Anda di halaman 1dari 82

KONSEP SYUKUR MENURUT IMAM ATH-THABARI DALAM TAFSIR

JAMI’UL BAYAN ‘AN TA’WIL AYYI AL-QUR’AN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama sebagai Syarat Penyusunan
Skripsi Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu al-
Qur’an dan Tafsir

Oleh:

ARIA SASTRA WIJAYA


1915020115

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
1445 H/ 2023 M

1
1
i
PEDOMAN TRANSLITERASI

Dalam naskah skripsi sering dijumpai nama dan istilah teknis (technical term)

yang berasal dari bahasa Arab, ditulis dengan tulisan Latin. Transliterasi tersebut harus

dilakukan dengan taat pada kaidah transliterasi. Pedoman transliterasi yang penulis

gunakan berpedoman pada Buku Pedoman IAIN Imam Bonjol Padang (Pedoman

Akademik, Pedoman Kemahasiswaan, dan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah) 2015/2016

sebagai berikut:

Huruf Arab Nama Huruf Arab Huruf Latin

‫ا‬ Alif A

‫ب‬ Ba B

‫ت‬ Ta T

‫ث‬ Tsa Ts

‫ج‬ Jim J

‫ح‬ Ha H

‫خ‬ Kha Kh

‫د‬ Dal D

‫ذ‬ Dzal Dz

‫ر‬ Ra R

‫ز‬ Zai Z

‫س‬ Sin S

i
‫ش‬ Syin Sy

‫ص‬ Shad Sh

‫ض‬ Dhad Dh

‫ط‬ Tha Th

‫ظ‬ Zha Zh

‫ع‬ Ain ‘_

‫غ‬ Ghain Gh

‫ف‬ Fa F

‫ق‬ Qaf Q

‫ك‬ Kaf K

‫ل‬ Lam L

‫م‬ Mim M

‫ن‬ Nun N

‫و‬ Waw W

‫ه‬ Ha H

‫ء‬ Hamzah _’

‫ة‬ Ta Marbuthah T/H

ii
‫ي‬ Ya Y

Catatan:

a. Vocal Tunggal (monoftong)

(َ) (fathah) = a, misalnya (‫ )جحد‬ditulis jahada

b. Vocal Rangkap (diftong)

(ِ) (kasrah) = i, misalnya (‫ )سئل‬ditulis suila

c. Vocal Panjang (maddah)

(ُ) (dhommah) = u, misalnya (‫ )روي‬ditulis ruwiya

d. Ta Marbuthah (‫)ة‬

Ta Marbuthah bila hidup atau mendapat harakat fathah, transliterasinya /t/ misalnya (

‫ = )الشريعة‬ditulis al-syari’at, dan bila dimatikan transliterasinya /h/ misalnya (‫=)المطهرة‬

ditulis al-muthahharah

e. Syaddah (tasydid)

Syaddah yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan tanda (ّ), dalam

transliterasi dilambangkan dengan huruf, yakni huruf yang sama dengan mendapat

tanda syaddah, misalnya saja (‫مج ّدد‬, ‫ )مق ّدمة‬ditulis muqaddimah, mujaddid.

f. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulis Arab dilambangkan dengan huruf (‫)ال‬, dalam

transliterasinya adalah /al/, misalnya (‫المفيد‬, ‫ )القول‬ditulis al-qaul, al-mufid.

g. Hamzah

Untuk hamzah yang terletak di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan

apostrof. Adapun hamzah yang terletak di awal kata tidak dilambangkan karena dalam

iii
tulisan Arab, huruf hamzah menjadi alif.Misalnya (‫ اليه‬,‫اء‬bb‫ امن‬,‫ة‬bb‫ )ائم‬ditulis a’immah,

ummana’ dan ilaih. Penulis seperti ini dikecualikan:

1) Nama atau kata yang dirangkai dengan kata Allah, ditulis menjadi satu, seperti (‫عبد‬

‫ )هللا‬ditulis Abdullah, (‫ )الى هللا‬ditulis ilallah

2) Untuk kata yang diserap secara baku dalam bahasa Indonesia, ditulis dengan ejaan

Indonesia seperti (‫ )صالة‬ditulis salat, (‫ )حديث‬ditulis hadis

3) Untuk nama-nama kota yang sudah populer dengan tulisan latin, ditulis sesuai

dengan nama populer tersebut seperti (‫ )قاهراة‬ditulis Cairo, (‫ )دمشق‬ditulis Damaskus,

(‫ )اردن‬ditulis Yordania.

h. Vokal rangkap atau diftong Bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara

dua huruf, transliterasinya dalam bahasa latin dilambangkan dengan gabungan huruf

vocal a (alif) dan w (waw) misalnya ‫( شوكاني‬Syawkani).

DAFTAR SINGKATAN

a. SWT : Subhanahuwa Ta’ala

b. SAW : Shalallahu ‘alaihi wa sallam

c. QS : Qur’an Surah

d. RA : Radiyallahu ‘anhu

e. HR : Hadis Riwayat

f. h : Halaman

g. Cet : Cetakan

h. H : Hijriah
iv
i. M : Masehi

j. Terj : Terjemahan

k. tt : Tanpa Tahun

l. tn : Tanpa Nama

m. tp : Tanpa Penerbit

n. ttp : Tanpa Tempat

o. Vol : Volume

p. No : Nomor

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Hamdan wasyukran lillah, penulis ucapkan ke hadirat Allah yang telah

menganugerahkan berbagai macam nikmat dan rahmat yang tak ternilai seperti

kesempatan, kesehatan, kejernihan hati dan pemikiran serta wawasan sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyususan skripsi yang berjudul “Syukur

menurut Ath-Thabari dalam Tafsir Jami’ul Bayan’an Ta’wil Ayyi Al-Quran.”

Shalawat beserta salam penulis ucapkan kepada Allah SWT kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah berhasil menyampaikan risalah agama untuk

umatnya sebagai pedoman bagi kehidupan dunia dan akhirat.

Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana Agama pada Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir,

Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Imam Bonjol

Padang.

Penulis amat menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan berkat

dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berterima
v
vi
kasih Allah SWT dan kepada semua pihak yang secara langsung dan tidak

langsung memberikan dukungan dan kontribusi dalam penyelesaian skripsi ini,

secara khusus pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada

vi
viii
1. Rektor UIN Imam Bonjol Padang (Ibu Prof. Dr. Martin Kustanti, M.Pd)

beserta segenap jajarannya yang telah berupaya meningkatkan situasi

kondusif pada UIN Imam Bonjol Padang.

2. Dekan (Bapak Dr. Andri Ashadi, M.Ag) dan seluruh Wakil Dekan

Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama serta Bapak Toni Markos, M.Ag

dan Bapak Muhammad Idris, M.A sebagai ketua dan sekretaris Prodi Ilmu

al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Imam

Bonjol Padang.

3. Bapak D r . Meirison, M.Ag sebagai pembimbing akademik, Ibuk Dr.

Ilhamni, Lc,M.A selaku pembimbing I dan Bapak Bilfahmi Putra M.Ag.

selaku pembimbing II, yang telah membimbing dan memotivasi serta

mengarahkan penulis selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini dari

awal sampai akhir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen UIN Imam Bonjol Padang yang telah

mengajar, mendidik dan memberikan ilmunya dengan tulus kepada penulis

yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

5. Pimpinan perpustakaan universitas dan perpustakaan Fakultas Ushuluddin

dan Studi Agama UIN Imam Bonjol Padang beserta staf yang telah

menyediakan fasilitas kepustakaan sehingga dapat memudahkan penulis

dalam mengumpulkan literatur-literatur yang dibutuhkan dalam penulisan

skripsi ini.

6. Ayahanda (Zulkifli) terhormat dan Ibunda (Irdafahmi) tercinta, yang

senantiasa mendidik, membimbing dan mencurahkan kasih sayangnya

vii
yang begitu tulus kepada penulis. Kepada saudara kandung penulis:

Miftahul Jannah dam Muhammad Rusdi Kamil yang selalu

memberikan motivasi dan do’anya kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat penulis Muhammad Kamil yang menemani dan

menyemangati dalam skripsi serta keseharian penulis. Seluruh

teman-teman di IAT D yang belum bisa penulis tulis satu persatu).

Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2019, teristimewa kepada

sahabat-sahabatku yang selalu mengarahkan, memotivasi dan

selalu ada. Seluruh pihak yang telah membantu dan memotivasi

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak mungkin

penulis sebutkan satu persatu. Karena itu, penulis dedikasikan

karya yang sederhana ini kepada mereka.

Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis memanjatkan

do’a dan bersyukur, semoga bantuan dan partisipasi dari berbagai

pihak dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda.

Akhirnya ke hadirat Allah SWT penulis memohon ampunan dari

segala kekhilafan, kiranya skripsi ini akan bermanfaat bagi para

pembaca dan terutama bagi penulis serta diridhai oleh Allah SWT.

Aamiin Ya Allah.

Padang, 4 September
2023
Aria
Sastra
Wijaya
NIM:
19150201
15

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... ii

PEDOMAN LITERASI ............................................................................ iii

DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... vii

ABSTRAK ................................................................................................. viii

KATA PENGANTAR ............................................................................... x

DAFTAR ISI .............................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Rumusan dan Batasan Masalah ...................................................... 10

C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 11

D. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 11

E. Defenisi Operasional ....................................................................... 13

F. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 15

G. Metode Penelitian ........................................................................... 17

H. Sistematika Penulisan ..................................................................... 20

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 22

A. Pengertian Syukur............................................................................ 40

B. Cara-Cara menyatakan syukur ........................................................ 46

1
C. Manfaat bersyukur........................................................................... 51

D. Hikmah bersyukur............................................................................ 63

E. Tingkatan orang-orang yang bersyukur...........................................

F. Penghalang syukur

BAB III IMAM ATH-THABARI DAN KITAB TAFSIR JAMI’UL BAYAN ‘AN TA’WIL
AYYI AL-QUR’AN

.............................................................................................................. 67
A. Imam Ath-Thabari............................................................................ 67

B. Kitab Tafsir Jami’ul Bayan ‘An Ta’wil Ayyi Al-Qur’an

BAB IV KONSEP SYUKUR MENURUT ATH-THABARI DALAM TAFSIR JAMI’UL


BAYAN ‘AN TA’WIL AYYI AL-QUR’AN

.............................................................................................................. 78

A. Maksud Syukur Menurut Ath-Thabari

B. Cara Bersyukur Menurut Ath-Thabari

.......................................................................................................... 92

C. Tujuan Syukur Menurut Thabari

.......................................................................................................... 112

BAB V PENUTUP .................................................................................... 121


A. Kesimpulan ..................................................................................... 121
B. Saran ................................................................................................ 123
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 125

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................

LAMPIRAN ...............................................................................................

1
ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Syukur menurut Ath-Thabari dalam Tafsir


Jami’ul Bayan an Ta’wil Ayyi Al-Quran ” disusun oleh Aria Sastra Wijaya,
NIM 1915020115 pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama-Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Imam
Bonjol Padang tahun 2023 yang terdiri dari 82 halaman.

Realitas kehidupan seringkali menunjukkan bahwa manusia pada


kenyataanya menginginkan kehidupan yang bahagia. Kajian Syukur dalam hal ini
memberikan pengetahuan ayat-ayat syukur menurut penafsiran imam Thabari.
Penelitian ini menggunakan penelusuran studi pustaka dan termasuk kepada
kualitatif.

Adapun sumber data yang penulis gunakan diantaranya, data primer dan
sekunder. Data primer dalam penelitian ini langsung terkhusus pada tafsiran Al-
Quran yaitu Tafsir Jami’ul Bayan an Ta’wil Ayyi Al-Quran karya Imam Ath-
Thabari, kemudian data sekunder diperoleh dari tangan kedua yang telah diolah
diantaranya kitab-kitab dan keterangan dari hadits-hadits serta buku- buku dan
karya-karya lain yang memiliki pokok pembahasan yang sama.

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu mengumpulkan


berbagai sumber bacaan, mengklasifikasikan data primer dan sekunder, menelaah
ayat-ayat Al-Quran terkait konsep syukur, mengumpulkan tafsiran Thabari terkait
konsep syukur, memadukan sumber yang didapat. Teknik analisis data yang
dilakukan yaitu menetapkan tokoh dalam penelitian, menginventerisasi data dan
menyeleksinya terkhusus pada kitab tafsir Thabari, menglasifikasikan mengenai
elemen-elemen penting yang berkaitan dengan syukur, selanjutnya data dikaji dan
diabstraksikan melalui metode deskriptif, dan membuat kesimpulan secara cermat.

Hasil penelitian ini menunjukkan diantaranya 1) Syukur menurut Thabari


dalam tafsir Thabari diantaranya Qs.Al-Baqarah:152, Qs.Ibrahim:7,

1
Qs.Luqman:12. 2) Cara bersyukur menurut imam Thabari yaitu syukur dengan
hati, perbuatan dan lisan. 3) Tujuan bersyukur menurut Thabari yaitu munculnya
rasa cinta kepada Allah atas mensyukuri nikmat-Nya.

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata “syukur” berasal dari Bahasa Arab. Namun perkembangan

selanjutnya, kata ini sudah menjadi ungkapan ke dalam bahasa Indonesia,

sehingga memberikan dua makna, yaitu; pertama, rasa terima kasih kepada

Allah, kedua, menyatakan lega, senang, dan sebagainya. Pengertian

kebahasaan ini sepertinya tidak sama dengan pengertian menurut asal

katanya, maupun penggunaannya dalam Al-Qur’an.1 Kata “syukur”

mempunyai empat makna dasar yaitu:

1. Pujian bagi manusia karena adanya kebaikan yang diperolehnya.

Hakikatnya adalah ridha atau puas meski sedikit sekalipun.

2. Kepenuhan dan kelebatan. Jadi pohon-pohon yang lebat atau subur.

3. Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit).

