Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SEDIAAN EMULSI PARENTERAL


(Dosen Pengampu: Dra. Nurul Akhatik., M.Si)

Disusun oleh
Intan Ainur Rokhimah
23340096

PROGRAM STUDI APOTEKER


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sediaan farmasi steril merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang banyak
digunakan terutama pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Apabila obat tidak dapat
diminum melalui oral karena ketidakmampuan untu menelan, menurunnya kesadaran,
inaktifitas obat oleh cairan lambung maka dapat dipilih rute parenteral. Pengobatan
parenteral diberikan secara interdermal (dibawah kulit), subkutan (kedalam jaringan
lemak), intramuskular (didalam otot), dan intravena ( didalam vena). Sediaan ini sangat
membantu pada saat pasien dioperasi, diinfus, disuntik, mempunyai luka terbuka yang
harus diobati.
Proses pembuatan sediaan steril sama dengan proses pembuatan sediaan non steril,
tetapi pada pembuatan sediaan steril dibutuhkan pemahaman tentang proses sterilisasi
terutama yang berkaitan dengan stabilitas bahan aktif maupun zat tambahan dalam
formulasi sehingga dihasilkan sediaan steril yang memenuhi persyaratan (Rahman & Djide,
2009).
Salah satu sediaan farmasi steril adalah sediaan parenteral yang digunakan per
injectionem dan per infus. Pada umumnya pemberiann dengan cara parenteral dilakukan
bila di inginkan kerja obat yang cepat seperti pada keadaan gawat bila penderita tidak dapat
bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut
(oral) atau bila obat itu sendiri tidak efektif dengan cara pemberian lain (Ansel, 1989).
1.2 Tujuan
a. Dapat mengetahui definisi sediaan parenteral
b. Dapat mengetahui bahan-bahan yang diperlukan untuk membuaat sediaan parenteral
c. Dapat mengetahui pengujian apa saja yang dilakukan untuk menguji sediaan parenteral
d. Dapat mengetahui metode sterilisasi apa yang digunakan untuk membuat sediaan
parenteral
e. Dapat mengetahui evaluasi sediaan parenteral
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat dengan menambah wawasan pembaca
mengenai sediaan definisi parenteral, bahan yang diperlukan sediaan parenteral,uji dan
metode sterilisasi sediaan parenteral, dan evaluasi sediaan parenteral.
BAB II
ISI

2.1 Definisi
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat yang
terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang
cocok. Biasanya emulsi mengandung dua zat atau lebih yang tidak dapat bercampur, misalnya
minyak dan air. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar
memperoleh emulsi yang stabil (Anief, 1996).
Emulsi parenteral pertama kali dikenal untuk sumber IV asam lemak esensial dan
kalori. Ini telah berkembang menjadi penggunaan ekstensif dan rutin produk seperti intralipid,
lipofundin, dan liposyn total nutrisi parenteral. Sediaan emulsi yang baik adalah sediaan emulsi
yang stabil, dikatakan stabil apabila sediaan emulsi dapat mempertahankan distribusi yang
teratur dari fase terdispersi dalam jangka waktu yang lama. Sediaan emulsi dapat terbentuk jika
terdapat 2 zat yang tidak saling melarutkan, terjadi proses pengadukan (agitosi), terdapat
emulgator).
Parental berasal dari kata Yunani, para dan enteron yang berarti diluar usus halus dan
merupakan rute pemberian lain dari rute oral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan
menunjukan pemberian lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan lewat suntikan
(Ansel, 1989).
Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan yang digunakan untuk injeksi atau sediaan
untuk infus. Injeksi adalah pemakaian dengan cara menyemprotkan larutan atau suspensi ke
dalam tubuh untuk tujuan terepeutik atau diagnostic. Injeksi dapat dilakukan langsung ke dalam
aliran darah, ke dalam jaringan atau organ. Asal kata injeksi dai injection yang berarti
memasukan ke dalam, sedangkan infusion berarti penuangan ke dalam (Lukas, 2006).
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, suspense atau emulsi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan
cara merobek jaringan ke dalam kulit atau selaput lender. Infus intravena adalah sediaan steril
berupa larutan atau emulsi, bebas pyrogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah,
disuntikan langsung kedalam vena dalam volume relative banyak (Depkes R.I. 1979). Dalam
Farmakope Indonesia Ed. IV (Depkes R.I, 1995). Yang dimaksud dengan larutan parenteral
volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda
lebih dari 100 ml. injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda
volume 100 ml atau kurang.
Syarat sediaan parenteral yaitu sesuai antara kandungan bahan obat yang ada didalam
sediaan dengan pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama
penyimpanan akibat kerusakan obat secara kimiawi, penggunaan wadah yang cocok sehingga
tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril tetapi juga terjadinya interasi antara bahan obat,
dengan material dinding wadah, tersatukan tanja terjadi reaksi, bebas kuman, bebas pirogen,
isotonis, isohidris, bebas partikel melayang.
Sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda
yaitu:
1. Obat atau larutan atau emulsi yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama injeksi.
Contoh: injeksi vitamin C
2. Sediaan padat kering tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan lain dan larutan yang
diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai memenuhi persyaratan injeksi, dan dapat
dibedakan dari nama bentuknya steril. Contoh: Inj.Dehidrostreptomisin Sulfat Steril.
3. Sediaan seperti tertera pada poin 2 tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau
bahan lainnya dibedakan dari nama bentuknya untuk injeksi. Contoh: Inj Penicilin Oil untuk
injeksi.
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara
intravena atau ke dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya, suspensi
steril. Contoh: Inj Suspensi Hidrokortison Asetat Steril.
5. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang
memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai dan dapat dibedakan dari nama bentuknya steril untuk suspensi. Contoh: Inj Prokain G
Steril untuk suspensi.
2.2 Macam-Macam Sediaan Parenteral
1. Sediaan parenteral volume besar
Sediaan parenteral volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan
dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml (FI IV).
Tujuan penggunaan:
a. Bila tubuh kekurangan air, elektrolit dan karbohidrat maka kebutuhan tersebut harus
cepet diganti.
b. Pemberian ninfus memiliki keuntungan karena tidak harus menyuntik pasien
berulangkali.
c. Mudah mengatur keseimbangan keasaman, dan kebasaan obat dalam darah.
d. Sebagai penambah nutrisi bagi pasien yang tidak dapat makan secara oral.
e. Berfungsi sebagai dialisa pada pasien gagal ginjal.
2. Sediaan parenteral volume kecil
Sediaan parenteral volume kecil diartikan sebagai obat steril yang dikemas dalam
wadah dibawah 100 ml.
Kategori sediaan parenteral volume kecil:
a. produk farmasetikal yang terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik dalam larutan,
suspensi, emulsi, atau sbg serbuk steril
b. produk biologi yang disiapkan dari sumber biologi meliputi vaksin, toksoid, ekstrak
biologi.
c. Zat pendiagnnosa seperti media kontras sinar x
d. Produk radifarmasi untuk deteksi dan diagnosis
e. Produk gigi seperti anestetik total
f. Produk bioteknologi
g. Produk liposom dan lipid
2.3 Syarat Sediaan Parenteral
1. Sesuai antara kandungan bahan obat yang ada didalam sediaan.
2. Penggunaan wadah yang cocok.
3. Tersatukan tanpa terjadi reaksi
4. Bebas kuman
5. Bebas pirogen
6. Isotonis
7. Isohidris
8. Bebas partikel melayang.
2.4 Bahan Sediaan Parenteral
1. Bahan aktif
2. Bahan tambahan
a. antioksidan: garam sulfurdioksia, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit adalah yang
digunakan sebagai antioksidan. Selain itu digunakan: asam askorbat, sistein, monotiogliseril,
tokoferol.
b. bahan antimikroba atau pengawet (hanya untuk sediaan injeksi, tidak boleh ditambahkan
untuk sediaan infus) contoh: Benzalkonium klorida, Benzil alcohol, Klorobutanol,
Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-
hidroksibenzoat, Fenol.
c. buffer (hanya untuk sediaan injeksi, tidak boleh ditambahkan untuk sediaan infus) contoh:
asetat, sitrat, fosfat.
d. bahan pengkhelat: garam etilendiamintetraasetat (EDTA)
e. gas inert : nitrogen dan argon.
f. bahan penambah kelarutan (Konsolven): etil alkohol, gliserin, polietilen glikol, propilen
glikol, lecithin.
g. surfaktan: polioksietilen dan sorbitan monooleat.
h. bahan pengisotonis: dektrosa dan NaCl
i. bahan pelindung: dektrosa, laktosa, maltosa dan albumin serum manusia.
j. bahan penyerbuk: laktosa, manitol, sorbitol, gliserin.
3. pembawa
a. pembawa air
b. pembawa nonair dan campuran
minyak nabati : minyak jagung, minyak biji kapas, minyak kacang, minyak wijen.
Pelarut bercampur air : gliserin, etil alcohol, propilen glikol, polietilenglikol 300.
2.5 Dasar-Dasar Formulasi
1. Pengaruh cara suntik (rute pemberian).
2. Pengaruh pembawa
Zat pembawa berair yaitu air untuk injeksi digunakan sebagai zat pembawa untuk
injeksi berair. Injeksi natrium klorida, injeksi natrium klorida majemuk, injeksi glukosa,
campuran gliserol dan etanol.
Minyak untuk injeksi harus memenuhi syarat Olea Pinguia dan memenuhi syarat
berikut:
1. Harus jernih pada suhu 10° C
2. Tidak berbau tengik atau asing
3. Bilangan asam 0,2 sampai 0,9
4. Bilangan iodium 79 sampai 128
5. Bilangan penyabunan 189 sampai 200
6. Harus bebas minyak mineral
3. Pengaruh eksipien
a. Zat pendapar
Perubahaan pH dapat terjadi karena reaksi penguraian zat, pengaruh wadah gelas dan
pengaruh gas serta tekanan terhadap zat khasiat sehingga diperlukan pendapar yang dapat gas
serta tekanan terhadap zat khasiat sehingga diperlukan pendapar yang dapat mempertahankan
pH sediaan.
b. Pengaruh penambahan antioksidan
Zat khasiat dapat terurai akibat oksidasi sehingga untuk mengatasinya dapat
ditambahkan suatu antioksidan yaitu zat yang mempunyai potensial oksidasi lebih rendah dari
zat khasiatnya.
c.Pengaruh penmbahan anti mikroba
Anti mikroba perlu ditambahkan untuk sediaan parenteral yang dipakai berkali-kali
(dosis terbagi).
d. Pengaruh tonsisitas
Isotonis adalah larutan parenteral yang mempunyai tekanan osmosa sama dengan
plasma darah. Bila larutan parenteral mempunyai tekanan osmosa lebih rendah dari plasma
darah disebut hipotonis sedangkan bila tekanan osmosanya lebih tinggi disebut hipertonis.
2.6 Cara Pemberian Obat Parenteral
1. Subkutan atau dibawah kulit (s.c), yaitu disuntikan kedalam tubuh melalui bagian yang
sedikit lemaknya dan masuk kedalam jaringan bawah kulit. Yang diberikan tidak lebih dari 1
ml.
2. Intramuskular (i.m) yaitu disuntikan kedalam jaringan otot, umumnya otot paha atau pantat.
3. Intravena (i.v) yaitu disuntikan kedalam pembuluh darah.
4. Intraspinal, yaitu disuntikan kedalam sumsum tulang belakang.
5. Peritoneal, yaitu kateter dimasukan kedalam rongga perut dengan operasi untuk tempat
memasukan cairan steril CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis.)
6. Intra artikular, yaitu disuntikan kedalam sendi.
7. Intrasermal, yaitu disuntikan kedalam kulit.
2.7 Faktor Fisika Kimia Sediaan Parenteral
1. Kelarutan
Umumnya obat untuk sediaan parenteral volume besar mudah larut sehingga kelarutan jarang
menjadi hambatan. Bila sediaan dipakai sebagai pembawa obat lain dari beberapa zat seperti
manitol (13 g dalam 100 ml pada suhu 14 C).
2. pH
pH darah normal : 7,35-7,45 sehingga bila sediaan vol lebih besar dapat menyebabkan masalah
pada tubuh.
3. Pembawa
Umumnya digunakan pembawa air, partikel tidak bolek >0,5.
4. Cahaya dan Suhu
Dapat mempengaruhi kestabilan obat. Contoh vitamin harus disimpan dalam wadah terlindung
cahaya.
5. Faktor Kemasan/Wadah
2.8 Pembuatan Emulsi Parenteral

Membuat Dimasukan dalam Ditampung dalam


emulsi kasar homogenizer botol steril

Diperiksa sterilitas Disterilkan dalam


serta ukuran butir autoklaf

Pembuatan emulsi parenteral untuk injeksi dilakukan dengan membuat emulsi kasar lalu
dimasukan homogenizer kemudian ditampung dalam botol steril dan disterilkan dalam autoclaf
dan diperiksa sterilitas serta ukuran butir.
2.9 Uji dan Metode Pembuatan Emulsi Parenteral
3 area umum kontrol kualitas parenteral adalah stok masuk, manufaktur, dan produk jadi. Uji
kontrol kualitas dasar yang dilakukan pada produk parenteral meliputi:
1. Uji sterilitas
Karakteristik produk parenteral yang paling penting mutlak. Sterilitas berarti tidak
adanya sama sekali dari semua mikroorganisme yang layak. Ini adalah istilah mutlak.
Metode yang digunakan untuk melakukan uji sterilitas adalah:
A. Metode transfer langsung
Metode uji sterilitas tradisional yang melibatkan inokulasi langsung volume sampel
yang diperlukan dalam dua tabung reaksi yang berisi media kultur yaitu FTM,
SCDM. Metode ini sederhana dalam teori tetapi sulit dalam praktiknya ketika
permintaan untuk pengulangan dalam membuka wadah, pemindahan sampel, dan
pencampuran meningkat menyebabkan potensi kelelahan pada operator dan
detoriasi dalam teknik operator. Jadi memungkinkan kontaminasi tidak disenagaja
ada disana.
B. Metode filtrasi membran
Metode ini lebih banyak digunakan dari pada metode transfer langsung. Metode ini
melibatkan penyaringan sampel memlalui filter membran dengan porositas 0,22
mikron dan diameter 47 mm dengan karakteristik hidrofobik. Penyaringan dibantu
dengan vakum, setelah penyaringan selesai membran dipotong menjadi 2 bagian
dan satu bagian ditempatkan dalam dua tabung reaksi yang berisi FTM, SCDM.
2. Uji pirogen
Produk metabolisme dalam mikroorganisme bakteri Gm-ve menghasilkan pirogen
paling kuat. Ini adalah lipopolysacchrides kimia dan panas stabil dan mampu melewati
filter retentive bakteri. Pada dasarnya pada uji ini dilakukan untuk mendeteksi adanya
pirogen dalam produk parenteran steril yaitu:
A. Tes Kelinci
Melibatkan penyuntikan larutan sampel yang akan diuji ke kelinci yang digunakan
sebagai hewan uji melalui pembuluh darah telinga. Larutan uji harus dihangatkan
suhu 37° C sebelum injeksi. Kemudian suhu rektal dicatat pada 1,2,3 jam setelah
injeksi.
B. Tes LAL
Metode uji in vitro yang dikembangkan untuk pirogen yang memanfaatkan sifat
pembentuk gel dari lisat amebosit limulus polyphemus yang ditemukan dilokasi
sepanjang pantai timur amerika utara dan sepanjang asia tenggara. Prosedur
dasarnya adalah kombinasi 0,1 ml sampel uji dengan reagen LAL setelah inkubasi
selama 1 jam pada 37° C.
3. Uji leaker test
Leaker test untuk mendeteksi ampul yang tidak tertutup rapat, sehingga dapat dibuang.
Ampul bersegel tip lebih rentan bocor dari pada disegel tarik. Selain itu retakan yang
ada di dasar ampul terdeteksi dengan menghasilkan tekanan negatif didalam ampul yag
tidak tertutup rapat dan terendam berwarna merah.
4. Uji partikel
Materi partikulat menjadi perhatian utama dalam produk parenteral harus bebas dari
partikel yang tidak larut. Inspeksi visual dilakukan dengan memegang ampul
dilehernya ke layar yang sangat terang. Layar putih untuk mendeteksi partikel hitam
dan layar hitam untuk mendeteksi partikel putih untuk mendeteksi partikel berat
mungkin perlu membalikan wadah tetapi harus dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari gelembung udara.
2.10 Evaluasi Emulsi Parenteral
1. Evaluasi fisika
a. Penetapan pH
b. Bahan partikulat dalam injeksi
c. Penetapan Volume Injeksi dalam wadah
d. Uji keseragaman bobot dan keseragaman volume
e. Uji kebocoran
2. Evaluasi Biologi
1. Uji efektifitas pengawet antimikroba
2. Uji sterilitas
3. Uji endotoksin bakteri
4. Uji pirogen
5. Uji kandungan zat antimikroba
3. Evaluasi Kimia
1.Uji identifikasi
2. Penetapan kadar
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sediaan parenteral yaitu sediaan yang digunakan tanpa melalui mulut atau dapat
dikatakan obat dimasukan ke dalam tubuh selain saluran cerna (langsung ke pembuluh darah)
sehingga memperoleh efek yang cepat dan langsung sampai sasaran. Injeksi dan infus termasuk
semua bentuk obat yang digunakan secara parenteral. Sediaan parenteral dibagi menjadi 2
macam yaitu: sediaan parenteral volume kecil dan sediaan parenteral volume besar. Faktor
fisiko kimia pembuatan sediaan parenteral kelarutan, pH, pembawa, cahay/suhu dan faktor
kemasan/wadah. Persyaratan sediaan parenteral terdiri atas: sesuai antara kandungan bahan
obat yang ada di dalam sediaan dengan pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi
pengurangan kualitas selama penyimpanan akibat kerusakan obat secara kimiawi dan
sebagainya, penggunaan wadah yang cocok , sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan
tetap steril, tersatukan tanpa terjadi reaksi, bebas kuman, bebas pirogen, isotonis, isohidris dan
bebas partikel ,melayang.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel,H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Penerjemah: Farida
Ibrahim. Jakarta: UI-Press.
Anief, M.1990. “Ilmu Meracik Obat”. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Depkes RI. 1997. Farmakope Indonesia edisi III, Dapertemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta
Depkes RI. 1997. Farmakope Indonesia edisi IV, Dapertemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta
Gaudana, Ripal. Et al. The American Assiciaton of Pharmacetical Scientist Journal. Ocular
Drug Delivery. Vol 12 No 3. September 2010

Anda mungkin juga menyukai