Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ayam Kampung (Gallus domesticus)

Ayam kampung merupakan ayam lokal asli Indonesia yang berasal dari ayam

hutan (Gallus varius) yang telah mengalami proses evolusi dan domestikasi, maka

tercipta ayam kampung yang telah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya

sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca dibandingkan dengan ayam ras

(Sadid et al,. 2016). Ayam kampung dikenal dengan nama ayam lokal, ayam sayur,

atau ayam buras. Keberadaan ayam kampung tersebar di seluruh pelosok wilayah

Indonesia. Klasifikasi ayam kampung secara zoologis menurut rose (2001) yaitu:

Kingdom : Animalia; Filum : Chordata; Class : Aves; Subclass : Neornithes; Ordo :

Galliformes; Genus : Gallus; Spesies : Gallus domesticus.

Gambar 1 Ayam Kampung Jantan Gambar 2 Ayam Kampung Betina


Sumber: Dokumen Pribadi Peneliti Sumber: Dokumen Pribadi Peneliti

2.1.1 Morfologi Ayam Kampung (Gallus domesticus)

Salah satu ciri ayam kampung adalah sifat genetiknya yang tidak seragam.

Warna bulu, ukuran tubuh, dan kemampuan produksi yang tidak sama merupakan
cermin dari keragaman genetiknya. Ayam kampung di Indonesia mempunyai ciri-ciri

yaitu bentuk tubuh ramping, kompak, dan padat dengan pertumbuhan daging yang

relative baik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa warna bulu ayam kampung bervariasi

yaitu merah, coklat, hitam, putih, kuning keemasan, lurik, maupun kombinasinya.

Pertumbuhan bulunya sempurna, serta memiliki kaki panjang dengan sisik kuning,

putih, maupun hitam. Ayam kampung memiliki kelebihan yaitu pada daya adaptasi

yang tinggi karena mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, kondisi

lingkungan, dan perubahan iklim serta cuaca setempat. Selain itu daging dan telur

ayam kampung memilik rasa khas yaitu gurih yang banyak disukai oleh masyarakat

(Henuk et al.,2015).

Ayam kampung memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan ayam lain

yaitu lebih lincah, aktif bergerak dan dapat bertahan jika dipelihara secara umbaran

(Silondae dkk,. 2019). Ayam kampung tahan terhadap pemeliharaan yang buruk,

dapat dipelihara dengan pakan yang mengandung nutrisi rendah serta tidak mudah

stres (Silondae et al,. 2019). Ayam kampung memiliki daya adaptasi yang tinggi dan

dapat bertahan dalam segala kondisi terutama saat perubahan iklim dan cuaca. Ayam

kampung tidak membutuhkan lahan yang luas, penyediaan pakan mudah dan murah

serta siklus produksi lebih singkat sehingga lebih cepat dirasakan manfaat

ekonominya. Kendala yang dimiliki ayam kampung adalah tingkat pertumbuhannya

yang relatif lambat serta produktivitasnya rendah (Sarajar dkk,. 2016).

Ayam kampung memiliki beberapa kelemahan seperti produktivitas yang

rendah, dan sulitnya memperoleh bibit yang baik dan seragam. Produksi ayam
kampung tergolong rendah yaitu rata-rata produksi telur per tahun hanya 60 butir

dengan berat rata-rata 30 gram/butir. Berat badan ayam kampung tua tidak lebih dari

1,9 kg sedangkan ayam kampung betina lebih rendah yaitu 1,3 kg sampai 1,5 kg

(Rasyaf, 2011). Induk betina mulai bertelur saat berumur 190 hari atau 6 bulan. Induk

ayam kampung dapat mengerami 8 sampai 15 butir telur. Rendahnya tingkat

produktivitas ayam kampung disebabkan oleh kurangnya perbaikan tatalaksana

pemeliharaan. Aman (2011) menyebutkan rendahnya produktivitas ayam kampung

disebabkan oleh tingginya variasi genetik akibat sistem perkawinan bebas secara

alami yang telah berlangsung lama.

