Fix Gabungan 5 Kelp Swot Observasi
Fix Gabungan 5 Kelp Swot Observasi
Kontributor:
MAHASISWA MAGISTER PENDIDIKAN IPS
ANGKATAN 2018
Editor:
Siska Rati 1823031016
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata
kuliah “Konsep Dasar IPS”
Penulis telah menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Namun
tentunya sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Harapan kami,
semoga bisa menjadi koreksi di masa mendatang agar lebih baik lagi dari sebelumnya.
Kami juga mengucapkan mohon maaf atas segala kekurangan dalam penulisanmakalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan yang
akan datang. Kami berharap, semoga makalah ini berkontribusi nyata dalam meningkatkan
pendidikan di Indonesia.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Sikap religius, jujur, demokratis adalah sikap yang diperlukan oleh seorang warganegara di
masa kini maupun masa depan. Kebiasaan senang membaca, kemampuan belajar, rasa
ingin tahu merupakan kualitas yang diperlukan untuk belajar seumur hidup.
Kepedulian terhadap lingkungan sosial dan fisik memberikan kesempatan kepada manusia
sebagai makhluk sosial untuk selalu sadar dan berinteraksi dengan lingkungan tempat
tinggalnya. Kualitas lain yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan berkontribusi
terhadap pengembangan kehidupan sosial dan budaya.
Secara umum, ketrampilan dasar IPS dikategorikan menjadi beberapa antara lain
ketrampilan belajar bekerja, kelompok, dan social. Diperlukan upaya implementasinya
dalam masyarakat. Mahasiswa sebagai salah satu elemen penting dalam sebuah negara dan
memiliki peran dalam mengimplemantasikan keterampilan sosial kepada masyarakat.
1.3 Tujuan
Tujuan yang akan dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
implementasi keterampilan sosial mahasiswa Magister Pendidikan IPS pada warga tuna
netradi Kelurahan Gunung Terang Bandarlampung dari aspek pengetahuan, keterampilan,
sikap, sosial dan ekonominya.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara umum, keterampilan dasar IPS dikategorikan menjadi beberapa sebagai berikut:
1. Work study skills. Contoh: membaca, membuat outline, membaca peta, dan
menginterpretasikan grafik.
2. Group – Process skills. Contoh: berpikir kritis dan pemecahan masalah.
3. Social – Living skills. Contoh: tanggung jawab, dan bekerjasama dengan orang lain.
2.Penyelidikan Terbimbing
Penyelidikan terbimbing dalam mengembangkan keterampilan dasar IPS sangatlah
relevan, selain menyenangkan juga merupakan peluang bagi siswa untuk meneliti apa
yang telah mereka dan menerapkannya pada dunia nyata.
4.Kerja Kelompok
Melalui kerja kelompok siswa diberi peluang untuk menentukan tujuan, mengajukan dan
menyelidiki, menjelaskan konsep dan membahas masalah. Kerja kelompok yang baik
memerlukan persiapan yang cermat dan dipakai hanya untuk berikut ini :
a. Kegiatan yang memiliki sasaran yang jelas yang dapat dilakukan dengan lebih baik
oleh suatu kelompok dibandingkan oleh perseorangan.
b. Kegiatan dimana semua anggota kelompook yang bersangkutan dapat diberi tugas
berguna yang harus dilaksanakan.
c. Apabila semua anggota kelompok tersebut memiliki keterampilan yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas yang telah diberikan kepada mereka
Keterampilan tersebut perlu waktu untuk dikembangkan dan dipraktikkan secara terus –
menerus. Saran-saran berikut ini mungkin berguna ketika memulai :
a. Mulailah kerja kelompok secara perlahan-lahan. Jaga agar kelompok yang bersangkutan
tetap kecil mungkin tidak lebih dari 5-8 siswa.
b. Pilihlah tugas yang sederhana, singkat dan terdefinisi dengan baik, serta mungkin dapat
diselesaikan secara sukses oleh kelompok yang bersangkutan.
c. Angkatlah seorang pemimpin dan seorang sekretaris untuk kelompok tersebut.
Pemimpin dan sekretaris tersebut sebaiknya dipilih oleh kelompok secara demokratis.
d. Beri siswa tersebut bahan-bahan dan sumber yang mereka perlukan untuk
menyelesaikan tugas.
e. Gunakan sejumlah waktu dengan setiap kelompok pada awal dan akhir setiap masa
kerja.
f. Pastikan bahwa laporan kelompok yang disajikan tersebut benar-benar ringkas.
Berdasarkan uraian di atas, kami mengimplementasikan keterampilan seperti yang dinyatakan
oleh NCSS (1971), antara lain :
1. Keterampilan penelitian
2. Keterampilan berpikir
3. Keterampilan berpartisipasi sosial
4. Keterampilan berkomunikasi
Kami melakukan penelitian karena dalam pelaksanaannya terdapat proses pengumpulan data
yang bersifat primer melalui wawancara terstruktur dan tidak terstruktur serta melakukan
observasi. Dengan demikian, kami telah mengimplementasikan keterampilan penelitian. Selain
itu, kami juga melalui rangkaian berpikir dalam membuat pedoman wawancara dan observasi
(keterampilan berpikir). Kemudian kami juga berpartisipasi sosial melalui kegiatan sharing
sembako kepada tuna netra di kelurahan Gunung Terang dan tentunya berkomunikasi dengan
mereka.
Kami memfokuskan observasi terhadap tuna netra kedalam lima aspek yakni:
1. Knowledge (pengetahuan)
2. Skill (keterampilan)
3. Attitude (sikap)
4. Social (sosial)
5. Economy (ekonomi)
Kelompok 1
Farisa Syarifah 1823031002
Navil Alfarisi Abbas 1823031008
Siska Rati 1823031016
Tri Nofian Setiabudi 1823031018
Tuna netra yang kami wawancarai terdiri dari tiga kepala keluarga. Kami menyoroti dari
aspek pengetahuan (knowledge). Berikut hasil wawancara dan observasi kami:
ANALISIS SWOT
1. Strength (Kekuatan)
Aspek pengetahuan atau knowledge dari para tuna netra cukup baik. Terbukti dari
pengetahuan mereka tentang sekolah khusus tuna netra. Mereka juga memiliki inisiatif yang
baik dalam menyediakan jasa pijat dan urut. Terlihat dari jawaban mereka saat
diwawancarai yang mengatakan bahwa malam hari mereka berada disebuah swalayan
Bandarlampung. Dengan tujuan untuk menarik konsumen yang bertanya dan membutuhkan
jasa pijat/urut. Selain itu, mereka memiliki rumah yang layak. Hal tersebut berkaitan dengan
kerja keras dan pantang menyerah mereka. Pengetahuan mereka mengenai keterampilan
yang dimiliki dapat dioptimalkan sebagai mata pencaharian.
