Anda di halaman 1dari 57

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN

PREEKLAMPSIA BERAT NY N DI RSUD MAYJEN H.A THALIB


KOTA SUNGAI PENUH
TAHUN 2023

Laporan Kelompok Praktik Klinik Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dan

Kolaborasi pada kasus Patologi dan komplikasi

Disusun oleh:

Kelompok I Sungai Penuh

Nama NIM Nama NIM

1. Annisa 2115901199 6. Khasmanidar 2115901220


2. Welly Wirsal 2115901241 7. Fitri Yuliani 2115901215
3. Kiki Monika 2115901221 8. Sri Winara Artisiya 2115901237
4. Sasmi Aprianti 2115901234 9. Yulia Roza 2115901249
5. Fatimah Sari Rifdi 2115901213 10. Anita Romadhoni 2115901215

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN BIDAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS FORT DE KOCK
BUKITTINGGI
2022/2023
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN

PREEKLAMSI BERAT NY N DI RSUD MAYJEN H.A THALIB

KOTA SUNGAI PENUH


TAHUN 2023

Telah Memenuhi Persyaratan dan Disetujui

Tanggal 2023

Disusun oleh:

Kelompok I Sungai Penuh

Nama NIM Nama NIM

1. Annisa 2115901199 6. Khasmanidar 2115901220


2. Welly Wirsal 2115901241 7. Fitri Yuliani 2115901215
3. Kiki Monika 2115901221 8. Sri Winara Artisiya 2115901237
4. Sasmi Aprianti 2115901234 9. Yulia Roza 2115901249
5. Fatimah Sari Rifdi 2115901213 10. Anita Romadhoni 2115901215

Menyetujui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

(Ns. Yevi Afrinal, S.Kep) (Vitria Melinda,S.ST. M.Kes )

Ketua Prodi Kebidanan


Universitas Fort De Kock

2
( Febrinawati Rifdi, S.SiT, M.Biomed )
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Komprehensif yang

berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Dengan Preeklamsi Berat Ny N Di

RSUD Mayjen H.A Thalib Tahun 2023”, dalam kesempatan ini penulis menghanturkan

rasa hormat dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada dosen pembimbing ibu

Vitria Melinda,S.ST. M.Kes, dan lapangan pembimbing lapangan ibu Ns. Yevi Afrinal,

S.Kep yang telah membimbing selama ini.

Penulis juga mengakui bahwa dalam proses penulisan laporan ini, masih jauh

dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian penulis

telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki.

Penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan kritik

dan saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan laporan ini dikemudian

hari.

Akhirnya penulis berharap, laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Dan dapat memberikan kontribusi yang positif serta bermakna dalam proses perkuliahan

Praktik Klinik Kebidanan.

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional (FOGI) kehamilan

merupakan fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum yang dilanjutkan

dengan nidasi atau implantasi. Jika dihitung mulai dari fertilisasi sampai lahirnya

bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam 40 minggu atau 10 bulan atau 9

bulan menurut kalender internasional. Kehamilan dibagi menjadi 3 trimester,

dimana trimester I berlangsung selama 12 minggu, trimester II 15 minggu (minggu

ke-13 sampai ke-27), dan trimester III 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40

minggu) (Prawirohardjo S, 2014: 213). Preeklamsia/eklamsia merupakan

komplikasi kehamilan dan persalinan yang ditandai dengan peningkatan tekanan

darah, proteinuria dan oedema, yang kadang-kadang disertai komplikasi sampai

koma. Gejala preeklampsia ringan seperti hipertensi, oedema, dan proteinuria

sering tidak diperhatikan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul

preeklampsia berat, bahkan eklampsia (Prawirohardjo S, 2014: 532).

Gejala preeklamsia dapat dicegah dan dideteksi secara dini.Pemeriksaan

antenatal yang teratur dan yang secara rutin mencari tanda-tanda preeklamsia,

sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia.Ibu

hamil yang mengalami preeklampsia perlu ditangani dengan segera.Penanganan ini

dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak (Prawirohardjo S, 2014:

4
543). 2 Angka Kematian Ibu (AKI) di Dunia mencapai angka 289.000 jiwa dimana

dibagi atas beberapa negara antara lain Amerika Serikat mencapai 9300 jiwa,

Afrika Utara 179.000 jiwa dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka kematian ibu

(AKI) di Negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia (39/100.000 kelahiran

hidup), Thailand (44/100.000 kelahiran hidup), Fhilipina (170/100.000 kelahiran

hidup), Brunei Darussalam (60/100.000 kelahiran hidup), Vietnam (160/100.000

kelahiran hidup), serta Singapura (3/100.000 kelahiran hidup).Jumlah AKI di

Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara asia tenggara

lainnya (WHO, 2014).

Angka Kematian Ibu di Indonesia pada tahun 2012 mengalami peningkatan

yang tinggi dibandingkan dengan tahun 2007. Hasil Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menyatakan bahwa AKI di Indonesia

adalah sebesar 359 per 100.000 KH, sedangkan tahun 2007 sebesar 228 per

100.000 KH. Angka ini masih jauh dibandingkan dengan target Millennium

Development Goals (MDGs) 2015 yaitu menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000

KH (SDKI, 2014). Menurut Profil Kesehatan Indonesia penyebab kematian ibu

tertinggi pada tahun 2013 adalah perdarahan, Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK),

infeksi, partus lama/macet dan abortus. Kematian ibu di Indonesia didominasi oleh

tiga penyebab utama yaitu perdarahan, Hipertensi Dalam Kehamilan (Preeklamsia)

dan infeksi.Proporsi ketiga penyebab kematian ibu telah berubah, dimana

perdarahan dan infeksi cenderung mengalami penurunan, sedangkan proporsi

Preeklamsi semakin meningkat.Lebih dari 30% kematian ibu di Indonesia pada

5
tahun 2010 disebabkan oleh Hipertensi Dalam Kehamilan (Profil Kesehatan

Indonesia, 2015).

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja gejala-gejala dari pre-eklamsia berat sehingga kita mampu

mengambil tindakan segera ?

2. Bagaimana cara menangani pasien dengan kasus pre-eklamsia berat

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan Umum Dapat mengetahui Asuhan Kebidanan pada Ny”N” dengan

Preeklamsia berat

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian data pada Ny.N G3P2A0 dengan pre

eklamsia berat, di Ruang Bersalin RSUD Mayjen H.A Thalib Kota

Sungai Penuh.

b. Mampu menganalisa dan menginterpretasikan untuk menentukan

diagnosa aktual pada Ny.N G3P2A0 dengan pre eklamsia berat, di Ruang

Bersalin RSUD Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh.

c. Mampu mengantisipasi kemungkinan timbulnya diagnosa atau masalah

potensial pada Ny.N G3P2A0 dengan pre eklamsia berat, di Ruang

Bersalin RSUD Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh.

6
d. Mampu melaksanakan tindakan segera pada pada Ny.N G3P2A0 dengan

pre eklamsia berat, di Ruang Bersalin RSUD Mayjen H.A Thalib Kota

Sungai Penuh.

e. Mampu mengintervensikan tindakan asuhan kebidanan yang telah

disusun pada Ny.N G3P2A0 dengan pre eklamsia berat, di Ruang

Bersalin RSUD Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh.

f. Mampu merencanakan secara langsung dari rencana tindakan yang telah

disusun pada pada Ny.N G3P2A0 dengan pre eklamsia berat, di Ruang

Bersalin RSUD Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh.

g. Mampu mengevaluasi efektifitas tindakan yang telah dilaksanakan pada

Ny.N G3P2A0 dengan pre eklamsia berat, di Ruang Bersalin RSUD

Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai salah satu sumber informasi bagi penentu kebijakan dan

pelaksanaan program di RSUD Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh,

dalam mencegah dan penanganan preeklamsia berat pada ibu hamil.

2. Bagi Intitusi

Sebagai bahan masukan atau pertimbangan bagi rekan-rekan mahasiswi

kebidanan di RSUD Mayjen H.A Thalib Kota Sungai Penuh. dalam

pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan preeklamsia berat.

3. Bagi Pembaca

7
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi atau menambah

wawasan serta pengetahuan bagi pembaca tentang preeklamsia berat pada ibu

hamil

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pre Eklamsia

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan

disertai proteinuria. Preeklampsia merupakan sekumpulan gejala yang secara

spesifik hanya muncul selama kehamilan dengan usia lebih dari 20 minggu kecuali

pada penyakit trofoblastik. Preeklampsia adalah penyakit multisistemik yang

ditandai dengan perkembangan hipertensi setelah 20 minggu kehamilan pada

wanita yang sebelumnya normotensif, dengan adanya proteinuria. Preeklampsia

merupakan bentuk paling umum dari tekanan darah tinggi yang mempersulit

kehamilan, terutama didefinisikan dengan terjadinya hipertensi yang baru dan

proteinuria yang baru. Dua kriteria ini dianggap definisi klasik preeklampsia,

beberapa wanita dengan hipertensi dan tandatanda multisistemik biasanya

menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut

tidak ada proteinuria. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria

diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.

B. Diagnosis Preeklampsia

8
Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik

yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada

usia kehamilan diatas 20 minggu. Penegakkan diagnosis hipertensi adalah tekanan

darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua

kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama. Penentuan

proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam

atau tes urin dipstik > positif 1. Pemeriksaan kadar protein kuantitatif pada hasil

dipstik positif 1 berkisar 0-2400 mg/24 jam, dan positif 2 berkisar 700-4000 mg/24

jam.

C. Klasifikasi Preeklampsia

Preeklampsia adalah hipertensi baru dan proteinuria atau hipertensi dan

disfungsi organ akhir yang signifikan dengan/tanpa proteinuria setelah 20 minggu.

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara

kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin

masif (lebih dari 5g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia

(preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia

ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan

dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan

dalam waktu singkat.

Preeklampsia

9
1. Hipertensi: Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau

90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit

menggunakan lengan yang sama.

2. Protein urin: Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin

dipstik > positif 1. Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat

diikuti salah satu dibawah ini:

a. Trombositopeni: Trombosit < 100.000 / mikroliter.

b. Gangguan ginjal: Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau

didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya

pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.

c. Gangguan liver: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali

normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik/regio kanan atas

abdomen

d. Edema paru.

e. Gejala neurologis: Stroke, nyeri kepala, gangguan visus.

f. Gangguan sirkulasi uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth

Restriction (FGR) atau didapatkan adanya Absent Or Reversed End

Diastolic Velocity (ARDV).

Preeklampsia Berat

1. Hipertensi: Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik

atau 110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit

menggunakan lengan yang sama.

2. Trombositopeni: Trombosit < 100.000 / mikroliter.

10
3. Gangguan ginjal: Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan

peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi

dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.

4. Gangguan liver: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal

dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik/regio kanan atas abdomen.

5. Edema paru.

6. Gejala neurologis: Stroke, nyeri kepala, gangguan visus.

7. Gangguan sirkulasi uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth

Restriction (FGR) atau didapatkan adanya Absent Or Reversed End

Diastolic Velocity (ARDV)

E. Patofisiologi

Preeklampsia Penyebab preeklampsia masih belum diketahui, bukti

manifestasi klinisnya mulai tampak sejak awal kehamilan, berupa perubahan

patofisiologi tersamar yang terakumulasi sepanjang kehamilan, dan akhirnya

menjadi nyata secara klinis. Kecuali prosesnya diinterupsi oleh kelahiran,

perubahan-perubahan ini akhirnya menyebabkan keterlibatan organ multipel

dengan spektrum klinis yang berkisar dari nyaris tidak nyata hingga penurunan

patofisiologis katastrofik yang dapat mengancam nyawa ibu maupun janin.

Seperti yang telah diuraikan tanda klinis ini diduga merupakan akibat

vasospasme, disfungsi endotel dan iskemia. Meskipun sejumlah besar dampak

sindrom preeklampsia pada ibu biasanya diuraikan per sistem organ, manifestasi

klinis ini seringkali multipel dan bertumpang tindih secara klinis.

11
Pada awal kehamilan, sel sitotrofoblas menginvasi arterispiralis uterus,

mengganti lapisan endothelial dari arteri tersebut dengan merusak jaringan elastis

medial, muskular, dan neural secara berurutan. Sebelum trimester kedua

kehamilan berakhir, arteri spiralis uteri dilapisi oleh sitotrofoblas, dan sel

endothelial tidak lagi ada pada bagian endometrium atau bagian superfisial dari

miometrium. Proses remodeling arteri spiralis uteri menghasilkan pembentukan

sistem arteriolar yang rendah tahanan serta mengalami peningkatan suplai volume

darah yang signifikan untuk kebutuhan pertumbuhan janin. Pada preeklampsia,

invasi arteri spiralis uteri hanya terbatas pada bagian desidua proksimal, dengan

30% sampai dengan 50% arteri spiralis dari placental bed luput dari proses

remodeling trofoblas endovaskuler. Segmen miometrium dari arteri tersebut

secara anatomis masih intak dan tidak terdilatasi. Rerata diameter eksternal dari

arteri spiralis uteri pada ibu dengan preeklampsia adalah 1,5 kali lebih kecil dari

diameter arteri yang sama pada kehamilan tanpa komplikasi.

Kegagalan dalam proses remodeling vaskuler ini menghambat respon

adekuat terhadap kebutuhan suplai darah janin yang meningkat yang terjadi

selama kehamilan. Ekspresi integrin yang tidak sesuai oleh sitotrofoblas

ekstravilli mungkin dapat menjelaskan tidak sempurnanya remodeling arteri yang

terjadi pada preeklampsia. Kegagalan invasi trofobas pada preeklampsia

menyebabkan penurunan perfusi uteroplasenta, sehingga menghasilkan plasenta

yang mengalami iskemi progresif selama kehamilan. Selain itu, plasenta pada ibu

dengan preeklampsia menunjukkan peningkatan frekuensi infark plasenta dan

perubahan morfologi yang dibuktikan dengan proliferasi sitotrofoblas yang tidak

12
normal. Bukti empiris lain yang mendukung gagasan bahwa plasenta merupakan

etiologi dari preeklampsia adalah periode penyembuhan pasien yang cepat setelah

melahirkan. Jaringan endotel vaskuler memiliki beberapa fungsi penting,

termasuk di antaranya adalah fungsi pengontrolan tonus otot polos melalui

pelepasan substansi vasokonstriktor dan vasodilator, serta regulasi fungsi anti

koagulan, anti platelet, fibrinolisis melalui pelepasan faktor yang berbeda. Hal ini

menyebabkan munculnya gagasan bahwa pelepasan faktor dari plasenta yang

merupakan respon dari iskemi menyebabkan disfungsi endotel pada sirkulasi

maternal. Data dari hasil penelitian mengenai disfungsi endotel sebagai

patogenesis awal preeklampsia menunjukkan bahwa hal tersebut kemungkinan

merupakan penyebab dari preeklampsia, dan bukan efek dari gangguan kehamilan

tersebut. Selanjutnya, pada ibu dengan preeklampsia, faktor gangguan kesehatan

pada ibu yang sudah ada sebelumnya seperti hipertensi kronis, diabetes, dan

hiperlipidemia dapat menjadi faktor predisposisi atas kerusakan endotel maternal

yang lebih lanjut.

F. Faktor Risiko Preeklampsia

Terdapat faktor risiko yang mengarah pada terjadinya preeklampsia.

Berikut adalah daftar faktor risiko.

1. Usia ibu

Usia reproduksi optimal bagi seorang ibu hamil antara usia 20-35 tahun,

di bawah atau di atas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan dan

persalinannya. Pada wanita usia muda organ-organ 102 reproduksi belum

13
sempurna secara keseluruhan dan kejiwaannya belum siap menjadi ibu,

sehingga kehamilan sering diakhiri dengan komplikasi obstetrik yang salah

satunya preeklampsia.

Menurut teori yang ada preeklampsia lebih sering didapatkan pada masa

awal dan akhir usia reproduktif yaitu usia remaja atau diatas 35 tahun. Ibu

hamil 35 tahun berisiko 8,3 kali untuk menderita preeklampsia dibandingkan

dengan ibu hamil yang berusia 20-35 tahun.

Menurut penelitian Fatkhiyah dkk (2016) menunjukkan terdapat

hubungan antara umur ibu dengan kejadian preeklampsia, umur ibu yang

hamil pada umur 35 tahun berisiko terjadi preeklampsia 7,875 kali

dibandingkan ibu usia reproduksi sehat 20-35 tahun ( p-value 0,01 OR 7,875

95%CI 1,95-3,67). Sedangkan menurut penelitian Tessema et al (2015) yang

menunjukkan bahwa wanita hamil berusia 35 tahun ke atas memiliki risiko 4

kali meningkatkan preeklampsia dibandingkan wanita hamil berusia 25-29

tahun. Saat 103 wanita bertambah tua cenderung memiliki masalah

kardiovaskuler dimana terjadi penurunan fungsi pembuluh kardiovaskuler

yang berhubungan dengan penuaan pembuluh darah uterus dan arteri kaku.

Selain itu, ketika hamil wanita yang semakin tua, maka adaptasi hemodinamik

selama kehamilan menjadi lebih sulit.

2. Paritas

Paritas adalah jumlah persalinan ibu. Paritas merupakan faktor penting

yang menunjang keberhasilan kehamilan dan persalinan. Pada primigravida

pada pembentukan antibodi meningkatkan (blocking antibodies) atau

14
penghambat pembentukan antibodi, belum sempurna sehingga meningkatkan

risiko pada preeklampsia, perkembangan preeklampsia semakin meningkat

pada kehamilan pertama.

Paritas yang aman adalah 1-3 jumlah anak. Apabila lebih dari

3mempunyai angka kematian lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi

kematian maternal. Risiko pada paritas tinggi dapat di kurangi atau dicegah

dengan keluarga berencana. Wanita yang telah banyak melahirkan >3 rentan

terhadap komplikasi yang serius, bahaya pada masa kehamilan salah satunya

adalah preeklampsia dimana pada paritas yang tinggi yaitu >3 aliran darah

akan menurun ke plasenta yang menyebabkan ganguan plasenta sehingga

terjadi gangguan pertumbuhan janin karena kekurangan oksigenasi. Paritas >3

merupakan salah satu faktor predisposisi dari preeklampsia.1 Menurut

penelitian Transyah (2018), terdapat hubungan yang bermakna antara paritas

ibu bersalin dengan kejadian preeklampsia (p value 0,000). Sedangkan

menurut Fatkhiyah (2016), ibu dengan paritas >3 berisiko semakin kecil

mengalami preeklampsia (OR=1,34).

3. Riwayat preeklampsia

Pada keluarga Preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan,

penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita

preeklampsia atau mempunyai riwayat preeklampsia dalam keluarga.

Predisposisi genetik merupakan faktor immunologi yang menunjukkan gen

resesif autosom yang mengatur respon imun maternal. Hasil penelitian

menunjukkan adanya hubungan antara riwayat keturunan dengan kejadian

15
preeklampsia pada ibu hamil dan nilai OR =2,618 artinya bahwa responden

yang memiliki riwayat keturunan mempunyai risiko 2,618 kali mengalami

kejadian preeklampsia dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki

riwayat keturunan.

4. Riwayat preeklampsia

Sebelumnya Faktor-faktor imunologi berperan dalam perkembangan

preeklampsia. Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin bisa

membangkitkan respon imunologis lanjut. Teori ini didukung oleh

peningkatan insiden preeklampsia-eklampsia pada ibu baru (pertama kali

terpapar jaringan janin) dan pada ibu hamil dari pasangan yang baru (materi

genetik yang berbeda.

Hasil penelitian Fatkhiyah dkk (2016) menunjukkan bahwa ibu yang

mempunyai riwayat preeklampsia 3,26 kali berisiko terjadi preeklampsia

dibandingkan ibu hamil tanpa riwayat preeklampsia. Menurut Duckit risiko

preeklampsia meningkat hingga 7 kali lipat (RR 7,19 95%CI 5,85-8,83) pada

wanita yang pernah mengalami preeklampsia sebelumnya. Kehamilan pada

wanita dengan riwayat preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan tingginya

kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset dini, dan dampak perinatal

yang buruk.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Khodijah (2017) menunjukkan

bahwa variabel riwayat preeklampsia pada persalinan yang lalu terhadap

terjadinya preeklampsia tidak mempunyai hubungan yang bermakna.

16
Penelitian yang dilakukan Moghadam et al (2012) menunjukkan bahwa

riwayat preeklampsia sebelumnya merupakan faktor penting (OR 5,46) yang

menimbulkan kekambuhan kembali preeklampsia. penelitian ini menunjukkan

hasil sama dengan penelitian Guerier et al (2013) menunjukkan bahwa riwayat

preeklampsia sebelumnya berhubungan kuat dengan 106 kejadian

preeklampsia yang memiliki risiko 21 kali untuk terjadinya preeklampsia (p-

value 0,001 OR 21,5 95% CI 14,2 - 32,5). Hubungan sistem imun dengan

preeklampsia menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi memainkan peran

penting dalam perkembangan preeklampsia. keberadaan protein asing,

plasenta atau janin bisa membangkitkan respon imunologis lanjut.

5. Kehamilan ganda

Kehamilan ganda adalah kehamilan dimana lebih dari satu janin

berkembang. Wanita dengan kondisi kehamilan ganda memiliki plasenta besar

yang mengakibatkan penurunan perfusi plasenta. Kelebihan jaringan plasenta

tidak dapat perfusi yang memadai dibandingkan dengan wanita dengan

kehamilan tunggal yang menyebabkan ibu dan janin berkontribusi terhadap

risiko preeklampsia/eklampsia. Proporsi wanita yang telah memiliki

kehamilan kembar antara pasien preeklampsia (6,8%) secara signifikan lebih

tinggi daripada di wanita tanpa preeklampsia (1,0%).

Hasil penelitian Al-Tairi et al (2017) menunjukan bahwa seorang wanita

dengan kehamilan kembar memiliki 7.44 risiko yang lebih tinggi untuk

mengembangkan preeklampsia dibandingkan wanita yang memiliki bayi

tunggal.

17
6. Hipertensi kronik

Hipertensi adalah tekanan darah sekurangkurangnya 140 mmHg sistolik

atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit

menggunakan lengan yang sama. Preeklampsia pada hipertensi kronik yaitu

preeklampsia yang terjadi pada perempuan hamil yang telah menderita

hipertensi sebelum hamil. Angka kejadian Preeklampsia akan meningkat pada

hipertensi kronik, karena pembuluh darah plasenta sudah mengalami

gangguan. Hipertensi yang mendasari chorionic didiagnosis pada wanita

dengan tekanan darah ≥140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum 20

minggu gestasi, atau keduanya.

Penelitian Emanuel dan Butt (2015) hipertensi termasuk faktor ketiga

utama yang menyebabkan preeklampsia berulang, yaitu 19,83% kasus

preeklampsia disebabkan oleh hipertensi kronik. Adanya riwayat hipertensi

kronik pada preeklampsia berkaitan dengan hipertofi ventrikel, decompensatio

cordis, cedera serebrovaskuler atau kerusakan intrinsik ginjal. Menurut

penelitian Tessema et al (2015) hipertensi sebelumnya pada ibu hamil

memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan preeklampsia,

dengan AOR = 4,3 (95% CI 1,33 - 13,9) menjukkan bahwa wanita dengan

hipertensi yang sudah ada sebelumnya sekitar 108 empat kali lebih mungkin

untuk mengembangkan preeklampsia.

G. Komplikasi Preeklampsia

Komplikasi ibu

18
1. Eklampsia

Eklampsia didefinisikan sebagai kejang, berkaitan dengan

preeklampsia, yang tidak dapat dihubungkan dengan penyebab serebral lain.

Kejang yang timbul merupakan kejang umum dan dapat terjadi sebelum,

saat atau setelah persalinan.

2. Sindrom HELLP (Hemolysis, elevated liver enzymes, low platelet count)

Pada preeklampsia sindrom HELLP terjadi karena adanya peningkatan

enzim hati dan penurunan trombosit, peningkatan enzim kemungkinan

disebabkan nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar.

Perubahan fungsi dan integritas hepar termasuk perlambatan ekskresi

bromosulfoftalein dan peningkatan kadar aspartat amniotransferase serum.

3. Kerusakan ginjal

Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi

glomerulus meningkat cukup besar. Timbulnya preeklampsia, perfusi

ginjal dan glomerulus menurun. Sebagian besar wanita dengan

preeklampsia penurunan ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus

terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar kreatinin

plasma hampir dua kali lipat dibanding kadar normal selama hamil.

Perubahan pada ginjal disebabkan karena aliran darah ke dalam ginjal

menurun, sehingga filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan ginjal

berhubungan dengan terjadinya proteinuria dan retensi garam serta air.

Pada kehamilan normal, penyerapan meningkat sesuai dengan kenaikan

filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi akibat spasme arteriolus ginjal

19
menyebabkan filtrasi natrium menurun yang menyebabkan retensi garam

dan juga terjadi retensi air. Filtrasi glomerulus pada preeklampsia dapat

menurun sampai 50% dari normal sehingga menyebabkan dieresis turun.

Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi oliguria sampai anuria.

4. Perdarahan otak

Tekanan darah yang meningkat pada preeklampsia dan eklampsia

menimbulkan gangguan sirkulasi darah ke otak dan menyebabkan

perdarahan atau edema jaringan otak atau terjadi kekurangan oksigen

(hipoksia otak).6 e. Kerusakan hati Vasokontriksi menyebabkan hipoksia

sel hati. Sel hati mengalami nekrosis yang diindikasikan oleh adanya

enzim hati seperti transaminase aspartat dalam darah. kerusakan sel

endothelial pembuluh darah dalam hati 110 menyebabkan nyeri karena

hati membesar dalam kapsul hati. Hal ini dirasakan oleh ibu sebagai nyeri

epigastrik.

5. Edema paru Penderita preeklampsia mempunyai risiko besar terjadinya

edema paru disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel

pada pembuluh darah kapiler paru dan menurunnya dieresis. Kerusakan

vascular dapat menyebabkan perpindahan protein dan cairan ke dalam

lobus-lobus paru. Kondisi tersebut diperparah dengan terapi sulih cairan

yang dilakukan selama penanganan preeklampsia dan pencegahan

eklampsia. Selain itu, gangguan jantung akibat hipertensi dan kerja ekstra

20
jantung untuk memompa darah ke dalam sirkulasi sistemik yang

menyempit dapat menyebabkan kongesti paru.

H. Penatalaksanaan Preeklampsia

Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan merupakan

persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi. Persalinan

merupakan pengobatan yang utama. Setelah diagnosis ditegakkan,

penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi awal terhadap

kesejahteraan ibu dan janin. Berdasarkan hal ini, keputusan dalam

penatalaksanaan dapat ditegakkan, yaitu apakah hospitalisasi, ekspektatif atau

terminasi kehamilan serta harus memperhitungkan beratnya penyakit, keadaan ibu

dan janin, dan usia kehamilan. Tujuan utama pengambilan strategi

penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin hidup yang tidak

memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.

Penatalaksanaa pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya preeklamsi, yaitu :

1. Preeklamsi ringan

Pada preeklamsi ringan, observasi ketat harus dilakukan untuk

mengawasi perjalanan penyakit karena penyakit ini dapat memburuk

sewaktu-waktu. Adanya gejala seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan

penglihatan dan proteinuri meningkatkan risiko terjadinya eklamsi dan

solusio plasenta. Pasien-pasien dengan gejala seperti ini memerlukan

observasi ketat yang dilakukan di rumah sakit. Pasien harus diobservasi

21
tekanan darahnya setiap 4 jam, pemeriksaan klirens kreatinin dan protein total

seminggu 2 kali, tes fungsi hati, asam urat, elektrolit, dan serum albumin

setiap minggu. Pada pasien preeklamsi berat, pemeriksaan fungsi pembekuan

seperti protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, dan hitung

trombosit. Perkiraan berat badan janin diperoleh melalui USG saat masuk

rumah sakit dan setiap 2 minggu. Perawatan jalan dipertimbangkan bila

ketaatan pasien baik, hipertensi ringan, dan keadaan janin baik.

Penatalaksanaan terhadap ibu meliputi observasi ketat tekanan darah, berat

badan, ekskresi protein pada urin 24 jam, dan hitung trombosit begitu pula

keadaan janin (pemeriksaan denyut jantung janin 2x seminggu). Sebagai

tambahan, ibu harus diberitahu mengenai gejala pemburukan penyakit, seperti

nyeri kepala, nyeri epigastrium, dan gangguan penglihatan. Bila ada tanda-

tanda progresi penyakit, hospitalisasi diperlukan. Pasien yang dirawat di

rumah sakit dibuat senyaman mungkin. Ada persetujuan umum tentang

induksi persalinan pada preeklamsi ringan dan keadaan servik yang matang

(skor Bishop >6) untuk menghindari komplikasi maternal dan janin. Akan

tetapi ada pula yang tidak menganjurkan penatalaksanaan preeklamsi ringan

pada kehamilan muda. Saat ini tidak ada ketentuan mengenai tirah baring,

hospitalisasi yang lama, penggunaan obat anti hipertensi dan profilaksis anti

konvulsan. Tirah baring umumnya direkomendasikan terhadap preeklamsi

ringan. Keuntungan dari tirah baring adalah mengurangi edema, peningkatan

pertumbuhan janin, pencegahan ke arah preeklamsi berat, dan

meningkatkan outcome janin. Medikasi anti hipertensi tidak diperlukan

22
kecuali tekanan darah melonjak dan usia kehamilan 30 minggu atau kurang.

Pemakaian sedatif dahulu digunakan, tatapi sekarang tidak dipakai lagi

karena mempengaruhi denyut jantung istirahat janin dan karena salah satunya

yaitu fenobarbital mengganggu faktor pembekuan yang tergantung vitamin K

dalam janin. Sebanyak 3 penelitian acak menunjukkan bahwa tidak ada

keuntungan tirah baring baik di rumah maupun di rumah sakit walaupun tirah

baring di rumah menurunkan lamanya waktu di rumah sakit. Sebuah

penelitian menyatakan adanya progresi penyakit ke arah eklamsi dan

persalinan prematur pada pasien yang tirah baring di rumah. Namun, tidak

ada penelitian yang mengevaluasi eklamsi, solusio plasenta, dan kematian

janin. Pada 10 penelitian acak yang mengevaluasi pengobatan pada wanita

dengan preeklamsi ringan menunjukkan bahwa efek pengobatan terhadap

lamanya kehamilan, pertumbuhan janin, dan insidensi persalinan preterm

bervariasi antar penelitian. Oleh karena itu tidak terdapat keuntungan yang

jelas terhadap pengobatan preeklamsi ringan.

Pengamatan terhadap keadaan janin dilakukan seminggu 2 kali dengan

NST dan USG terhadap volume cairan amnion. Hasil NST non reaktif

memerlukan konfirmasi lebih lanjut dengan profil biofisik dan oksitosin

challenge test. Amniosentesis untuk mengetahui rasio lesitin:sfingomielin

(L:S ratio) tidak umum dilakukan karena persalinan awal akibat indikasi ibu,

tetapi dapat berguna untuk mengetahui tingkat kematangan janin. Pemberian

kortikosteroid dilakukan untuk mematangkan paru janin jika persalinan

diperkirakan berlangsung 2-7 hari lagi. Jika terdapat pemburukan penyakit

23
preeklamsi, maka monitor terhadap janin dilakukan secara berkelanjutan

karena adanya bahaya solusio plasenta dan insufisiensi uteroplasenter.

2. Preeklamsi berat

Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah konvulsi,

mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan persalinan. Persalinan

merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat terjadi di atas 36 minggu atau

terdapat tanda paru janin sudah matang atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika

terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah

sakit besar untuk mendapatkan NICU yang baik.

Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan

progresif sehingga menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh karena

itu persalinan segera direkomendasikan tanpa memperhatikan usia kehamilan.

Persalinan segera diindikasikan bila terdapat gejala impending eklamsi,

disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau ketika preeklamsi terjadi sesudah

usia kehamilan 34 minggu. Pada kehamilan muda, bagaimana pun juga,

penundaan terminasi kehamilan dengan pengawasan ketat dilakukan untuk

meningkatkan keselamatan neonatal dan menurunkan morbiditas neonatal

jangka pendek dan jangka panjang.

Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara konservatif

pada wanita dengan preeklamsi berat yang belum aterm dapat menurunkan

morbiditas dan mortalitas neonatal. Namun, karena hanya 116 wanita yang

menjalani terapi konservatif pada penelitian ini dan karena terapi seperti itu

24
mengundang risiko bagi ibu dan janin, penatalaksanaan konservatif hanya

dikerjakan pada pusat neonatal kelas 3 dan melaksanakan observasi bagi ibu dan

janin. Semua wanita dengan usia kehamilan 40 minggu yang menderita

preeklamsi ringan harus memulai persalinan. Pada usia kehamilan 38 minggu,

wanita dengan preeklamsi ringan dan keadaan serviks yang sesuai harus

diinduksi. Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34 minggu dengan

preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya diberi

kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang

menderita preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk

menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Jika usia kehamilan < 23

minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi kehamilan.

Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi berat

adalah mencegah terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati dan

perdarahan. Ibu hamil harus diberikan magnesium sulfat dalam waktu 24 jam

setelah diagnosis dibuat. Tekanan darah dikontrol dengan medikasi dan

pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Batasan terapi biasanya

bertumpu pada tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih tinggi. Beberapa ahli

menganjurkan mulai terapi pada tekanan diastolik 105 mmHg , sedangkan yang

lainnya menggunakan batasan tekanan arteri rata-rata > 125 mmHg. Tujuan dari

terapi adalah menjaga tekanan arteri rata-rata dibawah 126 mmHg (tetapi tidak

lebih rendah dari 105 mmHg) dan tekanan diastolik < 105 mmHg (tetapi tidak

lebih rendah dari 90 mmHg). Terapi inisial pilihan pada wanita dengan

preeklamsi berat selama peripartum adalah hidralazin secara IV dosis 5 mg

25
bolus. Dosis tersebut dapat diulangi bila perlu setiap 20 menit sampai total 20

mg. Bila dengan dosis tersebut hidralazin tidak menghasilkan perbaikan yang

diinginkan, atau jika ibu mengalami efek samping seperti takikardi, sakit kepala,

atau mual, labetalol (20 mg IV) atau nifedipin (10 mg oral) dapat diberikan.

Akan tetapi adanya efek fetal distres terhadap terapi dengan hidralazin, beberapa

peneliti merekomendasikan penggunaan obat lain dalam terapi preeklamsi berat.

Pada 9 penelitian acak yang membandingkan hidralazin dengan obat lain, hanya

satu penelitian yang menyebutkan efek samping dan kegagalan terapi lebih

sering didapatkan pada hidralazin.

Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol hipertensi

berat dan jika hidralazin intra vena telah diberikan berulang kali pada awal

puerperium, maka regimen obat lain dapat digunakan. Setelah pengukuran

tekanan darah mendekati normal, maka pemberian hidralazin dihentikan. Jika

hipertensi kembali muncul pada wanita post partum, labetalol oral atau diuretik

thiazide dapat diberikan selama masih diperlukan.

Pemberian cairan infus dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125 ml perjam

kecuali terdapat kehilangan cairan lewat muntah, diare, diaforesis, atau

kehilangan darah selama persalinan. Oliguri merupakan hal yang biasa terjadi

pada preeklamsi dan eklamsi dikarenakan pembuluh darah maternal mengalami

konstriksi (vasospasme) sehingga pemberian cairan dapat lebih banyak.

Pengontrolan perlu dilakukan secara rasional karena pada wanita eklamsi telah

ada cairan ekstraselular yang banyak yang tidak terbagi dengan benar antara

cairan intravaskular dan ekstravaskular. Infus dengan cairan yang banyak dapat

26
menambah hebat maldistribusi cairan tersebut sehingga meninggikan risiko

terjadinya edema pulmonal atau edema otak.

Pada masa lalu, anestesi dengan cara epidural dan spinal dihindarkan pada

wanita dengan preeklamsi dan eklamsi. Pertimbangan utama karena adanya

hipotensi yang ditimbulkan akibat blokade simpatis. Ada juga pertimbangan lain

yaitu pada keamanan janin karena blokade simpatis dapat menimbulkan ipotensi

dan menurunkan perfusi plasenta. Ketika teknik analgesi telah mengalami

kemajuan beberapa dekade ini, analgesi epidural digunakan untuk memperbaiki

vasospasme dan menurunkan tekanan darah pada wanita penderita preeklamsi

berat. Selain itu, klinisi yang lebih menyenangi anestesi epidural menyatakan

bahwa pada anestesi umum dapat terjadi penigkatan tekanan darah tiba-tiba

akibat stimulasi oleh intubasi trakea dan dapat menyebabkan edema pulmonal,

edema serebral dan perdarahan intrakranial. Pada penelitian yang dilakukan oleh

Wallace dan kawan-kawan menunjukkan bahwa penggunaan anestesi baik

metode anestesi umum maupun regional dapat digunakan pada persalinan

dengan cara seksio sesarea pada wanita preeklamsi berat jika langkah-langkah

dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati. Walaupun anestesi epidural

dapat menurunkan tekanan darah, telah dibuktikan bahwa tidak ada keuntungan

signifikan dalam mencegah hipertensi setelah persalinan. Kesimpulan yang

dapat ditarik adalah anestesi epidural aman digunakan selama persalinan pada

wanita dengan hipertensi dalam kehamilan, tetapi bukan merupakan terapi

terhadap hipertensi.

Indikasi persalinan pada preeklamsi dibagi menjadi 2, yaitu :

27
a. Indikasi ibu

- Usia kehamilan ≥ 38 minggu

- Hitung trombosit < 100.000 sel/mm3

- Kerusakan progresif fungsi hepar

- Kerusakan progresif fungsi ginjal

- Suspek solusio plasenta

- Nyeri kepala hebat persisten atau gangguan penglihatan

- Nyeri epigastrium hebat persisiten, nausea atau muntah

b. Indikasi janin

- IUGR berat

- Hasil tes kesejahteraan janin yang non reassuring

- Oligohidramnion.

I. Penanganan Pada Pre-Eklampsia Berat

1. Pre-eklampsia berat pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu

a. Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan

uji kocok dan rasio L/S, maka penanganan adalah sebagai berikut :

- Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr IM kemudian

disusul dengan injeksi tambahan 4 gr IM setiap 4 jam ( selama tidak

ada kontraindikasi )

- Jika ada perbaikan jalannya penyaki, pemberian sulfas magnesikus

dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-

eklampsia ringan ( kecuali ada kontraindikasi )

28
- Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin dimonitor,

serta BB ditimbang seperti pada pre-eklampsia ringan, sambil

mengawasi timbunya lagi gejala.

- Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi

kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain tergantung

keadaan.

b. Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin

maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas 37

minggu

2. Pre-eklampsia berat pada usia kehamilan diatas 37 minggu

a. Penderita rawat inap

· Istirahat mutlak dan ditempatkan pada kamar isolasi

· Berika diit rendah garam dan tinggi protein

· Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr IM, 4 gr dibokong kanan

dan 4 gr d bokong kiri

· Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam

· Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella positif, diuresis 100

cc dalam 4 jam terakhir, respirasi 16 kali permenit, dan harus

tersedia antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10 % dalam amp 10

cc

· Infus dextrosa 5 % dan ringer laktat

b. Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 amp IM dan selanjutnya

dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet sehari

29
c. Diuretika tidak diberikan kecuali bila terdapat oedema paru dan

kegagalan jantung kongestif. Untuk ini dapat disuntikan 1 amp IV lasix

d. Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi

partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin

( pitosin atau sintosinon ) 10 satuan dalam infus tetes

e. Kala II harus dipersingkat dengan VE atau FE, jadi ibu dilarang

mengedan

f. Jangan berikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi pendarahan

yang disebabkan atonia uteri

g. Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian

diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam selama 24 jam postpartum

h. Bila ada indikasi obstetrik dilakukan SC

30
BAB III

TINJAUAN KASUS

PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN

PADA NY. N UMUR 30 TAHUN G3P2A0 DENGAN PREEKLAMSIA

BERAT DIRSUD MAYJEN H.A THALIB SUNGAI PENUH

I. PELAKSANAAN ASUHAN

30-12-2022 Jam 10.30 WIB di Ruang Bersalin Di RSUD Mayjen H.A Thalib

IDENTITAS PASIEN

Identitas Pasien Penanggung Jawab

Nama : Ny. N Nama : Tn. E

Umur : 30 tahun Umur : 32 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : SWASTA

Suku bangsa : Suku Bangsa : Melayu/Indonesia

Melayu/Indonesia

31
Alamat : Ds Lawang Agung Rt V Kec Pondok Tinggi Kota Sungai Penuh

II. MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN

KALA I (30-12-2022, Pukul: 10.30 WIB)

A. DATA SUBJEKTIF

1. Alasan masuk kamar bersalin dan keluhan utama

Ibu mengatakan sering pusing, sakit kepala bagian depan, terkadang

pandangannya kabur, serta perut ibu terasa sakit.

2. Riwayat Perkawinan

Status menikah, pernikahan pertama, ibu menikah pada usia 23 tahun, usia

suami saat menikah 25 tahun, lama pernikahan sudah 7 tahun.

3. Riwayat Menstruasi

Menstruasi pertama saat usia 13 tahun, banyaknya 2-3 kali ganti pembalut dalam

sehari, lamanya 7 hari, teratur, konsistensi darah menstruasi encer, berwarna

merah tua dan tidak ada gumpalan, setiap menstruasi mengalami nyeri tekan

pada perut bagian bawah saat menstruasi hari pertama dan kedua namun tidak

sampai menganggu aktivitas.

4. HPHT : 01-04-2022

5. HPL : 08 -01-2023

6. UK : 39 minggu

32
7. Riwayat Kehamilan ini:

a. Riwayat ANC

Ibu mengatakan selama hamil sudah periksa hamil sebanyak 8 kali.

b. Obat-obatan/jamu yang dikonsumsi selama hamil

Ibu mengatakan hanya mengkonsumsi multivitamin dari dokter dan tidak

pernah mengkonsumsi jamu selama hamil.

c. Imunisasi TT

Ibu mengatakan sudah melakukan imunisasi di lengan kiri sebanyak 3x.

8. Riwayat Kontrasepsi yang Digunakan

Ibu mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi apapun sejak

menikah.

9. Riwayat Kesehatan

a. Penyakit yang pernah/sedang diderita

Ibu mengatakan tidak memiliki penyakit menular (seperti HIV, hepatitis,

dan sifilis) dan penyakit keturunan (seperti tekanan darah tinggi, gula, asma,

dan penyakit jantung).

b. Penyakit yang pernah/ sedang diderita keluarga

Ibu mengatakan tidak memiliki anggota keluarga yang memiliki penyakit

menular (seperti HIV, hepatitis, dan sifilis) dan penyakit keturunan (seperti

tekanan darah tinggi, gula, asma, dan penyakit jantung).

c. Riwayat operasi

Ibu mengatakan tidak pernah menjalanioperasi apapun.

d. Riwayat keturunan kembar

33
Ibu mengatakan didalam keluarga ibu maupun keluarga suaminya tidak ada

riwayat keturunan kembar.

e. Riwayat keturunan cacat

Ibu mengatakan didalam keluarganya maupun keluarga suaminya tidak ada

riwayat keturunan cacat baik cacat fisik maupun cacat psikologis.

10. Kebutuhan Fisik

a. Nutrisi

Ibu mengatakan makan terakhir tanggal 30-12-2022 07.00 WIB, jenis nasi

sayur lauk, porsi 1 piring. Minum terakhir tanggal 30-12-2022 jam 09.00

WIB, jenis air putih, porsi 1 gelas.

b. Eliminasi

Ibu mengatakan BAK terakhir tanggal 30-12-2022 07.00 WIB, warna

kuning jernih, bau khas urin, tidak ada keluhan. BAB terakhir terakhir

tanggal 30-12-2022 05.00 WIB, sifat lembek, tidak ada keluhan.

c. Istirahat

Ibu mengatakan dalam 24 jam terakhir tidur ± 7 jam.

11. Keadaan Psiko, Sosio dan Spiritual (kesiapan menghadapi proses persalinan)

a. Pendamping persalinan

Pendamping persalinan adalah suami, suami membantu membimbing doa

dan selalu mendampingi ibu selama masa pemantauan.

b. Tanggapan ibu dan keluarga terhadap proses persalinan yang dihadapi

34
Ibu merasa cemaskarena sudah merasakan kenceng-kenceng dan

mengeluarkan cairan ketuban di usia kehamilan yang masih dini.

c. Persiapan persalinan yang telah dilakukan

Suami mengatakan sudah menyiapkan biaya, transportasi, pakaian bayi dan

pakaian ganti ibu.

B. DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan Umum

2. Keadaan umum : baik

a. Kesadaran : composmentis

b. Tanda – Tanda Vital

Tekanan Darah : 170/90 mmHg

Suhu : 36, 0C

Respirasi : 20 x/menit

Nadi : 80 x/menit

c. Berat Badan :

Sebelum hamil : 48 kg

Kunjungan ini : 64 kg

d. Tinggi badan : 151 cm

e. IMT : 28.07

3. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala

Rambut hitam, tidak mudah rontok, tidak ada ketombe.

35
b. Muka

Tidak ada odema, tidak ada closma gravidarum.

c. Mata

Simetris, sklera putih, konjungtiva merah muda

d. Hidung

Simetris, bersih, tidak ada pengeluaran sekret abnormal, tidak ada

pernapasan cuping hidung.

e. Mulut

Bersih, tidak ada caries gigi, gusi merah muda.

f. Telinga

Simetris, bersih, tidak ada pengeluaran serumen berlebih.

g. Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan vena

jugularis eksterna.

h. Dada (payudara)

Simetris, tidak ada retraksi kulit payudara, puting susu menonjol, tidak ada

massa/ benjolan dan colostrum sudah keluar

i. Abdomen

1) Inspeksi

Bentuk bulat, tidak ada bekas luka operasi, tidak ada striae gravidarum

dan terdapat linea nigra.

2) Palpasi

36
a) Leopold 1

TFU 4 jari di bawah prosesus xiphoideus, teraba bulat, lunak, tidak

melenting.

b) Leopold 2

Bagian kanan teraba keras, memanjang, ada tahanan dan bagian kiri

teraba bagian kecil janin.

c) Leopold 3

Teraba bulat, keras dan tidak dapat digoyangkan.

d) Leopold 4

Bagian bawah sudah masuk pintu atas panggul (PAP)..

3) TFU Mc.Donald : 29 cm

Taksiran Berat Janin : 2790 gram

4) Auskultasi :

Punctum maksimum di bawah pusat bagian kanan ibu. DJJ 142

kali/menit, teratur.

5) His : Frekuensi 1 kali/10 menit, durasi 10 detik, intensitas ringan.

j. Ekstremitas

1) Atas

Tidak ada oedema, kuku tidak pucat, ektremitas kiri terpasang infus RL

300 cc 20 tpm.

2) Bawah

Tidak ada oedema maupun varices, kuku tidak pucat.

k. Genetalia Eksterna dan Anus

37
1) Vagina

Sudah keluar lendir darah, tidak ada pembesaran pada kelenjar bartolini

dan skene, tidak ada luka parut di perineum.

2) Anus : tidak ada hemoroid

3) Pemeriksaan Dalam

a) Indikasi : adanya tanda persalinan

b) Tujuan : untuk mengetahui kemajuan persalinan

c) Hasil :

VT portio tebal, ø 2 cm, effecement 25 %, selaput ketuban (+),

presentasi kepala, bagian terbawah di hodge I, tidak ada molase,

STLD (-)

4. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium (30-12-2022)

Golongan darah :B

Hemoglobin : 12,4 g/dL

Leukosit : 10.180 ribu/ul

GDS : 91 mg/ml

HbsAg : Non reaktif

Rapit Antigen : Non Reaktif

Protein urin : ++

C. ASSESMENT

1. Diagnosa kebidanan

38
G3P2A0 usia kehamilan 39-40 minggu, Janin Tunggal Hidup intrauterin, letak

memanjang, pungung kanan, Preskep sudah mauk PAP, inpartu kala 1 fase laten

dengan Pre eklampsia berat

2. Masalah

a. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan

fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah).

b. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan

perubahan pada plasenta

c. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus dan

pembukaan jalan lahir

d. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak

efektif terhadap proses persalinan

3. Kebutuhan

a. Informasi hasil pemeriksaan

b. Monitor tekanan darah tiap 4 jam

c. Catat tingkat kesadaran pasien

d. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam,

penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )

e. Monitor DJJ sesuai indikasi

f. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi

uterus

g. Mekanisme proses persalinan

39
h. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi

D. PERENCANAAN

1. Memberikan informed consent

2. Informasikan hasil pemeriksaan

3. Monitor tekanan darah tiap 4 jam

4. Catat tingkat kesadaran pasien

5. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan

nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )

6. Monitor DJJ sesuai indikasi,

7. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus

8. Jelaskan mekanisme proses persalinan dan tehnik untuk mengurangi rasa sakit

9. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi

E. PELAKSANAAN

1. Memberikan informed consent

2. Memberikan informasi hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa ibu berada dalam

pembukaan kala 1 fase laten pada proses persalinan dengan hasil pemerikaan

pembukaan 2 cm.

3. Melakukan monitor tekanan darah tiap 4 jam

Pukul 14.30 WIB TD : 110/70 mmHg 

4. Mencatat tingkat kesadaran pasien

40
Kesadaran : compos mentis

5. Mengkaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam,

penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria ), pemberian terapi

untuk menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah terjadinya kejang

6. Memonitor DJJ tiap 4 jam, DJJ 143x/mnt

7. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus,

dan kemajuan persalinan

Pkl. 14.30 WIB pembukaan 2 cm, 2 cm, his 1/10’/10” , rasa mulas terasa

sedikit, tidak ada lendir darah, ketuban utuh

8. Memberikan penjelaskan tentang mekanisme proses persalinan dan tehnik untuk

mengurangi rasa sakit sehingga ibu bersalin mempunyai pengetahuan terhadap

proses persalinan dan dapat mengurangi kecemasan dalam menghadapi

persalinan

9. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

Terapi yang diberikan:

MGSO4 40% 15cc drip 20tts RL

MGSO4 20% IM

Dexametason 2x2 amp IV

Ketorolac 1 amp IV

Cefriaxone 2x1gr IV

Dopamed 500ml

Nifedipine 10 ml 3x1 sublingual

Misoprostol 1/ 4 tab dibawah forniks per 6 jam

41
Hari/Tanggal : 30-12-2022 Pukul : 14.30 WIB

A. DATA SUBYEKTIF : pasien mengatakan pusing sedikit, rasa mulas diperut bawah

terasa tapi belum kuat

B. DATA OBYEKTIF :

Keadaan umum sedang,

TD : 110/70 mmhg,

Nadi 80 x/menit,

Suhu 36,2 °C, Pernafasan 20 x/menit

DJJ 142 x/ menit. His 1/10’/10”, Pembukaan 2 cm

C. ASSESMENT : G3P2A0 usia kehamilan 39-40 minggu, Janin Tunggal Hidup

intrauterin, letak memanjang, pungung kanan, Preskep sudah mauk PAP, inpartu

kala 1 fase laten dengan preeklampsia berat

D. PERENCANAAN :

1. Informasikan hasil pemeriksaan

2. Monitor tekanan darah tiap 4 jam

3. Monitor DJJ tiap 4 jam

4. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus

5. Berikan penjelaskan tentang mekanisme proses persalinan dan tehnik untuk

mengurangi rasa sakit

42
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam melanjutkan pemberian terapi

E. PELAKSANAAN

1. Memberikan informasi hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa ibu berada dalam

pembukaan kala 1 fase laten pada proes persalinan dengan hasil pemerikaan

pembukaan 2 cm (pukul 18.30 WIB).

2. Melakukan monitor tekanan darah tiap 4 jam

Pukul 18.30 WIB TD : 110/70 mmhg

3. Memonitor DJJ tiap 4 jam, DJJ 143x/mnt

4. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus,

dan kemajuan persalinan

Pkl. 18.30 WIB pembukaan 2 cm, 2 cm, his 1/10’/10” , rasa mulas terasa

sedikit, tidak ada lendir darah, ketuban utuh

5. Memberikan penjelaskan tentang mekanisme proses persalinan dan tehnik untuk

mengurangi rasa sakit sehingga ibu bersalin mempunyai pengetahuan terhadap

proses persalinan dan dapat mengurangi kecemasan dalam menghadapi

persalinan

6. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

Terapi yang diberikan:

MGSO4 40% 15cc drip 20tts RL

Dexametason 2x2 amp IV

Ketorolac 1 amp IV

Cefriaxone 2x1gr IV

Misoprostol 1/ 4 tab dibawah forniks per 6 jam

43
Hari/Tanggal : 31-12-2022 Pukul : 08.30 WIB

A. DATA SUBYEKTIF : pasien mengatakan pusing sedikit, rasa mulas diperut bawah

terasa tapi belum kuat

B. DATA OBYEKTIF :

Keadaan umum sedang,

TD : 110/70 mmhg, Nadi 80 x/menit,

Suhu 36,2 °C, Pernafasan 20 x/menit

DJJ 142 x/ menit. His 1/10’/10”, Pembukaan 2 cm

C. ASSESMENT : G3P2A0 usia kehamilan 39-40 minggu, Janin Tunggal Hidup

intrauterin, letak memanjang, pungung kanan, Preskep sudah mauk PAP, inpartu

kala 1 fase laten dengan Pre eklampsia berat

D. PERENCANAAN :

1. Informasikan hasil pemeriksaan

2. Monitor tekanan darah tiap 4 jam

3. Monitor DJJ tiap 4 jam

4. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus

5. Berikan penjelaskan tentang mekanisme proses persalinan dan tehnik untuk

mengurangi rasa sakit

6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

44
E. PELAKSANAAN

1. Memberikan informasi hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa ibu berada dalam

pembukaan kala 1 fase laten pada proes persalinan dengan hasil pemerikaan

pembukaan 2 cm (pukul 08.30 WIB).

2. Melakukan monitor tekanan darah tiap 4 jam

Pukul 08.30 WIB TD : 110/70 mmhg

3. Memonitor DJJ tiap 4 jam, pukul 08.30 WIB DJJ 143x/mnt

4. Memonitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi

uterus, dan kemajuan persalinan

Pkl. 08.30 WIB pembukaan 2 cm, his 1/10’/10” , rasa mulas terasa sedikit, tidak

ada lendir darah, ketuban utuh

5. Memberikan penjelaskan tentang mekanisme proses persalinan dan tehnik untuk

mengurangi rasa sakit sehingga ibu bersalin mempunyai pengetahuan terhadap

proses persalinan dan dapat mengurangi kecemasan dalam menghadapi

persalinan

6. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

Anjuran yang diberikan oleh dokter:

MGSO4 40% 15cc drip 20tts RL

Dexametason 2x2 amp IV

Ketorolac 1 amp IV

Cefriaxone 2x1gr IV

45
Misoprostol 1/ 4 tab dibawah forniks per 6 jam dihentikan dan pasien

dianjurkan SC dikarenakan tidak ada kemajuan persalinan.

46
BAB IV

PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan pembahasan manajemen asuhan kebidanan yang

dilakukan di RSUD Mayjen H.A Thalib Sungai Penuh. Pada bab ini, penulis akan

membandingkan antara tinjauan kasus pada Ny”N” dengan Preeklamsia Berat di RSUD

Mayjen H.A Thalib Sungai Penuh dengan teori tentang preeklamsia berat.

Pembahasan ini penulis akan membahas berdasarkan pendekatan manajemen

asuhan kebidanan, yaitu identifikasi data dasar, identifikasi diagnosa/masalah aktual,

identifikasi diagnosa/masalah potensial, melaksanakan tindakan segera/kolaborasi,

merencanakan tindakan asuhan kebidanan, melaksanakan asuhan kebidanan dan

mengevaluasi asuhan kebidanan.

Identifikasi data dasar merupakan proses manajemen asuhan kebidanan yang

ditujukan untuk pengumpulan informasi baik fisik, psikososial dan spiritual (Nurhayati

dkk, 2013). Informasi yang diperoleh mengenai data-data tersebut saya dapatkan

dengan mengadakan wawancara langsung dari klien dan keluarganya serta sebagian

bersumber dari pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang/ laboratorium.

Pengkajian data dasar pada kasus preeklamsia ringan pada masa kehamilan dilakukan

pada saat pengamatan pertama kali ketika pasien datang puskesmas.Pengkajian

meliputi anamnesis langsung yang diperoleh dari pasien, dan keluarga pasien.

Pengkajian ini berupa identitas pasien, data biologis/fisiologis yang meliputi: keluhan

utama, riwayat keluhan utama, riwayat kehamilan sekarang, riwayat menstruasi,

riwayat kesehatan yang lalu, riwayat kesehatan dan penyakit keluarga, riwayat sosial

47
budaya, dan riwayat fungsi kesehatan. Pengkajian data objektif di peroleh melalui

pemeriksaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik serta di

tegakkan dengan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan USG. Pada langkah awal dikumpulkan semua informasi yang akurat dan

dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Tanggal 30 Desember 2022

Ny”N”, usia 30 tahun, G3P2A0 datang di RSUD Mayjen H.A Thalib Sungai Penuh

dengan keluhan sakit kepala, sering pusing dan pembengkakan pada kedua kaki. Ibu

merasakan keluhannya semenjak 2 minggu terakhir dan ibu mengatakan khawatir

dengan kondisinya dan kondisi janinnya.

Sesuai dengan hasil penelitian (Yogi, dkk. 2014) mengatakan bahwa ibu hamil

yang usianya ≥35 tahun mengalami banyak komplikasi, karena pada usia tersebut

kelemahan fisik dan terjadi perubahan pada jaringan dan alat kandungan serta jalan

lahir tidak lentur lagi. Salah satu penyakit yang timbul pada usia tersebut biasanya

hipertensi dan juga hampir semua ibu hamil mengalami preeklamsia ringan dengan usia

≥35 tahun. Ibu tidak pernah mengalami trauma selama hamil, tidak memilki riwayat

hipertensi sebelumya, tidak ada riwayat asma, jantung, DM dan tidak ada riwayat

mengkonsumsi obat-obatan dan minum minuman beralkohol. Selama hamil nutrisi

pasien terpenuhi dengan baik, istirahat cukup, aktivitas pasien tetap melakukan

pekerjaan rumah tangga sehari-harinya.

Pada ibu hamil yang tidak memiliki riwayat hipertensi sebelumnya lebih

signifikan mengalami preeklamsia pada kehamilan berikutnya karena seorang ibu hamil

yang tidak mengetahui bahwa keadaanya sudah mengalami tanda-tanda preeklamsia

berat seperti tekanan darah ≥160/110 mmHg disertai pembengkakan pada wajah atau

48
tungkai dan pemeriksaan penunjang ditemukan proteinuria (Sutrimah dkk. 2015 vol 6

No 2). hasil pemeriksaan dengan Berat Badan ibu 64 kg, pemeriksaan fisik dengan hasil

kesadaran komposmentis, keadaan umum ibu baik, tekanan darah 170/90 mmHg, nadi

86x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 36,ºC, tidak ada cloasma gravidarum, tidak

oedema, kedua konjungtiva merah muda, sclera putih, tidak ada pembesaran kelenjar

limfe, kelenjer tiroid dan vena jugularis, payudara tampak hyperpigmentasi pada areola

mammae. Pemeriksaan abdomen didapatkan kesan yaitu Tinggi Fundus Uteri (TFU) 1

jr bawah px, 29 cm, punggung kanan, presentasi kepala, terdengar jelas dan kuat denyut

jantung janin di kuadran kiri bawah perut ibu dengan frekuensi 142x/menit secara

teratur, dan oedema pada kedua kaki dan keadaan janin baik dan ibu dengan

preeklamsia ringan. Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Hb 12,4 gr%, Albumin:

+1, Reduksi: Negatif (-). Pemeriksaan USG yaitu: tunggal, hidup, presentasi kepala,

Pada kehamilan trimester III pembesaran perut semakin meningkat (Prawirohardjo S.

2014). Sedangkan pada pemeriksaan penunjang pada preeklamsia biasanya dilakukan

pemeriksaan proteiunuria untuk mendiagnosis bahwa ibu mengalami preeklamsia

ringan apabila proteinuria +1 (Nugroho, Taufan, 2012: 10). Kunjungan kedua, hasil

pemeriksaan keadaan umum ibu baik, kesadaran composmentis. Ibu mengeluh masih

merasakan sedkit pusing dan sakit kepala. Saat dilakukan pemeriksaan tandatanda vital

inu didapatkan hasil Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 80x/menit, Pernafasan 20x/

menit, Suhu 36,8ºC, berat badan ibu 64 kg, pada pemeriksaan fisik terfokus didapatkan

hasil tidak oedema pada wajah, konjungtiva merah muda dan sclera putih pada mata.

Pemeriksaan abdomen didapatkan TFU 29 cm, dengan presentasi kepala, punggung

kanan. Denyut jantung janin terdengar kuat dan jelas di kuadran kanan bawah perut ibu

49
dengan frekuensi 142x/menit secara teratur, dan oedema pada kedua kaki, pembukaan

2 cm, his 1/10’/10” , rasa mulas terasa sedikit, tidak ada lendir darah, ketuban utuh.

Kunjungan ketiga dengan hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu baik, kesadaran

kompusmentis, berat badan ibu 64 kg, dengan keluhan sakit kepala dan pusing yang

dirasakan sudah hilang, Saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil

tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 80x/menit, Pernafasan 20x/menit, Suhu 36,7ºC,

pembukaan 2 cm, his 1/10’/10” , rasa mulas terasa sedikit, tidak ada lendir darah,

ketuban utuh.

Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi, proteinuria dan oedema setelah umur

kehamilan 20 minggu. Diagnosa preeklamsia adalah apabila tekanan darah 90 sistolik

dan diastolik ≥140/90 mmHg dan proteinuria kualitatif 1 sampai kualitatif 2 (Poon,

Nicolaides. 2014: 10). Adapun tanda dan gejala preeklamsia berat menurut teori

tekanan darah ≥160/90 mmHg, pemeriksaan tes celup urin dengan Proteinuria

menunjukkan ≥300 mg/24 jam atau +1, kenaikan berat badan 1kg dalam seminggu,

bengkak pada wajah atau tungkai sedangkan gejala yang sering timbul yaitu sakit

kepala, pusing, serta penglihatan kabur atau berkunang-kunang (Purwoastuti 2015).

Sedangkan pada kasus Ny”N” setelah dilakukan pengumpulan data dan pemeriksaan

didapatkan keluhan berupa ibu merasa sakit kepala dan mengeluh pusing dan

pemeriksaan didapatkan tekanan darah 170/90 mmHg, proteinuria +1 dan terdapat

oedema pada kedua kaki. Berdasarkan uraian diatas terdapat persamaan antara teori

dengan gejala yang timbul pada kasus preeklamsia ringan pada masa kehamilan,

sehingga saya tidak ada hambatan yang berarti karena pada saat pengumpulan data data

baik klien maupun keluarga dalam hal ini ibu selalu terbuka untuk memberikan

50
informasi sesuai dengan data yang diperlukan yang berhubungan dengan keadaan ibu

sehingga mempermudah dalam mengumpulkan data. Hal ini membuktikan bahwa tidak

ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus.

Tindakan segera dan kolaborasi dilakukan berdasarkan indikasi yang

memerlukan penanganan cepat dan tepat sehingga memerlukan kolaborasi dengan

tenaga kesehatan yang ahli di bidangnya, Dalam kasus ini, tidak ada indikasi yang

mengharuskan ibu untuk diberikan tindakan segera, terkecuali ketika ibu datang dengan

keadaan syok, tidak sadarkan diri atau pigsan maka dapat dilakukan tindakan segera

untuk pemasangan oksigen. pada kasus Ny”N” didapatkan hasil pemeriksaan yang

menunjukkan bahwa keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis, pada saat

dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada tanggal 30 Desember 2022 didapatkan

hasil bahwa ibu mengalami preeklamsia berat dengan tekanan darah 170/90 mmHg,

proteinuria +1, terdapat pembengkakan pada kedua kaki, ibu mengeluh sakit kepala dan

sering pusing. Berdasarkan tinjauan teori yang dijelaskan menurut (Pudiastuti, R, D,

2012: 165), pada kasus preeklamsia pasien harus dilakukan rawat inap untuk dilakukan

terminasi kehamilan. Dan dilakukan terapi memasang cairan infus cairan infus RL,

MGSO4 40% 15cc drip 20tts RL, MGSO4 20% IM, Dexametason 2x2 amp IV,

Ketorolac 1 amp IV, Cefriaxone 2x1gr IV, Dopamed 500ml, Nifedipine 10 ml 3x1

sublingual dan Misoprostol 1/ 4 tab dibawah forniks per 6 jam. Pemberian anti

kejang/anti konvulsan magnesium sulfat (MgSO4) sebagai pencegahan terjadinya

kejang ataupun kejang yang berulang (Marmi, dkk, 2014: 75).

Berdasarkan uraian diatas, rencana tindakan yang disusun berdasarkan tujuan

yang sesuai kebutuhan pasien pada Ny”N” dengan kasus preeklamsia berat pada masa

51
kehamilan yaitu, memberikan informasi hasil pemeriksaan, memonitor tekanan darah

tiap 4 jam, monitor DJJ tiap 4 jam, monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan

atau adanya kontraksi uterus, memberikan penjelaskan tentang mekanisme proses

persalinan dan tehnik untuk mengurangi rasa sakit dan melakukan kolaborasi dengan

tim medis dalam melanjutkan pemberian terapi. Rencana asuhan yang telah disusun

berdasarkan diagnosa/masalah aktual dan potensial, hal ini menunjukkan tidak ada

kesenjangan antara teori dengan tinjauan manajemen asuhan kebidanan pada penerapan

studi kasus di lahan praktek.

Berdasarkan tinjauan manajemen asuhan kebidanan bahwa melaksanakan

rencana tindakan harus efisien dan menjamin rasa aman pada klien. Implementasi dapat

dilaksanakan seluruhnya oleh bidan ataupun sebagian dilaksanakan pasien serta

kerjasama dengan tim kesehatan lainnya sesuai dengan tindakan yang telah

direncanakan (Mangkuji dkk, 2013).

Pada pelaksanaan evaluasi tanggal pada Ny”N” pada tanggal 31 Desember 2022

pukul 08.30 WIB, yaitu keadaan umum ibu baik, kesadaran komposmentis, tekanan

darah dari 110/70 mmHg, DJJ 142 x/menit, pembukaan 2 cm, his 1/10’/10” , rasa

mulas terasa sedikit, tidak ada lendir darah, ketuban utuh. Pemberian misoprostol

diForniks posterior tidak mengakibatkan his yang adekuat pada tindakan persalinan

pada Ny “N” sehingga dokter mengambil langkah untuk terminasi kehamilan dengan

Sectio Secaria.

52
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Preeklamsia berat merupakan suatu kelanjutan dari preeklamsia ringan dimana

terjadinya kenaikan tekanan darah 160/110mmHg, proteinuria 5gram atau lebih

dalam 24 jam (+3 atau +4), oliguria, nyeri epigastrium gangguan pengelihatan.

Dalam keadaan preeklamsia berat, jika tidak ditangani segera maka pasien akan

mengalami kejang/ sudah dalam tahap eklamsia. Banyak pasien yang berpotensi

dalam preeklamsia berat antara lain karena factor genetik (keturunan/ riwayat

keluarga hipertensi), kehamilan ganda, obesitas, diabitus militus. Untuk mencegah

agar preeklamsia menjadi berat atau bahkan menjadi eklamsia, perlu dipantau

dalam setiap kunjungan ulang antenatal yaitu pertambahan berat badan yang terlalu

besar setiap minggu, tekanan darah tinggi serta kadar protein dalam urine.

1. Pengumpulan data dasar pada Ny”N” dengan preeklamsia berat pada masa

kehamilan seperti tekanan darah sebelum dan setelah hamil, pembengkakan

pada kaki atau wajah sejak kapan dan pemeriksaan proteinuria.

2. Perumusan diagnosa/ masalah potensial pada Ny”A” dengan preeklamsia berat

yaitu mengantisipasi terjadinya Preeklamsia Berat bahkan Eklamsia yang bisa

terjadi pada Ibu dan mengantisipasi terjadinya gawat janin, bahkan kematian

yang bisa terjadi pada janin, namun semua masalah potensial tidak akan terjadi

apabila penanganan yang tepat dan cepat.

53
3. Telah mengidentifikasi perlunya tindakan segera dan kolaborasi pada Ny”N”

dengan preeklamsia berat dengan hasil bahwa pada kasus ini telah dilakukan

tindakan kolaborasi.

4. Telah menetapkan rencana tindakan asuhan kebidanan pada Ny”N” dengan

preeklamsia berat, dengan hasil merencanakan asuhan berdasarkan diagnosa/

masalah aktual dan masalah potensial yang dapat terjadi.

5. Telah melaksanakan tindakan asuhan yang telah direncankan pada Ny”N”

dengan preeklamsia berat dengan hasil yaitu semua tindakan yang telah

direncanakan dapat dilaksanakan seluruhnya dengan baik tanpa adanya

hambatan.

6. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan pada Ny”N” dengan

preeklamsia berat dengan hasil yaitu asuhan yang telah diberikan berhasil

dengan ditandai perubahan tekanan darah dari 170/90 mmHg menjadi 110/70

mmHg dan proteinuria +1, pembukaan 2 cm, his 1/10’/10” , rasa mulas terasa

sedikit, tidak ada lendir darah, ketuban utuh. Pemberian misoprostol diForniks

posterior tidak mengakibatkan his yang adekuat pada tindakan persalinan pada

Ny “N” sehingga dokter mengambil langkah untuk terminasi kehamilan

dengan Sectio Secaria

54
B. Saran

Berdasarkan tinjauan kasus dan pembahasan kasus peneliti memberikan

sedikit masukan atau saran yang diharapkan dapat bermanfaat.

1. Untuk klien

a. Menganjurkan kepada ibu agar mengkomsumsi makanan yang bergizi dan

diet makanan tinggi protein, tinggi lemak dan konsumsi garam jangan

dikurangi.

b. Menganjurkan agar setiap ibu hamil memeriksakan kehamilannya secara

dini dan teratur serta dapat mengenal tanda-tanda bahaya dalam

kehamilan.

c. Ibu hamil mengikuti setiap anjuran dan pendidikan kesehatan yang

diberikan.

4. Untuk bidan

a. Dalam melakuakan tugas sebagai bidan untuk memberikan tindakan perlu

diketahui rasional setiap tindakan yang diberikan kepada klien dan harus

dengan persetujuan klien.

b. Sebagai bidan dalam melakukan tindakan perlu membina hubungan yang

baik antara klien ataupun keluarga sehingga tercapai tujuan yang

diinginkan.

c. Profesi bidan harus mampu mengambil suatu keputusan klinik untuk

menghindari keterlambatan merujuk sehingga dapat mencegah kematian

ibu dan bayi.

55
5. Untuk institusi

Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan perlu kiranya penerapan

manajemen kebidanan dalam pemecahan masalah lebih ditingkatkan dan

dikembangkan, mengingat proses tersebut sangat bermanfaat dalam membina

tenaga bidan guna menciptakan tenaga kesehatan yang berpotensi dan

profesional.

56
DAFTAR PUSTAKA

Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia Menurut
WHO Tahun 2014 (http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/
123456789/50561/Chapter %20I.pdf?sequence=5 . Diakses tanggal 01 mei 2017
jam 18.00 wita) Bothamley, J.,

Boyle,M. 2013. Patofisiologi Dalam Kebidanan. Jakarta: EGC.

Bartini, Istri. 2012. ANC : Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Normal (ASKEB 1)
Dilengkapi Panduan Praktikum dan Senam Hamil. Yogyakarta. Nuha Medika

Jannah, Nurul. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan: Kehamilan. Yogyakarta. C.V
ANDI OFFSET. Kementrian Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. 2013
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
Di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: 2013.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.Profil Kesehatan Indonesia. 2015


Kusmiyati, Y. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta:

Fitramaya. 2012 Marmi, dkk. 2014. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar. Mangkuji Betty. 2013. Asuhan Kebidanan Tujuh Langkah Varney.
Jakarta. EGC.

N.R, Kun Ika. 2012. “Hubungan antara BBLR, Kelahiran Prematur dan Kematian
Janin Dengan Terjadinya Preeklamsia Ringandi RSUD Gambiran kota Kediri”.
Jurnal Ilmiah Perawatan STIKES Hang Tuah Surabaya Volume 3 Nomor 2.
Nugroho, Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurhayati, Aprina. 2013. Konsep kebidanan. Jakarta. Penerbit salemba medika.


Pudiastuti, R, D. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Hamil Normal dan Patologi.
Yogyakarta: Nuha Medika.

57

Anda mungkin juga menyukai