Anda di halaman 1dari 94

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI DAN PERILAKU MEROKOK

YANG MENYEBABKAN ISPA DI WILAYAH RW 01 KELURAHAN


GADINGKASRI KECAMATAN KLOJEN KOTA MALANG
Disusun untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen
Komunitas
Di Wilayah Kerja Puskesmas Bareng Kota Malang

Oleh :
KELOMPOK 1B/PSIK 2013
Komang Sanisca
170070301111071
Dian Retno Pratiwi
170070301111017
Lut fika Daru.A 170070301111025
Kamelia 170070301111021
Mala Rozaqo Tio.P 170070301111077
Ely Fitriyatus S 170070301111027
Putri Dewi A 170070301111037
Irfan Marsuq 170070301111063
Puput Lifvaria P A 170070301111048
Adelita Dwi A 170070301111060
Wahyuni 170070301111099

PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah pada diastolik dan
diastolik secara hilang timbul atau menetap. Menurut Joint National
Committee on Detection, Evaluation and Treatmentof High Blood Pressure
(2003) pengertian hipertensi merupakan tekanan yang lebih tinggi dari 140/90
mmHg. Hipertensi sangat erat hubungannya dengan faktor gaya hidup dan
pola makan. Gaya hidup sangat berpengaruh pada bentuk perilaku atau
kebiasaan seseorang yang mempunyai pengaruh positif maupun negatif
pada kesehatan. Banyak penyakit akibat gaya hidup yang berhubungan erat
dengan kebiasaan hidup yang salah sedangkan untuk mencapai kondisi fisik
dan psikis tetap prima dibutuhkan serangkaian kebiasaan maupun gaya
hidup yang sehat. Seseorang dikatakan sehat apabila menghindari kebiasaan
yang buruk seperti, meminum alkohol, merokok, dan pola makan yang tidak
seimbang, sedangkan kebiasaan yang baik seperti tidak merokok, tidak
meminum alkohol, mengatur pola makan dan meminum obat secara teratur
(Dewi, 2009).
Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi pasien hipertensi untuk
dapat mengatasi kekambuhan atau melakukan pencegahan agar tidak terjadi
komplikasi. Upaya pencegahan terhadap pasien hipertensi bisa dilakukan
melalui mempertahankan berat badan, menurunkan kadar kolesterol,
mengurangi konsumsi garam, diet tinggi serat, mengkonsumsi buah-buahan
dan sayuran serta menjalankan hidup secara sehat (Ridwan, 2009).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan
bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA
akan menyerang host, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun.
Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak-anak dan paling
sering menjadi satu-satunya alasan untuk datang ke rumah sakit atau
puskesmasuntuk menjalani perawatan inap maupun rawat jalan. Anak di
bawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh
yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Danusantoso, 2012).
Menurut Muttaqin faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian
ISPA pada umumnya adalah faktor sosio-demografi, biologis, perumahan dan
kepadatan serta polusi. Faktor sosio-demografi meliputi usia, jenis kelamin,
pendidikan orang tua, dan penghasilan keluarga. Faktor biologi meliputi
status gizi, pemberian ASI eksklusif. Faktor polusi dalam ruangan meliputi
tidak adanya cerobong asap, kebiasaan ayah merokok dan adanya perokok
selain ayah. Faktor perumahan dan kepadatan meliputi keadaan lantai,
dinding, jumlah penghuni kamar yang melebihi 2 orang, dan ventilasi rumah
(Christi, Rahayuning, dan Nugraheni, 2015).
Berdasarkan data dari WHO tahun 2000, menunjukkan sekitar 972
juta orang atau 26,4% penduduk dunia menderita hipertensi, dengan
perbandingan 50,54% pria dan 49,49 % wanita. Jumlah ini cenderung
meningkat tiap tahunnya (Ardiansyah, 2012). Menurut Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2004, prevalensi hipertensi di Indonesia
sekitar 14% dengan kisaran 13,4- 14,6%, sedangkan pada tahun 2008
meningkat menjadi 16-18% (Kementerian Kesehatan, 2010). World Health
Organization (WHO) pada tahun 2011 di New York jumlah penderita ISPA
adalah 48.325 anak dan memperkirakan dinegara berkembang berkisar 30-
70 kali lebih tinggi dari negara maju dan diduga 20% dari bayi yang lahir di
negara berkembang gagal mencapai usia 5 tahun dan 26-30% dari kematian
anak disebabkan oleh ISPA. (Kemenkes, 2010).
Penyakit ISPA dan Hipertensi Primer pada tahun 2014 menjadi 10
penyakit terbanyak di Kota Malang dengan jumlah kasus sebanyak 83.708
dan 58.046 kasus. Adapun hasil pengukuran tekanan darah pada usia >18
tahun di pelayanan kesehatan sebanyak 15.765 orang (35,92%) (Profil
kesehatan kota Malang, 2014). Berdasarkan data dari Puskesmas Bareng
pada bulan Januari 2018, penyakit tertinggi yaitu hipertensi sebesar 21,22%
dan ISPA sebanyak 14,63%. Selain itu, didukung dengan hasil pengkajian
yang dilakukan cukup banyak ditemukan penduduk yang menderita
hipertensi terkontrol maupun tidak. Dan ada pula warga dengan riwayat TBC.
Melihat dari data di atas, penting untuk melaksanakan pembinaan
kesehatan di wilayah tersebut untuk menurunkan tingkat kejadian Hipertensi
dan ISPA dengan cara yakni fokus pada pemberdayaan masyarakat dalam
mengontrol kesehatan dan pola hidup sehat. Tujuan dari melakukan kontrol
tekanan darah secara teratur merupakan suatu hal untuk mencapai dan
mempertahankan tekanan darah sistolik dibawah rentang normal 140 mmHg
dan tekanan diastolik dalam batas normal dibawah 90 mmHg serta
mengontrol faktor-faktor risiko dari hipertensi (Ekarini, 2011).
Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan asuhan keperawatan
komunitas dan keluarga. Keperawatan komunitas dan keluarga merupakan
suatu bentuk pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelayanan promotif
dan preventif tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitative kepada
individu, keluarga, kelompok serta masyarakat. Tindakan penatalaksanaan
tersebut merupakan suatu cara untuk mengurangi angka mortalitas dan
morbiditas penyakit hipertensi dan ISPA, baik secara farmakologi maupun
nonfarmakologi, sehingga diharapkan adanya perubahan perilaku
masyarakat menjadi lebih baik.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menerapkan asuhan keperawatan komunitas pada RW 1 RT 1-9
Kelurahan Gadingkasri Kecamatan Klojen Kota Malang dengan masalah
kesehatan Hipertensi dan ISPA melalui penerapan pola hidup sehat
dalam pencegahan hipertensi dan ISPA dengan pendekatan edukatif
pada individu, keluarga, kelompok khusus ataupun pada komunitas
tertentu dalam rangka mewujudkan tercapainya masyarakat RW 1 yang
sehat.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mampu berkomunikasi secara efektif dengan tokoh masyarakat dan
semua anggota masyarakat.
b. Mampu mengumpulkan dan menganalisa data kesehatan yang
ditemukan di masyarakat.
c. Menetapkan diagnosis keperawatan komunitas pada masyarakat RW
1 RT 1-9 Kelurahan Gadingkasri Kecamatan Klojen Kota Malang.
d. Mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat RW 1 RT 1-9
Kelurahan Gadingkasri Kecamatan Klojen Kota Malang.
e. Mampu memberikan promosi kesehatan kepada masyakat untuk
menurunkan tingkat kejadian dan resiko Hipertensi maupun ISPA.
f. Mampu bekerja sama dengan masyarakat dalam melaksanakan
kegiatan sesuai dengan program yang disepakati.
g. Mampu mengevaluasi hasil dari implementasi keperawatan komunitas
yang telah dilakukan dan memberikan rencana tindak lanjut dari
masalah yang diatasi.

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Mahasiswa


a. Mampu mengaplikasikan ilmu keperawatan komunitas secara nyata di
masyarakat.
b. Menambah wawasan dan pengalaman dalam menemukan,
menganalisa dan menyelesaikan masalah keperawatan di komunitas.

1.3.2 Bagi Masyarakat


Masyarakat dapat mengenali masalah kesehatan yang dihadapi dalam
komunitas dan memberikan promosi kesehatan yang bermanfaat untuk
menambah wawasan serta ilmu pengetahuan masyarakat terkait masalah
Hipertensi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep
2.1.1 Pengertian Community As Partner
Konsep Community as Partner diperkenalkan Anderson dan McFarlane
yang merupakan pengembangan dari model Neuman yang menggunakan
pendekatan totalitas manusia untuk menggambarkan status kesehatan klien.
Komunitas sebagai klien/partner berarti bahwa kelompok masyarakat tersebut
turut berperan serta secara aktif dalam meningkatkan kesehatan, mencegah dan
mengatasi masalah kesehatannya (Ekasari, 2006).
Model community as partner ada dua komponen penting yaitu roda
pengkajian komunitas dan proses keperawatan. Roda pengkajian komunitas
terdiri dari dua bagian utama yaitu inti (core) sebagai intrasistem terdiri dari
demografi, riwayat, nilai dan keyakinan komunitas. Ekstrasistemnya terdiri dari
delapan subsistem yang mengelilingi inti yaitu lingkungan fisik, pendidikan,
keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, pelayanan kesehatan dan
sosial, komunikasi, ekonomi dan rekreasi. Sedangkan proses keperawatan yang
dimaksud mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan
evaluasi (Mubarak, 2009).

2.1.2 Pengkajian Community as Partner


Pengkajian komunitasadalahuntuk mengidentifikasifaktor(positifdan
negatif) yang berhubungan dengan kesehatan dalamrangkamembangun
strategiuntuk promosikesehatan. Pengkajian meliputidemografi,riwayat,
nilaikeyakinandan riwayatkesehatanindividu yangdipengaruhioleh sub system
komunitas yang terdiri dari lingkungan fisik, pendidikan, keamanan dan
transportasi, politik dan pemerintahan, pelayanan kesehatan dan sosial,
komunikasi, ekonomi dan rekreasi.Aspek-aspek tersebut
dikajimelaluipengamatanlangsung, datastatistik,angketdan wawancara.
a. Data inti
1. Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas
Riwayat terbentuknya sebuah komunitas (lama/baru). tanyakan pada
orang-orang yang kompeten atau yang mengetahui sejarah area atau
daerah itu.
2. Data demografi
Karakteristik orang-orang yang ada di area atau daerah tersebut,
distribusi (jenis kelamin, usia, status perkawinan, etnis), jumlah penduduk,
3. Vital statistic
Meliputi kelahiran, kematian, kesakitan dan penyebab utama kematian
atau kesakitan.
4. Nilai dan kepercayaan
Nilai yang dianut oleh masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan,
kepercayaan-kepercayaan yang diyakini yang berkaitan dengan
kesehatan, kegiatan keagamaan di masyarakat, kegiatan-kegiatan
masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai kesehatan.
b. Subsistem
1. Lingkungan fisik
Catat lingkungan tentang mutu air, flora, perumahan, ruang, area hijau,
binatang, orang-orang, bangunan buatan manusia, keindahan alam, air,
dan iklim.
2. Pelayanan kesehatan dan sosial
Catat apakah terdapat klinik, rumah sakit, profesi kesehatan yang praktek,
layanan kesehatan publik, pusat emergency, rumah perawatan atau panti
werda, fasilitas layanan sosial, layanan kesehatan mental, dukun
tradisional/pengobatan alternatif.
3. Ekonomi
Catat apakah perkembangan ekonomi di wilayah komunitas tersebut maju
dengan pesat, industri, toko, dan tempat-tempat untuk pekerjaan, adakah
pemberian bantuan sosial (makanan), seberapa besar tingkat
pengangguran, rata-rata pendapatan keluarga, karakteristik pekerjaan.
4. Keamanan dan transportasi
Jenis transportasi publik dan pribadi yang tersedia di wilayah komunitas,
catat bagaimana orang-orang bepergian, apakah terdapat trotoar atau
jalur sepeda, apakah ada transportasi yang memungkinkan untuk orang
cacat. jenis layanan perlindungan apa yang ada di komunitas (misalnya:
pemadam kebakaran, polisi, dan lain-lain), apakah mutu udara di monitor,
apa saja jenis kegiatan yang sering terjadi, apakah orang-orang merasa
aman.
5. Politik dan pemerintahan
Catat apakah ada tanda aktivitas politik, apakah ada pengaruh partai
yang menonjol, bagaimana peraturan pemerintah terdapat komunitas
(misalnya: pemilihan kepala desa, walikota, dewan kota), apakah orang-
orang terlibat dalam pembuatan keputusan dalam unit pemerintahan lokal
mereka.
6. Komunikasi
Catat apakah oaring-orang memiliki tv dan radio, apa saja sarana
komunikasi formal dan informal yang terdapat di wilayah komunitas,
apakah terdapat surat kabar yang terlihat di stan atau kios, apakah ada
tempat yang biasanya digunakan untuk berkumpul.
7. Pendidikan
Catat apa saja sekolah-sekolah dalam area beserta kondisi, pendidikan
lokal, reputasi, tingkat drop-out, aktifitas-aktifitas ekstrakurikuler, layanan
kesehatan sekolah, dan tingkat pendidikan masyarakat.
8. Rekreasi
Catat dimana anak-anak bermain, apa saja bentuk rekreasi utama, siapa
yang berpartisipasi, fasilitas untuk rekreasi dan kebiasaan masyarakat
menggunakan waktu senggang (Mubarak, 2009).

2.2 Penyakit terbanyak di komunitas

2.2.1 Hipertensi

2.2.1.1 Defisini Hipertensi

Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah baik tekanan sistolik


dan diastolik serta merupakan suatu faktor terjadinya kompilikasi
penyakit kardiovaskuler (Soekarsohardi: 1999).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik
diatas standar dihubungkan dengan usia (Gede Yasmin: 1993).
Dari definisi – definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolic diatas
normal sesuai umur dan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
komplikasi penyakit kardiovaskuler.

2.2.1.2 Etiologi hipertensi


Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat digolongkan menjadi 2
yaitu:
1. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih
belum dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan
sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres
psikologis, dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita
hipertensi tergolong hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong
hipertensi sekunder.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya
dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan
kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal
(hiperaldosteronisme), dan lain- lain. Karena golongan terbesar dari
penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan
pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.
Berdasarkan faktor akibat hipertensi terjadi peningkatan
tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:jantung
memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada
setiap detiknya. Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri
akibat usia lanjut. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi
kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung
memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap
denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada
biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Bertambahnya cairan
dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini
terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah
dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Oleh
sebab itu, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami
pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah
akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Berdasarkan faktor pemicu, hipertensi dibedakan atas yang
tidak dapat dikontrol seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Pada 70-
80% kasus hipertensi primer didapatkan riwayat hipertensi di dalam
keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua,
maka dugaan hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak
dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah
satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor
genetik mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti
kegemukan/obesitas, stress, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi
alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap
timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan hipertensi,
diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang
bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf para simpatis adalah saraf yang
bekerja pada saat kita tidak beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan
tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress
berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal
ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok
masyarakat yang tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan kegemukan merupakan ciri khas
dari populasi hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan
yang erat dengan terjadinya hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum
dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi
penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi
volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi
dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.

2.2.1.3 Patofisiologi hipertensi


Jantung adalah sistim pompa yang berfungsi untuk
memompakan darah keseluruh tubuh, tekanan teresebut bergantung
pada factor cardiac output dan tekanan peririfer. Pada keadaan
normal untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh yang
meningkat diperlukan peningkatan cardiac output dan tekanan
perifer menurun.
Konsumsi sodium (garam) yang berlebihan akan
mengakibatkan meningkatnya volume cairan dan pre load sehingga
meningkatkan cardiac output. Dalam sistim renin – angiotensin -
aldosteron pada patogenesis hipertensi, glandula supra renal juga
menjadi faktor penyebab oleh karena faktor hormon. Sistim renin
mengubah angiotensin menjadi angiotensin I kemudian angoitensin I
menjad angiotensin II oleh Angitensi Convertion Enzym (ACE).
Angiotensin II mempengaruhi Control Nervus Sistim dan
nervus perifer yang mengaktifkan sistim simpatik dan menyebabkan
retensi vaskuler perifer meningkat. Disamping itu angiotensin II
mempunyai efek langsung terhadap vaskuler smoot untuk
vasokonstruksi renalis. Hal tersebut merangsang adrenal untuk
mengeluarkan aldosteron yang akan meningkatkan extra fluid
volume melalui retensi air dan natrium. Hal ini semua akan
meningkatkan tekanan darah melalui peningkatan cardiac output
(Jurnlistik international cardiovaskuler, 1999 ).

