Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KLINIK PROFESI

STASE ASUHAN KEBIDANAN PRANIKAH PRAKONSEPSI

ASUHAN KEBIDANAN PADA PRANIKAH NORMAL DI


PUSKESMAS TAPUS KAB PASAMAN TAHUN 2023

Pembimbing Akademik : Indah Putri Ramadhani, S.ST, Bd.M.Keb


Pembimbing Lahan : Hariyanti, S.Tr.Keb

Disusun oleh:
Nama : FITRANETTI
Nim : 221004615901048

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN FAKULTAS


KEBIDANAN UNIVERSITAS KESEHATAN
PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI
TAHUN 2023
LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK PROFESI


STASE PRANIKAH PRAKONSEPSI

Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan Pranikah Prakonsepsi ini Telah


Memenuhi Disetujui untuk di laksankan ke tahap Laporan Kasus Puskesmas
Tapus, Tanggal 22 Mei 2023
Menyetujui

Pembimbing Akademi Pembimbing Lahan

Hariyanti, Str.Keb
Desti Nataria, S.ST, M.Keb
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS

PRAKTEK KLINIK PROFESI


STASE ASUHAN KEBIDANAN PRANIKAH PRAKONSEPSI

Laporan Kasus Asuhan Kebidanan Pada Pranikah Normal Telah Disahkan


Untuk Didokumentasikan Dalam Bentuk Laporan Kasus
Pasaman Mei 2023

Menyetujui :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Indah Putri Ramadhani S.ST,Bd.M.Keb Hariyanti,STr.Keb


NIDN:1013058901 NIP:19730717 199301 2002

Mengetahui Diketahui
Ka.Prodi Pendidikan Profesi Bidan Koordinator Praktek Klinik
Profesi

Suci Rahmadhani S..ST.Bd.M.Keb Lady Wizia S.Keb .Bd


NIDN:1007049002 NIDN:
DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PERSETUJUAN
Daftar Isi ......................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 4
C. Tujuan .................................................................................................. 5
D. Manfaat ................................................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Calon Pengantin ................................................................................... 7
B. Pemeriksaan Kesehatan bagi Calon Pengantin..................................... 13
BAB III TINJAUAN KASUS ......................................................................... 14
BAB 1V PEMBAHASAN ............................................................................... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 61
B. Saran..................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Calon pengantin merupakan pasangan laki-laki dan perempuan yang

akan segera hidup bersama dalam mahligai rumah tangga dan membentuk

keluarga dalam ikatan pernikahan (Kemenag, 2009). Masalah pra nikah dapat

dikaitkan dengan masa prakonsepsi, karena setelah menikah akan segera

menjalani proses konsepsi. Kualitas seorang generasi penerus akan

ditentukan oleh kondisi sejak sebelum hamil dan selama kehamilan.

Kesehatan prakonsepsi menjadi sangat penting untuk diperhatikan termasuk

status gizinya, terutama dalam upaya mempersiapkan kehamilan karena akan

berkaitan erat dengan outcome kehamilan (Paratmanitya & Hadi, 2012).

Kehamilan merupakan impian bagi pasangan suami istri dengan

memiliki seorang anak, salah satu tujuan dari pernikahan telah terpenuhi.

Bagi beberapa wanita, hamil adalah hal yang sangat mudah didapatkan.

Namun, ada beberapa wanita yang harus melakukan banyak usaha untuk

dapat hamil. Pengetahuan gizi sangat diperlukan bagi pasangan suami istri

dalam mempersiapkan kehamilan terutama bagi pasangan yang akan menikah

(Nuryani, 2012).

Kehamilan yang sehat membutuhkan persiapan fisik dan mental, oleh

karena itu perencanaan kehamilan harus dilakukan sebelum masa kehamilan.

Proses kehamilan yang direncanakan dengan baik akan berdampak positif

pada kondisi janin dan adaptasi fisik, serta psikologis ibu pada kehamilan

menjadi lebih baik. Pengaturan gizi yang baik juga sangat berperan dalam
proses pembentukan sperma dan sel telur yang sehat. Status gizi yang baik

dapat mencegah masalah gizi pada saat kehamilan seperti anemia, KEK,

pencegahan infeksi dan komplikasi kehamilan ( Oktaria dan Juli , 2016).

Anemia dan KEK merupakan masalah yang sering terjadi pada

kelompok usia dewasa terutama pada wanita hamil. Berdasarkan dari data

World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, prevalensi anemia ibu

hamil di Negara berkembang meningkat dari 35% menjadi 75%. Keadaan

anemia ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit dan

jumlah eritrosit dibawah nilai normal yaitu <11 ml/dl, sedangkan KEK

(kekurangan energi kronik) keadaan kekurangan energi dalam waktu yang

panjang dan dapat menggambarkan keadaan gizi masa lampau, ditandai

dengan lingkar lengan atas ≤ 23,5 cm (Supariasa et al, 2012).

Permasalah gizi dalam proses kehamilan bukan hanya terdapat pada

wanita saja, akan tetapi status gizi laki-laki juga sangat berpengaruh pada

proses kehamilan istri. Menurut Laporan Pendahuluan yang dilakukan oleh

Ahsan, et al.(2010 ) laki- laki yang memiliki berat badan berlebih

(overwieght) mempengaruhi kejadian keterlambatan konsepsi. Berat badan

obesitas di tandai dengan IMT > 25 kg/m2. Hasil analisis bivariat dengan

odds ratio (OR) terhadap obesitas didapatkan OR sebesar 2.695 sehingga

obesitas merupakan faktor risiko terhadap kejadian keterlambatan konsepsi

(Infertilitas) pasangan suami istri pada laki-laki.

Faktor lain yang berhubungan dengan masalah gizi pra hamil adalah

rendahnya pengetahuan gizi. Rendahnya pengetahuan gizi dapat

menyebabkan rendahnya pemilihan makanan dan memiliki peran dalam


masalah gizi. Tingkat pengetahuan gizi seseorang akan menentukan mudah

tidaknya seseorang memahami manfaat kandungan gizi dari makanan yang

dikonsumsi. Pengetahuan gizi juga mempunyai peranan yang sangat penting

dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang. Pendidikan gizi suatu

kegiatan atau usaha menyampaikan pesan gizi kepada masyarakat, kelompok

atau individu dengan harapan agar bisa memperoleh pengetahuan tentang gizi

yang lebih baik sehingga dapat berpengaruh pada sikap dan prilaku

(Notoatmojo, 2010).

Salah satu upaya menanggulangi masalah gizi melalui peningkatan

pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang dengan melakukan penyuluhan

gizi. Penyuluhan gizi merupakan suatu prinsip pemasaran yang bersifat

edukatif untuk memperbaiki kesadaran gizi yang bertujuan sebagai salah satu

cara dalam peningkatan pengetahuan seseorang dalam masalah gizi pra

kehamilan. Edukasi gizi merupakan bagian dari kegiatan pendidikan

kesehatan, didefinisikan sebagai upaya terencana untuk mengubah prilaku

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam bidang kesehatan

(Chacigo, 2010).

B. Identifikasi Masalah

Masalah gizi yang terjadi sebelum kehamilan seharusnya dapat diatasi

sebelum kehamilan terjadi, yaitu melalui penyuluhan kesehatan. Penyuluhan

kesehatan mendorong seseorang memiliki kemampuan optimal yang berupa

pengetahuan, perubahan sikap, dan tindakan. Beberapa peneliti telah

menyatakan pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap,

ketrampilan. Data kondisi di dunia menunjukkan, tujuh juta wanita


mengalami kekurangan gizi akibat gangguan pola makan. Kekurangan gizi

yang dialami oleh wanita di Indonesia juga telah mengakibatkan wanita yang

berusia 20-40 tahun sebesar 17,2% nya memiliki berat badan kurang, dan

indeks massa tubuh 18,5 kg/m2. Wanita ini beresiko tinggi untuk melahirkan

berat badan lahir rendah (BBLR) dan prematur. Namun masalah gizi pra

hamil bukan hanya pada wanita saja, menurut Laporan Pendahuluan (Ahsan

et al., 2010) laki-laki yang obesitas dapat mempengaruhi kejadian infertilitas

pada laki-laki, selain obesitas keterbiasaan konsumsi alkohol pada laki-laki

juga dapat berpengaruh buruk terhadap janin yang dilahirkan.

Pendidikan kesehatan tentang masalah gizi di Indonesia dalam

beberapa program gizi belum memprioritaskan calon pengantin menjelang

pernikahan. Beberapa sasaran pendidikan kesehatan program gizi di

Indonesia banyak dituju pada balita, ibu hamil, ibu menyusui, remaja serta

pencegahan penyakit tertentu. Sedangkan pendidikan kesehatan pada

kelompok pranikah belum menjadi perhatian yang serius (Ulvie et al., 2012).

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan dari Laporan Pendahuluan ini adalah untuk memberikan

edukasi pra kehamilan pada calon pengantin di wilayah kerja Puskesmas

Tapus Kabupaten Pasaman

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik responden (Umur,Pendidikan, Pekerjaan,

pendapatan ).

b. Memberikan Asuhan Kebidan Pra Kehamilan pada calon pengantin


D. Manfaat

1. Bagi Penulis

Laporan Pendahuluan ini diharapkan dapat memperkaya pengalaman

dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan tentang pengaruh

penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan pra kehamilan pada calon

pengantin di Wilayah Kerja Puskesmas Tapus Kabupaten Pasaman

2. Bagi fakultas

Laporan Pendahuluan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan

dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai masalah gizi pra

kehamilan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Calon Pengantin (Capeng)

1. Pengertian Calon Pengantin

Menurut Kemenkes RI (2018) calon pengantin adalah pasangan yang

akan melangsungkan pernikahan. Calon pengantin dapat dikatakan sebagai

pasangan yang belum mempunyai ikatan, baik secara hukum Agama

ataupun Negara dan pasangan tersebut berproses menuju pernikahan serta

proses memenuhi persyaratan dalam melengkapi data- data yang

diperlukan untuk pernikahan (Depag surabaya, 2010). CATIN atau Calon

Pengantin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan istilah yang

digunakan pada wanita usia subur yang mempunyai kondisi sehat sebelum

hamil agar dapat melahirkan bayi yang normal dan sehat serta Calon

Pengantin laki-laki yang akan diperkenalkan dengan permasalahan

kesehatan reproduksi dirinya serta pasangan yang akan dinikahinya

(KBBI, 2019).

Calon Pengantin adalah terdiri dari dua kata yaitu calon dan

pengantin, yang memiliki arti sebagai berikut, “Calon adalah orang yang

akan menjadi pengantin”. Sedangkan “Pengantin adalah orang yang

sedang melangsungkan pernikahannya”. Jadi calon pengantin adalah

seorang laki-laki dan seorang perempuan yang ingin atau berkehendak

untuk melaksanakan pernikahan. Dengan kata lain calon pengantin ini

adalah peserta yang akan mengikuti bimbingan pranikah yang diadakan

oleh Kantor Urusan Agama sebelum calon pengantin ini akan


melangsungkan akad nikah (Mia fatmawati, 2016).

