolkan diri di antara tema-
temannya dan sikapnya lebih terbuka untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan sosial dan kebudayaan yang tertentu. Sedangkan seorang
anak yang dibesarkan di desa lebih mempunyai sikap percaya pada diri
sendiri dan lebih banyak mempunyai sikap menilai (sense of value).
Lain contoh adalah bahwa orang kota lebih individualisme, karena
kebudayaan di kota menciptakan suatu pergaulan hidup di mana
kepada individu diserahkan mengurus nasibnya sendiri-sendiri. Hal ini
disebabkan di kota terdapat aneka macam pekerjaan yang mempunyai
sifat-sifat yang lain. Orang-orang di desa lebih rukun. Pekerjaan
mereka yang rata-rata bertani, memerlukan sikap gotong-royong untuk
mengerjakan tanah serta pekerjaan-pekerjaan lain. Sikap
tradisionalistis yang kuat pada orang desa memperkecil kemungkinan
untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan hidup.
3. Kebudayaan khusu kelas sosial. Di dalam setiap masyarakat akan
dijumpai lapisan sosial karena setiap masyarakat mempunyai sikap
menghargai yang tertentu terhadap bidang-bidang kehidupan yang
tertentu pula. Dengan demikian kita mengenal lapisan sosial yang
tinggi, rendah dan menengah. Himpunan orang-orang yang merasa
dirinya tergolong pada lapisan sosial tertentu, hal mana diakui
masyarakat, itu dinamakan kelas sosial. Masing-masing kelas sosial
punya kebudayaannya masing-masing, menghasilkan kepribadian yang
tersendiri pula pada setiap diri anggota-anggotanya. Apabila diambil
contoh kehidupan di Jakarta ini, maka akan dapat diambil bukti-bukti
nyata. Ambillah cara berpakaian, etika dalam pergaulan, cara mengisi
waktu senggang, bahasa yang dipergunakan dan lain sebagainya. Dari
kenyataan-kenyataan tadi dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai
kepribadian masing-masing yang berbeda satu dengan lainnya.
4. Kebudayaan khusus atas dasar agama. Agama juga mempunyai
pengaruh besar di dalam membentuk kepribadian seorang individu.
Bahkan adanya berbagai mazhab di dalam satu agamapun melahirkan
pula kepribadian yang berbeda-beda di kalangan umatnya.
5. Kebudayaan berdasarkan profesi. Pekerjaan atau keahlian juga
memberi pengaruh besar pada kepribadian seseorang. Kepribadian
seorang dokter, misalnya, berbeda dengan kepribadian seorang
pengacara dan itu semua berpengaruh pada suasana kekeluargaan dan
cara-cara mereka bergaul. Perilaku demikian, tentunya lebih
dimengerti oleh teman-teman sejawatnya yang mempunyai pekerjaan
dan keahlian yang sama. Contoh lain adalah diri seseorang yang
dididik untuk menjadi militer juga mempunyai kepribadian yang
sangat erat hubungannya dengan tugas-tugasnya. Keluarganya suda
biasa untuk berpindah tempat tinggal sewaktu-waktu ataupun untuk
ditinggalkan selama waktu yang lama

Dari beberapa kenyataan di atas, dapatlah diambil kesimpulan,


betapa besarnya pengaruh kebudayaan terhadap pembentukan kepribadian.
Akan tetapi dalam perkembangan pembentukan kepribadian tersebut tidak
hanya kebudayaan yang memainkan peranan pokok. Organisme biologis
seseorang, lingkungan alam dan sosialnya juga memberi arah.
Inti kebudayaan setiap masyarakat adalah sistem nilai yang dianut
oleh masyarakat pendukung kebudayaan bersangkutan. Sistem nilai
tersebut mencakup konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap
buruk (sehingga harus dihindari) dan apa yang dianggap baik (sehingga
harus selalu dianuti). Dengan demikian, dikenal pembedaan antara nilai-
nilai yang positif dengan nilai-nilai yang negatif.
Oleh karena sistem nilai tersebut bersifat abstrak (bahkan sangat
abstrak), maka perlu diketengahkan beberapa indikator nilai-nilai tersebut:
1. Konsepsi mengenai hakikat hidup
2. Konsepsi mengenai hakikat karya
3. Konsepsi mengenai hakikat waktu
4. Konsepsi mengenai hakikatlingkungan alam
5. Konsepsi mengenai hakikat lingkungan sosial