2. Weakness (Kelemahan)
Kelemahan dari mereka ialah kurang bermasyarakat, dan merasa minder seperti bu Asih dan
bu Maemunah yang banyak di dalam rumah saja. Berbeda dengan pak Sumeri sebagai tulang
punggung, ia cukup dikenal oleh para tetangganya. Sebenarnya bu Asih pun cukup dikenal
oleh tetangganya karena kehebatannya dalam mendidik anaknya hingga perguruan tinggi.
Namun bu Asih sendiri mengaku kurang dalam bermasyarakat karena keterbatasan dan
adanya rasa minder, sebab tetangganya merupakan pekerja yang sibuk.
3. Opportunity (Peluang)
Konsumen yang sudah mengenal dan berlangganan jasa pijat dan urut merupakan peluang
yag dimiliki para tuna netra. Bahkan istri dari pak Sumeri yang bukan tuna netra,
menyediakan jasa pijat/urut dan kerokan.
4. Threaty (Ancaman)
Perencanaan hari tua dapat menjadi ancaman jika tidak dilakukan dengan baik. Sebab satu
dari informan kami, banyak di rumah karena usianya yang sudah senja. Sedangkan ia tidak
memiliki mata pencaharian lagi. Hanya berharap dari anak gadisnya yang juga tidak
memiliki mata pencaharian tetap.
Keterangan gambar 1 :
Kelompok satu berbincang dengan Ibu Asih usia 48 tahun.
Keterangan gambar 2 :
Kelompok 1 foto bersama dengan Bapak Sumeri di kediamannya.
HASIL OBSERVASI ASPEK SKILL (KETERAMPILAN)
Kelompok 2
Angga Wijaya 1823031007
Lindayana Evi Merkuri 1823031009
Fepti Tri Wulandari 1823031012
Paramita Cyntia Dewi 1823031018
WAWANCARA INDIKATOR SKILL (KEMAMPUAN)
IBU MAIMUNAH (60 TAHUN) SEBAGAI PENYANDANG TUNANETRA
Ibu Maemunah bukanlah alumni Bina Insani namun ia memiliki ketrampilan pijat dari teman-
temannya sesama tuna netra. Karena alasan usia, kini ia sudah tak mampu lagi menjalankan
rutinitas sebagai tukang pijat. Ia banyak di rumah menunggu anak perempuannya yang sering
membantu tuna netra lainnya mencari nafkah. Ketika kami temui, anak dari bu Maemunah
tersebut sedang membantu pak Sumeri dari memijat salah seorang konsumen.
Ibu Asih merupakan sosok seorang ibu rumah tangga yang inspiratif. Dibalik kekurangannya ia
bersama suami berhasil menyekolahkan anaknya sampai pada jenjang Universitas.Dalam bidang
ekonomi ibu asih merupakan seorang ibu rumah tangga, pencari nafkah adalah suaminya yang
juga penyandang disabilitas tuna netra. Sama halnya dengan penyandang disabilitas tuna netra
lainnya, profesi utama suami ibu asih adalah tukang pijat.
Dalam memberikan jasanya suami ibu asih sangat fleksibel, ia menerima jasa dirumahnya dan
juga datang kerumah pelanggan. Dalam satu kali pelayanan suami ibu asih menghabiskan waktu
sekitar 2 sampai 3 jam untuk satu pelanggan dengan tarif sekitar 50rb sampai 75rb. Selain suami
ibu asih, anak ibu asih pun turut serta dalam membantu memenuhi kebutuhan keluarga yaitu
dengan membuat kue sus dan menitipkannya di warung-warung. Dalam satu hari keluarga ibu
asih bisa mendapatkan minimal 100rb perhari dari profesi yang mereka lakukan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
Pijat, selain sebagai profesi sepertinya juga telah menjadi semacam identitas bagi tunanetra. Hal
ini tidak berlebihan karena tunanetra yang oleh keterbatasannya harus menggunakan rabaan
dalam berinteraksi dengan lingkungan fisik di sekitarnya. Sementara pijat adalah profesi yang
secara otomatis juga sangat mengandalkan ketajaman sentuhan/rabaan sehingga kalau kemudian
dilekatkan dengan penyandang tunanetra maka ibarat ikan dan airnya.
Mungkin berdasarkan itu pula dalam upaya rehabilitasi dan memandirikan tunanetra, pemerintah
melalui departemen sosial menyediakan sarana pelatihan pijat di berbagai daerah seperti yang
sekarang disebut PSBN (Panti Sosial Binanetra), –dulu bernama Sasana Rehabilitasi Penyandang
Cacat Netra (SRPCN). Di sinilah biasanya disabilitas netra dibimbing untuk hidup mandiri mulai
dari kehidupan praktis sehari-hari sampai latihan keterampilan pijat.
Selain itu mereka juga dibekali keterampilan lain sesuai dengan bakat dan minatnya. Namun
yang terutama dan paling diutamakan adalah keterampilan memijat. Tapi bisa bermain musik,
pandai memasak, bisa mengoperasikan komputer dan sebagainya merupakan keterampilan
tambahan yang mana peserta didik boleh mengikuti sesuai dengan minat dan bakatnya.
Hingga saat ini pemerintah memang belum bisa menemukan lapangan kerja lain yang tepat
untuk tunanetra selain pijat sehingga hanya profesi ini saja yang dikembangkan dengan
menyediakan tempat pelatihannya. Memang benar ada pula sekolah-sekolah luar biasa (SLB)
dan sekolah umum yang menerapkan sistem pendidikan inklusi untuk memungkinkan tunanetra
bisa ikut belajar di dalamnya. Namun dalam kaitannya dengan lapangan kerja, pendidikan formal
ini juga tidak menjanjikan profesi yang sesuai dengan tunanetra.
Permasalahan yang dihadapi setelah mereka menjadi juru pijat dan siap bekerja tunanetra harus
tertatih-tatih sendirian menghadapi situasi di masyarakat yang penuh dengan persaingan yang
lebih sering tidak sehat atau malah cenderung dipenuhi dengan siasat licik dan jahat. Karena di
sini yang menekuni profesi pijat tidak hanya para tunanetra saja. Orang-orang biasa
(nondisabilitas) juga banyak yang menjadi tukang pijat, baik sebagai pekerjaan sampingan
maupun ditekuni secara professional dan komersial. Ini tentu menyulitkan bagi tunanetra untuk
mengembangkan usaha pijatnya.