2.1.2 Jenis – jenis Ayam Kampung (Gallus domesticus)

Ayam kampung memiliki beberapa varietas dan spesies, beberapa diantaranya

yaitu: Ayam Kedu, Ayam Nunukan, Ayam Pelung, Ayam Sumatera, Ayam Gaok,

Ayam Jawa Super (ILO, 2012), namun demikian, di Indonesia dilaporkan terdapat 32

jenis ayam lokal dan masing-masing jenis memiliki keunggulan tersendiri, seperti

Ayam Pelung, Sentul, Kedu, Merawang, Gaok, dan Nusa Penida. Ukuran fenotipik

ayam yang memberikan pengaruh kuat terhadap pembeda rumpun ayam adalah

panjang punggung dan lingkar dada (Mariandayi dkk,. 2013).

2.1.3 Sistem Pencernaan Ayam Kampung (Gallus domesticus)

Kebutuhan nutrisi ayam yang digunakan setelah penetasan berasal dari yolk

sac. Setelah penetasan anak ayam mengkonsumsi yolk sac untuk daya tahan tubuh

dan perkembangan organ pencernaan. Sistem pencernaan merupakan sistem yang


terdiri dari saluran pencernaan dan organ-organ pelengkap yang berperan dalam

proses pencernaan bahan pakan yang dapat diserap oleh dinding saluran pencernaan.

Ternak unggas mempunyai saluran pencernaan yang sederhana, yaitu terdiri dari

rongga mulut, esophagus, tembolok, proventriculus, gizzard, usus halus (duodenum,

jejunum, ileum),usus besar (ceca, rectum), dan kloaka (Hamzah, 2013).

Sistem pencernaan merupakan rangkaian proses yangterjadi di dalam saluran

pencernaan ayam untuk memanfaatkan nutrien dari pakan atau bahan pakan yang

diperlukan tubuh untuk hidup, beraktivitas, berproduksi dan bereproduksi. Sistem

pencernaan ayam kampung terdiri atas rongga mulut, esofagus dan temboloknya,

lambung kelenjar, lambung otot, usus halus,usus besar, kloaka dan anus, beserta

kelenjar asesori yaitu hati dan pankreas.Kelenjar ludar mensekresikan saliva ke dalam

rongga mulut untuk membasahi makanan agar mudah ditelan. Saliva mengandung

enzim pencernaan yang akan memecah makanan secara kimiawi. Lidah membantu

proses penelanan dan mendorong makanan menuju esofagus (Teme dkk,. 2019).

Usus halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya pencernaan dan

absorbsi produk pencernaan dan mempunyai peranan penting dalam transfer nutrisi.

Alfiansyah (2011) Usus halus merupakan saluran berkelok-kelok yang memiliki

banyak lipatan yang disebut vili. Rahayu dkk. (2011) mengemukakan bahwa pada

ayam dewasa, panjang usus halus sekitar 62 inci atau 1,5 meter.

Kemampuan pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan dapat dipengaruhi

oleh luas permukaan epithel usus, jumlah lipatan-lipatannya, dan banyaknya villi dan
mikrovilli yang memperluas bidang penyerapan dan dipengaruhi juga oleh tinggi dan

luas permukaan villi, duodenum, jejunum, dan ileum (Sari dkk,. 2019).

2.2 Klasifikasi Ayam Ras Pedaging (Gallus gallus domesticus)

Ayam ras merupakan jenis ras unggul dari hasil persilangan antara bangsa-

bangsa ayam yang dikenal memiliki daya produktivitas yang tinggi terhadap produksi

daging (karkas) dan telur. Jenis-jenis ayam ras unggul ini merupakan final stock yang

didatangkan dari luar negeri. Ayam ras pedaging atau yang lebih dikenal masyarakat

dengan nama ayam broiler adalah merupakan jenis ras unggul hasil dari persilangan,

perkawinan. Hasil dari persilangan ras tersebut menghasilkan anak-anak ayam ras

yang memiliki pertumbuhan badan cepat dan memiliki daya alih (konversi) pakan

menjadi produk daging yang tinggi, artinya dengan jumlah pakan yang dikonsumsi

sedikit mampu bertumbuh dengan sangat cepat. Daya alih pakan menjadi telur sangat

rendah, oleh karena itu ayam broiler lebih cocok atau menguntungkan bila

diternakkan sebagai penghasil daging. Hal ini dikarenakan dengan pakan yang hemat

mampu mengubahnya menjadi produk daging dengan sangat cepat (Samadi, 2010).

Pengelompokan ayam ras pedaging di dalam klasifikasi hewan sebagai

berikut : Kindom : Animalia; Fillum : Chordata; Class : Aves; Subclass : Neornithes;

Famili : Phasianidae; Ordo : Galliformes; Genus : Gallus; Spesies : Gallus gallus

domesticus (Nugroho dkk, 2020).


Gambar 3 (Ayam Ras Pedaging Jantan) Gambar 4 Ayam Ras Pedaging Betina
Sumber : Https://Hobiternak.Com Sumber:Http://Kamicintapeternakan.Com/
(14 Desember 2020) (14 Desember 2020)

2.2.2 Morfologi Ayam Ras Pedaging (Gallus gallus domesticus)

Ayam pedaging adalah jenis ternak bersayap dari kelas aves yang telah

didomestikasikan dan cara hidupnya diatur oleh manusia dengan tujuan untuk

memberikan nilai ekonomis dalam bentuk daging (Yuwanta, 2004). Ayam pedaging

dapat menghasilkan relatif banyak daging dalam waktu yang singkat. Ciri – cirinya

adalah sebagai berikut:

a. Ukuran badan ayam pedaging relatif besar, padat, kompak, dan

berdaging penuh, sehingga disebut tipe berat.

b. Jumlah telur relatif sedikit.

c. Bergerak lambat dan tenang.

d. Biasanya lebih lambat mengalami dewasa kelamin.


e. Beberapa jenis ayam pedaging mempunyai bulu kaki dan masih suka

mengeram (Rahayu dkk,. 2011)

2.2.3 Pemeliharaan Ayam Ras Pedaging (Gallus gallus domesticus)

Secara komersial pemeliharaan ayam pedaging meliputi perkandangan,

pemilihan bibit, pemeliharaan, pencegahan penyakit dan pola pemberian ransum.

Persiapan kandang dilakukan untuk kenyamanan anak ayam agar anak ayam dapat

beradaptasi, tidak stress. Kegiatan awal yang dilakukan untuk kenyamanan suasana

kandang adalah dengan membersihkan kandang dengan air bersih. Proses pencucian

kandang harus meliputi semua bagian jangan sampai ada bagian yang terlewatkan

menggunakan sprayer tekanan tinggi kemudian dengan deterjen dan desinfektan, agar

mikroorganisme yang menempel dibagian kandang mati. Kandang sudah harus

dibersihkan dengan air bersih yang telah dicampur pembunuh kuman/desinfektan

setelah itu pengapuran kandang dengan mengoles seluruh permukaan kandang hingga

kerangka kandang dan lantai sekitar kandang dan selanjutnya serangkaian sistem

pendukung kenyamanan ayam broiler yakni penghangat, sekat, tempat ransum dan

minum, litter (alas lantai), pencahayaan, suhu, dan kelembapan (Nastiti, 2012).

2.2.4 Sistem Pencernaan Ayam Ras Pedaging (Gallus gallus domesticus)

Alat pencernaan ayam diklasifikasikan menjadi dua bagian penting yaitu

bagian tractus alimentarius yang terdiri dari paruh, pharinx, tembolok, lambung

kelenjar, lambung otot atau ampela, usus halus, usus besar, dan kloaka serta bagian

aksesoris yang terdiri dari hati, pankreas, dan limpa. Saluran pencernaan pada ternak
unggas terdiri dari paruh, esofagus, tembolok, proventrikulus, ventrikulus, usus halus,

seka, rektum, kloaka, dan anus sementara 6 organ aksesori terdiri dari pankreas dan

hati (Rimbawanto dkk,. 2019). Berikut adalah gambar saluran pencernaan ayam

secaralengkap(GauthierdanLudlow,2013)

Gambar 5 Saluran Ayam


Sumber : (Gauthier and Ludlow, 2013)

Usus halus merupakan salah satu bagian organ pencernaan utama yang

mempunyai fungsi untuk proses pencernaan dan absorbsi. Usus halus tidak hanya

berperan penting dalam pencernaan dan penyerapan nutrisi pakan, tetapi juga

termasuk sistem imun terbesar dalam tubuh ternak (Liu et al,. 2015).

Duodenum merupakan bagian dari usus halus yang berfungsi sebagai

penyerap air, natrium dan mineral-mineral lain, disamping itu juga terjadi pencernaan

dengan proses penguraian dari nutrien kasar berupa pati, lemak dan protein.

Duodenum mensekresikan enzim tripsin, amilase, dan lipase dari pankreas serta getah
empedu dari hati untuk mencerna pakan. Perkembangan duodenum apabila tidak

sempurna mengakibatkan fungsi duodenum tidak optimal, absorbsi terganggu dan

dapat terjadi diare serta mengurangi produktivitas ayam (Raditya dkk., 2013).

Proses pencernaan pakan setelah melewati duodenum akan dilanjutkan di

dalam jejenum. Jejenum adalah bagian tengah dari bagian usus halus. Jejenum

merupakan bagian dari usus halus yang memanjang dari ujung dinding duodenum

hingga ileum, dan berfungsi sebagai tempat penyerapan zat pakan terbesar di dalam

tubuh ayam. Kisaran normal bobot dan panjang jejenum adalah 3 - 4 g dan 58 - 74 cm

(Yaman, 2010).

Ileum merupakan bagian dari usus halus setelah jejenum yang berfungsi

mengabsorbsi partikel-partikel kecil dari nutrien. Sepanjang permukaan ileum

terdapat banyak villi. Permukaan villi terdapat mikrovilli yang berfungsi untuk

mengabsorbsi hasil pencernaan (Suprijatna dkk., 2008). Kisaran normal bobot dan

panjang ileum adalah 15 g dan 32 cm (Yaman, 2010).

2.3 Parasit Cacing Ayam (Gallus gallus domesticus)

Penyakit kecacingan disebut juga helminthiasis akan menyebabkan

kerugian secara ekonomis, karena unggas penderita mengalami hambatan

pertumbuhan, penurunan produksi telur, dan penurunan kondisi tubuh. Secara

alami ditemukan pada berbagai jenis unggas liar dan unggas peliharaan. Beberapa

spesies cacing sering ditemukan secara kebetulan pada saat melakukan bedah

bangkai pada ayam helminthiasispada unggas disebabkan oleh cacing, yang


secara umum terdiri dari tiga klas, yaitu klas nematoda, trematoda dan cestoda.

Penyakit helminthiasis akibat nematoda (Oxyspirura sp, Syngamus trachea,

Capillaria sp, Ascaridia sp, Heterakis gallinarum) disebut nematodosis, yang

disebabkan trematoda (Echonostoma revolutum) disebut trematodosis dan yang

disebabkan oleh cestoda disebut cestodosis (Raillietina spp) (Rahayu, 2010).

Terdapat kurang lebih 60 jenis cacing yang dapat menyerang ayam.

Dari sekian banyak jenis cacing yang dapat menyerang ayam, A. galli dan

Raillietina sp. paling serius menimbulkan masalah. Gejala ayam yang menderit

kecacingan parah akan tampak pertumbuhan terhambat, kurus, pucat, kadang -

kadang diare bercampur darah. Pada kondisi ke cacingan parah, jika usus ayam

dipotong maka akan ditemukan cacing pada usus dengan perubahan usus

menebal, meradang, berdarah dan kadang terjadi perobekan dinding usus (Jahja et al,

2006).