Masing-masing indikator menghasilkan nilai-nilai tertentu yang


mungki dianggap positif maupun negatif. Kemungkinan-kemungkinann
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Hakikat hidup
Hidup pada hakikatnya buruk.
Hidup pada hakikatnya buruk, tetapi harus diikhtiarkan agar menjadi baik.
Hidup pada hakikatnya baik.
2. Hakikat karya
Karya adalah untuk mencapai kedudukan dengan atribut-atribut konsumtif.
Karya adaah untuk karya.
Karya adalah untuk meningkatkan karya.
3. Hakikat waktu
Orientasi ke masa lampau.
Orientasi ke masa kini.
Orientasi ke masa depan.
4. Hakikat lingkungan alam
Pasrah pada lingkungan alam.
Memanfaatkan lingkungan alam.
Menguasai lingkungan alam.
5. Hakikat lingkungan sosial
Orientasi pada Atasan.
Menutamakan pribadi.
Penyerasian antarakepentingan pribadi dengan kepentingan umum.
Ada kemungkinan bahwa nilai-nilai tersebut berlaku sekaligus di
dalam lingkungan hidup tertentu, yang senantiasa dihubungkan dengan
konteks kehidupan tertentu. Di dalam konteks X misalnya, berlaku nilai
orientasi ke atasan yang kuat, akan tetapi di dalam konteks Y, cenderung
berlaku nilai mengutamakan pribadi, dan seterusnya. Dengan demikian,
maka nilai orientasi ke atasan dalam konteks X dianggap sebagai nilai
positif, akan tetapi apabila nilai tersebut ada di dalam konteks Y, maka hal
itu danggap sebagai nilai yang negatif.
Nilai-nilai tersebut (misalnya yang positif) dikongkritkan ke dalam
norma-norma. Norma-norma tersebut merupakan patokan atas pedoman
untuk berperilaku secara pantas. Misalnya, ada nilai positif yang
menyatakan bahwa manusia harus menepati janjinya, nilai tersebut, antara
lain, terwujud di dalam norma (hukum) yang berbunyi “perjanjian berlaku
sebagai undang-undang bagi pembuatnya”.

