Anda di halaman 1dari 2

Asal Muasal Bubur Suro

Muharram merupakan salah satu bulan istimewa dalam kalender Hijriah atau kalender
Islam. Menurut sejarah sistem penanggalan kalender islam, muharram menjadi bulan pertama
dalam tahun hijriah karena memperingati momentum hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari
kota Makkah ke Madinah. Peristiwa tersebut dipilih menjadi awal bulan di tahun Hijriah
karena menjadi penanda kejayaan dakwah Islam oleh Nabi Muhammad SAW. Kata
Muharram dalam bahasa Arab memiliki arti terlarang atau bulan yang diharamkan.
Maksudnya, muharram adalah bulan yang suci. Oleh karena itu setiap umat islam dilarang
melakukan perbuatan dosa dan dianjurkan memperbanyak ibadah di bulan tersebut. Menurut
orang Jawa bulan Muharram disebut bulan Suro yang bermakna sangat kramat karena ada
banyak hal yang perlu diperhatikan di bulan ini. Mulai dari kebiasaa sehari-hari, ucapan,
tingkah laku, dan lain-lain. Mereka meyakini akan adanya banyak bala’ (cobaan) yang
diturunkan Allah di bulan Soro.
Pada tanggal 10 Muharram umat islam di beberapa daerah berlomba-lomba
melaksanakan ibadah sunnah seperti puasa, sedekah, menyantuni anak yatim dan memakai
celak. Sebagian daerah di Pulau jawa sebut saja di Pulau Madura, masih banyak orang-orang
yang mentradisikan sedekah dengan berbagi bubur Suro atau biasa disebut dengan acara
Suroan. Kata Suro berasal dari bahasa Arab Asy-Syuro yang berarti sepuluh. Sehingga
peringatan suroan dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram. Bubur Suro terbuat dari berbagai
macam biji-bijian, mulai dari beras putih, beras merah, kacang hijau dan beberapa jenis biji-
bijian lain yang kemudian dimasak dengan santan dan beberapa rempah pilihan seperti
bawang merah, bawang putih, lada, ketumbar, lengkuas, kayu manis, kunyit dan daun jeruk.
Kemudian bubur Suro dimakan bersama keluarga, dibagikan kepada anak yatim, orang tak
mampu, serta mereka yang sedang tidak melaksanakan puasa. Ada juga yang menyantap
bubur suro sebagai menu berbuka puasa Assyuro.
Tradisi membuat bubur Suro ini berlandaskan keterangan dari kitab I’anah Thalibin
karya Abu Bakr Syata al-Dimyati juz 2/267 yang artinya: Allah mengeluarkan Nabi Nuh dari
perahu. Kisahnya sebagai berikut: sesungguhnya Nabi Nuh ketika berlabuh dan turun dari
kapal, beliau bersama orang-orang yang menyertainya, mereka merasa lapar sedangkan
perbekalan mereka sudah habis. Lalu Nabi Nuh memerintahkan pengikutnya untuk
mengumpulkan sisa-sisa perbekalan mereka. Secara serentak mereka mengumpulkan sisa-
sisa perbekalannya. Ada yang membawa dua genggam biji gandum, ada yang membawa biji
adas, ada yang membawa biji kacang ful,ada yang membawa biji himmash (kacang putih),
sehingga terkumpul 7 (tujuh) macam biji-bijian. Peristiwa tersebut terjadi pada hari Asyura.
Selanjutnya Nabi Nuh membacakan basmalah pada biji-bijian yang sudah terkumpul lalu
memasaknya. Setelah matang mereka menyantap masakan tersebut bersama-sama sehingga
semua merasa kenyang.
Selain kisah banjir bandang Nabi Nuh, bulan Suro juga mengingatkan umat islam
tentang kejadian pilu yang menimpa sayyid Hasan dan Husain cucu Nabi Muhammad SAW
yang wafat ketika berjihad di jalan Alloh sehingga membuat hati Nabi pada saat itu sangat
sedih dan terpukul. Banyak kejadian yang menguras air mata dan tragedi berdarah di bulan
Muharram yang patut dijadikan pelajaran oleh kaum muslimin di seluruh penjuru Dunia.
Menyadarkan kita akan pentingnya saling berbagi dan tolong menolong terhadap sesama
umat manusia. Menancapkan keyakinan di dalam hati bahwa hanya Allah lah sebaik-baiknya
tempat berlindung dan memohon pertolongan. Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula
wa ni’man nashir, laa haula wa laa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azim.

https://cookpad.com/id/recipe/images/cce968530ce8da03

https://cookpad.com/id/resep/5956800-bubur-suro

Anda mungkin juga menyukai