Anda di halaman 1dari 10

Kebebasan Pers dan Sistem Pers di Korea Utara

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas individu pada mata kuliah
“Komunikasi Politik” sebagai nilai ujian akhir semester genap.

Dosen Pengampu:

Margareth D.A. Widirahayu, S.Sos.,MA

DISUSUN OLEH:

ST. ADINDA NASUTION


20 831 003

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI


UNIVERSITAS SAINS DAN TEKNOLOGI JAYAPURA
2023
DAFTAR ISI

JUDUL

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1


A. LATAR BELAKANG ....................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................. 2
C. TUJUAN ........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3


A. KEBEBASAN PERS ........................................................................ 3
B. KEBEBASAN PERS DI KOREA UTARA ....................................... 4

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 7


A. KESIMPULAN ................................................................................. 7

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Komunikasi politik memiliki keterkaitan dengan sistem politik. Menurut
Robert A. Dahl sistem politik adalah pola tentang hubungan manusia yang
mencakup secara luas, kontrol, pengaruh, dan kekuasaan atau wewenang.
Dalam system politik terdapat subsistem yang saling terkait dan memiliki
fungsi tertentu, yang dikenal sebagai struktur politik.
Struktur politik terdiri dari aspek infrastruktur dan suprastruktur politik
yang disebut sebagai mesin politik. Infrastruktur politik berfungsi melakukan
artikulasi dan agresi politik. Sedangkan, aspek suprastruktur politik berfungsi
memproses semua masukan (input) dari infrastruktur politik yang selanjutnya
menetapkannya dalam bentuk keputusan bersama yang disebut produk politik.
Selain berfungsi melakukan artikulasi dan agresi politik, diperlukan pula
sosialisasi dan rekruitmen politik yang berfungsi sebagai adaptasi politik.
Dalam menjalankan proses artikulasi, agresi, sosialisasi, dan rekruitmen politik
maka dibutuhkan komunikasi politik yang berlangsung secara tatap muka
maupun melalui media sosial dan media massa sesuai dengan urgensinya.
Republik Rakyat Demokratik Korea atau Korea Utara adalah sebuah
negara di Asia Timur, yang meliputi bagian utara Semenanjung Korea. Ibu kota
dan kota terbesarnya adalah Pyongyang. Korea Utara termasuk dalam negara
satu-partai di bawah front penyatuan yang dipimpin oleh Partai Buruh Korea.
Kata kunci sistem politik Korea Utara adalah “diperintah oleh satu partai, penguasa
tunggal, dan kekuasaan yang diwariskan”. Dalam masyarakat Korea Utara,
pemimpin adalah lambang perwujudan tekat dan keinginan partai, dan merupakan
pusat kekuatan untuk mengorganisir dan memimpin kegiatan sosiopolitik secara
terpadu dan secara utuh. Oleh karena itu, peranan dan kekuatan pemimpin
ditempatkan pada posisi teratas dan posisi yang tidak bisa ditantang.

1
Korea Utara adalah negara yang menyatakan secara sepihak sebagai
negara Juche (percaya dan bergantung kepada kekuatan sendiri). Sementara
resminya sebagai republik sosialis atau negara komunis, Korea Utara
dipandang oleh sebagian besar negara sebagai negara kediktaktoran
totaliter berpaham Stalinis. Untuk Sebagian besar sejarahnya, politik Korea
Utara telah didominasi oleh hubungan permusuhan dengan Korea Selatan.
Selama Perang Dingin, Korea Utara bersekutu dengan Uni Soviet dan Republik
Rakyat Tiongkok.
Mengikuti doktrin Juche, Korea Utara bertujuan untuk kemandirian
ekonomi tingkat tinggi dan mobilisasi semua sumber daya bangsa untuk
mempertahankan kedaulatan negaranya dalam melawan kekuatan asing.
Sistem politik Korea Utara dibangun di atas prinsip sentralisasi. Sementara
Konstitusi Korea Utara secara resmi menjamin perlindungan hak asasi
manusia, namun dalam praktiknya ada batas parah kebebasan pers, dan
pemerintah secara erat mengawasi kehidupan warga Korea Utara.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah kebebasan pers di Korea Utara?
2. Bagaimana sistem pers di Korea Utara?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana kebebasan pers di Korea Utara.
2. Untuk mengetahui bagaimana sistem pers di Korea Utara.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KEBEBASAN PERS
Freedom of press (Kebebasan pers) diilhami oleh John Milton (1964) yang
berpendapat bahwa kebenaran hanya bisa muncul dari kebebasan, yaitu
menyatakan pendapat secara bebas sebagai bentuk hak asasi manusia.
Sedangkan menurut Thomas Jefferson, kebebasan dan otonomi pers sangat
penting untuk mencerahkan publik juga sebagai perlindungan bagi kebebasan
individu Menurutnya jika negara dinyatakan bebas maka disitulah terdapat
kebebasan pers. Tetapi jika dinyatakan kurang bebas maka hanya terdapat
setengah kemerdekaan pers.
Frederick Siebert, Theodore Paterson, dan Wilbur Schramm membagi
sistem pers dalam empat tipologi:
1. Authoritarian Theory (Teori Pers Otoriter)
Pemerintah mengendalikan media massa dan tidak mengizinkan
media menyiarkan berita-berita yang mengancam stabilitas negara,
termasuk menghukum siapa saja yang mempertanyakan ideologi
negara.
2. Libertarian Theory (Teori Pers Bebas)
Media massa bukan merupakan bagian dari pemerintah,
independent, otonom dan bebas mengekspresikan gagasan. Dan
menjadi Watchdog bagi kebijakan pemerintah.
3. The Soviet Communist Theory (Teori Pers Komunis Soviet)
Teori ini berkaitan dengan ideologi komunis. Media massa tidak
menjadi milik swasta dan mengabdi bagi partai yang berkuasa dan
negara untuk melayani kelas pekerja.
4. Social Responsibility Theory (Teori Pers Tanggung Jawab Sosial)
Muncul sebagai kritik atas praktik pers libertarian yang
cenderung kebablasan dan media memiliki tanggung jawab sosial
untuk menyelamatkan dan mendidik masyarakat.