6. Gerak Kebudayaan
Seorang sosiolog dalam mempelajari kebudayaan sebagai hasil
masyarakat, tidak akan membatasi diri pada struktur kebudayaan tersebut,
yaitu unsur-unsurnya yang statis, akan tetapi perhatiannya juga dicurahkan
pada gerak kebudayaan tersebut. Dalam uraian-uraian sebelumnya telah
diterangkan bahwa tak ada kebudayaan yang statis, semua kebudayaan
mempunyai dinamika atau gerak. Gerak kebudayaan sebenarnya adalah
gerak manusia gerak manusia yang hidup di dalam masyarakat yang
menjadi wadah kebudayaan tadi. Gerak manusia terjadi oleh sebab dia
mengadakan hubunan-hubungan dengan manusia lainnya. Artinya, karena
terjadinya hubungan antar kelompok manusia di dalam masyarakat.
Perihal gerak tersebut, akan diuraikan dalam satu bab tersendiri tentang
proses-proses sosial. Di sisi, hanya akan disinggung garis besar akulturasi
saja.
Akulturasi terjadi bila suatu kelompok manusia dengan suatu
kebudayaan yang tertentu dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan
asing itu dengan lambat-laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Proses akulturasi di dalam sejarah kebudayaan manusia telah terjadi dalam
masa-masa yang silam. Biasanya suatu masyarakat hidup bertetangga
dengan masyarakat-masyarakat lainnya dan antara mereka terjadi
hubungan-hubungan, mungkin, dalam lapangan perdagangan,
pemerintahan dan sebagainya. Pada saat itulah unsur masing-masing
kebudayaan saling menyusup. Proses migrasi besar-besaran, dahulu kala,
mempermudah berlangsungnya akulturasi tersebut. Beberapa masalah
yang menyangkut proses tadi adalah :
1. Unsur-unsur kebudayaan asing manakah yang mudah diterima,
Pada umumnya unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima
adalah :
a. Unsur kebudayaan kebendaan seperti alat-peralatan yang terutama
sangat mudah dipakai dan dirasakan sangat bermanfaat bagi
masyarakat yang menerimanya. Sebagai contoh adalah alat tulis-
menulis yang banyak dipergunakan orang indonesia yang diambil dari
unsur-unsur kebudayaan Barat.
b. Unsur-unsur yang terbukti membawa manfaat besar, misalya radio
transistor yang banyak membawa kegunaa terutama sebagai alat mass-
media.
c. Unsur-unsur yang dengan mudah disesuaikan dengan keadaan
masyarakat yang menerima unsur-unsur tersebut, seperti mesin
penggiling padi yang dengan biaya murah serta pengetahuan teknis
yang sederhana, dapat digunakan untuk memperlengkapi pabrik-pabrik
penggilingan.
2. Unsur-unsur kebudayaan asing manakah yang sulit diterima,
Unsur-unsur kebudayaan yang sulit diterima oleh suatu masyarakat
adalah misalnya :
a. Unsur yang menyangkut sistem kepercayaan seperti ideologi, falsafah
hidup dan lain-lain
b. Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi.
Contoh yang paling mudah adalah sol makanan pokok suatu
masyarakat. Nasi sebagai makanan pokok sebagian besar masyarakat
Indonesia sukar sekali diubah dengan makanan pokok yang lain.
3. Individu-individu manakah yang cepat menerima unsur-unsur yang
baru,
Pada umumnya generasi muda dianggap sebagai individu-individu
yang cepat menerima unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui
proses akulturasi. Sebaliknya generasi tua, dianggap sebagai orang-orang
kolot yang sukar menerima unsur baru. Hal ini disebabkan oleh karena
norma-norma yang tradisional sudah mendarah daging dan menjiwai
(sudah internalized) sehingga sukar sekali untuk mengubah norma-norma
yang sudah demikian meresapnya dalam jiwa generasi tua tersebut.
Sebaliknya belum menetapnya unsur-unsur atau norma-norma tradisional
dalam jiwa generasi muda, menyebabkan bahwa mereka lebih mudah
menerima unsur-unsur baru yang kemungkinan besar dapat mengubah
kehidupan mereka.
4. Ketegangan-ketegangan apakah yang timbul sebagai akibat akulturasi
tersebut.
Suatu masyarakat yang terkena proses akulturasi, selalu ada kelompok
individu-individu yang sukar sekali atau bahkan tak dapat menyesuaikan
diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Perubahan-perubahan
dalam masyarakat dianggap oleh golongan tersebut sebagai keadaan krisis
yang membahayakan keutuhan masyarakat. Apabila mereka merupakan
golongan yang kuat, maka mungkin proses perubahan dapat ditahannya.
Sebaliknya bila mereka berada di pihak yang lemah, maka mereka hanya
akan dapat menunjukkan sikap yang tidak puas.
Proses akulturasi yang berjalan dengan baik, dapat menghasilkan
integrasi antara unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur
kebudayaan sendiri. Dengan demikian, unsur-unsur kebudayaan asing
tidak lagi dirasakan sebagai hal yang berasal dari luar, akan tetapi sebagai
unsur-unsur kebudayaan sendiri. Unsur-unsur asing yang diterima,
tentunya lebih terdahulu mengalami proses pengolahan, sehingga
bentuknya tidaklah asli lagi sebagai semula. Sebagai misal, sistem
pendidikan di Indonesia, untuk sebagian besar diambil dari unsur-unsur
kebudayaan Barat. Akan tetapi sudah disesuaikan serta diolah sedemikian
rupa, sehingga merupakan unsur-unsur kebudayaan sendiri. Namun tidak
mustail timbul kegoncangan kebudayaan (cultural shock), sebagai akiabt
masalah-masalah yang dijumpai dalam proses akulturasi. Kegoncangan
kebudayaan terjadi, apabila warga masyarakat mengalami disorientasi dan
frustasi, di mana muncul perbedaan yang tajam antara cita-cita dengan
kenyataan yang disertai dengan terjadinya perpecahan-perpecahan di
dalam masyarakat tersebut.

