Anda di halaman 1dari 9

Ramadhan dan Ampunan Allah

Jika hari ini kita masih diberikan Allah kesehatan, umur panjang yang  bermanfaat, dapat menikmati 
indah dan berkahnya bulan suci Ramadhan maka, sepatutnya kita bersyukur. Allah SWT masih
mengizinkan kita untuk mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya, dan sesungguhnya  kasih
sayang Allah  tidak berbatas.

Luasnya kasih sayang Allah kepada setiap hambaNya, jika kita hitung, kita renungkan jumlahnya
tidak terhingga. Hanya saja sering  kita lupa dan lalai. Kadang  hanya ingat dan rindu bersimpuh
disaat berbagai masalah hidup datang diluar ekspektasi. Namun Allah SWT, tidak pernah menutup
pintu taubat untuk siapapun hambaNya. Pintu tersebut selalu terbuka lebar, tinggal kita masuki
dengan berserah sepenuhnya, dengan tidak menjadikan kepasrahan dengan meyakini dan meminta
selain kepada Allah.

Keberkahan Ramadhan
Ramadhan bulan mulia penuh keberkahan, bulan yang lebih baik dari seribu bulan. Berkah
Ramadhan yang pertama bagi umat Islam adalah bulan pengampunan dosa. Rasulullah SAW
bersabda, “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan karena keimanan dan hanya mengharap pahala,
maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. al-Bukhari).

Untuk  meraih pengampunan Allah tidak cukup  dengan niat dan janji dalam hati, tetapi harus
melingkupi pikiran dan perbuatan. Mata tidak melihat sesuatu yang haram, telinga tidak mendengar
sesuatu yang tidak baik,  lisan tidak berucap dusta, begitupun  seluruh anggota tubuh yang lain.
Rasulullah SAW pun bersabda,

“Telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, diwajibkan kepada kalian ibadah puasa,
dibukakan pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka serta syetan-syetan dibelenggu. di
dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan
kebaikannya berarti ia telah benar-benar terhalang/terjauhkan (dari kebaikan)” (HR. Ahmad)

Hadist diatas juga mengisyaratkan keutamaan bulan suci Ramadhan sebagai bulan penuh berkah.
Allah melipatgandakan  pahala, selain keutamaan lain berupa nilai pendidikan untuk kesehatan
jasmani dan rohani.  Dalam ritual puasa terdapat pendidikan bagi setiap individu mengenai
persamaan antara yang fakir dan yang kaya untuk mengerjakan perintah Allah, dan  yang memiliki
kelapangan rezeki bersedekah kepada kaum fakir miskin  serta berusaha untuk selalu menjadikan
diri pribadi baik dan berisi kebaikan.

Sesuatu yang memang  berat dilakukan sebab akan banyak cobaan dan rintangan, tetapi disitulah
letak keutamaannya. Saat seorang hamba mampu melewati semua proses dengan tetap bersyukur
dan bertafakur kepada Allah, ganjaran kebaikan Allah beri berlipat-lipat berupa pahala, ampunan,
dan kemuliaan.

Ramadhan dan Ampunan Allah


Membuka bulan maghfirah ini, mari kita perbanyak melakukan amal sholeh, meluruskan niat hanya
karena Allah. Meluruskan niat merupakan hal yang pertama dan utama yang harus dilakukan setiap
muslim memasuki bulan suci Ramadhan.