2. Penyakit yang perlu diwaspadai oleh capeng

Menurut Kemenkes RI (2018), Fisik dan mental yang sehat

merupakan pondasi awal keluarga dalam mewujudkan generasi yang

berkualitas, oleh karena itu pasangan calon pengantin harus terbebaskan

dari penyakit yang dapatmempengaruhi kesehatan janin dan tumbuh

kembang anak. Terdapat beberapa penyakit yang perlu diwaspadai pada

masa sebelum dan selama kehamilan, antara lain :

a. HIV-AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan Virus yang

menyerang dan melemahkan sistem pertahanan tubuh untuk melawan

infeksi sehingga tubuh mudah tertular penyakit (Kemenkes RI, 2013).

Pencegahan dan penanganan Infeksi Menular Seksual dan HIV/AIDS

bagi calon pengantin sangat penting, baik bagi calon pengantin

perempuan maupun laki-laki, mengingat calon pengantin merupakan

salah satu populasi rentan terhadap penularan penyakit tersebut.

Perilaku calon pengantin yang berisiko tinggi terhadap Infeksi Menular

Seksual dan HIV/AIDS antara lain penyalahgunaan narkoba,

penggunaan jarum suntik bersama, seks tidak aman, tato dan tindik

(Kemenkes RI, 2017) .

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab

AIDS. Virus ini termasuk RNA virus genus Lentivirus golongan

Retrovirus family Retroviridae. Spesies HIV-1 dan HIV-2 merupakan

penyebab infeksi HIV pada manusia (Soedarto, 2009). AIDS adalah


singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome, sebenarnya

bukan suatu penyakit tetapi merupakan kumpulan gejala-gejala

penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai macam

mikroorganisme serta keganasan lain akibat menurunnya daya

tahan/kekebalan tubuh penderita (Irianto, 2013).

b. Infeksi Menular Seksual (IMS)

Menurut Kemenkes RI (2013) Infeksi menular Seksual (IMS)

adalah berbagai infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang

yang lain melalui kontak seksual. Semua teknik hubungan seksual baik

lewat vagina, dubur atau mulut baik berlawanan jenis kelamin maupun

dengan sesama jenis kelamin bisa menjadi sarana penularan penyakit

kelamin. Kelompok umur yang memiliki risiko paling tinggi untuk

tertular Infeksi Menular Seksual adalah kelompok remaja sampai

dewasa muda sekitar usia (15-24 tahun). Penyakit yang tergolong

infeksi menular seksual adalah sebagai berikut :

1) IMS yang disebabkan bakteri, yaitu: Gonore, infeksi genital non

spesifik, Sifilis, Ulkus Mole, Limfomagranuloma

Venerum,Vaginosis bakterial

2) IMS yang disebabkan virus, yaitu: Herpes genetalis, Kondiloma

Akuminata, Infeksi HIV, dan AIDS, Hepatitis B, Moluskus

Kontagiosum.

3) IMS yang disebabkan jamur, yaitu: Kandidiosis genitalis

4) IMS yang disebabkan protozoa dan ektoparasit, yaitu:

Trikomoniasis, Pedikulosis Pubis, Skabies (Kemenkes RI, 2013).


c. Hepatitis B

Hepatitis B merupakan penyakit hati yang disebabkan oleh Virus

DeoxyriboNucleic Acid anggota family Hepadnavirus dari Genus

Orthohepadnavirus yang berdiameter 40-42 nm (Hardjoeno, 2007).

Virus tersebut penyebab terjadinya radang hati akut atau kronis bila

berlanju menjadi sirosis hati atau kanker hati (Mustofa & Kurniawaty,

2013).

Menurut Kemenkes RI (2013), faktor penyebab terjadinya

penyakit Hepatitis B adalah kontak lensi atau sekret dengan penderita

hepatitis B, tranfusi darah dan belum mendapat vaksinasi Hepatitis B.

Jalur penularan infeksi virus hepatitis B di Indonesia terbanyak adalah

secara parenteral yaitu secara vertikal (tranmisi) maternal-neonatal atau

melalui hubungan seksual, iatrogenik dan penggunaan jarum suntik

bersama (Juffrie et al, 2010). Penanda seseorang teridentifikasi

terinfeksi Hepatitis B adalah melalui saliva, air mata, cairan seminal,

serebrospinal, asites dan air susu ibu (Thedja, 2012).

d. Malaria

Menurut Saputra (2011) malaria adalah penyakit yang disebabkan

oleh Plasmodium yang sering ditemukan di kawasan Tropika yang

apabila penyakit ini diabaikan dapat menjadi serius yaitu berdampak

kematian. Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun

kronik yang disebabkan oleh Protozoa Genus Plasmodium dengan

gejala demam, Anemia dan Splenomegali (Kemenkes RI, 2013).


Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

dampak dari penyakit tersebut adalah kematian terutama pada

kelompok resiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil dan pada umur

dewasa dan secara tidak langsung malaria dapat menyebabkan Anemia

dan menurunkan produktivitas kerja (Harijanto, 2010).

Rahayu (2010) mengemukakan bahwa Agent penyebab penyakit

malaria adalah Plasmodium bergenus Plasmodia, Family Plasmodiidae

dari Ordo Coccidiidae. Cara penularannya yaitu dari gigitan nyamuk

Anopheles yang sedang menyedot darah dan mengeluarkan cairan

berupa Plasmodium kedalam darah manusia dan terinfeksi lalu menjadi

sakit. Secara tidak alamiah penularan penyakit malaria ada 3 yaitu

malaria bawaan terjadi pada bayi yang baru lahir akibat dari ibu yang

menderita malaria hal tersebut terjadi melalui tali pusat atau Plasenta.

Secara mekanik terjadi melalui transfusi darah menggunakan jarum

suntik.

e. Penyakit Genetik (Penyakit Keturunan)

Calon Pengantin perlu mengetahui tentang penyakit genetik karena :

1) Penyakit genetik disebabkan oleh kelainan gen yang diturunkan

saat terjadinya pembuahan sperma terhadap ovum. Penyakit

genetik (Talasemia dan Hemofilia) dapa dilhat dengan riwayat

keluarga calon pengantin.

2) Bila salah satu calon pengantin menderita penyakit genetik maka

memungkin anak yang dilahirkan berpotensi menderita kelainan

tersebut. Konseling sebelum pernikahan diperlukan apabila salah


satu dari calon pengantin atau garis keturunannya menderita

penyakit tersebut.

3) Penyakit genetik yang dapat mempengaruhi kehamilan dan

kesehatan janin (Talasemia dan Hemofilia) (Tjokroprawi, 2015).

B. Pemeriksaan Kesehatan Bagi Calon Pengantin (CAPENG)

Pemeriksaan kesehatan Pranikah (Premarital Check Up) merupakan

pemeriksaan untuk memastikan status kesehatan dari kedua calon mempelai

laki-laki dan perempuan yang hendak menikah. Hal ini diperuntukan untuk

mendeteksi dini adanya penyakit menular, menahun dan kesuburan maupun

kesehatan jiwa seseorang. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk melakukan

tindakan terhadap permasalahan kesehatan terkait kesuburan dan penyakit

yang diturunkan secara genetik (laporan klinik prodia, 2012). Calon

pengantin perlu mendapatkan pemeriksaan kesehatan untuk menentukan

status keehatan agar dapat merencanakan dan mempersiapkan kehamilan

yang sehat dan aman. Pemeriksaan kesehatan yang diperlukan oleh calon

pengantin berpedoman pada buku saku calon pengantin KemenKes RI,

(2018) yaitu meliputi :

1. Pemeriksaan Fisik

Menurut Surussin dan Moh. Muhsin (2014) pertumbuhan jasmani

dalam fase kehidupan manusia akan mengalami perkembangan yang

sangat signifikan ketika memasuki usia remaja, karena pada usia remaja

sudah mulai tumbuh dan berfungsi organ reproduksinya. Pertumbuhan

fisik akan semakin kuat saat mengakhiri usia remaja, demikian pula

dengan fungsi organ reproduksi akan berjalan dengan baik saat berakhir
usia remaja dan semakin matang ketika memasuki fase dewasa. Menurut

ilmu kesehatan, fase terbaik untuk melahirkan adalah usia 20-30 tahun.

Pemeriksaan fisik termasuk status gizi yang diperlukan oleh catin antara

lain adalah :

a. Pemeriksaan fisik, dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi

status kesehatan melalui pengukuran dan pemeriksaan (denyut nadi,

frekuensi nafas, suhu tubuh dan seluruh tubuh).

b. Pemeriksaan status gizi, dilakukan untuk mengetahui dan

mengidentifikasi status gizi dan deteksi awal anemia, melalui

pengukuran atau pemeriksaan (berat badan, tinggi badan, LILA dan

tanda-tanda anemia)(BKKBN, 2006).

2. Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)

Menurut Kemenkes RI (2018), menyatakan bahwa Pemeriksaan

penunjang(laboratorium) yang diperlukan oleh catin terdiri dari :

a. Pemeriksaan darah meliputi (Hemoglobin (HB) dan golongan darah).

b. Dalam kondisi tertentu/atas saran dokter dapat dilakukan pemeriksaan

laboratorium yaitu sebagai berikut (Gula darah, HIV, IMS (Sifilis),

Hepatitis, TORCH, Malaria (daerah endemis), Talasemia dan

pemeriksaan lain sesuai indikasi).

c. Penyakit genetik, misalnya : Talasemia, buta warna, Hemofilia dan

lain-lain.

d. Penyakit tertentu yang diturunkan, misalnya kecenderungan Diabetes

Mellitus (kencing manis), Hipertensi (tekanan darah tinggi), kelainan

jantung, dan sebagainya.


e. Penyakit infeksi misalnya, Penyakit Menular Seksual (PMS), Hepatitis

B dan HIV/AIDS.

f. Vaksinasi, Hal ini dilakukan untuk kekebalan terhadap virus Rubella.

Infeksi Rubella pada kehamilan dapat menimbulkan kelainan pada janin

seperti kepala kecil, tuli, kelainan jantung dan bahkan kematian. Perlu

pula pemeriksaan virus Herpes karena dapat menyebabkan cacat janin

dan kelahiran prematur (Kemenkes RI, 2013).

Pemeriksaan kesehatan pranikah disesuaikan dengan gejala tertentu yang

dialami calon pasangan secara jujur, berani dan objektif (Hamdani, 2012).