2.2.1.4 Manifestasi klinis hipertensi


Mekanisme terjadinya hipertensi gejala-gejala hipertensi antara
lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara
tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat
ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada
selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta
kelumpuhan.

2.2.1.5 Pemeriksaan penunjang hipertensi


1. Hemoglobin/hematokrit: mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor
resiko seperti hipokoagulabilitas, anemia.
2. BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3. Glukosa: Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin
(meningkatkan hipertensi).
4. Kalium serum: hipokalemia dapat mengindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.
5. Kalsium serum: peningkatan kadar kalsium serum dapat
meningkatkan hipertensi.
6. Kolesterol dan trigeliserida serum: peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler).
7. Pemeriksaan tiroid: hipertiroidisme dapat mengakibatkan
vasikonstriksi dan hipertensi.
8. Kadar aldosteron urin dan serum: untuk menguji aldosteronisme
primer (penyebab).
9. Urinalisa: darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi
ginjal dan atau adanya diabetes.
10. CT scan: mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau
feokromositoma.
11. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan,
gangguan konduksi. Catatan: Luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

2.2.1.6 Penatalaksanaan hipertensi


Penatalaksanaan Non Farmakologis
1. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
2. Nutrisi
Dalam merencanakan menu makanan untuk penderita hipertensi
ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu keadaan berat badan,
derajat hipertensi,aktifitas dan ada tidaknya komplikasi. Sebelum
pemberian nutrisi pada penderita hipertensi ,diperlukan pengetahuan
tentang jumlah kandungan natrium dalam bahan makanan. Makan biasa
( untuk orang sehat rata-rata mengandung 2800 – 6000 mg per hari ).
Sebagian besar natrium berasal dari garam dapur.
Untuk mengatasi tekanan darah tinggi harus selalu memonitor
kadaan tekanan darah serta cara pengaturan makanan sehari-hari. Secara
garis besar ada 4 (empat) macam diit untuk menanggulangi atau minimal
mempertahankan tekanan darah yaitu :
a. Diet rendah garam
Diet rendah garam pada hakekatnya merupakan diet dengan
mengkonsumsi makanan tanpa garam. Garam dapur mempunyai
kandungan 40% natrium. Sumber sodium lainnya antara lain makanan
yang mengandung soda kue, baking powder, MSG (Mono Sodium
Glutamat), pengawet makanan atau natrium benzoat biasanya terdapat
dalam saos,kecap,selai,jelli,makanan yang terbuat dari mentega. Penderita
tekanan darah tinggi yang sedang menjalankan diet pantang garam
memperhatikan hal sebagai berikut :
- Jangan menggunakan garam dapur.
- Hindari makanan awetan seperti kecap, margarin, mentega, keju, terasi,
petis, biscuit, ikan asin, sarden, sosis dan lain-lain.
- Hindari bahan makanan yang diolah dengan menggunakan bahan
makanan tambahan atau penyedap rasa seperti saos.
- Hindari penggunaan baking soda atau obat-obatan yang mengandung
sodium.
- Batasi minuman yang bersoda.
b. Diet rendah kolesterol / lemak.
Didalam tubuh terdapat tiga bagian lemak yaitu kolesterol, trigliserida, dan
fospolipid. Sekitar 25 – 50 % kolesterol berasal dari makanan dapat
diabsorbsi oleh tubuh sisanya akan dibuang lewat faeces. Beberapa
makanan yang mengandung kolesterol tinggi yaitu daging, jeroan, keju,
susu, kuning telur, ginjal, kepiting, hati dan kaviar. Tujuan diet rendah
kolesterol adalah menurunkan kadar kolesterol serta menurunkan berat
badan bila gemuk. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengatur nutrisi
pada hipertensi adalah:
- Hindari penggunaan minyak kelapa, lemak, margarine dan mentega.
- Batasi konsumsi daging, hati, limpa dan jenis jeroan.
- Gunakan susu full cream.
- Batasi konsumsi kuning telur, paling banyak tiga butir per minggu.
- Lebih sering mengkonsumsi tahu, tempe, dan jenis kacang-kacang lainnya.
- Batasi penggunaan gula dan makanan yang manis-manis seperti sirup,
dodol.
- Lebih banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah – buahan.
c. Diet kalori bila kelebihan berat badan.
Hipertensi tidak mengenal usia dan bentuk tubuh seseorang. Meski
demikian orang yang kelebihan berat badan akan beresiko tinggi terkena
hipertensi. Salah satu cara untuk menanggulanginya dengan melakukan
diet rendah kalori, agar berat badannya menurun hingga normal. Dalam
pengaturan nutrisi perlu diperhatikan hal berikut:
- Asupan kalori dikurangi sekitar 25 % dari kebutuhan energi atau 500 kalori
untuk penurunan 0,5 kg berat badan per minggu.
- Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi.
- Perlu dilakukan aktifitas olah raga ringan.
Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulakn intoleransi.
e. Harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh klien.
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.

2.2.1.7 Komplikasi hipertensi

Organ-organ tubuh sering terserang akibat hipertensi antara lain


mata berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan, gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.

2.2.2 ISPA
2.2.2.1 Definisi ISPA
ISPA adalah Infeksi saluran pernafasan yang berlangsung sampai
14 hari yang dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin maupun
udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang
sehat (Depkes RI, 2012).
Infeksi pernafasan akut adalah proses inflamasi yang disebabkan
oleh virus, bakteri, atipikal (mikro plasma) atau aspirasi substansi asing,
yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernafasan
(Wong,D.L2003:458).
2.2.2.2 Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri Penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus,
Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan
Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Micsovirus,
Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpessvirus
(Depkes RI, 2000). Bakteri tersebut di udara bebas akan masuk dan
menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan
hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak yang
kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke
musim hujan (PD PERSI, 2002).
2.2.2.3 Klasifikasi
Menurut Erlien (2008) mengklasifikasikan ISPA sebagai berikut:
a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan
dinding dada kedalam (chest indrawing).
b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa
disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas
cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan
pneumonia

2.2.2.4 Faktor Resiko


Menurut Nastiti (2008) terdapat banyak faktor yang mendasari
perjalanan penyakit ISPA pada anak. Hal ini berhubungan dengan host,
agen penyakit, dan environment. Faktpr – faktor yang dapat
menyebabkan kejadian ISPA antara lain:
1. Ventilasi rumah
2. Kepdatan hunian
3. Pencahayaan
4. Kebiasaan merokok
5. Berat badan lahir rendah (BBLR)
6. Imunisasi
7. Status gizi
2.2.2.5 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infeksi saluran pernafasan akut bergantung
pada tempat infeksi serta mikroorganisme penyebab infeksi. Semua
manifestasi klinis terjadi akibat proses peradangan dan adanya
kerusakan langsung akibat mikroorganisme. Manifestasi klinis antara
lain :
a. Batuk
b. Bersin dan kongesti nasal
c. Pengeluaran mukus dan rabas dari hidung
d. Sakit kepala
e. Demam
f. Malaise (Corwin, 2008)
Menurut Suyudi,2002 gejala ISPA adalah sebagai berikut :
a. Gejala ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika
ditemukan gejala sebagai berikut :
1) Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu
mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau
menangis).
3) Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika
dahi anak diraba dengan punggung tangan terasa panas.
Jika anak menderita ISPA ringan maka perawatan cukup
dilakukan di rumah tidak perlu dibawa ke dokter atau
Puskesmas. Di rumah dapat diberi obat penurun panas yang
dijual bebas di toko-toko atau Apotik tetapi jika dalam dua hari
gejala belum hilang, anak harus segera di bawa ke dokter atau
Puskesmas terdekat.
b. Gejala ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di
jumpai gejala ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai
berikut :
1) Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur
kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada
anak satu tahun atau lebih.
2) Suhu lebih dari 390C.
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak
campak
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
6) Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
7) Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
Dari gejala ISPA sedang ini, orangtua perlu hati-hati karena
jika anak menderita ISPA ringan, sedangkan anak badan
panas lebih dari 390C, gizinya kurang, umurnya empat bulan
atau kurang maka anak tersebut menderita ISPA sedang dan
harus mendapat pertolongan petugas kesehatan.
c. Gejala ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala
ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala
sebagai berikut:
1) Bibir atau kulit membiru
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar)
pada waktu bernapas
3) Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
4) Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
5) Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
6) Nadi lebih cepat dari 60x/menit
7) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
8) Tenggorokan berwarna merah

2.2.2.6 Patofisiologi (terlampir)


2.2.2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan ISPA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
(Rasmaliah, 2004):
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral, oksigendan sebagainya. 
b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila
penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata
dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita
menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain. 
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat
yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan
antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu
parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10
hari.
2.2.2.8 Pencegahan
Keadaan gizi dan keadaan lingkungan merupakan hal yang
penting bagi pencegahan ISPA. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk
mencegah ISPA adalah:
a. Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik
1) Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI
adalah makanan yang paling baik untuk bayi.
2) Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
3) Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi
cukup yaitu mengandung cukup protein (zat putih telur),
karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
4) Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal.
Protein misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu,
karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa atau
minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran,dan
buah-buahan.
5) Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk
mengetahui apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan
perlu diperiksa apakah ada penyakit yang menghambat
pertumbuhan. ( Dinkes DKI,2005).
b. Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi
Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu
mendapatkan imunisasi yaitu DPT . Imunisasi DPT salah
satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit. Pertusis
yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas
(Depkes RI, 2002).
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi
pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak
mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai
penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya
memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan
sehat (Suyudi, 2002).
d. Pengobatan segera
Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang
tua tidak memberikan makanan yang dapat merangsang rasa
sakit pada tenggorokan, misalnya minuman dingin, makanan
yang mengandung vetsin atau rasa gurih, bahan pewarna,
pengawet dan makanan yang terlalu manis. Anak yang
terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter (PD PERSI,
2002).
2.2.2.9 Komplikasi
Menurut Corwin (2008) komplikasi dari ISPA yaitu :
 Bonkitis
 Pneumothorak
 Sinusitis paranasal
 Infeksi telinga tengah (otitis media)
 Radang disekitar jaringan tonsil atau amandel
2.3 Evidence Based Practice Penanganan Hipertensi (Pijat Refleksi Kaki)
2.3.1 Latar Belakang
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan suatu
gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan penurunan suplai
oksigen dan nutrisi Pudiastuti, 2013). Hipertensi juga sering diartikan
sebagai suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 80 mmHg (Muttaqin, 2009).
Hipetensi dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu hipertensi
primer dan sekunder. 90% dari semua kasus hipertensi adalah primer.
Tidak ada penyebab yang jelas tentang hipertensi primer, namun ada
beberapa teori yang menunjukkan bahwa faktor genetik dan perubahan
hormon bisa menjadi fakor pendukung. Hipertensi sekunder merupakan
hipertensi yang diakibatkan oleh penyakit tertentu (Baradero, Dayrit &
Siswadi, 2008).
Komplikasi hipertensi meningkat setiap tahunnya. WHO pada
tahun 2013, menyebutkan bahwa di dunia terdapat 17.000 orang per
tahun meninggal akibat penyakit kardiovaskuler dimana 9.400 orang
diantaranya disebabkan oleh komplikasi dari hipertensi. Prevalensi
hipertensi dunia mencapai 29.2% pada laki-laki dan 24.8% pada
perempuan (WHO, 2013). Prevalensi hipertensi ini akan terus meningkat
dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29 % orang dewasa di seluruh
dunia menderita hipertensi (Kemenkes RI, 2013). Di Indonesia sendiri,
survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI 2013
menyebutkan sekitar 16-31% dari populasi masyarakat Indonesia di
berbagai provinsi menderita hipertensi (Riskesdas RI, 2013).
Penyakit Hipertensi Primer pada tahun 2014 menjadi 10 penyakit
terbanyak di Kota Malang dengan jumlah kasus sebanyak 58.046 kasus.
Adapun hasil pengukuran tekanan darah pada usia >18 tahun di
pelayanan kesehatan sebanyak 15.765 orang (35,92%) (Profil kesehatan
kota Malang, 2014). Berdasarkan data dari Puskesmas Bareng pada
bulan Januari 2018, penyakit tertinggi yaitu hipertensi sebesar 21,22%.
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan di RW 1 Gadingkasri
sebanyak 45 orang dari 261 orang menderita hipertensi. Melihat dari data
di atas, pentingnya pengobatan untuk menurunkan tingkat kejadian
Hipertensi.
Menurut Wirakusumah (2012), pengobatan hipertensi dapat
dilakukan secara farmakologis dan non farmakologis. Pengobatan
farmakologis merupakan pengobatan dengan menggunakan obat-obatan
yang dapat membantu menurunkan serta menstabilkan tekanan darah.
Pengobatan farmakologis memiliki efek samping yaitu dapat
memperburuk keadaan penyakit atau efek fatal lainnya. Efek samping
yang mungkin timbul adalah sakit kepala, pusing, lemas dan mual (Susilo
& Wulandari, 2011). Salah satu alternatif yang tepat untuk menurunkan
tekanan darah tanpa ketergantungan obat dan efek samping adalah
dengan menggunakan non farmakologis (Kowalski, 2010).
Pengobatan non farmakologis dapat digunakan sebagai
pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan pada saat obat anti
hipertensi diberikan (Dalimartha, Purnama, Sutarina, Mahendra &
Darmawan, 2008). Pengobatan non farmakologis yang dapat dilakukan
pada penderita hipertensi meliputi: teknik mengurangi stres, penurunan
berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau, olahraga atau
latihan, relaksasi, dan akupresur merupakan intervensi yang bisa
dilakukan pada terapi hipertensi (Muttaqin, 2009). Intervensi lain yang
dapat dilakukan untuk menurunkan hipertensi adalah pijat refleksi
(Kumar, 2009).
Pijat refleksi adalah suatu praktik memijat titik-titik tertentu pada
tangan dan kaki. Manfaat pijat refleksi untuk kesehatan sudah tidak perlu
diragukan lagi. Salah satu khasiatnya yang paling populer adalah untuk
mengurangi rasa sakit pada tubuh. Manfaat lainnya adalah mencegah
berbagai penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, membantu
mengatasi stress, meringankan gejala migrain, membantu penyembuhan
penyakit kronis, dan mengurangi ketergantungan terhadap obat-obatan
(Wahyuni, 2014).

