Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

PENDARAHAN PADA KEHAMILAN MUDA

DOSEN PENGAJAR:
IBU KHULUL AZMI, S.ST.,M.Keb

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1 (TINGKAT 2B)

RUSTIA : 21011354
SINTIA : 21011359
SITI BADRIA : 21011334

PRODI DIII KEBIDANAN


TAHUN AJARAN 2023/2024
POLITEKNIK ‘AISYIYAH PONTIANAK
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-
Nya kami berada dalam keadaan sehat wal afiat, sehingga kami dapat menyusun makalah
ini sebagai tugas. Semoga makalah ini akan bermanfaat bagi semua pembaca terutama bagi
keluarga besar POLITEKNIK ‘AISYIYAH PONTIANAK.
Makalah ini bertujuan untuk mendorong semangat belajar bagi pembacanya dan
menjelaskan tentang Materi Pokok mata kuliah Kegawatdaruratan Maternal Neonatal yakni
Pendarahan Pada Kehamilan Muda. Dan kami ucapkan terima kasih kepada ibu Khulul
Azmi, S.ST.,M.Keb yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini diharapkan tidak hanya menjadi buku wajib melainkan menjadi bacaan
utama dengan semua mahasiswi kebidanan serta menjadi referensi bagi peminat lainnya.
Akhir kata kami sebagai penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna dan kami mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Pontianak, 15 Februari 2023

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1
A. Latar Belakang .........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................2
C. Tujuan ......................................................................................................................2
D. Manfaat ....................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI .............................................................................................3
A. Abortus ....................................................................................................................3
B. Mola Hidatidosa ......................................................................................................12
C. Blighted Ovum ........................................................................................................23
D. Kehamilan Ektopik ..................................................................................................26
BAB III PENUTUP ...........................................................................................................30
A. Kesimpulan ..............................................................................................................30
B. Saran ........................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................31

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan saat hamil merupakan kondisi yang cukup sering terjadi pada trimester
awal kehamilan. Secara umum perdarahan cukup berpotensi membahayakan ibu dan
janin. Kebanyakan wanita hamil mengalami perdarahan pada saat 12 minggu kehamilan
pertama. Perdarahan pada trimester pertama merupakan komplikasi yang umum terjadi
yang mempengaruhi 16-25% dari seluruh kehamilan, dan sekitar 7,5 angka tersebut akan
mengalami abortus. Perdarahan selama kehamilan dapat menyebabkan kecemasan bagi
ibu serta berhubungan pada keselamatan ibu dan janin. Kemungkinan penyebab
terjadinya perdarahan pada trimester pertama meliputi perdarahan subkorionik, kematian
embrio, kehamilan tanpa embrio, abortus inkomplit, kehamilan ektopik, dan kehamilan
mola. Untuk mengevaluasi perdarahan, dilakukan anamnesis siklus haid terakhir untuk
memperkirakan usia gestasi (Defrin, 2019).
Kehamilan adalah sebuah proses yang dimulai dari tahap konsepsi sampai lahirnya
janin. Lamanya kehamilan normal adalah 38 minggu - 40 minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir. World Health Organization (WHO) juga menjelaskan tentang
definisi kehamilan atau yang dalam Bahasa Inggris disebut sebagai pregnancy. Menurut
WHO, pregnancy atau kehamilan adalah proses sembilan bulan atau lebih di mana
seorang perempuan membawa embrio dan janin yang sedang berkembang di dalam
rahimnya (Defrin, 2019).
Pada pasien yang stabil, pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui ukuran dan
posisi uterus, auskultasi denyut jantung janin dengan Doppler (jika sudah minggu ke 10-
11 sejak menstruasi terakhir), dan pemeriksaan bimanual untuk massa dan nyeri tekan.
Tatalaksana yang cepat dan tepat pada perdarahan trimester pertama diharapkan akan
menurunkan angka morbiditas, mortilitas, serta meningkatkan keberhasilan terapi. Hal
ini membahas mengenai etiologi, patologi, gejala klinis, penegakan diagnosis, serta
tatalaksana yang tepat pada perdarahan trimester pertama yang disusun dari berbagai
sumber kepustakaan ilmiah (Defrin, 2019).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa macam-macam pendarahan pada kehamilan muda?
2. Apa yang dimaksud konsep dasar Abortus?
3. Apa yang dimaksud konsep dasar Mola Hidatidosa?
4. Apa yang dimaksud konsep dasar Blighted Ovum?
5. Apa yang dimaksud konsep dasar Kehamilan Ektopik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui macam-macam pendarahan pada kehamilan muda.
2. Untuk mengetahui konsep dasar Abortus.
3. Untuk mengetahui konsep dasar Mola Hidatidosa.
4. Untuk mengetahui konsep dasar Blighted Ovum.
5. Untuk mengetahui konsep dasar Kehamilan Ektopik.
D. Manfaat
Manfaat yang dapat di ambil dari penulisan makalah tentang pendarahan pada
kehamilan muda ialah supaya semua pembaca dapat mengetahui tanda konsep dari
pendarahan pada kehamilan muda dan juga dapat dijadikan contoh, khususnya untuk
mahasiswa kebidanan agar lebih mengerti konsep dari pendarahan pada kehamilan
muda

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Abortus
1. Pengertian abortus
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia
luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila
berat badannya telah mencapai >500 gr atau umur kehamilan >20 minggu. Aspek
hukum dari tindakan abortus buatan harus diperhatikan. Bahaya abortis buatan
kriminalis yakni: infeksi, infertilitas sekunder, kematian (Sastrawinata, 2019).
Insidensi abortus sulit ditentukan karena kadang-kadang seorang wanita
dapat mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai
gejala yang hebat sehingga hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat
(siklus memanjang). Terlebih lagi insidensi abortu kriminalis, sangat sulit ditentukan
karena biasanya tidak dilaporkan. Angka kejadian abor tus dilaporkan oleh rumah
sakit sebagai rasio dari jumlah abortus terhadap jumlah kelahiran hidup. Di USA,
angka kejadian secara nasional berkisar antara 10-20% Di Indonesia kejadian
berdasarkan laporan rumah sakit, se perti di RS. Hasan Sadikin Bandung berkisar
antara 18-19% (Sastrawinata, 2019).
2. Etiologi abortus
Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya abor
tus didahului oleh kematian janin. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
abortus (Sastrawinata, 2019), yaitu:
a. Faktor janin
Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus ada- lah gangguan
pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya
menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni:
1) Kelainan telur, telur kosong (blighted rum), kerusakan embrio, atau
kelainan kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi)
2) Embrio dengan kelainan local
3) Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas)

3
b. Faktor maternal
1) Infeksi-Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang sedang
berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester
kedua. Tidak diketahui penyebab kematian janin secara pasti, apakah
janin yang menjadi terinfeksi ataukah toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme penyebabnya (Sastrawinata, 2019).
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan abortus:
a) Virus
Misalnya rubella, sitomegalovirus, virus herpes simpleks,
varicella zoster, ccina, campak, hepatitis, polio, dan ensefalo
myelitis.
b) Bakteri
Misalnya Salmonella typhi.
c) Parasit
Misalnya Toxoplasma gondii, Plasmodium
2) Penyakit vascular
Misalnya hipertensi vaskular.
3) Kelainan endokrin
Misalnya abortus spontan dapat terjadi bila produksi. progesteron tidak
mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid; defisiensi insulin.
4) Faktor imunologis
Misalnya ketidakcocokan (inkompatibilitas) sistem HLA (Human
Leukocyte Antigen).
5) Trauma
Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah trauma
tersebut, misalnya trauma akibat pembedahan:
a) Pengangkatan ovarium yang mengandung korpus luteum
graviditatum sebelum minggu ke-8.
b) Pembedahan intraabdominal dan operasi pada uterus pada saat
hamil.