Salah satu tukang pijat yang ada di daerah Labuhan Ratu Bandar Lampung adalah bapak Sumeri,
penyandang tunanetra yang juga merupakan anggota Persatuan Tunanetra Indonesia
(PERTUNI). PERTUNI adalah suatu organisasi kemasyarakatan tunanetra Indonesia yang
pertama kali didirikan di Kota Solo, PERTUNI pada awalnya didirikan oleh sekelompok
tunanetra pada tahun 1966.Hingga Pada tahun 1971, pusat kegiatan Dewan Pengurus
Pusat PERTUNI dipindahkan dari Solo ke Ibu Kota Negara RI, Jakarta. Tujuan awal
dibentuknyaPERTUNI adalah untuk mewujudkan keadaan yang kondusifbagi para tunanetra
untuk menjalankan kehidupannya sebagai manusia dan warga negara Indonesia yang cerdas,
mandiri dan produktif tanpa diskriminasi dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Keberadaan pak Sumeri di Lampung sudah sejak tahun 1997. Ia telah memiliki seorang putera
yang sekarang sudah beranjak dewasa. Ia sekolah di Sekolah menengah kejuruan 2 Bandar
Lampung.
Pak Sumeri (53th) sempat merasakan larisnya jasa pijat yang ditekuninya pada 1990-an. Dalam
satu hari, tunanetra yang tinggal di Labuhan Ratu ini bisa mendapatkan 8-10 pelanggan setiap
hari. Namun seiring berjalannya waktu, pelanggan mereka terus berkurang, terus terkikis.
Namun pak Sumeri tetap gigih bekerja sebagai pemijat tunanetra. Untungnya langganannya sejak
tahun 90-an masih banyak yang percaya dipijatnya. Paling tidak sehari ada satu hingga dua
pemijat.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada hari sabtu 10 November 2018, ia
mengungkapkan "Kalau tahun 1990-an profesi pemijat ya tunanetra. Tapi sejak tahun 2000-an
saingannya makin berat, banyak orang normal jadi tukang pijat. Namun ia tetap yakin bahwa
masih ada pelanggan yang membutuhkan jasa pijatnya. Ia bekerja sebagai tukang pijatpun tidak
asal-asalan. Ia sempat berlatih hingga mendapatkan sertifikat di dinas sosial.
ANALISIS SWOT IMPLEMENTASI DALAM BIDANG SKILL
1. Strength (Kekuatan)
Berdasarkan hasil observasi kelompok kami, para penyandang Tunanetra tersebut memiliki
kelebihan atau kekuatan, yaitu sebagai tukang pijat. Karena pijat adalah profesi yang secara
otomatis juga sangat mengandalkan ketajaman sentuhan/rabaan sehingga kalau kemudian
dilekatkan dengan penyandang tunanetra maka ibarat ikan dan airnya.Dengan adanyaprofesi
pijat, para penyandang tunanetra tersebut bisa memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Keterampilan pijat yang di dapat dari suatu organisasi PERTUNI (Persatuan Tunanetra
Indonesia). Dengan adanya PERTUNI ini, para tunanetra dapat menjalankan kehidupannya
sebagai manusia pada umumnya dan warga negara Indonesia yang cerdas, mandiri dan
produktif tanpa diskriminasi dalam segala aspek kehidupan.
2. Weakness (Kelemahan)
Berdasarkan hasil observasi kami, mereka menjadi juru pijat bekerja harus tertatih-tatih
sendirian menghadapi situasi di masyarakat yang penuh dengan persaingan yang lebih sering
tidak sehat atau malah cenderung dipenuhi dengan siasat licik dan jahat. Karena di
lingkungannya, yang menekuni profesi pijat tidak hanya para tunanetra saja. Orang-orang
biasa (nondisabilitas) juga banyak yang menjadi tukang pijat, baik sebagai pekerjaan
sampingan maupun ditekuni secara professional dan komersial. Ini tentu menyulitkan bagi
tunanetra untuk mengembangkan usaha pijatnya.
3. Opportunity (Peluang)
Dalam hal ini, para penyandang tunanetra yang sudah mengikuti suatu organisasi/PERTUNI
mereka sudah dibekali berbagai keterampilan. Tidak hanya keahlian memijat saja, akan
tetapi bisa bermain musik, memasak, mengoperasikan komputer dan sebagainya. Itu
merupakan keterampilan tambahan yang mana para penyandang tunanetra boleh mengikuti
sesuai dengan minat dan bakatnya. Selain sebagai tukang pijat, mereka berpeluang untuk
mengembangkan keterampilan yang lainnya yang sudah di dapat dari organisasi tersebut.
4. Threat (Ancaman)
Sama halnya dengan kelemahan bagi para penyandang tunanetra yang dialami, yaitu ancaman dari
lingkungan mereka itu sendiri. Dalam profesi tukang pijat, tentu banyak tukang pijat (nondisabilitas)
yang lebih kompeten dari mereka. Akan tetapi, para penyandang tunanetra tersebut tidak memandang
apa yang dibicarakan di lingkungan disekitarnya. Mereka tidak ada kata lelah dan tetap semangat
dalam mengembangkan usaha sebagai tukang pijatnya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-
hari.
DOKUMENTASI
KELOMPOK 2
HASIL OBSERVASI ASPEK ATITTUDE (SIKAP)
Kelompok 3
Tuna Netra yang diwawancarai terdiri dari tiga kepala keluarga. Kami menilai aspek
attitude (Sikap). Berikut hasil wawancara dan observasi kelompok kami:
1. Pak Sumeri
Bapak Sumeri, seorang penyandang tuna netra yang sangat ramah dan bersahaja. Pada saat tim
peneliti dating berkunjung ke rumah bapak Sumeri, tim peneliti disambut dengan sangat ramah
baik oleh Beliau dan keluarganya. Beliau tinggal di sebuah rumah yang terbilang sangat
sederhana dengan istri beserta anaknya. Dikesehariannya beliau bekerja sebagai juru pijat atau
tukang pijat. Meskipun beliauhanya seorang tukang pijat panggilan, sikap beliau sangat ramah.
Pada saat tim peneliti dating untuk mewawancarai Bapak Sumeri pun menyambut kami dengan
hangat. Bahkan Beliau bersedia dan dengan sabra menjawab setiap pertanyaan yang diajukan tim
peneliti.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 November 2018 dengan mendatangi langsung kediaman
Bapak Sumeri. Keberadaan pak Sumeri di Lampung sudah sejak tahun 1997. Ia telah memiliki
seorang putera yang sekarang sudah beranjak dewasa. Ia sekolah di Sekolah menengah kejuruan
2 Bandar Lampung.
Beliau merupakan salah satu tukang pijat yang ada di daerah Labuhan Ratu Bandar Lampung
adalah bapak Sumeri, penyandang tunanetra yang juga merupakan anggota Persatuan Tunanetra
Indonesia (PERTUNI). PERTUNI adalah suatu organisasi kemasyarakatan tunanetra Indonesia
yang pertama kali didirikan di Kota Solo, PERTUNI pada awalnya didirikan oleh sekelompok
tunanetra pada tahun 1966. Hingga Pada tahun 1971, pusat kegiatan Dewan Pengurus Pusat
PERTUNI dipindahkan dari Solo keIbu Kota Negara RI, Jakarta. Tujuan awal dibentuknya
PERTUNI adalah untuk mewujudkan keadaan yang kondusif bagi para tunanetra untuk
menjalankan kehidupannya sebagai manusia dan warganegara Indonesia yang cerdas, mandiri
dan produktif tanpa diskriminasi dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
2. Maemunah
Bu Maemunah yang kini telah berusia 60tahun, beliau salah satu informan yang kami
wawancarai mengenai attitude (sikap). Kemandirian adalah sifat atau perilaku seseorang yang
tidak mau menggantungkan hidupnya pada orang lain, dan cenderung bersikeras untuk
memecahkan sendiri masalah yang dialaminya tanpa meminta bantuan pada orang lain dengan
pikiran dan hati yang jernih, dengan kepercayaan terhadap kemampuan diri untuk menata
kehidupan dan untuk meraih cita-cita maupun impian di masa depan. Kemandirian tidak didapat
dari lahir, namun kemandirian terbentuk melalui proses kehidupan seseorang dalam lingkungan
masyarakat.
Bagi keluarga ibu maemunah memiliki keluarga dan masyarakat sekitar yang membantu melatih
kemandirian agar kelak bisa menjadi pribadi yang mandiri,dan tidak menggantungkan hidup
pada orang lain. Ada berbagai cara untuk melatih kemandirian seperti yang disebutkan bu
maemunah, denganmelakukan aktivitas didalam rumah dapat dijadikan latihan kemandirian
seperti makan,mandi,memakai baju,menyisir rambut,menyapu rumah,mencuci pakaian,mencuci
piring,menghafal tata letak benda didalam rumah dengan indera peraba,dll.
Tidak hanya mencakup aktivitas di lingkungan rumah, tapi juga bersosialisasi dengan
masyarakat sekitar dengan membiasakan diri dengan memperkenalkan diri dahulu kepada
seseorang yang baru ditemui,mencari sebanyak-banyaknya teman,berkomunikasi dengan
lingkungan masyarakat yang paling dekat. Hal-hal tersebut dilakukan untuk melatih sifat
bertanggung jawab dan tentu saja untuk melatih kemandirian.
Memiliki mata dan dapat melihat merupakan suatu anugerah dan nikmat yang indah. Namun,
dengan kesempurnaan pengelihatan apa yang telah kita lakukan sebagai umat manusia yang
berserah diri kepada Tuhan?
Bu Asih, yang kini telah berusia 48 tahun menuturkan bahwa ia telah belajar menghafal Alquran
sejak masih berusia 6 tahun, dan ketika menginjak usia 11 tahun ia telah mampu menghafal juz
30 Alquran. Hal tersebut merupakan perilaku dan attitude yang baik mengingat pada saat ini sulit
sekali menemukan anak yang menghafal alquran.
Sewaktu masih belajar menghafa lAlquran dengan gurunya atau yang biasa disebut Pak Ahmad,
Muadz awalnya hanya dating satu kali dalam seminggu. Namun ia memohon kepada Pak Ahmad
agar diberi waktu tambahan. Akhirnya Bu asih belajar kepada syaikh 3 kali dalam seminggu dan
setiap kali dating ia hanya diperkenankan untuk menghafal satu ayat saja. Semangat dalam diri
Bu asih memang sangat luar biasa.
Hari–hari ketika ia belajar menghafal Alquran bersama dengan Pak Ahmad ia gunakan dengan
sangat baik. Bahkan Bu asih rela tidak bermain bersama dengan teman–teman sebayanya kala
itu. Tidak hanya semangatnya yang tinggi untuk belajar dan menghafal Alquran. Bu asih bahkan
memiliki hati yang sangat bersih dan pola pikir yang tak biasa untuk anak – anak seusianya.
Kita mungkin akan marah, kecewa, kesal dan sedih ketika harus ditakdirkan mengalami kebutaan
oleh Sang Pencipta, tetapi tidak dengan Bu asih. Bu asih dengan sangat bijak menuturkan bahwa
ia tidak pernah meminta kepada Sang Pencipta untuk bias memulihkan pengelihatannya, Bu asih
hanya mengharapkan rahmat dan ridho dari sang pemilik kehidupan ini.
Bu asih bahkan berharap bahwa kebutaan yang ia alami akan meringankan perhitungan dosanya
ketika kiamat nanti, karena ia tidak akan melakukan dosa yang digunakan bersama dengan
matanya. Bu asih sama sekali tidak merasa iri kepada teman – temannya dan orang lain yang
dapat melihat. Ia sungguh menikmati hidupnya tanpa pengelihatan yang ia harapkan mampu
membawanya menghuni surge terbaik milik Sang Kuasa.
ANALISIS SWOT IMPLEMENTASI DALAM BIDANG SKILL
1. Strength (Kekuatan)
Hasil observasi yang telah dilakukan kelompok kami, para penyandang Tunanetra memiliki
kelebihan atau kekuatan, yaitu beliau begitu ramah dan sangat bersahaja saat tim peneliti
mengunjungi mereka. Mereka juga sangat terbuka untuk memberikan jawaba-jawaban dari
pertanyaan kami. Sehingga kami pun dapat dengan mudah mengakrabkan diri dengan
mereka. Para penyandang tunanetra ini pada dasarnya memiliki keterampilan memijat.