2.3.2 Metode
- Rancangan penelitian:
Jenis penelitian ini adalah Quasi Experiment Design, dengan pendekatan
non-equivalent control group yang melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.
- Populasi :
 Populasi dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru.
- Teknik sampling :
 Purposive Sampling
 Kriteria inklusi yaitu usia 30-65 tahun, mempunyai tekanan darah ≥
140/90 mmHg, mengonsumsi obat hipertensi, tidak memiliki luka pada
telapak kaki misalnya luka bakar, luka gangren, dan tumor.
- Jumlah sampel :
 Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dengan hipertensi sebayak
30 responden.
- Tempat penelitian :
 Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru.
- Waktu penelitian :
 Penelitian ini dilakukan pada tanggal 31 Maret – 25 Mei 2015.
- Prosedur penelitian :
Teknik pengumpulan data dilakukan pada 30 responden yang dibagi
kedalam 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada
kedua kelompok tekanan darah sistolik dan diastolik dihitung dengan
menggunakan alat sphygmomanometer digital. Penelitian dilakukan pada jam
yang sama, dimana peneliti telah menentukan rentang waktu pengambilan data
untuk setiap responden yaitu dari jam 15.00 – 17.00 WIB. Pada penelitian ini
kelompok eksperimen diberikan terapi pijat refleksi kaki 3 hari berturut-turut
selama 15 menit sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan. Peneliti
menggunakan alat pijat refleksi APIYU II yang dirancang oleh Hasneli (2015).
Pemijatan dilakukan pada titik-titik refleksi di telapak kaki untuk menurunkan
tekanan darah.
- Analisa data :
 Uji Dependent T Tes dan uji Independent T Test
2.3.3 Hasil
 Analisa Univariat
Tabel 1. Dibawah ini berisi tentang distribusi karakteristik responden
pasien hipertensi di wilayah kerja puskesmas lima puluh pekanbaru.
Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas penderita hipertensi primer dalam
penelitian ini berada pada rentang usia 46-55 tahun yaitu sebanyak
46,7% (14 orang), perempuan 83,3% (25 orang), sebagian besar
berpendidikan SMP 36,7% (11 orang), tidak bekerja 63,3% (19 orang),
dan merupakan Suku Melayu dan Batak 60% (18 orang).
Tabel 2. Distribusi Rata-Rata Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik
sebelum dan sesudah Intervensi pada Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol.
Tabel 2 menunjukkan rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik pada
kelompok eksperimen sebelum intervensi adalah 158,66 mmHg dan
94,17 mmHg dengan standar deviasi 4,40 dan 2,09. Sedangkan pada
kelompok kontrol rata-rata tekanan darah sistolik dan diastoliknya adalah
159,51 mmHg dan 94,62 mmHg dengan standar deviasi 2,50 dan 2,94..
Hasil uji homogenitas menggunakan uji t independent terhadap tekanan
darah sistolik dan diastolik sebelum intervensi pada kedua kelompok
didapatkan nilai p value 0,523 dan 0,478 (p>0,05).
 Analisa Bivariat
Tabel 3 Perbedaan Rata-Rata Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik
sesudah Intervensi pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Tabel diatas menunjukkan bahwa hasil uji statistik Independent T Test


didapatkan mean tekanan darah sistolik post test kelompok eksperimen
adalah 152,37 mmHg sedangkan mean post test pada kelompok kontrol
lebih tinggi yaitu 157,08 mmHg. Tabel 8 juga menunjukkan mean tekanan
darah diastolic post test pada kelompok eksperimen yaitu 90,73 mmHg
sedangkan post test kelompok kontrol adalah 93,82 mmHg. Hasil uji
statistic pada mean tekanan darah sistol diperoleh p value 0,009 (p<α)
dan mean tekanan darah diastol diperoleh p value 0,012 (p<α). Hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi pijat refleksi terhadap tekanan
darah pada penderita hipertensi primer.
Tabel 4. Perbedaan Rata-rata Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik
sebelum dan sesudah Intervensi pada Kelompok Eksperimen
Berdasarkan tabel 4, terdapat perbedaan antara mean tekanan darah
sistolik dan diastolik pada kelompok eksperimen. Pada kelompok
eksperimen terjadi penurunan mean tekanan darah sistolik yaitu dari
158,66 mmHg menjadi 152,37 mmHg dengan selisih sebesar 6,29 mmHg.
Tekanan darah diastolic pada kelompok eksperimen juga mengalami
penurunan yaitu sebesar 3,44 mmHg. Berdasarkan uji Dependent T Test
pada kelompok eksperimen diperoleh p value 0,000 (p<α), hasil ini berarti
bahwa ada perbedaan yang signifikan antara mean tekanan darah sistolik
dan diastolik sebelum dan sesudah intervensi.
Tabel 5 Perbedaan Rata-rata Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik
sebelum dan sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol

Pada kelompok kontrol terjadi penurunan mean tekanan darah sistolik


yaitu dari 159,57 mmHg menjadi 157,08 mmHg dengan selisih sebesar
2,42 mmHg. Tekanan darah diastolik pada kelompok kontrol naik sebesar
0,97 mmHg dari 94,62 mmHg menjadi 93,82 mmHg. Berdasarkan uji
Dependent T Test pada kelompok kontrol diperoleh p value sistol 0,031
(p<α). Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara
mean tekanan darah sistolik pre test dan post test pada kelompok kontrol.
Sedangkan untuk p value diastol adalah 0,263 (p>α ). Ini berarti tidak ada
perbedaan yang signifikan antara mean tekanan darah diastol pre test
dan post test pada kelompok kontrol.
2.3.4 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan pada 30 responden yang dibagi kedalam 2
kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok
eksperimen diberikan terapi pijat refleksi kaki 3 hari berturut-turut selama
15 menit sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan. Peneliti
menggunakan alat pijat refleksi APIYU II yang dirancang oleh Hasneli
(2015).
Pemijatan dilakukan pada titik-titik refleksi di telapak kaki untuk
menurunkan tekanan darah. Pada kedua kelompok tekanan darah sistolik
dan diastolik dihitung dengan menggunakan alat sphygmomanometer
digital. Penelitian dilakukan pada jam yang sama, dimana peneliti telah
menentukan rentang waktu pengambilan data untuk setiap responden
yaitu dari jam 15.00 – 17.00 WIB. Hasil uji Independent T Test mean
tekanan darah sistol sesudah intervensi pada kelompok eksperimen dan
kontrol yang tidak diintervensi menunjukkan nilai p value 0,009, dan mean
tekanan darah diastol sesudah intervensi pada kelompok eksperimen dan
kontrol yang tidak diintervensi menunjukkan p value 0,012, berarti nilai p
value < α (0,05), artinya H0 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh terapi pijat refleksi kaki terhadap tekanan darah pada penderita
hipertensi primer. Menurut asumsi peneliti, hal ini mungkin disebabkan
oleh penderita hipertensi yang menjadi responden kooperatif selama
diberikan intervensi serta didukung oleh lingkungan dan suasanan yang
nyaman sehingga penelitian ini dapat berjalan sesuai dengan yang
diinginkan.
Berdasarkan hasil dari uji Dependent T Test pada kelompok
eksperimen diperoleh mean tekanan darah sistol sebelum diberikan terapi
pijat refleksi kaki pada kelompok eksperimen 158,66 mmHg dengan
standar deviasi 4,40 dan sesudah diberikan terapi pijat refleksi kaki mean
tekanan darah sistol mengalami penurunan sebesar 6,29 mmHg menjadi
152,37 mmHg dengan standar deviasi 5,07. Hasil lain diperoleh mean
tekanan darah diastol sebelum diberikan terapi pijat refleksi adalah 94,17
mmHg dengan standar deviasi 2,09 dan sesudah diberikan pijat refleksi
kaki, mean tekanan darah diastol juga mengalami penurunan sebesar
3,44 mmHg menjadi 90.73 mmHg Hasil uji Dependent T Test diperoleh p
value tekanan darah sistol dan diastol 0,000 (p<0,05). Hal ini berarti ada
pengaruh yang signifikan antara mean tekanan darah sistol dan diastol
pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberikan pijat refleksi
kaki.
Penelitian yang dilakukan Nugroho (2012) dengan judul
“Pengaruh Pijat Refleksi Kaki dan Hipnoterapi Terhadap Tekanan Darah
Pada Pasien Hipertensi” didapatkan hasil bahwa pijat refleksi mampu
menurunkan tekanan darah sistol sebesar 23,5 mmHg dan diastol
sebesar 8,42 mmHg. Penelitian lain oleh Zunaidi, Nurhayati, dan Prihatin
(2014) didapatkan hasil bahwa pijat refleksi mampu menurunkan tekanan
darah sistol sebesar 13,8 mmHg dan diastol 13,3 mmHg.
Setelah dilakukan terapi pijat refleksi kaki didapatkan beberapa
orang responden mengatakan badan lebih ringan dan sakit kepala
berkurang. Pendapat ini didukung oleh Wijayakusuma (2006) yang
menyatakan bahwa pijat refleksi kaki dapat memberikan rangsangan
relaksasi yang mampu memperlancar aliran darah dan cairan tubuh pada
bagian-bagian tubuh yang berhubungan dengan titik syaraf kaki yang
dipijat. Sirkulasi darah yang lancar akan memberikan efek relaksasi
sehingga tubuh mengalami kondisi seimbang.
Menurut Tarigan (2009), salah satu cara terbaik untuk
menurunkan tekanan darah adalah dengan terapi pijat. Sejumlah studi
telah menunjukkan bahwa terapi pijat yang dilakukan secara teratur bisa
menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar
hormon stress cortisol, menurunkan sumber depresi dan kecemasan,
sehingga tekanan darah akan terus turun dan fungsi tubuh semakin
membaik. Hal ini terbukti melalui penelitian yang dilakukan
Nugroho (2012) menyimpulkan bahwa pijat refleksi kaki bisa
menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien dengan
hipertensi.
Sementara itu, hasil uji Dependent T Test pada kelompok kontrol
yang tidak diberikan intervensi diperoleh mean tekanan darah sistol pre
test 159,51 mmHg dengan standar deviasi 2,50 dan nilai post test 157,08
mmHg dengan standar deviasi 4,07. Hasil p value diperoleh 0,031
(p<0,05). Sedangkan pada tekanan darah diastol diperoleh mean tekanan
darah pre test adalah 94,62 mmHg dengan standar deviasi 2,99 dan nilai
post test 93,82 mmHg dengan standar deviasi 3,23.
Hasil p value diperoleh 0.263 (p>0.05), ini berarti tidak ada
pengaruh yang signifikan antara mean tekanan darah diastol pada
kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberikan pijat refleksi kaki.
Sesuai dengan penelitian Moeini, Givi, Ghasempour, dan Sadeghi (2011)
yang menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
tekanan sistolik dan diastolik sebelum dan sesudah diberikan intervensi
pada kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan pada hipertensi primer
biasanya terjadi peningkatan tekanan darah yang konstan sehingga
diperlukan usaha untuk mengontrolnya.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
Asuhan keperawatan komunitas dilaksanakan oleh mahasiswa jurusan
keperawatan FKUB melalui praktek keperawatan di masyarakat yang dimulai
pada tanggal 30 April 2018 sampai 9 Juni 2018. Kelompok mendapatkan tempat
praktek RT 01 sampai RT 09 RW 1 Kelurahan Gading Kasri, Kecamatan Klojen,
Malang.

3.1 Tahap Persiapan


Keperawatan komunitas merupakan salah satu departemen dalam pendidikan
profesi keperawatan yang kegiatannya difokuskan pada praktek lapangan. Namun tidak
mengesampingkan tugas jaga mahasiswa di Puskesmas Bareng.

No Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan/Sasaran


1 30 April 2018 Orientasi Puskesmas Puskesmas
Bertemu dengan Ketua Ketua RW
2 02 Mei 2018
RW terkait perizinan
Melakukan koordinasi
dengan ketua kader Ketua Kader
4 05 Mei 2018
kesehatan dan masing- kesehatan, Pak RT
masing ketua RT
Melakukan pengkajian
dengan beberapa metode
yaitu wawancara RT/RW,
kader kesehatan, dan
windshield survey, dan Keluarga
6 03-12 Mei 2018
pengkajian keluarga
dengan alat kueisioner
dari RT 01 sampai RT 09
dengan total sample yang
telah ditentukan
Menganalisa masalah
7 13-18 Mei 2018 yang didapat di RW 01 -
Gading kasri

Sampel dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling dari jumlah


populasi warga di RT 01 sampai RT 09 sejumlah 373 KK, maka jumlah sampel
menggunakan minimal sampel size (Nursalam, 2008).
n=N
1 + N (d)2
Keterangan :
n = sampel
N = populasi
d = nilai presisi 10%, karena jumlah populasi > 100.
Jadi,
n = 373
1 + 373(0.1)2
= 79 KK.
Jadi didapatkan jumlah sampel minimal 79 KK. Pada hari Senin-Kamis,
tanggal 03-12 Mei 2018, mahasiswa melakukan pengkajian kepada warga RW
01. Pengkajian didasarkan pada model pengkajian Anderson yang meliputi
pengkajian terhadap core problem dan 8 subsistem.

3.2 Hasil Pengkajian Core


3.2.1 Riwayat (Sejarah)
3.2.1.1 Perubahan dari segi lingkungan di RW 1 kelurahan Gadingkasri
 Data Hasil Wawancara
Berdasarkan wawancara dengan ketua RW perubahan dari segi
lingkungan di kelurahan Gadingkasri adalah berubahnya wilayah yang
semakin padat penduduk serta banyaknya ruko. Selain itu wilayah
Gadingkasri semakin ramai dengan semakin banyaknya rumah makan
serta ruko dan supermarket.
3.2.1.2 Perubahan dari segi masyarakat di RW 1 kelurahan Gadingkasri
 Data Hasil Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua RW perubahan dari
segi masyarakat di Kelurahan Gadingkasri adalah kesadaran masyarakat
mengenai kesehatan. Dimana masyarakat yang dulunya masih banyak
mengandalkan ke pengobatan alternative kini sudah mulai beralih ke
Pelayanan Kesehatan seperti Posyandu dan Puskesmas. Selain itu
semakin banyakya jumlah penduduk pendatang daripada penduduk asli
yaitu sekitar 70%.

3.2.1.3 Riwayat Penyakit Keluarga


Gambar 3.1 Karakteristik Riwayat Penyakit Keluarga Warga Di RW 1
Kelurahan Gadingkasri
 Data Sekunder dari literature
Berdasarkan data dari Puskesmas Bareng Bulan April 2018 kunjungan
penduduk Kelurahan Gadingkasri didapatkan hasil penyakit terbanyak
adalah Hipertensi 23 orang (42%), Diabetes Melitus 16 orang (30%) dan
Pilek 15 orang (28%).

3.2.2 Data Demografi

3.2.2.2 Data Responden Kelurahan Gadingkasri


3.2.2.1.1 Responden menurut Jenis Kelamin di Kelurahan
Gadingkasri

Gambar 3.2 Karakteristik Responden menurut jenis warga Di RW 1


Kelurahan Gadingkasri
 Data Survei Keluarga Sehat
Berdasarkan hasil survei dari kunjungan keluarga sehat dengan
warga RW 1 Kelurahan Gadingkasri dengan sampel 79 KK didapatkan
hasil dari total 261 responden sebagian besar berjenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 134 responden (51%).

3.2.2.1.2 Responden menurut Usia Warga di Kelurahan Gadingkasri

 Data Survei Keluarga Sehat


Berdasarkan hasil survey dari kunjungan keluarga sehat di RW 1
Kelurahan Gadingkasri dengan sampel 79 KK didapatkan hasil dari total 261
responden, sebagian besar responden dalam kategori rentang usia 18 - <45
tahun yaitu sebanyak 101 responden (39%).
3.2.2.1.3 Responden menurut Agama

Gambar 3.3 Karakteristik Responden menurut Agama Warga Di


RW 1 Kelurahan Gadingkasri
 Data Survei Keluarga Sehat

Berdasarkan data survei keluarga sehat dengan sampel 79


KK di kelurahan Gadingkasri RW 1 didapatkan data bahwa
mayoritas agama responden adalah beragama Islam sebanyak 252
orang (98%) dari total 261 responden. Terdapat masjid di RT 2, 3,
dan 4, gereja dan pura tidak tersedia disana.
 Data Wawancara

Hasil wanwancara dengan ketua RW 1 didapatkan data bahwa


warga mempunyai rutinitas tahlilan setiap kamis malam dan minggu
malam, dan diba’ setiap kamis sore.

3.2.2.1.4 Responden menurut Status Pernikahan di Kelurahan


Gadingkasri

Gambar 3.4 Karakteristik Responden menurut Status Pernikahan Warga


Di RW 1 Kelurahan Gadingkasri
 Data Survei Keluarga Sehat
Berdasarkan hasil survei keluarga sehat pada warga RW 1
Kelurahan Gadingkasri dengan sampel 79 KK didapatkan hasil dari total
261 responden sebagian besar warga telah menikah yaitu sebanyak 138
orang (53%).

3.2.2.1.4 Jenis penyakit yang di derita 3 bulan terakhir


Gambar 3.5 Karakteristik Responden menurut Penyakit Warga Di RW 1
Kelurahan Gadingkasri
 Data survei keluarga sehat
Berdasarkan hasil survei keluarga sehat di RW 1 Kelurahan
Gadingkasri dengan sampel 79 KK terkait penyakit 3 bulan terakhir
didapatkan hasil dari 261 responden terdapat 109 responden yang
mempunyai riwayat ISPA, Hipertensi, DM, dan jantung. Dengan
presentase tertinggi yaitu hipertensi sebanyak 45 responden (55%),
sedangkan pada urutan kedua yaitu riwayat penyakit ISPA sebanyak 24
responden (29%), dan pada urutan ketiga yaitu DM sebanyak 10 warga
(12%).

3.2.3 Suku dan Budaya


3.2.3.1Suku

Gambar 3.6 Karakteristik Responden menurut Suku Warga Di


RW 1 Kelurahan Gadingkasri
 Data survei keluarga sehat
Berdasarkan hasil survei keluarga sehat, dengan sampel 79
KK didapatkan bahwa keseluruhan responden dari suku jawa yaitu
sebanyak 100% (261 orang).

3.2.3.2 Kebiasaan
 Data hasil wawancara
Kebiasaan masyarakat di lingkungan RW 1 Kelurahan
Gadingkasri yaitu acara perkumpulan RT RW 1 yang dilakukan setiap
bulannya pada tanggal 6, perkumpulan tiap RT perbulan, perkumpulan
PKK di RW 1 setiap bulan pada tanggal 7, pengajian rutin setiap minggu
dan terdapat kegiatan kerja bakti setiap minggu pagi. Cara untuk
mengumpulkan masyarakat agar ikut serta yaitu dengan undangan,
ataupun SMS/WA grup.

3.2.4 Value
3.2.4.1 Merokok
 Data Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara, mayoritas warga yang merokok
menganggap merokok adalah hal yang biasa dan menjadi
kebiasaan yang sulit ditinggalkan. Sedangkan bagi anggota
keluarga yang tidak merokok, mengatakan bahwa merokok adalah
perilaku yang mengganggu kesehatan.
3.2.4.2 Konsumsi Sayur dan Buah

Gambar 3.8 Karakteristik Responden menurut Konsumsi Sayur dan Buah


Warga Di RW 1 Kelurahan Gadingkasri
 Data survei keluarga sehat
Berdasarkan hasil wawancara, mayoritas keluarga mengkonsumsi
sayur setiap hari. Sedangkan untuk konsumsi buah, mayoritas warga
mengatakan setidaknya 1 minggu 2-3 kali mengonsumsi buah.
3.2.4.3 Tingkat Konsumsi Alkohol

Gambar 3.9 Karakteristik Responden menurut Konsumsi Alkohol Warga


Di RW 1 Kelurahan Gadingkasri
 Data hasil survei keluarga sehat
Dari hasil survei dengan sampel 79 KK didapatkan data bahwa
semua responden (100%) tidak pernah mengonsumsi alkohol.
3.2.4.6 Keaktifan berolahraga
Gambar 3.20 Karakteristik Frekuensi Olahraga Responden
 Data survei keluarga sehat
Dari hasil keluarga sehat, dengan sampel 79 KK didapatkan data
tertinggi yaitu responden yang sering olahraga 35% (48 orang) dari 126
responden.
Berdasarkan hasil survey dan wawancara, responden (wanita)
mengatakan bahwa aktivitas sehari-harinya adalah mencuci, memasak,
membersihkan rumah yang lumayan menguras tenaga. Untuk kegiatan
olahraga sendiri mereka mengatakan bahwa olahraga dilakukan dengan
cara sepeti jalan kaki, dan aktivitas yang dilakukan sehari-hari

3.2.5 Lingkungan Fisik


3.2.5.1 Gambaran Kelurahan Gadingkasri
 Data sekuder dari literature
Wilayah RW 01 terletak di wilayah Kelurahan Gadingkasri
Kecamatan Klojen Kota Malang provinsi Jawa Timur, terletak di bagian
paling Timur diantara Kelurahan yang ada di Kecamatan Klojen dengan
luas wilayah 56 Ha. Bagian barat dibatasi sungai Ngemplak. Sedang utara,
timur, dan selatan adalah jalan raya. Suhu udara rata-rata antara 23-24⁰C
dengan ketinggian rata-rata dari permukaan air laut antara 440-525m.
A. Batas Administratif

Gambar
3.1 Peta Wilayah
Kelurahan
Gadingkasri

Kelurahan Gadingkasri kecamatan klojen kabupaten malang dengan


batas wilayah :
Sebelah Utara : Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru
dan Kelurahan Oro Dowo Kec. Klojen
Sebelah Timur : Kelurahan Kauman Kec. Klojen
Sebelah Selatan : Kelurahan Bareng Kec. Klojen dan Kelurahan
Pisangcandi Kec. Sukun
Sebelah Barat : Kelurahan Pisangcandi Kec. Sukun dan
Kelurahan Karang Besuki Kec. Sukun
Kelurahan Gadingkasri terdiri dari 6 (enam) Rukun Warga (RW) dan
50 (lima puluh) Rukun Tetangga (RT). RW 1 merupakan wilayah binaan
yang terdiri dari 9 Rukun Warga (RT) dengan batas-batas sebagai berikut:
- Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Bukit Barisan
- Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Tidar
- Sebelah barat berbatasan dengan Sungai
- Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Simpang Gading
Total kepala keluarga di RW 01 Kelurahan Gading Kasri sebagai berikut:
Jumlah Sample
No. RT Jumlah
diambil
1 1 28 KK 9 KK
2 2 60 KK 9 KK
3 3 50 KK 8 KK
4 4 60 KK 9 KK
5 5 35 KK 9 KK
6 6 20 KK 9 KK
7 7 50 KK 9 KK
8 8 30 KK 9 KK
9 9 40 KK 9 KK
TOTAL 373 KK 80 KK

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di RW 1 Gadingkasri


mendapatkan hasil sebagi berikut:

 Rumah penduduk di RW 1 Gadingkasri beberapa berada di dalam


gang dan di pinggir jalan raya, dengan kondisi jalan ada yang
beraspal dan beberapa ada yang berupa paving.
 Akses jalan raya mudah dan ada angkutan umum yang dapat
lewat di rumah RW 1 Gadingkasri yang berada di pinggir jalan
raya. Selain itu, cukup banyak Gojek Online yang tersebar di
wilayah RW 1 Gadingkasri.
 Terdapat pondok pesantren di RT 2 dan 3 RW 1
Gadingkasri.Terdapat tempat ibadah di RT 2, 3, dan 4.
 Kondisi di RW 1 Gadingkasri termasuk lingkungan yang padat
penduduk, karena jarak antar rumah terlalu berdekatan. Sehingga,
banyak rumah yang tidak memiliki halaman di rumahnya. Selain
itu, di RW 1 Gadingkasri banyak rumah kos-kosan maupun
kontrakan.
 Di RT 1 dan 6 dan terdapat bangunan ruko, bank, dan mini
market. Selain itu, banyak toko yang menjual kebutuhan sembako
dan warung makanan di RW 1 Gadingkasri.
 Terdapat septi tank bersama di RT 6, 7, 8, dan 9 sebagai tempat
pembuangan limbah tinja. Selain itu, di RT 2 terdapat bank
sampah untuk pembuangan sampah.
 Ada sungai di RT 5RW 1 Gadingkasri, dimana saat dilakukan
observasi ditemukan adanya sampah di pinggir sungai.
 Diwilayah RW 1 Kel. Gadingkasri terdapat instasi pendidikan yaitu:
SDN Gadingkasri, sekolah PAUD permata bunda dan SMK
Muhamadiyah.
Penilaian Kondisi Rumah Warga RW 1

Gambar 3.11 Penilaian Rumah Sehat Di RW 1 Kelurahan Gadingkasri


 Data survei keluarga sehat
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di 76 rumah warga RW 1
Gadingkasri menunjukkan bahwa sebagian besar kondisi rumah tergolong sehat
sebanyak 64 rumah (84%). Hal ini ditunjukkan dengan keadaan bangunan
permanen, ventilasi >10%, pencahayaan baik, memiliki sumber air bersih, jamban
sehat, sarana air limbah, dan adanya pembuangan sampah. Sedangkan 12 rumah
tergolong rumah tidak sehat karena ventilasi yang <10%, tidak memiliki septi tank,
membuang sampah tidak pada tempatnya (dibuang di sungai). Indikator penilaian
rumah sehat menggunakan Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat yang disusun
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 829/Menkes/Sk/VII/1999 yang
terdiri dari komponen rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni.
3.2.5 Pelayanan Kesehatan Sosial
3.2.5.2 Pelayanan Kesehatan di Kelurahan Gadingkasri
 Data wawancara
Berdasarkan hasil wawancara dengan kader posyandu kelurahan
Gadingkasri pelayanan kesehatan yang ada di kelurahan bareng terdiri
dari: 3 posyandu yaitu posyandu balita, posyandu lansia, Posbindu PTM
(Pos Pembinaan Terpadu untuk Penyakit Tidak Menular).

3.2.6.2 Pelayanan Kesehatan yang dipilih Masyarakat


Gambar 3.22 Karakteristik Pelayanan Kesehatan yang dipilih Responden
 Data survei keluarga sehat
Berdasarkan survei keluarga sehat dengan sampel 79 KK,
didapatkan data sebagian besar responden memilih pelayanan kesehatan
Puskesmas yaitu sebanyak 35 orang (45%) untuk berobat dari total 77
orang.
 Data wawancara
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kader didapatkan hasil bahwa
Fasilitas kesehatan di kelurahan Gadingkasri terdiri dari praktek dokter,
puskesmas dan posyandu. Tidak ada Kejadian Luar Biasa (KLB) pada 3
bulan terakhir. Kader kesehatan berjumlah 15 orang yang tidak merata pada
tiap-tiap RT dan kader BKB 3 orang. Kader kesehatan bertanggungjawab
pada kegiatan posyandu balita, posbindu dan posyandu lansia pada hari
Kamis minggu ke-1 disetiap bulannya. Selain itu, kader mengatakan pernah
dilakukan pelatihan akan tetapi hanya beberapa kader saja yang mengikuti
pelatihan. Terdapat beberapa alat kesehatan di posyandu seperti alat periksa
gula darah dan Tensimeter, namun kader belum bisa menggunakan alat
tersebut.
3.2.6.3 Program pelayanan kesehatan di RW 1 kelurahan Gadingkasri.

 Data wawancara
Menurut wawancara dengan kader posyandu RW 1, pelayanan
kesehatan di RW 1 terdiri dari posyandu (balita, lansia dan posbindu
PTM) yang diadakan setiap hari kamis pada awal bulan sekali di balai
kelurahan Gadingkasri. Berdasarkan wawancara dengan kader posyandu
RW 1 kelurahan Gadingkasri warga yang mengikuti posyandu lansia dan
posbindu ±40 warga dan posyandu balita yang mengikuti ±30 balita di
bulan biasa sedangkan pada pemberian vitamin A bulan Februari dan
Agustus diikuti ±50-60 balita.Tidak ada anggaran khusus untuk program
posyandu dari dinas kesehatan maupun puskesmas, melainkan iuran
warga setiap bulan sekali. Progam penyuluhan kesehatan dilaksanakan
setiap ada mahasiswa KKN di RW 1, kegiatan penyuluhan kesehatan
dilakukan di posyandu dan perkumpulan PKK.
3.2.6.4 Jarak Tempuh ke Pelayanan Kesehatan

Gambar Karakteristik Jarak Tempuh Responden ke Pelayanan


Kesehatan
 Data survei keluarga sehat
Berdasarkan hasil survei, didapatkan pada diagram diatas bahwa
sebanyak 15% (12 KK) responden memiliki jarak tempuh kepelayanan
kesehatan sejauh <1 km, 31% (25 KK) responden menempuh jarak 1 km
untuk kepelayanan kesehatan, 17% (14 KK) responden berjarak 2 km dari
pelayanan kesehatan, jarak tempuh 3 km sebanyak 14% (11 KK)
responden, dan sebanyak 23% (18 KK) responden menempuh jarak >3
km untuk sampai ke pelayanan kesehatan.

3.2.6 Ekonomi
3.2.7.1 Mata Pencaharian Warga Kelurahan Gadingkasri

Gambar 1. Karakteristik Pekerjaan Responden


 Data survei keluarga sehat
Berdasarkan hasil survei, didapatkan data bahwa sebagian besar
responden bekerja sebagai sebagai Wiraswasta sebanyak 33% (71
orang) dari 218 responden.

3.2.7.2 Pendapatan Perbulan

 Data survei
Berdasarkan data survei didapatkan bahwa penghasilan setiap
bulan dari sampel warga RW 01 sebagian besar berpenghasilan sama
dengan UMR yaitu sebanyak 40 orang (64%) dari total 80 sampel.
 Observasi dan Windshield Survey
Berdasarkan hasil windshield survey dan observasi kelompok
bahwa di RW 01 tidak terdapat pasar, namun ada beberapa warga
yang secara pribadi menjual sayuran dan sembako. Di setiap RT
terdapat toko, minimal 1 toko. Pusat perbelanjaan untuk kebutuhan
sayur di RW 01 terdapat di RT 09 dan buka mulai pagi jam 05.30
WIB- 10.00 WIB. Sedangkan untuk kebutuhan sembako terdapat
swalayan Alfarmart di RW 01.
 Key Informan
o Data wawancara
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua RW 01 diperoleh
hasil bahwa sebagian besar pekerjaan masyarakat yaitu karyawan
swasta sebanyak 60% dan 40% adalah wiraswasta. Status
kesejahteraan penduduk belum merata mayoritas tergolong
menengah ke bawah, dan penduduk RW 01 70% pendatang dari
luar, sedangkan 30% penduduk asli Malang. Berdasarkan hasil
wawancara dengan kader juga menyatakan bahwa sebagian besar
penduduk bekerja sebagai karyawan swasta.
3.2.8 Keamanan dan Transportasi
o Data primer dari windshield survey
Berdasarkan hasil observasi kondisi jalan kelurahan Gadingkasri
RW 1 beraspal dan kavling.Alat transortasi yang banyak ditemukan di
daerah Kelurahan Gadingkari RW 1 yaitu kendaraan pribadi (motor dan
mobil), angkotan umum (AT, GML dan JDM) serta ojek online (go-jek dan
grab) yang berlalu lalang. Berdasarkan hasil observasi disekitar RW 1
tidak ada palang ataupun pos kamling.Menurut wawancara dengan ketua
RW 1 Gadingkasri untuk masalah keamanan selama ini belum pernah
ada tindakan kriminal di lingkungan RW 1.

3.2.8.1 Transportasi ke pelayanan kesehatan


Gambar 3.33 Karakteristik Transportasi yang digunakan Oleh Responden
ke Pelayanan Kesehatan
 Data survei
Berdasarkan hasil survei, didapatkan data bahwa sebagian
responden ke pelayanan kesehatan dengan naik sepeda motor yaitu
sebanyak 51 KK (64%) naik sepeda motor dari total 71 KK.

3.2.9 Politik dan Pemerintahan

 Data wawancara

Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua RW 1, tidak ada partai


politik yang mendukung kegiatan warga. Akan tetapi berdasarkan hasil
observasi, terlihat banyak poster kampanye beberapa partai politik yang
dipasang disekitar lingkungan warga. Hal ini berkaitan dengan pemilihan
Gubernur Jawa Timur yang akan dilaksanakan dalam jangka waktu dekat.
Sedangkan untuk organisasi kemasyarakatan yang ada di RW 1 meliputi
perkumpulan RT/RW 1 setiap bulan pada tanggal 6, perkumpulan PKK di
RW 1 setiap bulan pada tangga 7, pengajian rutin setiap minggu dan
terdapat kegiatan kerja bakti yang dilakukan setiap hari minggu pagi.
Selain itu, juga terdapat posyandu balita dan Lansia yang diadakan setiap
bulannya.

3.2.10 Komunikasi
o Data wawancara
Berdasarkan hasil wawancara, kegiatan penyuluhan di RW 01
Gadingkasri dilakukan setidaknya satu bulan sekali. Pemberi penyuluhan
biasanya diberikan oleh ibu kader, mahasiswa kesehatan dan petugas
kesehatan. Untuk tempat pelaksanaanya sering dilakukan di posyandu,
maupun dipertemuan ibu-ibu pkk, sedangkan penyuluhan pada
pertemuan bapak-bapak jarang dilakukan.

3.2.10.1 Alat Komunikasi yang digunakan

o Data survei
Berdasarkan hasil survei, menunjukkan dari total 80 responden
(100%) sebagian besar responden menggunakan alat komunikasi
Handphone dengan prosentase 93%.

3.2.10.2 Sumber Informasi Kesehatan

o Data wawancara
Berdasarkan hasil wawancara dari total 80 responden sebagian
besar responden mendapatkan informasi kesehatan dari Televisi (TV)
sebanyak 60% responden.
o Data windshield survey
Berdasarkan hasil observasi di RW 1 kelurahan Gadingkasri didapatkan
terdapat papan informasi yang tersebar di RT 4, 5, 6,7 dan 9. Papan
tersebut digunakan untuk menempelkan informasi diantaranya poster
kesehatan, poster pemilu, dan pengumuman kegiatan warga.
3.2.11 Pendidikan

 Data survei
Berdasarkan hasil survei, didapatkan hasil bahwa sebagian besar
responden berpendidikan SLTA sederajat sebanyak 83 orang (32%)
3.2.12 Rekreasi

o Data wawancara

Menurut wawancara dengan ketua RW 1 Gadingkasri, di


wilayahnya tidak ada tempat untuk rekreasi. Adapun karena lokasi Rw 1
Gadingkasri ada di wilayah kota Malang, sehingga warga bisa
mengunjungi tempat-tempat hiuran lain, seperti di mall, taman-taman
kota, maupun mengunjungi taman bermain. Selain itu, menurut ketua RW
1, terdapat seni Banjari yang diadakan rutin setiap bulan Mauled Nabi .
acara tersebut cukup diminati oleh warga RW 1, selain mendapat hiburan,
pada saat itu seluruh warga RW 1 banyak yang berkumpul dan menjalin
tali silaturahmi.