Sesuai ajaran Islam, niat berfungsi sebagai pembeda amalan. Niat membedakan antara satu ibadah
dengan ibadah lainnya atau membedakan antara ibadah dengan kebiasaan atau perilaku.   Niat juga
membedakan tujuan seseorang dalam beribadah. Itulah mengapa  niat menjadi rukun atau syarat
sah semua amal ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba. Rasulullah SAW  berujar,
“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa
yang ia niatkan.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sebab pentingnya memulai amaliah ramadhan dengan niat karena Allah, mari kita luaskan
semangat, memberi nutrisi kebaikan dengan tujuan hanya untuk mendapatkan ridho Allah. Di antara
sebab turunnya ampunan dari Allah di bulan ramadhan  :  Pertama, melaksanakan puasa ramadhan
dengan niat karena Allah. Kedua, mendirikan sholat Taraweh dan sholat sunah lainnya. Ketiga,
memperbanyak ibadah di malam Lailatul qodar, dan keempat senantiasa berdzikir dengan mengingat
Allah dikeadaan lapang dan sempit.
Jamaah Jum’ah Hafidzakumullah…
Setelah bersyukur ke hadirat Allah SwT atas segala nikmat dari-Nya dan bershalawat atas Rasulullah
Muhammad saw, tak lupa khatib berwasiat agat kita semua senantiasa meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SwT. Semoga dengan keimanan dan ketakwaan yang sebenar-benarnya,
kita semua dapat menjumpai Allah SwT dengan perjumpaan yang husnul khatimah.

Jamaah Jum’ah Hafidzakumullah…


Tidak lama lagi bulan Ramadhan yang istimewa akan kembali datang menyapa kita semuanya. Bulan
di mana pintu-pintu surga dibuka dengan seluas-luasnya dan pintu-pintu neraka ditutup dengan
serapat-rapatnya, serta setan-setan dibelenggu. Selayaknya seorang yang akan kedatangan tamu
istimewa, tentu dia akan mempersiapkan dengan maksimal. Sudahkah kita bersiap menyambut
kedatangan tamu agung tersebut? Sudahkah kita mempersiapkan dengan maksimal untuk menjamu
datangnya Ramadhan di tengah-tengah kita? Allah SwT berfirman,

‫ت ل َِغ ٍد َوا َّتقُوا هّٰللا َ ِإنَّ هّٰللا َ َخ ِب ْي ٌر ِب َما َتعْ َملُ ْو َن‬ ُ ‫ٰيَأ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُنوا ا َّتقُوا هّٰللا َ َو ْل َت ْن‬
ْ ‫ظرْ َن ْفسٌ مَّا َق َّد َم‬

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al Hasyr [59]: 18)
Jamaah Jum’ah Hafidzakumullah..
Lantas apa saja yang perlu dipersiapkan untuk menyambut datangnya tamu istimewa bulan
Ramadhan yang agung ini? Paling tidak ada empat hal berikut. Pertama, Ilmu. Ibadah di bulan
Ramadhan mempunyai keutamaan yang besar. Saat memasukinya, tentu harus punya bekal ilmu
yang matang. Rasulullah saw bersabda,
‫ْس َعلَ ْي ِه َأ ْم ُر َنا َفه َُو َر ٌّد‬
َ ‫َمنْ َع ِم َل َع َمالً َلي‬

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR.
Muslim)
Jamaah Jum’ah Hafidzakumullah…
Kedua, Ruhiyah (keimanan). Ramadhan adalah bulan ibadah dan bulan anti maksiat. Maka
selayaknya kita mempersiapkan diri mulai saat ini dengan membiasakan ibadah lebih intensif dan
lebih mengendalikan diri dari bermaksiat. Saat Nabi Muhammad saw menyambut kehadiran
Ramadhan, sebulan sebelumnya telah dipersiapkan dengan matang. Beliau semakin meningkatkan
kuantitas dan kualitas ibadah sejak bulan Sya’ban. Ummul Mu’minin Aisyah ra menceritakan,
َ ‫َولَ ْم َأ َرهُ صَاِئمًا مِنْ َشه ٍْر َق ُّط َأ ْك َث َر مِنْ صِ َيا ِم ِه مِنْ َشعْ َب‬
‫ان‬

“Dan aku tidak melihat beliau berpuasa  yang lebih banyak dibandingkan pada bulan Sya’ban.” (HR. Muslim)
Jamaah Jum’ah Hafidzakumullah…
Ketiga,  Jasadiyah (fisik/jasmani). Selain menempa nilai-nilai spiritual dan keimanan, Ramadhan juga
menguji kekuatan fisik. Berpuasa sehari penuh dari terbit fajar sampai matahari terbenam
memerlukan fisik yang benar-benar sehat. Begitu pula dengan qiyamul lail (shalat tarawih),
memerlukan jasmani yang prima untuk bisa menunaikannya dengan baik.
Maka sudah selayaknya, saat ini kita mulai berhati-hati dan lebih menjaga kesehatan. Selalu makan
makanan bergizi, dan berolahraga secara teratur bisa menjadi cara untuk mempersiapkan fisik.
Persiapkan jasmani dengan matang agar lancar dalam menjalani ibadah spesial selama sebulan
penuh. Sangat disayangkan jika Ramadhan tiba, namun kita justru tidak bisa melaksanakannya
dengan maksimal karena dalam kondisi sakit, padahal pahalanya dilipatgandakan Allah SwT.