7. Cara meningkatkan budaya di Sekolah


Peran kultur di sekolah akan sangat mempengaruhi perubahan sikap
maupun perilaku dari warga sekolah. Kultur sekolah yang positif akan
menciptakan suasana kondusif bagi tercapainya visi dan misi sekolah,
demikian sebaliknya kultur yang negatif akan membuat pencapaian visi
dan misi sekolah mengalami banyak kendala.
Cara meningkatkan kultur di sekolah:
1.      Hadapi masalah/Problem Solving
Murid diajak berdiskusi untuk memecahkan suatu maslaah konkrit.
2.      Reflective Thinking/Critical Thinking
Murid secara pribadi atau kelompok diajak untuk membuat catatan
refleksi atau tanggapan atas suatu artikel, peristiwa, kasus, gambar,
foto, dan lain-lain.
3.      Dinamika kelompok (Group Dynamic)
Murid banyak dilibatkan dalam kerja kelompok secara kontinyu
untuk mengerjakan suatu proyek kelompok.
4.      Membangun suatu komunitas kecil (Community Building)
Murid satu kelas diajak untuk membangun komunitas atau
masyarakat mini dengan tatanan dan tugas-tugas yang mereka
putuskan bersama secara demokratis.
5.      Membangun sikap bertanggung jawab (Responsibility Building)
Murid diserahi tugas atau pekerjaan yang konkrit dan diminta
untuk membuat laporan sejujur-jujurnya.

1. Karakteristik budaya di sekolah


Kehidupan selalu berubah. Dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak mengalami perubahan. Perubahan-perubahan itu
dapat terjadi karena pengaruh lingkungan dan pendidikan. Pengaruh
lingkungan yang kuat adalah di sekolah karena besar waktunya di
sekolah. Sekolah memegang peranan penting dan strategis dalam
mengubah, memodifikasi, dan mentransformasikan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan keterampilan yang berhubungan dengan
kebutuhan anak untuk hidup di masyarakat sesuai dengan tuntutan
jamannya.
Studi terhadap sekolah-sekolah yang berhasil atau efektif dapat
diperoleh gambaran bahwa mereka mempunyai lima karakteristik
umum seperti yang diungkapkan oleh Steven dan Keyle (editor)
(1985) sebagai berikut:
a. Sekolah memiliki budaya sekolah yang kondusif
b. Adanya harapan antara para guru bahwa semua siswa dapat
sukses
c. Menekankan pengajaran pada penguasaan ketrampilan
d. Sistem tujuan pengajaran yang jelas bagi pelaksanaan
monitoring dan penilaian keberhasilan kelas
e. Prinsip-prinsip sekolah yang kuat sehingga dapat memelihara
kedisiplinan siswa
Penciptaan budaya sekolah dapat dilakukan melalui :
a) Pemahaman tentang budaya sekolah
b) Pembiasaan pelaksanaan budaya sekolah
c) Reward and punishment

2. Peran budaya di sekolah

Dalam terminologi kebudayaan, pendidikan yang berwujud


dalam bentuk lembaga atau instansi sekolah dapat dianggap sebagai
pranata sosial yang di dalamnya berlangsung   interaksi antara
pendidik dan peserta didik sehingga mewujudkan suatu sistem nilai
atau keyakinan,dan juga  norma maupun kebiasaan yang di pegang
bersama. Pendidikan sendiri adalah suatu proses budaya. Masalah
yang terjadi saat ini  adalah nilai-nilai yang mana yang seharusnya
dikembangkan atau dibudayakan dalam proses pendidikan yang
berbasis mutu itu. Dengan demikian sekolah menjadi tempat dalam
mensosialisasikan nilai-nilai budaya yang tidak hanya terbatas pada
nilai-nilai keilmuan saja, melainkan semua nilai-nilai kehidupan
yang memungkinkan mampu mewujudkan manusia yang berbudaya.

Djemari (2003) membagi karekteristik peran kultur sekolah


berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi tiga yakni :

1. Bernilai Strategis
Budaya yang dapat berimbas dalam kehidupan
sekolah secara dinamis. Misalnya memberi peluang pada
warga sekolah untuk bekerja secara efisien, disiplin dan
tertib. Kultur sekolah merupakan milik kolektif bukan milik
perorangan, sehingga sekolah dapat dikembangkan dan
dilakukan oleh semua warga sekolah.
2. Memiliki Daya Ungkit

Budaya yang memliki daya gerak akan mendorong


semua warga sekolah untuk berprestasi, sehingga kerja guru
dan semangat belajar siswa akan tumbuh karena dipacu dan
di dorong, dengan dukungan budaya yang memiliki daya
ungkit yang tinggi. Misalnya kinerja sekolah dapat
meningkat jika disertai dengan imbalan yang pantas,
penghargaan yang cukup, dan proporsi tugas yang
seimbang. Begitu juga dengan siswa akan meningkat
semangat belajranya, bila mereka diberi penghargaan yang
memadai, pelayanan yang prima, serta didukung dengan
sarana yang memadai.

