Anda di halaman 1dari 11

PAK:

PENDAMPINGAN REMAJA DENGAN SELF HARM

Oleh:
Yuli Berkatni/013122

Pendahuluan
Masa remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak dan keguncangan. Pada masa ini
muncul ketertarikan dengan lawan jenis dan secara biologis mampu mempunyai anak. Relatif
menjadi bijaksana, lebih rumit, dan bertambah pandai dalam membuat keputusan-keputusan. Pada
masa ini remaja mengalami banyak perubahan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis
sehingga membutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan diri, baik dengan individu yang lain atau
dengan lingkungannya.
Sejalan dengan perubahan dan perkembangan pada masa remaja, remaja memiliki tugas
perkembangan yang harus diselesaikan. Individu yang tidak mampu memenuhi tugas
perkembangannya akan mengalami permasalahan, terjadinya konflik, baik dengan dirinya sendiri
atau dalam hubungan sosial, serta perubahan suasana hati. Remaja yang mengalami kondisi
tersebut akan merasa terguncang, merasa tertekan dan tidak segan untuk melukai diri sendiri (self
harm).
Remaja yang mengalami self harm, perlu diatasi dan ditangani secara khusus agar tidak
berakibat fatal seperti tindak bunuh diri yang berakhir dengan kematian. Salah satu penanganannya
yang dilakukan berupa pendampingan. Keluarga sebagai tempat utama untuk melakukan
pendampingan terhadap remaja yang mengalami self harm agar terjadi pemulihan, Pendidikan
Agama Kristen dalam keluarga yang turut ambil bagian berperan untuk mengupayakan dalam
melakukan pendampingan terhadap khasus self harm pada remaja.
Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mendeskripsikan perkembangan pada masa remaja
dan gangguan yang terjadi pada masa perkembangan tersebut khususnya (menyakiti diri sendiri atau
self harm), serta peran Pendidikan Agama Kristen dalam mendampingi remaja yang mengalami self
harm. Dalam penulisan paper, penulis memakai metode kualitatif pendekatan dengan literatur.
Pembahasan
Perkembangan Masa Remaja
Masa remaja disebut juga masa adolesensi yang berlangsung kira-kira antara umur dua belas
tahun sampai dengan delapan belas tahun, usia sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah
lanjutan tingkat atas. Kata adolesensi berasal dari bahasa Latin dan kata kerja adolescere yang
berarti tumbuh ke arah dewasa. Masa remaja itu merupakan masa transisi, baik biologis, psikologis,
sosial maupun ekonomis. Perkembangan selama masa remaja menyangkut serangkaian proses, ada
yang panjang dan ada yang pendek, ada yang lancar dan ada pula yang tersendat-sendat. Ada
sementara remaja yang lebih awal matang, ada pula yang lebih lambat.1
Masa Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa
remaja secara umum dimulai dengan pubertas, proses yang mengarah kepada kematangan seksual
atau fertilisasi, kemampuan untuk bereproduksi. Masa remaja dimulai pada usia 12-18 tahun atau
awal usia dua puluhan, dan masa tersebut membawa peluang untuk tumbuh bukan hanya dalam
dimensi fisik, tetapi juga dalam kompetensi kognitif dan psikososial. Otonomi; harga diri, dan
intimasi. Periode ini juga amat beresiko. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana
individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana remaja tidak lagi merasa di bawah
tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama.2
1. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik meliputi perubahan tubuh termasuk pertumbuhan, peningkatan
keterampilan motorik kasar dan halus, dan biologis kematangan. Perubahan dramatis dalam bentuk
dan ciri-ciri fisik berhubungan erat dengan mulainya pubertas. Aktivitas kelenjar pituitari pada saat
ini berakibat dalam sekresi hormon yang meningkat, dengan efek fisiologis yang tersebar luas.
Hormon pertumbuhan memproduksi dorongan pertumbuhan yang cepat, yang membawa tubuh
mendekati tinggi dan berat dewasanya dalam sekitar dua tahun. Dorongan pertumbuhan terjadi
lebih awal pada pria daripada wanita, juga menandakan bahwa wanita lebih dahulu matang secara
seksual daripada pria. Pencapaian kematangan seksual pada gadis remaja ditandai oleh kehadiran
menstruasi dan pada pria ditandai oleh produksi semen. Hormon-hormon utama yang mengatur
perubahan ini adalah androgen pada pria dan estrogen pada wanita, zat-zat yang juga dihubungkan
dengan penampilan ciri-ciri seksual sekunder : rambut wajah, tubuh, dan kelamin dan suara yang
mendalam pada pria; rambut tubuh dan kelamin, pembesaran payudara, dan pinggul lebih lebar

1
Mahmud Dimyati, Psikologi Pendidikan, ed. Maya, 1st ed. (Yogyakarta: ANDI, 2017), 41.
2
Marcos Moshinsky, “Psikologi Perkembangan,” Nucl. Phys. 13, no. 1 (1959): 162.
pada wanita. Perubahan fisik dapat berhubungan dengan penyesuaian psikologis; beberapa studi
menganjurkan bahwa individu yang menjadi dewasa di usia dini lebih baik dalam menyesuaikan
diri daripada rekan-rekan mereka yang menjadi dewasa lebih lambat.3
2. Perkembangan Kognitif
Kekuatan pemikiran remaja yang sedang berkembang membuka cakrawala kognitif dan
cakrawala sosial yang baru. Pemikiran mereka semakin abstrak, logis, dan idealistis; lebih mampu
menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain dan apa yang orang lain dan apa yang orang
lain pikirkan tentang mereka. Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh stimulus yang di berikan
pada anak tersebut, semakin banyak anak mendapatkan stimulus, semakin banyak anak belajar hal
baru dan mengakibatkan semakin kuat juga sinapsis neuron yang ada di dalam otak anak, hal
tersebut dapat merangsang anak tumbuh dengan kemampuan yang jauh lebih baik dan optimal
(Bertental&Champos, 1987., Karl Morse&wiley, 1997).4
Yang artinya bahwa, perkembangan kognitif atau intelektual juga bisa dikatakan mengacu
pada peningkatan kemampuan orang untuk memahami dan alasan. Pada remaja, perkembangan
kognitif tidak terlihat seperti fisik pengembangan, tetapi sama intensnya. Mereka cenderung sangat
ingin tahu dan menampilkan yang luas berbagai kepentingan-meskipun sedikit yang. Biasanya,
remaja sangat ingin belajar tentang topik yang menurut mereka menarik dan berguna, mendukung
aktif atas pengalaman belajar pasif, dan lebih memilih interaksi dengan teman sebaya selama
kegiatan pendidikan. Remaja mengembangkan kapasitas abstrak proses berpikir namun, transisi ini
ke tingkat kognitif yang lebih tinggi fungsi bervariasi secara signifikan di seluruh individu serta
melintasi dan di dalam area konten.
Selama masa remaja, biasanya berkembang dari operasi logis yang konkret dan pemecahan
masalah untuk memperoleh kemampuan mengembangkan dan menguji hipotesis, menganalisis dan
mensintesis data, bergulat dengan konsep yang kompleks, dan berpikir reflektif. Saat mereka
dewasa, remaja muda mulai memahami nuansa metafora, memperoleh makna dari tradisional
kebijaksanaan, dan mengalami metakognisi. Demikian pula mereka semakin mampu
mempertimbangkan topik ideologis, memperdebatkan posisi, mempertanyakan otoritas orang
dewasa, dan hargai tingkat humor yang canggih. Remaja, sebagai pembelajar, membangun individu
mereka pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk memahami dunia sekitar mereka.5

3
Latifah Nur Ahyani, Universitas Muria Kudus, and Universitas Muria Kudus, Buku Ajar Psikologi Perkembangan Anak
Dan Remaja, ed. Jayanti Putri Purwaningrum and Ridwan Budi Pramono (Gondangmanis: Universitas Muria Kudus,
2018), 88–89.
4
Ibid., 89.
5
M.M Caskey and V.A Anfara Jr., “Research Summary: Young Adolescents’ Developmental Characteristics,” National
Middle School Association, no. 2007 (2007): 1–8,
http://www.nmsa.org/Research/ResearchSummaries/DevelopmentalCharacteristics/tabid/1414/Default.aspx.
Pengalaman memainkan peran sentral dalam mengembangkan otak dan mendorong peserta
didik untuk mengkonstruksi makna berdasarkan apa yang sudah mereka yakini dan pahami. Selama
masa remaja awal, remaja paling tertarik pada pengalaman kehidupan nyata dan kesempatan belajar
otentik; mereka seringkali kurang tertarik pada mata pelajaran akademik konvensional. Remaja
muda cenderung ingin tahu tentang orang dewasa dan sering menjadi pengamat perilaku orang
dewasa. Mereka juga mengembangkan kemampuan yang lebih baik untuk berpikir tentang masa
depan, menganisipasi kebutuhan, dan mengembangkan tujuan pribadi.6
3. Perkembangan Emosi/Psikologis
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa
dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pertumbuhan
pada tahun – tahun awal masa puber terus berlangsung tetapi berjalan agak lambat. Pertumbuhan
yang terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada masa puber. Oleh karena
itu, perlu dicari keterangan lain yang menjelaskan ketegangan emosi yang sangat khas pada usia ini.
Sikap, perasaan atau emosi seseorang telah ada dan berkembang semenjak ia bergal dengan
lingkungannya. Timbulnya sikap, perasaan atau emosi itu (positif atau negatif) merupakan produk
pengamatan dari pengalaman individu secara unik dengan benda-benda fisik lingkungannya,
dengan orang tua dan saudara-saudara, serta pergaulan sosial yang lebih luas. Sebagai suatu produk
dari lingkungan (lingkungan internal dan eksternal) yang juga berkembang, maka sudah tentu sikap,
perasaan/emosi itu juga berkembang. Bentuk-bentuk emosi yang sering nampak dalam masa remaja
awal antara lain adalah marah, malu, takut, cemas, cemburu, iri-hati, sedih, gembira, kasih sayang
dan ingin tahu. Dalam hal emosi yang negatif, umumnya remaja belum dapat mengontrolnya
dengan baik. Sebagai remaja dalam bertingkah laku sangat dikuasai oleh emosinya.7
Perkembangan emosi pada masa remaja ini cenderung lebih tinggi dari masa anak-anak. Hal
ini dikarenakan mereka berada di bawah tekanan social dan menghadapi kondisi yang baru.
Sedangkan selama mereka pada masa kanak-kanak kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi
kehidupan bermasyarakat. Meskipun ketika pada masa remaja emosianya sama dengan masa kanak-
kanak cuma berbeda pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan derajat Abu ahmadi dan
Munawar Sholeh (1991:212) berpendapat bahwa kematangan emosi anak laki-laki dan perempuan
pada akhir remajanya akan terlihat ketika ia dapat menahan emosinya di hadapan orang lain
melainkan menunggu saat dan tempat yang paling tepat untuk meluapkan amarahnya dengan cara-
cara yang lebih dapat diterima. Kematangan emosi juga ditampakkan dengan menilai masalah

6
Ibid.
7
Gatot Marwoko C A, “Psikologi Perkembangan Masa Remaja Adapun Kriteria Manusia Yang Baik , Warga Masyarakat
Yang Baik , Dan Warga Negara Yang Baik Bagi Suatu Masyarakat Atau Bangsa Adalah Terdapatnya Nilai-Nilai Moral
Tertentu , Yang Keberadaannya Dipengaruhi Oleh Budaya Mas” (n.d.): 60–75.
secara kritis terlebih dahulu daripada yang emosional, bukan sebaliknya. Dengan demikian remaja
dapat mengabaikan banyak rangsangan yang dapat menimbulkan ledakan emosi, sehingga dapat
menstabilkan emosi.8
4. Perkembangan Sosial
Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang
lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi,
minat, nilai-nilai, maupun perasaannya. Pada masa ini juga berkembang sikap conformity, yaitu
kecenderungan untuk menyerah atau megikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau
keinginan orang lain (teman sebaya). Apabila kelompok teman sebaya yang diikuti menampilkan
sikap dan perilaku yang secara moral dan agama dapat dipertanggung jawabkan, maka
kemungkinan besar remaja tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik. Sebaliknya, apabila
kelompoknya itu menampilkan sikap dan perilaku yang melecehkan nilai-nilai moral maka sangat
dimungkinkan remaja akan melakukan perilakuseperti kelompoknya tersebut.9
Remaja mulai membentuk berbagai jenis hubungan sosial lebih mendalam dan intim
dibandingkan masa kanak-kanak dan jaringan sosial yang luas meliputi jumlah orang yang semakin
banyak dan jenis hubungan yang berbeda.10 Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang
tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuain sosial. Remaja harus menyesuaikan diri
dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan
dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah.11
5. Perkembangan Moral
Pada perkembangan moral remaja diaharapkan mengganti konsep-konsep moral yang
berlaku khusus dimasa kanak-kanak dengan prinsip moral yang berlaku umum dan merumuskannya
ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman perilakunya.12 Moral merupakan suatu
kebutuhan penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya,
mengembangkan hubungan personal yang harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yang
selalu terjadi dalam masa transisi.13

8
Riryn Fatmawaty, “Fase-Fase Masa Remaja” VI, no. 02 (n.d.): 55–65.
9
RSP Fauziah and RK Rusli, “Pertumbuhan Dan Perkembangan Peserta Didik Secara Sosial Students’ Development on
Social Aspect,” Jurnal Sosial Humaniora 4, no. 2 (2013): 101–107.
10
Sofa Nabila and Universitas Jember, “Adolescense Sofa Faizatin Nabila,” no. March (2022),
https://www.researchgate.net/publication/359369967_PERKEMBANGAN_REMAJA_Adolescense.
11
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, ed. Ridwan Max
Sijabat, 5th ed. (Jakarta: Erlangga, 1999), 213.
12
Ibid., 225.
13
Desmita, Psikologi Perkembangan, ed. Wawan Bawani and Iman Taufik, 1st ed. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2005), 206.
Beberapa perkembangan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja; Pada masa
remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebutkan tahap
pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Remaja mampu mempertimbangkan semua
kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabnya berdasarkan
suatu hipotesis atau proposisi. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari beberapa sudut pandang
dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.14
Moralitas pascakonvensional (postconventional morality), tahap ini merupakan menerima
sendiri sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Dalam tahap pertama individu yakin bahwa
harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan
perubahan standar moral apabila hal ini menguntungkan anggota-anggota kelompok secara
keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan diri dengan standar sosial dan ideal yang
diinternalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri daripada sensor sosial. Dalam
tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan
yang bersifat pribadi.15

Gangguan pada Perkembangan Masa Remaja


Ada beberapa gangguan atau problem yang dialami oleh individu berkaitan dengan
perkembangan pada masa remaja, gangguan yang timbul salah satunya adalah menyakiti diri
sendiri atau yang sering di kenal dengan kata self harm.
Self harm disebut sebagai Non Suicidal Self Injury Behavior (NSSI) di definisikan sebagai
perilaku melukai diri sendiri yang disengaja, yang dapat menyebabkan pendaharan, memar, dan rasa
sakit, yang ditunjukan untuk menyebabkan kerusakan tubuh yang ringan tanpa disertai niat untuk
bunuh diri. Dapat dikatakan bahwa perilaku menyakiti diri sendiri ini akan merugikan diri sendiri,
berbahaya dan dapat mengakibatkan kerusakan pada tubuh serta dapat merenggut nyawa individu
tersebut.16
Penulis berpendapat bahwa, Self harm yang terjadi pada remaja, akibat adanya gangguan
yang berkaitan dengan perkembangan emosional dan perkembangan sosialnya. Berkaitan dengan
perkembangan emosionalnya, masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self
identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-
coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan
mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem
kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi
14
Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, 225.
15
Ibid.
16
Andreas Reichenbach et al., “Dinamika Self Harm,” Progress in Retinal and Eye Research 561, no. 3 (2019): S2–S3.
emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada
kehidupan pribadi maupun sosialnya. Remaja menjadi sering merasa tertekan atau justru akan
menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari
ketidakstabilan emosinya, sehingga untuk melampiaskan tekanan emosional atau rasa sakit secara
emosional individu melakukannya dengan cara menyakiti diri sendiri.17
Berkaitan dengan perkembangan sosialnya, masa remaja disebut pula sebagai masa social
hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di
lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan
frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Problema perilaku sosial
remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua
dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. 18 Kurangnya perhatian dan komunikasi
dalam keluarga, tidak adanya keharmonisan dan kehangatan dalam keluarga, permasalahan yang
terjadi disekolah, permasalahan dalam hubungan percintaan, kejadian buruk yang pernah dialami
dan stres dalam menjalani kehidupan serta permasalahan dengan pergaulan sosial menjadi penyebab
remaja melakukan perilaku self harm.19

Peran PAK dalam Mendampingi Remaja Self Harm


Pendidikan Agama Kristen merupakan pendidikan untuk menumbuh kembangkan
kepribadian Kristus dalam diri remaja. Pendidikan Agama Kristen yang diajarkan akan membawa
dampak positif bagi anak-anak yang di bimbingnya, sebab dengan adanya materi Pendidikan
Agama Kristen, remaja akan terbentuk. PAK dalam perilaku dan kepribadian remaja merupakan
suatu sarana pembentukan yang membimbing dan mengelola kehidupan remaja dengan berbagai
masalahnya untuk dapat diatasi secara Alkitabiah. Pendidikan Agama Kristen dapat di lakukan di
dalam keluarga, sekolah, dan tempat ibadah tanpa dibatasi apapun.
Peran Pendidikan Agama Kristen dalam mendampingi remaja yang mengalami self harm,
adalah: 1). Mengajarkan tentang kehidupan yang nyata kepada remaja dengan menggunakan buku
pedoman yaitu Alkitab, agar remaja mengerti tentang tujuan kehidupan ini dan menghargai tubuh
yang Tuhan ciptakan, serta dapat bijaksana untuk melakukan segala sesuatu dimasa hidupnya. 2).
Peran Pendidikan Agama Kristen di dalam keluarga juga adalah mengupayakan kerjasama ayah dan
ibu dalam mendidik dan medampingi anak yang mengalami self harm, serta menciptakan
keharmonisan dalam keluarga.20 3). Menumbuh kembangkan rasa cinta dan penghargaan diri

17
Ahyani, Kudus, and Kudus, Buku Ajar Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, 95–96.
18
Ibid., 94–95.
19
Reichenbach et al., “Dinamika Self Harm.”
kepada remaja terhadap tubuhnya yang sebagai bait Allah. 4). Mengadakan program yang perlu
diterapkan untuk mengatasi masalah pada remaja yang melakukan self harm.
Program yang akan dilaksanakan bagi remaja yang mengalami self harm ini, adalah:
Menjalin kerjasama antara remaja yang memiliki perilaku menyakiti diri sendiri dengan
pendampingnya, baik dari keluarganya, guru, atau tenaga profesional lainnya. Adanya kerjasama,
akan menolong remaja untuk dapat selesai dari perilaku self harm tersebut. Selain menjalin
kerjasama antara yang bersangkutan, program selanjutnya adalah melakukan tehnik-tehnik dan
menguasainya dalam menolong remaja yang berperilaku menyakiti diri sendiri. Tehnik-tehnik
menolong tersebut, diantaranya adalah:
1. Distraksi
Istilah distraksi dapat di artikan tindakan untuk mengalihkan perhatian. Sebagai pendamping
baik dari keluarga, guru dan tenaga profesional yang lain, adakan distraksi atau alihkan remaja yang
mengalami self harm ini untuk mencari kegiatan fisik yang positif. Bisa berupa; berolah raga,
bersih-bersih atau mengajak nya untuk ikut kegiatan baik di gereja, di sekolah atau tempat-tempat
yang lain. Mencari teman, saudara yang bisa diajak untuk bercerita, menyalurkan hobi seperti
melukis, menulis atau menikmati makanan kesukaannya.
2. Refleksi
Refleksi merupakan ungkapan jujur perasaan seseorang untuk memberi pesan dan kesan
mengenai bagaimana hal itu bisa terjadi. Sebagai pendamping, adakan refleksi diri bagi remaja yang
beperilaku self harm, komunikasikan dengan bahasa yang baik agar remaja tersebut mau
mengungkapkan mengapa berperilaku seperti itu, apa penyebabnya, apa yang telah terjadi sebelum
muncul rasa ingin menyakiti diri sendiri, apa yang akan terjadi setelah melakukan self harm.
Pertanyaan-pertanyaan yang akan dimunculkan oleh pendamping dari dalam diri remaja tersebut,
memberi kesadaran dari dalam diri dan akan menolong remaja tersebut untuk dapat
mengekspresikan emosi kontruktif atau emosi yang positif, contohnya bahagia, cinta, harapan dan
keyakinan.
3. Intervensi
Intervensi yang dimaksud adalah tindakan yang di rancang untuk membantu remaja yang
memiliki perilaku menyakiti diri sendiri untuk dapat di pulihkan, dan meningkatkan kesehatan yang
di inginkan baik secara fisik maupun psikologis ke dalam hasil yang diharapkan. Sebagai
pendamping, batasi remaja untuk dapat mengakses alat atau sarana untuk melakukan perilaku

20
Talizaro Tafonao, “Peran Pengajaran Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga Sangat Penting Untuk Diajarkan
Kepada Anak-Anak, Baik Dalam Keluarga, Sekolah, Di Tempat Ibadah Dan Masyarakat, Agar Kelak Anak-Anak Dapat
Menghadapi Setiap Problem Secara Kognitif, Afektif Dan Psik,” Edudikara: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran 3, no. 2
(2018): 125.
menyakiti diri sendiri, tidak meletakkan benda-benda tajam seperti gunting, pisau dan benda-benda
tajam yang lain di kamar, jauhkan dan letakan di tempat tersembunyi yang tidak mudah di jangkau.
Mencari bantuan tenaga profesional untuk penanganan lebih lanjut seperti psikolog, psikiater atau
ke konselor. Selain itu, mencari dan mendata orang-orang terdekat yang dapat menjadi pengingat,
penolong, dan membantu pada saat muncul keinginan menyakiti diri sendiri pada remaja tersebut.
Sebagai pendamping bagi remaja yang mengalami perilaku self harm, miliki sikap
menolong yang bersedia menjadi pendengar, tidak menghakimi atau memberi nasehat (cukup
menjadi pendengar), karena remaja yang mengalami hal tersebut butuh di dengar, ketika di hakimi
maka remaja akan lebih merasa tertekan dan lebih memilih menutup diri. Selain itu tawarkan diri
sebagai penolong, apa yang bisa dilakukan untuk membantu remaja tersebut dan biarlah remaja
tersebut yang memutuskan apa yang perlu dilakukan.

Simpulan
Dari pemamparan materi di atas, penulis menyimpulkan bahwa masa remaja merupakan
sebagai masa peralihan atau masa transisi yang terjadi dari masa kanak-kanak menuju masa remaja.
Dalam masa perkembangan, remaja akan mengalami perkembangan dari berbagai aspek, yaitu dari
fisik, kognitif, emosi atau psikologis, sosial dan juga moral. Pada masa remaja, individu dituntut
untuk dapat beradaptasi dengan banyak perubahan yang terjadi pada masa remaja, perubahan yang
terjadi dapat meningkatkan stress atau tekanan pada individu dan remaja akan mengalami beberapa
gangguan yang berkaitan dengan perkembangan nya, salah satu nya adalah perilaku self harm.
Perilaku menyakiti diri sendiri atau self harm pada remaja perlu ditangani secepat nya agar tidak
sampai pada tahap yang membahayakan nyawa remaja tersebut. Remaja yang memiliki perilaku
menyakiti diri sendiri perlu di dampingi, karena itu Pendidikan Agama Kristen berperan penting
dalam keluarga untuk berupaya melakukan kerja sama antara orang tua dengan remaja, dan kerja
sama dengan pihak lain seperti guru dan tenaga profesional lain nya.
Dalam melakukan pendampingan perlu untuk menguasai dan melakukan beberapa tehnik-
tehnik menolong bagi remaja yang memilik perilaku self harm, dan tehnik-tehnik tersebut, yang
pertama adalah distraksi atau tindakan untuk mengalihkan perhatian, alihkan kegiatan pada remaja
yang memiliki perilaku self harm kepada kegiatan yang positif (olahraga, bersih-bersih atau
menyalurkan hobinya). Yang kedua adalah refleksi, menyadarkan remaja yang mengalami self harm
untuk remaja tersebut dapat mengungkapkan jujur perasaan dan memberi kesan serta pesan
mengapa remaja tersebut melakukanya. Yang ketiga intervensi atau tindakan yang di rancang untuk
membantu remaja yang mengalami self harm, yaitu dengan menjauhkan benda-benda tajam,
mencari tenaga profesional untuk penanganan lanjutan dan menghadirkan orang-orang terdekat
sebagai pengingat ketika muncul keinginan menyakiti diri sendiri. Sebagai pendamping miliki sikap
menolong yang bersedia menjadi pendengar, tidak menghakimi dan siap menawarkan diri sebagai
penolong.

Daftar Pustaka
A, Gatot Marwoko C. “Psikologi Perkembangan Masa Remaja Adapun Kriteria Manusia Yang Baik
, Warga Masyarakat Yang Baik , Dan Warga Negara Yang Baik Bagi Suatu Masyarakat Atau
Bangsa Adalah Terdapatnya Nilai-Nilai Moral Tertentu , Yang Keberadaannya Dipengaruhi
Oleh Budaya Mas” (n.d.): 60–75.
Ahyani, Latifah Nur, Universitas Muria Kudus, and Universitas Muria Kudus. Buku Ajar Psikologi
Perkembangan Anak Dan Remaja. Edited by Jayanti Putri Purwaningrum and Ridwan Budi
Pramono. Gondangmanis: Universitas Muria Kudus, 2018.
Caskey, M.M, and V.A Anfara Jr. “Research Summary: Young Adolescents’ Developmental
Characteristics.” National Middle School Association, no. 2007 (2007): 1–8.
http://www.nmsa.org/Research/ResearchSummaries/DevelopmentalCharacteristics/tabid/
1414/Default.aspx.
Desmita. Psikologi Perkembangan. Edited by Wawan Bawani and Iman Taufik. 1st ed. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2005.
Dimyati, Mahmud. Psikologi Pendidikan. Edited by Maya. 1st ed. Yogyakarta: ANDI, 2017.
Fatmawaty, Riryn. “Fase-Fase Masa Remaja” VI, no. 02 (n.d.): 55–65.
Fauziah, RSP, and RK Rusli. “Pertumbuhan Dan Perkembangan Peserta Didik Secara Sosial
Students’ Development on Social Aspect.” Jurnal Sosial Humaniora 4, no. 2 (2013): 101–107.
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
Edited by Ridwan Max Sijabat. 5th ed. Jakarta: Erlangga, 1999.
Moshinsky, Marcos. “Psikologi Perkembangan.” Nucl. Phys. 13, no. 1 (1959): 104–116.
Nabila, Sofa, and Universitas Jember. “Adolescense Sofa Faizatin Nabila,” no. March (2022).
https://www.researchgate.net/publication/359369967_PERKEMBANGAN_REMAJA_Adoles
cense.
Reichenbach, Andreas, Andreas Bringmann, Elsevier Enhanced Reader, Constantin J. Pournaras,
Elisabeth Rungger-Brändle, Charles E. Riva, Sveinn H. Hardarson, et al. “Dinamika Self
Harm.” Progress in Retinal and Eye Research 561, no. 3 (2019): S2–S3.
Tafonao, Talizaro. “Peran Pengajaran Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga Sangat Penting
Untuk Diajarkan Kepada Anak-Anak, Baik Dalam Keluarga, Sekolah, Di Tempat Ibadah Dan
Masyarakat, Agar Kelak Anak-Anak Dapat Menghadapi Setiap Problem Secara Kognitif,
Afektif Dan Psik.” Edudikara: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran 3, no. 2 (2018): 125.

Anda mungkin juga menyukai