Anda di halaman 1dari 17

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Umum

Hasil dari pengamatan yang didapatkan untuk karakteristik sampah


pengungsian kurang lebih memiliki karakteristik yang sama dengan sampah dari
rumah tangga. Pengamatan yang dilakukan tidak berdasarkan standar baku mutu yang
mengatur tentang karakteristik sampah pengungsian melainkan penulis melakukan
pengamatan secara langsung di lokasi pengungsian gunung kelud, hal ini dikarenakan
tidak adanya standar baku mutu yang mengatur tentang karakteristik sampah
pengungsian.

Perbandingan antara sampah basah dengan sampah kering untuk lokasi


pengungsian yaitu sampah basah sebesar 70% sementara untuk sampah kering
memiliki variabel yang berbeda untuk setiap lokasi pengungsiannya. Dari
perbandingan tersebut maka dirancang sebuah komposter yang dapat mengolah
sampah secara terus-menerus serta aman dan nyaman dalam penggunaannya.
Sementara untuk inokulan yang digunakan yaitu EM4, hal ini dikarenakan inokulan
tersebut dapat ditemui dengan mudah oleh pengungsi dan dalam penggunaannya juga
lebih praktis.

4.2 Hasil Rancang Bangun Smart composter

Pendesainan alat komposter ini dilakukan dengan melihat kondisi sampah yang
akan dimasukkan, sehingga pemilihan dan spesifikasinya mempengaruhi kinerja alat
yang dirancang. Bahan-bahan teknik yang digunakan dalam perancangan alat
diusahakan kokoh dan mampu mendukung kinerja alat, namun juga diusahakan

37
38

mudah diperoleh untuk menjaga keseimbangan bahan baku apabila ada usaha untuk
memproduksi dalam jumlah besar.

4.2.1 Detail DesainAlat

Hasil rancang bangun smart composter ini terdiri dari 10 bagian utama yaitu
rangka, hopper, tabung pencacah atas dan bawah, pisau pencacah, tabung
pengadukan, besi pengadukan, motor listrik, V-belt, pully dan ban roda. Sedangkan
daya dihitung sesuai dengan beban yang dtimbulkan dari unit pencacah dan
pengadukan. Keterangan detail desain alat dapat dilihat pada lampiran.

Pada pembuatan desain smart composter ini mengambil bentuk tabung.


Terdapat 2 tabung yang memiliki fungsi dan ukuran masing-masing. Tabung dengan
ukuran panjang 60 cm dengan diameter 30 cm berfungsi sebagai tempat pisau
pencacah. Sedangkan tabung dengan ukuran 100 cm dengan diameter 60 cm
berfungsi sebagai tempat pengaduk dan penampung sampah yang sudah di cacah. Hal
ini dikarenakan bentuk tabung merupakan bentuk yang sangat cocok untuk
melakukan proses pencacahan dan pengadukan sampah berskala banyak. Terlihat
pada gambar 4.1 dan gambar 4.2.
39

Gambar 4.1 Detail Desain Alat Tampak Depan

Gambar4.2 Detail DesainAlatTampakSamping


40

Pada pembuatan desain smart composter ini bahan untuk material yang
digunakan bermacam-macam sebagian besar adalah plat besi sesuai dengan ukuran
dan fungsi. Komponen utama seperti alat pencacah dan wadah pengadukan memakai
plat besi dengan ketebalan 1mm. seperti terlihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Plat besi yang digunakan

Sedangkan rangka utama terbuat dari besi siku dan besi plat
sebagai landasan. Hopper terbuat dari besi plat tebal 1mm yang disatukan dengan
tabung pencacah atas dengan pengikatan yang dapat dilepas pasang agar proses
bongkar pasang dapat dilakukan dengan mudah.