4. Pernikahan atau alat kelamin.2

M. Quraish Shihab menjelaskan lebih jauh hubungan makna-makna

dasar tersebut sebagai dampak dan penyebab, sehingga kata syukur itu

menyiratkan makna “siapa yang merasa puas dengan yang sedikit, maka ia

akan memperoleh banyak, lebat dan subur”. Sedangkan al-Raghib al-

Ashfahani menjelaskan bahwa kata “syakara” bermakna gambaran dalam

benak tentang nikmat dan menampakkan ke permukaan. Ada pula pendapat,


1
Firdaus, “Syukur dalam perspektif Al-Qur’an.” Jurnal Mimbar, vol 5, no. 1 (2019), h.
60-61
2
Chairul, “The Power Of Syukur Tafsir Kontekstual Konsep Syukur dalam al-Qur’an”
Jurnal Episteme, Vol. 9, No. 2, (2014), h. 379
sebagaimana dikutip oleh al-Ashfahani, bahwa kata ini berasal dari kata

“syakara” yang bermakna “membuka” atau lawan dari kata “kafara”

bermakna “kufur” yang berarti menutup-nutupi atau melupakan nikmat. Dari

makna yang dikemukakan oleh pakar di atas, maka dapat dipahami bahwa

hakikat syukur adalah menampakkan nikmat dalam arti menyebut nikmat

yang telah diberikan kepadanya dengan memanfaatkannya ke jalan yang

dikehendaki oleh pemberinya atau mengaktualisasikannya dalam kehidupan

sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa syukur itu paling tidak

ada tiga bentuk, yaitu:

1. Syukur dengan hati, yaitu gambaran tentang hakekat.

2. Syukur dengan lisan, yaitu memuji atas nikmat yang didapatnya

3. Syukur dalam bentuk perbuatan, yaitu menggunakan nikmat sesuai

dengan batas-batas kewajaran.3

Syukur umumnya dipahami oleh masyarakat sebagai kegiatan

seremonial yang diadakan oleh seseorang atau kelompok orang dengan cara

mengundang masyarakat berkumpul bersama dalam suatu tempat untuk

membaca ayat-ayat Al-Qur’an, doa-doa, shalawat, dan diakhiri dengan

pembagian makanan. Kegiatan syukur ini tidak sepenuhnya salah, namun

sesungguhnya makna syukur tidak hanya sekedar ritualitas belaka, tanpa

impilkasi nyata dalam kehidupan.4

Sebagaimana yang tercantum di dalam Surah Al-Baqarah ayat 152 yaitu

firman Allah SWT :


3
Ibid, h. 380
4
Pratama, “Konsep Syukur Dalam Qur’an Surah Ibrahim Ayat 7 dan upaya
pengembangan dalam Perspektif Pendidikan Islam”, Skripsi, (UIN Raden Fatah Palembang), h. 1

1
‫فَا ْذ ُكُر ْويِن ٓي اَ ْذ ُك ْر ُك ْم َوا ْش ُك ُر ْوا يِل ْ َواَل تَ ْك ُف ُر ْو ِن‬
Artinya: Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu.
Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar
kepada-Ku.

Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim menafsirkannya

dengan makna yakni Allah memerintahkan bersyukur dan menjanjikan pahala

bersyukur berupa tambahan kebaikan dari-Nya. Seperti yang disebutkan di

dalam ayat lain, yaitu dalam QS. Ibrahim ayat 7. Kemudian Ibnu Katsir

menukil riwayat dari Imam Ahmad mengatakan bahwa Imran bin Husain

keluar menemui kami memakai jubah kain sutra campuran yang belum

pernah kami lihat dia memakainya, baik sebelum itu ataupun sesudahnya.

Lalu ia mengatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Barang siapa

dianugerahi suatu nikmat oleh Allah, maka sesungguhnya Allah menyukai

bila melihat penampilan dari nikmat yang telah Dia berikan kepada makhluk-

Nya.” Maksud syukur disini yaitu dengan menampilkan nikmat atau

pemberian dari Allah kepada orang lain.5

Menurut Jalaluddin as-Suyuti dalam kitab Tafsir Jalalain

menafsirkannya dengan makna yakni (Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku)

yakni dengan salat, tasbih dan lain-lain (niscaya Aku ingat pula kepadamu).

Ada yang mengatakan maksudnya niscaya Aku balas amalmu itu. Dalam

sebuah hadis qudsi diketengahkan firman Allah, "Barang siapa yang

mengingat-Ku dalam dirinya niscaya Aku akan ingat dia dalam diri-Ku dan

barang siapa mengingat-Ku di hadapan khalayak ramai, maka Aku akan

5
Abu Fida’ Imaduddin Ismail bin katsir al-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, (Beirut:
al-Kitab al-Ilmi, 2007), Cet. ke-1,h. 224

1
mengingatnya di hadapan khalayak yang lebih baik!" (Dan bersyukurlah

kepada-Ku) atas nikmat-Ku dengan jalan taat kepada-Ku (dan janganlah

kamu mengingkari-Ku) dengan jalan berbuat maksiat dan durhaka kepada-

Ku.6

Sedangkan menurut Imam ath-Thabari dalam kitab Tafsir Jami’ul

Bayan ‘An Ta’wil Ayyi Al-Qur’an menafsirkannya firman Allah diatas

artinya, bersyukurlah kepada-Ku, wahai orang-orang mukmin, nikmat yang

Aku berikan kepada kalian berupa Islam dan petunjuk agama yang telah Aku

syariatkan kepada para nabi dan orang-orang pilihan. Orang Arab

mengatakan ‫كرت لك‬bbbb‫ك وش‬bbbb‫حت ل‬bbbb‫“ نص‬saya menasehatimu dan bersyukur

kepadamu”. Ath-Thabari telah menjelaskan sebelumnya bahwa arti syukur,

yaitu memuji sesorang karena perilaku dan perbuatan baik.7

Ibnu Katsir dan Jalaluddin as-Suyuti sama-sama memiliki metode yang

sama dengan ath-Thabari yaitu metode tahlili. Namun yang menjadi

ketertarikan penulis dari ath-Thabari yaitu Imam ath-Thabari dalam tafsirnya

memberi gambaran yang berbeda dari penafsiran lainnya terkait syukur yaitu

dengan memberikan riwayat terkait pembahasan syukur secara masif.

Berangkat dari pentingnya syukur ini bagi kehidupan manusia yaitu

bersyukur akan menambah kenikmatan dan memunculkan rasa senang,

menambah rizki dan melunakkan hati yang keras yang bisa menyebabkan

dengki. Kalau manusia tidak bersyukur akan mendapatkan adzab dari Allah

SWT. Hukuman bagi orang yang tidak pandai beryukur telah tercantum
6
Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir Jalalain, (Surabaya: Pustaka Elba, 2015), Cet. ke-2,h. 150
7
Abu Ja’far Muhammad ath-Thabari, Tafsir Jami’ul Bayan ‘an Takwil ayyil Qur’an,
(Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1992), Cet. ke 1, h. 668-669

1
dalam Al-Qur’an yaitu mendapatkan adzab yang sangat pedih dari Allah

karena Allah tidak menyukai orang yang kufur, bahkan melarang umat

muslim menjadi bagian dari orang-orang yang kufur.

Pengambilan tokoh dan kitab tafsirnya ini bukan tidak beralasan, ada

beberapa hal yang menjadi pertimbangan peneliti memilih tokoh ini

diantaranya sebab beliau adalah seorang mufasir yang memiliki banyak ilmu

dan keutamaan dalam menghafal Al-Qur’an, memahami qira’ah dan makna

serta kaidah-kaidahnya, menguasai ilmu hadis dan periwayatannya, nasikh

dan mansukh, mengetahui perkataan para sahabat tabi’in dan tabi’ tabi’in

dalam masalah hukum halal dan haram, mengetahui sejarah umat manusia,

dan di samping itu memiliki banyak ilmu pengetahuan fiqh dan ushul fiqh.

Selain itu, Imam ath-Thabari juga menguasai sejumlah ilmu pengetahuan

asing yang diadaptasikan ke dalam bahasa Arab.8

Dari contoh yang telah peneliti kemukakan, konsep terkait syukur

memiliki gambaran di dalam Al-Qur’an sebagai konsep yang luas. Seperti apa

dan bagaimana penafsiran lebih lanjut Imam ath-Thabari terhadap ayat-ayat

syukur dalam kitab Tafsir ath-Thabari?

Berdasarkan deskripsi masalah di atas, peneliti tertarik untuk membahas

persoalan-persoalan konsep syukur dalam Al-Qur’an, yang terkait tema yang

peneliti teliti yaitu metode tahlili. Peneliti akan menganalisa hal ini lebih

dalam lewat karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “KONSEP

SYUKUR MENURUT IMAM ATH-THABARI DALAM TAFSIR

JAMI’UL BAYAN ‘AN TA’WIL AYYI AL-QUR’AN”


8
Ibid

1
B. Rumusan dan Batasan Masalah

Agar pembahasan skripsi ini menjadi lebih terarah, maka peneliti akan

memfokuskan pada masalah pokok yang menjadi kajian dalam skripsi, yaitu

“Bagaimana Konsep Syukur menurut ath-Thabari dalam Tafsir Jami’ul

Bayan ‘an Ta’wil Ayyi Al-Quran?”

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, maka penelitian

mengacu kepada kajian syukur. Peneliti lebih menfokuskan diri pada ayat-

ayat syukur diantaranya, QS. Al-Baqarah: 152, QS. Al-Baqarah: 157, QS.

Al-Baqarah: 172, dan QS An-Naml: 19. Selanjutnya, peneliti kembali

menfokuskan serta memperjelas masalah yang dibahas dalam bentuk

pertanyaan penelitian yang dirincikan melalui beberapa pertanyaan berikut:

1. Apa maksud syukur menurut ath-Thabari?

2. Bagaimana cara bersyukur menurut ath-Thabari?

3. Apa tujuan syukur menurut ath-Thabari?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam setiap karya ilmiah sudah pasti memiliki tujuan yang

hendak dicapai, tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apa maksud syukur menurut ath-Thabari

b. Untuk mengetahui bagaimana cara bersyukur menurut ath-Thabari

c. Untuk mengetahui tujuan syukur menurut ath-Thabari

2. Kegunaan penelitian

1
Adapun kegunaan penelitian tidak semata-mata untuk peneliti,

diharapkan setelah dilakukan penelitian menimbulkan banyak manfaat,

diantaranya memberi manfaat bagi suatu lembaga dan rujukan penelitian

selanjutnya. Maka dari itu peneliti membagi kegunaan penelitian dalam

dua jenis sebagai berikut :

a. Secara Teoritis

1) Penelitian ini diharapkan agar memberi manfaat bagi

masyarakat dan menambah wawasan keilmuan bagi para peneliti

lain yang sejalan.

2) Penelitian ini diharapkan dapat memberi motivasi dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan terkait perspektif penafsiran

kitab Tafsir Jami’ul Bayan ‘an Ta’wil Ayyi Al-Qur’an.

b. Secara Praktis

1) Untuk memenuhi salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana

Agama (S.Ag) dalam Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

2) Hasil penelitian diharapkan memberikan kontribusi memahami

syukur menurut ath-Thabari dan menjadikan jalan pendekatan

umat Islam dalam memahami secara ilmiah dan mendalam, serta

menjadi motivasi dan pengalaman yang lebih baik dalam

mengamalkan hasil dari penelitian.

D. Penjelasan Judul

1
Sebelum menguraikan skripsi lebih lanjut, terlebih dahulu peneliti

menjelaskan pengertian judul dengan maksud untuk menghindari

kesalahpahaman pengertian. Skripsi ini berjudul “Syukur menurut ath-

Thabari dalam Tafsir Jami’ul Bayan an Ta’wil Ayyi Al-Quran“ yaitu :

1. Syukur merupakan ungkapan rasa terimakasih terhadap Allah SWT atas

segala nikmat yang telah diberikan-Nya. Kewajiban manusia untuk

bersyukur itu bukan hanya berupa kewajiban semata saja akan tetapi

kewajiban ini murni perintah dari Allah SWT dan tertulis dalam Al-

Qur‘an. Allah SWT telah memberikan petunjuk kepada manusia tentang

siapa yang harus disyukuri, bagaimana cara bersyukur, apa yang harus

disyukuri, kapan dan dimana manusia harus bersyukur, dan bahkan

bagaimana jika manusia sebagai hamba-Nya melakukan sebaliknya yaitu

tidak bersyukur kepada Allah SWT.

2. Tafsir Jami’ul Bayan an Ta’wil Ayyi Al-Qur’an adalah kitab tafsir Al-

Quran lengkap 30 juz yang terdiri dari 26 jilid yang dikarang oleh Abu

Ja'far yaitu seorang mufasir yang bernama lengkap Muhammad bin Jarir

bin Yazid bin Katsir bin Ghalib. Ia dilahirkan di kota Amul, yang

merupakan kota terbesar di Tabaristan.

E. Kajian Pustaka

Kajian tentang permasalahan yang bersangkutan dengan syukur

bukanlah kajian yang jarang dibahas oleh orang dalam penelitian skripsi,

jurnal, maupun kitab-kitab. Mengingat bahwasanya pengalaman adalah guru

1
terbaik maka peneliti juga melihat hasil penelitian terdahulu agar nantinya

tidak terjadi kesamaan.

Ada beberapa penelitian berkaitan tentang syukur adalah Bili Pratama,

Ahmad Fuad Hasyim, Syindi Astriana, Siti Maryam. Bili menggunakan

metode kuantitatif atau metode lapangan, ia membahas tentang “Konsep

Syukur yang Terkandung dalam QS. Ibrahim ayat 7”, (2017). Hasilnya yaitu

mengkaji perspektif pendidikan Islam adalah menanamkan nilai jujur kepada

peserta didik sebaik mungkin yaitu dengan memberikan tugas harian dan

ujian tanpa di awasi oleh guru. Ahmad Hasyim menggunakan metode

kualitatif bersifat kajian kepustakaan, ia membahas tentang “Konsep Syukur

al-Ghazali dan Relevansinya dengan Pendidikan Agama Islam”, (2015).

Hasilnya yaitu dalam skripsi ini konsep syukur menurut al-Ghazali

mempunyai relevansi dengan Pendidikan Agama Islam dalam hal adanya

keinginan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa. Syindi

menggunakan metode kualitatif “Konsep Syukur Syekh Abd al-Qadir Al-

Jilani”, (2016). Hasilnya yaitu dalam skripsi ini menjelaskan bahwa Syekh

Abd al-Qadir al-Jilani adalah seorang ulama besar bermadzhab Hambali dan

beraliran teologi Mu‘tazilah. Beliau membaginya menjadi tiga yakni syukur

melalui hati, lisan dan juga anggota badan. Siti Maryam menggunakan

metode kualitatif, membahs tentang “Konsep Syukur dalam Al-Qur‘an (Studi

Komparasi Tafsir Al-Azhar dan Al-Mishbah)”, (2018). Hasilnya yaitu untuk

mengetahui penafsiran ayat-ayat syukur dalam Tafsir al-Azhar dan al-

Mishbah, dan untuk mengetahui tentang persamaan dan perbedaan terhadap

1
penafsiran dari Hamka dan M Quraish Shihab mengenai tema syukur.

Berbeda dengan yang akan penulis teliti, sepanjang tinjauan pustaka yang

telah peneliti lakukan, belum ada karya atau penelitian yang secara spesifik

membahas terkait syukur di dalam Al-Qur’an dalam penafsiran kitab Tafsir

Jami’ul Bayan ‘an Ta’wil Ayyi Al-Qur’an yang akan peneliti paparkan secara

analitis. Penelitian yang peneliti buat ini lebih memfokusan terkait syukur di

dalam Al-Qur’an pada QS. An-Naml: 19, QS. Al-Baqarah: 152, QS. Al-

Baqarah: 157, QS. Al-Baqarah: 172 dalam kitab Tafsir Jami’ul Bayan ‘an

Ta’wil Ayyi Al-Qur’an.

Ada beberapa penelitian tentang Thabari adalah Alverido, Iwan Parta,

Nur Alfiah. Alverido metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah

metode tafsir tahlili. Skripsi ini membahas mengenai “kandungan nilai iman

yang terdapat pada penggunaan at-tadhad atau lawan kata dalam Surah al-

Lail” (2015). Hasilnya yaitu skripsi ini mencoba mengkaji apa saja nilai

keimanan yang terdapat dalam penggunaan at-Tadhad atau antonim dalam

surah Al-Lail. Iwan Parta, menggunakan metode deskriptif analisis

membahas tentang “kata aulia’ dalam Al-Qur’an menurut perspektif Imam

ath-Thabari” (2014). Hasilnya yaitu fokus skripsi ini membahas makna apa

saja yang terkandung dalam kata aulia yang ada dalam Al-Qur’an dan

bagaimana kontektualisasi ayat-ayat aulia. Nur Alfiah, metode yang

digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif, membahas tentang

“Israiliyat dalam Tafsir ath-Thabari dan Ibnu Katsir: Sikap ath-Thabari dan

Ibnu Katsir dalam menyikapi penyusupan Israiliyat dalam tafsirnya” (2017).

1
Hasilnya yaitu perbedaan menjelaskan israiliyat antara thabari dan ibnu

katsir. Berbeda dengan yang akan penulis teliti, sepanjang tinjauan pustaka

yang telah peneliti lakukan, belum ada karya atau penelitian yang secara

spesifik membahas terkait syukur di dalam Al-Qur’an dalam penafsiran kitab

Tafsir Jami’ul Bayan ‘an Ta’wil Ayyi Al-Qur’an yang akan peneliti paparkan

secara analitis. Inilah kesimpulan yang peneliti tarik sebagai titik perbedaan

antara penelitian yang peneliti lakukan dengan karya-karya maupun

penelitian-penelitian sebelumnya yang telah ada.

F. Metode Penelitian

Untuk mendapatkan kajian yang dapat dipertaggungjawabkan secara

ilmiah, maka peneliti harus melakukan metode yang valid. Adapun dalam

penelitian ini penulis menggunakan metode yang akan dijelaskan sebagai

berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian jenis kualitatif. Menurut Bogdan

dan Taylor menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu

prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan

dan sikap orang-orang yang diamati. Penelitian ini juga menggunakan

penelitian kajian pustaka (library research), yaitu penelitian yang

dilakukan dengan menganalisis dari buku, kitab, atau bahan bacaan

berkaitan dengan masalah penelitian. Dengan analisis data dengan

menggunakan deskriptif analisis.

1
2. Data dan Sumber Data

a. Data adalah sekumpulan keterangan atau fakta mentah yang diperoleh

melalui pengamatan atau pencarian dari sumber-sumber tertentu.

Datanya peneliti lebih menfokuskan diri pada ayat-ayat syukur

diantaranya, QS. Al-Baqarah: 152, QS. Al-Baqarah: 157, QS. Al-

Baqarah: 172, dan QS An-Naml: 19. Selanjutnya, peneliti kembali

menfokuskan serta memperjelas masalah yang dibahas dalam bentuk

pertanyaan penelitian yang dirincikan melalui beberapa pertanyaan

berikut:

1) Apa maksud syukur menurut ath-Thabari?

2) Bagaimana cara bersyukur menurut ath-Thabari?

3) Apa tujuan syukur menurut ath-Thabari?

b. Sumber datanya terbagi menjadi dua, primer dan sekunder. Sumber

primer adalah sumber rujukan utama dalam penelitian ini yaitu

Kitab Tafsir Jami’ul Bayan ‘an Ta’wil Ayyi Al-Qur’an cetakan

pertama (Muassasah ar-Risalah: Beirut, 1992). Penulis juga

menggunakan sumber data sekunder (sumber pendukung) yaitu

beberapa buku atau kitab yang berkaitan dengan permasalahan

syukur, beberapa jurnal dan artikel yang berkaitan dengan rezeki,

sumber dari internet.

c. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1
1) Mencari dan mengumpulkan berbagai sumber bacaan terkait

topik penelitian syukur.

2) Mengklasifikasikan data terkait data primer dan sekunder.

3) Mengumpulkan tafsiran dari kitab Tafsir Jami’ul Bayan an

Ta’wil Ayyi Al-Quran terkait dengan syukur.

4) Memadukan berbagai sumber yang telah didapat, baik

mengutip secara langsung ataupun tidak.9

3. Metode Analisis Data

Kegiatan analisis data dilakukan dengan metode deskriptif analisis,

maka karena ini metode tokoh, penulis memakai metode tahlili. Adapun

langkah-langkahnya menurut Abdul Mustaqim, yaitu:10

a. Penulis menetapkan tokoh yang dikaji yaitu imam Thabari, dan

objek formal yang menjadi fokus kajian yaitu konsep syukur

menurut Thabari.

b. Menentukan data khususnya karya Thabari yaitu Tafsir Jami’ul

Bayan dan buku-buku lain terkait penelitian ini.

c. Penulis melakukan klasifikasi tentang elemen-elemen penting

terkait teori syukur menurut Thabari. mulai dari asumsi dasar,

argumentasi hingga implikasi-implikasinya.

d. Secara cermat data tersebut akan dikaji dan di abstaksikan

melalui metode deskrpitif.

9
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2001), Cet- 1, h. 150
10
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea Press,
2017), h. 52-53

1
e. Penulis akan melakukan analisis kritis terhadap asumsi-asumsi

dasar, sumber-sumber teori dan uji kebenaran.

f. Penulis akan membuat kesimpulan-kesimpulan secara cermat

sebagai jawaban terhadap rumusan masalah, sehingga

menghasilkan pemahaman teori yang utuh dan sistematik.

3. Teknik Penulisan

Adapun teknis penulisan pada proposal ini mengaju kepada buku

Buku Panduan IAIN Imam Bonjol Padang (Pedoman Akademik, Pedoman

Kemahasiswaan, dan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah) tahun ajaran

2015/2016.11

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi bahasan mejadi lima bab

dengan rincian sebagai berikut

Bab I, yaitu berisikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

penjelasan judul, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

Bab II, yaitu berisikan landasan teori yang berisikan pengertian

syukur, pendapat ulama tentang syukur, dan manfaat syukur.

Bab III, yaitu berisikan biografi Imam ath-Thabari, dan kitab Tafsir

Jami'ul Bayan ‘an Ta'wil Ayyi Al-Quran.

11
Tim Penyusun, Buku Panduan IAIN Imam Bonjol Padang (Pedoman Akademik,
Pedoman Kemahasiswaan, dan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah), (Padang: UIN IB, Press,
2015/2016)

1
Bab IV, yaitu membahas hasil penelitian dan pembahasan, yang

berisikan ayat-ayat tentang syukur dalam Al-Qur’an, bagaimana penafsiran

ath-Thabari terhadap ayat-ayat syukur dalam kitab Tafsir Jami'ul Bayan ‘an

Ta'wil Ayyi Al-Quran.

Bab V, menjadi bab terakhir dari penelitian yang dilakukan sekaligus

menjadi bahasan untuk mengemukakan kesimpulan dari seluruh isi tulisan,

berisi jawaban-jawaban yang diajukan dalam rumusan masalah berikut

beserta saran dan kritik perihal tema yang diangkat sebagai rekomendasi

untuk kajian lebih lanjut.

BAB II

LANDASAN TEORI

C. Pengertian Syukur

Kata “syukur” berasal dari Bahasa Arab. Namun perkembangan

selanjutnya, kata ini sudah menjadi ungkapan ke dalam bahasa Indonesia,

sehingga memberikan dua makna, yaitu; pertama, rasa terima kasih kepada

Allah, kedua, menyatakan lega, senang, dan sebagainya. Pengertian

kebahasaan ini sepertinya tidak sama dengan pengertian menurut asal

katanya, maupun penggunaannya dalam Al-Qur’an.12

12
Firdaus, “Syukur dalam perspektif Al-Qur’an.” Jurnal Mimbar, vol 5, no. 1 (2019), h.
60-61

1
Secara bahasa, syukur juga berasal dari kata “syakara” yang berarti

pujian atas kebaikan dan penuhnya sesuatu. Syukur juga berarti

menampakkan sesuatu kepermukaan. Dalam hal ini menampakkan nikmat

Allah. Sedangkan menurut istilah syara’, syukur adalah pengakuan terhadap

nikmat yang dikaruniakan Allah yang disertai dengan kedudukan kepada-Nya

dan mempergunakan nikmat tersebut sesuai dengan tuntunan dan kehendak

Allah. Dalam hal ini, hakikat syukur adalah “menampakkan nikmat,” dan

hakikat kekufuran adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat antara

lain berarti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang

dikehendaki oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya

dengan lidah.13

M. Quraish Shihab mencatat bahwa dalam al-Quran, kata “syukur”

dengan berbagai bentuknya ditemukan sebanyak enam puluh empat kali.

Lebih lanjut, M. Quraish Shihab mengutip pandangan Ahmad Ibnu Faris

dalam bukunya Maqayis Al-Lughah menyebutkan empat arti dasar dari kata

tersebut yaitu: Pertama, pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh.

Kedua, kepenuhan dan kelebatan. Ketiga, sesuatu yang tumbuh di tangkai

pohon (parasit). Keempat, pernikahan, atau alat kelamin.14

Menurut Imam Ghazali syukur adalah memakai nikmat-nikmat Allah

Ta’ala pada tempat-tempat yang telah dikasihinya, kemudian syukur termasuk

kedalam kedudukan yang tinggi di sisi Allah yaitu orang-orang yang berjalan

13
Chairul, “The Power Of Syukur Tafsir Kontekstual Konsep Syukur dalam al-Qur’an”
Jurnal Episteme, Vol. 9, No. 2, (2014), h. 379

14
Ibid, h. 380

1
di jalan Allah yaitu (assalikin)15. Syukur juga dimaknai dengan ucapan dan

tindakan, dan terkadang untuk mengapresiasikan syukur bisa dengan jalan

sujud syukur, seraya berdoa agar dilimpahkan rahmat yang lebih oleh Allah

SWT.

Perilaku membiasakan diri untuk senantiasa bersyukur atas rahmat

Allah SWT adalah perbuatan terpuji dan seharusnya sering dilakukan, dengan

bersyukur insya Allah, Allah kan menambahkan pada kita rezeki dan segala

kebaikan.16 Kemudian Madjid menjelaskan syukur adalah sikap rasa penuh

terimakasih dan penghargaan, dalam hal ini atas segala karunia yang tak

terbilang banyakanya atas anugerah Allah yang maha kuasa kepada kita.

Sikap syukur juga merupakan sikap optimis kepada hidup ini dan pandangan

senantiasa mengharap ridha Allah.Karena itu sikap syukur ditujukan pada diri

kita sendiri.17

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa syukur adalah

ungkapan rasa terimasih kepada yang memberikan nikmat, serta pengakuan

akan sang pemberi nikmat itu sendiri yang dilakukan dengan perkataan

maupun perbuatan. Syukur juga dapat dipahami sebuah sikpa optimis dalam

menjalani kehidupan didunia ini dan berpandangan senantiasa ingin

mengharap ridha Allah SWT karena sikap syukur ini sebenarnya akan

kembali kepada diri sendiri.

D. Cara-Cara Menyatakan Syukur

15
Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin, ( Singhafore: Pustaka Nasional Pte Ldt, 2003), h. 1156
16
Ilank, MaknaSyukurDalamIslam,(http://cinikironk.blogspot.co.id/2013/04/maknasyukur-
dalam-islam.html),Di Akses Tgl 11,Juli, 2023, jam 01-45 wib.
17
Madjid, Masyarakat Religius: Membumikan Nilai-Nilai Islam dalam kehidupan
Masyarakat, (Jakarta: Pramadina, 2000), h. 99

1
Cara-cara menyatakan Syukur Menurut Abu Bakar Abdullah bin

Muhammad, berikut cara-cara menyatakan syukur:18

a. Ber-tasbih

b. Ber-zikir, ber-zikir merupakan sebagian dari cara bersyukur.

c. Ucapan Hamdalah atau Istighfar

d. Berdo’a, Rasulullah SAW bersabda: “Doa yang paling utama ialah

La ilaha illallah, sedangkan dzikir yang paling utama adalah Al-

Hamdulillah”.

e. Melalui anggota badan

f. Menggunakan tenaga untuk melakukan kebaikan Berdasarkan

penjelasan di atas dapat disimpulkan, cara menyatakan rasa syukur

itu salah satunya dengan bertasbih, berzikir, berdoa, mengucapkan

lafadz hamdalah baik dilakukan dengan hati kemudian

diungkapkan dengan lisan dan juga dilakukan dengan anggota

badan kita.

E. Manfaat Bersyukur

Manfaat syukur itu kembali orang yang ber-syukur, kebaikan yang ada

kembali pada mereka yang ber-syukur, sebagai mana dalam surat An-Naml

ayat.19 Menurut Insan Nurrahim manfaat bersyukur itu salah satunya yaitu

kembali kepada orang yang bersyukur itu sendiri.20 Adapun manfaat syukur

itu setidaknya ada 6 manfaat yaitu:


18
Abu Bakar Abdullah bin Muhammad, Syukur Membawa Nikmat, Terj. S. A. Zemool,
(Solo : Pustaka Mantiq, 1992), h. 26-29
19
Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an :Tafsir Maudu‟i atas Pelbagai
Persolan Umat, (Bandung: Mizan, 1996), h. 216
20
Insan Nurrahim, Syukuri Apa Yang Ada :Sejuta Alasan Buat Mu Untuk Tetap Bahagia,
(Jogyakarta : Diva Press, 2014), h. 15

1
1. Syukur menambah rezeki

Bersyukur akan membuat nikmat yang kita rasakan akan semakin

banyak. Sebagaimana Allah telah menerangkan dalam Al-Qur’an

surah Ibarhim ayat 7 yang artinya ”Dan (inggatlah), tatkala tuhanmu

memaklumatkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan

menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu menginggkari (nikmat-ku),

maka sesungguhnya azabKu sangat pedih.” Melalui ayat di atas Allah

SWT memberitahu kita bahwa dia akan menambah nikmat-Nya kepada

siapa saja yang bersyukur namun sebaliknya, siapa saja yang mengingkari

nikmat Allah, akan mendapat hukuman dariNya berupa azab yang amat

pedih.21

2. Selamat dari siksa Allah SWT

Dihadapan Allah SWT, orang yang bersyukur itu mendapat tempat

yang tinggi. karenanya disandingkan dengan keimanan sebagai mana

dalam Al-Qur’an Allah SWT terangkan yang artinya ”Mengapa Allah

menyiksa mu jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha

Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nisaa (4): 147). Seseorang

yang bersyukur dan beriman, tidak akan mendapat siksa dari Allah SWT.

Dalam artian, Allah SWT memberi pahala, mengampuni dosa-dosa orang-

orang yang bersyukur dan beriman Seseorang yang bersyukur dan

beriman, tidak akan mendapat siksa dari Allah SWT. Dalam artian, Allah

SWT memberi pahala, mengampuni dosa-dosa orang-orang yang

bersyukur dan beriman.


21
Ibid.,h.16

1
3. Senantiasa teguh dan tegar

Seseorang yang senantiasa mensyukuri karunia Allah SWT apapun

bentuknya, sudah pasti memiliki keteguhan dan ketegaran jiwa sebab, di

balik itu ada rasa menerima dan keiklasan, serta kedewasaan dalam

menyikapi sebuah keadaan, lebih lebih keadaan yang tidak diharapkan.

4. Menuntun hati untuk ikhlas

Karena syukur menentukan kita untuk tetap berbaik sangka kepada

Allah SWT dalam segala hal yang terjadi dalam kehidupan ini maka

syukur mampu menggerakkan hati untuk ikhlas menerima ketetapan

Allah.22

5. Mendatangkan pertolongan Allah SWT

Nikmat Allah SWT memang diberikan secara umum kepada

seluruh manusia, namun pertolongan Allah SWT hanya diberikan kepada

hamba Allah SWT yang dikehendaki-Nya. Dalam sebuah hadits yang

diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan orang yang berhak

mendapatkan pertolongan Allah tersebut, Rasulullah SAW bersabda: “Dan

Allah senantiasa memberikan pertolongan kepada hamba-Nya selama ia

menolong hambanya”.

22
Aura Hasna (Neti Suriana), Kaya dengan Bersyukur : Menemukan Makna Sejati Bahagia
dan Sejahtera dengan Menysukuri Nikmat Allah, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2013),
h. 110-111

1
Dari hadits tersebut, dapat dipahami bahwa jika menolong hamba-

nya maka kita akan ditolong, dengan meringankan beban orang lain maka

beban kita akan diringankan. Syukur menggerakkan hati dan pikiran untuk

ringan berbuat sesuatu kebaikan bagi sesama sehingga akan mendatangkan

pertolongan dari Allah SWT.

Muhammad Syafe’i el-Bantani menyebutkan manfaat syukur di

antaranya, sebagai berikut:23

1. Menghilangkan kesusahan

Dalam surat Al-Baqarah ayat 152, diterangkan agar kita selalu

ingat kepada Allah SWT. Salah satu cara mengingat Allah SWT yakni

dengan senantiasa ber-syukur kepada-nya. Jika ingat Allah SWT, Allah

SWT pun akan ingat kepada kita, maksudnya adalah Allah SWT akan

melimpahkan rahmad dan karunia-Nya kepada kita, dan salah satu bentuk

rahmad serta karunia Allah SWT adalah dengan mengeluarkan kita dari

kesulitan dan menunjukkan jalan kemudahan.

2. Mendatangkan rezeki

Dengan ber-syukur Allah SWT akan membukakan pintu rezeki

dari segala penjuru.

3. Mendatangkan Kesembuhan

Orang-orang yang tetap ber-syukur dalam kondisi sakit akan

mendapatkan balasan yang luar biasa, yakni Allah swt menyembuhkan

23
Muhammad Syafi‟ie el-Bantanie, Dahsyatnya Syukur, (Jakarta : Qultum Media, 2009),
h. 2

1
penyakitnya dan akan memberikan nikmat yang jauh lebih baik dari

sebelumnya, seperti halnya dalam kisah nabi Ayub as.24

Dari penjelasan tersebut manfaat syukur dapat disimpukan,

manfaat syukur yaitu mendatangkan rezeki, menjadikan manusia yang

tegar dan teguh pendirian dan, selamat dari siksa Allah SWT,

menghilangkan kesusahan, mendatangkan kesembuhan, menyucikan jiwa,

mendorong diri untuk ridha dan juga mendorong diri untuk beramal saleh

serta manfaat syukur itu akan menjadikan kita menjadi manusia yang

ikhlas akan ketetapan dari Allah SWT terhadap kita.

F. Hikmah Bersyukur

Hikmah adalah sebuah nilai-nilai yang terdapat dari apa yang telah

dilaksanakan ataupun pesan yang bias dijadikan pelajaran dalam

kehidupan, Adapun hikmah dari pada bersyukur itu di antaranya adalah

Allah akan menambah nikmat terhadap orang-orang yang bersyukur.

Menurut Muhammad Ramdan hikmah bersyukur itu ada 5 macam

yaitu:25

1. Allah akan menambah nikmat kepada orang-orang yang bersyukur.

Dalam Al-Qur’an surah ibarhim ayat 7:

‫َواِ ْذ تَاَذَّ َن َربُّ ُك ْم لَ ِٕى ْن َش َك ْرمُتْ اَل َ ِزيْ َدنَّ ُك ْم َولَ ِٕى ْن َك َف ْرمُتْ اِ َّن َع َذايِب ْ لَ َش ِديْ ٌد‬

Artinya :‟Dan ingatlah, tatkala Tuhanmu memaklumatkan;


Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan

24
Ibid., h. 52-53
25
Muhammad Ramdan, Mukjizat Syukur Sabar Ikhlas : Rumus Bahagia Dunia Akhirat,
(Yogyakarta : Mueeza, 2016), h. 58-60

1
menamabah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
menginggkari (nikmat-ku), maka sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih.”

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah telah mengambarkan atau

memaklumatkan kepada seluruh umat manusia kalaulah kita

bersyukur atas nikmatnya baik syukur dengan hati, lisan dan

perbuatan maka sesungguhnya Allah akan menambah nikmat namun

bila kufur akan nikmat Allah sungguh ancaman azab Allah SWT

sangatlah pedih.

2. Allah SWT meridhai orang-orang yang bersyukur Dalam Al-Qur’an

surah Az-Zumar 7 Allah menyatakan:

‫اِ ْن تَ ْك ُف ُر ْوا فَاِ َّن ال ٰلّهَ َغيِن ٌّ َعْن ُك ْم َواَل َي ْرضٰى لِعِبَ ِاد ِه الْ ُك ْف ۚ َر َواِ ْن تَ ْش ُك ُر ْوا‬
‫ض هُ لَ ُك ۗ ْم َواَل تَ ِز ُر َوا ِز َرةٌ ِّو ْز َر اُ ْخ ٰر ۗى مُثَّ اِىٰل َربِّ ُك ْم َّم ْر ِجعُ ُك ْم‬ َ ‫َي ْر‬
‫الص ُد ْو ِر‬
ُّ ‫ات‬ ِ ‫َفينَبِّ ُكم مِب َا ُكْنتُم َتعملُو ۗ َن اِنَّه علِيم بِ َذ‬
ٌْ َ ْ َْ ْ ْ ‫ُ ُئ‬
Artinya: ”Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak
memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridahai
kekafiran bagi hambanya ; dan jika kamu
bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu
kesyukuranmu itu; dan
sesorang yang berdosa tidak akan memikul dosa
orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah
kembalimu lalu dia memberitakan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha
Mengetahui apa yang tersimpan dalam
dadamu." 26

Dari ayat di atas dapatlah dipahami, Allah SWT memuliakan

hambanya yang suka bersyukur dan bahkan Allah meridhoi hambanya

yang bersyukur, kalaulah Allah sudah ridho maka segala sesuatu yang

26
Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2013)

1
kita inginkan pasti akan dimudahkan oleh Allah SWT setiap apa yang

kita perbuat.

3. Terbebas dari bahaya Dalam Al-Qur’an Allah SWT menyatakan

bahwa orang-orang yang bersyukur akan terbebas dari bahaya, yaitu

QS. Al-A’raaf ayat 17:

‫َّه ْم ِّم ۢ ْن َبنْي ِ اَيْ ِديْ ِه ْم َو ِم ْن َخ ْل ِف ِه ْم َو َع ْن اَمْيَ اهِنِ ْم َو َع ْن مَشَاۤ ِٕىلِ ِه ۗ ْم‬ ِ
ُ ‫مُثَّ اَل ٰتَين‬
‫َواَل جَتِ ُد اَ ْكَثَر ُه ْم ٰش ِك ِريْ َن‬
Artinya: Kemudian Aku akan mendatangi mereka dari muka
dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri
mereka. Dan engkau tidak akan mendapati
kebanyakan mereka bersyukur (taat).27

4. Allah memuji hamba-Nya yang bersyukur Orang-orang yang selalu

bersyukur akan mendapat pujian dari Allah bahkan salah satu

contohnya Allah menuliskan orang-orang yang bersama nabi Nuh

termasuk golongan manusia yang bersyukur sebagai mana ditegaskan

dalam QS. Al-Isra’ ayat 3 Artinya :‟(yaitu) anak cucu dari orang-

orang yang kami bawa bersama nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba

(Allah) yang banyak bersyukur”. Dari ayat di atas jelaslah bahwa

Allah memuji terhadap orang-orang yang bersyukur dan bahkan Allah

gambarkan dalam Al-Qur’an hamba Allah yang di puji Allah karena

selalu bersyukur akan segala nikmat yang telah Allah berikan baik

besar dan kecil nikmat yang telah diberikan Allah.

5. Telah memenuhi separuh dari keimanan Dalam hadits Rasullulah

SAW bersabda betapa dimuliakannya manusia yang bersyukur yaitu

27
Ibid.

1
nabi Muhammad Bersabda ‟separuh dari iman seseorang adalah

bersyukur, sedang separuh yang lainya adalah sabar.” (HR. Ahmad). 28

Berdasarkan pendapat di atas dapatlah disimpulkan, hikmah dari pada

bersyukur itu adalah Allah SWT akan menambahkan nikamt-Nya

kepada siapa saja yang selalu bersyukur atas apa saja yang telah Allah

berikan, dan Allah SWT juga meridhai hambanya yang suka

bersyukur, dan Allah SWT akan menjamin hambanya dari mara

bahanya apabila hambanya bersyukur dan Allah juga memuji orang-

orang yang bersyukur sebagaimana Allah sebutkan dalam Al-Qur’an

yaitu orang-orang yang mengikuti nabi Nuh dan mereka termasuk dari

golongan manusia yang mendapat pujian langsung dari Allah SWT.

G. Tingkatan Orang-Orang yang Bersyukur

Dalam hal bersyukur tingkatan manusia terbagi ke dalam beberapa

tingkatan, yaitu: 29

1. Orang-orang awwam, mereka hanya akan bersyukur kepada

Allah SWT atas nikmat yang didapat saja.

2. Orang-orang khawwaṣ, mereka bersyukur kepada Allah SWT

atas nikmat dan musibah dan mereka mengakui dan nikmat-

Nya yang mereka terima dalam semua keadaan. Rasulullah

SAW telah memuji orang yang ditimpa musibah, lalu ia

menerimanya dengan pujian lisannya dan keridhaan hatinya

28
Abu Bakar Abdullah bin Muhammad, Syukur Membawa Nikmat, Terj. S. A. Zemool,
(Solo : Pustaka Mantiq, 1992), h. 26-29
29
Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf (Jakarta: Qisthi Press, 2005),h. 271-272

1
tanpa memberikan kesempatan kepada setan untuk

menumbuhkan rasa putus asa dari rahmat Allah di hatinya.

3. Orang-orang khawwaṣul khawwaṣ, kefanaan mereka dalam

Zat Sang Pemberi nikmat melupakan mereka untuk

memandang nikmat dan musibah. Dalam pengertian ini, asy-

Ayibli bertaka dan dikutip oleh Syaikh Abdul Qadir Isa,

Syukur adalah melihat kapada Sang Pemberi nikmat dan

bukan melihat kepada nikmat. Syukur termasuk dalam

maqam tinggi bagi orang yang melakukan perjalanan menuju

Allah. Dikatakan tingkat tinggi, karena syukur mengandung

amalan tiga dimensi, yaitu hati, lisan dan amal perbuatan dan

juga di dalam syukur ada sabar, ada riḍa, ada pujian dan

banyak ibadah badaniah dan ibadah qalbiyah. 30 Karena itu

Allah menyuruh manusia untuk bersyukur dan melarang

untuk kufur sebagaimana firman-Nya dalam Q.S Al-Baqarah:

152:

‫ٓي اَذْ ُك ْر ُك ْم َوا ْش ُك ُر ْوا يِل ْ َواَل تَ ْك ُف ُر ْو ِن‬ ‫فَاذْ ُكر ْويِن‬
ُ

Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku


ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku,
dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.31

Jadi dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwasannya tingkatan orang-orang bersyukur adalah bersyukur atas


30
Saifuddin Aman dan Abdul Qadir Isa, Tasawuf Revolusi Mental Zikir Mengolah Jiwa
dan Raga (Jakarta: Ruhama, 2014), h. 215
31
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,h. 23

1
karunia Allah baik secara kebetulan tanpa diduga maupun secara

diduga.

H. Penghalang Syukur

Menurut Imam al-Ghazali yang dikutip oleh Dinar Restu Baqtiar,

kebodohan dan kelalaian merupakan penyebab pokok yang menghambat

manusia untuk bersyukur. Dengan adanya kebodohan dan kelalaian

tersebut. Manusia tidak mampu mengenali nikmat dan karunia dari Allah

SWT, padahal syukur atas nikmat tidak dapat terwujud kecuali setelah

orang tersebut mengenali nikmat itu.32 Ketidaktahuan tentang nikmat, hal

ini dikarenakan begitu jelas dan banyaknya nikmat karunia Allah SWT

yang dianugerahkan kepada manusia, seperti firman Allah SWT dalam

Q.S Al-Baqarah: 34

‫اس تَكَْب َۖر‬ َ ۗ ‫اس ُج ُد ْوا اِل ٰ َد َم فَ َس َج ُد ْٓوا آِاَّل اِبْلِْي‬


ْ ‫س اَىٰب َو‬
ِ ۤ ِ ِ
ْ ‫َوا ْذ ُق ْلنَ ا ل ْل َم ٰل ِٕى َك ة‬

‫َو َكا َن ِم َن الْ ٰك ِف ِريْ َن‬

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para


Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka
sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur
dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang
kafir.”33

Menurut al-Ghazali yang dikutip oleh Dinar Restu Baqtiar

bahwa melihat reaksi umumnya orang yang menganggap nikmat yang

tidak diberikan secara khusus kepada mereka, sesungguhnya harus


32
Baqtiar, Konsep Syukur Syaikh Imam Al-Ghazali Dalam Kitab Minhājul abidin,h. 32-36
33
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 260.

1
dinikmati. Namun ketika nikmat yang bersifat umum itu dicabut oleh

Allah SWT dari mereka, maka merekapun akan tersadar dari nikmat

itu. Imam al-Ghazali, menanamkan hal ini sebagai puncak kebodohan,

karena syukur mereka tergantung kepada dicabutnya nikmat dari

mereka untu kemudian dikembalikan lagi. Menghadapi hati manusia

yang tidak sadar akan hal tersebut, Imam al-Ghazali memiliki

penawaran mengenai solusi, yakni untuk orang-orang yang tajam mata

hatinya direkomendasikan untuk senantiasa melakukan perenungan

tentang berbagai macam nikmat dari Allah SWT yang bersifat umum.

Dengan adanya perenungan ini, maka mereka akan sadar bahwa

hal tersebut benar-benar nikmat yang wajib disyukuri. Adapun untuk

orang-orang yang hatinya tercela yang memandang sesuatu sebagai

nikmat hanya pada sesuatu itu berlaku secara khusus untuk mereka,

cara penyadarannya dengan senantiasa memperhatikan keadaan orang

yang secara fisik materiil berada dibawahnya dan melakukan apa yang

biasa dilakukan oleh sebagai ulama sufi, yakni setiap hari mereka

mendatangi lokasi-lokasi orang sakit, penjara dan makam, dengan

menyaksikan semua itu, diharapkan bahwa seseorang akan sadar

bahwa apa yang ia jalani ternyata keadaannnya lebih baik dan

beruntung dibandingkan dengan keadaan orang-orang yang ia

saksikan, sungguh merupakan nikmat karunia Allah yang wajib untuk

disyukuri.

1
Aura Husna dalam bukunya Kaya Dengan Bersyukur

menyebutkan adanya lima hal yang menjadikan penghalang syukur34,

yaitu:

a. Hati yang sempit Hati yang sempit merupakan hati

yang disetir oleh hawa nafsu yang selalu membesarkan

materi dan dipenuhi perasaan-perasaan negatif. Maka,

bila kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan maksud

keinginan hati akan muncul rasa kecewa, marah,

bahkan meragukan keadilah Allah SWT, sehingga rasa

syukur semakin tertekan dan semakin berat untuk

berkembang.

b. Mudah mengeluh Keluhan lebih cenderung

memikirkan dan sifat-sifat negatif dalam diri seseorang

yang nantinya akan menjadi penghalang bagi dirinya

untuk bersyukur.

c. Memandang rendah terhadap nikmat Allah SWT

Meremehkan nikmat yang telah dianugerahkan Allah

SWT akan menjadikan penghalang tumbuhnya rasa

syukur pada diri sendiri.

d. Enggan untuk berbagi Sifat enggan berbagi atau kikir

merupakan mental yang selalu merasa bahwa apa yang

dimiliki masih sedikit sehingga ketika akan berbagi

34
Aura Husna, Kaya dengan Bersyukur: Menemukan Makna Sejati Bahagia dan Sejahtera
dengan Mensyukuri Nikmat Allah SWT (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2013),h. 142-51.

1
kepada sesama akan muncul kekhawatiran tindakan

tersebut dan akan menjatuhkan dirinya pada

kemiskinan.

e. Mudah putus asa Mudah putus asa ketika menjalani

proses perjuangan, membuat seseorang menjadi lebih

enggan untuk bersyukur karena menjadikan rintangan

serta penghalang sebagai kambing hitam untuk sebuah

kegagalan, dan pada akhirnya berhenti berjuang dan

menyalahkan nasib atas kegagalan yang diterimanya.

Menurut Muhammad Syafi‘i el-Bantanie dalam buku

Dahsyatnya Bersyukur, ada tiga penghalang syukur,35 yaitu:

a. Cinta dunia Cinta dunia akan selalu membuat

seseorang merasa kurang dan tidak puas pada sesuatu

yang dimiliki dan menjadikan serakah serta lupa diri,

lupa untuk bersyukur dengan apa yang telah

dimilikinnya.

b. Bathil Orang yang bathil akan menahan harta yang ia

miliki dan enggan menggeluarkan hartanya. Bathil

akan menjauhkan seseorang dari sikap syukur, bahkan

mendatangkan azab dari Allah SWT di dunia dan di

Akhirat.

35
Muhammad Syafi‘ie el-Bantanie, Dahsyatnya Syukur (Jakarta: Qultum Media, 2009), h.
66–70

1
c. Hasud Sifat hasud merupakan cerminan dari rasa tidak

puas terhadap apa yang telah dikaruniakan oleh Allah

SWT, oleh karena itu hasud dikatakan menjauhkan

seseorang dari syukur.

BAB III

IMAM ATH-THABARI DAN KITAB TAFSIR

JAMI’UL BAYAN ‘AN TA’WIL AYYI AL-QURAN

A. Imam Ath-Thabari

1. Biografi Imam Ath-Thabari

Nama asli Imam ath-Thabari yaitu Abu Ja’far Muhammad bin Jarir

Ath-Thabari adalah seorang hujjah, ahli tafsir, ahli hadis, ahli fiqih, ahli

ilmu ushul, dan seorang tokoh islam yang sangat tajam pandangannya, ahli

qiraah, sejarawan, ahli bahasa, ahli nahwu, ahli ilmu arudh (sejenis ilmu

syair), perawi hadis , penyair, ahli tahqiq yang sangat teliti dan penulis

karya illmiah yang bermutu.36 Namun terdapat pendapat lain yang

menyatakan nama lengkap imam Thabari adalah Abu Ja’far Muhammad

Ibn Jarir Ibn Yazid Ibnu Katsir Ibnu Ghalib Ath-Thabari.37

Imam ath-Thabari dilahirkan di kota Amula yaitu salah satu wilayah

Thabaristan dan meninggal di Baghdad pada tahun 310 H/923 M. Pada

36
Fattah, Al-‘Ulama Al-‘Uzzab alladzina Atsarul ‘Ilma ‘alaz Zawaj (Maktab Al-Matbu’at
Al-Islamiyyah, 1982).
37
Muhammad Ibnu Jarir Ath-Thabari Ja’far, Jamiul Bayan Wujuhi Tawil Ayyil Quran, t.t.
h.37

1
tahun 224 H beliau telah menghafal Al-Quran ketika berusia 7 tahun dan

telah menulis hadis saat berusia 9 tahun. Pada usia 12 tahun Imam ath-

Thabari telah diberi izin ayahnya untuk menimba ilmu.

Pada tahun 236 H, saat ayahnya memberi izin untuk mengembara,

imam ath-Thabari memasuki kota Baghdad sesudah wafatnya Imam

Ahmad bin Hanbal pada tahun 241 H sehingga beliau belum sempat

bertemu Imam Ahmad. Imam Thabari telah menjelajahi berbagai wilayah

kekuasaan Islam untuk memperoleh ilmu dan berjumpa dengan para

ulama, di antara negeri yang pernah beliau jelajahi adalah Khurasan, Irak,

Syam, dan Mesir. Kemudian menetap di Baghdad dan tinggal di sana

hingga wafat.

Imam Al-Hafidz Abu Bakar Khatib Al-Baghdadi mengatakan bahwa

Ibnu Jarir Ath-Thabari adalah salah satu dari para pemimpin para ulama.

Karena keilmuan dan keutamaannya, perkataannya menjadi hukum dan

pendapatnya menjadi rujukan.38 Ahmad bin Kamil al-Qadi berpendapat

bahwa at-Thabari wafat pada waktu Magrib akhir Ahad, antara dua hari

pada akhir bulan Syawal tahun 310 H. Beliau dimakamkan pada pagi hari

Senin di rumahnya Baghdad. Imam ath-Thabari diantar oleh jutaan

manusia dan disholati selama beberapa bulan baik siang maupun malam.39

Imam ath-Thabari mewarisi banyak maha karya ilmu agama dan

akhlak. Ibnu kamil pernah bertanya kepada Imam ath-Thabari sebelum

wafatnya, Ibnu kamil berkata “Wahai Abu Ja’far kamu adalah hujjah
38
Abū Bakr Aḥmad ibn ʻAlī Khaṭīb Baghdadi, Tarikh Baghdad (Dar al-Kitab al-’Arabi,
1966). h 196
39
Abū Bakr Aḥmad ibn ʻAlī Khaṭīb Baghdadi, Tarikh Baghdad h. 197

1
antara kami dan Allah, maka berikanlah kami nasehat tentang agama kami

agar kami selamat di akhirat. Imam ath-Thabari berkata “Perkara

agamannya Allah SWT sudah ada di dalamnya, saya berwasiat untuk

mengamalkan apa yang ada di dalam kitab-kitabku dan perbanyaklah

syahadat, perbanyak mengingat Allah SWT, menjaga wudhu dan jagalah

pandangan.40

2. Karya-karya Ath-Thabari

Imam ath-Thabari termasuk ulama yang terbilang produktif dalam

menulis. Adapun karya intelektual ath-Thabari tidak bisa dipastikan

jumlahnya. Muchlis M. Hanafi menyatakan bahwa ath-Thabari setiap

harinya

mampu menulis sebanyak 14 lembar.41Dengan demikian, diperkirakan

selama hidupnya jika dihitung dari masa akil baligh yakni kisaran 72 tahun

masa hidupnya beliau sudah menuliskan sebanyak 358.000 lembar. 42

Sedangkan riwayat lain menyebutkan bahwa ath-Thabari setiap harinya

beliau menuliskan 40 lembar.43 Namun sayangnya, tidak semua karya ath-

Thabari ini sampai hingga masa sekarang ini. Karya-karya terutama yang

mengulas mengenai bidang hukum lenyap bersamaan dengan lenyapnya

madzhab Jaririyah.44

40
Muhammad ath-Thabari, Jami’ul Bayan an Ta’wil Ayyi Al-Quran.h.35
41
Muchlis Muhammad hanafi, Berguru Kepada Sang Mahaguru (Tangerang: Lentera Hati,
2004). h.11
42
Muhammad hanafi.h. 13
43
Ali Trigiyatno, Wanita sebagai Hakim dan Imam Shalat, vol. 6, (Pekalongan: Jurnal
Muwazah IAIN Pekalongan, t.t.). h. 217
44
Nadia Zuraya, Imam Ath-Thabari sang Ulama Multi disipliner (Republika:Hujjatul
Islam, 2011).

1
Karya-karya ath-Thabari diantaranya:45

a. Adab al-Manasik

b. Adab an-Nufus

c. Ikhtilaf al-Ulama al-Amshar

d. Ahadis Ghodir Khom

e. Al-Bashir (aw Tabshir) fi Ulumuddin

f. Tahdzib al-Atsar wa Tafshil ats-Tsabit min Akhbar

g. Tarikh al-Umam wa al-Muluk

h. Al-Jami’fi Al-Quran

i. Dzail al-Mudzil

j. Sharaih as-Sunnah

k. Kitab al-Adad wa Tanzil

l. Kitab Fadhail

m. Mukhtashar al-Faraid

n. Al-Musnad al-Mujarad

o. Lathif al-Quran fi Ahkam Syarai’ al-Islam

p. Ibaratil ar-Ru’ya- lam Yatmuhu

q. Jami’ul Bayan an Ta’wil Ayyi Al-Quran.

Tafsir ath-Thabari adalah kitab-kitab tafsir yang paling besar dan

sangat luas. Kitab tafsir ath-Thabari ini pula merupakan kitab tafsir yang

paling tua dan sampai kepada kita secara lengkap. Sementara kitab-kitab

tafsir yang pernah ditulis sebelumnya tidak ada yang sampai kecuali

45
Abu Ja’far Muhammad Jarir Ath-Thabari, h. 12.

1
sedikit dizaman ini.46

3. Guru-Guru Imam Ath-Thabari

Imam Ath-Thabari belajar di Baghdad pada Muhammad bin Abdul

Malik bin Abi Stawarib, Ishak bin Abi Israil, Ahmad bin Mani’ al-

Baghawi, Muhammad bin Hamaid Ar-Razi, Yakub bin Ibrahim ad-

Dawraqi, Umar bin Ali al-Falasi dan Sufyan bin Waqi’ serta ulama-ulama

hadis , fiqih, Ilmu gramatik dan nahwu.47

Di Mesir Imam ath-Thabari belajar pada Muhammad bin Musa al-

Harsyi, Muhammad bin Abdul A’ala as-Shan’ani, Asyir bin Muadz,

Muhammad bin Asyar Undar, Muhammad bin Basyar al-Anazi dan masih

banyak lagi. Dalam perjalanan ke kufah Imam ath-Thabari belajar kepada

syaikh-syaikh lainnya. Selanjutnya di kufah, Imam Ath-Thabari belajar

kepada Abi Kuraib Muhammad bin al-Ala al-Hamdani, Hannad bin Syari,

Ismail bin Musa as-Sudda, kemudian kembali ke Baghdad dan menetap

cukup lama.48

Imam ath-Thabari juga pergi ke beberapa negara seperti Mesir, Syam

antara tahun 253-256 H dan singgah sebentar di tanah kelahirannya

Thabaristan pada tahun 290 H.49 Dimesir imam ath-Thabari juga belajar

pada Rabi bin Sulaiman al-Muradzi, dan Ismail bin Ibrahim al-Muzani,

Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakim Ibn Wahhab, Yunus bin

46
Manna Khalil Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Quran (Bogor: PT. Pustaka Litera Antar Nusa,
1992). h.496
47
Muhammad Jarir Ath-Thabari.h. 35
48
Nadia Zuraya, Imam Ath-Thabari sang Ulama Multi disipliner (Republika:Hujjatul
Islam, 2011).h.5
49
Muhammad Jarir Ath-Thabari. h.35

1
Abdul A’la Ashdafy dan ulama lainnya. Beliau juga bertemu dengan tiga

ulama Mesir yaitu Imam Aimmah ibn Huzaimah, Muhammad bin Nasir

al-Marwazi dan Muhammad bin Harun ar-Razi. Lalu Imam ath-Thabari

menetap di Baghdad hingga wafat.50

B. Kitab Tafsir Jami’ul Bayan an Ta’wil Ayyi Al-Quran.

1. Kitab Jami’ul Bayan’an Ta’wil Ayyi Al- Quran.

Kitab Tafsir Jami’ul Bayan’an Ta’wil Ayyi Al-Quran merupakan kitab

tafsir 30 juz yang monumental dan sangat spesifik. Ath-Thabari tahu sejak

awal bahwa dirinya harus menulis sebuah kitab tafsir yang lebih

komprehensif dari para pendahulunya. "Ketika saya mencoba menjelaskan

tafsir Al-Quran dan menjelaskan makna-maknanya, yang insya Allah akan

menjadi sebuah buku yang mencakup semua hal yang perlu diketahui oleh

umat manusia, melebihi semua buku yang telah ada sebelumnya," ujarnya

mengenai hal ini. Saya telah berusaha menyebutkan dalil-dalil yang

disepakati dan tidak disepakati oleh umat, serta alasan-alasan masing-

masing mazhab dan, menurut saya penjelasan singkat tentang alasan yang

benar dalam masalah yang bersangkutan.”51

2. Metode dan Corak Kitab Jami’ul Bayan’an Ta’wil Ayyil Al-Quran

Metode penafsiran kitab ini adalah metode tahlili dengan memaparkan

segala makna dan aspek yang terkandung di dalamnya sesuai urutan

Mushaf Utsmani. Komponen penting yang digunakan antara lain dalam


50
Muhammad Jarir Ath-Thabari. h.36
51
Abu Ja’far Muhammad Jarir Ath-Thabari, Jami’ul Bayan an Ta’wil Ayyi Al-Quran,
tth.h.28

1
mengkaji topik kajian, Imam At-Thabari bersandar pada pendapat-

pendapat yang sudah ada yang didukung oleh hadis, sanad dari ayat-ayat

serta atsar pada setiap ayat Al-Quran sehingga dalam kitabnya mampu

mencakup seluruh pendapat yang ada dan hampir tidak ada celah yang

kosong pada kitab tafsirnya.

Imam ath-Thabari menjelaskan dalam mukadimah kitabnya ia

memohon pertolongan Allah SWT agar menunjukkan jalan yang benar

dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran. Terkait dengan ayat-ayat muhkam

dan mutasyabih, perkara halal dan haram, umum dan khusus, jelas dan

samar dan yang hanya menerima penakwilan atau penafsiran.52

Imam ath-Thabari bersungguh-sungguh dalam menjelaskan semua

perkara dalam kitab tafsirnya, meneliti dengan sabar setiap hadis dan

atsar terkait penafsiran setiap ayat didalam Al-Quran beserta asbabun

nuzul-nya, hukum-hukum, qiraat, dan beberapa kalimat yang maknanya

perlu dijelaskan lebih detail.

Kitab Tafsir ini juga mengandung banyak informasi ilmiah yang dapat

digunakan sebagai buku-buku dengan topik yang berbeda, seperti: nahwu,

qiraat, asbab an-nuzul, ayat-ayat hukum, isu-isu agama, dan masalah-

masalah lainnya.

Ath-Thabari menyajikan sudut pandangnya sendiri dengan merujuk

pada definisi di samping memberikan penjelasan yang komprehensif

tentang pendapat para akademisi dan menjelaskan pendapat paling benar

setelah disebutkannya dalil-dalil. Dengan jalan ini imam Ath-Thabari


52
Muhammad Jarir Ath-Thabari.h.48

1
menempuh langkah metodologis yang sangat penting, sebab tafsir tidak

hanya berisi riwayat-riwayat dan atsar yang kerap disebut tafsir bi ma’tsur

(tafsir dengan jalur riwayat), melainkan karya ath-Thabari terdapat juga

kajian analisa yang tidak keluar dari jalur kebenaran.

Model penafsiran Ath-Thabari telah berkembang menjadi penafsiran

ilmiah yang berbeda dari kitab-kitab tafsir sebelumnya yang berfokus pada

ilmu hadis, dengan menitikberatkan pada aspek analitis dan bukan pada

aspek atsar.53

3. Sistematika penafsiran kitab tafsir Ath-thabari.

Sistematika penulisan kitab Imam ath-Thabari cenderung sama

dengan kitab-kitab sebelumnya yang ia tulis, di antara langkah-langkahnya

yaitu :

a. Imam ath-Thabari cenderung memulainya dengan menetapkan

daan membatasi tema yang akan dibahas, baik itu berupa ayat, dan

penafsirannya atau penjelasan sebuah hadis , selanjutnya

menyimpulkan berbagai pendapat mengenai akidah, hukum fiqih,

qiraat, suatu pendapat, atau permasalahan atau masalah yang

diperselisihkan.

b. Jika tema sudah ditetapkan, Imam ath-Thabari mulai

mengumpulkan bahan-bahan ilmiah berkaitan tema yang dibahas

dan berusaha semaksimal mungkin agar bahan yang ia kumpulkan

lengkap dan menyeluruh.

53
Muhammad Al-Fadhil Asyur, At-Tafsir wa Rijaluhu, tth. h. 36

1
c. Jika semua bahan kajian sudah berkumpul, ia memulai meneliti dan

mempelajarinya. Imam Thabari membaginya ke dalam beberapa

bagian atau pendapat setelah selesai. Jika itu adalah pendapat

tentang bagaimana menafsirkan ayat atau hadis, beliau

menyebutkan setiap pendapat dengan dalil dan memberikan

indikasi sesuai dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan

fikih. Jika itu adalah sesuatu yang berkaitan dengan etimologi, ia

menunjukkannya dengan memberikan bukti-bukti. Seperti yang

dapat dilihat dalam deskripsi riwayat, Imam Ath-Thabari terkadang

menjelaskan secara rinci tentang sanad dan dalil hingga dia yakin

bahwa subjek yang dia pelajari tidak bertentangan. Sebagian

pembacanya mungkin mengira bahwa Imam ath-Thabari sering

mengulang riwayat, padahal sebenarnya terdapat perbedaan makna,

penghapusan, penambahan kata atau pendahuluan dan

pengakhiran.54

Oleh karenanya bentuk hadis mengharuskan menyampaikan

riwayat seperti yang ia dengar, apabila imam ath-Thabari merasa

sedikit ragu terhadapnya, maka ia menyebutkan bukti atas hal

tersebut sesuai cara ahli hadis,55 dan tidak keberatan untuk

menyebutkan seluruh sanad sekalipun panjang meskipun

perbedaannya pada teks nya hanya sedikit. Tentu orang yang

54
Muhammad Syakir Ahmad, Tafsir Ath-Thabari (Jakarta: pustaka azzam, t.th.26
55
Tarikh Thabari, tth.h.198

1
membacanya dituntut untuk bersabar hingga tercapai tujuan yang

hendak dicapai.

d. Sebagai tambahan dari metode deduksi, Imam ath-Thabari sering

membuat perbandingan antara sanad dan dalil, dengan

menunjukkan cacat atau kontradiksi dalam dalil yang lebih kuat.56.

BAB IV
KONSEP SYUKUR MENURUT ATH-THABARI DALAM TAFSIR
JAMI’UL BAYAN ‘AN TA’WIL AYYI AL-QURAN
Tinjauan terhadap penafsiran tidak dapat dipisahkan dari metode

penafsiran. Dalam hal ini, cara agar kesalahan dan penyimpangan dalam

menafsirkan Al-Qur’an dapat dihindari dengan cara mempelajari metode

penafsiran, agar motif dari sarana isi dan pesan Al-Qur’an dapat

diselesaikan. Dari sekian banyak metode penafsiran yang berperan dalam

memahami Al-Qur’an, para ahli tafsir membatasi empat metode penafsiran

sebagaimana dikutip dari Abd al-Hayy al-Farmawi, yaitu global (ijmali),

analitis (tahlili), perbandingan (muqarin) dan tematik (mauḍu’i).57

Di dalam Al-Qur’an terdapat 75 pengulangan frase syukur, tersebar

dalam 69 ayat dan 37 surah dan dibagi menjadi 18 bentuk (derivasi).

Keunikan Al-Qur’an banyak menggunakan istilah-istilah khusus dalam

mengungkapkan maknanya. Hal itu tidak lain karena memiliki nalar dan

56
Muhammad Syakir Ahmad, Tafsir Ath-Thabari (Jakarta: pustaka azzam, t.t.).th.26
57
Novi Khurniyawati, “As-Sabi’un Dan Eksistensinya Dalam Pluralitas Agama (Analisis
Penafsiran Hamka Dan M. Quraish Shihab)” (Skripsi S1., Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Tulungagung, 2019).

1
rasionalisasi yang berbeda. Dari hasil pencarian dalam Al-Qur’an, penulis

mengamati ungkapan syukur yang disebutkan sebanyak 43 kali.

Berdasarkan sepenuhnya pada penelitian yang penulis lakukan,

penulis menemukan banyak ayat tentang syukur di dalam Al-Qur’an

dalam buku mu’jam al-mufahras li al-fadz Al-Qur’an al-Karīm karya

Muhammad Fuad dan Abd al-Baqi. Buku ini banyak menjelaskan tentang

ayat syukur, terdiri dari: Qs. al-Baqarah [2]: 52, 56, 152, 158, 172, 185,

243. Qs. Ali Imran [3]: 123, 144, 145. Qs. al-Nisa [4]: 147. Qs. al-

Ma’idah [5]: 6, 89. Qs. al-An’am [6]: 53, 63. Qs. al-A’raf [7]: 10, 17, 58,

144, 189. Qs. al-Anfal [8]: 26. Qs. Yunus [10]: 22, 60. Qs. Yusuf [12]: 38.

Qs. Ibrahim [14]: 7, 37. Qs. al-Nahl[16]: 14, 78, 114, 121. Qs. al-Isra [17]:

3, 19. Qs. al-Anbiya [21]: 80. Qs.al-Hajj [2]: 36. Qs. al-Mu’minun [23]:

78. Qs. al-Furqan [25]: 62. Qs. al-Naml [27]: 19, 40, 73. Qs. al-Qasas [28]:

73. Qs. al-Ankabut [29]: 17. Qs.al-Rum [30]: 46. Qs. Luqman [31]: 12, 14,

31. QS. al-Sajdah [32]: 9. Qs.Saba’ [34]: 13, 15. Qs. Faṭir [35]: 12, 30, 34.

Qs. Yasin [36]: 35, 73. Qs. al-Zumar [39]: 7, 66. Qs. Gafir [40]: 61. Qs. al-

Syura [42]: 23, 33. Qs. al-Jasiyah [45]: 12. Qs. al-Ahqaf [46]: 15. Qs. al-

Qamar [54]: 35. Qs. al-Waqi’ah [56]: 70. Qs. al-Tagabun [64]: 17. Qs. al-

Mulk [67]: 23. Qs. al-Insan [76]: 22.58

Dari sekian banyak ayat syukur yang terkandung di dalam Al-

Qur’an, pada akhirnya disini penulis memilih untuk membahas beberapa

ayat saja dari sekian banyak ayat syukur karena penulis menganggap ayat-

58
Muhammad Fuad dan Abd Baqī, al-Mu’jam al-Mufahras Li al-Fazh al-Qur`an al-Karīm
(Beirut Libanon: Dār al-Fikr), h. 489-491.

1
‫‪ayat tersebut dapat mewakili ayat-ayat lain mengenai makna syukur, agar‬‬

‫‪pembahasan tidak melebar dan dapat fokus pada makna syukur ayat-ayat‬‬

‫‪tersebut diantaranya:‬‬

‫‪1. Qs. al-Baqarah [2]: 152‬‬

‫‪2. Qs. Ibrahim [14]: 7‬‬

‫‪3. Qs. Luqman [31]: 12‬‬

‫‪A. Maksud Syukur Menurut Ath-Thabari‬‬

‫‪1. Penafsiran ath-Thabari tentang ayat-ayat Syukur‬‬

‫‪a. Qs. al-Baqarah [2]: 152‬‬

‫فَا ْذ ُكُر ْويِن ٓي اَ ْذ ُك ْر ُك ْم َوا ْش ُك ُر ْوا يِل ْ َواَل تَ ْك ُف ُر ْو ِن‬


‫‪Artinya:‬‬ ‫‪Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat‬‬
‫‪kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar‬‬
‫‪kepada-Ku.‬‬

‫القول يف تأوي ل قوله ع ز وجل‪ :‬فَ ا ْذ ُكُرويِن َأ ْذ ُك ْر ُك ْم يعين تع اىل ذكره‬


‫آم ُر ُكم به وفيما‬
‫بذلك ‪ :‬فاذكروين أيها املؤمنون بطاعتكم إياي فيما ُ‬
‫أ ْن َه ا ُك ْم عنه‪ ،‬أذْ ُك ْر ُكم برمحيت إياكم ومغفريت لكم‪ .‬وقد كان بعضهم‬
‫الذ ْكر بالثناء واملدح‪ .‬القول يف تأويل قوله تعاىل ‪:‬‬ ‫يتأول ذلك أنه من ِّ‬ ‫ّ‬
‫ون‪ .‬يع ين تع اىل ذك ره ب ذلك‪ :‬اش كروا يل أيه ا‬ ‫وَأش ُكروا يِل واَل تَ ْك ُف ر ِ‬
‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ْ ُ‬
‫املؤمنون فيما أنعمت عليكم من اإلسالم‪ ،‬واهلداية للدين الذي شرعته‬
‫ألنبي ائي وأص فيائي‪ ،‬وال تكف رون يق ول وال جَتْ َح ُدوا إحس اين إليكم‪،‬‬
‫فأس لبكم نعم يت ال يت أنعمت عليكم‪ ،‬ولكن اش كروا يل عليه ا ‪،‬‬
‫وأزيدكم فَ َأمَتِّ َم نعميت عليكم‪ ،‬وأهديكم ملا هديت له من َر ُ‬
‫ضيت عنه‬
‫دت خلقي أن َم ْن ش كر يل زدتُ ه‪ ،‬ومن َك َف رين‬ ‫من عب ادي‪ ،‬ف إيّن وع ُ‬
‫كرت‬
‫حت ل ك وش ُ‬ ‫َحَر ْمتُ ه وس لبته م ا أعطيت ه ‪ .‬والع رب تق ول ‪ :‬نَص ُ‬

‫‪1‬‬
‫ وقد‬.‫ ورمبا قالت شكرتك ونصحتك‬،‫ نصحتك‬: ‫ وال تكاد تقول‬،‫لك‬
‫ وأن معىن‬،‫ الثناء على الرجل بأفعاله احملمودة‬،‫دللنا على أن معىن الشكر‬
59
.‫ فأغىن ذلك عن إعادته ههنا‬،‫ فيما مضى َقْب ُل‬،‫الكفر تغطية الشيء‬

Penakwilan firman Allah: ‫ وَأ ْش ُكرُوا لِي َواَل تَ ْكفُرُو ِن‬dan bersyukurlah
kepadaku, dan janganlah kamu mengingkari nikmatku. Wahai orang-
orang mukmin, nikmat yang aku berikan kepada kalian berupa Islam
dan petunjuk agama yang telah aku syariatkan kepada para Nabi dan
orang-orang pilihan. artinya, dan jangan mengingkari kebaikanku,
maka aku akan merampas nikmatku dan bersyukurlah kepadaku, aku
kaan menambah dan menyempurnakan nikmatku pada kalian serta aku
akan menunjukkan kepada hamba-hambaku yang tepilih, aku berjanji
pada makhlukku, siapa yang bersyukur akan aku tambah nikmatku,
siapa yang kufur akan aku rampas kembali pemberianku 60. Orang
ُ
Arab mengatakan ‫كرت لك‬bb‫وش‬ ‫ك‬bb‫حت ل‬bb‫ نص‬, Saya menasehatimma dan
bersyukur kepadamu", dan tidak menggunakan kata ‫ نصحت‬mungkin
mereka akan brkata: ‫ شكرلك ولصحتك‬kata seorang penyair:
‫هم مجعوا بؤسى ونعمى عليكم فهال شكرت القوم ان مل تقاتل‬
‫نصحت بىن عوف فلم يتقبلوا ريوىل ومل تنجح لديهم وساائلى‬

“Imam ath-Thabari menjelaskan makna nikmat didalam Surah

Ibrahim, ayat 7 "Dan bersyukurlah kepadaku, dan janganlah kamu

mengingkari nikmatkuu." Ayat ini merupakan perintah Allah kepada

manusia untuk bersyukur atas nikmat-nikmat yang dia berikan dan

untuk tidak mengingkari atau mengingkari kebaikan-kebaikan yang

diberikannya. Penjelasan tersebut juga mengaitkan ayat ini dengan

makna yang lebih luas dalam Islam. Penulis menjelaskan bahwa

nikmat yang Allah berikan kepada umat manusia adalah Islam dan

59
Abu Ja’far Muhammad ath-Thabari, Tafsir Jami’ul Bayan ‘an Takwil ayyil Qur’an, (Beirut:
Muassasah ar-Risalah, 1992), Cet. ke 1, h. 668-669
60
Abu Ja’far Muhammad ath-Thabari, Tafsir Jami’ul Bayan ‘an Takwil ayyil Qur’an, (Beirut:
Muassasah ar-Risalah, 1992), Cet. ke 1,Vol I, h. 433-434

1
petunjuk agama yang telah Allah syariatkan kepada para Nabi dan

orang-orang pilihan”.

“Dalam konteks ini, bersyukur kepada Allah berarti mengakui

dan menghargai nikmatnya berupa Islam sebagai jalan hidup yang

benar dan petunjuk yang telah diberikan melalui para Nabi. Jika

manusia bersyukur kepada Allah, maka Allah akan menambah dan

menyempurnakan nikmatnya kepada mereka. Namun, jika mereka

mengingkari nikmatnya, Allah dapat merampas kembali

pemberiannya”.

“Mengutip sebuah ungkapan dalam bahasa Arab yang

mencerminkan arti dari ayat tersebut, yaitu bahwa bersyukur kepada

seseorang adalah bentuk penghargaan dan pengakuan atas kebaikan

yang telah diberikan olehnya. Kata-kata yang digunakan dalam bahasa

ُ
Arab dalam konteks ini adalah "‫وشكرت لك‬ ‫ "نصحت لك‬yang berarti "Saya

menasehatimma dan bersyukur kepadamu." Penulis juga mencatat

bahwa jika kata "‫( "نصحت‬saya menasehatimu) tidak digunakan, maka

ungkapan tersebut menjadi "‫حتك‬bbb‫كرلك ولص‬bbb‫ "ش‬yang berarti "Aku

bersyukur kepadamu dan memberimu nasihat." Ini menunjukkan

pentingnya bersyukur dan mengakui kebaikan orang lain. Ayat ini

menggambarkan bagaimana Al-Qur'an tersebut mencerminkan ajaran

Islam tentang pentingnya bersyukur kepada Allah dan menghargai

nikmatnya, serta konsekuensi jika seseorang mengingkari atau

mengabaikan nikmatnya”.

1
“Hal ini menggambarkan pentingnya tindakan yang sesuai

dengan kata-kata dan makna yang terkandung dalam tindakan

tersebut. Ucapan tidak cukup hanya diucapkan dengan kata-kata,

tetapi harus diikuti dengan perbuatan yang sesuai. menunjukkan

bahwa tindakan adalah cermin dari ketulusan dan kejujuran seseorang.

Mengingatkan tentang pentingnya bersyukur atas nikmat yang

diberikan oleh Tuhan. Ketika kita bersyukur, Tuhan berjanji untuk

memberikan lebih banyak nikmat. Oleh karena itu, sikap terimakasih

dan syukur sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari. Ketika

seseorang tidak bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah, hal

ini dapat dianggap sebagai kekufuran. Selain itu bahwa Allah

memiliki kuasa untuk mencabut nikmatnya jika manusia tidak

bersyukur, dan ini dapat mengakibatkan manusia hidup dalam

kegelapan, yaitu keadaan yang tidak diinginkan dan penuh kesulitan”.

b. Qs. Ibrāhīm [14]: 7

‫يدنَّ ُك ْم ۖ َولَِئن َك َف ْرمُتْ ِإ َّن َع َذاىِب لَ َش ِدي ٌد‬


َ ‫َوِإ ْذ تََأذَّ َن َربُّ ُك ْم لَِئن َش َك ْرمُتْ َأَل ِز‬
Artinya:Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatku), maka
sesungguhnya azabku sangat pedih".

‫ تفعل من‬،‫ وتَأذن‬.‫ واذكروا أيض اً حني آذَنَ ُك ْم َربُّ ُكم‬: ُ‫يقول جل ثناُؤ ه‬
‫ أوعدت ه‬:‫ كم ا ق الوا‬،‫ والع رب رمبا وض عت تفع ل موض ع أفع ل‬.‫آذن‬
‫ آذ َنْتنَ ا‬:‫ كما قال احلارث بن حلزة‬،‫أعلَم‬ ْ ‫ مبعىن واحد و آذن‬،‫وتوعدته‬
: ‫ أعلمتنا وقوله‬،‫ آذنتنا‬:‫ يعين بقوله‬.‫َببْي َنها َأمْسَاءُ رب ثَا ِو مُيَل ِمْنهُ الثواء‬

1
‫ بطاعتكم إياه فيما‬،‫ لئن شكرمت ربكم‬:‫ يقول‬،‫ولئن شكرمت ألزيدنكم‬
‫ على ما قد‬،‫أمركم وهناكم ألزيدنكم يف أياديه عندكم ونعمه عليكم‬
‫ ولئن‬: ‫ وقوله‬.‫أعطاكم من النجاة من آل فرعون واخلالص من عذاهبم‬
،‫ نعم ة اهلل‬،‫ أيه ا الق وم‬،‫ ولئن كف رمت‬:‫ يق ول‬،‫كف رمت إن ع ذايب لش ديده‬
‫ ورك وبكم‬،‫فجح دمتوها ب رتك ُش كره عليه ا وخالف ه يف أم ره وهني ه‬
ُ ‫أع ِّذبُ ُك ْم كم ا أع‬
‫ذب َم ْن َك َف َر يب من‬ َ ،‫ وإن ع ذايب لش ديده‬.‫معاص يه‬
61
.‫خلقي‬

Ingatlah ketika tuhan kalian memaklumkan kepada kalian, kata


‫ تَأذن‬mengikuti pola ‫ تفعل‬dan terambil dari kata ‫آذن‬, bahasa Arab sering
mengganti pola ‫ أفعل‬dengan pola ‫تفعل‬, seperti kata ‫ أوعد‬diganti dengan
pola ‫توعد‬, keduanya memiliki arti yang sama. Kata ‫ آذن‬berarti
memberitahu, sebagaimana syair Harits bin Hillizah berikut ini:
‫آذنَْتنَا َببْي َنها َأمْسَاءُ رب ثَا ِو مُيَل ِمْنهُ الثواء‬
Asma’ menganbarkan kepada kami tentang perpisahannaya. Memang
berpa banyak yang menetap menjemukan
Firmannya ‫ ولئن شكرمت ألزيدنكم‬Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu," dia mengataka, "Jika
kalian bersyukur kepada Tuhan kalian dengan menaati perintah dan
larangannya, maka aku pasti menambahkan pertolongan dan nikmat
kepada kalian setelah selamat dari para pengikut Fir'aun dan terbebas
dari siksaan mereka."
Firmannya " ‫ َولَن َك َف ْرمُتْ ِإ َّن َع َذايِب لَ َش ِدي ٌد‬,Dan jika kama mengingkari
nikmatku, maka sesungguhnya adzabku sangat pedih," ia berkata,
"Jika kalian kufur terhadap nikmat Allah, hai kaum, dengan tidak
mensyukurinya dan menentang perintahnya serta larangannya, dan
berbuat maksiat kepadanya, maka Aku akan mengadzab kalian
sebagaimana aku mengadzab makhlukku yang kufur kepadaku."
Sebagian ulama Bashrah berkomentar tentang firman Allah, " ‫وإذ تأذن‬
‫ ربكم‬dan ingatlah juga tatkala Tuhanmu memaklumkan. Menurut
mereka, kata "ketika" termasuk dalam partikel tambahan dan tidak
memiliki makna. Kami telah membuktikan kekeliruan pendapat ini
sebelumnya.

