Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

DETEKSI DINI KEGAWATDARURATAN ASFIKSIA


PADA BAYI BARU LAHIR

DIAJUKAN SEBAGAI TUGAS MATA KULIAH


KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATUS
Dosen Pengajar : ?????

DISUSUN OLEH KELOMPOK 9 :


ANI KUMALA SARI (21011329)
CHAIRUNNISA (21011331)
SHELA MOY (21011358)

PRODI DIII KEBIDANAN TAHUN 2022/2023


POLITEKNIK ‘AISYIYAH PONTIANAK
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, 17 Februari 2023

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................................4
C. Tujuan..............................................................................................................................................5
D. Manfaat............................................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
A. Pengertian Asfiksia..........................................................................................................................6
B. Etiologi............................................................................................................................................7
C. Manifestasi Klinis............................................................................................................................8
D. Klasifikasi........................................................................................................................................9
E. Patofisiologis...................................................................................................................................9
F. Diagnosis.......................................................................................................................................11
G. Prognosis.......................................................................................................................................11
H. Penanganan....................................................................................................................................12
BAB III.....................................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................................14
A. Kesimpulan....................................................................................................................................14
B. Saran..............................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................15

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Asfiksia secara umum merupakan suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan oksigen (O2)
dan mungkin meningkatkan karbondioksida (CO2), Adanya gangguan pertukaran gas
atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin ini dapat menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut (Proverawati, 2018).
Laporan dari World Health Organitation (WHO) menyebutkan bahwa asfiksia menempati
urutan ke-3, yaitu sebanyak 68%, sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia.
Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir, kini hidup
dengan morbiditas (angka kesakitan) jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi
mental dan gangguan belajar (Saifuddin, 2019). World Health Organitation (WHO)
mendefinisikan asfiksia neonatorum sebagai kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Asfiksia menyebabkan bayi terlihat lemah, mengalami
penurunan denyut jantung secara cepat, tubuh menjadi biru atau pucat dan refleks-refleks
melemah sampai menghilang (Ningrum, 2019).
Menurut profil kesehatan Sumatera Utara 2020 menyebutkan bahwa penyebab tersering
kematian neonatus (0-28 hari) adalah gangguan pernafasan sebesar 37%, bayi lahir
prematur sebesar 34%, dan sepsis 12%, sedangkan dalam profil kesehatan Indonesia
dijelaskan bahwa penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah disebabkan karena
pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur dan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak
terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan
kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir
(Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2020).

Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017, Angka
Kematian Neonatal (AKN) sebesar 15/1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi
(AKB) sebesar 32/1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Balita (AKABA) sebesar
40/1000 kelahiran hidup. Walaupun angka ini telah turun, penurunan ini masih jauh dari
target MDGs tahun 2015 dimana AKB diharapkan turun menjadi 23 per 1000 kelahiran
hidup dan Angka Kematian Balita 32/1000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan
negara tetangga di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina,
AKB dan Angka Kematian Balita di negara kita jauh lebih tinggi (Profil Kesehatan
Sumatera Utara 2017).

3
Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan tentang asfiksia neonatorum
2014 sebanyak 62 kasus, pada tahun 2015 sebanyak 87 kasus, dan pada tahun 2016
sebanyak 160 kasus (Dinkes Tapsel, 2016). Faktor risiko kejadian asfiksia sangatlah
beragam dan banyak hal yang mempengaruhi dan berhubungan dengan kejadian asfiksia.
Hasil dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa terbukti terdapat hubungan bermakna
antara persalinan lama, berat bayi lahir rendah, ketuban pecah dini, persalinan dengan
tindakan, umur ibu 35 tahun, paritas, usia kehamilan, riwayat obstetri jelek, kelainan
letak janin, dan status ANC buruk dengan kejadian asfiksia bayi baru lahir (Fahrudin,
2014).
Asfiksia dapat menyebabkan kerusakan organ berat dan berakibat fatal pada bayi baru
lahir. Radistribusi sirkulasi yang ditemukan pada pasien hipoksia dan iskimia akut telah
memberikan gambaran yang jelas mengapa terjadi disfungsi berbagai organ tubuh pada
bayi asfiksia. Gangguan fungsi berbagai organ pada bayi asfiksia tergantung pada
lamanya asfiksia terjadi dan kecepatan penanganan (Opitasari, 2018)
Asfiksia neonatorum keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas spontan dan
teratur dalam 1 menit setelah lahir. Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan kelahiran kurang bulan, dan kelahiran lewat waktu. Secara umum banyak faktor
yang dapat menimbulkan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir, baik itu faktor dari ibu
seperti (primi tua, riwayat obstetrik jelek, grande multipara, masa gestasi, anemia dan
penyakit ibu, ketuban pecah dini, partus lama, panggul sempit, infeksi intrauterin, faktor
dari janin yaitu gawat janin, kehamilan ganda, letak sungsang, letak lintang, berat lahir,
dan faktor dari plasenta ( Rahmawati, 2016 ).

A. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Asfiksia pada bayi baru lahir ?
2. Bagaimana etiologi Asfiksia pada bayi baru lahir ?
3. Bagaimana manifestasi klinis Asfiksia pada bayi baru lahir?
4. Bagaimana patofisiologi Asfiksia pada bayi baru lahir?
5. Bagaimana cara mendiagnosis Asfiksia pada bayi baru lahir?
6. Bagaimana penanganan Asfiksia pada bayi baru lahir?

4
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Asfiksia pada bayi baru lahir
2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi Asfiksia pada bayi baru lahir
3. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis Asfiksia pada bayi baru lahir
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologis Asfiksia pada bayi baru lahir
5. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis Asfiksia pada bayi baru lahir
6. Mahasiswa mampu menjelaskan penanganan Asfiksia pada bayi baru lahirAsfiksia

C. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari makalah yang kami tulis yaitu untuk
mengetahui lebih banyak pengetahun tentang Deteksi dini kegawatdaruratan pada bayi
baru lahir pada asfiksia bayi baru lahir.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asfiksia
Asfiksia nenonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelahnya yang ditandai dengan keadaan
P202 di dalam darah rendah (hipokalsemia), P2CO2 meningkat (hiperkarbia) dan
asidosis. (Anik Maryuani dan Nurhayati, 2009)

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunaan CO2 dan asidosis. Bila Kroses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia
juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Sarwono Prawirohardjo, 2009)

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami
gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat
memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya.

Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir (Betz dan Sowden, 2002).
Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, sampai asidosis
(Rahman, 2017)

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia
sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau
masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.

Asfiksia merupakan keadaan di mana pertukaran gas plasental atau pulmonal - terganggu
atau berkurang secara bersamaan sehingga menyebabkan kardiorespirasi. Curah jantung
yang terganggu menurunkan perfusi jaringan sehingga menyebabkan cedera hipoksik
iskemik pada otak dan organ lainnya. (Ii et al., 2012)

6
B. Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit- menit pertama kelahiran dan
kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus.
Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin,
karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang
sangat penting untuk keselamatan bayi (Hassan, 2007).

Penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi/ asfiksia dapat terjadi karena
beberapa faktor berikut ini (Anik Maryuani dan Nurhayati, 2009):

1) Faktor Ibu

a) Hipoksia Ibu
Terjadi Karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anesthesia dalam. Hal
ini akan menimbulkan hipoksia janin
b) Gangguan aliran darah uterus
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran
oksigen ke plasenta dan ke janin. Hal ini sering ditemukan pada:
(1) Gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat
penyakit atau obat.
(2) Hipotensi mendadak pada ibu Karena perdarahan.
(3) Hipertensi pada penyakit toksemia, eklampsia, dan lain- lain.
(4) Primitua, diabetes mellitus, anemia, iso - imunisasi, golongan darah, riwayat lahir
mati, ketuban pecah dini, infeksi, renjatan penyakit jantung.

2) Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia
janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio
plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.

3) Faktor Fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah
ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, dan lain-lain.

7
4) Faktor Neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir terjadi karena:
a) Pemakaian obat anasthesia / analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pusat pernafasan janin.
b) Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial. Kelainan
kongenital pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan,
hypoplasia paru dan lain-lain.
Asfiksia antepartum atau intrapartum disebabkan insifisuensi plasenta, sedanglan asfiksia
postpartum biasanya merupakan akibat sekunder dari insufisiensi paru, jantung dan
pembuluh darah serta neurologis.

C. Manifestasi Klinis
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode
yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan sehingga mengakibatkan Bayi
tidak bernafas atau nafas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100x/menit, kulit
sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
serangan jantung, Periode hemorragis, Sianosis dan kongestif, Penemuan jalan nafas.
(Fanny, 2015)

Tanda-tanda klinis akibat dari hipoksia janin adalah :


1) DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
2) Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala.
3) Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain.
4) Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
5) Bradikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot
jantung atau sel-sel otak.
6) Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah
atau kekurangan aliran darah yang embali ke plasenta sebelum dan selama proses
persalinan.
7) Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorpsi cairan paru -paru atau nafas
tidak teratur/megap-megap.
8) Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah
9) Penurunan terhadap spinkters.
10) Pucat

Kegawatdaruratan pada embali dapat terjadi kapan saja, baik saat bayi dilahirkan,
maupun dalam periode embali. Deteksi terjadinya kegawatdaruratan pada bayi baru lahir
dilakukan dengan melihat embal resiko sebagaimana telah dijelaskan diatas, serta
melakukan penilaian apakah air ketuban bersih tidak bercampur meconium, dan apakah
bayi menangis atau bernafas spontan dan teratur.

8
D. Klasifikasi
Adapun klasifikasi bayi asfiksia menurut Mochtar (2009), adalah sebagai berikut:
Dengan menilai Apgar Score pada menit ke 1
Hasil Apgar Score : 0-3 : Asfiksia Berat
Hasil Apgar Score : 4-6 : Asfiksia Sedang
Hasil Apgar Score : 7-10 : Normal

Tabel 2.1 : Apgar Store


Klinis 0 1 2
Denyut jantung Tidak ada <100 >100

Pernafasan Tidak ada Lambat Menangis

Tonus otot Lumpuh Ekstremitas Reaksi melawan


sedikit reflek
Refklek Tidak beraksi Gerakan Reaksi melawan
sedikit
Wanrna kulit Seluruh tubuh Tubuh merah Seluruh tubuh
biru/pucat muda, merah muda
ekstremitas
biru

E. Patofisiologis
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara, proses ini
dianggap periu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary
gaspring yang kemudian berlanjut dengan pernafaan teratur. Sifat asfiksia ini tidak
mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan
pernafasan mengakibatkan gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, diikuti
dengan asidosis respiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolism sel akan
berlangsung dalam suasana anaerobic yang berupa glikosis glikogen sehingga sumber
utama glikogen terutama pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organic yang
terjadi akan meyebabkan asidosis embali (Maryunani, 2013). Pada tingkat selanjutnya
akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan beberapa keadaan di antaranya:
a) Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi
fungsi jantung.
a) Terjadinya asidosis embali mengakibatkan menurunnya sel

9
jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
a) Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan
tetap tingginya resistensi tubuh lain mengalami gangguan. Sehubungan dengan proses
faal tersebut maka fase awal
asfiksia ditandai dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode
hiperpneu) diikuti dengan aponeu primer kira-kira satu menit dimana pada saat ini denyut
jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas (gasping) 8-10
kali/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah sehingga akhirnya
timbul apneu sekunder. Pada keadaan normal fase-fase ini tidak jelas terlihat karena
setelah pembersihan jalan nafas bayi akan segera bernafas dan menangis kuat
(Prawihardjo,2010 ).
Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolism
anaerob menyebabkan dalam waktu singkat tubuh bayi akan menderita hipoglikemi. Pada
asfiksia berat menyebabkan kerusakkan embali sel terutama sel susunan saraf pusat
sehingga mengakibatkankan gangguan elektrolit, berakibat menjadi hyperkalemia
pembengkakkan sel. Kerusakkan sel otak terjadi setelah asfiksia berlangsung selama 8-15
menit (Iskarina, 2008). Manifestasi dari kerusakkan saraf otak dapat berubah HIE yang
terjadi setelah 24 jam pertama dengan didapatkan adanya gejala seperti kejang subtle,
multifocal atau fokal klonik. Manifestasi ini dapat muncul sampai hari ketujuh untuk
penegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi kepala
dan rekaman elektrosafelografi (Iskarina,2008).
Menurunnya atau terhentinya denyut jantung akibat asfiksia mengakibatkankan iskemia.
Iskemia akan memberikan akibat yang lebih hebat dari hipokia karena menyebabkan
perfusi jaringan kurang baik sehingga glukosa sebagai sumber energi tidak dapat
mencapai jaringan dan hasil embali anaerob tidak dapat dikeluarkan dari jaringan
(Manuaba,2010).
Iskemia dapat mengakibatkan sumbatan pada pembuluh darah kecil setelah mengalami
asfiksia selama lima menit atau lebih sehingga darah tidak dapat mengalir meskipun
tekanan perfusi darah sudah embali normal. Peristiwa ini mungkin mempunyai peranan
penting dalam menentukan kerusakan yang menetap pada proses asfiksia (Manuaba,
2010).

10
F. Diagnosis
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-
tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu:

1) Denyut jantung janin


Normal denyut jantung janin adalah 120 – 160 kali per menit di luar his. Saat his
maka denyut jantung janin dapat turun. Hal perlu di waspadai adalah jika frekuensi
denyut jantung kurang dari 100 kali per menit di luar his bahkan jika tidak teratur,
maka perlu dicurigai sebagai tanda bahaya pada janin.

2) Mekanisme dalam air ketuban


Adanya embali pada presentasi kepala menunjukkan gangguan oksigenasi dan
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal tersebut dapat dilakukan
dengan mudah.
3) Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi lewat serviks, yakni dengan membuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Kemudian dilakukan
pemeriksaan pH untuk menentukan apakah janin tersebut asidosis atau tidak.
Dikatakan sidosis apabila pH turun di bawah 7,2, maka hal ini dapat dianggapsebagai
tanda bahaya.(Jenny J.S Sondakh, 2013)

G. Prognosis
Prognosis bayi diprediksi melalui pemulihan embali dan kemampuan mengisap. Bila satu
minggu sesudah kelahiran bayi masih lemas atau spastik, tidak embali dan tidak dapat
mengisap, mungkin mengalami cedera berat otak dan mempunyai prognosis buruk.

Prognosis tidak begitu buruk untuk bayi-bayi yang mengalami dibahas moK KESA
pemulihan fungsi embali dan mulai mengisap. Keadaan ini harus dibahas dengan
orangtua selama bayi di rumah sakit. (Samuel J.O danRustini F, 2013)

11
H. Penanganan
1. Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara embali banyak kehilangan panas
yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh ini akan mempertinggi
embali sel jaringan hingga kebutuhan O2 meningkat. Hal ini akan mempersulit keadaan
bayi, apalagi bila bayi mendapat lingkungan yang baik segera setelah lahir. Pemakaian
sinar lampu yang cukup kuat dari luar dapat dianjurkan dan pengeringan tubuh bayi perlu
dikerjakan untuk mengurangi evaporasi.
2. Pembersihan Jalan Nafas
Saluran pernafasan bagian atas harus segera dibersihkan
dari embal dan cairan amnion. Bila terdapat embal kental yang melekat di trakea dan sulit
dikeluarkan dengan pengisapan dapat dilakukan dengan melihat semaksimalnya,
terutama pada bayi yang kemungkinan infeksi. Pengisapan yang dilakukan dengan
ceroboh akan menimbulkan penyakit seperti spasme laring, kolaps paru, atau kerusakkan
sel mukosa jalan nafas.
3. Rangsangan Untuk Menimbulkan Pernafasan
Rangsangan terhadap bayi harus segera dikerjakan. Pada
embali besar bayi pengisapan embal dan cairan amnion yang dilakukan melalui
nasofaring akan segera menimbulkan rangsangan pernafasan. Pengaliran O2 yang cepat
kedalam mukosa hidung dapat pula merangsang reflex pernafasan yang embali dalam
mukosa hidung dan faring. Bila embali ini tidak berhasll beberapa cara stimulus janin
perlu dikerjakan.
4. Rangsangan Nyeri
pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua
telapak kaki bayi, menekan tendon Achilles atau memberikan suntikan vitamin K
terhadap bayi tertentu. Hindari pemukulan di daerah bokong atau punggung bayi untuk
mencegah timbulnya perdarahan alat dalam. Dalam hal ini embali utama adalah
memperbaiki ventilasi (Maryunani,2013)
5. Tindakan Khusus
Tindakan khusus ini dilakukan bila tindakan umum tidak
memperoleh hasil yang memuaskan. Cara yang dikerjakan sesuai dengan beratnya
asfiksia yang timbul pada bayi yang dimanifestasikan oleh tinggi rendahnya skor apgar
(Nelson,2010).
a) Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai Apgar 7-10)
Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

12
1) Asfiksia sedang (nilai Apgar 4-6)
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernapas kembali.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung lebih dari 100X/menit, tonus
otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada.
2) Asfiksia berat (skor apgar 0 – 3)
Langkah utama ialah memperbaiki ventilasi paru dengan memberikan O2 dengan
tekanan dan intermitten. Cara yang terbaik adalah dengan intubasi indotrakeal.
Setelah kateter diletakkan dalam trakea, O2 diberikan dengan tekanan tidak lebih dari
30 cm H2O hal ini untuk mencegah kemungkinan terjadinya inflasi paru berlebihan,
sehingga dapat terjadi rupture alveoli. Keadaan asfiksia berat hamper selalu disertai
asidosis yang membutuhkan korelasi segera, karena itu bikarbonat natrikus diberikan
dengan dosis 2 – 4 mEq/kgBB dan glukosa 16 – 20 % dengan dosis 2-4 ml/kgbb.
Kedua obat ini digunakan secara intravena dengan perlahan-lahan melalui vena
umbilicus.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami
gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat
memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya.
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit- menit pertama kelahiran dan
kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus.
Adapun klasifikasi bayi asfiksia menurut Mochtar (2009), adalah sebagai berikut:
Dengan menilai Apgar Score pada menit ke 1
Hasil Apgar Score : 0-3 : Asfiksia Berat
Hasil Apgar Score : 4-6 : Asfiksia Sedang
Hasil Apgar Score : 7-10 : Normal
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-
tanda gawat janin
Dan untuk penanganan nya dapat dilakukan dengan Pengawasan suhu, Pembersihan Jalan
Nafas, Rangsangan Untuk Menimbulkan Pernafasan, Rangsangan Nyeri, dan beberapa
Tindakan Khusus.

B. Saran

Kami berharap dan menghimbau kepada para pembaca apabila ada kesalahan atau
kekeliruan, baik dari kata-kata atau penyusunan dalam pembuatan makalah ini agar
memberikan kritik dan saran yang dapat membangun penyusun menjadi lebih baik dalam
penulisan makalah selanjutnya. Dan diharapkan juga bagi pembaca agar bisa memahami
dan mengetahui serta menerapkan materi yang telah dipaparkan tersebut.

14
DAFTAR PUSTAKA

Fanny, F. (2015). Sectio Caesarea Sebagai Penyebab Kejadian Asfiksia Neonatorum.


4(November), 57–61.
Medis, A. T., & Neonatus, K. D. (2012).
Rahman, A. (2017). Hubungan Usia Ibu Dan Paritas Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di
RS. Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin Pada Tahun 2016. 2010, 6–22.

15

Anda mungkin juga menyukai