Tabung pencacah terdiri dari pisau putar dan pisau tetap. Pisau putar terdiri
dari 16 pisau cacah dengan ukuran yang dipasang pada
poros penggerak menyatu dengan plat dudukan pisau putar. Pisau putar ini berfungsi
untuk menghancurkan sampah yang masuk ke dalam tabung pencacahan. Pisau tetap
terdiri dari 6 buah pisau pencacah dengan ukuran yang
41

diikat pada tabung pencacah bawah. Pisau tetap ini berfungsi untuk membantu proses
pencacahan yang dilakukan pisau putar. Serta 2 pisau pencacah kipas yang digunakan
untuk membalikkan hasil cacahan akan masuk ke dalam tabung selanjutnya.Desain
awal yang direncanakan adalah dengan membuat 2 pisau pencacah yang bisa di lepas
pasang dengan fungsi dapat mencacah sampah basah dan sampah kering. Namun,
banyak pertimbangan dari alat smart composter ini sehingga di buat 1 pisau pencacah
yang memiliki 3 fungsi berbeda . Dari ketiga jenis pisau yang digunakan dapat
mencacah sampah basah dan sampah kering. Dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Tabung pencacah dan pisau pencacah

Tabung pengadukan ini dapat menampung sampah pengungsian yang telah


dicacah oleh alat pencacah. Banyaknya sampah yang ditampung mengakibatkan
kesulitan dalam melakukan proses pengadukan sampah sehingga dibuat juga pisau
pengadukan yang berfungsi untuk mengaduk dan mencampur sampah. Dapat dilihat
pada gambar 4.5.
42

Gambar 4.5 Tabung pengadukan dan pisau pengaduk

4.3 Analisa Hasil Perencanaan dan Perhitungan


4.3.1 Perencanaan Daya

Tenaga penggerak yang digunakan pada smart composter ini menggunakan


motor listrik dengan kekuatan 1hp. Spesifikasi mesin yang digunakan dapat dilihat
pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Spesifikasi Motor Listrik

ISO 9001
VEMA
SINGLE PHASE INDUCTION MOTOR

TYPE YC90L 1-4 S1

0,75 KW 1 HP 6,87 A
220 V 1420 r/min IP 54
INS.CL F 50 Hz No.VM12060667
43

Gambar 4.6 Spesifikasi Motor Listrik

Perhitungan pemakaian listrik :

( ) ( )

4.3.2 Perencanaan Kapasitas

Kapasitas alat didasarkan pada jumlah pengungsi yang diambil yaitu sebanyak
100 jiwa karena penulis akan membuat alat yang portable (mudah dibawa dan
dipindahkan). Sedangkan untuk tim bulan sampah diambil dari SNI 19-3964-1994
44

yaitu sebesar 2 L/hr/jiwa (diasumsikan 2 L sampah = 2 Kg). Kapasitas penampungan


alat dihitung dengan rumus berikut :

1) Kapasitas Tabung Pencacah

Dengan massa jenis sampah rumah tangga 481 kg/m3(L Silva, 2013),
sehingga dapat menentukan kapasitas rata-rata tabung pencacah. Data sampah
yang dicacah pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Jumlah Sampah kering danbasahyang dicacah

Ulang Ke Volume (g) Waktu (s)


SampahKering
1 20 L 480
2 10 L 240
14430 720
Kapasitas rata-rata 20 g/s 5,55 kg/jam
SampahBasah
1 20 L 335
2 10 L 180
14430 515
Kapasitas rata-rata 28 g/s 7,77 kg/jam

Diketahui : massa jenis sampah rumah tangga = 481 kg/m3

Volume (g) = 20L +10L = 30 L

30L = 30 dm3 => 0,003m3


45

481 kg/m3x0,003m3 = 14,43 kg => 14430 g

Kapasitas rata-rata = Volume/waktu

=14430g/720s

= 20g/s

Volume (g) = 20L +10L = 30 L

30L = 30 dm3 => 0,003m3

481 kg/m3x0,003m3 = 14,43 kg => 14430 g

Kapasitas rata-rata = Volume/waktu

=14430g/515g

= 28/s

2) Kapasitas Tabung Pengadukan


Diketahui: Tabung pengadukan berbentuk silinder memiliki ukuran, yaitu :
Tinggi/panjang : 100 cm = 1 m
Diameter : 60 cm = 0,6 m
Massa jenis sampah rumah tangga : 481 kg/m3