3.3 Hasil Pengkajian Masalah


3.3.1 Hipertensi

o Data survei keluarga sehat


Berdasarkan hasil survei, didapatkan bahwa kejadian penyakit
Hipertensi di Kelurahan Gadingkasri RW 01 mayoritas terjadi pada lansia
yaitu sebanyak 33 orang (73%) dari total 45 responden.

o Data survei dan wawancara


Berdasarkan diagram diatas terkait kegiatan posyandu lansia di
RW 01 Gadingkasri sebagian besar lansia tidak rutin mengikuti kegiatan
di Posyandu lansia sebanyak 20 orang (45%) dari total 44 responden
dikarenakan mayoritas lansia dikelurahan tersebut melakukan
pemeriksaan kesehatan ke puskesmas, klinik, dokter, atau tenaga
kesehatan yang lain. Menurut hasil wawancara dengan kader posyandu
RW 1 kebanyakan peserta posyandu lansia dihadiri oleh lansia wanita
dibandingkan dengan lansia laki-laki. Selain itu, lansia yang tidak ikut
posyandu lansia dikarenakan faktor ketidakberdayaan fisik lansia, tidak
ada yang mengantar ke posyandu, dan kegiatan yang tidak bisa
ditinggalkan.

 Data survei dan wawancara


Berdasarkan diagram diatas menunjukkan sebagian besar lansia
tidak rutin melakukan pemeriksaan kesehatan seperti ke puskesmas,
dokter klinik, mandiri, klinik, RS sebanyak 25 orang (57%) dari total 44
responden.
 Data survei dan wawancara
Berdasarkan diagram diatas sebagian besar lansia yang menderita
hipertensi rutin minum obat sebanyak 19 orang (58%) dari total 44 responden.
3.3.2 Kebiasaan merokok berhubungan dengan kejadian riwayat ISPA

 Data survei kelarga sehat


Hasil dari tabulasi data pengkajian KS didapatkan kejadian ISPA
sebanyak 29% (24 orang) yang terdapat di RW 01. Hal ini dihubungkan dengan
kebiasaan merokok warga di Kelurahan Gadingkasri RW 01 sebanyak 59% (60
orang) dikarenakan sebagian besar warga merokok di dalam rumah
dibandingkan dengan merokok diluar rumah sebanyak 41% (42 orang).
3.3 Analisa Data
3.3.1 Analisis Indikator
Kategori Data Indikator Kesimpulan
Vital Statistik Riwayat penyakit yang - Penyakit Hipertensi Primer Masalah:
diderita: pada tahun 2015 di Kota Aktual
- Hipertensi 55% Malang sebanyak 74.098
- ISPA 29% kasus. Pada tahun 2016
- Diabetes Mellitus 12% semakin meningkat kasus

- Jantung 1% hipertensi primer sebanyak

- Stroke 2% 97.498 kasus. (Dinas


Kesehatan Kabupaten
Malang, 2018)
- Penyakit ISPA pada tahun
2015 di Kota Malang
sebanyak 24.437 kasus.
Pada tahun 2016 semakin
meningkat kasus ISPA
sebanyak 31.201 kasus.
(Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang, 2018)
- Indonesia menempati
urutan keempat dengan
jumlah penderita DM
terbesar di dunia dengan
prevalensi 8,6% dari
seluruh penduduk
Indonesia. Angka kejadian
Diabetes Mellitus di kota
Malang menempati urutan
ke tiga di Jawa Timur yaitu
7.534 penderita (Lukita,
2016).
Perilaku - Berdasarkan hasil survey - Kebiasaan merokok orang Masalah:
kesehatan dari 80 KK, didapatkan tua di dalam rumah Resiko
hasil 140 responden menjadikan balita sebagai
yang merokok. Sebanyak perokok pasif yang selalu
42 responden (41%) terpapar asap rokok.
memiliki kebiasaan tidak Rumah yang orang tuanya
merokok didalam rumah, mempunyai kebiasaan
dan sebanyak 60 merokok berpeluang
responden (59%) meningkatkan kejadian
merokok didalam rumah. ISPA sebesar 7,83 kali
Dan keseluruhan dibandingkan dengan
responden yang merokok rumah balita yang orang
berjenis kelamin laki-laki tuanya tidak merokok di
dengan rentang usia dalam rumah. Sementara
tertinggi pada usia itu jumlah perokok dalam
dewasa. suatu keluarga cukup tinggi
(Rahmayatul, 2013).

Pelayanan - Dari 33 lansia dengan - Penelitian Ferizal (2007) Masalah:


Kesehatan hipertensi terdapat 12 menyatakan bahwa proses Aktual
Sosial lansia yang datang ke kelancaran pelayanan
posyandu rutin, 16 lansia posyandu didukung oleh
dengan hipertensi tidak keaktifan kader. Kader
rutin ke posyandu, dan 5 dikatakan aktif apabila
lansia dengan hipertensi dalam posyandu terdapat
tidak pernah ke jumlah kader yang aktif
posyandu. lebih dari 5 orang dan
- Dari 33 lansia dengan dikatakan tidak aktif
hipertensi terdapat 8 apabila jumlah kader
lansia yang ke kurang dari 5 orang. Dalam
pemeriksaan kesehatan Pedoman Umum
(seperti klinik, prakter Pelaksanaan Posyandu
dokter, puskesmas, RS), mengemukakan bahwa
terdapat 19 lansia jumlah minimal kader untuk
dengan hipertensi tidak setiap posyandu minimal 5
rutin melakukan orang. Hal ini sesuai
pemeriksaan kesehatan, dengan mekanisme
dan sebanyak 6 lansia pelayanan 5 meja atau 5
tidak pernah ke langkah
pemeriksaan kesehatan. - Beberapa penyebab lansia
- Menurut hasil wawancara tidak mengikuti posyandu
dengan kader posyandu yaitu : kelemahan,
RW 1 kebanyakan keterbatasan,
peserta posyandu lansia ketidakmampuan, dan
dihadiri oleh lansia wanita keterlambatan (Mulyani,
dibandingkan dengan 2009).
lansia laki-laki. Selain - Beberapa cara yang dapat
itu, lansia yang tidak ikut digunakan untuk
posyandu lansia meningkatkan kualitas
dikarenakan faktor pelayanan posyandu
ketidakberdayaan fisik diantaranya yaitu
lansia, tidak ada yang supervise, motivasi, dan
mengantar ke posyandu, pelatihan (Depkes RI,
dan kegiatan yang tidak 2005). Pelatihan
bisa ditinggalkan. didefinisikan sebagai
- Berdasarkan data survei sebuah pengalaman,
keluarga sehat disiplin ataupun panduan
didapatkan data bahwa yang dapat menyebabkan
lansia yang menderita seseorang mampu
hipertensi sebagian besar memperoleh sesuatu yang
rutin minum obat baru (Fuad, 2009).
sebanyak 58% (19 orang) Pelatihan diharapkan dapat
dari sampel. menambah informasi baru
- Kader mengatakan pernah sehingga dapat
dilakukan pelatihan akan meningkatkan
tetapi hanya beberapa keterampilan seseorang.
kader saja yang mengikuti -
pelatihan. Terdapat
beberapa alat kesehatan di
posyandu seperti alat
periksa gula darah dan
Tensimeter, namun kader
belum bisa menggunakan
alat tersebut.

3.3.2 Analisa data


Data Masalah Keperawatan
Data Primer : Perilaku Kesehatan
- Berdasarkan hasil survey dari 80 KK, didapatkan hasil 140 Masyarakat Cenderung
responden yang merokok. Sebanyak 42 responden (41%) Berisiko
memiliki kebiasaan tidak merokok didalam rumah, dan
sebanyak 60 responden (59%) merokok didalam rumah.
Dan keseluruhan responden yang merokok berjenis
kelamin laki-laki dengan rentang usia tertinggi pada usia
dewasa.
- Ketika dilakukan wawancara ke Kader RW 1 didapatkan
penjelasan bahwa jarang dilakukan penyuluhan kesehatan
terkait dengan penyuluhan bahaya merokok, ISPA.
- Berdasarkan hasil observasi kondisi hunian responden
terdapat 12 dari 76 rumah yang kategori rumah tidak sehat.
Data sekunder:
- Tidak ada papan pengumuman terkait kesehatan di RW 1
Kelurahan Gadingkasri
Data Primer Ketidakefektifan
- Berdasarkan hasil survey KS, dari 33 lansia dengan Manajemen Kesehatan
hipertensi terdapat 12 lansia yang datang ke posyandu
rutin, 16 lansia dengan hipertensi tidak rutin ke posyandu,
dan 5 lansia dengan hipertensi tidak pernah ke posyandu.
- Dari 33 lansia dengan hipertensi terdapat 8 lansia yang ke
pemeriksaan kesehatan (seperti klinik, prakter dokter,
puskesmas, RS), terdapat 19 lansia dengan hipertensi tidak
rutin melakukan pemeriksaan kesehatan, dan sebanyak 6
lansia tidak pernah ke pemeriksaan kesehatan.
- Berdasarkan hasil wawancara dengan Kader RW 1 didapatkan
data bahwa banyak lansia yang tidak rutin mengikuti posyandu
lansia dikarenakan tidak adanya yang mengantar ke posyandu,
ketidakberdayaan fisik, kesibukan aktivitas.
3.3.3 WOC
WEB OF CAUTION
Ventilasi dan
Tingkat ekonomi (34% masih Tingkat
pencahayaan
dibawah UMR, 64% setara Pendidikan Tingkat
48 rumah
UMR dan 2% diatas UMR) 19% SD, dan Pengetahuan
memiliki >10%
17% SMP Tingkat
Pendidikan
Kepadatan hunian
37 rumah
Kebiasaan Perilaku mempunyai 2
59% (60 orang) merokok
Merokok (102 cenderung kamar/rumah
didalam rumah
orang dari 261 Beresiko
responden).

Peningkatan Tidak teratur minum obat (31%


ISPA
Asap rokok yang Tidak teratur minum obat (31%
kerja jantung Peningkatan tidakmeminum obat)obat (31%
Tidak teratur minum
masuk ke saluran tidakmeminum obat)
Tekanan Darah
pernafasan tidakmeminum obat)

Penurunan elastisitas 60% ibu/wanita usia


pembuluh darah 60%
suburibu/wanita
Hipertensi tidak tidak usia
Lansia
subur tidak
menggunakan alat
terdeteksi
menggunakan
kontrasepsi alat
kontrasepsi
HIPERTENSI
Penderita Hipertensi

Status gizi
Konsumsi sayur dan
Tidak teratur Tidak mengkonsumsi buah 100 orang 79% ibu/wanita
kontrol TD (58%) dari 261 orang usia subur tidak
obat-obatan
menggunakan
hipertensi alat kontrasepsi

Pengobatan
tidak adekuat Mempengaruhi
keseimbangan
kadar hormon
estrogen

Kunjungan posyandu lansia masih rendah (43%


tidak ikut posyandu lansia

Ketidakefektifan pemeliharaan
kesehatan komunitas
Terdapat program pengelolaan Rt 1, Rt 3, Rt 4, Rt 5, Rt 6, Rt 7, Rt 8, Rt 9 paham
sampah di Rw 1 Kelurahan Gadingkasri jika ada program pengendalian sampah berupa
pemilahan sampah kering dan basah, namun
tidak menjalankan dikarenakan petugas angkut
sampah tidak datang rutin setiap hari

Hanya Rt 2 yang menjalankan program


pengelolaan sampah basah dan kering

Defisiensi kesehatan komunitas


3.3.4 Prioritas DIagnosa Keperawatan

Pentingnya Motivasi Peningkatan Rangking masalah


masalah Untuk Masyarakat Kualitas Hidup dari 1 sampai 6
Diselesaikan Untuk Masyarakat bila 1 : Paling Tidak Jumlah Skor
1 : Rendah Menyelesaikan masalah Penting Keseluruhan
Diagnosa 2 : Sedang Masalah diselesaikan 6 : Yang Paling
Keperawatan 3 : Tinggi 0 : Tidak Ada 0 : Tidak Ada Penting
1 : Rendah 1 : Rendah
2 : Sedang 2 : Sedang
3 : Tinggi 3 : Tinggi

Perilaku 3 2 3 5 13
Kesehatan
Cenderung
Berisiko

Ketidakefektifan 2 2 2 4 10
Manajemen
Kesehatan

Daftar Diagnosa berdasarkan Prioritas

1. Perilaku Cenderung Berisiko


2. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan
3.3.5 Rencana Intervensi
N
Diagnosa NOC NIC
O
1 Ketidakefektifan PREVENSI PRIMER
Manajemen Kesehatan Pengetahuan : Manajemen Hipertensi Teaching disease process
Indikator 1 2 3 4 5 1. Menjelaskan tanda dan gejala umum dari
Kisaran normal untuk penyakit
tekanan darah sistolik 2. Menjelaskan proses jalannya penyakit
Kisaran normal untuk 3. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab
tekanan darah diastolik 4. Menjelaskan alasan manajemen terapi /
Komplikasi potensial penanganan yang direkomendasikan
hipertensi 5. Mengkaji tingkat pengetahuan Klien terkait
Manfaat modifikasi gaya proses penyakit
hidup 6. Menjelaskan patofisiologi penyakit dan
Strategi mengelola stres hubungannya dengan anatomi fisiologis
1. Tidak ada pengetahuan
2. Pengetahuan terbatas Identifikasi resiko
3. Pengetahuan sedang 1. Mendiskusikan dan merencanakan aktivitas
4. Pengetahuan banyak pengurangan resiko penyakit, serta
5. Pengetahuan sangat banyak berkolaborasi dengan individu dan
kelompok di lingkungan sekitar.
2. Merencanakan kajian resiko kesehatan
PREVENSI SEKUNDER dalam jangka panjang
Kontrol resiko hipertensi 3. Merencanakan tindak lanjut strategi, dan
aktivitas pengurangan resiko jangka
Indikator 1 2 3 4 5
panjang
Mencari informasi
4. Mengidentifikasi resiko biologis, lingkungan,
terkait hipertensi
dan perilaku serta hubungan timbal balik
Mengidentifikasi
5. Mempertimbangkan kriteria yang berguna
faktor resiko
dalam memprioritaskan area-area untuk
hipertensi
mengurangi faktor resiko (misalnya
Mengenal faktor kesadaran dan motivasi, efektifitas, biaya,
resiko individu
kelayakan)
terkait hipertensi
Memanfaatkan
fasilitas kesehatan
N
Diagnosa NOC NIC
O
untuk skrining
hipertensi
Memanfaatkan
fasilitas di
masyarakat untuk
mengurangi resiko
hipertensi
1 = tidak pernah menunjukkan
2= jarang menunjukkan
3= kadang-kadang menunjukkan
4= sering menunjukkan
5= secara konsisten menunjukkan