3. Berpeluang Sukses

Budaya yang berpeluang sukses adalah budaya yang


memiliki daya ungkit dan memiliki daya gerak yang tinggi.
Hal ini sangat penting untuk menumbuhkan rasa
keberhasilan dan rasa mampu  untuk melaksanakan tugas
dengan baik. Misalnya budaya gemar membaca. Budaya
membaca di kalangan siswa akan dapat mendorong mereka
untuk banyak tahui tentang berbagai macam persoalan yang
mereka pelajari di lingkungan sekolah. Demikian juga bagi
guru mereka semakin banyak pengetahuan yang diperolah,
tingkat pemahaman semakin luas, semua ini dapat
berlangsung jika disertai dengan kesadaran, bahwa mutu/
kualitas yang akan menentukan keberhasilan seseorang.

8. Cara membangun budaya di masyarakat


a. Melestarikan dan menghargai budaya lokal
Tradisi budaya lokal merupakan bagian penting dalam
menanamkan rasa bermasyarakat, dan membantu memberikan rasa
identitas kepada mereka. Oleh karenanya pengembangan
masyarakat akan berupaya mengidentifikasi elemen-elemen
penting dari budaya lokal dan melestarikannya. Tradisi ini meliputi
sejarah lokal dan peninggalan berharga, kerajinanyang berbasis
lokal, makanan lokal atau hal lainnya. Pengaruh eksternal dapat
memisahkan tradisi-tradisi budaya lokai ini, dan strategi
masyarakat yang cermat diperlukan jika tradisi tersebut ingin
dilestarikan. Masyarakat perlu mengidentifikasi apa komponen
yang unik dan signifikan dari warisan budayanya, dan untuk
menentukan komponen mana yang hendak dipertahankan. Oleh
karena itu, sebuah rencana dapat disusun tentang bagaimana
mencapainya, misalnya kegiatan di balai masyarakat,
membangun industi lokal yang berbasis budaya lokal.
b. Melestarikan dan menghargai budaya asli atau pribumi
Ketika dikemukakan bahwa budaya asli hanyalah kasus
tertentu dalam budaya lokal, dinamika yang berbeda yang
mengelilingi budaya asli berarti budaya asli ini diperlakukan
sebagai hal yang terpisah. Ada dua hal utama yang mendasarinya
yaitu, pertama klaim istimewa yang dimiliki orang-orang pribumi
terhadap lahan atau daerah dan terhadapstruktur
komunitas tradisional yang berkembang seleras dengan lahan atau
daerah selama periode waktu jauh lebih lama
daripada kolonisasi baru.  Komunitas merupakan hal penting bagi
kelangsungan budaya dan kelangsungan spritual, dalam arti
penting kelesetarian budaya tradisional merupakan kebutuhan yang
lebih penting bagi orang-orang pribumi daripada orang lain
kebanyakan.
c. Multikulturalisme
Kata ini lazimnya menunjukkan pada kelompok etnis yang
berbeda yang tinggal di satu masyarakat tetapi mempertahankan
identitas budaya yang berbeda.  Oleh karena itu, fokus ini yaitu
pada etnisitas dan fitur budaya dari kelompok-kelompok etnis yang
berbeda.  Kebiasaan-kebiasaan dalam budaya yang
relatif homogen tampak hilang, masyarakat harus sampai pada
kehidupan bermasyarakat yang multikultural.  Bagi beberapa
orang, hal ini terjadi karena ketakutan, ancaman, kerugian
dan raisal serta ketegangan budaya dan pengucilan.
Keanekaragama latarbelakang budaya merupakan realitas bagi
banyak masyarakat, dan oleh karena itu merupakan aspek yang
penting dari pembangunan masyarakat.  Benturan nilai-nilai
budaya dan problem-problem yang dialami oleh perseorangan
dan keluarga memberikan suasana ketidakstabilan dan kecemasan
selama mereka berusaha menemukan sebuah cara melalui konflik
ini.  Strategi yang digunakan dalam
keadaan multikulturalisme yaitu mencakup bekerja dengan
pemuka-pemuka masyarakat, meningkatkan kesadaranpenduduk,
dan menghadapi rasisme.
d. Budaya partisipatori
Aktivitas budaya merupakan fokus penting untuk identitas
masyarakat, partisipasi, interaksi sosial dan pengembangan
masyarakat.  Satu cara untuk mendorong masyarakat yang sehat
yaitu dapat mendorong partisipasi yang luas dalam aktivitas
budaya, sehingga seni, musik, teater, tarian dan olahraga menjadi
sesuatu yang mereka lakukan, bukan yang mereka tonton.  Hal ini
telah menjadi fokus dari banyak program pengembangan budaya
masyrakat; partisipasi budaya dapat dilihat sebagai cara penting
untuk membangun modal sosial, memperkuat masyarakat dan
menegaskan identitas. Aktivitas-aktivitas yang mungkin dilakukan
akan berbeda-beda tergantung pada budaya lokal, budaya lokal dan
faktor-faktor lain.  Budaya parsipatif juga memiliki potensi untuk
mencapai lebih dari memperkuat modal sosial dan bangunan
masyrakat.  Partisipasi dalam aktivitas budaya merupakan bagian
penting untuk membantu orang-orang dari suatu masyarakat untuk
memperoleh kembali budaya mereka sendiri dan menolak ikut
campur dari pihak di luar mereka.
- Pengembangan budaya dalam diri manusia
a. Penyesuaian Biologis
Kondisi alam yang telah semakin berubah seiring
dengan perusakan lingkungan sebagai akibat dari global
ekonomi. Membuat manusia sulit untuk menyesuaikan
dirinya secara biologis terhadap budaya yang berkembang
seperti perkembangan budaya yang bertentangan dengan
nilai dan norma masyarakat sebelumnya.
b. Penyesuaian Sosial
Pengembangan budaya yang bertele-tele dan terlalu
di luar ambang batas norma dan nilai sosial yang ada
sebelumnya, akan terasa sedikit sulit untuk disesuaikan
dengan kondisi sosial masyarakatnya.
- Proses
a. Internalisasi
Manusia mempunyai bakat yang telah terkandung
dalam gennya untuk mengembangkan berbagai
macamperasaan,hasrat, nafsu, dan emosi dalam upaya
pengembangan budayanya. Perasaan yang lahir dari
manusia adalah manusia yang tidak pernah merasa puas,
sehingga ia berupaya untuk selalu melakukan
pengembangan-pengembangan dalam dirinya yang
mempengaruhi perubahan pada budaya mereka sendiri.
b. Sosialisasi
Berkaitan erat dengan kajian sistem sosial dalam
masyarakat itu sendiri. Kita memahami buadaya dari
proses sosialisasiturun-temurun, namun adakalanya, proses
sosialisasi ini tidak sempurna dilakukan oleh generasi
sebelumnya sehingga, membuat budaya yang lama
terkadang diambil bagian yang sesuai dengan kondisi
sekarang. Sehingga budaya yang ada dulu belum tentu ada
untuk saat ini, karena juga dipengerahui oleh global
ekonomi yang sedang berlangsung dalam kalangan
masyarakat.
c. Enkulturasi
Hal ini tidak lepas dari pengaruh dari luar
masyarakat penganut budaya asli, proses ini menjadi faktor
pendorong utama dalam peningkatan atau penurunan nilai
pada suatu budaya dalam masyarakat. Dengan itu, aspek ini
yang berada di luar masyarakat, menjadi indikator yang
sangat penting dalam proses pengembangan budaya dewasa
ini.
- Nilai
Semakin bernilai hasil dari upaya pengembangan
budaya ini bagi masyarakat maka semakin besar harapan
untuk meningkatkan budaya tersebut. Jika penghargaan
yang diberikan antar satu masyarakat ke masyarakat
lainnya dianggap bernilai, maka orang-orang yang
melakukan perilaku-perilaku yang sesuai dengan nilai
budaya yang baru tersebut, mereka akan mendapat prestise
dari masyarakat lainnya.

