Agustinus Pandu Prayoga 201805000148 Hukum Perdata (FIX)
Agustinus Pandu Prayoga 201805000148 Hukum Perdata (FIX)
SKRIPSI
Disusun Oleh
Nama : Agustinus Pandu Prayoga
NIM : 2018 – 0500 – 0148
Program Peminatan : Hukum Perdata
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
2022
Pengesahan Skripsi
Tim Penguji
Ketua/Penguji I
(Dra. Lidwina Maria T., S.H., Sp.N.) (Dr. Marhaeni Ria Siombo, S.H., M.Si.)
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum
Unika Atma Jaya
Puji Syukur kepada Tuhan atas berkat dan anugerah-Nya yang telah dilimpahkan
kepada Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Hukum Universitas Katolik
Atma Jaya Jakarta yang berjudul “Tinjauan Yuridis mengenai Data dan Informasi
Pribadi sebagai Benda dan Akibat Hukumnya dalam Perjanjian Pinjaman Online” .
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta. Penulis bersyukur atas segala bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan yang baik ini, Penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Kepada seluruh pimpinan Fakultas Hukum Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta,
secara khusus kepada Ibu Dr. Iur Asmin Fransiska, S.H., L.L.M., selaku Dekan
Fakultas Hukum Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta, Bapak Pieter Zunimik Sinaga,
S.H., MBL., selaku Kepala Bidang Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas
Katolik Atma Jaya Jakarta, dan kepada Bapak Dr. Samuel M.P. Hutabarat, S.H. selaku
Kepala Bidang Peminatan Hukum Perdata;
2. Ibu Dr. Marhaeni Ria Siombo, S.H., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi Penulis
yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu Penulis lewat
nasihat, kritik, dan saran yang membuat Penulis mendapatkan banyak ilmu dalam
menyelesaikan skripsi dengan baik dan tepat waktu;
3. Ibu Feronica S.H., M.H., selaku Kepala Bidang Program Studi dan Dosen
Pembimbing Akademik Penulis, terima kasih atas bantuan dan arahan yang telah
diberikan kepada Penulis selama di masa perkuliahan;
4. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Seluruh Dosen Fakultas Hukum
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu
kepada Penulis, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan Penulis dalam
bidang hukum;
5. Seluruh karyawan Sekretariat Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma
Jaya Jakarta yang telah membantu Penulis dengan memberikan informasi yang sangat
berguna selama Perkuliahan;
6. Pihak keluarga Penulis, khususnya apak dan ibu serta adik-adik yang selalu
memberikan dukungan kepada Penulis sejak awal masuk kuliah sampai dengan Penulis
dapat menyelesaikan perkuliahan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan adanya keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki oleh Penulis. Maka
dari itu, Penulis meminta maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam
penulisan skripsi ini. Dengan senang hati, Penulis menerima segala masukan dan komentar
yang bersifat membangun terkait skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat
bermanfaat bagi khalayak dan khususnya bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Akhir
kata, Penulis ucapkan sekian dan terima kasih.
Penulis
i
ABSTRAK
(A) Agustinus Pandu Prayoga (2018-0500-0148)
(B) TINJAUAN YURIDIS MENGENAI DATA DAN INFORMASI PRIBADI
SEBAGAI BENDA DAN AKIBAT HUKUMNYA DALAM PERJANJIAN
PINJAMAN ONLINE
(C) Data dan Informasi Pribadi, Benda, Perjanjian Pinjaman Online
(D) Dalam menyusun skripsi ini Penulis menggunakan 14 buah buku, 14 buah jurnal, 2
buah makalah, 2 buah website, dan 8 peraturan perundang-undangan sebagai
referensi.
(E) Salah satu permasalahan hukum yang kini sering diangkat adalah perlindungan data
pribadi, namun dibalik itu kedudukan data dan informasi masih menjadi permasalahan
hukum tersendiri mengingat data dan informasi pribadi tidak jarang dianggap sebagai
benda dan merupakan aset kepemilikan seseorang. Selain itu dalam peralihannya
kepada penyelenggara sistem informasi khususnya dalam perjanjian pinjaman online,
hak milik tersebut menjadi tidak dapat dipertahankan oleh pemilik data dan informasi
pribadi. Dengan demikian, permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana
kedudukan data dan informasi pribadi sebagai benda dalam perspektif hukum benda
berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan hukum positif di
Indonesia dan bagaimana akibat hukum terhadap data dan informasi pribadi sebagai
benda dalam perjanjian pinjaman online berdasarkan aspek-aspek hukum perdata
dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan mengenai kebendaan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang berupa
metode yuridis normatif yang dilakukan dengan menggunakan studi dokumen berupa
kajian dari peraturan, serta norma dan asas yang ada di dalam aturan tersebut. Dalam
proses analisisnya dilakukan menggunakan metode deskriptif analisis dari data-data
kualitatif.
Penelitian ini menghasilkan temuan, yaitu data dan informasi pribadi merupakan
benda bergerak tak berwujud yang memiliki hak milik dan hak privasi yang
terkandung di dalamnya. Namun terdapat permasalahan dalam harmonisasi peraturan
perundang-undangan dalam ranah hukum Informasi dan Traksaksi Elektronik (ITE)
yang secara aktual hak milik tersebut tidak dapat diakui secara mutlak karena
disimpan dan dikelola oleh penyelenggara sistem informasi. Selain itu, akibat hukum
terhadap data dan informasi pribadi dalam perjanjian pinjaman online bahwa dalam
perjanjian pinjaman online terdapat pengecualian terhadap perlunya pesertujuan
kembali mengenai akses data dan informasi pribadi milik debitur sehingga hal
tersebut menguatkan temuan terkait hak milik dan hak privasi yang terdapat pada data
dan informasi pribadi sebagai benda berada di luar penguasaan pemilik data dan
informasi pribadi serta memberikan posisi pemilik data dan informasi sebagai pihak
yang lebih rendah dalam perjanjian pinjaman online tersebut.
(F) 2022
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
ABSTRAK...............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................6
C. Tujuan Penelitian............................................................................................................6
D. Manfaat Penelitian..........................................................................................................6
E. Metode Penelitian............................................................................................................7
F. Sistematika Penulisan......................................................................................................9
BAB II....................................................................................................................................12
A. 4. Lanskap Hukum Positif Indonesia untuk Mengatur Data dan Informasi Pribadi
21
B. Hukum Benda................................................................................................................28
iii
B.3. Perbedaan antara Hak-Hak Kebendaan dan Hak-Hak Perseorangan...............33
C. Perjanjian.......................................................................................................................36
C.5. Wanprestasi......................................................................................................42
BAB III...................................................................................................................................56
I. Kedudukan Data dan Informasi Pribadi sebagai Benda dalam Perspektif Hukum
Benda Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Hukum Positif di
Indonesia................................................................................................................................56
II. Akibat Hukum Terhadap Data dan Informasi Pribadi sebagai Benda dalam Perjanjian
Pinjaman Online berdasarkan Aspek-Aspek Hukum Perdata dikaitkan dengan Ketentuan-
Ketentuan mengenai Kebendaan............................................................................................65
BAB IV..................................................................................................................................71
PENUTUP..............................................................................................................................71
iv
I. Kesimpulan...................................................................................................................71
II. Saran..............................................................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................vi
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Revolusi digital sebagai salah satu kerangka untuk mencapai revolusi industri 4.0
teknologi bekerja demi mencapai kemudahan dalam mengakses fasilitas publik yang
Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, pemanfaatan teknologi di kehidupan sehari-
hari menitikberatkan pada proses digitalisasi atau mengenai apa yang sebelumnya
proses jual-beli, baik pihak penjual dan pihak pembeli awalnya perlu bertransaksi di
sebuah tempat seperti pasar swalayan, supermarket, atau sejenisnya. Pada masa kini,
terdapat pilihan untuk melakukan proses jual-beli tersebut secara daring melalui website
atau aplikasi sehingga tidak perlu bertemu secara langsung serta dapat membayar
Tentu perkembangan dalam teknologi ini juga memiliki dampak pada perkembangan
ilmu pengetahuan salah satunya ilmu hukum. Terminologi dan teori dalam ilmu hukum
yang digunakan kini semakin diperluas untuk dapat mengakomodir pengetahuan dalam
1
Klaus Schwab, The Fourth Industrial Revolution, (Redfem: Currency Press, 2017). Lihat juga: Alec Ross, The
Industries of the Futures, (New York: Simon & Schuster, 2017).
2
bidang elektronik, seperti munculnya analisis hukum mengenai perjanjian dalam bentuk
elektronik, tanda tangan elektronik, hingga kini dapat berbicara mengenai konsep
“manusia” yang menjadi eletronik dalam bentuk avatar pada fenomena metaverse.2
pihak yang terlibat dalam hal tersebut membutuhkan personal akun virtual (digital
identity) yang merepresentasikan identitas diri yang sesungguhnya pada dunia nyata.
Akibatnya, syarat-syarat dan ketentuan yang dibutuhkan salah satunya adalah data dan
informasi pribadi harus diisi dan diunggah pada portal website atau aplikasi tertentu.
Maka dari itu, isu mengenai keamanan data dan informasi pribadi semakin diangkat
karena data dan informasi pribadi tersebut dapat berisi hal-hal yang mengandung hak
privasi seseorang seperti nama nama lengkap, alamat, nomor telepon, serta nama orang
tua, hingga memuat data dan informasi pribadi yang sensitif seperti kondisi fisik dan
Menurut sejarahnya, data dan informasi pribadi muncul pada konsepsi hak atas
privasi sebagai hak hukum pada Harvard Law Review Vol. IV No. 5, 15 Desember 1890
dengan judul “The Right to Privacy” yang ditulis oleh Warren dan Brandels. Dalam
tulisan tersebut, Warren dan Brandels memberikan gambaran secara sederhana mengenai
hak atas privasi sebagai “the right to be let alone” atau bila diterjemahkan yaitu “hak
untuk dibiarkan sendiri” yang menjadi cikal bakal tonggak hukum adanya perlindungan
terhadap hak privasi. Meskipun demikian, dalam terminologi tersebut definisi mengenai
2
Istilah metaverse muncul dalam novel yang dituliskan oleh Neal Stephenson pada tahun 1992, hingga kini
definisi mengenai metaverse masih sangat umum dengan adanya realitas digital yang menggabungkan beberapa
aspek kehidupan seperti melakukan pertemuan, bekerja, dan bermain game online yang memungkinkan
penggunanya berinteraksi secara virtual menggunakan alat headset realitas virtual (VR), kacamata augmented
reality (AR), aplikasi smartphone dan atau perangkat lainnya.
3
Prof. Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, 2020, Cyber Ethics dan Cyber Law Book : Kontribusinya bagi
Dunia Bisnis, Jakarta : Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Cet. I, hlm. 90.
4
Sekaring Ayumeida Kusnadi dan Andy Usmina Wijaya, “Perlindungan Hukum Data Pribadi Sebagai Hak
Privasi”, Al WASATH Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2 No. 1, April 2021, hlm. 3-4.
3
Di Indonesia, data dan informasi sebagai hak privasi dijamin oleh hukum dalam
Pasal 28 G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu “Setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di
bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlidungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Pada
belum diangkat sebagai pembahasan yang serius dan darurat sehingga terhadap
tidak aman terhadap data dan informasi pribadi padahal perbuatan hukum dalam dunia
Salah satu peristiwa hukum di Indonesia yang kini menjadi sorotan serta
berhubungan dengan data dan informasi pribadi yaitu mengenai perjanjian pinjaman
online. Pinjaman online atau dikenal dengan istilah “Pinjol” menjadi sangat populer di
pencairan yang cepat sehingga pinjaman online menjadi salah satu pilihan masyarakat
untuk melakukan perjanjian kredit selain bank. Namun demikian, terdapat fakta yang
cukup mengejutkan bahwa data dan informasi pribadi disebarkan akibat debitur yang
tidak melakukan pembayaran atas utang yang dimilikinya. Pada tahun 2021, mengutip
dari laman berita CNBC Indonesia, ”Laporan dari Badan Perlindungan Konsumen
Nasional (BPKN). Terdapat 2.800 aduan konsumen terkait pinjol baik legal dan ilegal,
termasuk juga mengenai cara penagihan hingga penyebaran data privasi. Dari aduan
yang disampaikan mayoritas terkait pinjol ilegal 68,8% dan 31,2% terkait pinjol legal.
Permasalahan konsumen tidak hanya pinjol ilegal tapi juga pinjol legal”. 5 Adapun
beberapa contoh data dan informasi pribadi yang perlu diisi dan diunggah merupakan
5
“Bikin Resah, Laporan Penagihan Pinjol Paling Banyak di 2021”, diakses dari
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220211121104-37-314689/bikin-resah-laporan-penagihan-pinjol-
paling-banyak-di-2021 , pada tanggal 25 Maret 2022.
4
data-data penting seperti formulir data diri, foto KTP, foto selfie dengan KTP, serta
tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK 77/2016)
persetujuan dari pemilik data pribadi kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan.7 Namun demikian, tidak jarang data dan informasi pribadi milik
debitur tersebut digunakan dan disebarluaskan tanpa persetujuan dari pemilik data
dengan tujuan untuk memberikan efek jera dan ketakutan bagi debitur yang tidak
membayar utang sehingga menimbulkan kerugian karena menanggung rasa malu atas
perjanjian pinjaman online memang tidak ada habisnya selama belum diatur dalam
efisien. Dibalik itu semua, terdapat hal yang menarik bila ditelusuri lebih dalam
mengenai hak privasi sebagai hak hukum yang terkandung dalam data dan informasi
pribadi dihubungkan dengan perjanjian pinjaman online, bahwa kedudukan data dan
Kedudukan data dan informasi pribadi sebagai benda dalam konsep keperdataan
menjadi hal yang menarik untuk diangkat dalam penelitian hukum mengingat
pembahasan mengenai data dan informasi pribadi juga masih belum memiliki dasar
hukum yang tepat. Bila mengacu pada definisi benda yang ada pada Pasal 499 Kitab
6
“4 Syarat Pinjaman Online Mudah dari Kredit Pintar”, diakses dari https://www.kreditpintar.com/education/5-
syarat-mudah-untuk-mengajukan-proses-cepat-pinjaman-uang-online , pada tanggal 26 Maret 2022.
7
Pasal 26 huruf a dan c POJK No 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi.
5
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), pengertian data dan informasi pribadi masih
belum dapat diakomodir mengingat pada data dan informasi pribadi juga terkandung hak
privasi sehingga berdampak pada hak-hak kebendaan yang terdapat padanya. Dengan
kata lain, kedudukan data dan informasi pribadi sebagai benda memiliki batas dengan
hak-hak privasi yang terkandung di dalamnya sehingga data dan informasi pribadi tidak
data dan informasi pribadi pada perjanjian pinjaman online atau dikenal sebagai
karena pada faktanya perjanjian pinjaman online yang dilakukan berbasis internet
membuat celah pada data dan informasi pribadi atas perjanjian pinjaman online sehingga
kreditur dapat melakukan apapun daya upaya untuk melakukan penagihan termasuk
disebarluaskan. Padahal hal ini tidak dapat dibenarkan karena data dan informasi pribadi
Dengan memperhatikan fenomena tersebut yang dikaitkan dengan teori dalam ruang
lingkup hukum perdata, kepastian hukum mengenai kedudukan data dan informasi
pribadi sebagai benda serta implikasinya ke dalam perjanjian pinjaman online masih
relevan dan perlu untuk diteliti lebih lanjut sehingga menemukan titik terang serta
karya tulis ilmiah ini berjudul, “Tinjauan Yuridis mengenai Data dan Informasi
Pribadi sebagai Benda dan Akibat Hukumnya dalam Perjanjian Pinjaman Online”
6
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan data dan informasi pribadi sebagai benda dalam perspektif
2. Bagaimana akibat hukum terhadap data dan informasi pribadi sebagai benda dalam
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kedudukan data dan informasi pribadi sebagai benda dalam
2. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap data dan informasi pribadi sebagai benda
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat secara
1. Manfaat Teoritis
bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, secara khusus terkait dengan
7
kedudukan data dan informasi pribadi yang dikualifikasikan sebagai benda, serta
dampak hukum terhadap data dan informasi pribadi yang dikualifikasikan sebagai
2. Manfaat Praktis
kesadaran hukum kepada masyarakat ketika ingin atau telah melakukan perjanjian
pinjaman online, khususnya dalam memberikan data dan informasi pribadi pada saat
melakukan pengisian data diri atau registrasi atas pinjaman online serta memberikan
analisis mengenai akibat-akibat hukum yang dapat terjadi terhadap data dan
Penulisan hukum juga ini memiliki manfaat guna memenuhi persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, serta
terkait dengan data dan informasi pribadi sebagai benda dalam perjanjian pinjaman
online.
E. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang berupa
metode yuridis normatif. Metode ini merupakan studi dokumen yang terdiri dari kajian
atas peraturan, serta norma dan asas yang ada di dalam aturan tersebut.8 Adapun bahan
8
Yanti Fristikawati, Metode Penelitian Hukum, 2010, Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta,
hlm.8.
8
1. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan
informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi bahan hukum serta
3. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan yang digunakan
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
data secara kualitatif. Metode analisis data kualitatif adalah metode penelitian yang
menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian
yang bersangkutan secara tertulis atau lisan dalam perilaku nyata. Analisis data
dilakukan secara kualitatif karena data yang dianalisa bukan merupakan angka, tetapi
Penelitian ini akan menggunakan alat pengumpulan data yang berupa studi dokumen
informasi pribadi sebagai benda yang dikaitkan dengan peristiwa perjanjian pinjaman
online.
9
Sri Mamudji, et. al., 2005, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Cet. I, hlm. 30.
10
Ibid., hlm.31
11
Rianto Adi, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Sosial, Jakarta : Granit, hlm. 57.
9
F. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini Penulis akan menguraikan mengenai latar belakang, rumusan
sistematika penulisan.
Pada bab ini, Penulis akan menguraikan dan memaparkan mengenai landasan
teori pada variabel-variabel penelitian ini yaitu data dan informasi pribadi
mengenai hak privasi, keamanan data dan informasi pribadi dalam teknologi,
dan lanskap hukum positif Indonesia yang mengatur data dan informasi
hukum benda yang terdiri dari definisi hukum benda, macam-macam benda,
asas-asas dalam perjanjian, syarat sahnya perjanjian, hak dan kewajiban para
terlibat dan hubungan hukumnya. Tinjauan teoritis dalam bab ini diperoleh
Pada bab ini, Penulis akan melakukan pembahasan dan analisis, serta
pendapat mengenai data dan informasi pribadi sebagai benda dan akibat
hukumnya dalam perjanjian pinjaman online. Dalam bab ini akan membahas
lebih lanjut secara lebih jelas dan rinci sebagaimana yang diuraikan dalam
Selanjutnya, Penulis juga akan membahas lebih lanjut serta lebih jelas dan
yang terjadi atas kedudukan data dan informasi pribadi sebagai benda
BAB IV : PENUTUP
Pada bab ini, Penulis akan membahas kesimpulan dan saran dari pembahasan
permasalahan hukum yang telah diulas dan dan dipaparkan pada bab
BAB II
TINJAUAN TEORITIS MENGENAI DATA DAN INFORMASI PRIBADI, HUKUM
BENDA, HUKUM PERJANJIAN, DAN PERJANJIAN PINJAMAN ONLINE
Pada dasarnya, data dan informasi pribadi atau dikenal sebagai data pribadi
bersifat pribadi dan dijaga kerahasiaannya. Data pribadi ini digunakan oleh
seseorang sebagai identitas digital untuk melakukan akses terhadap internet atau
dunia digital. Dalam mendefinisikan data dan informasi pribadi, terdapat beberapa
Data pribadi adalah data yang berkenaan dengan ciri seseorang, nama, umur,
Selain itu, pengertian lain dari “data pribadi” adalah data yang berupa identitas,
kode, simbol, huruf atau angka penanda personal seseorang yang bersifat pribadi
dan rahasia.13
perlindungan data pribadi dalam lingkup Internasional, definisi data pribadi yaitu
12
Mahira, DF, Emilda Y Lisa NA, “Consumer Protection System (CPS): Siste, Perlindungan Data Pribadi
Konsumen Melalui Collaboration Concept”, Legislatif, Vol.3 No.2, 2020, hlm. 287-302
13
Sautunnida, L, ”Urgensi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Di Indonesia; Studi perbandingan
Hukum Inggris dan Malaysia”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 20 No.2, 2018, hlm. 369-384
13
atau dapat dikenali; mengenali secara langsung atau tidak langsung seseorang
tersebut, terutama dengan merujuk pada sebuah tanda pengenal seperti nama,
nomor identitas, data lokasi, data pengenal daring atau pada satu faktor atau
lebih tentang identitas fisik, psikologis, genetik, mental, ekonomi, atau sosial
orang tersebut”.14
Sistem dan Transaksi Elektronik tepatnya pada Pasal 1 angka 27, data pribadi
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diambil garis besar bahwa data
pribadi adalah data yang berisi informasi mengenai seseorang berupa identitas,
nomor pengenal/identitas, dan sejenisnya atau bisa dalam bentuk hal-hal yang
bersifat personal berupa identitas fisik, psikologis, atau hal-hal lainnya yang
Data pribadi pada umumnya terbagi atas dua kategori yaitu: Data Pribadi
Bersifat Umum seperti Nama, Alamat, Alamat email, Data lokasi, IP Address, web
cookie; dan Data Pribadi Spesifik seperti ras, etnis, agama, pandangan politik,
kriminal.16
institutions to determine for themselves when, how, and to what extent information
atau institusi untuk menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan sejauh mana
informasi tentang mereka dikomunikasikan kepada orang lain). 17 Selain itu, Westin
sebagai hak hukum pertama kalinya dituliskan dalam Harvard Law Review Vol. IV
No. 5, 15 Desember 1890 dengan judul “The Right to Privacy” yang ditulis oleh
Warren dan Brandels. Menurut Waren dan Brandels, “Privacy is the rught to enjoy
life and the right to be left alone and this development of the law was inevitable
“the right to be left alone” dalam bahasa Indonesianya dapat diterjemahkan yaitu
bagi yang disebut sebagai “ruang pribadi” ini. Menurut Schermer, setidaknya
terdapat tujuh dimensi mengenai hak privasi yang dimasukan sebagai wacana
hukum, yaitu:20
1. Tubuh
2. Pikiran
3. Rumah
17
Yuniarti, S, “Perlindungan Hukum Data Pribadi Di Indonesia”, Jurnal Becoss, Vol. 1 No.1, 2019, hlm. 147-
154
18
The Max Schrems Litigation: A Personal Account Mohini Mann dalam Elaine Fahey Editor
Institutionalisation beyond the Nation State Transatlantic Relations: Data, Privacy and Trade Law Studies in
European Economic Law and Regulation, Volume 10, hlm. 76
19
Rosadi, SD, 2015, “Cyber Law Aspek Data Privasi Menurut Hukum Internasional, Regional dan Nasional”,
Refika Aditama, Jakarta, hlm. 23
20
Ananthia Ayu D., Titis Anindyajati, Abdul Ghoffar, Hasil Penelitian : “Perlindungan Hak Privasi atas Data
Diri di Era Ekonomi Digital” (Jakarta : Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi, 2019),
hlm. 22-24.
15
4. Perilaku intim
5. Korespondensi
6. Kehidupan keluarga
tiga “ruang pribadi” yang dikenal sebagai privasi jasmani, privasi relasional, dan
privasi informasi. Privasi jasmani terdiri dari: 1. Tubuh, 2. Pikiran, dan 3. Perilaku
Terdapat beberapa alasan bahwa hak privasi harus dilindungi yang diantaranya
yaitu, Pertama, dalam membina hubungan dengan orang lain, seseorang harus
oleh seseorang. Ketiga, privasi adalah hak yang berdiri sendiri dan tidak
bergantung kepada hak lain akan tetapi hak ini akan hilang apabila orang tersebut
menyebutnya sebagai “the right against the word”. Kelima, alasan lain mengapa
privasi patut mendapat perlindungan hukum karena kerugian yang diderita sulit
21
Ibid.
16
kerugian fisik, karena telah menganggu kehidupan pribadinya, sehingga bila ada
(2) Everyone has the right to protection of the law against such interference or
attack”
Konvenan Hak Sipil dan Politik masih bersifat luas dan dirancang jauh sebelum era
diskriminasi sebagai praktik pelanggaran Pasal 17 Kovenan Hak Sipil Politik dan
“No one shall be subjected to arbitrary interference with his privacy, family,
22
Dewi, S, “Prinsip – Prinsip Perlindungan Data Pribadi Nasabah Kartu Kredit Menurut Ketentuan Nasional
dan Implementasinya”, Sosiohumaniora, Vol.19 No. 3, 2017, hlm. 206 - 212
23
Pasal 17 ICCPR
24
Pasal 12 UDHR
17
Everyone has the right to the protection of the law against such interference
or attacks.”
“gangguan” pada konteks Pasal 17 Kovenan Hak Sipil Politik, akan tetapi akan
lebih relevan dan kontekstual apabila dikaitkan dengan kasus, contohnya Toonen
bahwa Konvensi Eropa Hak Asasi manusia Pasal 8 menganalogikan dengan Pasal
17 Kovenan Hak Sipil Politik telah secara eksplisit menyatakan bahwa pengawasan
elektronik telah melanggar hak atas privasi. Dengan demikian, interpretasi terhadap
Pasal 17 Kovenan Hak Sipil Politik mengenai gangguan atau campur tangan dalam
Di Indonesia, hak privasi juga menjadi hal yang penting untuk diatur dalam
hukum positif. Tepatnya pada Pasal 28 huruf G ayat (1) Undang-Undang Dasar
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
a. Pasal 14 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Salah satu hak mengembangkan
25
Ananthia Ayu D., Titis Anindyajati, Abdul Ghoffar, op.cit, hlm. 32-33.
18
tersedia.”
b. Pasal 29 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas
elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan
Batasan mengenai hak privasi (privacy rights) dalam konteks data pribadi juga
a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain
26
Pasal 26 ayat (1) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
19
sebagai berikut:27
Elektronik;
perlindungan data jika pihak penyedia jasa memiliki akses terhadap data
tersebut;
g. memiliki prosedur penanganan kejadian tak terduga yang cepat dan tepat untuk
Selain itu, terdapat pula hal-hal yang merupakan kewajiban lainnya yang tidak
antara lain:28
27
Ibid, hlm 90-92.
28
Ibid
20
ii. Melindungi dan memastikan privasi dan perlindungan data pribadi pengguna
iv. Menyediakan pusat data dan pusat pemulihan bencana (untuk Penyedia Sistem
vi. Memberikan opsi kepada Pemilik Data Pribadi mengenai Data Pribadi yang
diproses sehingga [Data Pribadi] dapat atau tidak dapat digunakan atau
vii. Memberikan akses atau peluang kepada Pemilik Data Pribadi untuk mengubah
Data Pribadi, kecuali jika sebaliknya diatur oleh undang-undang dan peraturan.
2. atas permintaan dari Pemilik Data Pribadi, kecuali jika sebaliknya diatur
Pribadi
yang menonjolkan aspek hak asasi manusia dan perlindungan berdasarkan hukum
yang mengangkat mengenai data dan informasi pribadi baik dalam perlindungan,
setiap pemindatanganan data pribadi seseorang harus melalui izin dari pemilik
data dan upaya perlindungan hukumnya terdapat pada Pasal 26 ayat (2) UU
facebook atas data pribadi yang tetap disimpan, maka lahirlah klausula yang
29
Wahyudi Djafar, “Hukum Perlindungan Data Pribadi di Indonesia: Lanskap, Urgensi dan Kebutuhan
Pembaruan”, Makalah disampaikan sebagai materi dalam kuliah umum, Tantangan Hukum dalam Era Analisis
Big Data, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 26 Agustus 2019,
hlm. 7-11.
22
disebut “right to be forgotten” atau hak untuk dilupakan. Hal ini juga
pribadi dan kemauan terakhir atau wasiat seseorang serta informasi yang
pendidikan non‐formal.
kerahasiaan data tersebut. Hal tersebut juga telah dirinci sebagaimana yang
tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011 tentang Kartu Tanda
pribadi sebagai data perseorangan yang harus disimpan, dirawat, dan dijaga
Dalam hal kearsipan dan kegiatan administrasi negara, tentu tidak jarang
43/2009 juga telah menyatakan yang dikenal sebagai masa retensi yang
simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal
Sentral kini beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan demikian,
Dalam hal mengenai data dan informasi pribadi yang harus dirahasiakan
Perdagangan.
pada pemberian keterangan yang jelas dan terang kepada konsumen. Lalu pada
penjelasan terkait data dan informasi pribadi apa saja yang dilindungi. Namun,
mengacu pada UU ITE. Oleh karena itu, masih diperlukan integrasi aturan
yang saling berkaitan sehingga tidak ada kekosongan hukum terutama dalam
terhadap UU ITE.
v. Layanan Kesehatan
satu aspek yang sangat penting dengan melihat bahwa rekam medis
yang menjamin perlindungan data pribadi terhadap pasien yang terdapat dalam
rehabilitasi.
menghormati hak pasien. Salah satu bentuk hak tersebut adalah hak atas
informasi kesehatan pribadinya. Hal ini sesuai sebagaimana yang ada pada
Pasal 57 ayat (1) UU Np 36/2009 yaitu setiap orang berhak atas rahasia
pelayanan kesehatan.
pada Pasal 499 Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yaitu
tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik. Dengan
lawan daripada subjek dalam hukum yang diartikan sebagai orang dan badan
hukum.
Selanjutnya benda dalam hukum perdata barat juga mengartikan bahwa benda
terkualifikasi atas benda yang bertubuh (yang dapat ditangkap dengan panca
indera) dan benda yang tidak bertubuh (yang sifatnya merupakan hak-hak atas
kebendaan berwujud) atau yang dikenal sebagai benda yang berwujud dan benda
tak berwujud.31
Menurut Prof. Subekti, benda dapat diartikan dalam pengertian luas dan
sempit. Benda dalam pengertian luas merupakan segala sesuatu yang dapat dihaki
orang, sedangkan benda dalam pengertian sempit merupakan barang yang dapat
terlihat saja. Namun demikian, benda juga dapat diartikan sebagai kekayaan orang.
31
Pasal 503 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
29
Bila benda diartikan sebagai kekayaan seseorang, maka perkataan itu meliputi
juga barang-barang yang tidak terlihat yaitu: hak-hak, seperti yang ada dalam hak
piutang. Begitu pula bila diartikan sebagai penghasilan, yang dapat dipahami
dalam dua macam pengertian yaitu selain merupakan penghasilan sendiri dari suatu
mengenai benda yang berwujud saja, yaitu juga mengenai benda yang tidak
Sedangkan, hukum benda merupakan istilah yang berasal dari Belanda yaitu
“zaakrecht” yang dalam hukum perdata barat berarti keseluruhan aturan normatif
hukum yang berkenaan dengan benda hak-hak kebendaan.34 Selain daripada itu,
yang membedakan antar satu benda dengan benda lainnya sebagaimana diatur
Benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 506, 507, dan 508 KUHPer yang
1. Benda yang menurut sifatnya tidak bergerak, yang kembali dibagi menjadi
3 macam, yaitu:
a. Tanah;
b. Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena tumbuh dan berarkar
bergerak, seperti:
perniagaan).
Benda bergerak diatur dalam Pasal 509, 510, dan 511 KUHPer yang terbagi
1. Benda yang menurut sifatnya bergerak dalam arti benda itu dapat
hak memetik hasil dan hak memakai, hak atas bunga yang harus dibayar
yang berguna dan bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat dikuasai oleh
yang dalam pemakaiannya akan musnah, serta kegunaan dan manfaatnya dapat
Benda yang tetap ada yaitu merupakan kebalikan dari benda-benda yang
C. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti
Perbedaan antara benda yang dapat diganti dan yang tidak dapat diganti
pada dasarnya tidak dijelaskan secara tegas dalam KUHPer namun memiliki
harus in natura yang artinya tidak boleh diganti dengan benda lain. Contohnya
bila benda tersebut merupakan uang sehingga jumlah uang yang dititipkan
harus dalam mata uang yang sama seperti yang dititipkan. Hal ini berbeda
D. Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi
Benda yang dapat dibagi adalah benda yang apabila wujudnya dibagi
Benda yang tidak dapat dibagi adalah benda yang apabila wujudnya
objek dari suatu perjanjian. Dengan demikian, kualifikasi benda yang dapat
dijadikan sebagai objek dari suatu perjanjian pada lapangan harta kekayaan
Benda yang terdaftar dan benda yang tidak terdaftar pada dasarnya tidak
diatur dalam KUHPer. Pembagian benda ini ada terhadap setiap benda-benda
Tujuan dari pembagian atas benda terdaftar dan benda tidak terdaftar
adalah memberikan kepastian hukum dan kepastian hak atas setiap benda yang
Pada kajian mengenai hukum benda tentu terdapat perbedaan yang cukup
kental dengan hukum perikatan sehingga dapat membedakan pihak yang terlibat
dan hubungan hukum apa yang terkandung di dalamnya. Hal ini menjadi penting
karena berhubungan dengan hak-hak yang terdapat dalam hak kebendaan dan hak
Hukum benda sebagaimana yang ada pada Buku II KUHPer Pasal 499 sampai
dengan Pasal 1232 merupakan hukum yang mengatur mengenai hubungan hukum
antara orang dan benda. Sedangkan hukum perikatan yang ada pada Buku III
KUHPer Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 merupakan hukum yang mengatur
Selain daripada itu, perbedaannya terletak pada hak kebendaan memiliki sifat
mutlak (absolut) yang memiliki makna bahwa hak seseorang atas benda itu dapat
dipertahankan (berlaku) terhadap siapapun juga, dan setiap orang siapapun juga
harus menghormatinya. Jadi, setiap orang tidak boleh mengganggu atau merintangi
penggunaan dan penguasaan hak itu. Karena itu, pada zakelijk recht ini tetap ada
hubungan yang langsung antara orang yang berhak dengan benda, bagaimanapun
(yang berhak) untuk menuntut seseorang tertentu yang lain agar berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu. Dengan demikian, hak perseorangan ini memiliki sifat
36
Ibid, hlm. 114.
37
Ibid, hlm. 115.
34
relatif (nisbi) yang berarti bahwa hak perseorangan ini hanya berlaku terhadap
seseorang tertentu saja yang mempunyai hubungan hukum. Jadi, hak perseorangan
ini senantiasa ada hubungan antara seseorang dengan seseorang lain tertentu,
Dalam hal mengenai jumlah hak kebendaan terbatas pada apa yang hanya
hak yang tidak terbatas berdasarkan apa yang ditentukan oleh undang-undang. Hal
ini terjadi karena hak perseorangan timbul dari perjanjian yang dapat dilakukan
kesusilaan, serta ketertiban umum. Oleh karena itu, Buku II KUHPer mengatur
Menurut Prof. Subekti, suatu hak kebendaan (zakelijk recht) adalah suatu hak
yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan
terhadap tiap orang.39 Adapun menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, hak
kebendaan (zakelijkrecht) ialah hak mutlak atas suatu benda di mana hak itu
sebagai hak yang secara langsung ada terhadap suatu benda yang dipertahankan
38
Ibid
39
Prof. Subekti, S.H., op.cit, hlm. 62.
40
Prof. Dr. Ny. Sri Soedewi M. Sofwan, S.H., op.cit, hlm. 24.
35
dalam 2 (dua) macam, namun tetap perlu mengingat adanya perubahan berdasarkan
ini meliputi:
misalnya hak opstal, hak erfpact, hak mengungut hasil, hak pakai, dan hak
mendiami.
seperti: hak gadai, hipotek. Di samping itu, ada pula hak-hak yang diatur
privilege dan hak retensi. Namun hak-hak ini tetap dapat digolongkan dalam
yang bersifat memberi jaminan yaitu hak tanggungan sebagaimana yang diatur
adalah hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan. Selain itu, jaminan
Jaminan Fidusia yang objeknya adalah benda bergerak baik benda berwujud
maupun benda tidak berwujud, dan benda tidak bergerak khususnya bangunan
41
P.N.H. Simanjuntak, 2016, Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta : Prenadamedia Group, Cet. II, hlm 184.
36
Pada dasarnya, definisi mengenai perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPer
yaitu “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih.” Selanjutnya beberapa ahli juga
1. Prof. Subekti S.H., perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji
kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak
berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak
melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji
itu.
orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap
mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu
42
Ibid, hlm. 285-286.
43
Ibid, hlm 286-287.
37
Asas sistem terbuka memiliki arti bahwa mereka yang tunduk dalam perjanjian
bebas dalam menentukan hak dan kewajibannya. Asas ini juga disebut sebagai
asas kebebasan berkontrak, dimana semua perjanjian yang dibuat secara sah
1338 ayat (1) KUHPer). Meskipun bebas, namun terdapat batasan yaitu tidak
Hukum perjanjian yang memiliki sifat pelengkap memiliki arti yaitu pasal-
undang-undang.
3. Berdasarkan konsensualisme
Asas ini memiliki arti bahwa suatu perjanjian lahir sejak detik tercapainya
kesepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini sesuai dengan syarat sahnya
penitipan barang (Pasal 1694 KUHPer) dan perjanjian hak gadai (Pasal
1152 KUHPer).
38
4. Berdasarkan kepribadian
Asas ini mempnyai arti bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang
KUHPer, Pasal 1340 KUHPer, atau Pasal 1317 KUHPer yang pada intinya
syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320
Dalam syarat ini, sepakat dapat dimaknai bahwa para pihak yang telah
melawan hukum secara sah yaitu harus dinyatakan dewasa, sehat akal pikiran
sebagaimana yang diatur pada Pasal 433 KUHPer yaitu berada pada keadaan
44
H. Riduan Syahrani, S.H., op.cit, hlm. 205-213.
39
sebagai pengampuan.
Suatu hal tertentu berbicara mengenai barang yang menjadi objek dalam suatu
perjanjian. Hal ini didasarkan pada Pasal 1333 KUHPer dimana barang yang
Selanjutnya, diatur pula dalam Pasal 1334 ayat (1) KUHPer bahwa barang-
barang yang baru akan ada di kemudian hari juga dapat menjadi objek suatu
perjanjian.
Namun demikian, menurut Pasal 1334 ayat (2) KUHPer dinyatakan bahwa
barang-barang yang akan masuk hak warisan seseorang karena yang lain akan
meninggal dunia dilarang dijadikan objek suatu perjanjian, kendatipun hal itu
dengan kesepakatan orang yang akan meninggal dunia dan akan meninggalkan
Suatu sebab yang halal pada dasarnya mengikatkan pada syarat “sebab” dan
“halal” yang dapat dimaknai sebagaimana terdapat pada Pasal 1355 KUHPer
40
bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab
Kemudian yang perlu diperhatikan adalah apa yang ada pada Pasal 1336
KUHPer, bahwa jika tidak dinyatakan sesuatu sebab, tetapi ada sesuatu sebab
yang halal, ataupun jika sebab yang lain daripada yang dinyatakan,
menentukan bahwa sesuatu sebab yang ada dalam perjanjian tidak boleh
Pada syarat-syarat tersebut di atas tidak terpenuhi, pada syarat subjektif maka
dapat dibatalkan juga melalui Hakim oleh permintaan pihak yang tidak
memberikan kesepakatan secara bebas atau pihak yang tidak cakap. Pembatalan
tersebut dibatasi selama 5 tahun (Pasal 1454 KUHPer). Dalam hal perjanjian
terhadap syarat objektif yang tidak terpenuhi, maka akibat terhadap perjanjian
tersebut adalah batal demi hukum. Artinya, sejak semula tidak pernah dilahirkan
perjanjian dan tidak ada perikatan, sehingga dampaknya tidak ada dasar untuk
dalam sebuah perikatan tentu terdapat apa yang disebut dengan hak dan kewajiban.
Selain itu, hak dan kewajiban juga merupakan akibat dari terjadinya hubungan
hukum yang terdapat dalam perjanjian. Dengan demikian, pada perjanjian terjadi
timbal-balik antara hak dan kewajiban dan diantara para pihak tersebut.
perikatan dalam pengertian hukum atau tidak, menggunakan ukuran dapat tidaknya
dinilai dengan uang. Akan tetapi ukuran tersebut semakin lama tidak dapat
dipertahankan lagi karena sering terjadi hubungan hukum tidak dapat dinilai
perikatan terjadi di antara dua pihak. Pihak yang berhak atas prestasi (pihak aktif)
adalah kreditu atau orang yang berpiutang. Sedangkan pihak yang berkewajiban
memenuhi prestasi (pihak pasif) adalah debitur atau orang yang berutang. Kreditur
Tentu selain terdapat subjek perikatan, maka ada objek perikatan yang
memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Dalam hal “sesuatu”
dalam pasal ini bergantung kepada maksud atau tujuan daripada para pihak yang
mengadakan hubungan hukum, apa yang akan diberikan, yang harus diperbuat, dan
tidak boleh diperbuat. Selain itu, “sesuatu” tersebut juga bisa dalam bentuk materiil
45
Ibid, hlm. 196-197.
46
Ibid, hlm. 197-198.
42
C.5. Wanprestasi
Bila prestasi adalah suatu yang sifatnya wajib dan harus dipenuhi oleh debitur
prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian. Hal tersebut terjadi
kepada pembeli dan kapan pembeli harus membayar kepada penjual sehingga
menentukan bagi kedua belah pihak baik debitur dan kreditur untuk mentukan
kapan atau dalam bentuk apa perjanjian tersebut telah terpenuhi atau tidak
terpenuhi.
47
Ibid, hlm. 218.
48
Ibid.
43
Dalam hal pemenuhan suatu prestasi yang tidak dilakukan oleh debitur pada
yang dijelaskan dalam Pasal 1238 KUHPer yaitu “bahwa teguran itu harus
1. Pemenuhan perikatan;
3. Ganti kerugian;
Keadaan memaksa atau sebab kahar atau disebut juga overmacht atau force
majeure diatur dalam Buku III KUHPer yaitu pada Pasal 1244, 1245, dan 1444
“Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi
dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada
waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan suatu hal yang tak
terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemaunya itu pun jika
49
Pasal 1244 KUHPer
50
Pasal 1245 KUHPer
44
“Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apalagi lantaran keadaan
memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang
“Jika barang tertentu yang menjadi bahan perjanjian, musnah, tak lagi dapat
diperdagangkan, atau hilang, sedemikian hingga sama sekali tak diketahui apakah
barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau
hapus jika barangnya akan musnah secara yang sama di tangan si berpiutang,
itu.
Dengan cara bagaimanapun sesuatu barang, yang telah dicuri, musnah atau
hilang, hilangnya barang ini tidak sekali-kali membebaskan orang yang mencuri
mengenai definisi dari keadaan memaksa, namun pada dasarnya dalam pasal-pasal
(overmacht) adalah suatu keadaan sedemikian rupa, karena keadaan mana suatu
51
Pasal 1444 KUHPer
45
perikatan terpaksa tidak dapat dipenuhi dan peraturan hukum terpaksa tidak
memaksa yang bersifat mutlak (absolut) dan keadaan memaksa yang bersifat relatif
(nisbi). Keadaan memaksa (overmacht) yang bersifat mutlak (absolut) adalah suatu
menjadi objek perikatan, yang bagaimanapun caranya terhadap hewan yang sama
relatif (nisbi) adalah suatu keadaan memaksa yang menyebabkan suatu perikatan
perikatan tersebut.53
antara pihak debitur dan kreditur. Dengan selesainya atau hapunya perjanjian
tersebut, maka dengan demikian selesai atau hapus ini juga berdampak pada
perikatan yang terjadi. Dalam Pasal 1380 KUHPer diatur hal-hal yang
1. Karena pembayaran;
penitipan;
pada dasarnya jenis perjanjian pinjaman yang biasa namun perbedaannya terletak
47
pada media perantaranya yang dilakukan menggunakan sistem internet. Selain itu
perbedaan secara singkatnya, menekankan pada kemudahan antara para pihak baik
yang ingin memberikan pinjaman maupun yang meminjam untuk tidak perlu
“Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak
Dasarnya bahwa hubungan hukum yang terjadi pada perjanjian pinjaman online
untuk mendapatkan barang atau layanan hiburan yang diinginkan, lalu juga dengan
Dengan adanya penawaran ini, maka terhadap konsumen yang tertarik akan
masuk pada tahap penerimaan yang dilakukan secara online. Penerimaan ini
menjadi persetujuan akhir dan mutlak terhadap isi dari apa yang ditawarkan
dilakukan untuk menerima dapat berbagai bentuk seperti dengan mengisi formulir
pengajuan di saat itu juga, men-download aplikasi tersebut dan mengisi registrasi
sekarang”.57
Keberadaan layanan pinjaman online yang berbasis peer to peer leading (P2P
Leading) diatur dalam landasan hukum utama yaitu pada Peraturan Otoritas Jasa
pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem
sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 POJK 77/2016, yaitu perjanjian antara
dengan Penerima Pinjaman. Selain itu, perlu untuk dipahami bahwa dalam
Pinjaman.
57
Muhammad Fachri Azis dan Nooraini Dyah Rahmawati, “Tinjauan Hukum Terhadap Pinjaman Online dan
Penggunaan Data Konsumen Aplikasi “Kredit Pintar”, Fortiori Law Journal, Vol. 1 No. 01 (2021), hlm. 120-
121.
58
Pasal 1 angka 3 POJK No 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi
49
dalam Pasal 1 angka 12 POJK 77/2016 yaitu setiap informasi elektronik yang
dan/atau didengar melalui komputer atau Sistem Elektronik termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau
Elektronik.
POJK 77/2016 juga mengatur mengenai dokumen elektronik apa saja yang
Pemberi Pinjaman sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 19 ayat (2) POJK
77/2016, yaitu:59
a. nomor perjanjian;
b. tanggal perjanjian;
e. jumlah pinjaman;
g. besarnya komisi;
h. jangka waktu;
59
Pasal 19 ayat (2) POJK No 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi
50
kegiatan operasionalnya.
Sedangkan dokumen elektronik apa saja yang wajib paling sedikit dimuat
a. nomor perjanjian;
b. tanggal perjanjian;
e. jumlah pinjaman;
g. nilai angsuran;
h. jangka waktu;
ayat (3) dan Pasal 20 ayat (3) POJK 77/2016 dimana keduanya memiliki posisi
60
Pasal 20 ayat (2) POJK No 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi
51
yang mana akses informasi tersebut tidak termasuk informasi identitas Penerima
Pinjaman bagi Pemberi Pinjaman dan informasi identitas Pemberi Pinjaman bagi
Penerima Pinjaman sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 19 ayat (4) dan Pasal
20 ayat (4) POJK 77/2016 sehingga kerahasiaan data pribadi tetap dipertahankan.
alur, yaitu:61
Calon debitur yang mengajukan pinjaman perlu melengkapi syarat dan mengisi
informasi yang dibutuhkan yang biasanya dalam bentuk formulir yang perlu
Kartu Tanda Penduduk (KTP), foto diri, serta foto selfie bersama dengan KTP.
Setelah calon debitur mengajukan formulir mengenai data dan informasi yang
melakukan analisis terhadap calon debiturnya terkait dengan limit kredit yang
Setelah kredit tersebut telah disetujui, maka terjadi perikatan dengan dasar
61
Dharu Triasih, Dewi Tuti Muryati , A Heru Nuswanto, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen dalam
Perjanjian Pinjaman Online”, (Makalah disampaikan pada Seminar Nasional & Call for Papers: Pendidikan
Tinggi Hukum Berintegritas dan Berbasis Teknologi. Semarang, Selasa, 27 Juli 2021. Diselenggarakan oleh
Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, Indonesia) hlm. 601-602.
52
1. Penyelenggara
atau disebut dengan Penyelenggara diatur dalam Pasal 1 angka 6 POJK No.
2. Penerima Pinjaman
yaitu orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena perjanjian
Pinjaman dapat terdiri dari orang perseorangan warga negara Indonesia atau
3. Pemberi Pinjaman
yaitu orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang
yang mana Pemberi Pinjaman dapat berasal dari dalam dan/atau luar negeri.
Selain itu, Pemberi Pinjaman dapat terdiri dari: orang perseorangan WNI,
53
pada saat Penerima Pinjaman menerima segala syarat dan ketentuan yang
pinjam meminjam. Hal ini terjadi karena adanya kebutuhan antara Penerima
nasabah.
62
Ernama Santi, Budiharto, Hendro Saptono, “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial
Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016)”, Diponegoro Law Journey, Vol. 6,
No. 3 (2017), hlm. 10-12.
54
meminjam yang akan terjadi. Hal ini dikarenakan pinjam meminjam dapat
uang. Perjanjian pinjam meminjam tersebut diatur pada dasarnya dalam Pasal
1754 KUHPer yang mana objeknya adalah uang. Hal yang menjadi perbedaan
dengan pinjam meminjam dalam Pasal 1754 KUHPer yaitu terletak pada
berbasis teknologi ini terjadi hak dan kewajiban bagi para pihak. Hak bagi
mengembalikan pinjaman sesuai dengan jangka waktu dan jadwal yang telah
pengembalian pinjaman beserta dengan bunga dalam jangka waktu dan dan
BAB III
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI DATA DAN INFORMASI PRIBADI SEBAGAI
BENDA DAN AKIBAT HUKUMNYA DALAM PERJANJIAN PINJAMAN ONLINE
I. Kedudukan Data dan Informasi Pribadi sebagai Benda dalam Perspektif Hukum
Indonesia sebagai negara hukum telah diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-
Undang Dasar 1945 yang berbunyi, “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Hal
hukum yang membuat pengaturan dan penerapannya menjadi cukup terlambat. Salah
satunya mengenai fenomena data dan informasi pribadi yang digunakan dalam
berbagai aspek kehidupan khususnya ketika melakukan akses terhadap dunia digital.
Pentingnya data dan informasi pribadi dalam dunia digital menjadi aspek
penting dan fokus yang berhilir pada perlindungan data pribadi. Tentunya, dampak
yang dapat dilihat dan dirasakan ketika data dan informasi pribadi tersebut beralih
kepada penyelenggara sistem elektronik, diproses dan dikumpulkan dalam big data.
Artinya berbagai data dan informasi pribadi yang memuat identitas seseorang beralih
pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang akan dilakukan terhadap data dan informasi
pribadi tersebut serta bagaimana keamanan terhadap data dan informasi pribadi yang
menjadi tidak mudah untuk dijawab karena perlunya analisis lebih lanjut terhadap
kepemilikan dan hak-hak yang ada dalam kepemilikan tersebut dapat diterangkan
terhadap penerapannya.
Kedudukan data dan informasi pribadi sebagai benda dapat dianalisis secara
sebagai tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik.
dikemukakan bahwa benda dapat dibagi menjadi apa yang disebut dengan “barang”
dan apa yang disebut dengan “hak”. Hal ini mendukung apa yang diartikan sebagai
benda berwujud sebagai benda yang dapat ditangkap oleh panca indra seperti tanah,
rumah, mobil dan benda tak berwujud yang memiliki bentuk hak seperti hak milik,
Melalui pendekatan definisi benda tersebut, terlihat bahwa data dan informasi
pribadi dapat diidentifikasi sebagai benda tak berwujud yaitu sebagai hak milik.
Selain itu, hal ini memiliki keselarasan dengan pemahaman mengenai sifat yang
terkandung dalam benda yaitu memiliki nilai ekonomis dan dapat dialihkan.63
adalah:64
b. Pihak (orang) yang menguasai suatu benda memiliki hak atas benda tersebut;
sifat mutlak (absolut), artinya hak seseorang atas benda itu juga dapat dipertahankan
(berlaku) terhadap siapapun juga, dan setiap orang siapapun juga harus
antara orang yang berhak dengan benda, bagaimanapun juga meski ada campur
63
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional. Bandung: Alumni, 1983, hlm. 35.
64
Setyawati Fitri Anggraeni, “Polemik Pengaturan Kepemilikan Data Pribadi: Urgensi Untuk Harmonisasi dan
Reformasi Hukum di Indonesia”, Jurnal Hukum & Pembangunan, Vol. 48 No. 4, 2018, hlm 818.
58
tangan pihak lain. Setiap orang juga tidak boleh mengganggu atau menghalangi
Dengan mengaitkan data dan informasi pribadi pada sifat mutlak (absolut)
dalam hak kebendaan, pada dasarnya dimaknai bahwa data dan informasi pribadi
dapat dipertahankan oleh siapapun juga dan orang yang memiliki data dan informasi
pribadi tersebut memiliki hubungan langsung dengan data dan informasi pribadi
yang ia miliki meskipun terdapat campur tangan pihak lain. Hal ini menjadi sangat
penting dalam konsep hukum kebendaan terhadap data dan informasi pribadi
identitias pemilik data dan informasi tersebut sehingga dengan demikian data dan
mutlak.
informasi pribadi sebagai benda, menjadi lebih terang sebagai hak milik
sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 58 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 80
“Setiap data pribadi diberlakukan sebagai hak milik pribadi dari Orang atau
macam-macam benda yang diatur dalan KUHPer, data dan informasi pribadi dapat
dikategorikan sebagai benda bergerak. Hal ini didukung dari sifat benda bergerak
yaitu dapat berpindah atau dipindahkan, meskipun dalam konteks ini berpindah atau
59
dipindahkan tidak diartikan melalui perpindahan secara fisik mengingat bentuk dari
Perpindahan data dan informasi pribadi dilakukan melalui apa yang disebut
dengan transfer data pribadi. Transfer data pribadi merupakan pengiriman data
subjek data pribadi dari pengendali data ke pengendali data lainnya.65 Terminologi
mengenai “transfer” data juga telah diangkat dalam Pasal 17 ayat (1) huruf e
Data Pribadi baik secara manual maupun elektronik dari Pengendali Data Pribadi
kepada pihak lain. Dengan demikian, data dan informasi pribadi telah memenuhi
Selain daripada hal-hal yang telah diterangkan di atas, yang menjadi dasar
bahwa data dan informasi pribadi merupakan benda berdasarkan KUHPer adalah
bahwa KUHPer itu sendiri tidak memberikan batasan mengenai bentuk dan macam
problematika tersendiri ketika berbicara pada konteks lex specialis atau dalam
dalam ranah hukum Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Mengapa demikian?
65
Ahmad Budiman, “Perlindungan Data Pribadi Pada Transfer Data Pribadi Pinjaman Online”, Jurnal Info
Singkat, Vol. XIII, No. 23/I/Puslit/Desember/2021, hlm. 27.
66
Prof. Dr. Ny. Sri Soedewi M. Sofwan, S.H., loc.cit.
60
Hal ini berkaitan dengan data dan informasi pribadi sebagai “hak milik”
hak-hak apa saja yang terkandung sehingga kata “milik” disini menimbulkan
Teori mengenai kepemilikan data pribadi pada dasarnya berasal dari Warren dan
Brandeis pada akhir abad ke-19 sebagai pemikiran dasar mengenai gagasan adanya
privasi yang membedakan antara ruang privat dan ruang publik. Seiring dengan
Pada abad ke-18, ke-19, dan bagian yang lebih baik dari abad ke-20, dimana
batas-batas secara fisik seperti dinding rumah kita memberikan batas yang jelas
antara ruang publik dan privat. Kini, melalui teknologi batas-batas tersebut semakin
tidak dapat dilihat sebagai akibat berbasis nirkabel. Dampaknya, kebebasan terhadap
data dan informasi pribadi hanya berlaku pada benda-benda yang dimiliki secara
pribadi seperti smartphone, laptop, Personal Computer (PC) serta media teknologi
dan komunikasi lainnya, meski tidak menjamin kemaanan terhadap akses oleh pihak
lain.
Hal ini berbeda dengan beralihnya data dan informasi pribadi sebagai konsumsi
publik yang ada pada media online. Melalui perpindahan data yang dilakukan oleh
Pemilik Data Pribadi terhadap data dan informasi pribadinya kepada suatu media
yang bersifat publik atau dimiliki oleh pihak ketiga, menjadikan data dan informasi
pribadi tersebut tidak lagi menjadi pribadi melainkan masuk sebagai data konsumsi
publik yang dapat diakses oleh media online tersebut. Peralihan tersebut terjadi
berdasarkan dua ketentuan yang berbeda antara Pemilik Data Pribadi yang
61
mengedepankan privasi dan juga pihak ketiga yang dapat berupa pemerintah,
publik yang berdampak pada perbedaan kebijakan privasi yang dimana Pemilik Data
Pribadi akhirnya mengikuti kebijakan privasi yang dimiliki oleh pihak ketiga
tersebut.
Menganalisis data dan informasi sebagai benda secara faktual dalam perspektif
Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
tersebut terjadi karena dalam UU ITE itu sendiri tidak mengakomodir kedudukan
data dan informasi sebagai benda dan berfokus pada perlindungan data pribadi.
Padahal, perkembangan mengenai data dan informasi pribadi kian maju hingga
sampai pada pengolahan data dan penyimpanan data dalam big data dan
seseorang.
Big data adalah kumpulan-kumpulan data yang memiliki daya tampung besar
serta adanya keragaman sumber data yang tinggi.67 Dalam e-commerce, big data
jumlahnya, dan berapa harganya. Dari informasi tersebut, menjadi pedoman pelaku
Arief, N.B.,“Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan”,
67
usaha untuk membuat produk yang paling diminati di halaman depan serta adanya
paket promosi berdasarkan barang-barang sering dibeli lalu di jual lebih murah.68
Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem
padanya melekat Data Perseorangan Tertentu. Terdapat pula hak-hak pemilik data
Pribadi berhak:69
68
Michael Wibowo Joestiawan, I Dewa Ayu Dwi Mayasari, “Perlindungan Privasi Konsumen Terhadap
Pemanfaatan Big Data”, Jurnal Kertha Negara, Vol. 9 No. 11 Tahun 2021, hlm. 920-921.
69
Pasal 26 Permenkominfo No 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik
63
Lebih lanjut dalam praktiknya, orang yang melakukan kontrol terhadap data
pribadi sering menggunakan data pribadi tersebut untuk maksud selain daripada
tujuan yang disepakati dengan pemilik data pribadi. Hal tersebut dapat terjadi karena
tidak adanya peraturan secara khusus yang mengatur dalam perusahaan secara
internal serta konsekuensinya terhadap data pribadi yang digunakan selain daripada
tujuannya.70 Peristiwa ini menunjukan bahwa pemilik data dan informasi pribadi
yang seharusnya menjadi pemegang penuh atas data yang dimiliknya tidak memiliki
Urgensinya kini terletak pada hak milik yang terkandung dalam data dan
informasi pribadi sebagai benda. Bila kembali merujuk pada KUHPer, Pasal 570
KUHPer menjelaskan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara
lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, selama
tidak bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh
Lebih lanjut dalam praktiknya pun penggunaan data pribadi yang dimiliki oleh
persetujuan adalah pernyataan secara tertulis baik secara manual dan/atau elektronik
yang diberikan oleh Pemilik Data Pribadi setelah mendapat penjelasan secara
Adapun upaya yang dapat dilakukan sejauh ini antara pemilik data dan
informasi pribadi dan penyelenggara sistem informasi terhadap data dan informasi
memberitahu pemilik dari data pribadi tersebut jika terjadi kegagalan perlindungan
II. Akibat Hukum Terhadap Data dan Informasi Pribadi sebagai Benda dalam
perlindungan bagi setiap penggunanya, namun tak jarang tetap ada celah-celah ancaman
terhadap data dan informasi pribadi sehingga dapat menimbulkan kerugian baik secara
materiil maupun imateriil. Hal ini terjadi khususnya dalam peristiwa merebaknya
penyedia layanan sistem elektronik di bidang finansial atau dikenal sebagai fintech
(financial technology) sebagai pilihan sektor bisnis yang kian berkembang seiring
dengan pemenuhan kebutuhan maupun keinginan manusia terhadap dana cair secara
cepat dengan tujuan memiliki barang, hiburan, berlibur ke suatu tempat, atau tujuan-
tujuan lainnya.
72
Pasal 1 angka 4 Permenkominfo No 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem
Elektronik
73
Ibid.
65
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) berdampak juga pada
instituion) yang salah satunya merupakan Fintech. Lebih lanjut, hal ini tentu berkaitan
dengan pengaturan mengenai perlindungan data dan informasi pribadi yang kemudian
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan (POJK No 1/2013). Selain itu secara
lebih teknis mengenai apa saja data dan informasi pribadi dari konsumen yang harus
tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data dan/atau Informasi Pribadi Konsumen (SEOJK
No 14/2014). Berselang dua tahun kemudian, dalam hal mengenai usaha perjanjian
pinjaman online (“Pinjol”) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
Informasi (POJK No 77/2016). Tidak hanya itu, pengaturan data dan informasi berlanjut
informasi pribadi sebagai benda yang mana pemilik data dan informasi pribadi memiliki
hak milik menjadi jarang dibahas. Padahal, kedudukan tersebut merupakan aspek
mendasar dalam fungsinya mendudukan diri sebagai objek dalam perjanjian pinjaman
online. Dengan demikian memberikan perspektif yang lebih mendasar dan mendalam
terhadap persetujuan akses data dan informasi pribadi milik seseorang serta implikasinya
Penerapan hak milik pada data dan informasi pribadi dalam perjanjian pinjaman
online memberikan konsekuensi logis pada arti dan sejauh apa kekuatan hukum dari
pemilik data pribadi tersebut. Pada faktanya, kepemilikan data pribadi masih sangat bias
pemusnahan dilakukan oleh pihak penyelenggara sistem elektronik serta dapat dilakukan
juga tanpa persetujuan lebih lanjut pemilik data dan informasi pribadi.
Dalam studi kasus aplikasi pinjaman online “Kredit Pintar” misalnya, akses terhadap
data dan informasi milik calon nasabah maupun nasabah dilakukan dengan satu kali
persetujuan serta sebagai syarat mutlak dalam melakukan pinjaman pada aplikasi
pinjaman online “Kredit Pintar” yang tertuang dalam Pasal 4 Kebijakan Privasi atau
Privacy Policy sebagai blueprint dari perjanjian kredit online yang mereka tawarkan
Penerima Pinjaman dengan ini mengizinkan Kami, dan menyatakan bahwa pihaknya
telah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Kontak Terdaftar tetapi tanpa
memerlukan persetujuan lebih lanjut dari pihak lain manapun, untuk menghubungi
Kontak Terdaftar dalam hal Penerima Pinjaman diklasifikasikan sebagai Gagal Bayar,
…”
dilakukannya akses tanpa adanya validasi terlebih dahulu sebagaimana yang dimaksud
kerahasiaan data, sehingga pemilik data pribadi yang ingin melakukan perjanjian
74
Muhammad Fachri Azis dan Nooraini Dyah Rahmawati, op.cit, hlm. 129.
67
pinjaman online akan menyepakati ketentuan tersebut dan dapat berpotensi merugikan
pihak lain padahal tidak termasuk sebagai pihak dalam perjanjian pinjaman online.
Selain itu, bila ditinjau dari aspek keabsahan perjanjian berdasarkan syarat sah
perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPer bahwa kesepakatan yang terdapat dalam
perjanjian pinjaman online juga menjadi cacat kehendak (wilsgebreken) karena terjadi
ketimpangan dalam posisi tawar yang membuat calon nasabah maupun nasabah tidak
memiliki ruang untuk menentukan isi klausula dalam perjanjiannya. 75 Akhirnya, apabila
maka menurut Hukum Perdata, perjanjian tersebut dapat dibatalkan demi hukum.76
Hal ini tidak dapat terlepas dari kedudukan perjanjian pinjaman online sebagai
klausula baku yang dimana konsumen hanya memiliki dua pilihan, yaitu menyetujui
klausula tersebut atau tidak sama sekali (take it or leave it). Bila mengacu pada asas
kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian pula
menentukan isi daripada kontrak tersebut. Selain itu, Sutan Remy Syahdeini berpendapat
bahwa kebebasan berkontrak dapat terjadi apabila terdapat bargaining power yang
seimbang. Dengan dasar tersebut perjanjian pinjaman online menjadi suatu permasalahan
Dalam perjanjian pinjaman online, terpenuhinya Pasal 1320 KUHPer sebagai syarat
sahnya perjanjian kini tidak menjadi permasalahan karena sudah banyak analisis
perjanjian tersebut. Namun, yang menjadi penekanan kini yaitu “kesatuan kehendak yang
75
Ibid, hlm. 132.
76
Ibid, hlm 143.
68
bebas” dengan catatan terhadap Pasal 1321 KUHPer sebagai ada atau tidaknya cacat
kehendak terhadap calon nasabah atau nasabah. Teori cacat kehendak dalam Pasal 1321
a. Ancaman/Paksaan
b. Kekhilafan
c. Penipuan
d. Penyalahgunaan Keadaan
Selain itu, perlindungan terhadap konsumen dalam perjanjian pinjaman online diatur
dalam Pasal 1337 KUHPer sebagai pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak yang
terdapat dalam Pasal 1338 KUHPer yaitu bahwa kontrak tersebut dibuat atas sebab yang
dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Lebih lanjut, perjanjian pinjaman online tersebut juga tidak boleh melanggar Undang-
Hal ini menunjukan bahwa baik hak milik maupun hak privasi dari pemilik data dan
informasi pribadi yang terdapat dalam perjanjian pinjaman online memiliki kedudukan
yang sangat rendah dan sulit untuk dapat ditegakkan baik dalam posisi aspek hukum
perdata maupun hukum informasi dan transaksi elektronik. Sebaliknya, data dan
informasi pribadi dengan mudah dapat diakses dan pelaku menghubungi kontak terdaftar
yang terdapat pada pemilik data dan informasi pribadi apabila debitur tidak melakukan
pemilik data pribadi tidak dapat melakukan banyak hal terhadap data dan informasi
yang mengetahui data dan informasi pribadi milik pemilik data pribadi baik secara
langsung maupun tidak langsung dari penyelenggara sistem elektronik. Transfer data dari
penyelenggara sistem elektronik menjadi akibat yang tidak dapat dihindari sehingga data
dan informasi pribadi tersebut sudah dapat dipastikan beralih kepada pihak ketiga. Hal
ini semakin menghilangkan esensi data dan informasi pribadi yang seharusnya dalam
posisinya dimiliki dan dikendalikan oleh pemilik data pribadi dengan argumentasi
Dalam POJK No. 77/2016 juga tidak mengatur secara khusus mengenai status debt
collector melainkan diatur dalam Pedoman Perilaku yang diterbitkan melalui Surat
pelaksanaan penagihan yang telah terdaftar di AFPI dan telah memiliki sertifikat untuk
melakukan penagihan kepada Penerima Pinjaman yang juga dikeluarkan oleh AFPI
atau pihak lain yang ditunjuk AFPI sesuai ketentuan dalam SOP Penanganan Debitur
yang dikeluarkan oleh AFPI atau pihak lain yang ditunjuk AFPI.”
kekerasan, tidak jarang debt collector juga tidak mengindahkan pentingnya kedudukan
data dan informasi milik seseorang sehingga hal ini sejalan bahwa pemahaman
kedudukan data dan informasi pribadi yang memiliki hak milik dan hak privasi juga
semakin tergerus.
77
Ibid, hlm. 140.
70
BAB IV
PENUTUP
I. Kesimpulan
mengenai data dan informasi pribadi sebagai benda dan akibatnya terhadap perjanjian
1. Data dan informasi pribadi dapat diidentifikasi sebagai benda bergerak tak
berwujud berdasarkan definisi, bentuk, dan sifatnya, serta pada data dan informasi
pribadi terdapat hak kebendaan yaitu hak milik yang dapat dipertahankan oleh
pemilik data dan informasi pribadi tersebut. Selain itu, kedudukan data dan
Elektronik (ITE) karena pada konsep hak milik sebagaimana yang terdapat pada
mutlak yang dimiliki oleh pemilik data pribadi. Upaya yang dapat dilakukan
terhadap data dan informasi milik pengguna ketika data dan informasi pribadi
apabila data dan informasi pribadi tersebut telah gagal untuk dijaga oleh
2. Bahwa penerapan hak milik pada data dan informasi pribadi sebagai benda
memberikan akibat hukum sebagai konsekuensi logis terkait arti dan kekuatan
hukum dari pemilik data pribadi tersebut pada perjanjian pinjaman online. Dalam
kepada pemilik data pribadi. Melalui analisis terhadap data dan informasi pribadi
yang memiliki hak mutlak terhadap hak kebendaan yang dimiliki oleh pemilik data
pribadi dan hak privasi yang juga terkandung dalam data dan informasi pribadi,
II. Saran
saran yang Penulis dapat sampaikan berkaitan dengan pembahasan yang telah
1. Data dan informasi pribadi sebagai benda merupakan salah satu aspek penting dalam
tonggak kedudukan hukum baik dalam hukum kebendaan maupun dalam ranah
hukum informasi dan transaksi elektronik. Hal tersebut dikarenakan dalam hukum
kebendaan dan ranah hukum informasi dan transaksi elektronik menjadi jawaban
untuk segera diupayakan oleh badan legislatif sehingga berdampak pada hak-hak
yang semakin jelas bagi pemilik data dan informasi pribadi. Setidaknya, regulasi
tersebut menerangkan kedudukan hak kebendaan yang jelas bagi pemilik data dan
informasi pribadi sehingga tidak menjadi miskonsepsi dalam perbuatan hukum yang
dilakukannya.
2. Dalam perjanjian pinjaman online, kedudukan para pihak baik debitur dan kreditur
harus setara sehingga hak dan kewajibannya turut menjadi seimbang dalam
pemenuhan prestasinya. Melalui kedudukan data dan informasi pribadi sebagai benda
yang diatur dalam regulasi secara terang dan jelas, harapannya dapat memberikan
kerahasiaan data pribadi dalam kebijakan privasi pada perjanjian pinjaman online
tersebut. Peran aktif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas lembaga
keuangan non-bank sangat diperlukan sehingga dalam penerapannya hak milik pada
data dan informasi pribadi seseorang tetap dapat ditegakkan dan dijaga
1. Buku
- Adi, Rianto. Metode Penelitian Hukum dan Sosial. Jakarta : Granit. 2003
- Badrulzaman, Mariam Darus. Mencari Sistem Hukum Benda Nasional.
Bandung: Alumni, 1983
- Fristikawati, Yanti. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Fakultas Hukum
Universitas Atma Jaya Jakarta. 2010
- Gazali, Djoni S. dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar
Grafika, 2010
- Mamudji, Sri, et. al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta : Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2005
- N.B., Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2014
- Rato, Dominikus Rato. Hukum Benda dan Harta Kekayaan Adat. Surabaya :
Laksbang Yustitia. 2016
- Satrio, J. Hukum Perikatan Pada Umumnya. Bandung: PT Alumni. 1993
- S.D., Rosadi. Cyber Law Aspek Data Privasi Menurut Hukum Internasional,
Regional dan Nasional. Refika Aditama. Jakarta. 2015
- Simanjuntak, P.N.H. Hukum Perdata di Indonesia. Jakarta : Prenadamedia
Group. 2016
- Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukum Perdata : Hukum Benda. Yogyakarta :
Liberty. 1975
- Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta : PT. Intermasa. 2010
- Supancana, Ida Bagus Rahmadi. Cyber Ethics dan Cyber Law Book :
Kontribusinya bagi Dunia Bisnis. Jakarta : Universitas Katolik Indonesia Atma
Jaya. 2020
- Syahrani, H. Riduan. Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung :
PT. Alumni. 2010.
vi
2. Jurnal
vii
- Santi, Ernama, Budiharto, Hendro Saptono. “Pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan Terhadap Financial Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 77/POJK.01/2016)” . Diponegoro Law Journey, Vol. 6, No. 3. 2017
- Schwab, Klaus. The Fourth Industrial Revolution. Redfem: Currency Press. 2017
- The Max Schrems Litigation: A Personal Account Mohini Mann dalam Elaine
Fahey Editor Institutionalisation beyond the Nation State Transatlantic Relations:
Data, Privacy and Trade Law Studies in European Economic Law and Regulation,
Volume 10.
3. Makalah
4. Website
5. Peraturan Perundang-Undangan
viii
- Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
- European Union General Data Protection Regulation
- International Covenant on Civil and Political Rights
- Universal Declaration of Human Rights
ix