3
Indikator yang digunakan untuk menilai kebebasan pers adalah sebagai
berikut:
1. Jumlah wartawan yang terbunuh, menjadi sandera atau teror terhadap
wartawan;
2. Kekerasan yang dialami wartawan;
3. Eksistensi kepemilikan media;
4. Ada tidaknya sensorsip terhadap media;
5. Kehadiran koresponden asing dan keluasan bekerja dalam suatu
negara; dan
6. Undang-undang pers yang diberlakukan.

B. KEBEBASAN PERS DI KOREA UTARA


Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK), salah satu rezim paling
otoriter di dunia, mengontrol informasi dengan ketat dan melarang keras
jurnalisme independen. Kim Jong-un, putra dan cucu mendiang Kim Jong-il
dan Kim Il-sung, adalah pemimpin tertinggi dari kediktatoran totaliter yang
mendasarkan kekuasaannya pada pengawasan, represi, penyensoran, dan
propaganda. Dia sendiri meyakinkan bahwa media hanya mempromosikan
partai, militer, dan dirinya sendiri.
Penyensoran paling sering hadir dalam bentuk monopoli media, yang
mutlak diperlukan untuk memastikan loyalitas. Sangat penting untuk
mempertahankan teknik kontrol tiga tingkat di tingkat intelektual, fisik, dan
kelembagaan. Bangunan ideologis yang dikenal sebagai Juche, konsep
panduan pemerintahan Korea Utara, merupakan inti dari kerangka ini.
"Kemandirian, diwujudkan lebih khusus sebagai kemandirian dalam bidang
politik, ekonomi, dan militer, dan dukungan untuk gagasan hierarki sosial yang
sistematis.”
Pemerintah memiliki semua outlet berita Korea Utara yang semua
reporternya adalah anggota partai di bawah pengawasan ketat untuk
menegakkan standar jurnalistik yang disetujui pemerintah. Rezim secara ketat
mengatur produksi dan pengiriman informasi. Satu-satunya sumber berita yang

4
disetujui untuk media Korea Utara adalah Korean Central News Agency
(KCNA), juru bicara resmi pemerintah. Media ini mendedikasikan sebagian
besar sumber daya mereka untuk propaganda politik dan mempromosikan
kultus kepribadian Kim Il-sung, Kim Jong-il, dan Kim Jong-un. Beberapa agen
pers internasional, termasuk Agence-France Presse (AFP) dan Kyodo News,
secara resmi hadir di negara tersebut tetapi bekerja di bawah pengawasan ketat,
membatasi kapasitas mereka untuk melapor.
Hanya elit negara dan pejabat tinggi yang memiliki persetujuan untuk
menggunakan ponsel atau internet dan satu-satunya sumber media lain yang
disetujui adalah televisi dan radio yang terbatas pada stasiun pemerintah yang
telah diprogram sebelumnya yang hanya menyiarkan propaganda. 1
Pemerintah Kim Jong Un masih memiliki otoritas mutlak atas dan kontrol
pers dan informasi dan telah berulang kali menduduki peringkat salah satu dari
5 negara teratas di dunia dengan kebebasan media paling sedikit. Reporters
Without Borders secara konsisten menempatkan Korea Utara di atau dekat
bagian bawah Indeks Kebebasan Pers tahunannya sejak pertama kali
diterbitkan pada tahun 2002. Laporan terbaru, yang diterbitkan pada tahun
2023, menempatkan Korea Utara di daftar terendah yakni urutan ke-180 tepat
di bawah China.2
Di Korea Utara, konstitusi menjamin kebebasan berpikir, berpendapat,
berekspresi, atau informasi dalam pasal 67 konstitusi Korea Utara, namun
dalam praktiknya pimpinan sering melanggar ketentuan ini. Semua media
dikontrol dengan ketat. Mengakses ponsel, komputer, televisi, radio, atau
konten media yang tidak disetujui oleh pemerintah adalah tindakan ilegal, dan
dianggap sebagai “perilaku anti-sosialis” yang harus dihukum berat.
Sedangkan UN Commission of Inquiry (COI) mengakui berbagai
pelanggaran hak asasi manusia di Korea Utara yang terkait dengan

1
Angelica M. Betts & Joseph P. Smaldone, “North Korea: On The Path To Revolution?”
(Washington D.C: Georgetown University, 2012), hal. 12.
2
“Index” dalam https://rsf.org/en/index diakses pada tanggal 9 June 2023.

5
penyensoran dan kontrol pemerintah, khususnya pelanggaran kebebasan
berpikir dan berekspresi. 3
Dalam pembahasan bab ini, Korea Utara termasuk dalam kategori sistem
pers Authoritarian Theory (Teori Pers Otoriter) dimana sistem otoriter Korea
Utara berkaitan erat dengan sistem pengawasan terhadap media massa yang
daya pengaruhnya dinilai amat kuat, sehingga pers dijuluki the fourth estate
(kekuasaan keempat) dan radio siaran dijuluki the fifth estate (kekuasaan
kelima) setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, masing-masing
diakui sebagai kekuasaan pertama, kedua dan ketiga.4
Teori ini telah mengembangkan proposisi bahwa negara sebagai organisasi
kelompok dalam tingkat paling tinggi telah menggantikan individu dalam
hubungannya dengan derajat nilai, karena tanpa negara seseorang tak berdaya
untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia beradab.

3
“North Koreans Want External Information, But Kim Jong-Un Seeks to Limit Access” dalam
https://www.csis.org/analysis/north-koreans-want-external-information-kim-jong-un-seeks-limit-
access diakses pada tanggal 9 Juni 2023.
4
Didit A. Triyono, “The Four Press Media Theories: Authoritarianism Media Theory,
Libertarianism Media Theory, Social Responsibility Media Theory, and Totalitarian Media
Theory”, Jurnal Pengembangan Humaniora, Vol. 13, no. 3. hal. 195.

6
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di bab sebelumnya dapat diketahui bahwa, berdasarkan
empat tipologi sistem pers yang dibagi oleh Siebert, Theodore Paterson, dan
Wilbur Schramm Republik Rakyat Demokratik Korea termasuk kategori
Authoritarian Theory (Teori Pers Otoriter).
Dilihat dari bagaimana Kim Jong-Un merupakan pemimpin tertinggi
Korea Utara yang mendasarkan kekuasaannya pada pengawasan, represi,
penyensoran, dan propaganda. Dia sendiri meyakinkan bahwa media hanya
mempromosikan partai, militer, dan dirinya sendiri melalui media radio dan
televisi yang terbatas pada stasiun pemerintah yang telah diprogram
sebelumnya yang hanya menyiarkan propaganda pemerintahan Kim Jong-Un.

7
DAFTAR PUSTAKA

Buku/E-book
Baran dan Davis. 2014. Mass Communication Theory: Foundations, Ferment, and
Future. Stamford: Cengage Learning.

Jurnal/E-Journal
Triyono, Didit A. Chutia, Aparna. 2015. The Four Press Media Theories:
Authoritarianism Media Theory, Libertarianism Media Theory, Social
Responsibility Media Theory, and Totalitarian Media Theory. Jurnal
Pengembangan Humaniora Vol. 13.

Website
rsf.org. 2023. Index https://rsf.org/en/index diakses pada tanggal 9 June 2023.
csis.org. 2019. North Koreans Want External Information, But Kim Jong-Un Seeks
to Limit Access https://www.csis.org/analysis/north-koreans-want-external-
information-kim-jong-un-seeks-limit-access diakses pada tanggal 9 Juni
2023.

Anda mungkin juga menyukai