Jamaah Jum’ah Hafidzakumullah…


Keempat, Maliyah (harta). Selain bulan puasa dan bulan qiyamul lail, Ramadhan juga dikenal dengan
bulan sedekah, bulan infak, dan tentu saja ada kewajiban zakat fithri. Ada pula keutamaan ber-umrah
di bulan Ramadhan. Semua hal tersebut tidak bisa terlaksana jika tanpa adanya harta. Ibnu ‘Abbas ra
berkata,
‫ان‬
َ ‫ض‬َ ‫ َوَأجْ َو ُد َما َي ُكونُ فِى َر َم‬،‫اس‬
ِ ‫ان ال َّن ِبىُّ صلى هللا عليه وسلم َأجْ َو َد ال َّن‬
َ ‫َك‬

“Nabi  saw adalah orang yang paling gemar bersedekah. Semangat beliau dalam bersedekah lebih membara
lagi ketika bulan Ramadhan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
‫اِئر المُسْ لِ ِمي َْن ِإ َّن ُه ه َُو ْال َغفُ ْو ُر الرَّ ِحيْم‬ َ ‫َأقُ ْو ُل َق ْولِي َه َذا َواسْ َت ْغفِ ُر‬
ِ ‫هللا لِي َولَ ُك ْم َول َِس‬
Khutbah Kedua:
َ ‫صالَةُ َوال َّسالَ ُم َعلَى َأ ْش َرافِ اَأل ْن ِب َيا ِء َوالمرْ َسلِي َْن َن ِب ِّي َنا م َُح َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه َو‬
‫صحْ ِب ِه َأجْ َم ِعي َْن‬ ِ ‫الحمْ ُد‬
َّ ‫هلل َربِّ ال َعال ِمي َْن َوال‬ َ

Jamaah Jum’ah Hafidzakumullah…


Apapun keadaan kita, siap atau tidak, maka Ramadhan akan tetap datang menghampiri. Jangan
sampai kita termasuk orang-orang yang rugi karena menyambut Ramadhan ala kadarnya, atau
malah tanpa persiapan sama sekali. Semoga Allah SwT memanjangkan umur kita sehingga masih
bisa berjumpa dengan Ramadhan.

Jamaah Jum’ah Hafidzakumullah…


Semoga Ramadhan tahun ini lebih baik karena telah dipersiapkan dengan matang. Sehingga pahala
dari Allah SwT yang bisa diraih juga lebih maksimal. Dan pada akhirnya, kita bisa memasuki surga-
Nya dari pintu Ar Rayyan. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin…
Keteladanan Akan Melahirkan Generasi Tangguh

Semua orang Muslim diingatkan oleh Allah agar hendaknya mereka takut manakala melahirkan
generasai penerus yang lemah. Dalam pemaknaan terbalik, maka sebenarnya umat Islam dianjurkan
untuk menyiapkan generasi penerus yang tangguh, baik iman dan ketakwaannya, ekonominya,
pendidikannya, termasuk tangguh secara fisik.

‫ِين لَ ۡو َت َر ُكو ْا م ِۡن َخ ۡلف ِِهمۡ ُذرِّ ي َّٗة ضِ ٰ َع ًفا َخافُو ْا َعلَ ۡي ِهمۡ َف ۡل َي َّتقُو ْا ٱهَّلل َ َو ۡل َيقُولُو ْا َق ۡواٗل َسدِي ًدا‬ َ ‫َو ۡل َي ۡخ‬
َ ‫ش ٱلَّذ‬

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS An-Nisa ayat 9).
Tangguh juga mengandung arti orang yang pantang menyerah, pribadi yang tidak pernah merasa
lemah, atas sesuatu yang terjadi pada dirinya. Generasi tanggung itu berarti ia siap menghadapi
semunya dengan berpikir secara positif.

Tangguh juga berarti kemampuan yang dimiliki seseorang atau sikap untuk berbuat yang terbaik
terhadap apa yang menjadi kemajiban dan tanggungjawabnya.

Jadi generasi tangguh adalah generasi tahan banting. Kalau jatuh, ya bangkit lagi, jatuh bnagkit lagi,
jatuh bangkit lagi. Apa yang sudah menjadi tekatnya, maka sekuat tenaga ia akan meraihnya, dan
siap menaggung segala resikonya. Layaknya pepatah, gunungpun kan ku daki, lautan ku sebrangi.

َ ‫ت َف َت َو َّك ۡل َعلَى ٱهَّلل ِۚ ِإنَّ ٱهَّلل َ ُيحِبُّ ۡٱل ُم َت َو ِّكل‬


‫ِين‬ َ ‫َفِإ َذا َع َز ۡم‬

Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS Ali Imron ayat 159).
Lalu siapakah pemuda yang bisa dijadikan contoh sebagai profil pemuda yang tangguh? Tidak lain

‫ة‬ٞ ‫ُول ٱهَّلل ِ ُأ ۡس َوةٌ َح َس َن‬ َ ‫لَّ َق ۡد َك‬


ِ ‫ان لَ ُكمۡ فِي َرس‬

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu… (QS Al-Ahzab ayat 21).
Yaitu siapa teladan tersebut, beliau adalaha Nabi Muhammad saw. Dalam dakwahnya ia sering
dihina, dicaci maki, dihalangi, ditolak, diusir, dan sebagainya. Namun beliau tetap tegar dan tetap
melanjutkan dakwahnya. Sebab beliau meliki sifat pemuda tangguh sebagaimana disebutkan di atas.

Begitu juga dengan Nabi Ibrahim. Jadi tangguh, tahan banting, bukan berarti secara kasat mata
pribadi dengak watak yang kera. Sebab ketangguhan yang dimiliki oleh Ibrahim justru ia tangguh
karena kelembutannya.

Lalau bagaimana cara menanamkan sikap tangguh ini agar dimiliki oleh genaerasi penerus?

Pertama, lewat pendidikan. Baik di rumah, di sekolah, juga di pusat-pusat anak itu berkumpul.
Termasuki menjadikan masjid sebagai tempat belajar sekaligus arena berkumpul.

Namun pada sisi lain, kita juga harus melihat bahwa tantangan dan zaman tidaklah seperti dahulu.
Semua sudah berubah. Apalagi di era digital seperti sekarang ini. Di mana anak dalam
kesehariannya erat dengan smarphone atau gadget atau gawai. Namun apappun tantangannya,
keteladanan adalah kunci dalam mendidik dan memebinda anak menjadi generasi tangguh.

Maka tugas orang tua sekarang yang paling penting adalah tampil sebagai panitan bagi anak-
anaknya, terutama di rumah dan dilingkungan sekitar.

Selain itu, orang tua perlu menekankan akan pentingnya penanaman akidah dan tauhid. Dari
penanaman akidah dan tauhid yang baik akan melahirkan akhlak yang baik. Dan akhlak yang baik
itulah karakter yang baik.

Termasuk menyiapkan intelektualitas anak. Sebab bagaimanapun, bahwa kedepan ilmu akan
menjadi rujukan dan standar. Maka jangan sampai kemudian, generasi Islam ketinggalan dan jauh
dari keilmuan.
Berikutnya, anak dibiasakan untuk gemar melakukan amal saleh. Gemar untuk melakukan hal yang
baik. Kalau hal yang jelek, tidak usah diajarkan biasnaya anak akan tahu dengan sendirinya,
karenanya membiasakan anak untuk senang melakukan kebaikan menjadi modal selanjutnya untuk
melahirkan generasi tangguh. Caranya sederhana, yaitu memulainya dari hal yang kecil, sperti
membiasakan untuk selallu mengucapkan terimakasih bila diberi, minta maaf bila salah, dan minta
tolong jika butuh bantuan. Termasuk meminta restu atau izin orangtua ketika hendak pergi atau
melakukan sesuatu.

Kemudian, adalah membiasakan anak untuk meletakkan sesuatu pada tempatnya. Ini kelihatannya
mudah tapi pada dasarnya butuh latihan, butuh pembiasaan. Dalam ungkapan bahasa indonesia
disebutkan, Alah Bisa Karena Biasa. Jadi sesuatu itu menjadi mudah karena sering dibiasakan, dan
diulang-ulang.

Terakhir, anak harus memiliki sikap yang bersungguh-sungguh. Kesungguhkan merupakan dorongan
dari dalam diri yang kuat. Dengan kesungguhan maka jalan dan cita-cita akan terbuka. Kalau kita
boleh jujur, kadar kesungguhan kita belumlah di level maksimal, itu sebabnya mungkin kita belum
bisa lahir sebagai generasi ungggul dan belum juga mampu melahirkan generasi penerus yang
unggul. Maka sekali lagi, bersungguh-sungguhlah. (gsh)
6 Hal Perusak Hati
Saudaraku, dalam banyak hal, kita sering diperintahkan untuk bertanya kepada hati kita. Kata orang
bijak, hati nurani tidak pernah bohong. Namun, bukankah semua orang juga mempunyai hati? Tapi,
mengapa banyak pula manusia yang tidak baik?

Dalam hal ini, ada seoarang bijak yang berkata, “hati itu bagaikan cermin”. Ketika cermin itu bersih,
maka dia bisa dijadikan alat untuk melihat banyak hal. Namun, ketika cermin itu terlalu kotor, maka
tidak akan ada lagi yang bisa dilihat dalam cermin itu. Setiap manusia dikarunia hati yang bersih.
Namun  dosa-dosa yang diperbuat membuat hati itu menjadi kotor.

Kata-kata orang bijak itu sebenarnya diilhami oleh sabda Rasulullah SAW “dalam tubuh setiap orang
terdapat organ yang keberadaannya sangat berpengaruh terhadap organ lainnya, yaitu hati (kalbu).
Jika hatinya baik, baiklah seluruh organ tubuh lainnya. Jika hatinya rusak, rusaklah seluruh organ
tubuh lainnya”.

Oleh karena itu, jika hatinya baik, maka kita akan hidup dengan baik. Namun jika hati kita rusak,
maka kita akan celaka dunia dan akhirat. Dengan begitu, kita harus senantiasa menjaga hati kita
agar tetap berada dalam kategori baik. Ini sangat penting kita lakukan karena itu akan menentukan
keselamatan kita. Tidak hanya di dunia namun juga di akhirat kelak.

Apa saja yang bisa membua hati kita rusak? Menurt Hasan al-Basri, ada enam hal yang bisa
membuat hati kita rusak. Pertama, menganggap remeh dosa. Yakni, setiap melakukan dosa, kita
berangan-angan akan segera bisa bertobat dan yakin Allah akan menerima tobatnya. Kedua, kita
mengetahui ajaran Islam, tetapi tidak berusaha diamalkan. Ketiga, mengamalkan ajaran Islam, tetapi
tidak ikhlas. Keempat, menikmati rizki dari Allah, tetapi tidak berusaha mensyukurinya. Kelima, tidak
ridha pada ketentuan Allah. Keenam, menguburkan jenazah saudaranya, tetapi tidak mengambil
pelajaran darinya.
Oleh karena itu, agar hati kita tidak rusak, jangan sekali-kali kita meremehkan perbuatan dosa.
Sekecil apa pun dosa dan pelanggaran yang kita lakukan akan dapat berkembang menjadi dosa
yang sangat besar. Misalnya, agar urusan lancar, kita memberikan suap kepada petugas.
Nominalnya mungkin tidak seberapa, namun kalau kebiasaan itu kemudian ditiru oleh orang lain dan
kemudian ditiru lagi, maka sistem yang dikembangkan oleh pemerintah akan tidak berjalan.
Akibatnya, orang-orang yang jujur atau orang yang tidak bisa memberikan suap kepada petugas
akan banyak yang menjadi korban.

Atau, ketika kita menjadi petugas, kita tahu bahwa menerima suap atau tips atau uang terimakasih itu
tidak diperbolehkan oleh sistem di tempat kerja kita, namun karena kita tergoda menerimanya, kita
beralasan bahwa kita tidak meminta, tapi diberi. Pada mulanya, mungkin kita tidak merasa salah,
namun lama kelamaan kita akan ketagihan. Kita tidak akan melakukan tugas dengan baik kalau tidak
diberi uang tips tambahan. Akhirnya, kita akan berani meminta untuk disuap. Kalau hati kita sudah
bisa menerima kalau kita minta suap berarti hati kita benar-benar sudah rusak atau sudah kotor.
Maka kita harus bekerja ekstra keras untuk tidak mendekati dosa. Apabila kita sadar telah melakukan
dosa, jangan ragu segera berhenti dan segara meminta pengampunan kepada Allah SwT. Rasulullah
SAW yang dijaga dari perbuatan dosa (ma’shum) tidak kurang seratus kali beristighfar setiap
hari. Kedua, kita tidak boleh membiarkan pengetahuan kita tentang agama Islam sebagai sekedar
pengetahuan, namun harus mengamalkannya semampu daya kita. Misalnya, kita tahu bahwa Islam
memerintahkan kita untuk memperlakukan orang tua dengan baik. Maka hal itu harus kita lakukan
dan kita praktikkan dalam amal keseharian kita. Atau kita tahu bahwa Islam mengharuskan para
penganutnya untuk membayar zakat, maka harus segera kita lakukan. Jangan sampai kita hanya
suka berdebat tentang barang yang harus dizakati, namun tidak pernah mengeluarkan zakatnya.
Dalam istilah orang Jawa, jangan sampai kita termasuk bangsa gajah diblangkoni, isa kojah ora gelem
nglakoni (bisa ceramah namun tidak mau melakukan yang diceramahkan itu). Kalau kita termasuk
orang yang seperti itu, maka hati kita sudah benar-benar rusak.
Ketiga, marilah kita mejalankan semua ajaran Islam secara ikhlas karena Allah semata. Bukan karena
ingin mendapatkan pujian dari sesama manusia. Kalau kita mengamalkan ajaran Islam karena hanya
mengharap pujian dari sesama manusia, maka kita termasuk orang yang memperalat agama
Allah.  Keempat dan kelima, marilah kita berusaha mensyukuri semua karunia yang telah diberikan
kepada kita. Kalau kita mau melihat ke bawah, melihat nasib orang-orang yang berada di bawah kita,
maka kita pasti akan merasa bersyukur. Namun, kalau selalu mendongak melihat orang-orang yang
di atas kita dan terus merasa iri serta merasa kurang pada setiap karunia-Nya, maka kita benar-
benar akan mengalami kerusakan hati. Kita akan mudah terserang penyakit hati dalam arti kiasan
maupun yang sebenarnya. Oleh karena itu, kita harus merasa ridha pada setiap keputusan Allah
yang telah diberikan kepada kita. Apa yang diberikan kepada kita adalah hal yang paling pantas kita
terima. Allah akan selalu mencukupkan apa yang kurang.
Dan yang terakhir, kita harus selalu ingat bahwa kalau saat ini kita menguburkan saudara kita, suatu
saat nanti kita juga akan dikuburkan. Maka, kita harus senantiasa mengumpulkan bekal yang cukup
untuk menghadap Allah Swt.
Godaan Di Bulan Ramadhan

Saudaraku, setiap bulan Ramadhan seperti sekarang ini selalu ada rasa aneh yang ada di dalam hati
saya. Mungkin kamu juga mengalami hal yang sama.
Menurut ajaran Islam, bulan Ramadhan bukanlah sekedar bulan kesembilan dalam penanggalan
hijriyah. Bulan Ramadhan bukan pula sekedar bulan yang singgah setiap tahun sekali. Bagi Umat
Islam, bagi kamu, bagi saya, dan bagi kita semua, Ramadhan adalah bulan yang penuh rahmat.
Bulan yang sangat istimewa bagi kita.

Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah kita diwajibkan berpuasa satu bulan penuh.
Menurut para dokter, pada bulan Ramadhan ini kita diberi kesempatan memperbaiki sistem
pencernaan kita kembali. Pada bulan Ramadhan, kita diberi kesempatan untuk membakar seluruh
dosa yang telah kita tumpuk sepanjang hidup. Dengan diberi kesempatan kembali berjumpa dengan
bulan Ramadhan, pada dasarnya kita diberi kesempatan oleh Yang Maha Pengasih untuk
memperbaiki semua cara hidup kita. Memperbaiki pola hidup agar sesuai dengan tuntunan-Nya.

Saudaraku, kalau saya boleh mengingatkan, menurut para ahli bahasa Arab, Ramadhan dapat
diartikan panas terik yang membakar. Perlu kita ketahui, penanggalan Arab, sebelum datangnya
Islam, memakai sistem penanggalan matahari (syamsiah). Nama-nama bulannya sama dengan nama-
nama bulan yang sekarang. Oleh karena memakai sistem penanggalan matahari, maka datangnya
setiap bulan selalu sama dengan datangnya suatu musim. Seperti, misalnya, bulan Januari di
Indonesia, pada tahun kapan pun, Januari di Indonesia selalu diisi dengan hari-hari hujan.
Ramadhan di Arab (ketika masih memakai penanggalan matahari) selalu jatuh pada musim panas
yang sangat terik. Matahari terasa sangat dekat di ubun-ubun. Panasnya seakan membakar bumi.
Bagi yang sudah ke tanah Arab, pada musim panas pasti akan bisa bercerita seperti apa panasnya
siang hari di sana.

Namun, ketika Islam datang, sistem penanggalan yang berbasis pada peredaran matahari itu
(syamsiah) diganti dengan sistem penanggalan berbasis peredaran bulan (qomariah). Oleh karena itu,
Ramadhan bisa saja datang pada musim panas maupun musim dingin.
Kalau dipikir, perubahan sistem penanggalan ini sangat menguntungkan umat Islam. Saat ini, umat
Islam sudah tersebar di seluruh penjuru bumi. Bahkan di dekat kutub bumi yang jauh dari Katulistiwa.
Bagi umat yang tinggal di bagian bumi yang jauh dari Katulistiwa, perbedaan waktu siang dan waktu
malam pada musim dingin dan musim panas terasa sangat ekstrem. Pada musim panas, kadang
siang hari bisa berlangung 19 jam. Sebaliknya, pada musim dingin, siang hari hanya menyapa
beberapa jam saja.

Dengan beralihnya sistem kalender berbasis peredaran bulan, umat Islam yang tinggal di belahan
bumi yang jauh dari katulistiwa bisa merasakan Ramadhan pada musim panas dan musim dingin.

Saudaraku, Meski kadang datang pada musim panas dan kadang datang pada musim dingin, arti
Ramadhan tetaplah panas terik yang membakar. Ramadhan tetap membakar. Bukan untuk
membakar bumi dan isinya, tetapi untuk membakar semua dosa manusia yang mau membersihkan
jiwa dan hatinya dengan riyadhah yang telah disyariatkan-Nya. Yaitu berpuasa sebulan lamanya.
Puasa atau ash-shaum menurut fuqaha didefinisikan dengan menahan diri dari segala sesuatu yang
membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Segala sesuatu yang
membatalkan puasa itu adalah makan, minum, dan bersetubuh dengan suami/istri. Semua itu, pada
dasarnya, hal yang halal dan boleh dikerjakan ketika tidak sedang berpuasa. Ketiga hal itu adalah
sesuatu yang mubah, namun dilarang dikerjakan ketika kita sedang berpuasa.
Itulah yang disebut sebagai riyadhah (latihan) jiwa. Dalam puasa, kita dilatih untuk mengekang jiwa
dan membatasi diri. Ada juga yang berpendapat, saat kita berpuasa, kita dilarang berkata bohong.
Namun, berkata bohong merupakan hal yang dilarang secara mutlak oleh agama kita, baik itu
dilakukan ketika kita tidak sedang puasa apalagi saat berpuasa.
Namun, saudaraku, melihat cara puasa dan kebisaan kita berpuasa saat ini, jiwa saya sedikit resah.
Ada rasa aneh yang tak termaknai di dalam hati ini. Kita semua tahu, bahwa puasa adalah
bentuk riyadhah lahir sekaligus riyadhah batin. Tetapi, mengapa kadang kita lupa diri saat berbuka.
Kadang kita lupa diri dengan memakan semua hidangan secara berlebihan. Bahkan sebagaian besar
di antara kita sengaja mengada-adakan untuk berbuka puasa. Sering kita baca di koran maupun
berita di televisi, saat Ramadhan harga kebutuhan pokok justru melonjak dan permintaan juga
melonjak. Bukankah ini merupakan pertanda ada yang salah dalam cara berpuasa penduduk negeri
ini? Logikanya, kalau biasanya kita memakan tiga kali sehari sekarang  dua kali sehari, seharusnya
kebutuhan kita di bulan suci ini turun tiga puluh persen.

Saudaraku, sebenarnya saya ingin ber-khusnudzan. Peningkatan permintaan bahan pokok itu
dikarenakan pada bulan Ramadhan banyak orang kaya yang bersedekah dan memberi makan
orang-orang miskin yang selama ini mengalami kekurangan makan. Bukan karena kita lebih rakus
dan lebih banyak makan, tetapi karena jumlah orang yang bisa makan memang bertambah karena
kedermawanan orang-orang kaya. Namun, apakah benar seperti itu? Jujur saja, saya pesimis
dugaan baik saya itu benar.
Saudaraku, kalau saya boleh mengingatkan, bulan Ramadhan yang menghampiri kita tahun ini harus
tetap disambut dengan gembira. Kita rayakan dan kita gembirakan secara benar menurut syariat
Islam.

Bergembira dan menggembirakan bulan Ramadhan adalah dengan memperbanyak amal ibadah dan
melipatgandakan sedekah. Bukan dengan cara memperbanyak dan memperlezat hidangan sahur
dan berbuka puasa. Melainkan kita harus menambah jumlah  orang yang kita santuni.

Bergembira dan menggembirakan bulan Ramadhan bukanlah dengan memborong pakaian yang
indah-indah di mall dan pusat-pusat perbelanjaan. Namun, kita harus menambah jumlah orang
miskin yang kita beri pakaian ketika mereka kedinginan. Kita beri makan ketika mereka kelaparan.
Kita beri santunan ketika mereka memerlukan. Kita beri bantuan ketika anak-anak mereka
memerlukan biaya sekolah. Dan seterusnya.

Kalau kita senantiasa bisa bergembira dan menggembirakan bulan Ramadhan sesuai syari’at Islam
yang dituntunkan-Nya, bukan syari’at kaum kapitalis, maka patutlah kita merayakan hari kemenangan
kita. Kemenangan  kaum Muslimin semuanya. Karena, bagiamana mungkin kita bisa merayakan hari
kemenangan, jika pada hari itu masih saja ada saudara kita sesama Muslim yang terlantar dan tidak
tersantuni. Mereka tetap merasakan lapar dan dingin sepanjang  hidup.

Saudaraku, sekali lagi Ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan riyadhah bagi kita semua, namun
iblis sering mengelabui kita dengan cara-cara yang lihai. Tawaran bermewah-mewah dalam
merayakan Ramadhan, seperti makan minum yang serba lebih lezat saat buka dan sahur,
memborong pakaian saat akhir Ramadhan, sampai yang paling halus seperti tawaran paket umrah
eksklusif Ramadhan dan sejenisnya itu, mungkin perlu kita pikirkan lagi.
Apakah kemewahan-kemewahan dalam beribadah itu memang sesuai syari’at Allah yang benar,
ataukah syariat Allah itu telah dibajak oleh kaum kapitalis untuk kepentingan mereka? Atau, jangan-
jangan, syariat Allah itu telah dibelokkan oleh Iblis untuk menjerumuskan kita?

Jujur saja, saudaraku, saya resah dengan semua kenyataan ini.

Anda mungkin juga menyukai