Penyakit kecacingan pada ayam paling sering ditemukan adalah cacing pita

seperti Raillietina tetragona dan Raillietina echinohothrida. Penyakit ini dapat

ditularkan lewat lalat kandang dan semut sebagai inang perantara. Gejala klinik

adalah kehilangan nafsu makan, anemia, depresi dan diare. Pemeriksaan post

mortemmemperlihatkan adanya nodul-nodul dalam usus halus yang terdiri dari

jaringan nekrotik dan leukosit (Soetiyono, 2001).

Semua unggas secara alami dapat terinfeksi cacing. Pada umumnya cacing

menginfeksi saluran pencernaan, tapi ada pula yang menginfeksi organ lain seperti
otak, trakea, dan mata. Tidak semua penyakit kecacingan pada ayam tampak

nyata. Nematoda merupakan kelompok parasit cacing yang terpenting pada

unggas, hal ini terkait dengan jumlah spesiesnya dan kerusakan yang

disebabkan cacing tersebut. Cacing Heterakis gallinarum bertanggung jawab

terhadap kejadian blackhead pada ayam, karena ovum cacing bisa

mengandung protozoa yang disebut Histomonas meleagridis. Cacing berukuran

panjang 1,5 cm dan bisa dalam jumlah sangat banyak di sekum, sehingga

menyebabkan radang sekum dan nodul-nodul kecil di dinding sekum (Jahja et al,

2006).

2.3.2 Cestoda Saluran Pencernaan Ayam (Gallus gallus domesticus)

Cacing cestoda hidup di dalam saluran pencernaan ayam. Keberadaan cacing

dalam jumlah sedikit mampu ditoleransi oleh unggas, namun dalam jumlah tertentu

cacing akan merugikan bagi kesehatan unggas, karena mengambil nutrisi,

menimbulkan kerusakan ekstensif pada mukosa usus dan mengganggu penyerapan.

(Jacob et al. 2014).

Dampak infeksi cacing dapat bervariasi tergantung derajat infeksinya, dari

infeksi berat yang dapat menyebabkan kematian, hingga infeksi ringan yang

menyebabkan penurunan produksi yang tak terlihat. Cestoda adalah nama yang

diberikan untuk kelas cacing pipih parasit dari filum Platyhelminthes. Cestoda biasa

dikenal dengan nama cacing pita. Cacing pita merupakan cacing hermaprodit dengan

badan yang memanjang, beruas – ruas tanpa saluran pencernaan ataupun rongga
tubuh. Badannya terdiri dari skolex yang dilengkapi penghisap dan kait – kait serta

badan yang disebut strobila yang terdiri atas sejumlah segmen. Setiap segmen di

lengkapi dengan sepasang organ reproduksi dan segmen gravid merupakan segmen

matang yang mengandung telur yang telah dibuahi di keluarkan bersama tinja

(Winarso, 2019). Berikut golongan dari klas cestoda :

2.3.2.1 Raillietina sp

Cestodosis merupakan penyakit cacing pita yang menyerang ayam pada

semua umur. Penyebarannya melalui kotoran ayam yang sakit atau alat-alat yang

digunakan. Gejala yang terlihat antara lain lesu, pucat, kurus dan diikuti dengan sayap

yang menggantung serta kondisi yang berangsur-angsur menurun dan selanjutnya

diikuti kematian akibat komplikasi. Cacing Cestoda yang sering hidup pada ayam

yaitu Raillietina spp. Raillietina merupakan cacing yang sering ditemukan pada tiap

ayam. (Rismawati, dkk, 2013).

Tingginya populasi Raillietina dipengaruhi oleh jumlah lalat (Musca

domestica) yang ada di peternakan (Moenek dan Oematan, 2017). Lalat berpotensi

menjadi hospes intermediet (inang antara) bagi infeksi Raillietina sp. Serangga lain

yang menjadi faktor inang perantara pada Raillietina sp adalah kecoa. Kecoa

menyukai tempat yang kotor dan kondisi lingkungan yang hangat. Peternakan yang

besar memiliki penerangan lampu yang dapat menghangatkan ayam kampung,

dengan kondisi seperti itu diduga kecoa dapat berkeliaran bebas (Rismawati, dkk,

2013).
Klasifikasi cacing Raillietina (Raillietina sp): Filum : Nemathelminthes;

Kelas : Eucestoda; Ordo : Anoplocephalidea; Famili : Davainelidae; Genus :

Raillietina sp; Spesies : Raillietina sp (Soulsby, 1982). Raillietina ini terbagi menjadi

tiga yaitu Raillietina tetragona, Raillietina echinobothrida dan Raillietina cesticillus,

dengan inang dan morfologi yang berbeda.

A. Raillietina cesticillus

Raillietina cistisellus panjangnya dapat mencapai 13 cm, mempunyai

rostelum yang lebar dengan ukuran 400-500 kait, dan alat penghisap biasanya tidak

dipersenjatai. Setiap kapsula telur berisi satu telur memiliki diameter 75-88 mikron”.

Raillietina cistisellus dapat menyebabkan lesi pada usus dan menghambat

perkembangan atau pertumbuhan, namun pada infeksi buatan yang dilakukan ternyata

cacing tersebut bersifat tidak patogenik (Tabbu, 2002).

B. Raillietina echinobothrida

Raillietina echinobothrida adalah endoparasit, dan cacing pita ini termasuk

kelas Cestoda. Ini adalah parasit saluran pecernaan burung, keluarga Davaineidae

(Cestoda: Cyclophyllidea), dan yang paling patogen dan lazim menginfeksi spesies

10 Gallus domesticus. Raillietina echinobothrida membutuhkan dua inang, burung

dan semut dalam siklus hidupnya. Raillietina echinobothrida termasuk cacing

hermaprodit yang memiliki dua organ reproduksi yaitu organ reproduksi jantan dan

organ reproduksi betina dalam tubuhnya. Cacing pita ini menyebabkan terhambatnya

pertumbuhan dari anak ayam, juga kekurusan ayam finisher dan penurunan produksi

telur dari ayam. R. echinobothrida tidak menyebabkan kerusakan patologis, namun


luka parah pada dinding usus dan diare bisa timbul. Ini seolah-olah mengakibatkan

sakit (Waghmare et al, 2014).

Raillietina echinobothrida adalah antara parasit cestoda patogen yang paling

umum dari burung di seluruh dunia dan menghasilkan perbedaan menjadikan salah

satu cacing yang prevalensi paling umum kedua yang tercatat dari unggas domestik di

utara-timur India. Pita dewasa cacing ditemukan dalam lumen usus host yang

terinfeksi dan menyebabkan enteritis hiperplastic berhubungan terkait dengan

pembentukan granuloma pada dinding usus burung yang terinfeksi. (Ghobashy and

Taeleb, 2015).

C. Raillietina tetragona

Raillietina tetragona memiliki panjang mencapai 25 cm dan lebar 3mm

mempunyai rostelum satu baris dari 100 kait–kait yang panjangnya 6-8 mikron.

Raillietina tetragona terdapat dalam usus halus bagian posterior pada ayam. Alat

penghisap dipersenjatai dengan 8-10 baris kait yang lebih kecil dari yang dimiliki

Raillietina echinobotrida, kait ini mudah lepas. Telur terbungkus oleh kapsula, di

dalam setiap kapsula terdapat 8-12 telur. Sistiserkoid terdapat dalam semut genus

Phidola dan Tetramurium (Levine, 1994)


Siklus Hidup Raillietina sp

Gambar 6 Siklus Hidup Raillietina Sp


Sumber : (Levine, 1994)

Siklus hidup Raillietina sp. melewati inang perantara yang berupa lalat dan

serangga. Unggas terinfeksi dengan memakan hospes perantara yang mengandung

telur cacing. Telur yang menetas berkembang menjadi onkosfer yaitu telur yang telah

berkembang menjadi embrio banyak sel yang dilengkapi dengan 6 buah kait. Setelah

ayam memakan inang antara yang mengandung sistiserkoid, maka sistiserkoid

terbebaskan oleh adanya aktivitas enzim pencernaan. Segera setelah sistiserkoid

bebas, skoleksnya mengalami evaginasi dan melekatkan diri pada dinding usus.

Proglotid baru akan mulai terbentuk dalam 3 minggu setelah infeksi. Proglotid

immature akan berkembang menjadi proglotid gravid yang berisi telur. Proglotid

gravid akan lepas dan ikut bersama feses. Proglotid akan termakan hospes perantara
dan onkosfer akan aktif dan berkembang menjadi sistiserkoid. Selanjutnya

sistiserkoid berkembang menjadi cacing dewasa di dalam usus ayam dalam waktu 20

hari (Retnani, 2007).

2.3.3 Nematoda Saluran Pencernaan Ayam (Gallus gallus domesticus)

Nematoda yang menyerang saluran pencernaan adalah Capilaria sp,

Gongylonema sp, Dyspharynspx, Tetrameres sp, Ascaridia sp, Heterakis sp,

Strongyloides sp dan Trichostrongylubs sp. Banyak spesies Ascaridia sp, Capilaria

sp, Heterakis sp yang diketahui menyerang usus halus ayam (Jahja, 2006).

Berikut ini adalah jenis – jenis cacing nematoda yang lebih tinggi menyerang

pencernaan pada ayam.

2.3.3.1 Capilaria sp

Capillaria sp adalah nama jenis cacing dari genus nematoda. Cacing ini

merupakan parasit pada sistem pencernaan seperti pada usus dan lambung ayam.

Pada infestasi berat biasanya ditandai dengan gejala seperti badan kurus, perut

membesar, kehilangan nafsu makan, mengeluarkan kotoran berwarna putih dantipis,

atau kotoran dengan warna berselang-seling antara gelap (hitam) dan terang (putih)

(Munar dkk, 2016).

Klasifikasi capillaria sp sebagai berikut : Kingdom : Animalia; Filum :

Nematoda; Class : Enoplia; Ordo : Trichurida; Family : Capillaridae; Genus :

Capillari (Soulsby,1982)
Siklus Hidup Capillaria sp sebagai berikut :

Telur cacing tersimpan


di saluran pencernaan
Cacing capillaria
dewasa

Telur menetas, dan


tumbuh menjadi larva

Feses ayam terkontaminasi


telur cacing

Telur cacing terdapat di tanah,


feses, dan kandang

Ayam memakan tanah, feses


yang terkontaminasi telur cacing

Gambar 2.7 Siklus Hidup Capillaria Sp


Sumber :Http://Www.Poultrydvm.Com/
(14 Desember 2020)

Siklus hidup tidak langsung. Telur yang keluar bersama kotoran ditelan oleh

cacing tanah dan mengalami perkembangan mencapai stadium infektif setelah 2-3

minggu. Masa prepaten cacing tersebut ialah sekitar 3-4 minggu.

2.3.3.2 Ascaridia galli

Salah satu penyakit ayam yang disebabkan oleh cacing adalah Ascaridiasis

atau yang dikenal dengan penyakit cacing gelang. Rahardjo (2009) menyatakan

bahwa larva cacing Ascaridia galli berukuran sekitar 7 mm dan dapat ditemukan di

selaput lendir usus. Cacing ini biasanya menimbulkan kerusakan yang parah selama
bermigrasi pada fase jaringan dari stadium perkembangan larva. Klasifikasi cacing

Ascaridia galli adalah sebagai berikut: Kelas : Nematoda; Sub kelas : Secernentea;

Ordo : Ascaridia; Family : Ascarididae; Genus : Ascaridia (Soulsby,1982).

Siklus hidup Ascaridia galli

Gambar 8 Siklus Hidup Ascaridia Galli


Sumber : (Yahya, 1992)
Siklus hidup Ascaridia galli tidak butuh inang perantara. Penularan cacing

tersebut biasanya melalui pakan, air minum, litter, atau bahan lain yang tercemar oleh

feses yang mengandung telur infektif. Ayam muda lebih sensitif terhadap kerusakan

yang ditimbulkan oleh Ascaridia galli (Herawati dan Winarso, 2016).

2.3.3.3 Heterakis gallinarum

Parasit Heterakis gallinarum adalah salah satu dari nematoda yang paling

sering didiagnosis pada saluran pencernaan bangsa unggas (Prayoga dkk, 2014).
Klasifikasi Heterakis gallinarum : Kingdom : Animalia; Filum : Nematoda;

Class : Secernentea; Subclass : Rhabditia; Ordo : Ascarididae; Famili : Ascarididae;

Genus : Heterakis; Spesies : Heterakis Gallinarum (Soulsby,1982).

Siklus hidup Heterakis gallinarum


Siklus Hidup
Heterakis
gallinarum
Cacing H Gallinarum
Dewasa Telur cacing tersimpan
di saluran pencernaan

Telur menetas, dan tumbuh


menjadi larva
Feses ayam terkontaminasi
telurcacing

Telur cacing terdapat di


Cacing tanah sebagai
tanah, feses, dan kandang
inang pelantara

Ayam memakan cacing


tanah, tanah, feses yang
terkontaminasi oleh telur
cacing

Gambar 9 Siklus Hidup H. Gallinarum


Sumber : http://www.poultrydvm.com/
(14 Desember 2020)

Siklus hidup Heterakis gallinarum tergolong langsung dengan cacing tanah

dan lalat sebagai inang antara. Telur-telur yang tidak berembrio keluar bersama feses

dan berkembang menjadi telur infektif sekitar 2 minggu, tergantung pada suhu dan

kelembaban. Ketika telur yang infektif tertelan oleh inang yang peka maka telur

menetas dalam usus kecil. Dalam waktu 24 jam, larva telah mencapai sekum melalui
lumen usus dimana mereka berkembang menjadi cacing dewasa. Waktu prepatent

adalah 24 - 30 hari (Kurniawan dkk, 2010).

2.3.4 Trematoda Saluran Pencernaan Ayam (Gallus gallus domesticus)

2.3.4.1 Echinostoma revulotum

Bentuk cacing Trematoda adalah oval atau seperti daun, tidak bersegmen,

dilengkapi dengan satu atau dua batil hisap (sucker) dan biasanya mempunyai saluran

pencernaan yang buntu (sekum). Cacing ini mempunyai daur hidup tidak langsung.

Cacing Echinostoma revolutum ditemukan pada sekum dan rectum

(Kusumamihardja, 1992). Infeksi Echinostoma menyebabkan kerusakan ringan pada

mukosa usus dan tidak menimbulkan gejala yang berarti. Infeksi berat dapat

menyebabkan timbulnya radang kataral pada dinding usus atau ulserasi (Irmawati

dkk, 2013).

Klasifikasi cacing Echinostoma Revolutum: Filum : Platyhelminthes; Kelas :

Digenea; Ordo : Prosostomata; Famili : Echinostomatidae; Genus : Echinostoma;

Spesies : Echinostoma revolutum (Soulsby,1982).


Siklus Hidup Echinostoma revolutum

Gambar 10 Siklus Hidup Echinostomd revolutum


Sumber :Http://Phantomzvet.Blogspot.Com/
(14 Desember 2020)

Cacing E. revolutum memiliki siklus hidup tidak langsung dan mempunyai

inang antara golongan siput Stagniola palustris, Lymnea stagnalis, dan Lymnea

attenuate. Telur akan keluar bersama dengan feses, pada kondisi yang baik, telur akan

berkembang menjadi mirasidium, pada hari ketiga kemudian mirasidium melakukan

penetrasi ke dalam tubuh inang antara yaitu siput, dalam tubuh siput mirasidium

berkembang menjadi serkaria. Serkaria akan mencari inang antara yang lain

kemudian menjadi kista. Inang definitif akan terinfeksi jika memakan siput yang

mengandung kista (Amaliah dkk, 2018).

Anda mungkin juga menyukai