Adapun pemeriksaan tersebut sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Hemoglobin

Menurut Kemenkes RI (2013) anemia adalah kondisi

kekurangan sel darah merah atau hemoglobin antara Kadar HB <1d/gl

atau <10,5 g/dl. Pemeriksaan hemoglobin yaitu pemeriksaan molekul

protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media

transportasi oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru- paru. Calon

pengantin biasanya juga diminta untuk melakukan pemeriksaan darah

Anti Cardiolipin Antibody (ACA). Penyakit yang berkaitan dengan hal

itu bisa mengakibatkan aliran darah mengental sehingga darah si ibu

sulit mengirimkan makanan kepada janin yang berada di dalam

rahimnya. Selain itu jika salah satu calon pengantin memiliki catatan

Down Syndrome karena kromosom dalam keluarganya, maka perlu

dilakukan pemeriksaan lebih intensif lagi. Sebab riwayat itu bisa


mengakibatkan bayi lahir idiot (Hamdani, 2012).

b. Pemeriksaan Gula Darah

Menurut Mia Fatmawati (2016), Pemeriksaan ini bermanfaat

untuk mengatahui adanya penyakit kencing manis (Diabetes Melitus)

dan juga penyakit penyakit metabolik tertentu. Ibu hamil yang

menderita Diabetes tidak terkontrol dapat mengalami beberapa

masalah seperti : janin yang tidak sempurna/cacat, Hipertensi,

Hydramnions (meningkatnya cairan ketuban), meningkatkan resiko

kelahiran prematur, serta Macrosomia (bayi menerima kadar glukosa

yang tinggi dari Ibu saat kehamilan sehingga janin tumbuh sangat

besar). Pemantauan hasil dapat dilakukan dengan menggunakan

pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Pemeriksaan glukosa plasma puasa >126 mg/dl. Puasa adalah

kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

1) Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah es

toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban 75 gram.

2) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan

klasik atau pemeriksaan HbA1c >6,5% dengan menggunakan

metode High-Performance Liquid Chromatograhy (HPLC) yang

terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization

Program (NGSP) (Perkeni, 2015).

c. Pemeriksaan HbsAG (Hepatitis B Surface Antigen)

Hepatitis B merupakan infeksi menular serius yang terjadi pada

hati disebabkan oleh virus hepatitis B. Hepatitis B bisa menjadi kronis


setelah beberapa bulan seja terinfeksi pertama kali (Kemenkes RI,

2013). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

infeksi virus hepatitis B, diagnosis hepatitis B, screening pravaksinasi

dan memantau Clearence Virus. Selain itu pemeriksaan ini juga

bermanfaat jika ditemukan salah satu pasangan menderita Hepatitis

B maka dapat diambil langkah antisipasi dan pengobatan secepatnya

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2014).

HBsAg (Hepatitis B surface antigen) merupakan suatu protein

antigen dimana antigen tersebut dapat menjadi indikator awal dari

hepatitis B akut dan sering kali (digunakan untuk) mengidentifikasi

orang-orang yang terinfeksi sebelum gejala- gejala muncul. HBsAg

dapat dideteksi pada cairan tubuh yang terinfeksi dan menghilang dari

darah selama masa pemulihan. Pada beberapa orang (khususnya

mereka yang terinfeksi adalah anak- anak atau mereka yang memiliki

sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti pada penderita AIDS),

infeksi kronis dengan VHB dapat terjadi dan HBsAg tetap positif (Sri

W. dkk, 2008).

d. Pemeriksaan VDLR (Venereal Disease Research Laboratory)

Pemeriksaan ini merupakan jenis pemeriksaan yang bertujuan

untuk mendeteksi kemungkinan ada atau tidaknya infeksi penyakit

Herpes, Klamidia, Gonorea, Hepatitis dan Sifilis pada calon pasangan,

sehingga bisa dengan segera menentukan terapi yang lebih tepat jika

dinyatakan terjangkit penyakit tersebut. Selain itu pemeriksaan ini

juga berguna untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit yang bisa
mempengaruhi kesehatan ibu hamil maupun janinnya (Mia Fatmawati,

2016). Untuk menegaskan diagnosa perlu dilakukan tes yang bersifat

lebih spesifik yaitu dengan tes TPHA (Treponema Pallidum Haem

Glutination) (Wagiyo, 2016).

e. Pemeriksaan TORCH

TORCH adalah singkatan dari Toksoplasma, Rubella,

Cytomegalovirus, dan Herpes Simpleks. Keempat penyakit tersebut

merupakan infeksi yang bisa menular dari ibu hamil terhadap janin

yang dikandungnya. Jika seorang ibu hamil menularkan infeksi

tersebut ke janinnya, maka hal fatal bahkan risiko cacat lahir bisa

terjadi pada kesehatan janin (Emma Kasyi, 2018).

3. Skrining dan Imunisasi Tetanus

Sejak tahun 1986 sudah ditetapkan oleh pemerintah tentang aturan

resmi untuk Imunisasi Tetanus Toxsoid (TT) (Ekastyapoo, 2010).

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia No. 2 tahun 1989

tentang Imunisasi Tetanus Toxsoid calon pengantin ditekankan untuk di

seluruh Indonesia melaksanakan, memantau serta melaporkan secara

berkala hasil dari pelaksanaan bimbingan dan pelayanan Imunisasi

Tetanus Toxsoid calon pengantin sesuai dengan pedoman pelaksanaan.

Peraturan tersebut masih berjalan sampai sekarang yaitu merupakan

kewajiban untuk calon pengantin melaksanakan Imunisasi Tetanus

Toxsoid dan menunjukkan surat/kartu bukti imunisasi TT1 sebagai

administrasi pernikahan yang bisa dilakukan di pelayanan kesehatan

terdekat Puskesmas atau Rumah sakit (Lestari, 2017).


Calon pengantin wanita harus melakukan imunisasi Tenanus

Toxoid untuk mencegah dan melindungi diri terhadap penyakit tetanus,

sehingga akan memiliki kekebalan seumur hidup untuk melindungi ibu

dan bayi terhadap penyakit tetanus. Setiap perempuan usia subur (15-49

tahun) diharapkan sudah mendapatkan 5 kali Imunisasi Tetanus Toxsoid

lengkap, jika status Imunisasi Tetanus Toxsoid belum lengkap, maka

calon pengantin perempuan harus melengkapi status Imunisasi Tetanus

Toxsoid di Puskesmas (Kemenkes RI, 2018).

Tabel 2.1
Status Imunisasi Tetanus Toxsoid Pada Calon Pengantin

Pemberian Interval (Selang Waktu Tahapan Masa Perlindungan


Imunisasi Pemberian Minimal)

TT 1 Langkah awal pembentukkan


kekebalan tubuh terhadap penyakit
tetanus.
TT 2 4 minggu setelah TT 1 3 tahun

TT 3 6 bulan setelah TT 2 5 tahun

TT 4 1 tahun setelah TT 3 10 tahun

TT 5 1 tahun setelah TT 4 >25 tahun

Sumber : Permenkes Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan

Imunisasi

Puskesmas (pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan penunjang

(laboratorium), status dan pemberian Imunisasi Tetanus Toxsoid).

a. Rumah sakit (pemeriksaan laboratorium dengan kondisi

tertentu atas rujukan dari Puskesmas) (Mulyorejo, 2018).

b. Rumah sakit (pemeriksaan laboratorium dengan kondisi


tertentu atas rujukan dari Puskesmas) (Mulyorejo, 2018).

4. Konseling Pranikah Calon Pengantin

Pranikah adalah masa sebelum adanya perjanjian antara laki-laki

dan perempuan, tujuannya untuk bersuami istri dengan resmi

berdasarkan undang- undang perkawinan agama maupun pemerintah.

Dari pengertian ini, maka yang dimaksud dengan konseling pranikah

ialah proses pemberian bantuan terhadap calon pengantin, sebelum

melangsungkan kehidupan berumah tangga dan memberikan petunjuk

untuk dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat

(Thohari 2002).

Konseling pranikah adalah nasehat yang diberikan kepada

pasangan sebelum menikah, menyangkut masalah medis, psikologis,

seksual dan sosial.

Jadi, Konseling Pranikah dimaksudkan untuk membantu pasangan

calon pengantin untuk menganalisis kemungkinan masalah dan tentangan

yang akan muncul dalam rumah tangga mereka dan membekali mereka

kecakapan untuk memecahkan masalah (Munira, 2006).

Kelas calon pengantin (catin) merupakan salah satu usaha dan

kepedulian pemerintah untuk membantu kesiapan calon pengantin dalam

menjalankan kehidupan rumah tangga. Adanya program konseling

pranikah adalah suatu proses pemberian bantuan oleh seseorang yang

profesional terhadap pasangan calon suami istri sebelum melaksanakan

perkawinan dan memberikan bekal serta petunjuk sehingga dapat

membentuk kehidupan rumah tangga yang bahagia dunia akhirat


(Amalia R, 2018).

Beberapa kegiatan dalam konseling pranikah yang diberikan oleh

petugas ke catin yang membahas tentang kesehatan reproduksi yang

meliputi masa kehamilan, masa subur, proses kehamilan, tanda-tanda

kehamilan, kehamilan yang ideal dan beresiko, tanda bahaya kehamil,

tanda-tanda perubahan emosional pada ibu bayi, program perencanaan

persalinan dan komplikasi (P4K) dan pilihan metode kontrasepsi bagi

pasangan baru yang ingin menunda kehamilan (Kemenkes RI, 2018).

Metode yang digunakan petugas dalam memberikan konseling

pranikah adalah menggunakan metode ceramah, tanya jawab, leaflet dan

media slide show untuk meningkatkan pengetahuan calon pengantin.

Metode tersebut dianggap ampuh dalam meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat, namun perlunya kaloborasi antara lintas program/pemegang

program calon pengantin dengan petugas gizi dan psikolog terkait

dengan materi penyuluhan guna peningkatan pengetahuan gizi dan

perubahan emosional kelak pada ibu hamil baru atau pada masa

trisemester awal (Amalia R, 2018).

a) Alur Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi Calon Pengantin Menurut

Kemenkes RI (2011), dalam Buku Saku Penyuluhan Pernikahan

kesehatan reproduksi calon pengantin menyatakan bahwa alur


b) Pelaksanaan pelayanan kesehatan dan KIE kesehtan reproduksi

bagi Calon Pengantin adalah sebagai berikut :

1) Calon Pengantin mengisi formulir persyaratan nikah

(model N1 sampai N4, dan formulir lainnya yang

diperlukan) dari kelurahan/desa tempat tinggal Calon

Pengantin.

2) Calon Pengantin datang ke Kantor Urusan Agama atau

Lembaga Agama lainnya untuk mengurus pernikahnnya.

3) Calon Pengantin membawa surat pengantar dari Kantor

Urusan Agama ke Puskesmas untuk mendapatkan surat

keterangan kesehatan termasuk status imunisasi tetanus.

4) Di fasilitas pelayanan kesehatan petugas memberikan

pelayanan kesehatan, meliputi anamnesis, pemeriksaan

fisk, skrining dan pelayanan Imunisasi Tetanus Toxsoid

(TT), pemeriksaan laboratorium dan rujukan bila

diperlukan.

5) Calon Pengantin kembali ke Kantor Urusan Agama atau

lembaga lainnya dengan membawa surat keterangan

kesehatan termasuk status Imunisasi Tetanus Toxsoid

(TT).

6) Setelah calon pengantin melakukan pernikahan, KUA

akan mencatatkan pernikahan pasangan pengantin yang


telah menyerahkan formulir model N1 sampai dengan N4,

surat keterangan kesehatan dan status Imunisasi Tetanus

Toxsoid (TT), Untuk calon pengantin diluar Agama

Islam, pencatatan pernikahan di Kantor Catatan Sipil

(Kemenkes RI, 2018).

c) Pelaksanaan pelayanan kesehatan dan KIE kesehtan reproduksi

bagi Calon Pengantin adalah sebagai berikut :

1) Calon Pengantin mengisi formulir persyaratan nikah

(model N1 sampai N4, dan formulir lainnya yang

diperlukan) dari kelurahan/desa tempat tinggal Calon

Pengantin.

2) Calon Pengantin datang ke Kantor Urusan Agama atau

Lembaga Agama lainnya untuk mengurus pernikahnnya.

3) Calon Pengantin membawa surat pengantar dari Kantor

Urusan Agama ke Puskesmas untuk mendapatkan surat

keterangan kesehatan termasuk status imunisasi tetanus.

4) Di fasilitas pelayanan kesehatan petugas memberikan

pelayanan kesehatan, meliputi anamnesis, pemeriksaan

fisk, skrining dan pelayanan Imunisasi Tetanus Toxsoid

(TT), pemeriksaan laboratorium dan rujukan bila

diperlukan.

5) Calon Pengantin kembali ke Kantor Urusan Agama atau

lembaga lainnya dengan membawa surat keterangan

kesehatan termasuk status Imunisasi Tetanus Toxsoid


(TT).

6) Setelah calon pengantin melakukan pernikahan, KUA

akan mencatatkan pernikahan pasangan pengantin yang

telah menyerahkan formulir model N1 sampai dengan N4,

surat keterangan kesehatan dan status Imunisasi Tetanus

Toxsoid (TT), Untuk calon pengantin diluar Agama Islam,

pencatatan pernikahan di Kantor Catatan Sipil (Kemenkes

RI, 2018).

5. Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik,

mental dan sosial secaara utuh, tidak semata-mata bebas dari

penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan

proses reproduksi. Calon pengantin perlu mengetahui dan menjaga

kesehatan reproduksi adalah sebagai berikut :

1) Calon pengantin perlu mengetahui informasi kesehatan

reproduksi untuk menjalankan proes, fungsi dan perilaku yang

sehat dan aman.

2) Calon pengantin perempuan akan mejadi calon ibu yang harus

mempersiapkan kehamilanya agar dapat melahirkan anak yang

sehat dan berkualitas.

3) Calon pengantin laki-laki akan menjadi calon ayah yang harus

memiliki kesehatan yang baik dan berpartisipasi dalam

perencanaan keluarga, seperti menggunakan alat kontrasepsi serta

mendukung kehamilan dan persalinan yang aman.


4) Laki-laki dan perempuan mempunyai resiko masalah kesehatan

reproduksi terhadap penularan penyakit. Perempuan lebih rentan

terhadap masalah kesehatan reproduksi yang terjadi pada saat

berhubungan seksual, hamil, melahirkan, nifas, keguguran dan

pemakaian alat kontrasepsi. Karena struktur alat reproduksinya

lebih rentan secara sosial maupun fisik terhadap penularan Infeksi

Menular Seksual (IMS) termasuk HIV.

5) Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang

sama untuk menjaga kesehatan reproduksi (Evrianasari, 2017).

a. Kesetaraan Gender Dan Kesehatan Reproduksi

Gender adalah pembagian peran kedudukan dan tugas

antara laki- laki dan perempuan yag ditetapkan oleh

masyarakat berdasarkan sifat laki-laki dan perempuan yang

diangap panas sesuai dengan norma- norma dan adat istiadat

(Kemenkes RI, 2011). Kesetaraan gender adalah suatu keadaan

setara dimana antara laki-laki dan perempuan dalam hak

(hukum) dankondisi (kualitas hidup) adalah sama, laki-laki

dan perempuan bebas mengembangkan kemampuan personal

mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh

stereotip, peran gender yang kaku. Penerapan kesetaraan

gender dalam pernikahan adalah :

1. Pernikahan yang ideal dapat terjadi ketika perempuan dan


laki-laki dapat saling menghormati dan menghargai satu

sama lain misalnya

a) Dalam mengambil keputusan dalam rumah tangga

dilakukan secara bersamaan dan tidak memaksakan ego

masing-masing.

b) Suami istri saling membantu dalam pekerjaan rumah

tangga, pengasuhan dan pendidikan anak.

c) Kehamilan merupakan tanggung jawab bersama laki-

laki dan perempuan.

d) Laki-laki mendukung terlaksananya pemberian ASI

ekslusif (Kemenkes RI, 2018).

2. Pernikahan yang bahagia harus terbebas dari hal-hal

dibawah ini :

a) Kekerasan secara fisik (memukul, menampar,

menjambak rambut, menyudut dengan rokok, melukai

dan lain-lain).

b) Kekerasan secara psikis (selingkuh, menghina,

komentar yang merendahkan, membentak, mengancam

dan lain-lain).

c) Kekerasan seksual.

d) Penelantaran rumah tangga (Kemenkes RI, 2018).

b. Hak Dan Kesehatan Reproduksi

Hak reproduksi adalah hak asasi manusia yang


dimiiki oleh setiap laki-laki dan perempuan yang berkaitan

dengan kehidupan reproduksinya. Hak ini menjadi jaminan

calon pengantin untuk memutuskan secara bebas dan

bertanggung jawab mengenai jumlah, jarak dan waktu

memiliki anak sera untuk memperoleh informasi kesehatan

reproduksi (Makruf, 2011). Informasi yang perlu diketahui

oleh calon pengantin dalam kesehatan reproduksi antara

lain adalah :

1) Kesehatan reproduksi, permasalahan dan cara

mengatasinya.

2) Agar calon pengantin terlindungi dari Penyakit Infeksi

Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS dan Infeksi Saluran

Reproduksi (ISR), memahami cara penularannya, upaya

pencegahan dan pengobatan.

3) Pelayanan Keluarga Berencana (KB) yaitu agar aman,

efektif, terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan

pilihan dan tanpa paksaan serta mengetahui dan

memahami efek samping dan komplikasi dari masing-

masing alat dan obat kontrasepsi.

4) Bagi calon pengantin berhak mendapatkan pelayanan

kesehatan reproduksi yang dibutuhkan agar sehat dan

selamat dalam menjalani kehamilan, persalinan, nifas

serta memperoleh bayi yang sehat.


5) Hubungan suami istri harus didasari rasa cinta dan kasih

sayang, saling meghargai dan menghormati, dilakukan

tanpa paksaan, ancaman dan kekerasan (Lestari, 2017).

c. Cara Merawat Organ Reproduksi

Menurut Kemenkes RI (2018) Untuk menjaga

kesehatan fungsi organ reproduksi perlu dilakukan

perawatan baik pada laki- laki dan perempuan, antara lain

adalah :

1) Pakaian dalam ganti minimal 2 x sehari.

2) Menggunakan pakaian dalam yang menyerap keringat

dan cairan.

3) Bersihkan organ kelamin sampai bersih dan kering.

4) Menggunakan celana tidak ketat.

5) Membersihkan organ kelamin setelah buang air kecil dan

buang air besar.

Calon pengantin perlu mengetahui tanda-tanda

kehamilan agar mempunyai pemahaman dan kepedulian

bila kelak hamil, mempersiapkan diri untuk hamil dan

bersalin secara sehat dan aman. Kehamilan adalah masa

dimana seorang perempuan memiliki janin yang seang

tumbuh didalam tubuhnya. Setiap kehamilan harus

direncanakan, diinginkan dan dijaga perkembangannya


dengan baik. Masa subur dapat dihitung dengan cara

menghitung ovulasi/masa subur pada wanita. Puncak

masa subur adalah 13 hari setelah haid hari pertama dan

masa subur terjadi kurang lebih dari tiga hari sebelum

dan sesudah menuju puncak masa subur tersebut. Tanda-

tanda pada masa subur adalah terjadi perubahan pada

lendir serviks, adanya dorongan seksual meningkat,

temperatur tubuh meningkat dan payudara lebih lunak

(Ponda F., 2018).

6. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah pencegaha terbuahinya sel telur

oleh sel sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya

sel telur yang telah dibuahi ke dinding rahim (Taufan

Nugroho dkk, 2014)

Keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur

kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur

kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan

sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga

yang berkualitas (BKKBN, 2015).

Pasangan usia subur berkisar antara usia 20-45 tahun

dimana pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup

matang dalam segala hal terlebih organ reproduksinya

sudah berfungsi dengan baik. Ini dibedakan dengan

perempuan usia subur yang berstatus janda atau cerai. Pada


masa ini pasangan usia subur harus dapat menjaga dan

memanfaatkan reprduksinya yaitu menekan angka

kelahiran dengan metode keluarga berencana sehingga

jumlah dan interval kehamilan dapat diperhitungkan untuk

meningkatkan kualitas reproduksi dan kualitas generasi

yang akan datang (Manuaba.2015).

a. Macam-macam kontrasepsi Menurut (Atikah proverawati,

2010) Kontrasepsi Sederhana :

1) Kondom Kondom merupakan selubung/sarung karet

tipis yang dipasang pada penis sebagai tempat

penampungan sperma yang dikeluarkan pria pada

saat senggama sehingga tidak tercurah pada vagina.

Cara kerja kondom yaitu mencegah pertemuan ovum

dan sperma atau mencegah spermatozoa mencapai

saluran genital wanita. Sekarang sudah ada jenis

kondom untuk wanita, angka kegagalan dari

penggunaan kondom ini 5-21%.

2) Coitus Interuptus Coitus interuptus atau senggama

terputus adalah menghentikan senggama dengan

mencabut penis dari vagina pada saat suami

menjelang ejakulasi. Kelebihan dari


cara ini adalah tidak memerlukan alat/obat sehingga relatif sehat

untuk digunakan wanita dibandingkan dengan metode kontrasepsi

lain, risiko kegagalan dari metode ini cukup tinggi.

3) KB Alami KB alami berdasarkan pada siklus masa subur dan tidak

masa subur, dasar utamanya yaitu saat terjadinya ovulasi. Untuk

menentukan saat ovulasi ada 3 cara, yaitu : metode kalender, suhu

basal, dan metode lendir serviks.

4) Diafragma Diafragma merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

mencegah sperma mencapai serviks sehingga sperma tidak

memperoleh akses ke saluran alat reproduksi bagian atas (uterus dan

tuba fallopi). Angka kegagalan diafragma 4- 8% kehamilan.

5) Spermicida Spermicida adalah suatu zat atau bahan kimia yang dapat

mematikan dan menghentikan gerak atau melumpuhkan spermatozoa

di dalam vagina, sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Spermicida

dapat berbentuk tablet vagina, krim dan jelly, aerosol (busa/foam),

atau tisu KB. Cukup efektif apabila dipakai dengan kontrasepsi lain

seperti kondom dan diafragma.


C. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan

Berdasarkan Kepmenkes No 938/Menkes/SK/VIII/2007, standar asuhan kebidanan meliputi 7

langkah, antara lain :

1. Langkah I (pertama) Pengkajian Data

Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang

diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu: Riwayat kesehatan,

pemeriksaan fisik pada kesehatan, Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya, dan Meninjau

data laboratorium dan membandingkan dengan hasil studi. Pada langkah pertama ini dikumpulakan

semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan

mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengalami komplikasi yang perlu

dikonsultasikan kepada dokter dalam manajemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi.

2. Langkah II (kedua): Interpretasi Data Dasar

Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan

kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data

dasar yang sudah dikumpulkan di interpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang

spesifik. Masalah sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang di identifikasikan oleh bidan.

Masalah ini sering menyertai diagnosa.

3. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasikan diagnosa atau masalah Potensial

Pada langkah ini, diagnosis atau masalah diidentifikasi berdasarkan intervensi yang benar

pada data yang dikumpulkan. Data dasar yang dikumpulkan diinterpretasikan untuk

merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Masalah biasanya berkaitan dengan

pengalaman ibu yang diidentifikasi oleh bidan setelah hasil pemeriksaan. Masalah juga sering

menyertai diagnosis (Patimah, dkk, 2016).

4. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan

Penanganan segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau untuk

dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai kondisi

klien. Langkah keempat mencerminkan kesinambunagan dari proses manajemen kebidanan. Jadi

manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga

selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan

dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus

bertindak segera. Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang memerlukan

tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter.

5. Langkah V(kelima) : Merencanakan Asuhan yang menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuahan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah

sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang

telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/ data dasar yang tidak lengkap

dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah

teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka

pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya

apakah diberikan penyuluhan, konseling, dan apakah merujuk klien bila ada masalah-masalah yg

berkaitan dengan sosial ekonomi, kultur atau masalah psikologis. Semua keputusan yg

dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar- benar valid berdasarkan

pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan atau tidak

akan dilakukan oleh klien.

6. Langkah VI(keenam) : Melaksanaan perencanaan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada

langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan oleh bidan atau

sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain.

Jika bidan tidak melakukanya sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan

pelaksanaanya. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan

mutu dari asuhan klien.


7. Langkah VII(Terakhir) : Evaluasi

Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan

meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan

sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat

dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksananya. Ada kemungkinan bahwa sebagi

an rencana tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif.

Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas mengenai

keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan Dalam

pencatatan kebidanan digunakan pencatatan SOAP.

a. Subjektif (S)

Pengumpulan data pasien dari anannesa yang diperoleh melalui bertanya kepada klien dan

anggota keluarganya.

b. Objektif (O)

Pendokumentasian dari hasil analisa, pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium, yang

dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assessment.

c. Assesment (A)

Diagnosa dan masalah yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi yang disimpulkan.

d. Planning (P)

Menggambarkan perencanaan serta evaluasi untuk perencanaan, implementasi, dan evaluasi

dimasukkan dalam Perencanaan.


BAB III

TINJAUAN KASUS
ASKEB PEMBERIAN IMUNISASI CATIN

1.Pengkajian Data
Tanggal : Sebagai rekam medik untuk mengetahui kapan catin datang pada tempat
pelayanan Kesehatan.
Jam : Sebagai rekam medik untuk mengetahui kapan catin datang pada tempat
pelayanan Kesehatan
a. Data Subjektif
Data Subjektif adalah data yang didapat dari catin sebagai pendapat
terhadap situasi data kejadian. Anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara
antara tenaga kesehatan dan klien untuk memperoleh informasi tentang keluhan,
penyakit yang diderita, riwayat penyakit,faktor risiko pada catin.
1) Biodata mencakup identitas
a) Nama
Sebagai identitas supaya mudah mengenali catin wanita dan catin
pria untuk mencegah terjadinya kekeliruan. Dengan nama panggilan
maka hubungan komunikasi antara bidan dan catin menjadi lebih akrab.
b) Umur
Untuk mengetahui umur catin. Menurut UU Nomor 16 Tahun 2019 yang
berlaku sejak 15 Oktober 2019. Dalam hal ini batas minimal umur
perkawinan bagi wanita dipersamakan dengan batas minimal umur
perkawinan bagi pria, yaitu 19 (sembilan belas) tahun. Batas usia
dimaksud dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan
perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa
berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat dan
berkualitas. Diharapkan laju kelahiran yang lebih rendah dan
menurunkan resiko kematian ibu dan anak. Selain itu juga dapat
terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang
anak termasuk pendampingan orang tua serta memberikan akses anak
terhadap pendidikan setinggi mungkin.
c) Suku/bangsa
Ditujukan untuk mengetahui adat istiadat yang menguntungkan
dan merugikan. Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-
hari yang mempengaruhi kesehatan.
d) Agama
Untuk mengetahui keyakinan catin tersebut untuk membimbing
atau mengarahkan dalam berdoa sesuai dengan keyakinannya.
Mengetahui kepercayaan sebagai dasar dalam memberikan asuhan.
e) Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat intelektual catin sehingga tenaga
kesehatan dapat melalukan komunikasi dengan istilah bahasa yang
sesuai dengan pendidikan terakhirnya, termasuk dalam hal pemberian
konseling.
f) Pekerjaan
Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi catin tersebut.
Hal ini untuk mengetahui taraf hidup dan sosial ekonomi agar nasehat
kita sesuai.
g) Alamat
Alamat ditanyakan dengan maksud mempermudah kunjungan
rumah bila diperlukan. Dengan mengetahui alamatnya, bidan juga dapat
mengetahui tempat tinggal dan lingkungannya.
2) Keluhan Utama
Keluhan atau sesuatu yang dirasakan oleh catin yang mendorong catin
mencari layanan kesehatan (tujuan memeriksakan diri). Misalnya: telat haid
dari biasanya.
3) Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
a) Penjelasan dari keluhan utama, mendeskripsikan perkembangan gejala
dari keluhan utama tersebut. Dimulai saat pertama kali catin merasakan
keluhan.
b) Menemukan adanya gejala penyerta dan mendeskripsikannya (lokasi,
durasi, frekuensi, tingkat keparahan, serta faktor-faktor yang
memperburuk dan mengurangi keluhan).
c) Kebiasaan/lifestyle (merokok, konsumsi makanan berlemak, olahraga
rutin atau tidak, konsumsi alkohol dan NAPZA, dan sebagainya).
d) Mencari hubungan antara keluhan dengan faktor atau suasana
psikologis dan emosional pasien, termasuk pikiran dan perasaan pasien
tentang penyakitnya.
e) Apakah keluhan sudah diobati, jika ya tanyakan obat serta berapa dosis
yang diminum, tanyakan apakah ada riwayat alergi.
f) Obat-obatan yang digunakan (obat pelangsing, pil KB, obat penenang,
obat maag, obat hipertensi, obat asma), riwayat alergi, riwayat
merokok, riwayat konsumsi alkohol.
g) Riwayat haid: kapan mulai haid, teratur atau tidak, durasi haid berapa
lama, sakit pada waktu haid/dismenorhea, dan banyaknya darah haid.
4) Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
a) Keterangan terperinci dari semua penyakit yang pernah dialami dan
sedapat mungkin dituliskan menurut urutan waktu.
b) Penyakit yang diderita sewaktu kecil.
c) Penyakit yang diderita sesudah dewasa beserta waktu kejadiannya.
d) Riwayat alergi dan riwayat operasi.
e) Riwayat pemeliharaan kesehatan, seperti imunisasi, screening test, dan
pengaturan pola hidup.
f) Riwayat trauma fisik, seperti jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain.
g) Riwayat penyakit gondongan (khusus laki-laki).
5) Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
a) Riwayat mengenai ayah, ibu, saudara laki-laki, saudara perempuan
pasien, dituliskan tentang umur dan keadaan kesehatan masing-masing
bila masih hidup, atau umur waktu meninggal dan sebabnya.
Gambarkan bagan keluarga yang berhubungan dengan keadaan ini.

b) Tuliskan hal-hal yang berhubungan dengan peranan keturunan atau


kontak diantara anggota keluarga. Ada atau tidaknya penyakit
spesifikdalam keluarga, misalnya hipertensi, penyakit jantung koroner,
diabetes, dan lain sebagainya.
6) Anamnesis Tambahan Untuk Catin
a) Skrining Imunisasi Tetanus dan difteri (Td).
b) Sexuality (aktivitas seksual)
Tenaga kesehatan menggali kemungkinan remaja memiliki masalah
aktivitas seksual.
(1) Adanya perilaku seksual pranikah atau perilaku seksual berisiko.
(2) Kemungkinan terjadi kehamilan.
(3) Kemungkinan IMS/HIV.
(4) Kemungkinan kekerasan seksual.
7) Pola Keseharian
a) Pola Makan
Tenaga kesehatan menggali kemungkinan catin memiliki
masalah terkait kebiasaan/pola makan. Kebiasaan makan, jenis
makanan yang dikonsumsi, dan perilaku makan catin terkait dengan
stress.
b) Pola eliminasi
(1) BAB
Rentang frekuensi BAB umumnya 1-3 kali per hari hingga
tiga kali per minggu. Konsistensi BAB yang normal biasanya lunak,
tidak sulit dikeluarkan, dan berbentuk memanjang seperti sosis
mengikuti bentuk saluran pencernaan. Umumnya, feses yang sehat
berwarna kecokelatan.
(2) BAK
Biasanya seseorang dapat buang air kecil sebanyak 6–8 kali
sehari. Air kencing yang sehat berwarna jernih hingga kuning
muda. Semakin banyak air yang di minum, semakin jernih pula
warna urine yang terbentuk. Sebaliknya, kurang minum air putih
akan membuat urine berwarna kuning pekat hingga oranye.
Banyaknya urine yang dikeluarkan dalam sehari berkisar antara
400 sampai
2.000 mL, dengan asupan cairan normal sekitar 2 liter per
hari.
Dalam keadaan yang normal, kencing tak akan mengeluarkan
bau yang kuat atau memiliki aroma tertentu.
c) Pola istirahat/tidur
Dikaji untuk mengetahui berapa kali catin istirahat dalam sehari apakah
terdapat gangguan dalam pola istirahat catin dan terdapat keluhan atau
tidak.
d) Pola Aktivitas
Tenaga kesehatan menggali kemungkinan catin memiliki masalah
terkait kegiatannya sehari-hari. Serta hal-hal yang dilakukan catin
dalam mengisi waktu luang.
e) Personal Hygiene
Dikaji untuk mengetahui berapa kali catin mandi, menggosok gigi dan
mengganti pakaian dalam sehari, dan terdapat keluhan atau tidak
(1) Kebiasaan mandi
Mandi dianjurkan sedikitnya 2 kali sehari karena biasanya
cenderung untuk mengeluarkan banyak keringat, menjaga
kebersihan diri terutama lipatan kulit (ketiak, bawah buah dada,
daerah genetalia) dengan cara dibersihkan dengan air dan
dikeringkan.
(2) Kebiasaan menggosok gigi
waktu yang tepat saat menggosok gigi sebaiknya dilakukan
minimal 2 kali sehari yaitu pada pagi setelah sarapan dan malam
sebelum tidur.
(3) Kebiasaan membersihkan alat kelamin/kebiasaan mengganti
pakaian dalam/jenis pakaian dalam yang digunakan
Untuk menjaga kesehatan dan fungsi organ reproduksi
perlu dilakukan perawatan baik pada laki-laki dan perempuan,
antara lain:
(a) Pakaian dalam diganti minimal 2 kali sehari.
(b) Menggunakan pakaian dalam yang menyerap keringat dan
cairan.
(c) Bersihkan organ kelamin sampai bersih dan kering.
(d) Menggunakan celana yang tidak ketat.
(e) Membersihkan organ kelamin setelah BAK dan BAB.
8) Riwayat Pernikahan
Untuk mengetahui status pernikahan.
a) Jika Calon Pengantin Berusia Remaja
Alasan memutuskan untuk menikah:
(1) Kehendak pribadi;
(2) Keluarga; atau
(3) Permasalahan lainnya.
b) Jika Calon Pengantin Sudah Pernah Menikah Sebelumnya
(1) Riwayat pernikahan sebelumnya
(a) Usia pertama kali menikah dan lama pernikahan sebelumnya.
(b) Jumlah anak pada pernikahan sebelumnya, jarak anak.
(c) Status kesehatan pasangan sebelumnya, riwayat penyakit
pasangan sebelumnya, adanya perilaku seksual berisiko.
(2) Riwayat obstetric
Riwayat kehamilan, persalinan, jumlah anak, bayi yang
dilahirkan, keguguran dan kontrasepsi.
9) Riwayat Psikososial Budaya
a) Untuk mengetahui apakah keluarga dari dua belah pihak mendukung
pernikahan.
b) Apakah kedua calon pengantin sudah siap secara mental untuk menikah.
c) Apakah ingin segera memiliki anak/menunda kehamilan setelah
menikah.
d) Apakah ada budaya tertentu yang berhubungan dengan pernikahan.

b. Data Objektif
Data obyektif adalah data yang didapatkan dari catin sebagai suatu
pendapat terhadap situasi dan kejadian.
1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan Umum
Untuk mengetahui keadaan ibu dan tingkat kesadaran catin,
sedang atau baik. Kesadaran catin sangat penting dinilai, dengan
melakukan anamnesis. Kesadaran dinilai baik jika dapat menjawab
semua pertanyaan (catin sadar akan menunjukkan tidak ada kelainan
psikologis).
b) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran catin, kita dapat
melakukan pengkajian derajat kesadaran catin dari keadaan
komposmentis (kesadaran maksimal) sampai dengan koma (catin tidak
dalam keadaan sadar).
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi
status kesehatan catin. Pemeriksaan fisik dilakukan melalui pemeriksaan
tanda vital, pemeriksaan status gizi dan pemeriksaan tanda dan gejala
anemia.
a) Pemeriksaan Tanda Vital
b) Pemeriksaan Status Gizi
(1) LiLA (Lingkar Lengan Atas)
(2) IMT (Indeks Massa Tubuh)
c) Pemeriksaan Tanda dan Gejala Anemia
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang (laboratorium) yang diperlukan oleh catin
terdiri atas:
a) Pemeriksaan rutin
b) Pemeriksaan sesuai indikasi
(1) Pemeriksaan urin rutin
(2) Pemeriksaan gula darah
(3) Pemeriksaan HIV/AIDS
(4) Pemeriksaan Penyakit IMS (Infeksi Menular Seksual)
(5) Pemeriksaan Hepatitis
(6) Pemeriksaan malaria (untuk daerah endemis)
(7) Pemeriksaan thalassemia (MCV, MCH, MCHC)
(8) Pemeriksaan hemofilia
(9) Pemeriksaan TORCH
(10) Pemeriksaan IVA atau pap smear (bagi catin perempuan yang sudah
2. Identifikasi Diagnosa Masalah
Setelah data dikumpulkan teknik berikutnya adalah melakukan identifikasi
terhadap kemungkinan diagnosis dan masalah kebutuhan pada catin. Interpretasi data
tersebut sebatas lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur nama
diagnosis kebidanan yang diakui oleh profesi dan berhubungan langsung dengan
praktik kebidanan, serta didukung oleh pengambilan keputusan klinis (clinikal
judgmet) dalam praktik kebidanan yang dapat diselesaikan dengan manajemen
kebidanan.
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah
berdasarkan interpretasi yang benar atas data yang di kumpulkan yaitu dengan
diagnosa kebidanan.
a. Diagnosa
Perumusan diagnosa pranikah dan prakonsepsi pada catin disesuaikan
dengan nomenklatur kebidanan.
Contohnya:
Nn. O usia 19 Tahun dan Tn. W Usia 26 Tahun, pranikah dan prakonsepsi
dengan normal.
b. Masalah
Perumusan masalah disesuaikan dengan kondisi catin.
Contohnya: Nn. O usia 19 Tahun, pranikah dan prakonsepsi dengan obesitas.
Tn. W Usia 26 Tahun, pranikah dan prakonsepsi dengan normal.

3. Identifikasi Diagnosa Potensial


Diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang
sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan
dilakukan pencegahan. Sambil mengamati, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila
diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi. Cara ini dilakukan dengan
mengidentifikasi diagnosis potensial berdasarkan diagnosis masalah yang sudah
teridentifikasi.
Contohnya: Diagnosa : obesitas, KEK, diet berlebihan
Masalah : gangguan haid
Antisipasi : kolaborasi dengan dokter untuk terapi oral

4. Identifikasi Kebutuhan Segera


Cara ini dilakukan setelah diagnosa potensial diidentifikasi. Penetapan masalah
ini dilakukan dengan cara mengantisipasi dan menentukan kebutuhan pada catin apa
saja yang akan diberikan. Data tersebut dapat menentukan tindakan yang dan akan
dilakukan seperti berkonsultasi dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dan
persiapan untuk menentukan tindakan yang tepat seperti rujukan.
Contohnya:
Tindakan yang dibutuhkan karena pernikahan segera
dilaksanakan Mandiri : Konseling
Kolaborasi : dengan dokter untuk advice pengobatan
Rujukan : pada fasilitas dengan peralatan lebih lengkap apabila
ditemukan kelainan kromosom atau membutuhkan operasi.

5. Perencanaan
Langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang
merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau
diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
dilihat kondisi catin atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga berkaitan
dengan kerangka pedoman antisipasi bagi catin tersebut yaitu apa yang akan terjadi
berikutnya. Penyuluhan, konseling dari rujukan untuk masalah-masalah sosial,
ekonomi atau masalah psikososial.
Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi catin,
tindakan segera, tindakan antisipasi dan asuhan secara komprehensif. Perencanaan
dibuat harus sesuai dengan kebutuhan asuhan yang diperlukan.
Contohnya:
a. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada catin dan keluarga, informasi yang jelas
mengoptimalkan asuhan yang diberikan
b. Terapi asam folat 4 mg untuk prakonsepsi dan tablet Fe dikonsumsi 1 (satu)
tablet setiap minggu sepanjang tahun untuk penanggulangan anemia pada catin
c. Konseling tentang:
1) Pengetahuan kesehatan reproduksi:
a) kesetaraan gender dalam pernikahan;
b) hak kesehatan reproduksi dan seksual; dan
c) perawatan kesehatan organ reproduksi.
2) Kehamilan dan perencanaan kehamilan.
3) Kondisi dan penyakit yang perlu diwaspadai pada catin.
4) Kesehatan jiwa.
5) Pengetahuan tentang fertilitas/kesuburan (masa subur).
6) Kekerasan dalam rumah tangga.
7) Pemeriksaan kesehatan reproduksi bagi catin (PMK No. 21, 2021).

6. Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan penyuluhan pada catin
dan keluarga. Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan
aman. Pelaksanaan asuhan kebidanan pranikah dan prakonsepsi pada catin
disesuaikan dengan rencana asuhan yang telah disusun dan dilakukan secara
komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada catin
dan atau keluarga dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Contohnya:
a. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada catin dan keluarga, informasi yang jelas
mengoptimalkan asuhan yang diberikan
b. Memberikan terapi asam folat 4 mg untuk prakonsepsi dan tablet tambah darah
dikonsumsi 1 (satu) tablet setiap minggu sepanjang tahun untuk penanggulangan
anemia pada catin
c. Konseling tentang:
1) Pengetahuan kesehatan reproduksi:
a) kesetaraan gender dalam pernikahan;
b) hak kesehatan reproduksi dan seksual; dan
c) perawatan kesehatan organ reproduksi.
2) Kehamilan dan perencanaan kehamilan.
3) Kondisi dan penyakit yang perlu diwaspadai pada catin.
4) Kesehatan jiwa.
5) Pengetahuan tentang fertilitas/kesuburan (masa subur).
6) Kekerasan dalam rumah tangga.
7) Pemeriksaan kesehatan reproduksi bagi catin (PMK No. 21, 2021)

7. Evaluasi
Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa yang telah
dilakukan bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai
kebutuhan sebagaimana yang telah diidentifikasi dalam diagnosa dan masalah.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam
pelaksanaannya.

B. Pengkajian dengan SOAP


7 langkah Varney disarikan menjadi 4 langkah, yaitu SOAP (Subyekif, Obyektif,
Analisa, dan Penatalaksanaan). SOAP disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan
kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan keadaan pasien.
1. S = Subyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesa sebagai langkah I Varney.
2. O = Obyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan klien, hasil
laboraturium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung asuhan sebagai langkah I Varney. Data obyektif yang dikumpulkan
pertama kali pada kasus ini adalah hasil pemeriksaan umum catin seperti keadaan
umum, kesadaran, selanjutnya hasil pemeriksaan fisik. Setelah itu kita
mengumpulkan data pendukung dari pemeriksaan penunjang.
3. A = Analisis
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi data
subyektif dan obyektif dalam suatu identifikasi:
a. Identifikasi Diagnosa Masalah
b. Identifikasi Diagnosa Potensial
c. Identifikasi Kebutuhan Segera
4. P = Penatalaksanaan
Mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti
tindakan antisipasi, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan dan
dukungan, kolaborasi, evaluasi atau follow up dari rujukan sebagai langkah 3,4,5,6 dan
7 Varney.
ASUHAN KEBIDANAN PRANIKAH DAN PRAKONSEPSI PADA
CALON PENGANTIN DI PUSKESMAS TAPUS KABUPATEN
PASAMAN TAHUN 2023

NO. REGISTER : 09xx


TANGGAL MASUK : 21-05-2023
PUKUL : 09.00 wib
RUANG : Kesga Puskesmas Tapus

A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Catin Wanita Catin Laki-laki
Nama : Nn. F Nama : Tn. N
Umur : 25 tahun Umur : 27 tahun
Suku : Minang Suku : Minang
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru Pekerjaan : Honorer
Alamat : Jrg.Sentosa Tapus Alamat : Rao
2. Alasan Datang
Ingin memeriksakan kesehatan, suntik TT dan mendapatkan surat keterangan
kesehatan sebagai persyaratan calon pengantin
3. Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 hari/bulan, teratur, lama ± 4-6 hari
Banyaknya : hari awal 4x/hari ganti pembalut, hari berikutnya 2x/hari ganti
pembalut Dysmenorrhea : tidak pernah
Fluor Albus : kadang-kadang, bening, sebelum dan setelah menstruasi
tidak gatal dan tidak berbau
HPHT : 05 -05-2023

4. Penyuluhan yang Pernah Didapat


Kedua calon pengantin belum pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan
reproduksi pranikah dan perencanaan kehamilan
5. Riwayat Kesehatan
a. Catin Wanita : Tidak sedang ataupun pernah menderita penyakit jantung,
hipertensi, asma, DM, ginjal, batuk lama (TBC atau difteri),
belum pernah melakukan pemeriksaan hepatitis, IMS dan
HIV/AIDS.
b. Catin Laki-laki : Tidak sedang ataupun pernah menderita penyakit jantung,
hipertensi, asma, DM, ginjal, batuk lama (TBC atau difteri),
belum pernah melakukan pemeriksaan hepatitis, IMS dan
HIV/AIDS.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Catin Wanita : Keluarga tidak ada yang sedang atau pernah menderita penyakit
menurun seperti jantung, hipertensi, ginjal, DM, asma dan
tidak ada yang sedang atau pernah menderita penyakit menular
seperti TBC, hepatitis, dan IMS
b. Catin Laki-laki : Orang tua laki-laki (ayah) menderita hipertensi. Keluarga tidak
ada yang sedang atau pernah menderita penyakit menurun
seperti jantung, ginjal, DM, asma dan tidak ada yang sedang
atau pernah menderita penyakit menular seperti TBC,
hepatitis, dan IMS
7. Anamnesis Tambahan Untuk Catin
a. Skrining Imunisasi Tetanus
Catin wanita mengaku pernah mendapatkan imunisasi Td saat SD namun
tidak memiliki pencacatan di buku KIA, buku Raport Kesehatanku, Kohort
dan/atau rekam medis catin
b. Sexuality (aktivitas seksual)
- Catin Wanita : belum pernah melakukan hubungan seksual
- Catin Laki-laki: belum pernah melakukan hubungan seksual
- Catin Wanita : tidak pernah merokok, mengkonsumsi alkohol dan narkoba
- Catin Laki-laki: tidak pernah merokok, mengkonsumsi alkohol dan narkoba

8. Pola Kebiasaan Sehari-hari


a. Pola Nutrisi
- Catin Wanita : Makan 3 kali sehari dengan porsi sedang, terdiri dari nasi,
ayam, telur, daging, jarang mengkonsumsi buah dan sayur.
Minum air putih 7-8 gelas sehari. Tidak ada pantangan/alergi
makanan
- Catin laki-laki : Makan 3 kali sehari dengan porsi sedang, terdiri dari nasi,
ayam, telur, daging, jarang mengkonsumsi buah dan sayur.
Minum air putih 7-8 gelas sehari, suka mengkosumsi
minuman berwarna seperti es teh dan kopi. Tidak ada
pantangan/alergi makanan
b. Pola Eliminasi
- Catin Wanita : BAB 1-2 hari sekali, warna kuning khas, tidak ada keluhan
sakit saat BAB. BAK 4-6 kali sehari, tidak nyeri saat
berkemih
- Catin Laki-laki: BAB 1 kali sehari warna kuning khas, tidak ada keluhan
sakit saat BAB. BAK 5-7 kali sehari, tidak nyeri saat
berkemih
c. Istirahat
- Catin Wanita : tidur siang ± 1 jam dan pada malam hari tidur 7-8 jam
- Catin Laki-laki: jarang tidur siang dan pada malam hari tidur 7-8 jam
d. Aktivitas
- Catin Wanita : bekerja sebagai guru SD dan melakukan pekerjaan rumah tangga
- Catin Laki-laki: Bekerja di kantor Wali sebagai staff dikantor wali.
e. Personal Hygine
- Catin wanita : Mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari, ganti celana dalam2-
3 kali/hari atau setiap kali basah. Setelah BAK atau
BAB dikeringkan menggunakan handuk.
- Catin Laki-laki: Mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari.
9. Riwayat Pernikahan
Pasangan akan menikah tanggal 2 Juni 2023
- Catin Wanita : pernikahan yang pertama dan alasan memutuskan untuk menikah
adalah kehendak pribadi

a. Catin Laki-laki : pernikahan yang pertama dan alasan memutuskan untuk menikah
adalah kehendak pribadi

10. Riwayat Psikososial Budaya


Keluarga dari dua belah pihak mendukung pernikahan. Kedua calon pengantin
mengatakan sudah siap secara mental untuk menikah dan tidak menunda kehamilan
setelah menikah, bahkan ingin segera memiliki anak. Tidak ada budaya tertentu yang
berhubungan dengan pernikahan.

B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Catin Wanita Catin Laki-laki
Keadaan umum : Baik Baik
Kesadaran : Composmentis Composmentis
Tanda-tanda vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg 120/80 mmHg
- Denyut nadi : 82 kali/menit 83 kali/menit
- Pernafasan : 20 kali/menit 22 kali/menit
- Suhu : 36,5°C 36,6°C
TB : 158 cm 166 cm
BB : 40 kg 60 kg
IMT : 17,7 21,77
LiLA : 20 cm
2. Pemeriksaan Fisik
a. Catin Wanita
Bentuk tubuh: Kurus
Wajah : Tidak pucat dan tidak ada kelainan yang berkenaan dengan
genetic seperti sindrom down
Mata : Konjungtiva merah muda, sclera putih
Mulut : Bibir tidak pucat, lembab tidak kering
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, limfe dan vena
jugularis Payudara : Simetris kiri dan kanan, tidak ada benjolan dan nyeri tekan
Abdomen : Tidak terdapat bekas luka operasi, tidak ada pembesaran
uterus,
dan tidak ada nyeri tekan
Ekstremitas : Tidak terdapat oedema dan juga tidak terdapat varices

b. Catin Laki-laki
Bentuk tubuh: Normal
Wajah : Tidak pucat dan tidak ada kelainan yang berkenaan dengan
genetic seperti sindrom down
Mata : Konjungtiva merah muda, sclera putih
Mulut : Bibir tidak pucat, lembab tidak kering
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, limfe dan vena
jugularis Ekstremitas : Tidak terdapat oedema dan juga tidak terdapat varices
3. Data Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Catin Wanita Catin Laki-laki

Hepatitis B : (-) negatif Hepatits B : (-) negatif


Sifilis : (-) negatif Sifilis : (-) negatif
HIV : (-) negatif HIV : (-) negatif
RDT : (-) negatif RDT : (-) negatif
Hemoglobin : 12.2 gr/dl Hemoglobin : 14.0 gr/dl
Golongan Darah :O Golongan Darah :A
Protein Urine : (-) negatif Protein Urine : (-) negatif
Glukosa Urine : (-) negatif Glukosa Urine : (-) negatif
HCG (Test Pack) : (-) negatif

C. ANALISIS DATA
Diagnosa : Nn. F usia 25 Tahun dan Tn. N Usia 27 Tahun dengan pranikah dan
prakonsepsi.
D. PENATALAKSANAAN
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan pada kedua calon pengantin bahwa secara
umum keadaan mereka baik, tanda- tanda vital dalam batas normal, hasil
pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.
E: kedua calon pengantin mengerti dengan informasi yang diberikan
2. Menjelaskan kepada catin wanita bahwa status imunisasi tetanus saat ini masih T0
karena tidak memiliki bukti pencacatan di buku KIA,

Kohort dan/atau rekam medis sehingga catin wanita perlu diberikan suntik
imunisasi tetanus sampai mencapai status T5.
E: catin wanita bersedia untuk dilakukan imunisasi tetanus.
3. Memberikan injeksi imunisasi tetanus 0,5 cc secara IM pada lengan kiri catin wanita
dan menjelaskan bahwa status imunisasi tetanus sekarang yaitu T1 yang belum
memiliki masa perlindungannya terhadap tetanus karena merupakan langkah awal
pembentukan kekebalan tubuh terhadap penyakit tetanus. Sehingga catin wanita
dianjurkan untuk datang kembali 4 minggu lagi untuk mendapatkan imunisasi T2
yaitu pada tanggal 10 Februari 2021. Catin wanita diharapkan mencapai status
imunisasi T5 (T lengkap) dimana masa perlindungannya > 25 tahun.
E: catin wanita mengerti dan tidak ada reaksi alergi. Status imunisasi telah
dicatat di surat keterangan kesehatan calon pengantin.
4. Menjelaskan persiapan pranikah dan prakonsepsi kepada kedua calon pengantin
bahwa harus memiliki kesiapan fisik meliputi pemeriksaan status kesehatan, status
gizi, dan laboratorium, kesiapan Mental/Psikologis yaitu harus siap menjadi orang
tua termasuk mengasuh dan mendidik anak, Kesiapan Sosial Ekonomi yaitu seperti
status sosial ekonomi yang kurang dapat meningkatkan risiko terjadi KEK dan
anemia pada calon ibu.
E: kedua calon pengantin mengerti dengan penjelasan yang diberikan
5. Menjelaskan kepada catin wanita bahwa keputihan yang dialami merupakan
keputihan yang fisiologis. Menganjurkan klien untuk sering mengganti celana dalam,
menggunakan celana dalam dengan bahan yang gampang menyerap keringat seperti
berbahan katun, tidak perlu menggunakan cairan pembersih genitalia dan tidak perlu
menggunakan pantyliner untuk mencegah agar vagina tidak lembab.
E: catin wanita mengerti dengan penjelasan yang diberikan
6. Menjelaskan kepada calon pengantin laki-laki memiliki risiko untuk menderita
hipertensi dikarenakan calon pengantin laki-laki memiliki keturunan penyakit
hipertensi.
E: catin laki-laki mengerti dengan penjelasan yang diberikan
Menganjurkan kepada kedua calon pengantin untuk menjaga pola makan
seimbang, mengurangi makanan yang mengandung kolesterol, kadar garam
dikarenakan catin laki-laki berisiko mengalami hipertensi dan mengurangi kafein
(batas mengkonsumsi kafein sebanyak 200 miligram/hari) karena dapat
memperburuk kesehatan menjelang persiapan kehamilan, minum air putih 8
gelas/hari, serta mencegah stress berlebihan, melakukan olahraga dan kontrol
kesehatan secara rutin.
Evaluasi: kedua catin bersedia melakukan anjuran yang telah diberikan
7. Menjelaskan kepada kedua calon pengantin bahwa mereka bisa segera untuk
merencanakan kehamilan karena umur ideal yang matang secara biologis dan
psikologis adalah 20-25 tahun bagi wanita dan umur 25-30 tahun bagi pria.
Kehamilan ideal adalah kehamilan yang direncanakan, diinginkan dan dijaga
perkembangannya secara baik.
Evaluasi: kedua calon pengantin mengerti dengan penjelasan yang diberikan
8. Menganjurkan kepada calon pengantin wanita untuk lebih banyak mengkonsumsi
makanan yang kaya zat besi seperti hati, daging sapi, sayuran berwarna hijau tua,
kacang-kacangan, ikan, dan daging ayam, serta mengandung asam folat seperti pada
sayuran bewarna hijau tua atau minum susu yang terdapat kandungan asam folat.
Selain itu, catin wanita juga penting mengonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD).
Aturan minum TTD bagi catin wanita yaitu diminum secara teratur 1 tablet setiap
minggu.
Evaluasi: catin wanita mengerti dengan penjelasan yang diberikan
9. Memberikan Informasi tentang:
a. Masa subur seorang perempuan, yaitu dekat dengan pertengahan siklus haid (14
hari sebelum haid berikutnya atau antara kedua waktu dari siklus terpanjang
dikurang 11 dan siklus terpendek dikurangi 18) atau terdapat tanda-tanda
kesuburan, diantaranya: peningkatan suhu tubuh ±0,5oC, pembesaran pada
payudara dapat disertai rasa nyeri/tidak nyaman, dan perubahan cairan serviks
menjadi lebih banyak, bening dan teksturnya licin.
b. Tentang kehamilan, yaitu proses kehamilan, tanda-tanda kehamilan,
memeriksakan kehamilan, kehamilan dan persalinan berisiko, tanda bahaya
kehamilan, kondisi emosional ibu hamil, Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) dan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
c. Kondisi kesehatan yang perlu di waspadai pada calon pengantin, yaitu anemia
dan kekurangan gizi.
d. Penyakit-penyakit yang perlu di waspadai pada calon pengantin, yaitu hepatits
b, malaria, TORCH, kanker payudara, kanker leher rahim (serviks), IMS
(Infeksi Menular Seksual), ISR (Infeksi Saluran Reproduksi) dan HIV AIDS.
e. Penyakit genetik yang dapat mempengaruhi kehamilan dan kesehatan janin,
yaitu thalassemia dan hemofilia.
f. Menjaga kesehatan jiwa dan harmonisasi pasangan suami istri, yaitu sebelum
memasuki jenjang pernikahan setiap calon pengantin perlu mengenali
karakteristik diri masing-masing pasangan terlebih dahulu supaya terwujud
keluarga yang sehat, bahagia, dan sejahtera
g. Kesetaraan gender dalam rumah tangga karena pernikahan yang ideal dapat
terjadi ketika perempuan dan laki-laki dapat saling menghormati dan
menghargai satu sama lain, yaitu dalam mengambil keputusan dalam rumah
tangga dilakukan secara bersama dan tidak memaksakan ego masing-masing,
suami-istri saling membantu dalam pekerjaan rumah tangga, pengasuhan, dan
pendidikan anak, kehamilan merupakan tanggung jawab bersama laki-laki dan
perempuan, laki- laki mendukung terlaksananya pemberian ASI eksklusif.
h. Tindak kekerasan yang mengganggu pernikahan, berupa kekerasan secara fisik,
psikis, seksual, penelantaran dan eksploitasi. Serta langkah-langkah selanjutnya
yang dapat dilakukan.
i. Kehidupan seksual suami istri, yaitu gangguan seksual pada perempuan,
gangguan seksual pada laki-laki, dan mencegah gangguan seksual
j. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), yaitu melakukan aktivitas fisik,
konsumsi sayur dan buah, tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol,
memeriksa kesehatan secara berkala, membersihkan lingkungan, dan
menggunakan jamban sehat.
Evaluasi: kedua calon pengantin mengerti dengan informasi penjelasan
yang
diberikan
10. Menganjurkan kedua calon pengantin untuk memeriksakan
kesehatan apabila ada keluhan.
Evaluasi: kedua calon pengantin bersedia untuk memeriksakan
kesehatan apabila ada keluhan.
BAB IV
PEMBAHASAN

Calon pengantin merupakan cikal bakal orang tua yang harus


diperhatikan kondisi kesehatannya sejak awal agar pada saat menjadi
orang tua dalam keadaan siap dan memhami tugasnya dan kondisi
kesehatannya. Dari tinjauan kasus diatas dapat diketahui bahwa
keadaan umum catin dalam keadaan baik, hasil laboratorium juga
baik sehingga pasangan ini bisa melangkah dalam keadaan aman
dalam menjalani pernikahan.

Pada kondisi ini IMT catin perempuan kurang sehingga hal


ini tentunya harus diperhatikan. Untuk kondisi ini calon pengantin
harus mengkonsumsi gizi seimbang, meningatkan konsumsi
makanan yang banyak mengandung kalori sehingga dapat
meningkatkan berat badan dengan baik sehingga pada saat hamil
setelah menikah ibu dalam keadaan siap dan dengan kondisi gizi
yang baik.

Calon pengantin telah diberikan imunisasi tetanus toksoid.


Hal ini juga merupakan hal yang penting untuk seorang calon
pengatin sebagai bentuk perlindungan diri bagi seorang ibu nantinya.
Hal ini dikarenakan seorang perempuan yang sudah menikah akan
menjalani banyak kegiatan seperti halnya memasak dengan
menggunakan pisau,dll. Begitu juga dengan proses melahirkan yang
juga akan berhubungan dengan peralatan-peralatan yang dapat
meyebabkan terjadinya tetanus toksoid. Pemberian imunisasi TT
yang dilakukan 5 kali untuk mendapatkan perlindungan seumur
hidup juga telah dijelaskan begitu juga dengan interval waktu
kembali untuk pelaksanaan TT selanjutnya.

Pernikahan adalah pemberlajaran seumur hidup. Hal ini


telah dijelaskan kepada calon pengantin agar nantiya mengerti ada
banyak hal yang harus dilewati dalam pernikahan. Kedua calon
pengantin harus memiliki kesiapan fisik meliputi pemeriksaan status
kesehatan, status gizi, dan laboratorium, kesiapan Mental/Psikologis
yaitu harus siap menjadi orang tua termasuk mengasuh dan
mendidik anak, Kesiapan Sosial Ekonomi yaitu seperti status sosial
ekonomi yang kurang dapat meningkatkan risiko terjadi KEK dan
anemia pada calon ibu. Calon pengantin harus menjaga pola makan
seimbang, mengurangi makanan yang mengandung kolesterol, kadar
garam dikarenakan berisiko mengalami hipertensi dan mengurangi kafein
(batas mengkonsumsi kafein sebanyak 200 miligram/hari) karena dapat
memperburuk kesehatan menjelang persiapan kehamilan, minum air putih
8 gelas/hari, serta mencegah stress berlebihan, melakukan olahraga dan
kontrol kesehatan secara rutin.

Pasangan calon pengantin telah diberikan edukasi tentang


tkehamilan dimulai dari bagaimana tanda-tanda kehamilan, proses
kehamilan dan apa yang harus dilakukan jika terjadnya kehamilan.
Jika setelah menikah ingin segera hamil untuk dapat berkonsultasi
secara rutin terhadap tenaga kesehatan agar kehamilan dapat
terdetesi lebih awal dan dapat di berikan penanganan jika terjadi
permasalahan kesehatan selama kehamilan seperti abortus atau
adanya anda bahaya kehamilan. Semua ini telah dijelaskan kepada
calon penganti agar pelaporan kehamilan dapat terdeteksi lebih awal,
kondidi kesehatan ibu yang baik nantiya selama kehamilan begitu
juga dengan kondisi bayi yang dilahirkan selama kehamilan
sehingga derajat kesehatan ibu dan anak dapat lebih ditingkatkan.

Pasangan yang telah menikah juga harus menjaga kesehatan


jiwa dan harmonisasi pasangan suami istri, yaitu sebelum memasuki
jenjang pernikahan setiap calon pengantin perlu mengenali
karakteristik diri masing-masing pasangan terlebih dahulu supaya
terwujud keluarga yang sehat, bahagia, dan sejahtera. Kesetaraan
gender dalam rumah tangga karena pernikahan yang ideal dapat
terjadi ketika perempuan dan laki-laki dapat saling menghormati dan
menghargai satu sama lain, yaitu dalam mengambil keputusan dalam
rumah tangga dilakukan secara bersama dan tidak memaksakan ego
masing-masing, suami-istri saling membantu dalam pekerjaan rumah
tangga, pengasuhan, dan pendidikan anak, kehamilan merupakan
tanggung jawab bersama laki-laki dan perempuan, laki- laki
mendukung terlaksananya pemberian ASI eksklusif.

Tindak kekerasan yang mengganggu pernikahan, berupa


kekerasan secara fisik, psikis, seksual, penelantaran dan eksploitasi.
Serta langkah-langkah selanjutnya yang dapat dilakukan. Kehidupan
seksual suami istri, yaitu gangguan seksual pada perempuan,
gangguan seksual pada laki-laki, dan mencegah gangguan seksual.
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), yaitu melakukan
aktivitas fisik, konsumsi sayur dan buah, tidak merokok, tidak
mengonsumsi alkohol, memeriksa kesehatan secara berkala,
membersihkan lingkungan, dan menggunakan jamban sehat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan tinjauan kasus diatas dpat disimpulkan bahwa kondisi

kesehatan calon pengantin baik dan layak hamil. Ada bebrapa hal yang

perlu diperhatikan seperti pola makan yang harus dijaga dikarenakan

adanya riwayat hipertensi pada keluarga. Kedua calon pngatin sudah

memahami tentang edukasi kesehatan reproduksi yang diberikan baik

sebelum menikah maupun pada saat pernikahan berlangsung.

B. Saran

1. Bagi Calon Pengantin

Agar tetap menjaga pola hidup sehat untuk seterusnya meskipun

dalam pemeriksaan saat ini dinyatakan sehat agar kesehatan tetap

terjaga sehingga pernikahan akan berjalan dengan baik.

2. Bagi Petugas Kesehatan

Agar tetap terus selalu memberikan edukasi khususnya tentang

kesehatan reproduksi agar dapat diciptakan keluarga sejahtera.


DAFTAR PUSTAKA

Hasdianah dan Dewi. 2014. Virologi Mengenal Virus, Penyakit, dan Pencegahannya.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Kementrian Kesehatan Indonesia. 2015. Pedoman Manajemen Program Pencegahan


Penularan HIV dan Sifilis dari Ibu ke Anak bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.

.2014. Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI). Jakarta.

.2016. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2016.


Jakarta.

.2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017


Tentang Eliminasi Penularan Human Immunodeficiency Virus, Sifilis dan
Hepatitis B dari Ibu ke Anak. Jakarta.

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2010. Strategi dan Aksi Nasional


Penanggulangan HIV dan AIDS 2010-2014. Jakarta: KPA Nasional.

Kuswanti. 2014. Asuhan Kehamilan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta


. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

. 2014. Situasi dan Analisis Hepatitis. Jakarta Selatan.

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.


Jakarta : Salemba Medika.

Romauli, S. 2011. Buku Ajar Kebidanan 1 Konsep Dasar Asuhan


Kehamilan.Yogyakarta: Nuha Medika.

Widatiningsih dan Christin. 2017. Praktik Terbaik Asuhan Kehamilan.Yogyakarta: Nuha


Medika.

Anda mungkin juga menyukai