Dimana :Volume kapasitas penampungan Tabung Pengadukan yang


dipakai
46

Dimana:kapasitas tabung pengadukan yang dipakai

3) KecepatanPutaranPencacahan

Diketahui :

P1 = pulley pada motor = 8cm = 3,15 inch

P2 = pulley pencacah = 15cm = 5,9 inch

N1 = 1420 rpm

Sehingga, kecepatannya :

4) Kecepatan Putaran Poros Pengadukan Kompos


Diketahui :
P1 = pulley pada motor = 8cm = 3,15 inch
P2 = pulley pengaduk = 30cm = 11,8 inch
47

5) Kecepatan Putaran Pengadukan Kompos


Diketahui :
P1 = pulley pada motor = 8cm = 3,15 inch
P2 = pulley pengaduk = 30cm = 11,8 inch

4.4 Hasil Pengujian Mesin

Pengujian smart portable composter berupa uji fungsional yang bertujuan untuk
mengetahui apakah hasil rancang bangun dapat berfungsi sesuai dengan desain yang
diharapkan. Jika tidak sesuai harus dilakukan modifikasi alat sampai menghasilkan
unjuk kerja yang baik.

Dalam pelaksanaan uji smart composter menggunakan dua jenis sampel


sampah yaitu jenis sampah basah dan sampah kering dengan perbandingan 1:1.
Sampah yang digunakan adalah sampah organik skala sisa rumah tangga dan daun-
daun kering yang ada disekitar halaman warga. Dalam proses uji smart composter ini
dibagi menjadi dua bagian pengolahan yaitu pencacah dan pengadukan sampah. Pada
pelaksanaan pengujian mesin ini akan dihitung waktu kecepatan pencacah dalam
mencacah sampah organik kering dan basah.
48

Setelah dilakukan pengujian diketahui putaran pada motor mesin yang


digunakan adalah 1420 rpm dan putaran poros pencacah 758,1 rpm, diperoleh hasil
cacahan yang cukup baik yang dapat dilihat dari hasil sampah organik yang tercacah
mencapai 90% dan ukuran cacahannya mencapai 10-15mm. Namun, pisau pencacah
yang didesain pada alat ini lebih efektif dalam mencacah sampah organik kering
dibandingkan sampah organik basah sebab, pisau yang digunakan tidak cocok untuk
mencacah sampah organik basah sehingga pada saat proses pencacahan terjadi
penumpukan sampah di hopper yang mengakibatkan mesin alat tersebut berhenti
berputar. Tetapi pada pengadukan, terjadi beberapa hambatan. Hal ini dikerenakan
daya motor listrik yang digunakan tidak cukup besar untuk mengaduk bahan kompos
tersebut.

Pengujian kapasitas mesin dilakukan dengan menggunakan bahan sampah


organik yang berasal dari lingkungan kost-an dan kampus UII terpadu berupa sisa
makanan, sayuran, buah-buahan dan dedaunan yang kering. Berdasarkan kapasitas
yang telah dilakukan, kapasitas pengadukan mencapai 240 Kg/hari. Dengan timbulan
sampah 2 L/jiwa/hari mendapatkan hasil 200 Kg untuk timbulan sampah disuatu
lokasi pengungsian. Jika dibandingkan kapasitas penampungan pada alat smart
composter yaitu sebesar 240 Kg sampah, maka dapat disimpulkan bahwa smart
composter ini dapat menampung timbulan sampah di lokasi pengungsian untuk
perharinya.

Alat smart composter ini memiliki total tinggi yaitu 150 cm, dengan lebar 100
cm dan berat mencapai ±50 Kg. Hal ini menjadikan alat ini masih kurang nyaman
dikarenakan terlalu tinggi dalam proses memasukkan sampah kedalam pencacah. Alat
komposter ini memiliki keunggulan yaitu, pisau pencacah yang berfungsi dapat
mencacah sampah kering dan sampah basah, ukuran bahan yang diinginkan dapat
diperoleh dalam satu kali proses pencacahan dan dapat dipindah-pindah dengan
bantuan roda sehingga dapat memudahkan penggunanya khususnya para pengungsi
dalam menggunakan alat secara aman dan nyaman.
49

4.5 Proses Pengomposan

Pada proses pengomposan yang terjadi didalam komposter direncanakan


berlangsung selama 20 hari dengan menggunakan inokulan EM4. Dalam proses ini
ada beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk menentukan proses yang terjadi
sudah berjalan baik dan benar.

Tabel 4.3 Hasil Pengomposan Sampah

No Jenis Dokumentasi

Sampah yang telah dicacah


dan dimasukkan ke dalam
1. tabung pengadukkan.
Telah diberikkan EM4
umur 2-3 hari.

Hasil pengomposan setelah


berumur 15 hari. Warna
sudah mulai kecoklatan.
2.
Serta kadar air yang
terdapat di sampah sudah
mulai berkurang.
50

Hasil kompos setelah 20-


25 hari. Sudah mulai
berwarna coklat hitam
3. seperti tanah, sehingga
sudah menjadi kompos
yang akan di uji C/N di
laboratorium.

4.5.1 Struktur Bahan Baku

Struktur bahan baku yang diperhatikan dalam sebuah pengomposan diantaranya


jenis bahan baku, umur tanaman dan komposisi kimia dari bahan organik. Bahan
organik yang digunakan dalam proses pengomposan pada penelitian ini yaitu sampah
organik berupa daun-daun kering yang ada dihalaman dan sampah sisa hasil makanan
dari rumah tangga dengan perbandingan 50:50.

4.5.2 Ukuran Bahan Baku

Dalam sebuah pengomposan ukuran dari bahan baku juga berpengaruh dalam
proses pengomposan, semakin kecil ukuran dari bahan baku kompos makan proses
dari pengomposan juga berlangsung cepat. Dalam penelitian ini, ukuran dari bahan
baku kompos yang telah melalui proses pencacahan yaitu sebesar 10-15 mm diukur
dengan menggunakan penggaris.
51

4.5.3 Suhu

Untuk hasilsuhu yang di dapatkan dalam pembuatan pupuk kompos ini bisa
terbilang belum maksimal. Dalam kurun waktu 3 hari proses pengomposan, kompos
ditumbuhi beberapa jamur berwarna putih namun pada beberapa hari selanjutnya
jamur-jamur tersebut menghilang dan bahan baku organik yang tadinya masih
berwarna hijau telah berubah warna menjadi coklat kehitaman. Namun, ada beberapa
bahan kompos yang masih belum terurai secara maksimal yaitu dari batang bambu
kecil.

Pada gambar 4.7 ini dapat dilihat pada tanggal 13-Agustus-2015 mencapai titik
tertinggi yaitu 35⁰C dan pada tanggal 10 dan 16 agustus 2015 mengalami suhu
rendah yaitu 30⁰C.

Suhu Pengomposan
36
35
34
33
Suhu (⁰C)

32
31
30
29 Suhu (⁰C)
28
27
Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
Tanggal Pengamatan

Gambar 4.7 Grafik Suhu Pengomposan


52

4.6 Analisa Hasil Pengomposan

Karakteristik fisik kompos yang matang adalah struktur bahan komposnya


sudah remah, media lepas-lepas tidak kompak maupun tidak dapat dikenali kembali
bahan dasarnya. Warna yang terbaik adalah coklat kehitaman. Warna hitam murni
menunjukkan proses fermentasi yang kurang baik karena terlalu banyak lengah dan
kekurangan udara. Warna kekelabuan, kekuningan menunjukkan kelebihan tanah atau
abu. Apabila bahan yang ada di bagian dalam timbunan kompos terdekomposisi
secara anaerob, maka warna akan berubah menjadi kehijauan pucat dan tidak
menunjukkan perubahan meskipun proses dekomposisi berjalan lanjut. Proses
dekomposisi aerob ditunjukkan terjadi perubahan warna menjadi kehitaman (Sutanto,
2002). Proses dekomposisi bahan organik akan menghasilkan panas akibat dari
metabolisme mikroba pengurai. Pada awal pengomposan suhu tumpukan bahan akan
berada pada kisaran 32 derajat celcius dan lama kelamaan seiring dengan
meningkatnya aktivitas mikroorganisme suhu tumpukan bahan akan terus naik hingga
60⁰C bahkan bisa mencapai 78⁰C.

Untuk kompos hasil penelitian ini telah berubah warna menjadi coklat
kehitaman, bersifat gembur, dan tidak berbau menyengat lagi seperti pada awal mula
pengomposan. Jika dilihat dari karakteristik kompos diatas, maka dapat dikatakan
bahwa kompos hasil dari penelitian ini belum maksimal. Karena ada beberapa bahan
kompos yang masih belum terurai seperti batang-batang kecil dari bambu. Hal
disebabkan oleh terlalu kerasnya batang bambu yang dijadikan sebagai salah satu
bahan pembuatan kompos tersebut, namun bahan baku kompos lainnya seperti nasi,
roti, buah pepaya, sayuran hijau(kol, sawi, dan kangkung) telah terurai.Untuk
menghitung suhu kompos pada penelitian ini menggunakan alat untuk mengukur
suhu kompos ini dinamakan thermometer (air raksa). Thermometer ini menggunakan
air raksa yang berisi zat cair sebagai sensor dan dipilih jenis kaca berdaya hantar
panas yang baik. Dari pengamatan suhu yang didapatkan pada kompos hasil
penelitian yang di lakukan yaitu naik turun dengan jumlah rata-rata suhu 31,5 derajat
53

celcius. Dengan suhu awal sebesar 30 derajat celcius dan suhu celcius. Dalam
pengomposan ini suhu tertinggi yang didapat sebesar 32 derajat celcius.

Sementara itu, hasil dari sampel uji yang telah melalui proses penelitian di
Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta yang
terlampir pada lampiran , didapatkan nilai pada parameter yang diujikan yaitu C-
organik dengan menggunakan metode (Walkley & Black) spektrofotometri IK 5.4.k
sebesar 25.0 %, C/N rasio dengan menggunakan metode kalkulasi sebesar 37.3, dan
N total dengan menggunakan metode Kjeldahl, Titrasi IK 5.4.l sebesar 0.67 %. Jika
dilihat dari hasil uji yang didapatkan maka nilai pada parameter C/N rasio tidak
memenuhi batas standar mutu yang seharusnya yaitu sebesar 15-25 dan untuk nilai C-
organik telah melewati batas minimal yaitu sebesar 15 %. Hal ini terjadi karena bahan
dari kompos yaitu sampah hijau dari rumah tangga lebih mendominasi dibandingkan
sampah kering serta akibat pengaruh waktu pengomposan yang hanya berlangsung
selama 20 hari serta sementara itu waktu optimal dalam proses pengomposan
berlangsung selama 40-60 hari (Hadisuwito, 2007).
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan untuk hasil dari kompos tersebut
belum maksimal dikarenakan karena beberapa faktor yaitu lamanya waktu
pengomposan, suhu, dan nilai C/N rasio yang tinggi. Tinggi rendahnya suhu
pengomposan sangat bergantung pada jenis bahan yang dikomposkan. Bahan dengan
C/N ratio tinggi akan sulit mencapai suhu tinggi sebaliknya bahan-bahan dengan C/N
ratio rendah akan dengan cepat mencapai suhu tinggi. Semakin tinggi suhu yang bisa
dicapai maka akan semakin cepat pula proses pengomposan (Sutanto, 2002).

Anda mungkin juga menyukai