Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HARTA
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
(FIQIH MUAMALAH)

Disusun Oleh:
1.Arwan Efendi
2. Minda Khairani

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


MANDAILING NATAL
T.A 2020/2021

1
KATA PENGANTAR
‫بسم هللا الحمن الرحىم‬
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan mata kuliah Piqih yang berjudul
“ HARTA”dan pembuatan makalah ini dapat terlaksana tepat waktu. Tidak lupa sholawat dan
salam kepada baginda rasulullah SAW.‫اللهم صلى على سىدنا محمد وعلى ال سىدنامحمد‬
Dan kami selaku pemakalah sangat berterima kasih atas perhatiannya terhadap makalah
yang kami buat ini.Ada baiknya kami sangat meminta maaf jika ada kata-kata yang salah di
penulisan makalah ini.

Panyabungan 03,09 2020


Tim penulis

2
Bab I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Dalam Al-Qur’an harta disebutkan dalam 25 surat dan 46 ayat. Sedang kaya atau kekayaan
disebutkan dalam 9 surat dan 11 ayat. Menurut Muhammad Abdul Baqi, al-mal disebutkan 86 kali
dalam Al-Qur’an.
Dalam kehidupan dunia, kita dikelilingi oleh hal-hal atau benda-benda yang kita klaim sebagai
milik kita. Keluarga, rumah, pekerjaan, panca indera, harta, ilmu pengetahuan, keahlian, dan lain
sebagainya semua kita sebut sebagai milik kita. Tapi benarkah itu semua milik kita? Sejak kapan
semua itu menjadi milik kita?
Manusia dengan sifat fitrahnya amat suka kepada harta dan mengumpulnya. Mereka tidak
pernah merasa puas dalam mengejar harta kekayaan. Tidak ada sesuatu yang dapat menghalang
kecintaan mereka mengejar harta kecuali kematian. Allah telah merakamkan sifat kecintaan manusia
kepada harta benda dalam firman-Nya yang bermaksud:
"Dan kamu cintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan"(al-Fajr 20).
Al-Quran menggambarkan bahawa manusia mencintai harta kekayaan melebihi kecintaan
kepada anak-anak dan keluarga dengan firman-Nya:
"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi, amalan-amalan yang kekal lagi
soleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan" (al-Kahfi,
46).
Ayat ini mendahulukan perkataan harta daripada perkataan anak-anak yang menunjukkan
manusia amat mencintai harta kekayaan. Malahan manusia sanggup berkelahi dan berperang demi
untuk mendapatkan harta.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari Harta?
2.      Bagaimana cara mendapatkan harta atau asal usul harta dan cara peman-faatannya?
3.      Apa saja macam-macam bentuk harta?
4.      Apa fungsi dari harta?

C.    Tujuan
1.      Memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Muamalah.
2.      mengetahui pengertian dan definisi dari harta

3
3.      mengetahui bagaimana cara mendapatkan harta dan darimana asal usul harta tersebut dan cara

pemanfaatannya.dan  mengetahui macam-macam bentuk harta.   Mengetahui fungsi dari harta. 

Bab II
Pembahasan
A.    Pengertian Harta
Secara etimologi, harta dalam bahasa Arab disebut al-Mal, berasal dari kata ‫ل‬ ‫م ال يمي‬
‫ميال‬ mempunyai arti condong, cenderung atau miring. Karena manusia cenderung ingin memiliki dan
menguasai harta. al-Mal juga diartikan segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka
pelihara, baik dalam bentuk materi maupun dalam bentuk manfaat.

Di dalam kamus Lisan al-’Arab karya Ibnu Manzur diterangkan bahwa kata ‫مال‬   berasal dari kata

kerja ‫ملت‬ ، ‫ تما ل‬، ‫ ملت‬، ‫موّ ل‬ . Jadi, ‫م ال‬  didefinisikan sebagai “segala sesuatu yang dimiliki”.

Berkata Sibawaihi, diantara bentuk imalah yang asing dalam bahasa Arab ialah ‫م ال‬ (mal) yang

bentuk jamaknya ‫وال‬ ‫أم‬ (amwal). Dalam Mukhtar al-Qamus, kata al-mal berarti ’apa saja yang

dimiliki’, kata tamawwalta ( ‫وّ لت‬ ‫تم‬ ) berarti ’harta kamu banyak karena orang lain’,

kata multahu ( ‫ملته‬ ) berarti “kamu memberikan uang pada seseorang”.

Secara terminologi, pengertian al-Mal menurut ulama Hanafiyah:

‫ما يميل أليه طبع االنسان ويمكن أذخاره ألى وقت الحاجة‬
            “Segala yang diinginkan oleh tabiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga
saat dibutuhkan.”1
Menurut Jumhur ulama, al-Mal (harta):

‫كل ما له قيمة يلزم متلفها بضمانه‬  


Segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak atau
melenyapkannya.
Menurut Hanafiyah: Harta adalah segala sesuatu yang dapat diambil, disimpan, dan dapat
dimanfaatkan. Menurut definisi ini, harta memiliki dua unsur, yaitu:
1. Harta dapat dikuasai dan dipelihara secara nyata. Sesuatu yang tidak  bisa disimpan atau
dipelihara secara nyata, seperti ilmu, kesehatan, kemuliaan, kecerdasan, udara, panas
matahari, cahaya bulan, tidak dapat dikatakan
2.

1 Teungku Muhammad Ash shiddiqie,pengantar fiqih muamalah, (pustaka Rizki putra : semarang,
2009).hlm,137

4
3. Dapat dimanfaatkan menurut kebiasaan. Segala sesuatu yang tidak bermanfaat seperti
daging bangkai, makanan yang basi, tidak dapat disebut harta; atau bermanfaat, tetapi
menurut
kebiasaan tidak diperhitungkan manusia, seperti satu biji gandum, setetes air, segenggam
tanah, dan lain-lain. Semua itu tidak disebut harta sebab terlalu sedikit sehingga zatnya tidak
dapat dimanfaatkan, kecuali kalau disatukan dengan sesuatu yang lain.
Salah satu perbedaan dari definisi yang dikemukakan oleh ulama Hanafiyah dan jumhur ulama
adalah tentang benda yang tidak dapat diraba, seperti manfaat. Ulama Hanafiyah memandang
bahwa manfaat termasuk sesuatu yang dapat dimiliki, tetapi bukan harta. Adapun menurut ulama
selain hanafiyah (jumhur), manfaat termasuk harta, sebab yang penting adalah manfaatnya dan
bukan zatnya.
Jadi, perbedaan esensi harta antara ulama Hanafiyah dan Jumhur:
1.      Bagi jumhur ulama harta tidak saja bersifat materi, namun juga nilai manfaat yang terkandung di
dalamnya.
2.      Adapun menurut ulama mazhab Hanafi harta hanya menyangkut materi, sedangkan manfaat
termasuk ke dalam pengertian hak milik.
Sementara menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy,2
yang dimaksud dengan harta ialah:
1.      Nama selain manusia yang diciptakan allah untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, dapat
dipelihara pada suatu tempat, dan dikelola (tasharruf) dengan jalan ikhtiar.
2.      Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap manusia, baik oleh seluruh manusia maupun oleh
sebagin manusia
3.      Sesuatu yang sah untuk diperjualbelikan
4.      Sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai(harga)
5.      Sesuatu yang berwujud, Sesutu yang tidak berwujud meskipun dapat diambil manfaatnya tidak
termasuk harta,
6.      Sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat diambil
manfaatnya ketika dibutuhkan.
Menurut Wahbah Zuhaili (1989, IV, hal, 40), secara linguistik, al maal didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang dapat mendatangkan ketenangan, dan bisa dimiliki oleh manusia dengan sebuah upaya
(fi'il), baik sesuatu itu berupa dzat (materi) seperti; komputer, Kamera digital, hewan ternak,
tumbuhan, dan lainnya.
Atau pun berupa manfaat, seperti, kendaraan, atau tempat tinggal.
Berdasarkan definisi ini, sesuatu akan dikatakan sebagai al-maal, jika memenuhi dua kriteria;
2 . pengantar ilmu muamalah,( bulan bitang, jakarta.1984), hlm 140

5
         Sesuatu itu harus bisa memenuhi kebutuhan manusia, hingga pada akhirnya bisa mendatangkan
kepuasan dan ketenangan atas terpenuhinya kebutuhan tersebut, baik bersifat materi atau
immateri.
         Sesuatu itu harus berada dalam genggaman kepemilikan manusia. Konse-kuensinya, jika tidak
bisa atau belum dimiliki, maka tidak bisa dikatakan sebagai harta. Misalnya, burung yang terbang
diangkasa, ikan yang berada di lautan, bahan tambang yang berada di perut bumi, dan lainnya

B.     Cara Mendapatkan Harta Atau Asal Usul Harta dan Pemanfaatannya


Islam tidak membatasi cara seseorang dalam mencari dan memperoleh harta selama yang
demikian itu tetap diberlakukan dalam prinsip umum yang berlaku yaitu halal dan baik. Hal ini
berarti islam tidak melarang seseorang untuk mencari kekayaan sebanyak mungkin, karena
bagaimanapun yang menentukan kekayaan yang dapat diperoleh seseorang adalah Allah SWT
sendiri sebagaimana yang disebutkan dalam ayat diatas. Di samping itu dalam pandangan islam
harta itu bukanlah tujuan, tetapi alat untuk mencapai keridhaan Allah.
Adapun bentuk usaha dalam memperoleh harta yang menjadi karunia Allah untuk dimiliki oleh
manusia bagi menunjang kehidupannyasecara garis besar ada dua bentuk :
1.      Pertama,  memperoleh harta tersebut secara langsung sebelum dimiliki oleh siapapun. Cara
seperti ini sering disebut dengan penguasaan harta bebas(ihrazu al-mubahat). Disamping itu juga
harta bebas bisa diperoleh melalui berburu hewan, mengumpulkan kayu dan rerumputan di hutan
rimba, dan menggali barang tambang yang berada diperut bumi selama belum ada pihak yang
menguasinya, baik individu maupun Negara.
2.      Kedua,  memperoleh harta yang telah dimiliki oleh seseorang melalui suatu transaksi atau akad.
Bentuk ini dipisahkan pada dua cara. Pertama peralihan harta berlangsung dengan sendirinya atau
disebut juga ijbari yang siapapun tidak dapat merencanakan atau menolaknya seperti melalui
warisan. Kedua peralihan harta berlangsung tidak dengan sendirinya,, dengan arti atas kehendak
dankeinginan sendiri yang disebut ikhtiyari, baik melalui kehendak sepihak seperti hibah atau
pemberian maupun melalui kehendak dan perjanjian timbale balik antara dua atau beberapa pihak
seperti jual beli.
Cara memperoleh harta yang dilarang ialah yang bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut
di atas, yaitu memperoleh harta dengan cara-cara yang mengandung unsur paksaan dan tipuan yang
bertentanga dengan prinsip sukarela, seperti merampas harta orang lain, menjual barang palsu,
mengurangi ukuran dan timbangan, dan sebagainya. Kemudian memperoleh hartanya dengan cara
yang justru mendatangkan mudharat/keburukan dalam kehidupan masyarakat, seperti jual beli
ganja, perjudian, minuman keras, prostitusi,dan lain sebagainya. Atau memperoleh harta dengan
jalan yang bertentangan dengan nilai keadilan dan tolong menolong, seperti riba, meminta balas jasa

6
tidak seimbang dengan jasa yang diberikan. Juga menjual barang dengan harga jauh lebih tinggi dari
harga yang sebenarnya, atau bisa dikatakan mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Adapun petunjuk Allah SWT  yang berkaitan dengan penggunaan harta adalah sebagai berikut:
1.      Digunakan untuk kepentingan kebutuhan hidup sendiri penggunan harta untuk kebutuhan hidup
dinyatakan Allah dalam Firman-Nya pada beberapa ayat al-qur’an diantaranya pada surat al-
Mursalat ayat 43. Artinya:
    “ Makan dan minumlah kamu dengan enak apa yang telah kamu kerjakan.”
Walupun yang disebutkan dalam ayat ini hanyalah makan dan minum, namun tentunya yang
dimaksud disini adalah semua kebutuhan hidup seperti pakaian dan perumahan.
2.      Digunakan untuk memnuhi kewajibannya terhadap Allah. Kewajiban kepada Allah itu ada dua
macam:
a.       Kewajiban materi yang berkenaan dengan kewajiban agama yang merupakan utang terhadap
Allah seperti keperluan membayar zakat atau nazar atau kewajiban materi lainnya, meskipun secara
praktis juga digunakan dan dimanfaatkan meskipun secara praktis juga digunakan dan dimanfaatkan
untuk manusia. Kewajiban materi dalam bentuk ini dinyatakan allah dalam beberapa ayat al-qur;an
diantaranya surat al baqarah ayat 267. Artinya:
“Wahai orang orang yang beriman nafkahkanlah (zakatkanlah) dari yang baik-baik apa yang
kamu usahakan dan apa-apa yangkami keluarkan untukmu dari dalam bumi”.

b.     kewajiban materi yang harus ditunaikan untuk keluarga yaitu anak, istri dan kerabat. Tentang
kewajiban materi untuk istri dan anak dijelaskan Allah dalam surat al-Baqarah ayat 233.  Artinya:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu
dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya,
dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika
kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah
bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
3.      Dimanfaatkan bagi kepentingan sosial. Hal ini dilakukan karena meskipun semua orang dituntut
untuk berusaha mencari rezeki namun yang diberian allah itu tidaklah sama untuk setiap orang.
Kenyataan berbedanya perolehan rezeki ini dinyatakan Allah dalam surat An-Nahl ayat 71. Artinya:
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-
orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang

7
mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat
Allah”.
Orang yang mendapatkan kelebihan rezeki itu dituntut untuk menafkahkan sebagian dari
perolehannya itu, sebagaimana disebutkan Allah dalam banyak tempat, diantaranya surat al-
Munafiqun ayat 10 yang artinya: “Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang Telah kami berikan

kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya
Rabb-ku, Mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang
menyebabkan Aku dapat bersedekah dan Aku termasuk orang-orang yang saleh?"

C.    Macam-Macam Harta
1.      Mal Mutaqawwim dan Ghair Mutakawwim.
Menurut Wahbah Zuhaili(1989,IV,hal.44), al-maal al mutaqawwim adalah harta yang dicapai
atau diperoleh manusia dengan sebuah upaya, dan diperbolehkan oleh syara' untuk
memanfaatkannya, seperti makana, pakaian, kebun apel, dan lainnya. al-maal gairu al mutaqawwim
adalah harta yang belum diraih atau dicapai dengan suatu usaha, maksudnya harta tersebut belum
sepenuhnya berada dalam genggaman kepemilikan manusia, seperti mutiara di dasar laut, minyak di
perut bumi, dan lainnya. Atau harta tersebut tidak diperbolehkan syara' untuk dimanfaatkan, kecuali
dalam keadaan darurat, seperti minuman keras. Bagi seorang muslim, harta gairu al mutaqawwim
tidak boleh dikonsumsi, kecuali dalam keadaan darurat. Namun demikian, yang diperbolehkan
adalah kadar minimal yang bisa menyelamat-kan hidup, tidak boleh berlebihan.
Bagi non-muslim, minuman keras dan babi adalah harta mutaqwwim, ini menurut pandangan
ulama Hanafiyah. Konsekuensinya, jika terdapat seorang muslim atau non-muslim yang merusak
kedua komoditas tersebut, maka berkewajiban untuk menggantinya.
Berbeda dengan mayoritas ulama fiqh, kedua komoditas tersebut termasuk dalam ghair
mutaqawwim, sehingga tidak ada kewajiban untuk menggantinya. Dengan alasan, bagi non-muslim
yang hidup di daerah Islam harus tunduk aturan Islam dalam hal kehidupan bermuamalah. Apa yang
diperbolehkan bagi muslim, maka dibolehkan juga bagi non-muslim, dan apa yang dilarang bagi
muslim, juga berlaku bagi non-muslim.
Harta mutakawwim adalah semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh dan
penggunaannya. Dan harta ghair mutaqawwim adalah yaitu yang tidak boleh diambil manfaatnya,
baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara penggunaannya.
2.      Mal Mitsli dan Mal Qimi.
Mal Mitsli adalah benda-benda yang ada persamaan dalam kesatuan-kesatuannya, dalam arti
dapat berdiri sebagiannya ditemapt yang lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai. Dan Mal Qimi

8
adalah benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya karenanya tidak dapat berdiri
sebagian ditempat sebagian yang lainnya tanpa ada perbedaan.
Al maal al mitsli adalah harta yang terdapat padanannya dipasaran, tanpa adaya perbedaan atas
bentuk fisik atau bagian-bagiannya, atau kesatuannya. Harta mitsli dapat dikatagorikan menjadi
empat bagian:
1)       Al makilaat (sesuatu yang dapat ditakar) seperti; gandu, terigu, beras;

2)       Al mauzunaat (sesuatu yang dapat ditimbang) seperti; kapas, besi, tembaga;

3)       Al 'adadiyat (sesuatu yang dapat dihitung) seperti; pisang, telor, apel, begitu juga dengan hasil-

hasil industri, seperti; mobil yang satu tipe, buku-buku baru, perabotan rumah, dan lainnya;
4)       Al dzira'iyat (sesuatuyang dapat diukur dan memiliki persamaan atas bagian-bagiannya) seperti;

kain, kertas, tapi jika terdapat perbedaan atas juz-nya (bagian), maka dikatagorikan sebagai harta
qimi, seperti tanah.
Al maal al qimi adalah harta yang tidak terdapat padanannya di pasaran, atau terdapat
padanannya, akan tetapi nilai tiap satuannya berbeda, seperti domba, tanah, kayu, dan lainnya.
Walaupun sama jika dilihat dari fisiknya, akan tetapi stiap satu domba memiliki nilai yang berbeda
antara satu dan lainnya. Juga termasuk dalam harta qimi adalah durian, semangka yang memilki
kualitas dan bntuk fisik yang berbeda.
Dalam perjalanannya, harta mistsli bisa berubah menjadi harta qimi atau sebaliknya;
1.      Jika harta mitsli susah untuk didapatkan di pasaran (terjadi kelangkaan atau scarcity), maka
secara otomatis berubah menjadi harta qimi,
2.      Jika terjadi percampuran antara dua harta mitsli dari dua jenis yang berbeda, seperti modifikasi
Toyota dan Honda, maka mobiltersebut menjadi harta qimi,
3.      Jika harta qimi terdapat anyak padanannya di pasaran, maka secara otomatis menjadi harta
mitsli.3
3.      Harta Istihlak dan Harta Isti’mal.
Harta istihlak terbagi dua, yaitu istihlak haqiqi yang artinya suatu benda yang menjadi harta yang
secara jelas zatnya habis sekali digunakan. Dan yang kedua istihlak huquqi yang artinya harta yang
sudah habis nilainya bila telah digunakan, tetapi zatnya masih tetap ada.
Harta isti’mal adalah sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinya tetap
terpelihara
Al maal al istikhlaki adalah harta yang tidak mungkin bisa dimanfaatkan kecuali dengan merusak
bentuk fisik harta tersebut, seperti aneka warna makanan dan minuman, kayu bakar, BBM, uang,
dan lainnya. Jika kita ingin memanfaatkan makanan dan minuman, maka kita harus memakan dan

3 . Dimyauddin djuwaini.op.cit.hlm.18

9
meminumnya sampai bentuk fisiknya tidak kita jumpai, artinya barang tersebut tidak akan
mendatangkan manfaat, kecuali dengan merusaknya.
Adapun untuk uang, cara mengkonsumsinya adalah dengan membelanjakanya. Ketika uang
tersebut keluar dari sakudan genggaman sang pemilik, maka uang tersebut inyatakan hilang dan
hangus, karena sudah menjadi milik orang lain, walaupun mungkin secara fisik, bentuk dan wujudnya
masih tetap sama. Intinya, harta istikhlaki adalah harta yang hanya bisa dikonsumsi sekali saja.
Al maal al isti'mali adalah harta yang mungkin untuk bisa dimanfaatkan tanpa harus merusak
bentuk fisiknya, seperti perkebunan, rumah kontrakan, kendaraan, pakaian, dan lainnya. Berbeda
dengan istikhlaki, harta isti'mali bisa dipakai dan dikonsumsi untuk beberapa kali.4

4.      Harta ‘Iqar dan Manqul


Menurut Hanafiyah (1989.IV, hal.46), manqul adalah harta yang memungkinkan untuk dipindah,
ditransfer dari suatu tempat ke tempat lainnya, baik bentu fisiknya (dzat atau 'ain) berubah atau
tidak, dengan adanya perpindahan tersebut. Diantaranya adalah uang, harta perdagangan, hewan,
dan lain-lain.
Sedangkan 'iqar adalah sebaliknya, harta yang tidak bisa dipindah dari satu tempat ke tempat
lainnya, seperti tanah dan bangunan. Namun demikian, tanaman, bangunan atau apapun yang
terdapat di atas tanah, tidak bisa dikatakan sebagai iqar kecuali ia tetap mengikuti atau bersatu
dengan tanahnya.
Jika tanah yang terdapat bangunannya dijual, maka tanah dan bangunan tersebut merupakan
harta 'iqar. Namun, jika bangunan atau tanaman dijual secara terpisah dari tanahnya, maka
bangunan tersebut bukan merupakan harta 'iqar. Intinya, menurut Hanafiyah, harta 'iqar hanya
terfokus pada tanah, sedangkan manqul adalah harta selain tanah.
Berbeda dengan Hanafiyah, ulama madzhab Malikiyah cenderung mempersempit makna harta
manqul, dan memperluas makna harta iqar. Menurut malikiyah, manqul adalah harta yang mungkin
untuk dipindahkan atau ditransfer dari satu tempat ketempat lainnya tanpa adanya perubahan atas
bentuk fisik semula, seperti kendaraan, buku, pakaian, dan lainnya. Sedangkan 'iqar adalah harta
yang secara asal tidak mungkin bisa dipindah atau ditransfer. seperti tanah, atau mungkin dapat
dipindah, akan tetapi terdapat perubahan atas bentuk fisiknya, seperti pohon, ketika dipindah akan
berubah menjadi lempengan kayu.
Dalam perkembanganya, harta manqul dapat berubah menjadi harta 'iqar, dan begitu juga
sebaliknya. Pintu, listrik, batu bata, semula merupakan harta manqul, akan tetapi setelah melekat
pada bangunan, maka akan berubah menjadi harta 'iqar. Begitu juga dengan batu bara, minyak

4 . ibid.hlm.33

10
bumi, emas, ataupun barang tambang lainnya, semula merupakan harta 'iqar, akan tetapi setelah
berpisah dari tanah berubah menjadi harta manqul.
5.      Harta ‘Ain dan Dayn
Harta ‘ain ialah harta yang berbentuk benda, harta ‘ain terbagi dua yang pertama harta ‘ain dzati
qimah yaitu benda yang memiliki bentuk yang dipandang sebagai harta karena memiliki nilai. Yang
kedua harta ‘ain ghyar dzati qimah yaitu benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta karena
tidak memiliki harga. Sedangkan Harta Dayn adalah sesuatu yang ada dalam tanggung jawab.
6.      Mal al-‘aini dan mal al-naf’i.
Harta ‘aini ialah benda yang memiliki nilai dan berbentuk. Dan harta naf’I adalah a’radl yang
berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa.
7.      Harta Mamluk, Mubah dan Mahjur.
Harta mamluk ialah sesuatu yang masuk kebawah milik, milik perorangan maupun milik badan
hukum. Harta mamluk terbagi dua, yang pertama harta perorangan yang berpautan dengan harta
bukan pemilik. Dan yang kedua harta perkongsian anatara dua pemilik yang berkaitan dengan hak
yang bukan pemiliknya. Asalnya bukan milik seseorang.
Harta mubah ialah sesuatu yang pada seperti air pada mata air. Dan harta Mahjur ialah sesuatu
yang tidak boleh dimiliki sendirin memberikan pada orang lain menurut syariat.5
8.      Harta yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.
Harta yang dapat dibagi ialah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan
apabila harta tersebut dibagi-bagi. Dan Harta yang tidak dapat dibagi ialh harta yang menimbulkan
kerusakan atau kerugian apabila harta tersebut dibagi-bagi.
9.      Harta pokok dan harta hasil.
Harta pokok ialah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain, dan harta hasil ialah terjadi
dari harta yang lain.
10.  Harta khas dan harta ‘am
Harta khas ialah harta pribadi, tidak sekutu dengan yang lain, tidak boleh diambil manfaatnya
tanpa disetujui pemiliknya. Dan harta ‘am ialah harta milik bersama yang boleh diambil manfaatnya.

D.    Fungsi Harta
Harta berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah khas, sebab ibadah memerlukan
alat-alat. Untuk meningkatkan keimanan kepada Allah. Untuk meneruskan kehidupan dari satu
periode ke periode selanjutnya. Untuk menyelaraskan kehidupan dunia dan akherat. Untuk
menegakan dan mengembangkan ilmu-ilmu. Untuk memutarkan peranan-peranan kehidupan.
Untuk menumbuhkan silaturahim.

5 . teungku muhammad Ash shiddiqie, op,cit.hlm.157

11
Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat harta  tersebut. Diantar sekian
banyak fungsi harta antara lain sebagai berikut:
a.       Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah).
b.      Untuk meningkatkan keimanan (ketakwaan) kepada Allah.
c.       Untuk meneruskan kehidupan dari suatu periode ke periode berikutnya.
d.      Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan)antara kehidupan dunia dan akhirat.
e. Untuk mengembangkan dan meningkatkan ilmu-ilmu           

f. Peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan atau adanya orang kaya dan
orang miskin.

12
Bab III
Penutup
A.    Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, maka dapat jita simpulkan bahwa:
Harta adalah segala sesuatu yang dimanfaatkan kepada sesuatu yang legal menurut hokum
syara’ (hukum Islam) seperti jual beli, pinjaman, konsumsi, dan hibbah atau pemberian. Jadi, apapun
yang digunakan manusia dalam kehidupan dunia merupakan harta.
Bahwa Harta merupakan kebutuhan mendasar manusia. Dengan harta tersebut Allah
menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa manusia harus mempergunakan harta dengan sebaik –
baiknya. Cara memperoleh harta itu banyak sekali asalkan dengan jalan yang halal dan di ridhoi Allah
SWT. Lalu adanya macam – macam harta yang telah dijelaskan dalam makalah ini supaya kita lebih
memahami.
Islam tidak membatasi cara seseorang dalam mencari dan memperoleh harta selama yang
demikian itu tetap diberlakukan dalam prinsip umum yang berlaku yaitu halal dan baik. Hal ini
berarti islam tidak melarang seseorang untuk mencari kekayaan sebanyak mungkin, karena
bagaimanapun yang menentukan kekayaan yang dapat diperoleh seseorang adalah Allah SWT
sendiri sebagaimana yang disebutkan dalam ayat diatas. Di samping itu dalam pandangan islam
harta itu bukanlah tujuan, tetapi alat untuk mencapai keridhaan Allah. Fungsi harta itu sangat
banyak, baik kegunaan dalam hal yang baik, maupun kegunaan dalam hal yang jelek.

B.     Kritik dan Saran


Jika dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesa-lahan seperti penulisan
huruf, ejaan, dan sebagainya, kami mengharapkan Kritik dan Saran yang bersifat Positif atau
membangun. Karena pengetahuan kami sebagai penulis juga masih kurang dan juga masih dalam
pembelajaran.
Maka dari itu kami sangat berharap kritik dan saran dari segala pihak agar kami bisa mengetahui
dimana kekurangan dari makalah ini.
Terima kasih atas partisipasinya semoga makalah ini berguna untuk meme-nuhi tugas mata
kuliah fiqh muamalah.

13
Daftar Pustaka
Ash-Shiddiqie,Teungku Muhammad. 2009.  Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang : Pustaka Rizki Putra
Djuwaini, Dimyauddin. 2008.  Pengantar Fiqh

14

Anda mungkin juga menyukai