9. Ringkasan
1. Masalah kebudayaan juga diperhatikan dalam sosiologi, karena
kebudayaan dan masyarakat manusia merupakan dwitunggal yang tidak
terpisahkan. Pembedanya hanya untuk kepentingan ilmiah dan analisis.
2. Istilah kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, merupakan
bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Culture berasal
dari kata Latin colere yang berarti mengolah atau mengerjakan.
3. Kebudayaan adalah semua hasil dari karya, rasa dan cita-cita masyarakat.
4. Adanya tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai culturals-
universals menurut C. Kluckhohn :
a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
b. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
c. Sistem kemasyarakatan
d. Bahasa
e. Kesenian
f. Sistem pengetahuan
g. Religi
Cultural universals menurut Ralph Linton :
a. Cultural-activity
b. Trait-complex
c. Traits
d. Items
5. Kebudayaan berguna bagi manusia yaitu untuk melindungi diri terhadap
alam, megatur hubungan antar manusia dan sebagai wadah dari segenap
perasaan manusia.
6. Setiap kebudayaan mempunyai sifat-sifat hakikat sebagai berikut :
a. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia
b. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu
generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi
yang bersangkutan.
c. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah-
lakunya
d. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban,
tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang
dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan.
7. Pembentukan kepribadian individu dipengaruhi oleh faktor-faktor
kebudayaan, organisme biologis, lingkungan alam dan lingkungan sosial
individu tersebut.
8. Tak ada kebudayaan yang statis. Setiap keudayaan mempunyai dinamika.
Gerak tersebut merupakan akibat dari gerak masyarakat yang menjadi
wadah kebudayaan.
9. Akulturasi merupakan proses di mana suatu kelompok manusia dengan
suatu kebudayaan tertentu, dihadapkan pada unsur-unsur suatu
kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur
kebudayaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah kedalam
kebudayaan sendiri, tanpa menyababkan hilangnya kepribadian
kebudayaan itu sendiri. Akulturasi merupakan salah satu contoh gerak
kebudayaan.
BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
Budaya sekolah yang positif akan mendorong semua warga sekolah
untuk bekerjasama yang didasarkan saling percaya, mengundang
partisipasi seluruh warga, mendorong munculnya gagasan-gagasan baru,
dan memberikan kesempatan untuk terlaksananya pembaharuan di sekolah
yang semuanya ini bermuara pada pencapaian hasil terbaik. Budaya
sekolah yang baik dapat menumbuhkan iklim yang mendorong semua
warga sekolah untuk belajar, yaitu belajar bagaimana belajar dan belajar
bersama. Akan tumbuh suatu iklim bahwa belajar adalah menyenangkan
dan merupakan kebutuhan, bukan lagi keterpaksaan.Belajar yang muncul
dari dorongn diri sendiri, intrinsic motivation, bukan karena tekanan dari
luar dalam segala bentuknya. Akan tumbuh suatu semangat di kalangan
warga sekolah untuk senantiasa belajar tentang sesuatu yang memiliki
nilai-nilai kebaikan.

Budaya sekolah yang baik dapat memperbaiki kinerja sekolah, baik


kepala sekolah, guru, siswa, karyawan maupun pengguna sekolah
lainnya. Situasi tersebut akan terwujud manakala kualifikasi budaya
tersebut bersifat sehat, solid, kuat, positif, dan professional. Dengan
demikian suasana kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat
terus maju, dorongan untuk bekerja keras dan belajar mengajar dapat
diciptakan.
Budaya sekolah yang baik akan secara efektif menghasilkan kinerja
yang terbaik pada setiap individu, kelompok kerja/ unit dan sekolah
sebagai satu institusi, dan hubungan sinergis antara tiga tingkatan tersebut.
Budaya sekolah diharapkan memperbaiki mutu sekolah, kinerja di sekolah
dan mutu kehidupan yang diharapkan memiliki ciri sehat, dinamis atau
aktif, positif dan profesional. Dan hal ini akan terlihat ketika individu
terjun ke masyarakat.

Budaya sekolah sehat memberikan peluang sekolah dan warga


sekolah berfungsi secara optimal, bekerja secara efisien, energik, penuh
vitalitas, memiliki semangat tinggi, dan akan mampu terus berkembang.
Oleh karena itu, budaya sekolah ini perlu dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soerjono Soekanto.2000.Sosiologi suatu Pengantar.Jakarta: Raja Grafindo


Persada.
2. Syahrial Syarbaini Rusdiyanta.2009.Dasar-Dasar Sosiologi.Yogyakarta:
Graha Ilmu.
3. Koentjaraningrat.2009.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta: Rineka Cipta.
4. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pengembangan_budaya diunduh pada 15
April 2016 pukul 19.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai