Anda di halaman 1dari 4

KONTRIBUSI KOPERASI DALAM MEMAJUKAN INDUSTRI UMKM

Mencermati banyaknya jumlah pelaku UMKM, bukan tidak mungkin akan berkurang dan
bahkan habis apabila pemerintah serius memberdayakan UMKM. Apabila UMKM mampu
tumbuh dan berkembang, maka dipastikan membutuhkan tenaga kerja sehingga jumlah
pengangguran akan semakin berkurang dan kesejahteraan yang harapkan semua pihak akan
tercapai. Sekalipun potensinya sangat besar, namun masalah permodalan masih menjadi kendala
utama bagi UMKM untuk tumbuh dan berkembang.
Masalah mendasar yang menyebabkan UMKM menemui kesulitan dalam pembiayaan
usaha; Pertama, masalah kolateral/jaminan. Hampir seluruh UMKM mengeluhkan sulitnya
mendapatkan pembiayaan dari perbankan karena ada ketentuan jaminan. Akibatnya, permodalan
UMKM hingga kini lebih banyak menggantungkan pada pemupukan modal sendiri (self
financing) yang sangat terbatas. Kedua, masalah bunga pinjaman di sektor UMKM masih
dirasakan sangat tinggi. Dalam kaitan dengan pembiayaan setidaknya ada dua tipe kelompok
UMKM. Kelompok pertama adalah UMKM yang bankable yang ditandai dengan (1) telah
memiliki perangkat legalitas formal yang memadai; (2) manajemen yang lebih rapi; (3) akses
pemasaran yang cukup; (4) penyajian informasi keuangan dapat diterima sesuai persyaratan bank
teknis; (5) akses informasi dan pengetahuan terhadap produk perbankan cukup luas; dan (6)
jaminan (collateral) dapat memenuhi persyaratan bank teknis. Kelompok kedua adalah UMKM
yang unbankable group, yang ditandai dengan (1) belum memiliki perangkat legalitas formal
yang memadai; (2) manajemen belum rapi; (3) akses pemasaran terbatas; (4) penyajian informasi
keuangan belum memenuhi persyaratan bank teknis; (5) akses informasi dan pengetahuan
terhadap produk perbankan terbatas. dan (6) membutuhkan peran koperasi sebagai penghubung
dan mitra dalam membangun hubungan dengan perbankan.
Keinginan pemerintah menciptakan kesejahteraan seluruh anggota masyarakat dalam
bentuk pemberdayaan ekonomi rakyat melalui perkuatan UMKM sudah diikrarkan sejak awal
masa kemerdekaan. Untuk itu telah dilakukan berbagai program pembangunan, walaupun sampai
sekarang ini masih ada sekelompok masyarakat yang tergolong miskin. Belum optimalnya
keberhasilan pembangunan ekonomi dari satu rezim ke rezim yang lain, nampaknya tidak
terlepas dari konsepsi dasar pembangunan yang belum sepenuhnya mengutamakan kepentingan
pemberdayaan ekonomi rakyat. Indikator dari kondisi tersebut antara lain terlihat dari semakin
menyurutnya peranan koperasi dalam pembangunan ekonomi, bahkan sebagian ekonom
sekarang malah mempertanyakan apakah koperasi merupakan alternatif kelembagaan untuk
memberdayakan UMKM, atau hanya merupakan salah satu solusi.
Dari adanya berbagai kekuatan koperasi dan dengan mengeliminir kelemahan yang ada
maka koperasi idealnya dapat menjadi aktor penting dalam mendukung perekonomian nasional,
yang dibangun oleh sebagian besar rakyat yang tergolong dalam kelompok UMKM. Yang perlu
mendapat perhatian adalah bagaimana memposisikan koperasi dalam sistem perekonomian
nasional. Sedangkan diketahui sekarang ini sangat banyak kendala yang menghambat
pengembangan koperasi, terutama dari aspek kebijakan makro yang dipengaruhi semangat
globalisasi. Selanjutnya, kajian mungkin harus diarahkan pada faktor yang mempengaruhi
keberhasilan koperasi terutama yang terkait dengan hubungan koperasi dan anggotanya sebagai
modal utama koperasi antara lain ; Faktor perekat. Dalam suatu koperasi faktor perekat yang
sangat mendasar adalah kesamaan (homogenitas) kepentingan ekonomi dari para anggotanya.
Dalam membahas kontribusi koperasi untuk menjadi lembaga yang dapat memajukan
pemberdayaan UMKM juga perlu dikaji hubungan antara koperasi dengan UMKM sebagai salah
satu anggotanya. Dalam hal ini salah satu aspek yang menarik untuk diperhatikan adalah “faktor
perekat dalam koperasi (antara koperasi dengan anngotanya dan antar anggota di dalam koperasi)
adalah kesamaan (homogenitas) kepentingan ekonomi. Lebih lanjut juga perlu difikirkan
bagaimana jika keberhasilan koperasi telah mampu meningkatkan perekonomian seseorang,
sehingga orang tersebut malah merasa tidak memerlukan koperasi lagi. Dalam hal ini perlu
disadari bahwa peningkatan kemampuan ekonomi seseorang dapat menyebabkan orang berubah
kepentingannya. Sehingga mungkin saja orang tersebut dapat pindah ke koperasi lain, yang dapat
memenuhi kepentingannya. Dengan kata lain faktor homogenitas kepentingan anggota
merupakan kata kunci dalam membangun faktor perekat dalam koperasi.
Secara umum para pelaku UMKM dalam memulai usahanya menggunakan modal sendiri
ataupun bersumber dari keluarga dan belum banyak yang memanfaatkan koperasi dalam upaya
memperoleh pinjaman untuk menambah modal usahanya. Terdapat banyak alasan mengapa para
pelaku UMKM masih sedikit yang memanfaatkan koperasi sebagai mitra usaha dan sebagai
sumber dalam mendapatkan tambahan modal mereka yaitu 1) masih sedikitnya jumlah koperasi
simpan pinjam yang mewadahi kelompok UMKM sehingga akses mereka sangat rendah; 2)
keengganan mereka masuk sebagai anggota koperasi karena ada kewajiban membayar simpanan
pokok dan simpanan wajib bulanan yang dianggap sebagai beban; 3). pada umumnya mereka
tidak mau membentuk koperasi karena tidak adanya kepercayaan mereka terhadap para
pengelola koperasi; 4) ketidaktahuan mereka tentang manfaat berkoperasi yang dapat membantu
kegiatan usaha mereka; 5) banyaknya koperasi yang gagal dan bangkrut karena salah kelola,
menyebabkan kepercayaan sebagian pelaku UMKM terhadap koperasi menjadi hilang; 6) masih
sedikitnya koperasi yang mampu mensejahterakan anggotanya, sehingga mampu menarik
mereka untuk bergabung dan 7) tidak adanya jaminan keamanan dari simpanan mereka di
koperasi, mempengaruhi minat mereka untuk menjadi anggota koperasi.
Melihat realitas bahwa jumlah koperasi yang mewadahi UMKM masih sangat sedikit
jumlahnya, maka perlu ada upaya pemerintah daerah melalui dinas koperasi untuk memberikan
penyuluhan kepada para pelaku UMKM tentang manfaat berkoperasi sehingga minat mereka
untuk menjadi anggota koperasi akan meningkat. Padahal, apabila didukung dan dikelola secara
baik dan professional, koperasi mampu menunjukkan daya tahan dan eksistensinya disaat krisis
ekonomi yang banyak menghancurkan perekonomian diberbagai negara. Hal ini menunjukkan
lembaga perbankan belum dapat mengakomodir kebutuhan permodalan seluruh pelaku usaha
koperasi, kecil, maupun menengah. Pebankan menilai resiko pinjaman besar jika tanpa agunan.
Hal seperti itu memberatkan dan sulit dipenuhi koperasi dan UMKM. Persyaratan yang rumit itu
yang menyebabkan banyak kegagalan dalam memperoleh permodalan.
Maju mundurnya koperasi juga ditentukan kejujuran, kreativitas, serta kemampuan
membangun networking dari anggota dan pengurus. Masalah klasik seperti kemampuan sumber
daya manusia (SDM), permodalan minim, manajemen dan pemasaran yang belum optimal, akan
terus berlarut-larut atau mungkin semakin menenggelamkan keberadaan koperasi bila tidak ada
komitmen semua pihak untuk menyelesaikan. Harus ada sinergi antar-stake-holder mulai dari
pemerintah, perbankan, koperasi, dan pihak lain untuk mengembangkan koperasi.
Kunci keberhasilan koperasi adalah kepercayaan dan kemandiran. Selain teknologi,
sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam persaingan global.
Globalisasi menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam berbagai bidang termasuk SDM.
Hanya SDM yang memiliki keterampilan tinggi yang dapat bertahan dan bersaing di era
globalisasi. Perbandingan kualitas sumber daya manusia dapat ditinjau dari tingkat kesejahteraan
hidupnya yang secara langsung dapat diukur dari tingkat pendapatan per kapita.
Pemerintah telah melakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kualitas koperasi
yaitu: (a) klasifikasi koperasi dan pencapaian koperasi berkualitas; (b) sosialisasi pembentukan
koperasi; (c) pendidikan perkoperasian; dan (d) pengembangan kerja sama koperasi pertanian se-
ASEAN.
Namun hal tersebut belum cukup untuk meningkatkan minat UMKM untuk bergabung
dengan koperasi. Perbaikan konsepsi pembinaan ternyata belum banyak mendapat perhatian dari
pemerintah dan hal ini diduga terkait dengan komitmen politik untuk memberdayakan koperasi
yang cukup kuat, sehingga pembenahan permasalahan tersebut belum mendapat respon yang
significant dari Pemerintah. Selain itu dalam gerakan koperasi juga terdapat masalah mikro yang
sangat mempengaruhi kinerja koperasi, yang sampai sekarang ini juga belum terselesaikan antara
lain; a) Anggota koperasi cenderung hanya sebagai pemilik tetapi bukan sebagai pengguna yang
diindikasikan dari rendahnya keterkaitan usaha antara anggota dan koperasi yang secara
langsung mempengaruhi rendahnya manfaat koperasi buat anggota; b) Kepentingan bisnis
koperasi lebih diutamakan (menyolok) daripada kepentingan anggotanya; c) Partisipasi anggota
sebagai pemilik dan pengguna sangat rendah; d) rasa kebersamaan diantara anggota maupun
antara anggota dengan koperasi juga hampir tidak ada; e) Kaderisasi sangat jarang dilakukan dan
jika adapun sifatnya temporary atau tidak berkesinambungan serta; f) Proses Penyuluhan,
pendidikan dan pelatihan tidak berjalan dengan baik dan berkesinambungan serta hasil-hasil
penelitian ataupun pemikiranpemikiran ilmiah tidak pernah dimanfaatkan sebagai bahan
masukan dalam pengambilan keputusan oleh para pengambil kebijaksanaan.
Kondisi seperti di atas itulah mengindikasikan bahwa masih banyak perkoperasian yang
belum berkembang seperti yang diinginkan oleh berbagai pihak. Maka dengan demikian sulit
rasanya bisa mengharapkan peranan yang besar dari koperasi dalam upaya mengembangkan
UMKM melalui penyediaan modal murah yang disediakan oleh koperasi.

Anda mungkin juga menyukai