Keterampilan pijat yang di dapat dari suatu organisasi yang diikutinya yakni PERTUNI
(Persatuan Tunanetra Indonesia). Dengan adanya PERTUNI ini, para tunanetra dapat
menjalankan kehidupannya sebagai manusia pada umumnya dan warga negara Indonesia
yang cerdas, mandiri dan produktif tanpa diskriminasi dalam segala aspek kehidupan. Hal
tersebut bahkan membuat mereka tampil percaya diri saat berada di masyarakat.
2. Weakness (Kelemahan)
Berdasarkanhasilobservasiyang telahdilakukanolehkelompokkami, walaupun mereka sudah
bersikap ramah, bersahaja dan sopan pun bahkan ada saat beberapa oknum yang suka
merendahkan mereka atau menyakiti mereka. Misalnya ada beberapa oknum yang sering
memandang mereka sebelah mata. Padahal para tunanetra ini pun sebenarnya tidak ingin
dilahirkan sebagai penyandang cacat. Sehingga dengan sikap beberapa oknum tersebut akan
menimbulkan perasaan menyinggung. Bahkan terkadang mereka pun jadi tidak berani
menghadapi dunia luas karena mereka merasa minder saat bertemu dengan oknum-oknum
tersebut.
3. Opportunity (Peluang)
Berdasarkan hasil penelitian kami, peluang untuk para penyandang cacat ini berada pada
skillnya. Mereka tidak hanya memiliki skill sebagai tukang pijat saja tetapi juga banyak
diantaranya yang memiliki keterampilan menjahit, memasak bahkan ada yang memiliki
keterampilan sebagai pemain musik. Dari keterampilan mereka ini lah yang nantinya akan
membawa mereka ke dunia luas. Apabila banyak pihak yang selalu mendukung para
tunanetra ini maka mereka akan merasa percaya diri. Sehingga mereka tidak lagi dianggap
rendah oleh orang lain. Bahkan akan banyak orang lain yang kagum akan kelebihannya
tersebut.
4. Threat (Ancaman)
Foto Dokumentasi
Kelompok 4
HASIL OBSERVASI
Kepercayaan diri dihasilkan dari dalam diri individu serta dari luar individu. Kepercayaan diri
ini terdiri dari 2 faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi
kepercayaan diri pada penyandang tuna netra yakni konsep diri. Penyandang tuna netra
memiliki konsep diri positif maka terlihat lebih optimis, penuh percaya diri,serta menghargai
kondisi fisik yang dialami, sedangkan konsep diriyang negative maka cenderung rendah diri
pada kondisi fisik yang dialami. Faktor eksternal yang mempengaruhi kepercayaan diri
penyandang tunanetra adalah lingkungan social terutama dalam memberikan dukungan.
Dukungan sosialyang diterima oleh penyandang tunanetra membuat individu lebih percayadiri.
Dukungan sosial negatif diterima penyandangtuna netra membuat individu minder dengan
kondisi fisik serta ketergantungan dengan lingkungan sosial. Dampak kepercayaan diri
penyandang tuna netrayang positif ditandai dengan mau mencoba sesuatu yang baru, memiliki
potensi dalam hal.pendengaran, perabaan, sertaingatan, memiliki keterampilan dalam hal
bermusik serta menunjukkan kepada orang lain. Dampak kepercayaan diri negative penyandang
tunanetra ditandai dengan perasaan takut, malu, khawatir berlebihan, mudahmarah, cemas dan
iri hati (Soemantri, 2007). Tekanan dari masyarakat menimbulkan faktor psikis penyandang
tuna netra. Faktor tersebut membuat penyandang tuna netra menjadi kurang berproduktif.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan beberapa dukungan sosial dari
masyarakat ada yang bersifat positif dan negatif, beberapa ada yang memandang mereka
memandang sebelah mata, dapat dilihat dari narasumber Ibu Maemunah dan Ibu Asih, mereka
cenderung lebih jarang bersosialisasi dengan masyarakat, dikarenakan adanya perasaan minder
dengan lingkungan sekitar rumah. Berbeda dengan bapak Sumari ia cenderung ingin dan
bersosialisasi dengan masyarakat, terkadang ia juga diberi pertolongan dari masyarakat sekitar,
misalnya diberikan tumpangan pada saat pulang kerja. Walaupun tergolong minder dan jarang
besosialisasi dengan lingkungan sekitar tetapi Ibu Asi dan Ibu Maemunah masih mau berusaha
menjalin hubungan sosialisasi dengan masyarakat, walaupun cenderung waktu yang mereka
habiskan lebih banyak dirumah. Contohnya mereka masihmengikuti pengajian, masih membantu
jika tetangga ada yang sedang melakukan hajatan seperti pernikahan dll.Hal ini sesuai dengan
penjelasan oleh Lakey & Cohen (2000) bahwa dukungan sosial berupa pertolongan dan
dukungan dalam berinteraksi dengan orang lain terutama keluarga dan teman dapat
menimbulkan perasaan positif dan dapat meningkatkan rasa kepercayaan diri. Dukungan
sosial ialah proses interaksi dengan sosial yang berupa pemberian bantuan, semangat,
penerimaan, dan perhatian untuk meningkatkan kesejahteraan hidup (Johnson& Johnson, 1991).
Dari ketiga narasumber dapat dilihat bahwa konsep diri mereka rata-rata cenderung positif,
kepercayaan diri mereka dengan cara bekerja mengahasilkan uang, menghargai dengan keadaan
fisik yang mereka miliki sekarang, dan memiliki motivasi dari dalam diri untuk melakukan
sesuatu hal yang baru. Hal tersebut sesuaidengan penjelasandariHurlock(2012) bahwa
konsepdiriyangpositifmenimbulkan rasakepercayaan dalam diri. Konsep diri dalam
memandang diri sendiri secarakonsisten sertarealistik terhadap diridapatmeningkatkan rasa
kepercayaan diri serta memperkecil rasa rendahdiri.Hasilobservasi dan wawancara menyebutkan
bahwa konsepdirilebih memiliki pengaruhterhadap kepercayaan diridibandingkan dengan
dukungan sosialterhadap kepercayaan diri.
ANALISIS SWOT
Dalam upaya mencari dan menemukan nilai-nilai strategis pada suatu organisasi dapat dilakukan
dengan menggunakan analisis SWOT. Dari keempat unsur yang dihadapin dan dimiliki oleh
suatu organisasi secara internal memiliki sejumlah kekuatan (Strength) dan
kelemahan(Weakness) dan secara eksternal memiliki berbagai dalam menghadapi berbagai
ancaman (Threats).
Kekuatan (Strength)
1. Dengan keterbatasan yang mereka miliki, semangat dan motivasi untuk melakukan
kegiatan sosialisasi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar tidak hilang, contohnya
saja mereka masih mau melakukan kegiatan pengajian, membantu jika ada tetangga yang
melakukan hajatan dan lain-lain.
2. Adanya lembaga pendidikan yang memberikan keterampilan untuk bekal hidup para
tuna netra dalam kehidupan sehari-hari.
Kelemahan (Weakness)
1. Kekurangan dalam hal penglihatan bisa meneyababkan mereka tidak bisa melakukan
kegiatan sosial secara sempurna, kecuali menggunakan peralatan-peralatan khusus.
2. Kegiatan sosial yang berhubungan dengan orang lain terkadang dengan adanya
keterbatasan yang mereka miliki, mereka cenderung malu atau rendah diri untuk bergaul
atau bertemu dengan orang lain.
3. Kegiatan sosial yang mereka lakukan membutuhkan bantuan orang lain.
4. Kegiatan sosial yang dilakukan bersifat sederhana, bisa jadi kegiatan sosial yang
dilakukan antar sesama tuna netra.
Peluang(Opportunities)
Ancaman (Threats)
TRANSKRIP WAWANCARA
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama : Sumeri
2. Alamat :
3. Usia :53 tahun
4. Jenis Kelamin : laki-laki
5. Riwayat Pendidikan : Pelatihan tunanetra (pertuni) Gang Semangka
6. Jumlah keluarga : 3 orang
II. HASIL OBSERVASI
Kondisi tempat wawancara :
Wawancara dilakukan di rumah bapak Sumeri, setelah beliau pulang kerja
memijat.Wawancara dilakukan bersama istri bapak Sumeri.
Keadaan Informan secara umum :
Informan adalah salah satu tuna netra yang bekerja sebagai tukang pijat yang “ngetem” di
depan Swalayan fitrinov.
Perilaku informan :
Wawancara berlangsung lancar dan informan bersifat komunikatif.
III. HASIL WAWANCARA
1. Bagaimana cerita bapak ibu dapat tinggal di daerah ini !
Jawaban :
Saya merantau dari Blitar tahun 1997 karena mendengar ada pelatihan tuna netra di
Lampung. Saya mendapat pelatihan di PERTUNI Gang Semangka selama 1,5 tahun
dan mengikuti teman –teman menjadi tukang pijat keliling baru lah kemudian mulai
“ngetem”untuk memijat di Swalayan Fitrinov
2. Bagaimana hubungan bapak atau ibu dengan masyarakat di lingkungan sekitar !
Hubungan saya dengan masyarakat cukup baik, sebagai contoh saat pulang dari
memijat di Fitri Nov Jam 12 malam saya terkadang mendapat tumpangan untuk
sampai di rumah
3. Bagaimana bapak ibu memaknai diri sebagai seoarang tuna netra !
Mensyukuri, segala nikmat Allah.
4. Bagaimana tanggapan masyarakat lain melihat kondisi bapak/ibu sekeluarga sebaagai
tuna netra!
Pastinya ada orang yang memandang kami sebagai tuna netra sebelah mata
5. Pernahkah bapak/ibu sebagai “tuna netra” menerima stigma negative maupun positif
baik verbal maupun non verbal seperti perlakuan tidak menyenangkan, ejekan,
ataupun sindiran
Pernah, terkadang mendapat sindiran. Tapi, makin kesini respon masyarakat semakin
baik
6. Jika pernah (no 6) seperti apa sajakah stigma positif maupun negative yang pernah
diterima!
Menganggap tuna netra tidak bisa apa-apa,
7. Bagaiman reaksi bapak atau ibu saat menerima stigma positif dan negative dari orang
lain tersebut!
Di syukuri saja.Kemudian memberikan pengertian kepada anak dengan pelan-pelan
agar tidak malu dengan kondisi bapaknya yang tunanetra.
8. Ketika ada kegiatan di masyarakat apakah keluarga bapak diikutsertakan dalam
kegiatan tersebut!
Ikut serta misal pengajian
9. Ketika keluarga bapak atau ibu mendapat musibah seperti anggota keluarga sakit,
meninggal dunia, kecelakaan, bentuk bantuan apa yang diberikan masyarakat kepada
keluarga bapak atau ibu!
Masyrakat selalu membantu jika kami ada kesulitan.
TRANSKRIP WAWANCARA
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama : Maemunah
2. Alamat :
3. Usia :58 tahun
4. Jenis Kelamin : perempuan
5. Riwayat Pendidikan : tidak sekolah
6. Jumlah keluarga : 6 orang
II. HASIL OBSERVASI
Kondisi tempat wawancara :
Wawancara dilakukan di rumah ibu Maemunah
Keadaan Informan secara umum :
Informan adalah salah satu tuna netra yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dan
suaminya penderita tuna netra yang bekerja sebagai tukang pijat.
Perilaku informan :
Wawancara berlangsung lancar dan informan bersifat komunikatif dan sedikit minder
dengan kondisi beliau
III. HASIL WAWANCARA
1. Bagaimana cerita bapak ibu dapat tinggal di daerah ini !
Jawaban :
Saya bisa tinggal disini karena mengetahui jika di Bandar lampung ada pelatihan
untuk penderita tuna netra akan tetapi pendidikan saya tidak selesai karena bertemu
bapak kemudin menikah
2. Bagaimana hubungan bapak atau ibu dengan masyarakat di lingkungan sekitar !
Hubungan saya dengan masyarakat cukup baik, tapi saya membatasi keluar rumah
karena tetangga saya orang kaya semua
3. Bagaimana bapak ibu memaknai diri sebagai seoarang tuna netra !
Mensyukuri, segala nikmat Allah.
4. Bagaimana tanggapan masyarakat lain melihat kondisi bapak/ibu sekeluarga sebaagai
tuna netra!
Pastinya ada orang yang memandang kami sebagai tuna netra sebelah mata
5. Pernahkah bapak/ibu sebagai “tuna netra” menerima stigma negative maupun positif
baik verbal maupun non verbal seperti perlakuan tidak menyenangkan, ejekan,
ataupun sindiran
Pernah, terkadang mendapat sindiran.Tapi, makin kesini respon masyarakat semakin
baik.
6. Jika pernah (no 6) seperti apa sajakah stigma positif maupun negative yang pernah
diterima!
Menganggap tuna netra tidak bisa apa-apa,
7. Bagaiman reaksi bapak atau ibu saat menerima stigma positif dan negative dari orang
lain tersebut
Di syukuri saja dan diterima dengan iklas.karena apapun keadaanya saya dan
keluarga harus mandiri menyelesaikan kehidupan kami sehari-hari.
8. Ketika ada kegiatan di masyarakat apakah keluarga bapak ibudiikutsertakan dalam
kegiatan tersebut!
Ikut serta misal pengajian
9. Ketika keluarga bapak atau ibu mendapat musibah seperti anggota keluarga sakit,
meninggal dunia, kecelakaan, bentuk bantuan apa yang diberikan masyarakat kepada
keluarga bapak atau ibu!
Masyarakat selalu membantu jika kami ada kesulitan, begitu pula saat lebaran.
TRANSKRIP WAWANCARA
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama : Asih
2. Alamat :
3. Usia :48 tahun
4. Jenis Kelamin : perempuan
5. Riwayat Pendidikan : tidak sekolah
6. Jumlah keluarga : 6 orang
II. HASIL OBSERVASI
Kondisi tempat wawancara :
Wawancara dilakukan di rumah ibu Asih
Keadaan Informan secara umum :
Informan adalah salah satu tuna netra yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dan
suaminya penderita tuna netra yang bekerja sebagai tukang pijat.
Perilaku informan :
Wawancara berlangsung lancar dan informan bersifat komunikatif dan sedikit minder
dengan kondisi beliau
III. HASIL WAWANCARA
1. Bagaimana cerita bapak ibu dapat tinggal di daerah ini !
Jawaban :
Saya bisa tinggal disini karena mengetahui jika di Bandar lampung ada pelatihan
untuk penderita tuna netra lalu ditempat pelatihan bertemu bapak kemudin menikah,
saya tinggal dengan adik saya, dengan mencari nafkah sebagai penjual kue sus dan
suami juga yang merupakan penyandang tuna netra bekerja sebagai tukang pijat.
2. Bagaimana hubungan bapak atau ibu dengan masyarakat di lingkungan sekitar !
Hubungan saya dengan masyarakat cukup baik, tapi saya membatasi keluar rumah
karena tetangga saya orang kaya semua
3. Bagaimana bapak ibu memaknai diri sebagai seoarang tuna netra !
Mensyukuri, segala nikmat Allah.
4. Bagaimana tanggapan masyarakat lain melihat kondisi bapak/ibu sekeluarga sebaagai
tuna netra!
Pastinya ada orang yang memandang kami sebagai tuna netra sebelah mata
5. Pernahkah bapak/ibu sebagai “tuna netra” menerima stigma negative maupun positif
baik verbal maupun non verbal seperti perlakuan tidak menyenangkan, ejekan,
ataupun sindiran
Pernah, terkadang mendapat sindiran.Tapi, makin kesini respon masyarakat semakin
baik.
6. Jika pernah (no 6) seperti apa sajakah stigma positif maupun negative yang pernah
diterima!
Menganggap tuna netra tidak bisa apa-apa,
7. Bagaiman reaksi bapak atau ibu saat menerima stigma positif dan negative dari orang
lain tersebut
Di syukuri saja dan diterima dengan iklas.karena apapun keadaanya saya dan
keluarga harus mandiri menyelesaikan kehidupan kami sehari-hari.
8. Ketika ada kegiatan di masyarakat apakah keluarga bapak ibudiikutsertakan dalam
kegiatan tersebut!
Ikut serta misal pengajian dan membantu tetangga jika ada hajatan dll
9. Ketika keluarga bapak atau ibu mendapat musibah seperti anggota keluarga sakit,
meninggal dunia, kecelakaan, bentuk bantuan apa yang diberikan masyarakat kepada
keluarga bapak atau ibu!
Masyarakat selalu membantu jika kami ada kesulitan
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama :
2. Alamat :
3. Usia :
4. Jenis Kelamin :
5. Riwayat Pendidikan :
6. Jumlah keluarga :
II. KONDISI SOSIAL
1. Apakah bapak/ ibu sebagai pendatang tinggal di daerah ini !
2. Bagaimana hubungan bapak atau ibu dengan masyarakat di lingkungan sekitar !
3. Bagaimana bapak ibu memaknai diri sebagai seoarang tuna netra !
4. Bagaimana tanggapan masyarakat lain melihat kondisi bapak/ibu sekeluarga !
5. Pernahkah bapak/ibu sebagai “tuna netra” menerima stigma negative maupun positif
baik verbal maupun non verbal seperti perlakuan tidak menyenangkan, ejekan,
ataupun sindiran
6. Jika pernah (no 6) seperti apa sajakah stigma positif maupun negative yang pernah
diterima!
7. Bagaiman reaksi bapak atau ibu saat menerima stigma positif dan negative dari orang
lain tersebut
8. Ketika ada kegiatan di masyarakat apakah keluarga bapak ibu diikutsertakan dalam
kegiatan tersebut!
9. Ketika keluarga bapak atau ibu mendapat musibah seperti anggota keluarga sakit,
meninggal dunia, kecelakaan, bentuk bantuan apa yang diberikan masyarakat kepada
keluarga bapak atau ibu!
DOKUMENTASI
Keterangan gambar 1:
Kelompok empat foto bersama dengan Bapak Sumeri dan Ibu Maemunah di kediaman
rumah pak Sumeri
Keterangan gambar 2:
Kelompok empat berbincang dengan Ibu Asih usia 48 tahun yang berprofesi sebagai
tukang kue sus untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga Ibu Asih.
HASIL OBSERVASI ASPEK EKONOMI
Oleh:
Kelompok 5
Juru pijat, tukang pijat, atau apapun istilahnya sampai saat ini masih menjadi profesi
andalan bagi penyandang disabilitas netra. Tidak hanya dikalangan mereka yang tak
sempat mengenyam pendidikan formal saja, bahkan yang sudah menyandang gelar sarjana
pun masih belum lepas begitu saja dengan kegiatan pijat-memijat. Kalaupun ada
barangkali bisa dihitung dengan jari. Pijat dan tunanetra seolah sudah menjadi semacam
keniscayaan.
Pijat, selain sebagai profesi sepertinya juga telah menjadi semacam identitas bagi
tunanetra. Hal ini tidak berlebihan karena tunanetra yang oleh keterbatasannya harus
menggunakan rabaan dalam berinteraksi dengan lingkungan fisik di sekitarnya. Sementara
pijat adalah profesi yang secara otomatis juga sangat mengandalkan ketajaman
sentuhan/rabaan sehingga kalau kemudian dilekatkan dengan penyandang tunanetra maka
ibarat ikan dan airnya.
Mungkin berdasarkan itu pula dalam upaya rehabilitasi dan memandirikan tunanetra,
pemerintah melalui departemen sosial menyediakan sarana pelatihan pijat di berbagai
daerah seperti yang sekarang disebut PSBN (Panti Sosial Binanetra), –dulu bernama
Sasana Rehabilitasi Penyandang Cacat Netra (SRPCN). Di sinilah biasanya disabilitas
netra dibimbing untuk hidup mandiri mulai dari kehidupan praktis sehari-hari sampai
latihan keterampilan pijat.
Selain itu mereka juga dibekali keterampilan lain sesuai dengan bakat dan minatnya.
Namun yang terutama dan paling diutamakan adalah keterampilan memijat. Tapi bisa
bermain musik, pandai memasak, bisa mengoperasikan komputer dan sebagainya
merupakan keterampilan tambahan yang mana peserta didik boleh mengikuti sesuai
dengan minat dan bakatnya.
Hingga saat ini pemerintah memang belum bisa menemukan lapangan kerja lain yang tepat
untuk tunanetra selain pijat sehingga hanya profesi ini saja yang dikembangkan dengan
menyediakan tempat pelatihannya. Memang benar ada pula sekolah-sekolah luar biasa
(SLB) dan sekolah umum yang menerapkan sistem pendidikan inklusi untuk
memungkinkan tunanetra bisa ikut belajar di dalamnya. Namun dalam kaitannya dengan
lapangan kerja, pendidikan formal ini juga tidak menjanjikan profesi yang sesuai dengan
tunanetra.
Permasalahan yang dihadapi setelah mereka menjadi juru pijat dan siap bekerja tunanetra
harus tertatih-tatih sendirian menghadapi situasi di masyarakat yang penuh dengan
persaingan yang lebih sering tidak sehat atau malah cenderung dipenuhi dengan siasat licik
dan jahat. Karena di sini yang menekuni profesi pijat tidak hanya para tunanetra saja.
Orang-orang biasa (non disabilitas) juga banyak yang menjadi tukang pijat, baik sebagai
pekerjaan sampingan maupun ditekuni secara professional dan komersial. Ini tentu
menyulitkan bagi tunanetra untuk mengembangkan usaha pijatnya.
Beberapa tukang pijat yang ada di daerah Labuhan Ratu Bandar Lampung adalah bapak
Sumeri, penyandang tunanetra yang juga merupakan anggota Persatuan Tunanetra
Indonesia (PERTUNI). PERTUNI adalah suatu organisasi kemasyarakatan tunanetra
Indonesia yang pertama kali didirikan di Kota Solo, PERTUNI pada awalnya didirikan
oleh sekelompok tunanetra pada tahun 1966. Hingga Pada tahun 1971, pusat kegiatan
Dewan Pengurus Pusat PERTUNI dipindahkan dari Solo ke Ibu Kota Negara RI,
Jakarta. Tujuan awal dibentuknya PERTUNI adalah untuk mewujudkan keadaan yang
kondusif bagi para tunanetra untuk menjalankan kehidupannya sebagai manusia dan warga
negara Indonesia yang cerdas, mandiri dan produktif tanpa diskriminasi dalam segala
aspek kehidupan dan penghidupan.
3 Asih (pr) 48 tahun Ibu Asih merupakan sosok seorang ibu rumah
tangga yang inspiratif. Dibalik kekurangannya
ia bersama suami berhasil menyekolahkan
anaknya sampai pada jenjang Universitas.
Pijat, selain sebagai profesi sepertinya juga telah menjadi semacam identitas bagi tunanetra. Hal ini
tidak berlebihan karena tunanetra yang oleh keterbatasannya harus menggunakan raba andalam
berinteraksi dengan lingkungan fisik di sekitarnya. Sementara pijat adalah profesi yang secara otomatis
juga sangat mengandalkan ketajaman sentuhan/rabaan sehingga kalau kemudian dilekatkan dengan
penyandang tunanetra maka ibaratikan dan airnya.
Pemberani
Tuna netra akan melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh tanpa ragu. Sikap ini terjkadi bila
mereka mempunyai konsep dasar yang benar. Begitu pun dalam mendapatkan pendapatan
memenuhi kebutuhannya sehari-hari .
Perhatian berpusat
Kebutuhan menyebabkan dalam melakukan suatu kegiatan akan terpusat.perhatian yang berpusat
ini sangat mendukung kepekaan dalam melakukan suatu kegiatan/atau pekerjaan nya.
Rendah diri
Penyandang disabilitas sangat rendah diri dalam melakukan aktifitas. Tidak mementingkan
kepentingan dirinya dalam mendapatkan rezeki untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya.
Tidak adanya kepastian akan jumlah pendapatan dalam sehari, para disabilitas tuna netra dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari berprofesi sebagai juru pijat yang mana profesi tersebut
merupakan pelayanan jasa yang tidak setiap hari dibutuhkan oleh manusia.
Tidak royal dan jujurnya para pelanggan dalam memberikan upah setelah menerima jasa pijat.
Para disabilitas tuna netra dalam memberikan pelayanan jasa pijat tidak memberikan patokan
harga tertentu tetapi jika dilihat dari harga pasaran jasa pijat di kawasan Bandar lampung yang
berkisar di angka Rp 50.000 – Rp 100.000,- masih terdapat pelanggan yang hanya memberikan
10.000 untuk satu kali jasa pijat (sekitar 2 sampai 3 jam)
Banyaknya persaingan dalam profesi juru pijat. Selain dari penyandang disabilitas tuna netra,
orang-orang biasa (non disabilitas) juga banyak yang berprofesi sebagai juru pijat baik sebagai
sampingan maupun ditekuni secara professional dan komersial. Ini tentu menyulitkan bagi
tunanetra untuk mengembangkan usaha pijatnya.
Masalah emosional
Masalah ini timbul ketika pak Sumeri berada di tempat yang asing, sebab ditempat tersebut ia
akan mengalami rasa takut yang berlebihan, cepat marah dan curiga terhadap orang-orang
sekitarnya. Kurangnya rasa percaya dirinya akan muncul disaat ia berada disekitar orang baru.
Keterangan :
Kelompok lima bersama teman-teman Magister IPS ketika melakukan kunjungan kerumah Ibu
Asih di Kelurahan Tanjung Senang Bandar Lampung