4
6) Kelainan uterus
Misalnya hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa), serviks
inkompeten atau retrofleslo uteri grandi incarcerate.
7) Faktor psikosomatik
Pengaruh dari faktor ini masih dipertanyakan.
c. Faktor external
1) Radiasi-Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu per- tama
dapat merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan
kegugurannyebabkan keguguran.
2) Obat-obatan-Antagonis asam folat, antikoagulan, dan lain-lain
Sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan sebelum kehamilan 16
minggu, kecuali telah dibuktikan bahwa obat tersebut tidak
membahayakan janin, atau untuk pengobatan penyakit ibu yang parah.
3) Bahan-bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan
benzene.
3. Manifestasi klinis abortus
Secara klinis abortus dibedakan menjadi:
a. Abortus iminens (keguguran mengancam).
Abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk
mempertahankannya, ostium uteri ter- tutup uterus sesuai umur kehamilan.
Threatened abortion, ancaman keguguran Didiagnosis bila seseorang wanita
hamil <20 minggu mengeluarkan darah. sedikit per vaginam. Pendarahan dapat
berlanjut beberapa hari atau dapat ber- ulang, dapat pula disertai sedikit nyeri
perut bowah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Selengah dari
abortus iminens akan menjadi abortus komplet atau inkomplet, sedangkan pada
sisanya kehamilan akan terus berlangsung. Beberapa kepustakaan
menyebutkan adanya risiko untuk ter jadinya prematuritas atau gangguan
pertumbuhan dalam rahim (intrauterine growth retardation) pada kasus seperti
ini.
Perdarahan yang sedikit pada hamil muda mungkin juga disebabkan
olehhal-hal lain, misalnya placental sign ialah perdarahan dari pembuluh
pembuluh darah sekitar plasenta Gejala ini selalu terdapat pada kera Maracas

5
ris yang hamil. Erosi porsio lebih mudah berdarah pada kehamilan; demikian
juga polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan
kelainan trofoblas harus dibedakan dari abortus iminers karena dapat
memberikan perdarahan per vaginam. Pemeriksaan spekulum dapat
membedakan polip, ulserasi vagina, atau karsinoma serviks, sedangkan
kelainan lain membutuh kan pemeriksaan ultrasonografi.
b. Abortus insipiens (keguguran berlangsung)
Abortus ini sedang berlang sung dan tidak dapat dicegah lagi, ostium
terbuka, teraba ketuban, berlangsung hanya beberapa jam saja, forestable
abortion, abortus sedang berlangsung Abortus insipiens didiagnosis apabila
pada wanita hamil ditemukan per darahan banyak, kadang-kadang keluar
gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan
adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat
teraba. Kadang-kadang per- darahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu
dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi
harus segera dilakukan. Jamin biasanya sudah mati dan mempertahankan
kehamilan pada keadaan ini merupakan indikasi kontra.
c. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap)
Sebagian dari buah kehamilan telah dilahirkan, tetapi sebagian
(biasanya jaringan plasenta masih tertinggal di dalam rahim, ostium terbuka
teraba jaringan. Abortus inkomplet didiagnosi apabila sebagian dari hasil
konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal
(biasanya jaringan pla- senta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak,
dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda
di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienam), Oleh
karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan
kontraksi sehingga ibu me- rasakan nyeri, namun tidak sebebat pada abortus
insipiens, Pada beberapa kasus perdarahan tidak banyak dan bila dibiarkan
serviks akan menutup kembali.
d. Abortus kompletus (keguguran lengkap)
Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap, ostium
tertutup uterus lebih kecil dari umur kehamilan atau ostium terbuka kavum

6
uters kosong. Kalau telur lahir dengan lengkap, abortus disebut komplet. Pada
keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan Pada setiap abortus penting untuk
selalu memeriksa jaringan yang dilahir kan apakah komplet atau tidak dan
untuk membedakan dengan kelainan trofo- blas (Molahidatidosa).
Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi
rahim dikeluarkan dan selambat-lambamya dalam 10 hari perdarahan berhenti
sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi
telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari
setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau
endometritis pascaabortus harus dipikirkan.
e. Abortus tertunda (missed abortion)
Keadaan di mana janin telah mati sebelum minggu ke-20, tetapi
tertahan di dalam rahim selama beberapa minggu setelah janin mati. Batasan
ini berbeda dengan hatasan ultrasonografi. Apabila buah kehamilan yang telah
mati tertahan dalam rahim selama minggu atau lebih. Dengan pemeriksaan
USG tampak janin tidak utuh, dan membentuk gambaran kompleks, diagnosis
USG tidak selalu harus tertahan 28 minggu. Sekitar kematian janin kadang-
kadang ada perdarahan per vaginam sedikit sehingga menimbulkan gambaran
abortus iminens.
Selanjutnya, rahim tidak membesar bahkan mengecil karena absorpsi
air ketuban dan maserasi janin. amenore berlangsung terus. Abortus spontan
biasanya berakhir selambat Buah dada mengecil kembali. Gejala-gejala lain
yang penting tidak ada, hanya lambatnya 6 minggu setelah janin mati. Kalau
janin mati pada kehamilan yang masih muda sekali, janin akan lebih cepat
dikeluarkan. Sebaliknya, kalau kematian janin terjadi pada kehamilan yang
lebih lanjut, retensi janin akan lebih lama.
f. Abortus habitualis (keguguran berulang)
Abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi, sekurang-
kurangnya 3 kali berturut-turut. Bila abortus spontan terjadi 3 kali berturut-
turut atau lebih. Kejadiannya jauh lebih sedikit daripada abortus spontan
(kurang dari 1%), lebih sering terjadi pada primi tua. Etiologi abortus ini adalah
kelainan genetik (kromosomal), kelainan hormonal (imunologik), dan kelainan

7
anatomis Pengelolaan abortus habitualis bergantung pada etiologinya. Pada
kelainan anatomi, mungkin dapat dilakukan operasi Shirodkar atau McDonald.
g. Abortus febrilis
Adalah abortus inkompletus atau abortus insipiens yang disertai
infeksi. Manifestasi klinis ditandai dengan adanya demam, lokia yang berbau
busuk, nyeri di atas simfisis atau di perut bawah, abdomen kembung atau
tegang sebagai tanda peritonitis Altus ini dapat menimbulkan syok endotoksin.
Keadaan hipotermi pada umumnya menunjukkan keadaan sepsis
(Sastrawinata, 2019).
4. Klasifikasi abortus
Berdasarkan pelaksananya dibagi menjadi :
a. Keguguran terapeutik (abortus therapeuticus).
Abortus terapeutik adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah
sebelum janin mampu hidup (viabel) dan hampir 60% abortus terapeutik
dilakukan sebelum usia gestasi 8 minggu, dan 88% sebelum minggu ke-12
kehamilan.
d. Keguguran buatan illegal (abortus provocatus criminalis).
Penguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah dan dilarang oleh hukum
(Pramana, 2021).

Berdasarkan kejadian dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Abortus spontan adalah keluamya hasil konsepsi tanpa intervensi medis


maupun mekanis.
b. Abortus buatan, Alirts provocatus (disengaja, digugurkan), yaitu:
1) Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus prococatus artificialis
misalnya penyakit jantung, hipertensi esensial, dan karsinoma serviks
Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli
kebidanan, penyakit dalam dan psikiatri, atau psikolog. Upaya
menghilangkan hasil konsepsi dapat dilakukan berdasarkan:
a. Indikasi medis
Menghilangkan kehamilan atas indikasi ibu untuk dapat
menyelamatkan jiwanya. Indikasi medis tersebut di antaranya

8
penyakit jantung, ginjal atau hati yang berat, gangguan jiwa ibu
dengan dijumpai kelainan bawaan berat dengan pemeriksaan
ultrasonografi dan gangguan pertumbuhan perkembangan dalam
rahim.
b. Indikasi sosial
Pengguguran kandungan dilakukan atas dasar aspek
sosial seperti menginginkan jenis kelamin tertentu, tidak ingin
punya anak, jarak kehamilan terlalu pendek, belum siap untuk
hamil, kehamilan yang tidak diinginkan.
2) Abortus buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis) adalah
pengatau abort therapeuticus). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu,
guguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang
tidak berwenang dan dilarang oleh hukum atau dilakukan oleh yang tidak
berwenang Kemungkinan adanya abortus provokatus kriminalis harus
dipertimbangkan bila ditemukan abortus febriles (Pramana, 2021).
5. Patofisiologi abortus
Rahmani mengemukakan bahwa pada permulaan abortus terjadi
perdarahan dalam desidua basalis yang diikuti nekrosis jaringan
disekitarnya. Hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya sehingga
merupakan benda asing dalam uterus. Hal ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan hasil konsepsi. Pada kehamilan kurang
dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena
villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan
antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga
plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu umumnya yang mula-
mula dikeluarkan setelah ketuban pecah, janin disusul beberapa waktu
kemudian oleh plasenta yang terbentuk lengkap (Pramana, 2021).
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
yang hanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas (blighted ovum) dan ada yang berupa janin lahir mati. Mudigah
yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat maka dapat diliputi oleh lapisan

9
bekuan darah dan isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola
karnosa apabila pigmen darah telah diserap sehingga semuanya tampak seperti
daging. Bentuk lain adalah mola tuberose dalam hal ini tampak berbenjol-benjol
karena terjadi hematoma antara amnion dan korion (Pramana, 2021).
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi yaitu janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh
sebab diserap, maka menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih
lanjut menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus). Kemungkinan lain
pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi yaitu kulit
terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan, dan
seluruh janin berwarna kemerah-merahan (Pramana, 2021).
6. Diagnosis abortus
a. Abortus iminens (keguguran mengancam).
Dasar Diagnosis Abortus Iminens secara Klinis:
1) Animus-Perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada
atau ringan.
2) Pemeriksaan dalam-Fluksus ada (sedikit), ostium user tertutup, dan
besar uterus sesuai dengan umur kehamilan
3) Pemeriksaan penunjang Hasil USC dapat menunjukkan:
a) Buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin
b) Meragukan
c) Buah kehamilan tidak baik, janin mati.
b. Abortus insipiens (keguguran berlangsung)
Dasar Diagnosis
1) Anamnesis pendarahan dari jalan lahir disertai nyeri kontraksi rahim.
2) Pemeriksa dalam Ostium terbuka, buah kehamilan masih dalam ra- him,
dan ketuban utuh (mungkin menonjol).
c. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap)
Dasar Diagnosis
1) Anamnes-Perdarahan dari jalan lahir (hiasanya hanyak), nyeri/kin
traksi rahim ada, dan bila perdarahan banyak dapat terjadi syok.

10
2) Pemeriksaan dalam Ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan buah ke
hamilan.
d. Abortus tertunda (missed abortion)
Dasar Diagnosis
1) Anamnesis-Perdarahan bisa ada atau tidak
2) Pemeriksaan obstetri-Fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan
bunyi jantung janin tidak ada.
3) Pemeriksaan penunjang-USG, laboratorium (Hb, trombosit, fibrinogen.
waktu perdarahan, waktu pembekuan, dan waktu protrombin)
f. Abortus febrilis
Dasar Diagnosis
1) Anamnesis Waktu masuk rumah sakit mungkin disertai syok septik.
2) Periksaan dalam Ostium uteri umumnya terbuka dan teraba sisa
jaringan, rahim maupun adneksa nyeri pada perahaan, dan fluksus
berbau (Pramana, 2021).
7. Prognosis abortus
Dengan pengecualian serviks inkompeten, angka kesembuhan setelah tiga
kali abortus spontan berkisar antara 70 sampai 85 persen, tanpa memperhatikan
terapi apa yang diberikan, kecuali bila diterapi dengan suatu abortifasien Dengan
kata lain, angka kegagalan lebih tinggi, tetapi tidak jauh lebih tinggi daripada yang
diperkirakan pada kehamilan keseluruhan. Tidak didapatkan bukti bahwa wanita
yang mengalami abortus spontan habitualis mempunyai resiko lebih tinggi untuk
memperoleh anak yang abnormal, bila akhirnya dia hamil sampai aterm (Pramana,
2021).
8. Penanganan abortus
a. Abortus iminens (keguguran mengancam).
1) Bila kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin, yaitu: bad rest selama
1424 jam dan pemberian preparat progesteron bila ada indikasi (bila kadar
5-10 nanogram)
2) Bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1-2 minggu,
kemudian bila hasil USG tidak baik, evakuasi.
b. Abortus insipiens (keguguran berlangsung)

11
1) Evakuasi.
2) Uterotonik pascaevakuasi.
3) Antibiotik selama 3 hari.
c. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap)
1) Perbaiki keadaan umum: bila ada syok, atasi syok; bila Hb <8 g%,
transfusi.
2) Evakuasi digital, kuretasi
3) Uterotanik
4) Antibiotik selama 3 hari
d. Abortus kompletus (keguguran lengkap)
e. Abortus tertunda (missed abortion)
1) Perbaikan keadaan umum.
2) Darah segar.
3) Fibrinogen.
4) Evakuasi dengan kuret, bila umur kehamilan >12 minggu didahulu dengan
pemasangan dilator (laminaria stift)
f. Abortus habitualis (keguguran berulang)
g. Abortus febrilis
1) Perbaiki keadaan umum (seperti, infus, transfusi, dan atasi syok septik bila
ada).
2) Posisi Fowler
3) Antibiotik yang adekuat (untuk bakteri aerob dan anaerob).
4) Uterotanik
5) emberian antibiotik selama 24 jam intravena, dilanjutkan dengan evakuasi
digital atau kuret tumpul (Pramana, 2021).
B. Mola Hidatidosa
1. Pengertian mola hidatidosa
Kehamilan mola adalah suatu kehamilan yang ditandai dengan hasil konsepsi
yang tidak berkembang menjadi embrio setelah fertilisasi, namun terjadi proliferasi
dari vili korialis disertai dengan degenerasi hidropik. Uterus melunak dan
berkembang lebih cepat dari usia gestasi normal, tidak dijumpai adanya janin, dan
kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur.

12
Jonjot-jonjot korion yang tumbuh berganda berupa gelembung- gelembung
kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata
ikan sehingga sering disebut hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan
neoplasma trofoblas yang jinak (Siswati Bintari, 2020).
2. Etiologi mola hidatidosa
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui. Faktor-faktor penyebab kehamilan
ini, meliputi:
a. Ovum: ovum sudah patologis sehingga mati, namun keluarkan
b. Imunoselektif dari trofoblas
c. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
d. Paritas tinggi
e. Kekurangan protein.
f. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas (Siswati Bintari, 2020).
3. Manifestasi klinis mola hidatidosa
Gejala yang dapat ditemukan pada MH adalah:
a. Perdarahan
Perdarahan uterus hampir bersifat universal, dan dapat bervariasi
dari bercak sampai perdarahn berat. Perdarahan mungkin terjadi sesaat
sebelum abortus atau, yang lebih sering, terjadi secara intermitten selama
beberapa minggu sampai bahkan bulan. Efek delusi akibat hipervolumia
yang cukup berat dibuktikan terjadi pada sebagian wanitayang molanya
lebih besar. Kadang-kadang terjadi perdarahan berat yang tertutup di
dalam uterus. Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan kadang-kadang
terdapat eritropoisis megaloblastik, mungkin akibat kurangnya asupan gizi
karena mual dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas
yang cepat berproliferasi.
b. Ukuran Uterus
Uterus sering membesar lebih cepat daripada biasanya. Ini adalah
kelainan yang etrsering dijumpai, dan pada sekitar separuh kasus, ukuran
uterus jelas melebihi yangyang diharapkan berdasarka usia gestasi. Uterus
mungkin sulit diidentifikasi secara pasti dengan palpasi, terutama pada
wanita nullipara, karena konsistensiny yang lunak di bawah dinding

13
abdomen yang kencang. Kadang-kadang ovarium sangat membesar akibat
kista-kista teka lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus yang membesar.
c. Aktivitas janin
Walaupun uterus cukup membesar sehingga mencapai jauh di atas
simfisis, bunyi jantung janin biasanya tidak terdeteksi. Walaupun jarang,
mungkin terdapat plaseta kembar dengan perkembangan kehamilan MHK
pada salah satunya, sementara plasenta lain dan janinya tampak normal
(gambar 2.12). demikian juga, walaupun sangat jarang, plasenta mungkin
mengalami perubahan mola yang luas tetapi disertai janin hidup.
d. Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum yang ditandai dengan mual dan muntah
yang berat. Keluhan hiperemesis terdapat pada 14-18% kasus pada
kehamilan kurang dari 24 minggu dan keluhan mual muntah terdapat pada
MH dengan tinggi fundus uteri lebih dari 24 minggu. Pada kehamilan MH,
jumlah hormon estrogen dan gonadotropin korionik terlalu tinggi dan
menyebabkan hiperemesis gravidarum.
e. Tanda toksemia/ pre-eklampsia pada kehamilan trimester I
Preeklamsia pada MHK tidak berbeda dengan kehamilan biasa,
bisa ringan, berat, bahkan sampai eklamsia. Hanya saja pada MHK
terjadinya lebih dini. Hal yang paling penting adalah keterkaitan MH
dengan preeklamsia yang menetap hingga ke trimester kedua. Memang,
karena preeklamsia jarang dijumpai sebelum 24 minggu, preeklamsia
yang terjadi sebelum ini mengisyaratkan MH
f. Kista lutein unilateral/bilateral
Pada banyak kasus MH, ovarium mengandung banyak kista teka
lutein yang diperkirakan terjadi akibat stimulasi berlebihan elemen-elemen
lutein oleh hormon gonadotropin korion (hCG) dalam jumlah besar, dapat
mengalami torsio infark, dan perdarahan. Karena kista mengecil setelah
melahirkan, ooferektomi jangan dilakukan, kecuali jika ovarium
mengalami infark yang luas
g. Kadar gonadotropin korion tinggi dalam darah dan urin.
h. Embolisai

14
i. MHP biasanya ditemukan pada saat evakuasi pasien yang didiagnosis
sebagai abortus inkomplit atau missed abortion.
j. Kadang-kadang disertai gejala lain yang tidak berhubungan dengan
keluhan obstetri, seperti tirotoksikosis, perdarahan gastrointestinal,
dekompensasi kordis, perdarahan intrakranial, perdarahan gastrointestinal,
dan hemoptoe. Karena efek hCG yang mirip tirotropin, kadar tiroksin plasma
pada wanita dengan MH sering meningkat, tetapi biasanya jarang terjadi
gejala klinis hipertiroidisme (Siswati Bintari, 2020).
4. Klasifikasi mola hidatidosa
Mola hidatidosa terbagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Mola hidatidosa komplit
Mola hidatidosa komplit yaitu penyimpangan pertumbuhan dan
perkembangan kehamilan yang tidak disertai janin dan seluruh vili korialis
mengalami perubahan hidropik yang menyerupai anggur. Pada waktu yang
lalu mola hidatidosa komplit rata-rata terjadi pada usia kehamilan 16 minggu.
Namun, pada saat ini dengan kemajuan teknologi ultrasonografi, mola
hidatidosa komplit dapat didetiksi pada usia kehamilan yang lebih muda.
Secara klinis tampak pembesaran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan
dan pasien melihatkan gejala toksik kehamilan. Abortus terjadi dengan
perdarahan abnormal dan disertai dengan keluarnya jaringan mola. Pada
pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan titer serum human Chorionic
Gonadotropin (B hCG) yang jumlahnya diatas 82,350 mIU/ml.
Secara makroskopik dari Mola hidatidosa komplit ditandai dengan
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, dan berisi cairan jernih
dengan ukuran yang bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2
centimeter. Massa tersebut dapat tumbuh besar sehingga memenuhi
uterus.Gambaran mikroskopis dari Mola hidatidosa komplit adalah udem
pada vili dengan pembentukan sisterna. Sisterna adalah rongga aseluler yang
terletak pada bagian tengah vilous yang berisi cairan udem. Tetapi tidak
semua vili terdapat sistema. Pada vili dapat dijumpai nekrosis dan kalsifikasi
parsial. Pembuluh darah pada vili biasanya tidak terlihat, oleh karena
perkembangan fetus yang terhenti pada awal masa pembentukan plasenta.

15
Sel-sel trofoblas hiperplasia dan proliferasi abnormal yang terdapat
disekeliling vili korion (Siswati Bintari, 2020).
b. Mola hidatidosa parsialis
Mola hidatidosa parsialis, yaitu sebagian pertumbuhan dan
perkembangan vili korialis berjalan normal sehingga janin dapat tumbuh dan
berkembang bahkan sampai aterm. Secara makroskopis dari Mola hidatidosa
parsialis tampak gelembung mola yang disertai janin atau bagian dari janin.
Mola parsial tampak gambaran vili yang normal dan udem. Pada mola parsial
sering dijumpai komponen janin. Penderita sering dijumpai pada usia
kehamilan lebih tua, yaitu 18-20 minggu. Pada pemeriksaan laboratorium,
peningkatan kadar serum ẞ hCG tidak terlalu tinggi (Siswati Bintari, 2020).
Gambaran mikroskopis yang tampak adalah sebagian vili immatur
yang relatif normal dan sebagian lagi vili yang membesar dengan degenerasi
hidrofik. Pada tepi vili terdiri dari sel-sel sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas
yang tersusun ireguler berbentuk scalloping. Sisterna jarang dijumpai.
Terlihat pseudoinklusi trofoblas yang disebabkan oleh pemotongan
tangensial vili pada tepi vili yang irregular. Pada vili dapat terjadi fibrosis
yang fokal. Derajat atipia dan proliferasi trofoblas tidak terlalu banyak bila
dibandingkan dengan Mola hidatidosa komplit. Pembuluh darah pada vili
sering dijumpai (Siswati Bintari, 2020).
5. Patofisiologi mola hidatidosa
Jonjot-jonjot korion yang tumbuh berganda dan mengandung cairan
merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi
embrio. Secara histopatologik, kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada
plasenta dengan bayi normal. Selain itu, dapat terjadi kehamilan ganda mola, yaitu
satu janin tumbuh dan yang lainnya menjadi molahidatidosa. Gelembung mola
besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm. Mola
parsialis diketahui jika dijumpai janin dan gelembung-gelembung mola. Secara
mikroskopik, terlihat trias yang mencakup:
a. Proliferasi dari trofoblas
b. Degenerasi hidropik dari stroma vili dan kesembapan
c. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.

16
Sel-sel langans tampak seperti sel prolidral dengan inti terang dan adanya sel
sinsisial giantik. Pada kasus mola, banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein
ganda berdiameter 10 cm atau lebih. Kista lutein akan berangsur-angsur mengecil,
kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh (Astuti, 2022).
6. Diagnosis mola hidatidosa
a. Anamnesis/keluhan
1) Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari
kehamilan biasa. Kadangkala terdapat tanda toksemia gravidarum.
2) Terdapat perdarahan sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli
tua atau kecokelatan seperti bumbu rujak.
3) Pembesaran uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan (lebih besar)
dengan tua kehamilan yang seharusnya.
4) Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu
ada), yang merupakan diagnosis pasti.
b. Inspeksi
1) Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuningan, yang
disebut muka mola (mola face).
2) Jika gelembung mola yang sudah keluar dapat dilihat jelas.
c. Palpasi
1) Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, terasa lembek.
2) Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin
3) Adanya fenomena harmonica, yaitu darah dan gelembung mola keluar
dan fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah bau.
d. Auskultasi
1) Tidak terdengar denyut jantung janin.
2) Terdengar bising dan bunyi khas.
e. Reaksi kehamilan: karena kadar HCG tinggi maka uji biologik dan uji
imunologik akan positif setelah pengenceran.
f. Pemeriksaan dalam
1) Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian
janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan
vagina serta evakuasi keadaan serviks.

17
2) Uji sonde: sonde dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis
servikalis dan kavum uteri. Jika tidak ada tahanan, sonde diputar serta
ditarik sedikit. Jika tidak ada tahanan, kemungkinan mola.
g. Foto ronsen abdomen: tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4
bulan).
h. Arteriogram khusus pelvik.
i. USG pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak terlihat janin
(Astuti, 2022).
7. Prognosis mola hidatidosa
Setelah dilakukan evakuasi mola secara lengkap, sebagian besar
penderita MHK akan sehat kembali, kecuali 15%-4% yang mungkin akan
mengalami keganasan (TTG). Umumnya yang menjadi ganas adalah mereka yang
termasuk golongan resiko tinggi, seperti :
a. Usia di atas 35 tahun
b. Besar uterus di atas 30 minggu
c. Kadar Β-hCG di atas 105 mIU/ml
d. Gambaran PA mencurigakan

Saat ini, sudah hampir tidak ada kematian karena MHK. Dibanding MHK,
prognosis MHP jauh lebih baik. Hal itu disebabkan oleh tidak adanya penyulit dan
derajat keganasannya rendah (4%). Walaupun demikian, dalam kepustakaan
ditemukan laporan tentang kasus MHP yang disertai metastasis ke tempat lain .
penderita MHP harus di follow up sama ketatnya seperti MHK (Astuti, 2022).

8. Penanganan mola hidatidosa


MH harus dievakuasi sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Bila
perlu lakukan stabilisasi dahulu dengan melakukan perbaikan keadaan umum
penderita dengan mengobati beberapa kelainan yang menyertai seperti tirotoksikosis.
Terapi MH terdiri dari 4 tahap yaitu :
1) Memperbaiki keadaan umum
1) Koreksi dehidrasi
2) Transfusi darah bila anemia berat

18
3) Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai
dengan protokol.
4) Penatalaksanaan hipertiroidisme (Astuti, 2022).

Jika gejala tirotoksikosis berat, terapi dengan obat-obatan antitiroid,


ß-bloker, dan perawatan suportif (pemberian cairan, perawatan espirasi)
penting untuk menghindari presipitasi krisis tiroid selama evaluasi. Tujuan
terapi adalah untuk mencegah pelepasan T4 yang terus-menerus dan
menghambat konversi menjadi T3 untuk memblok aksi perifer hormon tiroid
dan untuk mengobati faktor-faktor presipitasi. Agen-agen antitiroid dapat
menurunkan level T3 dan T4 serum dengan cepat seperti sodium ipodoat
(orografin, suatu kontras yang mengandung iodine) yang merupakan terapi
pilihan dalam mencegah krisis tiroid setelah hipertiroidisme yang diinduksi
kehamilan mola karena Ca mengurangi konsentrasi T3 dan T4 dengan cepat
(Astuti, 2022).

Apabila sodium ipodoat tidak tersedia, PTU harus digunakan dan


dikombinasikan dengan iodida. PTU berbeda dengan metimazol,
menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer dan karenanya lebih disukai
daripada metimazol. Loading dose 300-600 mg PTU diikuti oleh 150-300 mg
setiap 6 jam (perrektal atau melalui NGT). Kalium iodida oral (3-5 tetes, 3x
sehari, 35 mg iodida/tetes) atau iodine lugol (30-60 tetes/hari dibagi dala 4
dosis, 8 mg iodida/tetes) atau natrium iodida intravena (0,25-0,5 g tiap 8-12
jam) menginduksi penurunan level T3 dan T4 yang cepat. ß-bloker digunakan
untuk mengontrol takikardi dan gejala lain yang diaktivasi saraf simpatis.
Propanolol dimulai pada dosis 1-2 mg tiap 5 menit secara intravena (dosis
maksimum 6 mg) diikuti dengan propanolol oral pada dosis 20-40 mg tiap 4-
6 jam (Astuti, 2022).

2) Pengeluaran jaringan mola

Bila sudah terjadi evakuasi spontan lakukan kuretase untuk


memastikan kavum uteri sudah kosong. Bila belum lakukan evakuasi
dengan kuret hisap. Bila serviks masih tertutup dapat didilatasi dengan

19
dilator nomor 9 atau 10. Setelah seluruh jaringan dievakuasi dengan kuret
hisap dilanjutkan kuret tajam dengan hati-hati untuk memastikan kavum
uteri kosong. Penggunaan uterotonika tidak dianjurkan selama proses
evakuasi dengan kuret hisap atau kuret tajam. Untuk menghentikan
perdarahan, uterotonika diberikan setelah evakuasi. Induksi dengan
medikamentosa seperti prostaglandin dan oksitosin tidak dianjurkan
karena meningkatkan emboli trofoblas (Astuti, 2022).

Teknik evakuasi MH ada 2 cara yaitu :

a) Kuretase
1) Dilakukan setelah keadaan umum diperbaiki dan setelah
pemeriksaan-persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar
hCG serta foto thoraks), kecuali bila jaringan mola sudah keluar
spontan.
2) Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan
pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
3) Sebelum kuretase terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan
pasang infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc
Dextrose 5%.
4) Kuretase dilakukan sebanyak 2x dengan interval minimal 1
minggu
5) Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium Patologi
Anatomi.
b) Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan :
1) Usia > 35 tahun
2) Anak hidup > 3 orang
3. Terapi profilaksis dengan sitostatik.
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi
keganasan misalnya pada usia tua dan paritas tinggi yang menolak untuk
dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang
mencurigakan. Caranya :

20
a) Methotrexate (MTX) 20 mg/hari i.m, asam folat 10 mg 3dd1 dan
Cursil 35 mg 2dd1, selama 5 hari berturut-turut.
Profilaksis dengan tablet MTX, dianggap tidak bermanfaat. Asam
folat adalah antidote dari MTX, Cursil berfungsi sebagai
hepatoprotektor.
b) Actinomycin D 1 flakon sehari, selama 5 hari berturut-turut. Tidak
perlu antidote maupun hepatoprotektor (Astuti, 2022).

Indikasi pemberian kemoterapi pada penderita pasca MH adalah


sebagai berikut :

a) Kadar hCG yang tinggi > 4 minggu pascaevakuasi (serum >20.000


IU/liter, urine >30.000 IU/24 jam).
b) Kadar hCG yang meningkat progresif pasca evakuasi
c) Kadar hCG berapapun juga yang terdeteksi pada 4 bulan pasca
evakuasi.
d) Kadar hCG berapapun juga yang disertai tanda-tanda metastasis otak,
renal, hepar, traktus gastrointestinal, atau paru-paru (Astuti, 2022).

Ada pendapat yang mengatakan, bahwa bila setelah diberikan


profilaksis sitostatika terjadi juga keganasan, pengobatannya lebih sukar.
Oleh karena itu, banyak pakar yang tidak setuju dengan pemberian
profilaksis ini. Disamping alasan di atas, merekan mengatakan juga bahwa
sitostatika itu sering memberikan efek samping yang membahayakan.
Dengan follow up yang baik, kita dapat membuat diagnosis keganasan
secara dini sehingga kemoterapi yang diberikan secara kuratif, akan dapat
mengobatinya secara efektif (Astuti, 2022).

4. Penatalaksanaan pasca evakuasi


Tujuan follow up ada dua :
a) Untuk melihat apakah proses involusi berjalan secara normal, baik
anatomis, laboratoris maupun fungsional, seperti involusi uterus,
turunnya kadar Β-hCG dan kembalinya fungsi haid.

21
b) Untuk menentukan adanya transformasi keganasan, terutama pada
tingkat yang sangat dini.

Pada umumnya para pakar sepakat bahwa lama follw up


berlangsung selama satu tahun, tetapi ada juga yang sampai dua tahun. Dalam
tiga bulan pertama pascaevakuasi, penderita diminta datang untuk kontrol
setiap dua minggu. Kemudian, tiga bulan berikutnya, setiap satu bulan.
Selanjutnya dalam enam bulan trakhir, tiap dua bulan. Selama follow up, hal-
hal yang perlu dicatat adalah:

a) Keluhan, terutama perdarahan, batuk atau sesak nafas


b) Pemeriksaan ginekologis, terutama adanya tanda-tanda sub-involusi
c) Kadar Β-hCG, terutama bila ditemukan ada tanda-tandadistorsi dari
kurva regresi yang normal.

Bila dalam tiga kali pemeriksaan berturut-turut, ditemukan salahsatu


dari tanda-tanda di atas, penderita harus dirawat kembali, untuk pemeriksaan
yang lebih intensif, seperti USG, foto toraks dan lain-lain. Follow up
dihentikan bila sebelum satu tahun wanita sudah hamil normal lagi, atau bila
setelah setahun, tidak ada keluhan, uterus dan kadar Β-hCG dalam batas
normal, serta fungsi haid sudah normal kembali (Astuti, 2022).

Selama follow up, kepada wanita dianjurkan untuk tidak hamil


dahulu, karena dapat menimbulkan salah interpretasi. Salah satu ciri adanya
keganasan adalah meningginya kembali kadar Β-hCG, sedangkan pada
kehamilan, Β-hCG yang tadinya normal, akan meninggi lagi. Dalam keadaan
seperti ini, kadang-kadang kita ragu apakah kenaikan kadar Β- hCG ini
disebabkan oleh kehamilan baru atau oleh proses keganasan (Astuti, 2022).

Jenis kontrasepsi yang dianjurkan adalah kondom, atau kalau Β- hCG


sudah normal, atau haid sudah normal kembali, dapat menggunakan pil
kombinasi. Bila pil antihamil diberikan sebelum Β-hCG normal,
kemungkinan terjadinya keganasan lebih besar. Jangan menggunakan IUD
atau preparat progesteron jangka panjang, seperti DepoProvera atau Norplant,

22
karena kedua-duanya dapat menyebabkan gangguan perdarahan, yang bisa
menyerupai salah satu tanda adanya transformasi keganasan (Astuti, 2022).

C. Blighted Ovum
1. Pengertian blighted ovum
Blighted ovum adalah keadaan dimana seorang wanita dalam keadaan hamil
tetapi tidak ada janin di dalam kandungan. Seorang wanita yang mengalaminya juga
merasakan gejala-gejala kehamilan seperti terlambat menstruasi, mual dan muntah
pada awal kehamilan (morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi
pembesaran perut, bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik test pack maupun
laboratorium hasilnya pun positif (Bagus, 2018).
Blighted ovum (kehamilan anembryonic) yang terjadi ketika ovum yang
telahdibuahi menempel pada dinding uterus, tetapi embrio tidak berkembang. Sel
berkembang membentuk kantung kehamilan, tetapi tidak membentuk embrio
itusendiri. Blighted ovum biasanya terjadi dalam trimester pertama sebelum
seorangwanita tahu tentang kehamilannya. Tingginya tingkat kelainan kromosom
biasanyamenyebabkan tubuh wanita secara alami mengalami keguguran (Bagus,
2018).
2. Etiologi blighted ovum
Blighted ovum biasanya merupakan hasil dari masalah kromosom
danpenyebab sekitar 50% dari keguguran trimester pertama. Tubuh wanita
mengenali kromosom abnormal pada janin dan secara alami tubuh berusaha untuk
tidak meneruskan kehamilan karena janin tidak akan berkembang menjadi bayi
normal dan sehat. Hal ini disebabkan karena pembelahan sel yang abnormal atau
kualitas sperma atau ovum yang buruk. Sekitar 60% disebabkan karena faktor
kromosom. Infeksi TORCH, rubella dan streptokokus,penyakit kencing manis
(diabetes mellitus) yang tidak terkontrol, rendahnya kadar beta HCG serta faktor
imunologis seperti adanya antibodi terhadap janin juga dapatmenyebabkan blighted
ovum. Risiko juga meningkat bila usia suami atau istrisemakin tua karena kualitas
sperma atau ovum menjadi turun (Bagus, 2018)
3. Manifestasi klinis blighted ovum

23
a. Pada awal kehamilan berjalan baik dan normal tanpa ada tanda-
tanda kelainan
b. Kantung kehamilan terlihat jalas, tes kehamilan urin positif
c. Blighted ovum terdeteksi saat ibu melakukan USG pada usia
kehamilan memasuki 6-7 minggu.
d. Kemungkinan memiliki kram perut ringan, dan atau perdarahan
bercak ringan.
e. Blighted ovum sering tidak menyebabkan gejala sama sekali.

Gejala dan tanda-tanda mungkin termasuk :

a. Periode menstruasi terlambat


b. Kram perut
c. Minor vagina atau bercak perdarahan
d. Tes kehamilan positif pada saat gejala
e. Ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan dimana muncul
keluhan perdarahan
f. Hampir sama dengan kehamilan normal
g. Tidak sengaja ditemukan dengan USG (Bagus, 2018).
4. Klasifikasi blighted ovum
Menurut Endjun, Judi Januadi (2016), blighted ovum sering terjadi pada
wanita berusia > 35 tahun atau pernah mengalami blighted ovum sebelumnya.
Gambaran USG berupa kantong gestasi berdinding tipis (reaksi desidua lemah) dan
sebagian dindingnya mengalami distorsi, tidak tampak echo janin, tidak tampak yolk
sac sejak awal kehamilan. Bila diameter rerata kantong gestasi < 30 mm (USG
Transabdominal) lakukan pemeriksaan USG ulang 1 – 2 minggu kemudian (Meilani
Hutasoit, 2021).
5. Patofisiologi blighted ovum
Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma. Namun
akibat berbagai faktormaka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak dapat
berkembang sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan. Meskipun
demikian plasenta tersebut tetap tertanam di dalam rahim. Plasenta menghasilkan
hormon HCG (human chorionic gonadotropin), hormon HCG yang menyebabkan

24
munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah, ngidam dan menyebabkan
tes kehamilan menjadi positif (Bagus, 2018).
6. Diagnosis blighted ovum
Hingga saat ini belum ada cara untuk mendeteksi dini kehamilan blighted
ovum. Seorang wanita baru dapat diindikasikan blighted ovum bila telah melakukan
pemeriksaan USG transabdominal / transvaginal. Belum ada pedoman nasional
pelayanan kesehatan terkini khusus blighted ovum; Namun untuk menegakkan
diagnosis dan menangani blighted ovum dapat mengacu panduan tata laksana abortus
berulang HIFERI-POGI, 2010 dengan menghilangkan semua peruntukan
pemahaman dan pengertian kata “abortus berulang” (Bagus, 2018).
a. Anamnesis:
Diawali dengan keluhan utama adanya keterlambatan haid dan
keluar darah pervaginam. Selanjutnya keluhan nyeri perut bagian
bawah serta adanya tanda – tanda kehamilan muda (mual - muntah,
mengidam, payudara membesar, tidak tahan bau – bauan). Umumnya
masyarakat menganggap dirinya hamil apabila tidak haid atau
terlambat haid, harus pastikan pernah atau tidak melakukan uji
kehamilan secara kimiawi (hormon hCG) dan hasilnya positif; Apabila
pernah periksa USG, perlu ketahui informasi temuan yang spesifik (Bagus,
2018).
b. Pemeriksaan fisis:
1) Inspeksi : Tampak darah keluar dari vagina, dan pasien tampak
anemis bila perdarahan sudah banyak.
2) Palpasi : Nyeri abdomen bagian bawah bila di tekan dan fundus
uteri tidak teraba.
c. Pemeriksaan Inspekulo :
Tampak darah keluar dari rahim bukan dari kelainan serviks
atau yang lainnya.
d. Pemeriksaan Penunjang :
1) USG Transabdominal / Transvaginal : Tampak kantong kehamilan < 30
mm, tidak dijumpai adanya struktur mudigah dan kantong kuning telur.

25
USG merupakan diagnosa pasti untuk menegakkan diagnosa blighted
ovum.
2) Laboratorium : Teknologi yang memungkinkan mendeteksi kehamilan
adalah uji hormon human Chorionic Gonadotrophin (hCG) dengan hasil
tes positif.
7. Prognosis blighted ovum
Blighted ovum akhirnya menyebabkan keguguran. Beberapa wanita memilih
menunggu keguguran terjadi secara alami, sementara yang lain minum obat untuk
memicu keguguran. Dalam beberapa kasus, prosedur yang disebut dilatasi dan
kuretase (D&C) digunakan untuk mengangkat jaringan plasenta (Bagus, 2018).
8. Penanganan blighted ovum
Jika telah di diagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah
mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan dianalisa
untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika
karena infeksi maka dapat diobati sehingga kejadian ini tidak berulang. Jika
penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak
dapat hamil sungguhan. Lebih penting adalah trauma mental untuk pasangan. Hal ini
membutuhkan konseling dan meyakinkan mereka bahwa proses ini sangat umum.
Hal ini lebih baik untuk menghindari kehamilan selama 2 bulan dan dapat mencoba
lagi (Bagus, 2018).
D. Kehamilan Ektopik
1. Pengertian kehamilan ektopik
a. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga
uterus.
b. Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang ditandai dengan terjadinya
implantasi di luar endometrium kavum uteri setelah fertilisasi.
c. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berim- plantasi di
luar endometrium Rahim.
d. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kehamilan ektopik yang
terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah, dan hal ini berba- haya bagi wanita
tersebut.

26
e. Kehamilan heterotopik adalah kehamilan intrauterin yang terjadi dalam waktu
yang berdekatan dengan kehamilan ektopik.
f. Kehamilan ektopik kombinasi (combined ectopic pregnancy) adalah kehamilan
intrauterin yang terjadi pada waktu bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin.
g. Kehamilan ektopik rangkap (compound ectopic pregnancy) adalah kehamilan
intrauterin dengan kehamilan ekstrauterin yang lebih dulu terjadi, namun janin
sudah mati dan menjadi litopedion (Meiliya, 2018).
2. Etiologi kehamilan ektopik
Penyebab kehamilan ektopik dapat diketahui dan dapat juga tidak, atau bahkan
belum diketahui. Beberapa faktor penyebab kehamilan ektopik, meliputi faktor
uterus, tuba, dan ovum.
a. Faktor uterus
1) Tumor rahim yang menekan tuba mengakibatkan perjalanan telur
terhambat.
2) Uterus hipoplastis menyebabkan lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk
dan hal ini sering disertai gangguan fungsi silia endo-salping.
h. Faktor tuba
1) Penyempitan lumen tuba karena infeksi endosalping
2) Tuba sempit, panjang, dan berkeluk-keluk sehingga perjalanan telur
terganggu.
3) Gangguan fungsi rambut getar (silia) tuba sehingga perjalanan telur tidak
dapat normal (terganggu).
4) Operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna dapat menyebabkan lumen
tuba menyempit sehingga mengganggu perjalanan telur.
5) Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi
dalam tuba.
6) Striktur tuba (penyempitan tuba) yang akan mengganggu perjalanan telur
ke kavum uteri.
7) Divertikel tuba dan kelainan kongenital lainnya dapat menahan telur yang
dibuahi di tempat itu.
8) Perlekatan peritubal dan lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur.
9) Tumor lain yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.

27
10) Lumen kembar dan sempit.
i. Faktor ovum
1) Migrasi eksterna dari ovum, yaitu perjalanan ovum dari ovarium kanan ke
tuba kiri atau sebaliknya sehingga dapat memperpanjang perjalanan telur
yang sudah dibuahi ke uterus.
2) Perlekatan membrana granulosa.
3) Rapid cell division. Migrasi internal ovum (Meiliya, 2018).
3. Manifestasi klinis kehamilan ektopik
Manifestasi klinis pada kehamilan ektopik berupa tiga gejala klasik, yaitu
nyeri abdomen, penundaan menstruasi, dan perdarahan abnormal melalui vagina
yang dapat terjadi pada 6-8 minggu setelah siklus- menstruasi normal terakhir.
Kehamilan ektopik biasanya terdiagnosa sebelum jaringan ektopik tersebut ruptur.
Namun jika diagnosa baru muncul setelah ruptur jaringan ektopik, maka akan
muncul gajala tambahan yaitu nyeri bahu. Wanita hamil mungkin akan menunjukkan
tanda-tanda syok meliputi pusing dan pingsan yang berhubungan dengan perdarahan
di kavum abdomen. Lebam sekitar umbilikus (Cullen sign) dapat menjadi tanda
adanya. hematoperitoneum. Hal ini dapat terjadi karena rupturnya kehamilan ektopik
di kavum abdomen (Meiliya, 2018).
4. Klasifikasi kehamilan ektopik
Menurut Titus, klasifikasi pembagian tempat-tempat terjadinya kehamilan ektopik
adalah:
a. Kehamilan tuba:
1) Interstitial (2%)
2) Ismus (25%)
3) Ampula (55%)
4) Fimbria (17%)
5. Kehamilan ovarial (0,5%)
6. Kehamilan abdominal (0,1%)
1) Primer
2) Sekunder
7. Kehamilan tuba-ovarial.
8. Kehamilan intraligamenter.

28
9. Kehamilan servikal.
10. Kehamilan tanduk rahim rudimenter (Meiliya, 2018).
5. Patofisiologi kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik terutama terjadi akibat gangguan transportasi ovum yang
telah dibuahi dari tuba ke rongga Rahim (Risyati, 2021).
6. Diagnosis kehamilan ektopik
a. Anamnesis
1) Terlambat haid, spotting.
2) Gejala subjektif kehamilan lainnya (mual, muntah, pusing, dan
sebagainya).
3) Nyeri perut unilateral, lokal, atau menyeluruh bisa sampai pingsan atau
nyeri bahu.
4) Perdarahan pervaginam.
5) Riwayat predisposisi seperti infeksi panggul yang kronik, IMS,
infertilitas.
b. Pemeriksaan Fisik, dapat ditemukan:
1) Tanda-tanda syok hipovolemik.
2) Hipotensi.
3) Massa pada adneksa (Risyati, 2021).
7. Prognosis kehamilan ektopik
Kematian karena KET cenderung menurun dengan diagnosis dini dan
fasilitas daerah yang cukup. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami KET dapat
hamil lagi, walaupun angka kemandulannya. akan menjadi lebih tinggi. Angka
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14,6%. Kemungkinan
melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50% (Risyati, 2021).
8. Penanganan kehamilan ektopik
Penanganan kehamilan ektopik terganggu adalah laparatomi dengan
mengangkat tuba (salpingektomi), sambil diberikan transfusi darah bila ada tanda-
tanda perdarahan dalam rongga perut (Risyati, 2021).

29
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Perdarahan pada trimester pertama dapat disebabkan oleh berbagai faktor, tiga
diantaranya adalah abortus, mola hidatidosa, blighted ovum dan kehamilan ektopik.
Keluhan penderita umumnya amenore, disertai nyeri perut yang diikuti oleh perdarahan
pervaginam. Penegakan diagnosis dilakukan setelah anamnesis, pemeriksaan fisik umum
dan ginekologi yang tepat, serta pemeriksaan penunjang untuk memastikan keadaan
kehamilan apakah masih viabel atau tidak. Tatalaksana dini dan tepat diharapkan akan
menurunkan angka morbiditas, mortilitas, serta meningkatkan keberhasilan terapi.
B. Saran
Tim penyusun sangat berharap kepada seluruh mahasiswa khususnya dalam bidang
kebidanan untuk dapat menerapkan/melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya dengan
sebaik-baiknya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Y. (2022). Buku Ajar Pengantar Keperawatan Maternitas. Penerbit Adab.


Bagus, I. (2018). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Buku Kedokteran EGC.
Defrin. (2019). Pendarahan Pada Trimester Pertama. Obstetri Dan Ginekologi, 2(1), 22–
17.
Meilani Hutasoit, D. (2021). Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Teknik Mengejan Yang
Benar Pada Proses Persalinan Normal Di Klinik Perasimalingkar B Medan. Healt Of
Education, 2 (2), 54.
Meiliya, E. (2018). Buku Saku Kebidanan. Buku Kedokteran EGC.
Pramana, C. (2021). Praktis Klinis Ginekologi. Penerbit Media Sains Indonesia.
Risyati, L. (2021). Asuhan Kebidanan Kehamilan. Penerbit Media Sains Indonesia.
Sastrawinata, S. (2019). Obstetri Patologi. Buku Kedokteran EGC.
Siswati Bintari, E. (2020). PERANAN PROKINETICIN 1 (PROK 1) PADA KEJADIAN
BLIGHTED OVUM. Kebidanan, 2(4), 18–20.

31

Anda mungkin juga menyukai