PREVENSI TERSIER
Perilaku Patuh : Pengobatan Yang Disarankan Pengajaran: Peresepan Obat-Obatan
Indikator 1 2 3 4 5 1. Menginstruksikan Klien mengenai tujuan dan
Membuat daftar kerja setiap obat
semua obat- 2. Menginstruksikan Klien mengenai dosisi,
obatan dengan rute dan durasi setiap obat
dosis dan 3. Meninjau pengetahuan Klien mengenai obat-
frekuensi obatan
pemberian 4. Mengenali pengetahuan Klien mengenai
Mengetahui obat-obatan
manfaat obat 5. Menginformasikan Klien konsekuensi tidak
yang digunakan memakai obat atau menghentikan
Meminum obat pemakaian obat secara tiba-tiba
sesuai dosis yang 6. Mengintruksikan Klien mengenai
dianjurkan kemungkinan efek samping setiap obat yang
Memantau efek digunakan
samping obat 7. Mengnstruksikan Klien mengenai cara
Menyimpan obat menyimpan obat-obatan dengan tepat
dengan tepat 8. Memberikan informasi tertulis mengenai
1 = tidak pernah menunjukkan kerja, tujuan, efek samping, dan lain-lain dari
2= jarang menunjukkan obat-obatan pada klien
N
Diagnosa NOC NIC
O
3= kadang-kadang menunjukkan Pengajaran: Peresepan Diet
4= sering menunjukkan 1. Mengkaji tingkat pengetahn Klien mengenai
5= secara konsisten menunjukkan diet yang disarankan
2. Mengkaji pola makan Klien saat ini dan
Perilaku Patuh : Diet Yang Disarankan sebelumnya, termasuk makanan yang
Indikator 1 2 3 4 5 disukai dan pola makan saat ini
Berpartisipasi 3. Menjelaskan pada Klien mengenai tujuan
dalam menetapkan kepatuhan terhdapat diet yang disarankan
tujuan diet yang terkait dengan kesehatan secara umum
bisa dicapai 4. Menginstruksikan Klien untuk menghindari
dengan petugas makanan yang dipantang dan
kesehatan mengkonsumsi makanan yang
profesional diperbolehkan
Memilih makanan 5. Menginstruksikan kepada Klien untuk
dan cairan yang merencanakan diet yang sesuai
sesuai dengan diet
yang ditentukan
Memakan makanan
yang sesuai
dengan diet yang
ditentukan
Meminum minuman
yang sesuai
dengan diet yang
ditentukan
Menghindari
makanan dan
minuman yang
tidak diperbolehkan
dalam diet
Rencana makan
sesuai dengan diet
yang ditentukan
1 = tidak pernah menunjukkan
N
Diagnosa NOC NIC
O
2= jarang menunjukkan
3= kadang-kadang menunjukkan
4= sering menunjukkan
5= secara konsisten menunjukkan Pengajaran: peresepan latihan
1. Menginformasikan Klien mengenai tujuan,
Perilaku patuh : aktivitas yang disarankan manfaat dari latihan yang diresepkan
Indikator 1 2 3 4 5 2. Menginstruksikan Klien bagaimana
Membahas melakukan latihan yang diresepkan
aktivitas 3. Menginstruksikan Klien bagaimana
rekomendasi mempertahankan latihan rutin setiap hari,
dengan sesuai kebutuhan
professional 4. Menginstruksikan Klien mengenai
kesehatan bagaimana melakukan peregangan sebelum
Mengidentifikasi dan sesudah latihan olahraga/aktifitas fisik
manfaat yang 5. Mengajarkan terapi pijat refleksi kaki
diharapkan dari
aktivitas fisik
Mengidentifikasi
hambatan untuk
melaksanakan
aktivitas fisik yang
ditentukan
Menggunakan
strategi untuk
mengalokasikan
waktu untuk
aktivitas fisik
Berpartisipasi
dalam aktivitas fisik
sehari-hari yang
ditentukan
1 = tidak pernah menunjukkan
2= jarang menunjukkan
3= kadang-kadang menunjukkan
N
Diagnosa NOC NIC
O
4= sering menunjukkan
5= secara konsisten menunjukkan

2 Perilaku kesehatan PREVENSI PRIMER Health Education


cenderung beresiko Pengetahuan : Gaya Hidup Sehat 1. Mengidentifikasi faktor internal / eksternal
Indikator 1 2 3 4 5 yang dapat meningkatkan / mengurangi
Strategi untuk motivasi untuk berperilaku hidup sehat.
mempertahankan pola 2. Mempertimbangkan riwayat individu dalam
makan yang sehat konteks personal dan riwayat sosial budaya
Merekomendasikan individu, keluarga dan masyarakat.
konsumsi suplemen vitamin 3. Menentukan pengetahuan kesehatan dan
Strategi menghindari asap gaya hidup perilaku saat ini pada individu,
rokok keluarga atau kelompok sasaran
Strategi mengehntikan 4. Identifikasi karakteristik populasi target yang
kebiasaan merokok mempengaruhi pemilihan strategi belajar.
Strategi menghindari 5. Membuat target sasaran khusus pada
penyakit dan infeksi kelompok beresiko tinggi dan rentang usia
1. Tidak ada pengetahuan yang akan mendapat manfaat besar dari
2. Pengetahuan terbatas pendidikan kesehatan.
3. Pengetahuan sedang 6. Menekankan manfaat kesehatan positif yang
4. Pengetahuan banyak langsung atau (manfaat) jangka pendek yang
5. Pengetahuan sangat banyak bisa diterima oleh perilaku gaya hidup positif
daripada menekankan pada manfaat jangka
panjang atau efek negatif dari
Kontrol resiko : Penggunaan Tembakau ketidakpatuhan.
7. Mengajarkan strategi yang dapat digunakan
Indikator 1 2 3 4 5
untuk menolak perilaku yang tidak sehat.
Mengidentifikasi faktor
8. Memberikan penjelasan dengan padat dan
resiko penggunaan
jelas.
rokok/tembakau
9. Menggunakan media untuk mempermudah
Mengenali faktor resiko
penjelasan.
penggunaan
10. Melibatkan klien dalam melakukan
rokok/tembakau
implementasi.
Mengenali pengaruh
N
Diagnosa NOC NIC
O
lingkungan dalam 11. Memanfaatkan dukungan sosial dan
penggunaan rokok keluarga untuk meningkatkan perilaku
Menggunakan dukungan kesehatan yang lebih baik.
personal untuk mencegah 12. Merencanakan tindak lanjut jangka panjang
penggunaan rokok untuk memperkuat perilaku kesehatan.
Mencegah situasi yang 13. Mengembangkan materi pendidikan tertulis
mendukung oenggunaan yang tersedia dan sesuai dengan audiens
rokok yang menjadi sasaran
PREVENSI SEKUNDER Risk Identification
Health Seeking Behavior 1. Mengidentifikasi faktor biologis, lingkungan,
Indikator 1 2 3 4 5 dan perilaku berisiko
Melakukan skrening dini. 2. Merencanakan monitoring jangka panjang
Mendapat bantuan dari terhadap resiko kesehatan
kesehatan profesional 3. Mengkaji ulang riwayat kesehatan masa
Melakukan perilaku lalu dan dokumentasikan bukti yang
kesehatan yang menunjukan adanya penyakit medis ,
disarankan diagnose keperawatan serta
Menggunakan informasi keperawatanya
kesehatan yang 4. Mempertimbangkan ketersediaan dan
terpercaya kualitas sumber sumber yang ada (misalnya
Mencari bantuan bila psikologis, finansial, tingkat pendidikan,
diperlukan. keluarga dan komunitas)
5. Merencanakan monitor kesehatan dalam
jangka panjang
PREVENSI TERSIER Smoking Cessation Assistance
Smoking Cessation Behavior 1. Membantu Klien untuk mengenali isyarat
Indikator 1 2 3 4 5 yang membuatnya merokok ( misalnya,
Mengekspresikan keinginan berada disekitar orang lain yang merokok,
untuk berhenti merokok sering mengunjungi tempat-tempat dimana
Membangun strategi yang merokok diperbolehkan,
efektif untuk berhenti 2. Membantu Klien untuk mengembangkan
merokok metode praktis untuk menolong keinginan
mereka (misalnya, menghabiskan waktu
dengan teman-teman yang tidak merokok,
N
Diagnosa NOC NIC
O
Menyesuaikan strategi sering berada ditempat dimana merokok
berhenti merokok sesuai diperbolehkan, latihan relaksasi )
dengan kebutuhan 3. Membantu memilih metode terbaik untu
Komitmen terhadap srategi berhenti merokok, ketika Klien siap untuk
berhenti merokok berhenti
Mengikuti strategi berhenti 4. Memberikan dorongan untuk
merokok yang telah dipilih mempertahankan gaya hidup bebas asap
Menggunakan strategi rokok (misalnya, merayakan hari berhenti
modifikasi perilaku merokok; mendorong pemberian imbalan
Menggunaka strategi pada diri sendiri pada interval waktu tertentu
koping yang efektif setelah berhenti merokok, seperti pada satu
Menggunakan terapi minggu, 1 bulan, 6 bulan; mendorong
alternative menabung; yang digunakan sebelumnya
Menggunakan obat obatan untuk membeli rokok; untuk memberi hadiah
sesuai resep khusus)
Berpartisipasi dalam 5. Merujuk pada program kelompok atau
konseling terapis individu yang sesuai
6. Membantu Klien untuk dengan metode
bantuan diri sendiri
7. Menentukan kesiapan Klien untuk belajar
berhenti merokok
8. Memberikan saran yang konsisten dan jelas
untuk berhenti merokok
9. Mengnformasikan Klien mengenai gejala fisik
pemutusan nikotin (sakit
kepala,pusing,mual,iritabilitas dan insomnia
10. Membantu Klien untuk mengembangkan
rencana berhenti yang membahas aspek
psikososial yang mempengaruhi perilaku
merokok
3.3.6 Plan Of Action (POA)

Bentuk Waktu dan PJ


No. Strategi Tujuan Sasaran Media Dana
kegiatan Tempat Kegiatan
Gedung
Gerakan - Mengetahui sejak dini Kelurahan
Periksa Gadingkasri
gangguan kesehatan &
Hipertensi ke faktor penyebab
Posyandu Kamis –
terutama mengenai
(Geprek Sabtu, 24-26
masalah kesehatan
Syahdu) Mei 2018
Hipertensi dan ISPA
Pukul 15.00 –
- Mengurangi angka
& Sosialisasi 17.00 WIB Adel, Putri,
kejadian Hipertens i& Warga RW Leaflet,
ISPA se RW Melakukan Mala
ISPA yang dapat terjadi 01 Spygmomano
1 registrasi,
di RW 1 Gadingkasri meter,
(Sosis Sewu) Pemeriksaan Swadaya
1 - Meningkatkan Keluarga stetoskop,
Kesehatan, Mahasiswa
pengetahuan, binaan dan
Edukasi,
kesadaran, kemauan Keluarga
Diskusi singkat
dan kemampuan Resume
masyarakat agar
berperilaku hidup sehat
- Mengidentifikasi &
memfasilitasi proses
mengurangi s/d berhenti
merokok
(jurnal)

2 Penyuluhan - Masyarakat mampu Warga RW Diskusi& Gedung Leaflet, Stiker Wahyuni, Swadaya
Ayam mengurangi atau 01 terutama Edukasi Kelurahan Sanisca mahasiswa
Berkokok berhenti kebiasaan yang memiliki Gadingkasri
(Ayo merokok anggota
Bersama - Masyarakat mampu keluarga Kamis –
Berhenti menetapkan kawasan merokok Sabtu, 24-26
Merokok) bebas rokok pada Mei 2018
rumahnya. Pukul 15.00 –
17.00 WIB

- Kader mengetahui tentang Perwakilan Gedung Leaflet Irfan,


PEDES penyakit-penyakit Menular Kader PTM Penyuluhan, Kelurahan Spygmomano Lutfika Swadaya
(Penyuluhan dan Tidak Menular RW 01 dan diskusi Gadingkasri meter, Mahasiswa
Kader terutama Hipertensi, ISPA, Stetoskop
3
Kesehatan) dan TBC Kamis, 7 Juni
2018
Pukul 11.00 –
12.30
- Untuk menurunkan Penderta Penyuluhan dan Rumah SOP, Leaflet Putri Kader
tekanan darah pada hipertensi , pelatihan keluarga mahasiswa
penderita hipertensi dan kader resume
primer posyandu Senin - Rabu,
Terapi pijat RW 01 28 – 30 Mei
refleksi kaki 2018
untuk
menurunkan Pelatihan
hipertensi kader
4
Gedung
PIPI SILAKI Kelurahan
(terapi pijat Gadingkasri
releksi
telapak kaki) Kamis, 7 Juni
2018
Pukul 11.00 –
12.30
3.3.7 Implementasi dan Evaluasi
3.3.7.1 Diagnosa 1 : Perilaku Kesehatan Cenderung Berisiko
 Prevensi Primer
1. Pendidikan kesehatan bahaya merokok (Ayam Berkokok : Ayo
Bersama Berhenti Merokok)
 Pelaksanaan :
a) Dilakukan saat intervensi dengan keluarga binaan dan resume
keluarga
b) Pendidikan kesehatan ini dilakukan saat program Geprek Syahdu
( Kamis-Sabtu : 24– 26 Mei 2018), Tempat: Gedung Kelurahan
Gadingkasri
 Indikator
a) Sebanyak ± 50 orang mengikuti pemeriksaan kesehatan dan
menerima edukasi terkait bahaya merokok
b) Sebanyak 33 anggota keluarga binaan dan resume yang
mempunyai kebiasaan merokok menerima edukasi terkait bahaya
merokok
c) Dari 63 warga yang mendapatkan edukasi, terdapat 50 orang
(80%) yang mendapat nilai ≥ 80 dalam menjawab post test.
 Implementasi
a) Melakukan pendidikan kesehatan kepada warga yang mengikuti
pemeriksaan gratis dan pada pasien binaan serta pasien resume
dnegan media leaflet Bahaya Merokok
b) EMelakukan pre post test terkait bahaya merokok dengan
memberikan kuesioner mengenai Bahaya Merokok
 Evaluasi
- Evaluasi Struktur
 Meminta izin dengan Ketua RW 01 Gadingkasri untuk
mengadakan program pemeriksaan gratis yang bertempat di
Gedung Kelurahan Gadingkasri
 Meminta izin dengan Kader Posyandu RW 01 Gadingkasri
untuk ikut berpartisapasi dalam kegiatan program yang
dilakukan oleh Mahasiswa Ners UB
 Meminta izin kepada keluarga binaan dan resume untuk
mengikuti program pendidikan kesehatan tentang bahaya
merokok.
 Menyiapkan materi dan media yang akan gunakan untuk
pendidikan kesehatan Bahaya Merokok

- Evaluasi Proses
 Pada saat peserta datang, peserta mengisi kuesioner pre test
 Peserta diberikan penjelasan terkait bahaya merokok
 Peserta memperhatikan dan mendengarkan penyuluhan
dengan seksama
 Peserta aktif dan antusias selama proses diskusi berlangsung
 Proses diskusi berjalan lancar dan peserta antusias dalam
menyampaikan pertanyaan tentang penyuluhan yang
diberikan
 Setelah diberikan penyuluhan, peserta mengisi kuesioner post
test.
- Evaluasi Hasil
 Peserta mampu dan menerima materi penyuluhan Bahaya
Merokok
 Jumlah peserta yang hadir saat kegiatan pemeriksaan gratis
sebanyak 53 orang dan yang mendapat edukasi terkait
bahaya merokok sebanyak 30 orang
 Jumlah anggota keluarga binaan dan resume yang diberikan
edukasi tentang bahaya merokok sebanyak 33 orang.
 Hasil pre post tes pengetahuan bahaya merokok
 Hasil pre test sebanyak 7 orang (11,1%) mendapatkan nilai
≥80 dan sebanyak 56 orang (88,9%) mendapatkan nilai
<80 sedangkan sebanyak 57 orang (90,5%) mendapatkan
nilai ≥80 sedangkan sebanyak 6 orang (9,5%)
mendapatkan nilai <80.

- Faktor Pendukung
 Kader, Ketua RT dan Ketua RW memberikan dukungan
dengan membantu mensosialisasikan kepada masyarakat RW
01 untuk datang mengikuti pemeriksaan gratis.
 Keluarga binaan dan keluarga resume memberikan informasi
kepada keluarganya terkait bahaya merokok.
- Faktor Penghambat
 Peserta mempunyai harapan untuk mengubah kebiasaan
merokok tetapi terhambat karena faktor lingkungan, pekerjaan
yang mendukung untuk sulit mengurangi rokok itu sendiri.
 Pada saat dilakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga
binaan dan keluarga resume, hanya sebagian anggota
keluarga yang dapat mengikuti dikarenakan anggota keluarga
yang lain masih memiliki aktivitas diluar rumah.
 Rencana Tindak Lanjut
- Melakukan kerjasama dengan anggota keluarga untuk memotivasi
anggota keluarga yang merokok agar mengurangi kebiasaan
merokoknya.
- Peserta dapat mengurangi kebiasaan merokok dengan
mengurangi jumlah batang yang dihirup setiap hari.
 Saran
- Diharapkan kader kesehatan dapat memberikan atau membagi
informasi mengenai bahaya merokok kepada seluruh warga
sehingga infromasi mengenai bahaya merokok dapat menyeluruh.

2. Pendidikan Kesehatan tentang ISPA (Sosis Sewu: Sosialiasasi ISPA


Se RW 1)
 Pelaksanaan :
a) Dilakukan saat intervensi dengan keluarga binaan dan resume
keluarga
b) Pendidikan kesehatan ini dilakukan saat program Geprek Syahdu
( Kamis-Sabtu : 24– 26 Mei 2018), Tempat: Gedung Kelurahan
Gadingkasri
 Indikator
a) Sebanyak ± 50 orang mengikuti pemeriksaan kesehatan dan
menerima edukasi terkait bahaya merokok
b) Sebanyak 33 anggota keluarga binaan dan resume yang
mempunyai kebiasaan merokok menerima edukasi terkait bahaya
merokok
c) Dari 63 warga yang mendapatkan edukasi, terdapat 45 orang
(70%) yang mendapat nilai ≥ 80 dalam menjawab post test.
 Implementasi
c) Melakukan pendidikan kesehatan kepada warga yang mengikuti
pemeriksaan gratis dan pada pasien binaan serta pasien resume
dengan media leaflet pencegahan ISPA.
d) Melakukan pre post test terkait pencegahan ISPA dengan
memberikan kuesioner mengenai ISPA.
 Evaluasi
- Evaluasi Struktur
 Meminta izin dengan Ketua RW 01 Gadingkasri untuk
mengadakan program pemeriksaan gratis yang bertempat di
Gedung Kelurahan Gadingkasri
 Meminta izin dengan Kader Posyandu RW 01 Gadingkasri
untuk ikut berpartisapasi dalam kegiatan program yang
dilakukan oleh Mahasiswa Ners UB
 Meminta izin kepada keluarga binaan dan resume untuk
mengikuti program pendidikan kesehatan tentang pencegahan
ISPA.
 Menyiapkan materi dan media yang akan gunakan untuk
pendidikan kesehatan Pencegahan ISPA.
- Evaluasi Proses
 Pada saat peserta datang, peserta mengisi kuesioner pre test
 Peserta diberikan penjelasan terkait pencegahan ISPA
 Peserta memperhatikan dan mendengarkan penyuluhan
dengan seksama
 Peserta aktif dan antusias selama proses diskusi berlangsung
 Proses diskusi berjalan lancar dan peserta antusias dalam
menyampaikan pertanyaan tentang penyuluhan yang
diberikan
 Setelah diberikan penyuluhan, peserta mengisi kuesioner post
test.
- Evaluasi Hasil
 Peserta mampu dan menerima materi penyuluhan
pencegahan ISPA
 Jumlah peserta yang hadir saat kegiatan pemeriksaan gratis
sebanyak 53 orang dan yang mendapat edukasi terkait
bahaya merokok sebanyak 30 orang
 Jumlah anggota keluarga binaan dan resume yang diberikan
edukasi tentang pencegahan ISPA sebanyak 33 orang.
 Hasil pre post test pengetahuan ISPA

 Hasil pre test pengetahuan terkait ISPA sebanyak 51 orang


(81%) mendapatkan nilai <80 dan sebanyak 12 orang (19%)
mendapatkan nilai ≥80 sedangkan sebanyak 51 orang (81%)
dari total peserta yang hadir mendapatkan nilai ≥80 pada nilai
post test.
- Faktor Pendukung
 Kader, Ketua RT dan Ketua RW memberikan dukungan
dengan membantu mensosialisasikan kepada masyarakat RW
01 untuk datang mengikuti pemeriksaan gratis.
 Keluarga binaan dan keluarga resume dapat mencegah
penyakit ISPA dikeluarganya.
- Faktor Penghambat
 Peserta mempunyai harapan untuk terhindar dari penyakit
ISPA tetapi terhambat karena faktor lingkungan, yang mana
masih banyak warga yang merokok dan karena polusi udara
juga, karena daerah Gadingkasri dekat dengan jalan raya,
dimana banyak kendaraan bermotor yang lewat.
 Rencana Tindak Lanjut
- Melakukan kerjasama dengan anggota keluarga untuk memotivasi
anggota keluarga yang merokok agar terhindar dari penyakit
ISPA.
- Peserta dapat mengurangi kebiasaan merokok dengan
mengurangi jumlah batang yang dihirup setiap hari, sehingga
diharapkan angka kejadian ISPA dapat berkurang.
 Saran
- Diharapkan kader kesehatan dapat memberikan atau membagi
informasi mengenai pencegahan ISPA kepada seluruh warga
sehingga infromasi mengenai ISPA dapat menyeluruh.
-
3.3.7.2 Diagnosa 2 : Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan
 Prevensi Primer
1. Pendidikan kesehatan Hipertensi pada proram Gerakan Periksa
Hipertensi ke Posyandu (Geprek Syahdu)
 Pelaksanaan :
a) Dilakukan saat intervensi dengan keluarga binaan dan resume
keluarga
b) Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan Kamis-Sabtu : 24– 26 Mei 2018,
Tempat: Gedung Kelurahan Gadingkasri
 Indikator
a) Sebanyak ± 50 orang mengikuti pemeriksaan kesehatan dan
menerima edukasi terkait penyakit hipertensi
b) Sebanyak 29 anggota keluarga binaan dan resume yang
mempunyai riwayat penyakit hipertensi mendapat edukasi
mengenai penyakit hipertensi
c) Dari 82 warga yang mendapatkan edukasi, terdapat 66 orang
(80%) yang mendapat nilai ≥ 80 dalam menjawab post test.
 Implementasi
a) Melakukan pendidikan kesehatan kepada warga yang mengikuti
pemeriksaan gratis dan pada pasien binaan serta pasien resume
dengan media leaflet Hipertensi
b) Melakukan pre post test terkait penyakit hipertensi dengan
memberikan kuesioner mengenai penyakit hipertensi
 Evaluasi
- Evaluasi Struktur
 Meminta izin dengan Ketua RW 01 Gadingkasri untuk
mengadakan program pemeriksaan gratis yang bertempat di
Gedung Kelurahan Gadingkasri
 Meminta izin dengan Kader Posyandu RW 01 Gadingkasri
untuk ikut berpartisapasi dalam kegiatan program yang
dilakukan oleh Mahasiswa Ners UB
 Meminta izin kepada keluarga binaan dan resume untuk
mengikuti program pendidikan kesehatan tentang penyakit
hipertensi
 Menyiapkan materi dan media yang akan gunakan untuk
pendidikan kesehatan Hipertensi.
- Evaluasi Proses
 Pada saat peserta datang, peserta diukur tekanan darahnya
kemudian mengisi kuisioner pre test
 Peserta diberikan penjelasan terkait penyakit hipertensi
 Peserta memperhatikan dan mendengarkan penyuluhan
dengan seksama
 Peserta aktif dan antusias selama proses diskusi berlangsung
 Proses diskusi berjalan lancar dan peserta antusias dalam
menyampaikan pertanyaan tentang penyuluhan yang
diberikan
 Setelah diberikan penyuluhan, peserta mengisi kuesioner post
test.
- Evaluasi Hasil
 Peserta mampu dan menerima materi penyuluhan Penyakit
hipertensi
 Jumlah peserta yang hadir saat kegiatan pemeriksaan
kesehatan sebanyak 53 orang dan yang mendapat edukasi
terkait hipertensi sebanyak 53 orang
 Jumlah anggota keluarga binaan dan resume yang diberikan
edukasi tentang bahaya merokok sebanyak 29 orang.
 Hasil pre post test pengetahuan hipertensi

Hasil pre test sebanyak 73 orang (89%) mendapatkan nilai <80


dan 9 orang (11%) mendapatkan nilai ≥80. Sedangkan hasil post
test sebanyak 66 orang (80,5%) mendapatkan nilai ≥80 dan 16
orang (19,5%) mendapatkan nilai <80.
- Faktor Pendukung
 Kader, Ketua RT dan Ketua RW memberikan dukungan
dengan membantu mensosialisasikan kepada masyarakat RW
01 untuk datang mengikuti pemeriksaan kesehatan.
 Keluarga binaan dan keluarga resume memberikan informasi
kepada keluarganya terkait penyakit hipertensi.
 Sebanyak 66 orang (80.5%) dari total peserta yang hadir
mendapatkan nilai ≥80 pada nilai post test.
- Faktor Penghambat
 Peserta mempunyai harapan untuk mengobati penyakit
hipertensi namun masih terhambat perilaku dari dirinya sendiri
dan juga dari lingkungan untuk rutin obat dan mengontrol diet
hipertensi.
 Pada saat dilakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga
binaan dan keluarga resume, hanya sebagian anggota
keluarga yang dapat mengikuti dikarenakan anggota keluarga
yang lain masih memiliki aktivitas diluar rumah.
 Rencana Tindak Lanjut
- Melakukan kerjasama dengan anggota keluarga untuk memotivasi
anggota keluarga yang memiliki penyakit hipertensi untuk rajin
minum obat dan mengikuti diet hipertensi.
- Peserta dapat mengurangi kebiasaan merokok dengan
mengurangi jumlah batang yang dihirup setiap hari.
 Saran
- Diharapkan kader kesehatan dapat memberikan atau membagi
informasi mengenai penyakit hipertensi kepada seluruh warga
sehingga infromasi mengenai hipertensi dapat menyeluruh.
2. Pelatihan Kader Kesehatan ( PEDES) Posyandu Lansia,
Posbindu PTM dan Balita
 Pelaksanaan :
a) Pelatihan kader dilakukan Kamis: 7 Juni 2018, Tempat: Gedung
Kelurahan Gadingkasri
 Indikator
a) Sebanyak ± 10 orang kader posyandu mengikuti pelatihan kader
tentang terapi pijat refleksi,penyuluhan 5 penyakit terbanyak lansia
dan balita, periksaan glucotest
b) Sebanyak 80% kader yang mengikuti pelatihan mendapat nilai ≥
80 dalam menjawab post test.
c) Sebanyak 5 kader mampu mempraktikkan cara pijat refleksi kaki
dengan benar
d) Sebanyak 5 kader mampu mempraktikkan cara mengukur gula
darah dengan benar
 Implementasi
a) Melakukan pretest dengan memberikan kuesioner
b) Memberikan penyuluhan terkait 5 penyakit terbanyak pada lansia,
5penyakit terbanyak pada balita dan pijat refleksi telapat kaki.
c) Membagi kader menjadi beberapa kelompok dan memberikan
fasil.
d) Melatih dan mempraktekkan cara penggunaan alat gluko test
e) Mengevaluasi kemampuan kader terkait penggunaan alat gulo test
f) Melakukan post test dengan memberikan kuisioner
 Evaluasi
- Evaluasi Struktur
 Meminta izin dengan Ketua RW 01 Gadingkasri untuk
mengadakan program pelatihan kader yang bertempat di
Gedung Kelurahan Gadingkasri
 Meminta izin dengan Kader Posyandu RW 01 Gadingkasri
untuk ikut berpartisapasi dalam kegiatan program yang
dilakukan oleh Mahasiswa Ners UB
 Menyiapkan materi dan media yang akan gunakan untuk
pendidikan kesehatan Bahaya Merokok
- Evaluasi Proses
 Pada saat Kader datang mengisi lembar absensi, kemudian
mengisi kuisioner pre test
 Kader diberikan edukasi terkait 5 penyakit terbanyak pada
lansia dan balita
 Kader memperhatikan dan mendengarkan edukasi dengan
seksama
 Kader aktif dan antusias selama proses diskusi berlangsung
 Proses diskusi berjalan lancar dan kader antusias dalam
menyampaikan pertanyaan tentang edukasi yang diberikan
 Setelah diberikan edukasi terkait 5 penyakit terbanyak pada
lansia dan balita, peserta mengisi kuesioner post test.
 Kader diberikan edukasi terkait pijat refleksi kaki, namun tidak
dilakukan role play karena kader tidak bersedia
 Kader diberikan pelatihan pemeriksaan gula darah yaitu
pertama mahasiswa melakukan role play prosedur
pemeriksaan gula darah kemudian kader mempraktekkan
seperti yang telah dicontohkan oleh mahasiswa dan
diobservasi cara melakukan pemeriksaan gula darah yang
dilakukan oleh kader.
 Diakhir acara kader diberikan booklet tentang 5 penyakit
terbesar pada lansia dan balita untuk membantu kader dalam
memberikan edukasi saat pelaksanaan posyandu.
- Evaluasi Hasil
 Kader mampu dan menerima materi edukasi 5 penyakit
terbanyak pada lansia dan balita, edukasi pijat refleksi kaki,
pelatihan pemeriksaan gula darah.
 Jumlah kader yang hadir saat pelatihan sebanyak 10 orang
 Sebanyak 6 kader (60%) dari total kader yang hadir
mendapatkan nilai ≥80 pada nilai post test.
 Sebanyak 2 kader (20%) dari total kader yang hadir dapat
mempraktekkan dengan baik cara melakukan pemeriksaan
gula darah.
 Hasil pre post test kader pelatihan terkait pengetahuan
penyakit lansia dan penyakit balita
- Faktor Pendukung
 Kader, Ketua RT dan Ketua RW memberikan dukungan
dengan membantu mensosialisasikan kepada kader untuk
mengikuti pelatihan kader.
- Faktor Penghambat
 Semua kader tidak bersedia untuk melakukan role play pijat
refleksi kaki sehingga tidak dapat dilakukan evaluasi terkait
kemampuan pijat refleksi kaki
 Sebanyak 8 orang (80%) kader tidak mau mempraktekkan
cara melakukan pemeriksaan gula darah dikarenakan takut
menusukkan jarum.
 Rencana Tindak Lanjut
- Melakukan kerja sama dengan kader untuk melakukan deteksi dini
terhadap 5 penyakit terbanyak pada lansia dan balita, dan segera
membawa ke pelayanan kesehatan jika menemukan kasus
tersebut
- Melakukan kerja sama dengan kader untuk mengajarkan kepada
warga terkait pijat refleksi kaki terutama pada warga yang
menderita hipertensi
- Kader dapat melakukan pemeriksaan gula darah saat kegiatan
posyandu lansia
 Saran
Diharapkan kader kesehatan dapat memberikan atau membagi
informasi mengenai 5 penyakit terbanyak pada lansia dan balita
kepada seluruh warga sehingga infromasi mengenai 5 penyakit
terbanyak pada lansia dan balita dapat menyeluruh.

 Prevensi Sekunder
1. Skrining Kesehatan Geprek Syahdu (Gerakan Periksa Hipertensi ke
Posyandu)
 Pelaksanaan :
a) Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan Kamis-Sabtu : 24– 26
Mei 2018, Tempat: Gedung Kelurahan Gadingkasri
 Indikator
a) Sebanyak ± 50 orang hadir dipemeriksaan kesehatan untuk
deteksi dini penyakit
b) Sebanyak 20 orang yang mengikuti pemeriksaan gula darah,
asam urat, dan kolesterol.
 Implementasi
a) Melakukan pemeriksaan tekanan darah dengan warga RW 01
Gadingkasri dan warga luar wilayah
b) Melakukan pemeriksaan gula darah, asam urat, dan kolesterol.
 Evaluasi
- Evaluasi Struktur
 Meminta izin dengan Ketua RW 01 Gadingkasri untuk
mengadakan program skrining kesehatan yang bertempat di
Gedung Kelurahan Gadingkasri
 Meminta izin dengan Kader Posyandu RW 01 Gadingkasri
untuk ikut berpartisapasi dalam kegiatan program yang
dilakukan oleh Mahasiswa Ners UB dan menyebarluaskan
terkait pengadaan pemeriksaan gratis untuk TD, dan paket cek
lab (Asam urat, kolesterol, dan gula darah) hanya sebesar Rp.
40.000.
 Menyiapkan alat pemeriksaan seperti: (stetoskop,
spignomanometer, lancet, strip gula darah, strip asam urat,
strip kolesterol, alkohol swab, alat glucometer)
- Evaluasi Proses
 Pada saat peserta datang, peserta mengisi absensi kehadiran.
 Peserta diberikan penjelasan terkait pemilihan pemeriksaan
yang akan dilakukan.
 Peserta dilakukan pemeriksaan tekanan darah, dan
pemeriksaan cek lab sesuai permintaan sendiri
 Peserta aktif dan antusias terhadap kegiatan pemeriksaan ini.
 Proses pemeriksaan berjalan lancar dan peserta antusias
dalam menyampaikan pertanyaan tentang kesehatannya
sesuai dengan hasil pemeriksaan.
- Evaluasi Hasil
 Hasil peserta yang hadir untuk melakukan pemeriksaan
tekanan darah sebanyak 53 orang.

 Hasil peserta yang mengikuti pemeriksaan kesehatan cek gula


darah, asam urat, dan kolesterol sebanyak 22 orang.
 Peserta dengan hasil tekanan darah
 Peserta dengan hasil cek lab gula darah

 Peserta dengan hasil cek lab kolesterol


 Peserta dengan hasil cek lab asam urat

- Faktor Pendukung
 Kader, Ketua RT dan Ketua RW memberikan dukungan
dengan membantu mensosialisasikan kepada masyarakat RW
01 untuk datang mengikuti pemeriksaan gratis tekanan darah
dan cek lab.
- Faktor Penghambat
 Peserta mempunyai keinginan untuk melakukan cek lab
lengkap, namun kendala dengan biaya yang mahal, jadi
sebagian besar peserta hanya melakukan pemeriksaan
tekanan darah.
 Pada saat dilakukan pemeriksaan ini, banyak warga yang
tidak mengikuti dikarenakan waktu berbarengan dengan
persiapan berbuka puasa.
 Terdapat keselahpahaman dari warga terkait pemeriksaan cek
lab yang dikira gratis (tidak bayar), sehingga sebagian warga
banyak yang tidak hadir untuk melakukan pemeriksaan.
 Rencana Tindak Lanjut
- Melakukan kerjasama dengan kader kesehatan untuk memotivasi
warga agar mengikuti pemeriksaan khususnya tekanan darah di
posyandu.
- Melakukan kerjasama dengan warga untuk ikut serta dan
berpartisipasi dalam kegiatan pemeriksaan rutin di posyandu, dan
pencegahan dini terjadinya hipertensi.
 Saran
Diharapkan kader kesehatan dapat memberikan atau membagi
informasi mengenai pentingnya pemeriksaan kesehatan kepada
seluruh warga sehingga dapat meningkatkan kesadaran dalam
memelihara kesehatan secara mandiri, serta diharapkan kepada
warga untuk melakukan pemeriksaan rutin minimal 1 bulan sekali.

 Prevensi Tersier
1. PIPI SI LAKI (Terapi Pijat Refleksi Telapak Kaki)
 Pelaksanaan :
a) Kegiatan pijat refleksi telapak kaki dilakukan mulai tanggal 27 Mei
– 2 Juni 2018 pada keluarga resume di RW 1 Gadingkasri, dimana
setiap pasien diberikan intervensi selama 3 hari
 Indikator
a) Sebanyak 11 pasien resume intervensi yang diberikan
implementasi berupa pijat refleksi telapak kaki dapat mengalami
penurunan tekanan darah
 Implementasi
a) Membuat SOP terkait pijat refleksi telapak kaki berdasarkan jurnal
b) Membuat video dan leafet cara memijat refleksi telapak kaki
c) Mencari keluarga resume yang menderita hipertensi tidak minum
obat anti hipertensi
d) Melakukan pengkajian keluarga yang akan diberikan intervensi
pijat refleksi telapak kaki
e) Melakukan pemeriksaan tekanan darah pre intervensi
f) Melakukan pijat refleksi telapak kaki sesuai dengan SOP
g) Melakukan pemeriksaan tekanan darah post intervensi
h) Membuat dokumentasi dan merekap hasil intervensi
i) Memberikan edukasi tentang pijat refleksi kaki dan mengevaluasi
kemampuan pijat refleksi telapak kaki pada akhir sesi
implementasi
 Evaluasi
- Evaluasi Struktur
 Meminta izin kepada keluarga resume untuk menjadi
responden mini research.
 Menyiapkan media pendidikan kesehatan (leafet pijat refleksi
kaki), peralatan untuk pijat (handbody/minyak pijat, tissue),
stetoskop, dan spignomanometer
- Evaluasi Proses
 Peserta diberikan penjelasan tentang kegiatan pijat refleksi
telapak kaki yang akan dilakukan
 Peserta bersedia untuk dilakukan pijat relfeksi kaki
 Peserta tampak nyaman saat dilakukan pemijatan
 Peserta memperhatikan saat dijelaskan cara pijat refleksi
telapak kaki
 Mahasiswa mencatat hasil pemeriksaan pre dan post di
lembar observasi
 Mahasiswa memberikan leafet pijat refleksi telapak kaki pada
akhir sesi implementasi
- Evaluasi Hasil
 Semua pasien resume intervensi diberikan intervensi selama 3
hari
 Peserta paham dan mampu memprektekan cara pijat refleksi
kaki

NILAI SISTOL DAN DIASTOL PRE INTERVENSI

200

150
nilai tertinggi sistol
100 nilai tertinggi diastol
Nilai terendah sistol
50
nilai terendah diastol

0
PRE
NILAI SISTOL DAN DIASTOL POST INTERVENSI

160
140
nilai tertinggi
120 sistol
100 nilai tertinggi
80 diastol
nilai terendah
60 sistol
40 nilai terendah
diastol
20
0
POST

NILAI PENURUNAN RATA-RATA SISTOL DAN


DIASTOL PRE-POST INTERVENSI

- Faktor Pendukung
 Keluarga resume intervensi kooperatif saat dilakukan pijat
refleksi kaki
- Faktor Penghambat
 Kadang peserta tidak berada di rumah saat mahasiswa datang
untuk dilakukan implementasi
 Rencana Tindak Lanjut
- Mendorong anggota keluarga untuk memotivasi peserta supaya
segera melakukan pengobatan hipertensi ke petugas kesehatan
- Menganjurkan peserta untuk terus mempraktekkan pijat refleksi
kaki saat di rumah
- Menganjurkan peserta untuk melakukan kontrol tekanan darah
minimal setiap bulan
 Saran
Diharapkan petugas Puskesmas menyebarluaskan informasi penanganan
penderita hipertensi, selain obat berupa pijat refleksi telapak kaki pada warga
wilayah kerja Puskesmas Bareng
BAB 4
PEMBAHASAN

Praktik komunitas yang dilaksanakan mahasiswa Program Studi Ners


Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Kelompok 1B adalah salah satu
program profesi untuk mengaplikasikan konsep keperawatan komunitas dengan
menggunakan proses keperawatan komunitas sebagai dasar ilmiah. Upaya
pendidikan ini dilakukan untuk mencetak tenaga keperawatan yang profesional,
mandiri dan berkompeten. Oleh karena itu, secara resmi mahasiswa melakukan
praktik klinik keperawatan komunitas di RT 01, 02, 03, 04, 05, 06, 07, 08 dan 09
Kelurahan Gadingkasri Kecamatan Klojen Kota Malang mulai tanggal 30 April
sampai 9 Juni 2018 dengan melakukan berbagai kegiatan. Hasil dari kegiatan
yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :

4. 1 Diagnosa keperawatan komunitas I : Perilaku kesehatan cenderung


beresiko berhubungan dengan perilaku merokok
Bentuk implementasi dari diagnosa keperawatan komunitas yang pertama
yaitu Preventif Primer dengan mengadakan penyuluhan tentang bahaya merokok
dan kejadian ISPA. Pendidikan kesehatan ini dilakukan kepada warga yang
mengikuti pemeriksaan gratis, dan juga pada pasien binaan serta pasien resume.
Tujuan dari kegiatan ini adalah agar warga RW 1 dapat mengetahui akan bahaya
merokok yang dapat dikaitkan dengan kejadian ISPA. Dikarenakan perilaku
rokok merupakan salah satu faktor yang dapat mengakibatkan penyakit ISPA.
Kebiasaan merokok di dalam rumah menjadikan anggota keluarga yang lain
terutama anak/balita sebagai perokok pasif yang selalu terpapar asap rokok.
Rumah dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok berpeluang untuk
terjadi ISPA sebesar 7,83 kali dibandingkan dengan rumah yang anggota
keluarganya tidak merokok di dalam rumah (Rahmayatul, 2013).
Pendidikan kesehatan bahaya merokok dan ISPA ini menggunakan media
berupa leaflet. Materi leaflet meliputi kandungan rokok, akibat yang ditimbulkan
dari rokok, serta cara sederhana untuk mengurangi konsumsi rokok. Sedangkan
untuk materi leaflet ISPA meliputi pengertian, penyebab, tanda dan gejala, serta
penanganan ISPA. Leaflet dibuat semenarik dan sesedarhana mungkin agar
masyarakat awam dapat mengerti dengan jelas isi dari pendidikan yang
dijelaskan.
Warga yang diberikan pendidikan kesehatan bahaya merokok yaitu
sebanyak 30 orang dari 53 orang yang mengikuti pemeriksaan gratis dan 33
orang dari pasien resume dan binaan. Evaluasi dari pendidikan kesehatan yang
dilakukan ini menggunakan pre test dan post test, yakni sebelum diberikan
edukasi mengenai bahaya rokok dan ISPA, warga dikaji pengetahuanya tentang
bahaya rokok dan ISPA menggunakan kuesioner pretest dan setelah itu
dilakukan post-test menggunakan kuesioner yang sama. Hasil pretest
menunjukkan dari 63 orang terdapat 7 orang yang mendapatkan nilai ≥ 80 dan
terdapat peningkatan pada post test yaitu terdapat 57 orang yang mendapat nilai
≥ 80. Hal ini sesuai dengan penelitian Nia (2007) yang menunjukkan bahwa
melalui pemberian informasi dan pendidikan kesehatan dapat merubah
pengetahuan, sikap, dan perilaku. Selain itu menurut Notoatmodjo (2012)
pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan
perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya, masyarakat
menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan dan
menghindari atau mencegah hal – hal yang merugikan kesehatan.

4.2. Ketidakefektifan manajemen kesehatan berhubungan dengan


Kurangnya ke Pelayanan Kesehatan
Implementasi dari diagnosa ketidakefektifan manajemen kesehatan yang
berhubungan dengan kurangnya ke pelayanan kesehatan yaitu diadakan
pemeriksaan kesehatan tekanan darah, dengan tambahan seperti pemeriksaan
gula darah, cholesterol dan asam urat sesuai dengan permintaan warga. Total
jumlah warga RW 01 yang datang ke pemeriksaan kesehatan adalah 53 orang
dan jumlah ini sesuai dengan target minimal 50 warga. Setelah dilakukan
pemeriksaan, warga diarahkan untuk menuju meja konsultasi. Dimana warga
akan diberikan leaflet dan penjelasan mengenai penyakit hipertensi, Asam urat,
cholesterol, dan DM. Selain itu, warga yang diberikan edukasi tentang hipertensi
yaitu pasien resume dan binaan sejumlah 29 orang dan dari 22 orang pasien
resume terdapat 11 pasien yang diberikan pijat refleksi kaki, hasilnya
menunjukkan terdapat penurunan tekanan darah pada pasien.

Selain pemeriksaan gratis, implementasi dari diagnosa ketidakefektifan


managemen kesehatan adalah melakukan pelatihan kader untuk meningkatkan
kemampuan kader dalam memberikan pelayanan. Pelatihan kader terdiri diri
edukasi 5 penyakit terbanyak pada lansia dan balita, terapi pijat refleksi kaki, dan
pelatihan pemeriksaan Gula darah. Pelatihan dimulai dengan memberikan
kuesioner pre test untuk mengetahui tingkat pengetahuan kader terkait 5
penyakit terbanyak pada lansia dan balita. Hasil pre test menunjukkan terdapat 2
orang yang mendapatkan nilai ≥80 dan terjadi peningkatan saat post test yaitu
terdapat 6 orang yang mendapatkan ≥80. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa Pendidikan kesehatan merupakan suatu cara penunjang
program-program kesehatan yang dapat menghasilkan perubahan dan
peningkatan pengetahuan dalam waktu yang pendek. Konsep pendidikan
kesehatan merupakan proses belajar pada individu, kelompok atau masyarakat
dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu
mengatasi masalah kesehatan menjadi mampu (Notoatmodjo, 2007).

Selain itu, hasil pelatihan pemeriksaan gula darah didapatkan hasil kader
yang mau mempraktekkan pemeriksaan gula darah hanya 2 orang. Sebagian
besar kader (8 orang ) tidak mau mempraktekkan karena takut untuk
menusukkan jarum. Hasil observasi dua kader yang mempraktekkan
pemeriksaan gula darah mampu mempraktekkan dengan baik sesuai SOP.
Pembinaan kader merupakan sarana penting dalam peningkatan pengetahuan
dan keterampilan kader dalam kegiatan posyandu. Kader yang terampil akan
sangat membantu dalam pelaksanaan kegiatan posyandu, sehingga informasi
dan pesan-pesan gizi akan dapat dengan mudah disampaikan kepada
masyarakat (Sukiarko, 2007). Sedangkan hasil pelatihan terapi pijat kaki hanya
diberikan edukasi cara melakukan pijat refleksi kaki dengan menampilkan video,
namun tidak dapat di lakukan roleplay pijat kaki karena kader tidak bersedia.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pendidikan kesehatan bahaya rokok dan ISPA dilakukan pada saat


pemeriksaan kesehatan pada tanggal 24-26 Mei 2018. Selain itu edukasi
bahaya merokok juga diberikan pada pasien binaan dan resume. Total
responden yang diberikan pendidikan kesehatan bahaya rokok dan ISPA
berjumlah 63 orang. Hasil pre post pendidikan kesehatan menunjukkan
adanya peningkatan pengetahuan tentang bahaya rokok dan ISPA.

2. Pemeriksaan kesehatan dilaksanakan pada tanggal 24-26 Mei 2018.


Pemeriksaan kesehatan terdiri dari pemeriksaan tekanan darah, Asam
urat, kolesterol, gula darah dan konsultasi. Warga RW 1 yang mengikuti
pemeriksaan kesehatan berjumlah 53 orang.

3. Pelatihan kader dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 2018. Pelatihan kader


terdiri dari pemberian edukasi 5 penyakit terbanyak pada lansia dan balita,
terapi pijat refleksi kaki untuk pasien hipertensi, pelatihan pemeriksaan
gula darah. Hasil edukasi pre post menunjukkan adanya peningkatan nilai
post test. Selain itu, pelatihan pemeriksaan gula darah didapatkan hasil 2
kader mampu mempraktekkan cara pemeriksaaan gula darah sesuai
SOP.

B. Saran

1. Untuk Puskesmas
a. Bagi petugas puskesmas diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat bahwa terapi pijat refleksi kaki dapat digunakan
sebagai terapi non farmakologis dalam membantu menurunkan
tekanan darah sistolik dan diastolik secara alami. Pemberian
informasi dapat dilakukan saat petugas puskesmas menemui
penderita hipertensi yang melakukan kontrol di puskesmas, saat
melakukan posyandu lansia atau saat melakukan home visite. Akan
lebih baik jika petugas puskesmas memahami pijat refleksi kaki
sehingga dapat mengajarkan kepada kader kesehatan cara pijat
refleksi kaki dengan baik dan benar sehingga para kader dapat
meneruskan kepada masyarakat.
b. Sebaiknya diadakan kegiatan rutin tentang penyuluhan kesehatan
sebagai upaya pencegahan primer sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan serta kesadaran warga akan pentingnya menjaga
kesehatan sebelum terlambat. Selain itu perlu adanya deteksi dini
kesehatan yang dilakukan oleh petugas untuk mengurangi perilaku
beresiko pada warga sehingga dapat menjadi salah satu upaya
preventif sekunder terhadap kejadian penyakit–penyakit yang
disebabkan oleh karena perilaku beresiko yang dilakukan warga.
c. Puskesmas perlu mengadakan program monitoring dan evaluasi
secara berkala lebih lanjut terhadap kegiatan Posbindu di RW 01
dalam rangka meningkatkan kunjungan warga ke Posbindu. Serta
meningkatkan keterampilan kader dalam program Posbindu.
d. Diharapkan dapat melaksanakan kegiatan pelatihan kader lebih
sering untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan
kader agar kader dapat melaksanakan tanggung jawab dengan lebih
baik dan sesuai standar

2. Untuk perangkat kelurahan, kader dan warga binaan


a. Untuk Perangkat kelurahan sebaiknya berkerja sama dengan
tenaga kesehatan atau kader desa untuk memfasilitasi pemberian
penyuluhan kesehatan pada kegiatan warga. Sehingga dengan
diadakannya penyuluhan pengetahuan dan kesadaran warga
untuk berperilaku sehat meningkat.
b. Diharapkan kader dapat mengimplementasikan ilmu dan
ketrampilan yang diberikan pada saat pelatihan kader untuk
deteksi dini, memantau kondisi kesehatan masyarakat RW 01
untuk mencegah dan menghidari penyakit serta komplikasinya.
c. Kader dapat memotivasi masyarakat untuk mengikuti Posyandu
dan Posbindu.
d. Untuk seluruh warga RW 01 sebaiknya rajin dalam melakukan cek
kesehatan, sehingga pengobatan dan pencegahan penyakit
berbahaya dapat dilakukan dengan tepat. Dan sebaiknya warga
aktif dalam mengikuti kegiatan posyandu lansia, posyandu balita
dan posbindu. Bagi penderita hipertensi diharapkan mampu
secara teratur melakukan terapi nonfarmakologi diantaranya
dengan terapi pijat refleksi kaki sehingga dapat menurunkan
tekanan darah.

Anda mungkin juga menyukai