Anda di halaman 1dari 15

Adab dan ilmu adalah dua kata yang berbeda yang memiliki hubungan yang sangat erat.

Seseorang memiliki ilmu yang banyak namun tidak memiliki adab dalam dirinya maka hal itu
adalah kesia –siaan yang nyata. Ia akan kesulitan menemukan jalan yang semestinya ia tempuh,
namun jika ia memiliki adab dalam mengamalkan ilmu maka ia akan menjadi mulia.

Jadi banyaknya ilmu yang dimilki tidak dapat menentukan kualitas diri seseorang, tetapi
bagaimana adab dalam memanfaatkan ilmu tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam
kehidupan, baik kehidupan pribadi, keluarga, maupun masyarakat.

Fenomena yang terjadi di zaman ini, yaitu kawula muda yang masih berstatus pelajar
dengan tidak segan silu dan tidak malu melakukan vandalisme terhadap lingkungan, tidak
menghormati guru, tawuran antar sesama dan sama sekali tidak mengamalkan ilmu yang
diperolehnya di bangku sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dalam konteks
kehidupan seorang muslimsejati, ia akan menjadi mulia di hadapan sesamanya jika di dalam
dirinya terpatri keilmuan dan akhlaq yang mulia pula. Pondasinya adalah sebaik-baik manusia
adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.

Adab secara bahasa artinya menerapakan akhlak mulia. Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar
menyebutkan:

ِ ‫ار ِم اَأْل ْخاَل‬


‫ق‬ ِ ‫ضهُ ْم َع ْنهُ بَِأنَّهُ اَأْل ْخ ُذ بِ َم َك‬
ُ ‫َواَأْلدَبُ ا ْستِ ْع َما ُل َما يُحْ َم ُد قَوْ اًل َوفِ ْعاًل َو َعب ََّر بَ ْع‬

“Al adab artinya menerapkan segala yang dipuji oleh orang, baik berupa perkataan maupun
perbuatan. Sebagian ulama juga mendefinsikan, adab adalah menerapkan akhlak-akhlak yang
mulia” (Fathul Bari, 10/400).

Dalil wajibnya menerapkan adab dalam menuntut ilmu. Dalil-dalil dalam bab ini ada mencakup

1. Dalil-dalil tentang perintah untuk berakhlak mulia

Diantaranya:

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda

‫أكم ُل المؤمنين إيمانًا أحسنُهم ُخلقًا‬

“Kaum Mu’minin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya” (HR.
Tirmidzi no. 1162, ia berkata: “hasan shahih”).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


‫األخالق‬
ِ ‫كار َم‬ ُ
ِ ‫بعثت ألت ِّم َم َم‬ ‫إنَّما‬

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR. Al Baihaqi, dishahihkan
Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, no. 45).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫الفاحش البذي َء‬


َ ُ‫ُبغض‬
ِ ‫وإن هللاَ ي‬ ٌ ُ‫ضع في ميزا ِن المؤ ِم ِن يو َم القيام ِة ُخل‬
َّ ‫ق ح َس ٌن‬ ِ ‫إن أثقَ َل ما ُو‬
َّ

“Sesungguhnya perkara yang lebih berat di timbangan amal bagi seorang Mu’min adalah akhlak
yang baik. Dan Allah tidak menyukai orang yang berbicara keji dan kotor” (HR. At Tirmidzi no.
2002, ia berkata: “hasan shahih”).

1. Dalil-dalil tentang perintah untuk memuliakan ilmu dan ulama

Diantaranya:

Allah Ta’ala berfirman:

‫ت هَّللا ِ فَهُ َو خَ ْي ٌر لَهُ ِع ْن َد َربِّ ِه‬


ِ ‫َو َم ْن يُ َعظِّ ْم ُح ُر َما‬

“Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih
baik baginya di sisi Tuhannya” (QS. Al Hajj: 30).

Allah Ta’ala berfirman:

ِ ‫َو َم ْن يُ َعظِّ ْم َش َعاِئ َر هَّللا ِ فَِإنَّهَا ِم ْن تَ ْق َوى ْالقُلُو‬


‫ب‬

“Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketakwaan hati” (QS. Al Hajj: 32).

Allah Ta’ala berfirman:

‫ت بِ َغي ِْر َما ا ْكتَ َسبُوا فَقَ ِد احْ تَ َملُوا بُ ْهتَانًا َوِإ ْث ًما ُمبِينًا‬
ِ ‫َوالَّ ِذينَ يُْؤ ُذونَ ْال ُمْؤ ِمنِينَ َو ْال ُمْؤ ِمنَا‬

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan
yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang
nyata” (QS. Al Ahzab: 58).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ من عادَى لي وليًّا فقد آذنتُه بالحرب‬: ‫إن هللاَ قال‬


َّ

“Sesungguhnya Allah berfirman: barangsiapa yang menentang wali-Ku, ia telah menyatakan


perang terhadap-Ku” (HR. Bukhari no. 6502).

Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan:

‫إن لم يكن الفقهاء العاملون أولياء هللا فليس هلل ولي‬

“Jika para fuqaha (ulama) yang mengamalkan ilmu mereka tidak disebut wali Allah, maka Allah
tidak punya wali” (diriwayatkan Al Baihaqi dalam Manaqib Asy Syafi’i, dinukil dari Al Mu’lim
hal. 21).

Lebih lanjut, Urgensi adab penuntut ilmu diantaranya adalah :

1. Adab dalam menuntut ilmu adalah sebab yang menolong mendapatkan ilmu

Abu Zakariya An Anbari rahimahullah mengatakan:

‫ و أدب بال علم كروح بال جسد‬،‫علم بال أدب كنار بال حطب‬

“Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh”
(Adabul Imla’ wal Istimla’ [2], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [10]).

Yusuf bin Al Husain rahimahullah mengatakan:

‫باألدب تفهم العلم‬

“Dengan adab, engkau akan memahami ilmu” (Iqtidhaul Ilmi Al ‘Amal [31], dinukil dari Min
Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [17]).

Sehingga belajar ada sangat penting bagi orang yang mau menuntut ilmu syar’i. Oleh karena
itulah Imam Malik rahimahullah mengatakan:

‫تعلم األدب قبل أن تتعلم العلم‬


“Belajarlah adab sebelum belajar ilmu” (Hilyatul Auliya [6/330], dinukil dari Min Washaya Al
Ulama liThalabatil Ilmi [17])

1. Adab dalam menuntut ilmu adalah sebab yang menolong berkahnya ilmu

Dengan adab dalam menuntut ilmu, maka ilmu menjadi berkah, yaitu ilmu terus bertambah dan
mendatangkan manfaat.

Imam Al Ajurri rahimahullah setelah menjelaskan beberapa adab penuntut ilmu beliau
mengatakan:

‫حتى يتعلم ما يزداد به عند هللا فهما في دينه‬

“(hendaknya amalkan semua adab ini) hingga Allah menambahkan kepadanya pemahaman
tentang agamanya” (Akhlaqul Ulama [45], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi
[12]).

1. Adab merupakan ilmu dan amal

Adab dalam menuntut ilmu merupakan bagian dari ilmu, karena bersumber dari dalil-dalil. Dan
para ulama juga membuat kitab-kitab dan bab tersendiri tentang adab menuntut ilmu. Adab
dalam menuntut ilmu juga sesuatu yang mesti diamalkan tidak hanya diilmui. Sehingga perkara
ini mencakup ilmu dan amal.

Oleh karena itu Al Laits bin Sa’ad rahimahullah mengatakan:

‫أنتم إلى يسير األدب احوج منكم إلى كثير من العلم‬

“Kalian lebih membutuhkan adab yang sedikit, dari pada ilmu yang banyak” (Syarafu Ash-habil
Hadits [122], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [17]).

1. Adab terhadap ilmu merupakan adab kepada Allah dan Rasul-Nya

Sebagaimana dalil-dalil tentang memuliakan ilmu dan ulama yang telah kami sebutkan.

1. Adab yang baik merupakan tanda diterimanya amalan

Seorang yang beradab ketika menuntut ilmu, bisa jadi ini merupakan tanda amalan ia menuntut
ilmu diterima oleh Allah dan mendapatkan keberkahan. Sebagian salaf mengatakan:
‫األدب في العمل عالمة قبول العمل‬

“Adab dalam amalan merupakan tanda diterimanya amalan” (Nudhratun Na’im fi Makarimi
Akhlaqir Rasul Al Karim, 2/169).

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad. (Wafi Ahdalloh

Kajian ini akan menelusuri kolerasi antara ilmu dan adab yang tertanam dalam diri seseorang
berdasarkan al-Qur‟an surah al-Mujadalah ayat 11 perspektif dua imam besar yaitu Imam Fakhr
al-Din al-Razi dan Syeikh al-Maraghi. Kajian ini berdasarkan metode library reseach (kajian
kepustakaan) dengan mengkolerasi antara penafsiran dua tokoh tersebut dan kitabnya yaitu
Mafatih al-Ghoib dan Tafsir al-Maraghi dan kolerasi dua aspek ini sangat penting dalam
seseorang terutama penuntut ilmu yaitu adab dan ilmu.

Al-Razi berpendapat Adab yang dimaksudkan dengan (berlapang-lapang) adalah menyampaikan


kebaikan terhadap orang muslim yang lain dan memasukkan menjadiakn dia gembira dalam
hatinya. Kemudian ilmu telah dibahas panjang lebar oleh al-Razi pada Q.S. al-Baqarah ayat 31.
al-Maraghi menjelaskan bahwa ayat ini meliputi segala sesuatu yang dapat mendatangkan
kebaikan baik setiap muslim dan memasukkan kesenangan terhadap orang lain.dan sedikit sekali
menyinggung mengenai ilmu. Adapun metode yang digunakan oleh al-Razi dan al-Maraghi juga
metode tahlili (analisa), yakni metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat
al-Quran dari seluruh aspeknya. Ia menguraikan kosakata dan lafadz, menjelaskan arti yang
dikehendaki, juga unsur-unsur i‟jaz dan balaghah, asbab al-nuzul serta kandungannya dalam
berbagai aspek pengetahuan dan hukum.Akan tetapi penafsiran al-Razi lebih detail dari pada al-
Maraghi

Adab adalah sesuatu yang harus lebih didahulukan daripada ilmu. 


Apa yang dimaksudkan dengan adab?
 
Adab secara bahasa artinya menerapakan akhlak mulia. Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar
menyebutkan:
 
ِ ‫ار ِم اَأْل ْخاَل‬
‫ق‬ ِ ‫ضهُ ْم َع ْنهُ بَِأنَّهُ اَأْل ْخ ُذ بِ َم َك‬
ُ ‫َواَأْلدَبُ ا ْستِ ْع َما ُل َما يُحْ َم ُد قَوْ اًل َوفِ ْعاًل َو َعب ََّر بَ ْع‬
“Al adab artinya menerapkan segala yang dipuji oleh orang, baik berupa perkataan maupun
perbuatan. Sebagian ulama juga mendefinsikan, adab adalah menerapkan akhlak-akhlak yang
mulia” (Fathul Bari, 10/400).
 
Jadi arti adab secara keseluruhan yaitu segala bentuk sikap, perilaku atau tata cara hidup yang
mencerminkan nilai sopan santun, kehalusan, kebaikan, budi pekerti atau akhlak.
 
Untuk mempelajari adab dibutuhkan waktu yang tak sebentar. Dalam kajian Ustadz Budi Ashari,
Lc, menyampaikan betapa pentingnya adab dahulu baru ilmu.
 
Kenapa sampai para ulama agama pun mendahulukan mempelajari adab? 
Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata,
 
‫باألدب تفهم العلم‬
“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”
 
Sebab, kepintaran tidak ada artinya apabila seseorang tidak memiliki adab (etika). Ilmu menjadi
berbahaya bagi pemiliknya dan orang lain karena tidak dihiasi akhlak.
 
Bahkan mungkin kita juga sering mendengar,
“Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh”
(Adabul Imla’ wal Istimla’ [2], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [10]).
 
Begitu pentingnya adab hingga Allah SWT menempatkanya sebagai hal yang paling utama.
Sebab, kepintaran pun tidak ada artinya apabila seseorang tidak memiliki adab. 
Ilmu bisa saja menjadi berbahaya bagi pemiliknya dan orang lain karena tidak didampingi
dengan adab.
 
Kita juga harus memahami peran penting menanamkan adab pada proses pengembangan
karakter peserta didik yang baik, karena di era saat ini adab dan karakter mulai pudar oleh
perkembangan zaman. Banyak peserta didik yang mengabaikan betapa pentingnya adab dan
karakter dalam dunia pendidikan.
 
Mengutip dari buku Antologi Hadist Tarbawi oleh Tejo Waskito, adab sangat diperlukan dalam
dunia pendidikan terutama bagi peserta didik, agar ia mampu memahami, menerapkan dan
mengimplementasikan hal positif dan menjadi pribadi yang baik. Ibnu al-Mubarak
ra.menyatakan:
 
“Mempunyai adab (kebaikan budi pekerti) meskipun sedikit adalah lebih kami butubkan
daripada (memiliki) banyak ilmu pengetahuan”
 
Dari pernyataan Ibnu Mubarak di atas kita bisa menyimpulkan bahwasanya mempunyai sedikit
adab itu lebih penting dan dibutuhkan daripada mempunyai banyak ilmu pengetahuan. Karena
orang yang berilmu belum tentu beradab, tetapi jika orang yang memiliki adab sudah pasti
berilmu. Dan tingkatan adab lebih tinggi dari ilmu.
Nawas Ibnu Sam'an radliyallahu 'anhu pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam (SAW) tentang kebaikan dan kejahatan. Beliau SAW bersabda: "Kebaikan ialah akhlak
yang baik dan kejahatan ialah sesuatu yang tercetus di dadamu dan engkau tidak suka bila orang
lain mengetahuinya." (Riwayat Imam Muslim) "Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang baik" demikian sabda Rasulullah SAW . (Baca Juga: Indahnya
Akhlak Rasulullah SAW Terhadap Non Muslim ) Begitu pentingnya akhlak dan adab hingga
Allah Ta'aala menempatkanya sebagai hal yang paling utama. Sebab, kepintaran tidak ada
artinya apabila seseorang tidak memiliki adab (etika). Ilmu menjadi berbahaya bagi pemiliknya
dan orang lain karena tidak dihiasi akhlak. Ketika seseorang memiliki ilmu tanpa akhlak , maka
dia akan lupa siapa dirinya yang sesungguhnya, lupa akan akhlak Rasulullah SAW . Bahkan lupa
bahwa dia adalah makhluk yang sangat lemah dan bodoh. Kalaulah merasa punya ilmu, tentulah
Allah tidak memberinya kecuali hanya secuil (sangat sedikit). Yaa Itulah kenapa Abdullah ibnu
Mubarak yang sangat dalam ilmunya mengatakan: "Aku belajar adab 30 tahun dan aku mencari
ilmu 20 tahun." (Baca Juga: Saat Rasulullah Ditanya Tentang Akhlak yang Baik, Ini Kata
Beliau ) Imam Malik bin Anas berkata: "Saat ibuku memasangkan imamah untukku, beliau
mengatakan, Pergilah engkau ke Rabi'ah, dan belajarlah tentang adab sebelum ilmu." Berikut
contoh adab (akhlak) yang diajarkan Rasulullah SAW kepada kita sebagaimana diriwayatkan
Imam Muslim. Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Hak seorang muslim
terhadap sesama muslim ada ada enam, yaitu: 1. Apabila engkau berjumpa dengannya
ucapkanlah salam. 2. Apabila ia memanggilmu penuhilah. 3. Apabila ia meminta nasihat
kepadamu berilah nasihat. 4. Jika ia bersin dan mengucapkan Alhamdulillah, balaslah dengan
ucapan Yarhamukallah (ssemoga Allah memberi rahmat kepadamu). 5. Apabila dia sakit,
jenguklah. 6. Apabila dia meninggal dunia, antarkanlah jenazahnya). Kata akhlak dalam bahasa
Arab disebut juga khuluq. Kalau bercermin kita dianjurkan berdoa: ‫اللَّهُ َّم َك َما َح َّس ْنتَ َخ ْلقِي فَ َحس ِّْن ُخلُقِي‬
Allahumma Kamaa hassanta Kholqii Fahassii Khuluqii "Ya Allah sebagaimana Engkau telah
membaguskan tubuhku (rupaku), maka baguskanlah akhlakku." (HR. Ahmad) Demikian
pentingnya mempelajari adab sebelum ilmu. Semoga Allah memberi kita taufik agar menjadi
pribadi yang berakhlak mulia. (Baca Juga: 3 Macam Akhlak Penghuni Surga ) Wallahu Ta'ala
A'lam (rhs) 285 Shares Share Share ‫ر لِ ۡى‬³ۡ ³ِ‫اغف‬ ‌ۡ ِ‫اج َع ۡلنِ ۡى ُمقِ ۡي َم الص َّٰلو ِة َو ِم ۡن ُذ ِّريَّت‬
ۡ ‫) َربَّنَا‬٤٠( ‫ى ۖ َربَّنَا َوتَقَب َّۡل ُدعَٓا ِء‬ ۡ ِّ‫َرب‬
ۡ ۡ
)٤١( ُ‫ى َولِل ُم ۡؤ ِمنِ ۡينَ يَ ۡو َم يَقُ ۡو ُم ال ِح َساب‬
َّ ‫ َولـ ِ َوالِ َد‬Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap
melaksanakan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, ampunilah aku
dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari
Kiamat). (QS. Ibrahim Ayat 40-41) ARTIKEL TERKAIT adab akhlak rasulullah saw ilmu islam
adab dan akhlak Ikhfa: Pengertian, Hukum dan Contoh Bacaannya Kisah Nabi Muhammad
SAW Beli Tanah Anak Yatim untuk Bangun Masjid Nabawi Tafsir Al-Mulk Ayat 26: Respons
Nabi Muhammad Terhadap Ucapan Kaum Kafir Mekkah Doa saat Terbangun di Tengah Malam
Ini Memiliki Keistimewaan Luar Biasa Agar Istighfar Kita Diterima Allah SWT, Ini Syarat-
syaratnya Mendidik Anak Tanpa Amarah, Begini Panduannya Berdasarkan Syariat 4 Nabi yang
Masih Hidup dan Belum Pernah Merasakan Kematian Mirip di Abu Dhabi, Masjid Sheikh Zayed
Al-Nahayan Solo Dihiasi Motif Batik Kawung REKOMENDASI Meminta Maaf Jangan
Ditunda, Tak Perlu Menunggu Jelang Ramadhan Nasihat Indah Habib Umar tentang Pernikahan
Doa dan Amalan Membuka Pintu Rezeki, Resep Ibnu Qayyim Social Distancing, Benarkah Istri
Boleh Tendang Suami dari Ranjang? Benih-Benih Cinta Itu Bersemi di Musim Pandemi Zakat
Menanti Ramadhan, Ini Kata Ustaz Adi Hida

Yoli

TIDAK tanggung-tanggung Allah menyanjung tingginya kedudukan orang berilmu, derajatnya


bertakhta dengan mantap bersama dengan orang-orang beriman. Apabila Anda beriman
sekaligus berilmu, maka luar biasa sekali derajat yang dimiliki. Percayalah!

Hal ini ditegaskan oleh Allah pada surat Al-Mujadalah ayat 11, yang artinya, “Niscaya Allah
akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu beberapa derajat.”

Ya, betapa tidak hebat orang berilmu, cermati saja kejadian pada masa Nabi Sulaiman. Ratu
Bilqis yang berkuasa di negeri Saba’ memiliki kerajaan yang megah. Sebelum sang ratu datang
berkunjung, Nabi Sulaiman ingin singgasana milik ratu Bilqis dihadirkan terlebih dulu.  

Jin Ifrit mengajukan diri, tersebut dalam surat An-Naml ayat 39, yang artinya, “Akulah yang
akan membawanya kepadamu sebelum engkau berdiri dari tempat dudukmu.”

Wow, hebat sekali jin ini, dia mampu mendatangkan singgasana dari tempat teramat jauh dalam
tempo waktu singkat. Janjinya pun mentereng, dari Nabi Sulaiman duduk menuju berdiri,
sebelum itu dijamin pesanan sudah datang.

Ternyata ada manusia yang lebih hebat berkat ilmunya, surat An-Naml ayat 40, yang
artinya, “Seorang yang mempunyai ilmu dari Kitab berkata, ‘Aku akan membawa singgasana itu
kepadamu sebelum matamu berkedip.”

Wow, ini jelas lebih dahsyat! Sebelum mata Nabi Sulaiman berkedip, pesanan pun datang.

Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur`an menerangkan, yang dapat kita pahami bahwa dia
seorang mukmin yang memiliki hubungan dengan Allah. Dia dianugerahi secara rahasia
kekuatan besar yang tidak dapat digambarkan dengan dimensi ruang dan waktu.

Alangkah hebatnya orang yang berilmu, jin saja kalah. Memang pantas Allah memberi derajat
tinggi bagi orang berilmu.
Karena ilmu itu membuat manusia berkembang teramat dahsyat. Misalnya, kini Covid-19 boleh
saja memukul mundur umat manusia terkurung di rumah mereka, dan mengalami kemerosotan
ekonomi.

Akan tetapi manusia tidak kunjung menyerah, dengan terus mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Kini, banyak lahir orang-orang kaya baru, yang meraup rupiah hingga dolar dari
smartphone, sambil bersantai di rumahnya.

Waspadalah!
Waspadalah!
Waspadalah!

Kok harus waspada sih?

Karena ilmu yang tanpa adab dapat berujung pada malapetaka.

Bagaimana jadinya ilmu tanpa ditamengi dengan adab?

Biar enak ceritanya, mari kita buat perumpamaan!

Nuklir merupakan ilmu yang hebat. Konon, nuklir dapat menghasilkan tenaga listrik luar biasa.
Bagaimana jadinya kalau pemegang ilmu nuklir itu tidak beradab? Nuklir dapat dijadikannya
senjata pemusnah massal, yang dapat membunuh jutaan nyawa hanya dalam sekejap mata.

Sampai di sini tentu kita telah paham mengapa adab senantiasa ditekankan bagi penuntut ilmu.

Jamak diketahui kalau sebelum masuk dalam materi pelajaran di lembaga pendidikan agama,
terlebih dulu yang dikaji oleh para pelajar adalah adab-adabnya. Karena tanpa adab, ilmu akan
bisa salah pakai, bisa memangsa kehidupan manusia.

Dengan demikian, perlu bagi kita memahami pandangan Islam terkait dengan adab dan ilmu.
Ahmad Alim dalam buku Filsafat Ilmu Perspektif Barat & Islam menyebutkan, dalam Islam,
ilmu dan adab adalah dua hal yang saling terintegrasi, yang saling menguatkan antara satu
dengan yang lainnya.

Ilmu tanpa adab ibarat pohon tanpa buah, adab tanpa ilmu ibarat orang yang berjalan tanpa
petunjuk arah. Berilmu tanpa adab adalah dimurkai (al-maghdhubi alaihim), sementara beradab
tanpa ilmu adalah kesesatan (al-dhallin).

Karena, ilmu tanpa adab juga membuat orang lepas kendali. Salah satu yang berbahaya adalah
munculnya kesombongan. Kita semua sudah tahu apa jadinya jika sombong telah bersemi, ya,
kita tidak akan jauh perangainya dari iblis atau setan.
Lagi pula apanya yang mau kita banggakan dari ilmu yang dimiliki? Bukankah Allah telah
mengingatkan dalam surat Al-Isra’ ayat 85, yang artinya, “Sedangkan kamu diberi pengetahuan
hanya sedikit.”

Ilmu yang kita miliki bagaikan setitik air di tengah samudera teramat luas. Sudahlah yang
dimiliki hanya sedikit, apa yang mau disombongkan? Kalau cuma sedikit yang dipunyai, artinya
kita ini miskin. Nah, sudahlah miskin sombong pula, lucunya dimana coba?

Adanya globalisasi dan semakin terbukanya informasi membuat serangan budaya dari
bangsa lain semakin mudah masuk. Infiltrasi budaya tersebut tidak semua baik dan perlu
diseleksi. Salah satu karakteristik bangsa dan agama yang mulai hilang adalah perkara adab.
Padahal adab akan menunjukkan kualitas seseorang, lebih umumnya sebuah bangsa. Semakin
beradab sebuah bangsa akan semakin terpandang posisinya di mata dunia.

Proses pendidikan pun sudah mulai mengesampingkan perkara adab untuk diajarkan.
Tetapi, hal itu tidak terjadi pada alur dan kegiatan belajar di Pesantren Daarut Tauhiid (DT).
Pengajaran adab kepada para santri menjadi prioritas. Misalnya para santri mukim akan selalu
mendapatkan pembelajaran dan pembahasan kitab Ta’limul Muta’allim yang memuat adab
dalam menuntut ilmu.

Kitab Ta’limul Muta’allim


Dalam dunia pendidikan, khususnya di khasanah keilmuan Islam memiliki kitab yang sangat
komprehensif membahas perkara adab, yaitu Ta’limul Muta’allim. Kitab yang aslinya
berjudul Ta’limul Muta’allim fith-Thariq at-Ta’alum ini, merupakan kitab yang sudah tidak
asing bagi para pencari ilmu syariat di seluruh dunia. Tak kecuali di Indonesia, kitab ini bahkan
menjadi buku adab wajib bagi kalangan pesantren sebelum masuk ke bahasan ilmu selanjutnya.
Penulisnya, Imam az-Zarnuji sendiri merupakan seorang ‘alim yang sangat kuat keilmuannya
dan faqih dalam berbagai bidang ilmu. Ia mengambil ilmu dari berbagai ‘ulama kibar pada
zamannya, dan berhasil melampaui kecerdasan teman-temannya. Buku ini merupakan panduan
bagi seluruh pencari ilmu agar mereka sampai pada tujuan pembelajaran yang sesungguhnya,
alih-alih sekadar mendapatkan pengetahuan.
Pentingnya Adab
Titik kritis yang bisa langsung kita rasakan mengenai pendidikan Barat saat ini setelah
membaca Ta’limul Muta’allim adalah hilangnya adab penghormatan yang semestinya antara
guru dan murid. Padahal Imam az-Zarnuji menegaskan seorang penuntut ilmu tidak akan
memperoleh ilmu; dan tidak dapat mengambil manfaat dari ilmu itu, hingga dia memuliakan dan
menghormati ilmu dan para ahlinya.
Sikap ini pun berlaku timbal balik, di mana adab guru terhadap murid pun nyaris tak berjejak
kita rasakan. Hal ini terjadi (selain karena sekularisasi pendidikan) disebabkan munculnya gejala
kapitalisasi pendidikan, di mana hubungan murid dan guru menjadi sebatas hubungan bisnis.
Murid membayar guru untuk jasanya, guru mentransfer pengetahuannya. Selesai. Tanpa ada
keterkaitan emosi yang erat.
Dalam sistem pendidikan modern hari ini, kapasitas atau kemampuan guru pun harus kembali
ditinjau. Mengapa? Karena tak semua guru berhasil menjadi ‘guru’ setelah proses kesarjanaan
pendidikan. Hal ini membuat kita tidak dapat secara sepihak menyalahkan para penuntut ilmu
yang tak beradab, jika mereka sehari-hari mendapati guru-gurunya melakukan hal yang demikian
pula. Ada kedalaman dan pertanyaan-pertanyaan mendasar terkait hubungan guru dan murid ini.

Kemudian, hilangnya adab ini secara nyata mempengaruhi keberkahan ilmu pengetahuan yang
didapat seorang penuntut ilmu. Termasuk pertanggungjawaban akan ilmu dan pengamalannya
juga menjadi hal yang tidak dibahas dalam konsep pendidikan Barat. Ini disebabkan konsekuensi
dari sekularisasi pendidikan.

Keberkahan bukanlah sesuatu yang sebenarnya tak bisa diukur, tapi secara logika mirip seperti
teori efek kupu-kupu (butterfly effect). Perbuatan-perbuatan baik berupa adab, tentu akan
mempengaruhi dan menghasilkan kebaikan-kebaikan lain di masa depan. Karena keberkahan
bermakna berlipatgandanya kebaikan (ziyadatul khayr).
Keberkahan ilmu seorang pembelajar bisa terlihat dengan jelas pula pada kehidupan
kesehariannya. Seharusnya ilmu yang telah dia pelajari bisa memperbaki kualitas pribadinya dan
kehidupan sosialnya. Ilmu yang berkah akan membuat kehidupan pemiliknya menjadi penuh
dengan kebaikan.

Ilmu dan Adab


November 30, 2022  3 min read
Hijrahdulu.com – Ilmu dan adab adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam Islam.
Keduanya berkaitan erat dan saling berhubungan satu sama lain. Imam
Malik rahimahullah pernah berkata,

“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”

Ulama salaf terdahulu sangat memperhatikan adab dan akhlak. Adab tidak bisa dipisahkan
dengan ilmu, karena beradab itu sendiri membutuhkan ilmu.

Lantas Apa Hubungan di Antara Adab dan Ilmu?

Daftar Isi
 Hubungan di Antara Ilmu dan Adab
 Penisbatan Terhadap Adab dan Penisbatan Terhadap Ilmu
 Adab Kepada Allah dan Sesama Makhluk dengan Ilmu
 Penutup
Hubungan di Antara Ilmu dan Adab

Sebelum kita mempelajari hubungan di antara ilmu dan adab, Kita perlu mengetahui definisi dari
keduanya terlebih dahulu.

Ilmu secara bahasa ‫( اَ ْل ِع ْل ُم‬al-‘ilmu) adalah lawan dari ‫ ُل‬³³ْ‫( اَ ْل َجه‬al-jahl atau kebodohan), yaitu
mengetahui sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dengan pengetahuan yang pasti.
Ilmu sendiri seharusnya bermakna ilmu syar’i, yaitu ilmu yang diturunkan oleh Allah Ta’ala
kepada Rasul-Nya berupa keterangan dan petunjuk.

Adapun ilmu yang berkaitan dengan dunia seperti sains dan teknologi seharusnya tidak disebut
dengan ilmu, tetapi ilmu dunia. Ilmu hanya dinisbatkan kepada ilmu syar’i saja.

Sedangkan untuk adab adalah salah satu dari bagian ilmu. Para ulama mengatakan adab adalah
menghiasi diri dengan sikap-sikap yang indah dan menghindari (menjauhi) dari sikap-sikap
lawannya. Adab adalah melakukan perkara-perkara yang baik dan menjauhi perkara-perkara
yang buruk. Hal ini berlaku pada perkataan maupun perbuatan.

Adab adalah akhlak. Seseorang yang sudah hijrah, mengaji, belajar agama dan sudah terbiasa
hadir di majelis ilmu seharusnya memiliki adab dan akhlak yang baik. Apabila kita sudah ngaji
namun ternyata akhlak kita masih belum baik, maka bisa jadi kita bukan termasuk orang-orang
yang berilmu.

Seseorang yang sudah berilmu tentu harus memperhatikan adabnya. Jangan sampai dengan
ilmunya, ia malah tidak beradab.
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu” tentu ditujukan kepada orang-orang yang
saat itu ilmunya sudah tinggi namun kurang beradab. Dikatakan bahwa dahulu ada banyak orang
berilmu namun tidak mengamalkan dengan menunjukan akhlak yang baik.

Dengan adab kita bisa lebih mudah memahami ilmu dengan baik dan cepat.

Penisbatan Terhadap Adab dan Penisbatan Terhadap Ilmu

Adapun dalam diri seseorang, seharusnya penisbatannya terhadap adab lebih besar dari pada
penisbatannya kepada ilmu.

Tidak perlu jauh-jauh, coba lihat sendiri kepada diri kita masing-masing.

Ada diantara kita yang sudah berjenggot lebat, mengenakan celana cingkrang, rajin ke masjid
dan lainnya. Namun, apa yang masyarakat kenal tentang kita?

Bisa jadi mereka hanya kenal kita sebagai orang yang berjenggot saja. Mereka tidak mengenal
kita sebagai orang yang baik.

Sebagai seorang muslim, kita seharusnya berakhlak baik. Kita harus rajin membantu tetangga-
tetangga kita, mengucapkan tutur kata yang baik, menghadiri undangan dan lain sebagainya.
Sehingga kita akan mulai terkenal karena adab kita yang baik.

Tidak hanya terkenal sebagai seorang yang berjenggot saja, namun kita akan dikenal sebagai
seseorang yang baik di kehidupan bermasyarakat.

Ada mungkin di antara kita, seorang akhwat yang sudah mengenakan jilbab syar’i ditambah
dengan niqab (cadar). Tapi apakah itu menjamin akhwat tersebut memiliki adab yang baik?
Tentu saja tidak. Mungkin bisa jadi ia terkenal sebagai seorang perempuan muslimah yang
bercadar, tapi hanya dikenal sebatas itu.

Ada yang lebih parah apabila ia dikenal sebagai seorang muslimah yang mengenakan cadar,
tetapi masih saja suka ghibah. Naudzubillah min dzalik.

Adab lebih dibutuhkan oleh seseorang yang berilmu walaupun itu sedikit. Perkataan ini tentunya
dimaksudkan untuk orang-orang yang sudah berilmu namun kurang beradab.

Adapun untuk orang-orang yang sudah berilmu dan berakhlak baik, sebaiknya selalu
mempelajari keduanya.

Mempelajari adab dan ilmu haruslah berdampingan. Kita tidak perlu menunda belajar ilmu
dengan mempelajari adab terlebih dahulu. Apabila kita sudah mempelajari ilmu, maka tinggal
dilanjutkan dengan mempelajari adab. Keduanya jalan berdampingan sebagaimana dua sejoli
yang tak boleh terpisahkan.
Semoga kita menjadi pribadi-pribadi yang kelak dikenal sebagai seorang mukmin yang sering
berbuat baik.

Adab Kepada Allah dan Sesama Makhluk dengan Ilmu

Sebagai seorang muslim, kita harus bisa menjadi seseorang yang beradab kepada Allah dan
beradab kepada sesama makhluk. Sesungguhnya adab inilah yang akan mengantarkan kita
menjadi orang-orang yang berakhlak mulia.

Adab kepada Allah tentu kita harus taat dalam mengikuti perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Seorang muslim yang beradab seharusnya melakukan sholat, zakat dan ibadah lainnya sesuai
dengan syariat.

Lalu, adab kepada sesama makhluk bisa kita tunjukan dengan perkataan dan perbuatan baik.
Meskipun hanya sekedar menyingkirkan gangguan dari jalan.

Ya. Begitulah tentang adab.

Tentunya agar kita bisa mempelajari adab dan akhlak yang baik, kita harus rajin dalam menuntut
ilmu.

Dengan ilmu kita bisa tahu bahwa seorang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang
paling baik akhlaknya.

Adapun meninggalkan debat juga termasuk adab, baik kepada Allah maupun sesama makhluk.

Bisa jadi kita yang baru hijrah, kita terlalu menggebu-gebu dalam menyampaikan kebenaran.
Kita menjadi terlalu mudah dalam menyalahkan. Apabila sudah sampai terjadi perdebatan, maka
sebaiknya kita tinggalkan.

Begitulah tentang adab dan akhlak yang mulia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa supaya
dianugerahi akhlak yang mulia,

“Ya Allah, tunjukilah padaku akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali
Engkau. Dan palingkanlah kejelekan akhlak dariku, tidak ada yang memalinggkannya kecuali
Engkau.”

[HR. Muslim no. 771, dari ‘Ali bin Abi Tholib]

Penutup
Ilmu tanpa adab hanya akan menjadikan seorang pemilik ilmu terseret oleh hawa nafsunya.
Tanpa adab, seseorang bisa menjadi sombong dan ujub dengan ilmu yang dimiliki. Ilmu tidak
akan memberikan manfaat jika tidak dibarengi dengan adab. Begitu pula dengan adab yang tidak
akan memberikan manfaat jika tidak dibarengi dengan ilmu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.’

[QS. An-Nahl: 125]

Pada firman ayat diatas, Allah menjelaskan kepada kita untuk menyampaikan ilmu dengan adab
dan akhlak yang baik.

Wallahu A’lam Bish-Shawab.

Demikian artikel ini ditulis.

Artikel ini terinspirasi dari ceramah beliau Ustadz Yulian Purnama, S.KOM yang membahas
kitab “Min Washaya Al Ulama li-Thalabatil Ilmi”⁣ karya Syaikh Abdul Aziz Bin Muhammad As
Sadhan.

Terima kasih telah membaca sampai pada baris ini. Saya mohon maaf apabila masih ada
kesalahan dalam penulisan dan lainnya.

Sesungguhnya saya adalah seseorang yang masih fakir akan ilmu. Saya dan teman-teman yang
mengelola situs ini bersedia untuk menerima nasihat dari Anda. 🙂

Jangan lupa bagikan kepada teman-teman kita! 🙂

Semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai