Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

TRAUMA OKULAR PADA ANAK

(lambang universitas)

Pembimbing :
dr. ….

Disusun oleh :
dr. ….

DEPARTEMEN ……………
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS …………
RUMAH SAKIT ……………
PERIODE ….. - ….. 2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “.........”. Referat ini
dibuat sebagai salah satu upaya dalam memenuhi syarat penilaian di ………….
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan referat ilmiah ini terdapat
banyak hambatan, tetapi dapat teratasi dengan baik karena bantuan dan bimbingan
dari beberapa pihak sehingga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu proses penyusunan referat ini, terutama kepada
dr…….., Sp…, selaku dokter pembimbing yang telah meluangkan waktu dan
tenaga untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan referat ini.
Akhir kata, mohon maaf apabila terdapat kekurangan, baik secara isi
maupun penulisan materi, serta berharap untuk mendapatkan kritik dan saran yang
membangun sebagai bentuk pembelajaran bersama. Terima Kasih.

Jakarta, … Juni 2023

Penulis

2
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................4
1.1. Pendahuluan..................................................................................................5
2.1. Pertimbangan dalam Manajemen Trauma Okular pada Anak......................6
2.2. Closed Globe Injury......................................................................................8
2.2.1. Abrasi Kornea.........................................................................................8
2.2.2. Benda Asing pada Kornea......................................................................8
2.2.3. Trauma Termal.......................................................................................9
2.2.4. Trauma Kimia.......................................................................................10
2.2.5. Trauma Benda Tumpul (Contusional)..................................................11
2.3. Open Globe Injury.......................................................................................12
2.4. Trauma Adneksa dan Orbita........................................................................13
2.4.1. Fraktur Orbita.......................................................................................14
2.4.2. Trauma Optic Neuropathy....................................................................15
2.5. Nonaccidental Trauma................................................................................16
2.5.1. Abusive Head Trauma (AHT)..............................................................16
2.5.2. Keterlibatan Okular..............................................................................16
2.5.3. Pertimbangan Diagnostik......................................................................17
2.5.4. Prognosis...............................................................................................17
2.5.5. Trauma Okular Sekunder Lain Akibat Nonaccidental Trauma............18
3.1. Penutup........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. The Birmingham Eye Trauma Terminology...........................................6


Gambar 2. Derajat Trauma Kimia..........................................................................11
Gambar 3. Open Globe Injury................................................................................13

4
1.1. Pendahuluan
Salah satu penyebab paling umum morbiditas okular pada anak-anak adalah
trauma okular, dimana mayoritas terjadi akibat paparan benda tajam dan zat kimia
meskipun kembang api, dan berbagai benda proyektil lainnya yang kurang umum
adalah penyebab cedera yang lebih serius pada mata dengan rata-rata terjadi pada
anak-anak (usia 6-10 tahun) dan remaja (usia 11-15 tahun) laki-laki dibandingkan
perempuan.1 Trauma okular banyak terjadi akibat dari kurangnya pengawasan
orang dewasa dan penggunaan kacamata pelindung selama aktivitas olahraga dan
permainan yang melibatkan proyektil.2
Luka dalam kasus trauma okular pada anak berdasarkan The Birmingham Eye
Trauma Terminology (BETT) dibagi menjadi trauma bola mata tertutup (closed
globe injury) dan trauma bola mata terbuka (open globe injury), dimana
klasifikasi tersebut berdasarkan kedalaman luka pada dinding bola mata (sklera
dan kornea). Trauma dikatakan open globe apabila kedalaman luka mencapai
keseluruhan tebal dinding bola mata (dibagi menjadi laserasi apabila disebabkan
oleh benda tajam, dan ruptur apabila disebabkan oleh benda tumpul), sedangkan
trauma closed globe adalah trauma yang hanya mengenai sebagian dinding bola
mata yang dalam hal ini penetrasi sebatas di kornea (dibagi menjadi kontusio dan
lamelar laserasi). Laserasi lamelar adalah luka yang melibatkan sebagian
ketebalan dinding mata (belum terjadi penetrasi) yang disebabkan oleh benda
tajam dan laserasi sudah melibatkan seluruh ketebalan dinding mata (dapat terjadi
penetrasi). Luka laserasi akan dibagi lebih lanjut lagi menjadi luka penetrasi,
benda asing intra-okular (IOFB), dan perforasi. Kontusio adalah memar yang
diakibatkan oleh benturan benda tumpul (tidak menimbulkan diskontinuitas
jaringan) dan ruptur adalah luka yang telah melibatkan seluruh ketebalan dinding
mata yang disebabkan oleh trauma tumpul, dimana luka jarang dihasilkan di
lokasi benturan, melainkan terjadi karena adanya mekanisme luar-dalam akibat
peningkatan TIO secara mendadak sehingga prolaps jaringan dapat terjadi. Tidak
menutup kemungkinan kombinasi luka dapat terjadi dalam satu kasus trauma
okular sehingga luka yang diidentifikasi adalah yang terparah. 3 Pembagian jenis
luka berdasarkan BETT dapat dilihat pada Gambar 1.

5
Gambar 1. The Birmingham Eye Trauma Terminology (BETT)3
Trauma okular yang diakibatkan oleh benda tajam terjadi dua kali lebih
banyak dibandingkan trauma dengan benda tumpul. Trauma okular open globe
memiliki prognosis visual yang lebih buruk karena umumnya membutuhkan
intervensi pembedahan. Tidak seperti trauma okular pada orang dewasa, risiko
ambliopia juga membuat rehabilitasi visual menjadi sulit pada kasus trauma
okular pediatrik. Benda tajam yang umum menjadi penyebab adalah pisau, kaca,
logam, dan pena, sedangkan bahan umum lainnya yang sering menjadi penyebab
trauma tumpul adalah kayu dan batu.4 Mayoritas anak-anak mengalami
kehilangan penglihatan permanen yang signifikan akibat trauma okular meskipun
sudah dilakukan manajemen terapi yang tepat.5 Katarak merupakan mayoritas
dampak yang terjadi pada kasus trauma okular pediatrik. 6 Sebagian besar trauma
okular pada anak dapat dicegah sehingga dengan mengetahui risiko paling umum,
nantinya orang tua atau fasilitas umum dapat menyediakan strategi pencegahan.
2.1. Pertimbangan dalam Manajemen Trauma Okular pada Anak
Klasifikasi trauma okular dan prinsip manajemen trauma memiliki kemiripan
baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Namun, trauma okular pediatrik
memerlukan pertimbangan tertentu. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi
kesulitan sehingga memerlukan pertimbangan tertentu sebelum melakukan
manajemen terapi pada kasus trauma okular anak, yaitu :1

6
a. Mekanisme trauma sering tidak diketahui, dimana pada kasus trauma
okular anak terjadi karena kurangnya pengawasan dari orang dewasa
sehingga faktor penting seperti mekanisme cedera (seperti gaya, lintasan,
dan kecepatan) atau jenis agen penyebab (seperti benda tajam atau tumpul,
tercemar, atau bahan kimia) tidak diketahui.
b. Pemeriksaan komprehensif tidak dapat dilakukan ketika anak
gelisah/tantrum dan jadi berpotensi memperparah kerusakan mata bila
ternyata terdapat open globe injury, sehingga pemberian anestesi atau
sedasi dapat dilakukan.
c. Risiko untuk terjadi ambliopia pasca trauma okular lebih tinggi pada anak
di bawah usia 5-7 tahun dan ambliopia berat dapat disebabkan oleh
opasitas media unilateral (seperti katarak traumatis, jaringan parut kornea,
atau perdarahan vitreous) sehingga prioritas utama dalam manajemen
terapi adalah mendapatkan kembali kejernihan media refraksi mata dan
memulai pengobatan ambliopia.
d. Penting untuk selalu mempertimbangkan trauma okular nonaccidental bila
ditemukan narasi mekanisme trauma yang tidak berkorelasi dengan
tampilan luka sehingga perlu dicurigai adanya trauma okular
nonaccidental disertai child abuse (penganiayaan anak). Penting untuk
mengambil dokumentasi luka sebagai barang bukti guna kepentingan
pelaporan dan konsultasikan dengan dokter spesialis anak untuk
mendapatkan penanganan secara khusus.
Pemberian analgesik dan sedasi yang adekuat akan membantu prosedur
pemeriksaan dan manajemen pada kasus trauma okular anak. Pemberian tetes
mata anestesi berulang perlu diperhatikan karena bersifat toksik bagi epitel mata
dan sekaligus juga dapat menunda penyembuhan kornea. Penilaian serta
penatalaksanaan trauma okular tetap harus didahului dengan evaluasi cedera yang
lebih mengancam jiwa seperti cedera kepala sedang-berat dan cedera batang otak.7
Cedera traksi batang otak dapat menyebabkan apnea dan akibatnya hipoksia
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan iskemia yang nantinya akan
berdampak juga pada trauma okular.8

7
2.2. Closed Globe Injury
2.2.1. Abrasi Kornea
Di antara trauma okular, abrasi kornea adalah salah satu yang
paling sering terjadi. ketika epitel kornea rusak, gejala yang dapat muncul
adalah nyeri akut, perasaan seperti ada benda asing, robek, dan
ketidaknyamanan saat berkedip. Sebagian besar kerusakan epitel pada
anak yang sehat dapat sembuh dalam 1-2 hari. 1 Dalam kasus trauma okular
umumnya pasien akan mengalami fotofobia dan tidak ditemukan infiltrat.
Meskipun kelainan fungsi pasca cedera dapat tidak ditemukan, tetapi
tanda-tanda gangguan membran basal epitel seperti mikrokista, opasitas
linear atau pungtata sering terjadi dan bersifat unilateral.8
Salep antibiotik topikal 4 kali sehari dan obat tetes mata sikloplegik
(siklopentolat) 2 kali sehari dapat membantu mengurangi rasa tidak
nyaman dan risiko infeksi. Tambalan perban sebagai penutup mata
biasanya tidak diperlukan untuk menjaga kelopak mata tetap tertutup
karena itu tidak mempercepat proses penyembuhan dan banyak anak
merasa tambalan tidak nyaman. Dalam kasus yang parah, lensa kontak
perban dapat mengurangi rasa sakit tetapi tidak mempercepat
penyembuhan.8 Obat sikloplegik dapat meredakan fotofobia, namun
terdapat efek samping yaitu seperti pasien akan kesulitan menggunakan
matanya untuk membaca. Selain itu, terdapat beberapa pilihan antibiotik
topikal seperti eritromisin untuk pasien yang tidak menggunakan lensa
kontak dan golongan aminoglikosida (polymyxin) dan florokuinolon
(ciprofloxacin, ofloxacin). Rujukan mendesak ke dokter spesialis mata
setelah perawatan awal dapat dilakukan pada pasien dengan kerusakan
epitel yang lebih besar dalam 24 jam, sekret purulen, atau penurunan
penglihatan dengan visus lebih dari 20/20 hingga 20/60, abrasi kornea
yang belum sembuh setelah 3-4 hari, atau mata anak yang mengalami
trauma tidak dapat membuka setelah 24 jam.9
2.2.2. Benda Asing pada Kornea

8
Benda asing kornea pada anak ditandai dengan keluhan sensasi
berpasir pada mata sehingga pemeriksaan dengan kaca pembesar
diperlukan. Adanya benda asing pada kornea dapat berisiko untuk
berkembang menjadi uveitis sekunder ringan dengan miosis iritatif yang
disertai gejala fotofobia.8 Defisit ketajaman visual jarang terjadi meskipun
hal ini dapat dianggap demikian karena pasien akan mengalami robekan
yang berlebihan dan kesulitan membuka mata. Jika gejala masih ada lebih
dari 24 jam, maka leukosit dapat bermigrasi ke kornea/ruang anterior
sebagai tanda iritis dan bila terdapat hifema yang besar dan dapat dicurigai
sudah terdapat perforasi bola mata. Manifestasi klinis lainnya yang
mungkin dialami pasien adalah edema kelopak mata, serta injeksi
konjungtiva generalisata atau fokal.10
Dengan aliran cairan irigasi yang kuat, benda asing di kornea mata
anak terkadang bisa dikeluarkan. Spatula tumpul atau cotton swab juga
dapat digunakan untuk mengeluarkan benda asing setelah diberikan
anestesi topikal, dengan atau tanpa slit lamp. Yang terbaik adalah
menjauhkan anak kecil dari benda tajam. Sedasi atau anestesi umum
mungkin diperlukan jika pendekatan ini tidak berhasil.1 Dokter harus
memberikan booster tetanus pasca operasi trauma okular, disertai
penggunaan analgesik oral & antibiotik spektrum luas topikal dengan
tujuan perlindungan terhadap spesies Pseudomonas pada pasien yang
memakai lensa kontak. Obat NSAID topikal, steroid, sikloplegik dan
perban penutup mata tidak meningkatkan rasa sakit atau penyembuhan.11
2.2.3. Trauma Termal
Trauma termal yang paling sering terjadi pada kasus trauma okular
anak adalah luka bakar kornea akibat tersundut rokok yang seringkali tidak
disengaja seperti balita yang menabrak orang dewasa yang memegang
rokok setinggi mata balita tersebut atau terkena tumpahan air panas. Luka
bakar rokok umumnya dapat sembuh dalam beberapa hari tanpa
meninggalkan bekas luka meskipun akan tampak jaringan putih pada
bekas trauma yang merupakan penggumpalan dari epitel kornea. Karena

9
adanya refleks berkedip, risiko trauma termal pada permukaan okular lebih
dapat terhindari.1 Tingkat keparahan kerusakan termal dapat berkisar dari
kecil hingga berpotensi membutakan. Sebagian besar melibatkan kelopak
mata dan pipi, tetapi jaringan parut yang cukup signifikan dapat timbul
dari trauma termal pada permukaan kornea.8
Cara pengobatan trauma termal memiliki kemiripan dengan terapi
abrasi kornea. Sebagian besar luka ringan dirawat selama kira-kira 1
minggu menggunakan steroid topikal, sikloplegik, dan obat tetes
antibiotik. Jika terdapat sikatrisasi dan posisi kelopak yang tidak beraturan,
operasi plastik mungkin diperlukan. Jaringan parut pada kornea biasanya
memerlukan keratoplasti.1
2.2.4. Trauma Kimia
Trauma kimia pada kasus trauma okular anak umumnya
disebabkan oleh cairan pembersih rumah tangga, deterjen, atau pelarut
organik. Larutan basa umumnya menembus lebih dalam daripada asam
karena dapat menyebabkan koagulasi protein permukaan. Amonia, natrium
hidroksida, dan kapur adalah larutan basa yang paling sering jadi penyebab
trauma kimia dan cenderung menyebabkan luka berat karena kemampuan
penetrasinya yang cepat. Bahan iritan seperti alkohol dan detergen rumah
tangga menyebabkan de-epitelisasi permukaan okular dimana termasuk
mekanisme trauma yang paling ringan dari semua cedera kimia dan dapat
sembuh tanpa konsekuensi visual. Larutan asam pada umumnya
berinteraksi dengan kandungan air dari lapisan air mata dan jaringan yang
selanjutnya akan menghasilkan panas sehingga meninggalkan jejak seperti
bekas luka bakar (hangus) pada epitel kornea dan konjungtiva. Cairan
asam yang umum terkait dengan trauma okular anak adalah asam
hidrofluorat yang terkandung dalam cairan pembersih kaca, asam klorida
dalam desinfektan kolam renang, asam nitrat dalam pewarna, dan asam
asetat dalam cuka.12 Terdapat 4 derajat keparahan trauma kimia, yaitu
derajat 1 (kornea jernih dan tanpa iskemia limbal), derajat 2 (kornea
berkabut dengan detail iris masih terlihat dan iskemia <1/3 limbus), derajat

10
3 (stroma kornea berkabut menutupi detail iris dan iskemia 1/3-1/2
limbus), dan derajat 4 (kornea berkabut total dan iskemia >1/2 limbus).8

Gambar 2. Derajat Trauma Kimia, A. Iskemia Limbus; B. Derajat 2; C. Derajat 3;


D. Derajat 4.8
Terapi awal dalam mengobati trauma kimia adalah irigasi
menggunakan cairan kristaloid dengan melakukan eversi kelopak mata
untuk mencapai forniks konjungtiva selama 15-30 menit. Penggunaan
anestesi topikal dimungkinkan sebelum dilakukan irigasi untuk membuat
pasien merasa lebih nyaman.1 Sebagian besar trauma kimia diterapi dengan
salep antibiotik topikal (salep tetrasiklin) 4 kali sehari selama sekitar 1
minggu (dapat dikombinasikan dengan doksisiklin oral 100mg 1-2 kali
sehari), steroid topikal 4-8 kali sehari selama sekitar 1 minggu dan
sikloplegik jika perlu. Terapi pembedahan dapat dilakukan apabila terdapat
deformitas pada bulu mata, simblefaron, atau jaringan parut kornea.8
2.2.5. Trauma Benda Tumpul (Contusional)
Kasus trauma benda tumpul ditandai dengan adanya deformitas
bola mata akibat kompresi kuat dan dapat berisiko untuk terjadi hifema,
iridodialisis, dialisis zonular, atau perdarahan vitreous serta berisiko untuk
mengalami katarak traumatik, ablasi retina, dan glaukoma. Gonioskopi
perlu dilakukan pada anak untuk menentukan risiko terkena glaukoma
jangka panjang.1 Prinsip terapi untuk pasien anak pada kasus trauma
tumpul okular serupa dengan terapi trauma okular secara umum pada
orang dewasa dengan tetap memperhatikan pertimbangan khusus untuk
kasus anak. Terapi suportif seperti pemberian antiemetik dapat dilakukan
guna mencegah refleks vagal sehingga mencegah peningkatan tekanan
intraokular yang dapat memperparah trauma. Selain itu, pasien juga harus

11
ditempatkan dalam posisi setengah berbaring. Khusus untuk hematoma
retrobulbar dilakukan tindakan dekompresi sebagai terapi definitifnya
dengan melakukan kantotomi lateral dan kantolisis inferior (golden period
4 jam) agar prognosis fungsi penglihatan tidak makin memburuk.
Antibiotik profilaksis dapat digunakan untuk mencegah endoftalmitis
sekunder. Terapi pembedahan juga dapat dilakukan dengan menyesuaikan
kasus.13
2.3. Open Globe Injury
Open globe injury (OGI) dapat didefinisikan sebagai full-thickness wound
pada dinding mata, baik karena laserasi atau ruptur tersembunyi.14 Insiden OGI di
seluruh dunia diperkirakan mencapai 3.5 cedera per 100.000 orang, dengan lebih
dari 203.000 kasus terjadi setiap tahun.14 OGI dapat disebabkan oleh trauma tajam
atau trauma tumpul dimana gaya kompresi (karena deformasi) begitu besar
sehingga menyebabkan ruptur dinding mata. Pada OGI, kerusakan pada struktur
internal mata sangat besar, sehingga ruptur bola mata biasanya memiliki
prognosis yang sangat buruk. Benda tajam atau small high-velocity projectile
dapat menyebabkan cedera penetrasi (misalnya laserasi) atau perforasi dan dapat
juga mengakibatkan benda asing intraokular. Benda tajam hanya dapat
menyebabkan kerusakan di tempat masuk, sehingga prognosis untuk cedera jenis
ini biasanya lebih baik daripada ruptur bola mata, dengan lebih dari 50% kasus
mencapai ketajaman visual 20/40 atau lebih baik.1
Pada pasien anak yang mengalami cedera akibat trauma, segmen anterior
mata dan fundus harus diperiksa secara menyeluruh jika dicurigai adanya OGI,
sehingga pemeriksaan dibawah anestesi (EUA) mungkin diperlukan. Area
perdarahan subkonjungtiva atau kemosis atau robekan kecil pada kulit kelopak
mata mungkin merupakan satu-satunya manifestasi yang terlihat dari perforasi
sklera oleh benda tajam seperti pensil atau gunting. Distorsi pupil mungkin
merupakan tanda yang paling jelas dari perforasi kecil kornea atau limbus.
Pencitraan harus dipertimbangkan jika ada alasan untuk mencurigai adanya benda
asing intraokular atau orbital.1

12
Gambar 3. Open Globe Injury. A, Luka kecil yang masuk pada kulit, pada daerah
alis kanan, pada anak laki-laki berusia 7 tahun. Luka tersebut diakibatkan terkena
anak panah. B, Conjunctival exit wound yang mengindikasikan perforasi lengkap
kelopak mata. C, Cedera yang luas pada segmen anterior mata1
Laserasi korneosklera pada anak-anak diperbaiki menggunakan prinsip yang
sama dengan prinsip perbaikan pada orang dewasa. Luka kornea harus ditutup
dengan jahitan nilon 10/0 dan luka limbus dan sklera dengan jahitan nilon 9/0.
Umumnya, luka kornea sembuh dengan baik dalam waktu 3-4 bulan. Setelah OGI,
fibrin clot dapat terbentuk dengan cepat di segmen anterior pada mata anak; clot
ini dapat mensimulasikan gambaran dari fluffy cataractous lens cortex. Untuk
menghindari membuat mata afakia, dokter tidak boleh melepas lensa sebagai
bagian dari perbaikan luka primer. Bahkan jika kapsul lensa rusak, disarankan
menunda operasi katarak selama 1-2 minggu, sampai peradangan pasca trauma
yang parah telah teratasi, dapat menghasilkan pemulihan pasca operasi yang lebih
lancar dan mengurangi risiko komplikasi tanpa mengorbankan prognosis
penglihatan. Lalu berikutnya, meluangkan waktu untuk merencanakan operasi
katarak yang memungkinkan perhitungan biometri yang lebih baik, penempatan
lensa intraokular, dan manajemen vitreous. Namun, pada anak-anak yang sangat
muda, menunda pengangkatan katarak lebih dari beberapa minggu meningkatkan
risiko ambliopia deprivasi.1
2.4. Trauma Adneksa dan Orbita
Adneksa okular memiliki peran penting dalam perlindungan bola mata
sebagai mekanisme pertahanan mekanis serta melalui pemeliharaan tearfilm dan
drainase air mata, sekresi kelenjar kelopak mata, dan mekanisme kekebalan aktif
lokal. Trauma mekanis yang menyebabkan cedera pada struktur adneksa okular
dapat menyebabkan morbiditas okular, seperti cosmetic blemish, kecacatan wajah

13
permanen, terjepit secara mekanis jaringan atau lemak di dalam fraktur,
kehilangan fungsi karena proptosis, atau gerakan terbatas. 15 Semua trauma yang
melibatkan adneksa okular, kemungkinan yang mendasari CGI atau OGI.1 CGI
atau OGI secara langsung memengaruhi hasil visual.
2.4.1. Fraktur Orbita
Fraktur orbita adalah cedera traumatis yang biasanya disebabkan
oleh perkelahian, olahraga atau kecelakaan. Diagnosis definitif dari fraktur
orbita dapat dikonfirmasi dengan computed tomography scan.16 Salah satu
tulang yang mengelilingi mata dapat mengalami fraktur. Jenis - jenis dari
fraktur orbita yaitu seperti : orbital rim fracture, blowout fracture, orbital
floor fracture.
Pada orbital rim fracture, kemungkinan besar mengalami cedera
lain pada wajah, dan kemungkinan juga saraf optik.17 Kemudian, istilah
blow-out fracture dapat terjadi akibat peningkatan akut tekanan
intraorbital, yang terjadi ketika benturan langsung menutup jalan masuk
orbita; atau dari kompresi pada tepi. Tulang dinding lateral dan bagian
roof dari mata biasanya mampu menahan trauma tersebut, fraktur paling
sering melibatkan dasar orbita sepanjang tulang tipis yang menutupi
kanalis infraorbital. Terkadang, dinding medial orbita juga dapat
mengalami fraktur.8
Lalu, pada orbital floor fracture, trauma tumpul pada wajah
merupakan penyebab umum. Ekimosis periorbital dan diplopia sering
terjadi pada periode pascatrauma langsung. Cedera pada m.rektus inferior
atau persarafannya, dapat disebabkan oleh perdarahan atau iskemia.
Bradikardia, heart block, mual, atau sinkop dapat terjadi sebagai respons
vagal. Pada pasien dengan elevasi terbatas, tes force duction positif
menunjukkan adanya restriksi. Hipoestesia dalam distribusi kulit saraf
infraorbita juga dapat terjadi. Orbital computed tomography dan high-
resolution, multipositional magnetic resonance imaging berguna untuk
mengungkapkan adanya dan luasnya cedera. White-eyed blowout fracture
ditandai dengan restriksi elevasi dan depresi mata yang nyata meskipun

14
tanda-tanda cedera jaringan lunak minimal. Restriksi ini disebabkan oleh
terjepitnya m.rektus inferior atau jaringan orbita baik di bawah trapdoor
fracture yang disebabkan oleh flexion deformity of the floor. Kondisi
terakhir ini unik untuk anak-anak, dan dalam kasus ini pembedahan dini,
daripada observasi, diperlukan untuk meminimalkan kerusakan otot dan
saraf permanen.1
Dalam banyak kasus, fraktur orbita tidak perlu ditangani dengan
pembedahan. Jika hanya fraktur kecil, dapat disarankan untuk kompres es
di area tersebut untuk mengurangi pembengkakan dan sembuh dengan
sendirinya seiring waktu.17 Terjadi diplopia segera setelah cedera sering
terjadi dan tidak selalu merupakan indikasi untuk intervensi segera,
kecuali pada pasien dengan white-eyed blowout fracture. Berdasarkan
rekomendasi banyak ahli bedah, penatalaksanaannya dengan menunggu
sampai 2 minggu setelah cedera untuk memungkinkan pembengkakan
periorbital mereda sebelum mempertimbangkan floor fracture repair pada
pasien dengan restriksi residual dan diplopia yang belum terselesaikan
pada posisi primer.1 Kemudian, orbital roof fracture biasanya lebih sering
terjadi pada anak - anak dibawah 10 tahun dibandingkan dengan orang
dewasa. Orbital roof fracture biasanya terjadi akibat benturan pada daerah
alis saat jatuh. Manifestasi eksternal utama adalah hematoma kelopak mata
atas. Fraktur ini seringkali sembuh tanpa pengobatan.
2.4.2. Trauma Optic Neuropathy
Traumatic optic neuropathy (TON) merupakan komplikasi yang
cukup berat dari cedera kepala tertutup. Saraf optik mungkin rusak akibat
trauma pada kepala, orbita, atau bola mata. Kehilangan penglihatan
biasanya berat dan terjadi segera, dan defek pupil aferen relatif biasanya
ada. Awalnya, saraf optik tampak normal, tetapi menjadi atrofi dalam 1-2
bulan setelah cedera.1 Manajemen TON masih kontroversial, beberapa
dokter menganjurkan observasi saja, sementara yang lain
merekomendasikan kortikosteroid dosis tinggi, dekompresi saluran optik
bedah, atau kombinasinya.18

15
2.5. Nonaccidental Trauma
Kekerasan pada anak merupakan masalah sosial yang signifikan yang terkait
dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. “Shaken Baby Syndrome”
merupakan salah satu bentuk kekerasan fisik pada anak dan non-accidental
traumatic (NAT) brain injury.19 Yang termasuk dalam kekerasan pada anak yaitu
termasuk emotional abuse, sexual abuse, dan physical abuse. Anamnesis yang
reliabel seringkali sulit diperoleh ketika trauma yang tidak disengaja terjadi. 1
Perdarahan retina merupakan manifestasi kardinal dari SBS. Insidensi perdarahan
retina pada SBS kira-kira 85%.19
2.5.1. Abusive Head Trauma (AHT)
Pasien dengan AHT biasanya lebih muda dari 5 tahun dan paling
sering lebih muda dari 12 bulan. AHT disebabkan karena adanya
guncangan keras dan/atau benturan tumpul.20 Cedera yang diakibatkannya
dapat menyebabkan pendarahan di sekitar otak atau di lapisan dalam
belakang mata. Cedera intrakranial pada AHT sering meliputi hematoma
subdural (biasanya bilateral di atas konveksitas serebral atau di fisura
interhemisfer) dan perdarahan subarachnoid. Neuroimaging juga dapat
mengungkapkan edema intrakranial, skemia, atau memar pada tahap akut
dan atrofi pada tahap selanjutnya.1
2.5.2. Keterlibatan Okular
Terdapat sekitar 80% kasus perdarahan retina yang merupakan
manifestasi okular yang paling umum dari AHT. Adneksa okular dan
segmen anterior mata biasanya tampak sepenuhnya normal. Perdarahan
retina dapat terjadi pada semua lapisan retina dan dapat unilateral atau
bilateral. Perdarahan vitreous juga dapat terjadi dan dapat disebabkan
terutama oleh trauma atau migrasi sekunder darah dari perdarahan
preretinal ke dalam vitreous. Pendarahan retina pada bayi yang mengalami
trauma tidak dapat ditentukan dengan tepat dan biasanya sembuh dalam
beberapa minggu hingga bulan. Vitrektomi harus dipertimbangkan jika
ada risiko ambliopia akibat perdarahan vitreous persisten.1

16
Beberapa mata menunjukkan bukti gangguan jaringan retina selain
perdarahan. Full-thickness perimacular folds di neurosensori retina,
biasanya dengan orientasi melingkar di sekitar makula, sangat khas.
Pecahnya retina (traumatic retinoschisis), baik di dalam lapisan serabut
saraf atau superfisial, dapat menciptakan rongga yang cukup luas yang
sebagian terisi darah, juga biasanya di daerah makula. Retinal folds
biasanya reda dalam beberapa minggu setelah cedera, tetapi rongga schisis
dapat bertahan tanpa batas waktu.1
2.5.3. Pertimbangan Diagnostik
Trauma kepala akibat kecelakaan yang berat tidak sering disertai
dengan perdarahan retina, dan bila ada, perdarahan juga tidak meluas.
Perdarahan retina yang luas tanpa temuan okular lainnya sangat
menunjukkan bahwa cedera intrakranial terkait disebabkan oleh AHT,
tetapi kemungkinan seperti gangguan koagulasi harus dipertimbangkan.
Pendarahan retina akibat trauma saat lahir sering terjadi pada bayi baru
lahir, tetapi jarang bertahan setelah usia 1 bulan. Penyebab lain yang
mungkin dari perdarahan retina pada anak termasuk anemia, hipertensi,
tekanan intrakranial yang meningkat secara akut, leukemia, meningitis,
glutaric aciduria, dan retinopati prematuritas; namun, jumlah dan
distribusi perdarahan yang terlihat pada pasien ini seringkali berbeda dari
pola yang biasanya terlihat pada pasien dengan AHT.1
Diagnosis AHT tidak dibuat atas dasar temuan oftalmik secara
terpisah. Ketika perdarahan retina yang luas disertai dengan perimacular
folds dan rongga schisis ditemukan berhubungan dengan perdarahan
intrakranial atau bukti lain dari trauma pada otak pada bayi, diagnosis
AHT dapat dibuat oleh tim multidisiplin setelah meninjau semua temuan
klinis. Namun, harus diingat bahwa waktu dan keadaan cedera serta
identitas pelaku seringkali tidak dapat disimpulkan hanya dari bukti
medis.1
2.5.4. Prognosis

17
Dalam satu penelitian besar, 29% anak-anak dengan AHT
meninggal karena cedera. Respons visual dan respon pupil yang buruk
berkorelasi dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Para penyintas
seringkali mengalami gangguan permanen mulai dari ketidakmampuan
belajar ringan dan gangguan motorik hingga gangguan kognitif berat dan
quadriparesis. Penyebab paling umum dari kehilangan penglihatan adalah
cedera kortikal diikuti oleh atrofi optik. Perdarahan vitreous yang padat,
yang biasanya berhubungan dengan traumatic retinoschisis yang dalam,
membawa prognosis yang buruk untuk penglihatan dan kehidupan.1
2.5.5. Trauma Okular Sekunder Lain Akibat Nonaccidental Trauma
Terdapat sekitar 5% kasus kekerasan pada anak yang menyebabkan
trauma pada mata. Trauma tumpul yang disebabkan oleh akibat terkena
pukulan tangan atau alat seperti ikat pinggang merupakan mekanisme
cedera yang tidak sengaja yang paling umum pada adneksa okular atau
segmen anterior. Katarak dan dislokasi lensa mungkin merupakan tanda
cedera berulang atau trauma yang ditimbulkan sebelumnya. Kekerasan
pada anak juga harus dicurigai ketika rhegmatogenous retinal detachment
terjadi pada anak tanpa riwayat cedera atau faktor predisposisi yang jelas,
seperti miopia tinggi.1
3.1. Penutup
Populasi anak merupakan populasi rentan terhadap trauma okular dan banyak
terjadi akibat kurangnya pengawasan orang dewasa. Sangat penting untuk
memberikan edukasi kepada orang tua dan guru tentang kesehatan mata dan terapi
emergensi secara umum untuk meminimalkan kejadian trauma okular serta
komplikasinya, sekaligus menciptakan kesadaran bagi keluarga dan masyarakat
tentang trauma mata. Manajemen terapi yang cepat dan tepat dapat membantu
mencegah kebutaan pasca trauma okular dan komplikasi jangka panjang lainnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Journal of the American Association for Pediatric Ophthalmology and


strabismus. Journal of American Association for Pediatric Ophthalmology
and Strabismus. 2023;27(1):63–4. 
2. Madan AH, Joshi RS, Wadekar PD. Ocular Trauma in Pediatric Age Group
at a Tertiary Eye Care Center in Central Maharashtra, India. Clin
Ophthalmol. 2020 Apr 1;14:1003–9.
3. Kuhn F. Ocular trauma in children and in elderly patients. Ocular
Traumatology. :417–35. 
4. Akça Bayar S, Kayaarası Öztürker Z, Yılmaz G. Clinical characteristics and
outcomes of ocular injuries in pediatric patients. Ulus Travma Acil Cerrahi
Derg. 2022 May;28(5):654–61.
5. AlGhadeer H, Khandekar R. Clinical Profile, Etiology, and Management
Outcomes of Pediatric Ocular Trauma in Saudi Arabia. Pediatr Emerg Care.
2022 Oct 1;38(10):e1626–30.
6. Khatatbeh AE, Othman E, Alalawneh AM, Khraisat HA, Alawneh S, Ahmed
M, et al. Changes of Patterns and Outcomes of Ocular and Facial Trauma
Among Children in Jordan. Cureus. 2021 Aug;13(8):e16833.
7. Lu SJ, Lee GA, Cole GA. Acute red eye in children: A practical approach.
Aust J Gen Pract. 2020 Dec 1;49(12):815–22.
8. Salmon J. Kanski's Clinical Ophthalmology 9th Edition. Elsevier. 2019.
9. Domingo E, Moshirfar M, Zabbo CP. Corneal Abrasion. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 [cited 2023 Jun
9]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532960/
10. Camodeca AJ, Anderson EP. Corneal Foreign Body. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 [cited 2023 Jun 9].
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536977/
11. Ambikkumar A, Arthurs B, El-Hadad C. Corneal foreign bodies. CMAJ.
2022 Mar 21;194(11):E419.

19
12. Dua HS, Ting DSJ, Al Saadi A, Said DG. Chemical eye injury:
pathophysiology, assessment and management. Eye (Lond). 2020
Nov;34(11):2001–19.
13. Mohseni M, Blair K, Gurnani B, Bragg BN. Blunt Eye Trauma. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 [cited
2023 Jun 9]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470379/
14. Open Globe Injury: Assessment and Preoperative Management [Internet].
American Academy of Ophthalmology. 2020 [cited 2023 Jun 9]. Available
from: https://www.aao.org/eyenet/article/open-globe-injury
15. Shukla A, Singh M, Garg A. Epidemiological Profiling of Mechanical
Ocular Trauma and Analysis Using Proposed New Classification for Ocular
Adnexal Injuries. Beyoglu Eye J. 2021 Jun 8;6(2):102–7.
16. Orbital fractures - Symptoms, diagnosis and treatment | BMJ Best Practice
US [Internet]. [cited 2023 Jun 9]. Available from:
https://bestpractice.bmj.com/topics/en-us/1172
17. What Is an Orbital Fracture? [Internet]. American Academy of
Ophthalmology. 2017 [cited 2023 Jun 9]. Available from:
https://www.aao.org/eye-health/diseases/what-is-orbital-fracture
18. Hosseini Siyanaki MR, Azab MA, Lucke-Wold B. Traumatic Optic
Neuropathy: Update on Management. Encyclopedia. 2023 Mar;3(1):88–101.
19. Shaken baby syndrome - Symptoms and causes [Internet]. Mayo Clinic.
[cited 2023 Jun 9]. Available from: https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/shaken-baby-syndrome/symptoms-causes/syc-20366619
20. Preventing Abusive Head Trauma in Children|Child Abuse and Neglect|
Violence Prevention|Injury Center|CDC [Internet]. 2023 [cited 2023 Jun 9].
Available from:
https://www.cdc.gov/violenceprevention/childabuseandneglect/Abusive-
Head-Trauma.html

20

Anda mungkin juga menyukai