61
Ibid, Vol IV, h.4441

1
“Imam ath-Thabari menguraikan dua poin penting dari ayat Al-

Quran yang mencerminkan prinsip bahwa Tuhan akan menambahkan

nikmatnya kepada mereka yang bersyukur dan akan mengadzab

mereka yang mengingkari nikmatnya. Ayat pertama, " ‫كَرْ تُ ْم‬bbb‫َولَِئن َش‬

‫ َدنَّ ُك ْم‬bbb‫( "َأَل ِزي‬Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan

menambah nikmat kepadamu), menunjukkan bahwa ketika seseorang

bersyukur kepada Allah dengan patuh terhadap perintahnya, maka

Allah akan memberikan lebih banyak nikmat dan pertolongan kepada

mereka. Dalam konteks ini diinterpretasikan sebagai janji Allah untuk

memberikan pertolongan dan nikmat kepada mereka yang setia

kepadanya dan melindungi mereka dari pengikut Fir'aun serta siksaan

yang mereka hadapi. Ayat kedua, "‫ ِدي ٌد‬b‫( " َولَن َكفَرْ تُ ْم ِإ َّن َع َذابِي لَ َش‬Dan jika

kamu mengingkari nikmatku, maka sesungguhnya adzabku sangat

pedih), menekankan bahwa jika seseorang tidak bersyukur terhadap

nikmat Allah dan melanggar perintahnya, maka mereka akan

menghadapi azab yang sangat keras. Dalam hal ini diinterpretasikan

sebagai peringatan bahwa penolakan terhadap nikmat Allah dan

pelanggaran terhadap perintahnya akan menyebabkan azab yang berat,

sama seperti yang dialami oleh makhluk Allah yang lain yang juga

kufur. penafsiran tentang dua poin dalam ayat Al-Quran ini yang

menggambarkan prinsip pemberian nikmat Allah kepada yang

bersyukur dan azabnya kepada yang mengingkari nikmatnya”.

1
“Ath-Thabari mengatakan bahwa tidak ada alasan yang bisa

dipahami dari pendapat ini, karena tidak ada penyebutan kata Taat di

tempat ini, dan tidak dikatakan, “Jika kalian mensyukuri ketaatan

kalian kepadaku, maka Aku akan menambahkan keta’atan itu

kepadamu.” Yang disebutkan disini adalah berita tentang nikmat


۟ ‫و ْذ قَا َل ُمو َس ٰى لِقَوْ ِم ِه ْٱذ ُكر‬
Allah kepada kaum Musa dalam firman-Nya, ‫ُوا‬ ‫َِإ‬

‫ ةَ ٱهَّلل ِ َعلَ ْي ُك ْم‬bb‫“ نِ ْع َم‬Dan ingatlah, ketika Musa berkata kepada kaumnya.

Ingatlah nikmat Allah atasmu.” (Qs. Ibrahim [14]: 6) Kemudian

mereka diberitahu bahwa Allah memaklumatkan kepada mereka jika

mensyukuri nikmat-nikmat ini, maka Allah akan menambahkannya

untuk mereka. Jadi, yang semestinya dipahami dari kalimat ini adalah,

Allah menambahkan kepada mereka nikmat-nikmatnya, bukan

menambahkan ketaatan yang tidak disebutkan dalam konteks ayat.

Kecuali maksudnya adalah, Jika kalian bersyukur dan menaatiku

dengan Syukur, maka akan aku tambahkan kepada kalian faktor-faktor

yang membantu kalian untuk bersyukur.”

c. Qs. Luqmān [31]: 12

ۖ ‫َأن ٱ ْش ُك ْر لِلَّ ِه ۚ َو َمن يَ ْش ُك ْر فَِإمَّنَا يَ ْش ُك ُر لَِن ْف ِس ِهۦ‬


ِ َ‫ولََق ْد ءاَتينَا لُْق ٰمن ٱحْلِكْمة‬
َ ََ ْ َ َ
‫َو َمن َك َفَر فَِإ َّن ٱللَّهَ َغىِن ٌّ مَحِ ي ٌد‬
Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada
Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang
bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk
dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".

1
‫َأش ُكر للَّ ِه‬ ِ ِِ
َ ‫ َولََق ْد َأَتْينَ ا لََق َم َن احْل ك‬: ‫ال َق ْو ُل يِف تَْأ ِوي ِل َق ْول ه َت َع اىَل‬
ْ ‫ْم ةَ َأ ْن‬
‫َو َمن يَ ْش ُك ْر فَِإمَّنَا يَ ْش ُك ُر لَِن ْف ِس ِه َو َمن َك َف َر فَِإ َّن اللَّهَ َع ىن مَحِ ي ٌد يقول تعاىل‬
‫ ولق د آتين ا لقم ان الفق ه يف ال دين والعق ل واإلص ابة يف‬:‫ذك ره‬
‫ ولق د آتين ا لقم ان‬: ُ‫ يق ول تع اىل ِذك ُره‬،‫اش ُك ْر اهلل‬ ْ ‫أن‬ ِ : ‫وقول ه‬. ‫الق ول‬
‫ أن اشكره‬: ‫ وجعل قوله‬.‫ أن امحد اهلل على ما آتاك من فضله‬،‫احلكمة‬
‫ كان شكره اهلل‬،‫ الن من احلكمة اليت كان أوتيها‬، ‫ترمجة عن احلكمة‬
‫ ومن يشكر‬:‫ يقول‬،‫ َو َم ْن يَ ْش ُك ْر فَِإمَّنَا يَ ْش ُك ُر لَِن ْف ِس ِه‬: ‫وقوله‬.‫على ما آتاه‬
‫ ألن اهلل جيزل له على شكره إياه‬،‫اهلل على نعمه عنده فإمنا يشكر لنفسه‬
ِ ِ
‫ومن‬ َ :‫ يقول‬،‫ وينقذه به من اهلَلَ َكة َو َم ْن َك َف َر فإن اهلل َغيِن ٌّ مَح ي ٌد‬،‫الثواب‬
،‫ ألن اهلل معاقب ه على كفران ه إي اه‬،‫كف ر نعم ة اهلل علي ه إىل نفس ه أس اء‬
‫ ألن شكره إياه‬،‫ ال حاجة به إليه‬،‫واهلل غين عن شكره إياه على نعمه‬
: ‫ ويع ين بقول ه‬،‫ وال ينقص كفران ه إي اه من ملك ه‬،‫ال يزي د يف س لطانه‬
‫ أو‬،‫ له احلمد على نعمه كفر العبد نعمته‬، ‫محيد حممود على كل حال‬
62
.‫ وهو مصروف من مفعول إىل فعيل‬،‫شكره عليها‬

Sesungguhnya kami telah memberikan pahaman agama, pikiran


dan ucapan yang benar kepada lukman. Firmannya, ‫كر هلل‬bbb‫أن أش‬,
Bersyuburlah kepada Allah" maksudnya adalah, sesungguhnya Kami
telah memberikan hikmah kepada Luqman, agar dia memuji Allah
atas karunia yang telah dia berikan kepadanya. Lafazh ‫كرهلل‬bb‫أن أش‬
"Bersyukurlah kepada Allah," dijadikan sebagai penjelasan terhadap
"Hikmat" karena bersyukur kepada Allah atas apa yang telah dia
berikan, termasuk bagian dari hikmah yang dia karuniakan.
Firman-Nya " ‫ه‬bbb‫انفس‬ ِ ‫كر‬bbb‫ا يش‬bbb‫كر فإنم‬bbb‫ ومن يش‬, Barangsiapa yang
bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk
dirinya sendiri," maksudnya adalah, barangsiapa bersyukur kepada
Allah atas karunianya, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya
sendiri, sebab Allah akan membalas syukurnya itu dengan balasan
yang lebih banyak, dan menyelamatkannya dari kebinasaan. Dan
Firman-Nya " ‫ َو َمن َكفَ َر فَِإ َّن هَّللا َ َغنِ ٌّي َح ِمي ٌد‬barangsiapa yang tidak bersyukur,
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji,"
62
Ibid, Vol VI, h. 126

1
maksudnya adalah, barangsiapa kufur kepada nikmat Allah, maka ia
sungguh telah berbuat jelek terhadap dirinya sendiri, karena Allah
akan menghukumnya atas kekafiran itu. Allah Maha Kaya, dia tidak
butuh rasa syukur seseorang kepadanya, karena kesyukuran itu tidak
menambah kekuasaannya. Kekafiran seseorang juga tidak mengurangi
kekuasaannya. Makna ayat, ‫" حميد‬Maha Terpuji," adalah, Maha
Terpuji dalam segala kondisi. Segala puji baginya atas segala
karunianya, walaupun seorang hamba itu kafir atau bersyukur. Kata
ini dirubah dari bentuk ‫ فعيل‬menjadi ‫ َم ْفعُول‬.

“Ayat diatas menjelaskan berbicara tentang pemberian hikmah

kepada Lukman. Ayat pertama, "Sesungguhnya Kami telah

memberikan hikmah kepada Luqman, agar dia memuji Allah atas

karunia yang telah dia berikan kepadanya," mengindikasikan bahwa

Allah memberikan Lukman hikmah, yaitu pemahaman agama, pikiran

yang benar, dan ucapan yang benar. Salah satu aspek dari hikmah ini

adalah kemampuan untuk bersyukur kepada Allah atas segala nikmat

yang diberikan. ayat berikutnya, "Bersyukurlah kepada Allah,"

menjelaskan bahwa bersyukur kepada Allah adalah bagian dari

hikmah yang diberikan kepada Lukman. Ini berarti bahwa Lukman

dianjurkan untuk selalu bersyukur kepada Allah atas karunianya. Ayat

ini juga mencatat bahwa orang yang bersyukur sebenarnya melakukan

kebaikan untuk dirinya sendiri, karena Allah akan memberi balasan

yang lebih besar atas rasa syukur tersebut dan melindunginya dari

kebinasaan”.

“Selanjutnya ayat yang menyatakan, "Barangsiapa yang tidak

bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji,"

menjelaskan bahwa Allah tidak memerlukan rasa syukur dari

1
makhluknya karena dia Maha Kaya. Kekafiran seseorang atau ketidak

bersyukur tidak akan mengurangi atau menambah kekuasaan Allah.

Allah tetap Maha Terpuji dalam segala kondisi, baik seseorang

bersyukur atau tidak. Kata "Maha Terpuji" digunakan untuk

menggambarkan bahwa segala puji dan penghargaan adalah milik

Allah, bahkan jika seseorang ingkar atau bersyukur”.

B. Cara Bersyukur Menurut Ath-Thabari

Setelah mengetahui maksud dari Syukur, pada sub bab kali ini penulis

akan menjelaskan bagaimana cara bersyukur menurut ath-Thabari.

Komponen-komponen syukur terdiri dari syukur dengan hati, syukur

dengan ucapan, syukur dengan perbuatan.

a. Syukur dengan Hati (Syukur Qalbi) Menurut Thabari syukur

dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa

nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugrah dan

kemurahan hati Ilahi. Syukur dengan hati akan melahirkan

ketulusan, kemurnian hati, dan rasa cinta kepada Allah. Sementara

itu syukur menurut Syara’ yaitu pengakuan hati bahwa semua

nikmat itu datangnya dari Allah, sebagai kebaikan dan karunia

Sang pemberi nikmat kepada hambaNya. Syukur dengan hati akan

membuat seseorang merasakan keberadaan nikmat pada dirinya,

hingga ia tidak akan lupa pada Allah pemberinya. Sedangkan

menurut (Al-Munajjid, 2006: 254) syukur dengan hati menuntut

pengetahuan hati dengan cara meyakini bahwa Allah lah yang telah

1
memberikan segala macam nikmat yang dirasakannya. Syukur

dengan hati yaitu meyakini dan mengingat-ingat nikmat atau

mengagambarkan nikmat yang telah diberikan Allah SWT. Dengan

demikian akan muncul perasaan hati untuk lebih bersyukur kepada

pemberi nikmat.

b. Syukur dengan Ucapan Menurut (Abdul Syukur, 2013: 31-34)

syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa

sumber nikmat yang kita rasakan merupakan karunia Allah SWT.

Salah satu cara ucapan syukur yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan

hadits adalah Alhamdulillah. Hamd atau pujian disampaikan secara

lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberikan apapun

kepada kita. Sementara itu munurut Syara’ (dalam Al-Ghazali,

2011) syukur dengan lidah adalah ucapan menyanjung dan memuji

Allah atas nikmatNya dengan penuh kecintaan, serta menyebut-

nyebut nikmat itu sebagai pengakuan atas karuniaNya dan

kebutuhan terhadapnya, bukan karena riya, pamer atau sombong.

Ini merupakan bentuk pengakuan syukur yang menyatakan bahwa

segalanya bersumber dari kebesaranNya. Sedangkan menurut (Al-

Munajjid, 2006: 261) syukur dengan ucapan merupakan sarana

untuk mengungkapkan apa yang terkandung di dalam kalbunya.

Syukur dengan ucapan dilakukakan dengan memuji nikmat Allah

dan mengakui dengan lisannya bahwa semua nikmat datangnya

dari Allah.

1
c. Syukur dengan Perbuatan Menurut (Abdul Syukur, 2013: 35-36)

setelah mensyukuri semua nikmat dan anugerah dengan menyadari

sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata

karena anugerah dan kemurahan llahi, dan diungkapkan melalui

ucapan yang tulus dan ikhlas, kita harus melanjutkan syukur

dengan perbuatan yang menjadi gambaran sikap yang

sesungguhnya dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh

sesuai dengan tujuan penciptaannya. Sedangkan menurut Syara’

(dalam Al-Ghazali, 2011) syukur melalui perbuatan biasanya

berbentuk gerak dan perbuatan melalui kerja dan usaha. Intinya

memfungsikan semua komponen tubuh untuk melakukan segala

aktivitas yang bernilai ibadah kepada Allah. Makna lainnya ialah

bahwa seorang muslim berkewajiban untuk bersyukur kepada

Allah melalui semua anggota tubuhnya dengan berbagai macam

sadaqah. Ibnu Rajab menghimpun tentang sadaqah ini melalui

ungkapan bahwa sadaqah badaniyah dapat dilakukan melalui

berbagai keahlian seperti mengajarkan keterampilan praktis,

memberikan pertolongan kepada orang, mengajar dan

menggunakan waktu atau jabatan untuk menolong orang lain dan

masih banyak lainnya. Sedangkan menurut (Al-Munajjid, 2006:

265) syukur dengan anggota tubuh adalah mengerjakan amal shalih

Syukur dengan perbuatan yaitu bersyukur dengan membuktikan

1
perilaku atau perbuatannya untuk melakukan segala aktivitas yang

bernilai ibadah kepada Allah

C. Tujuan Syukur Menurut Ath-Thabari

1. Munculnya rasa cinta kepada Allah swt atas mensyukuri

nikmatnya

Dalam konteks ini, perintah untuk bersyukur adalah tindakan

pengakuan dan penghargaan manusia terhadap karunia-karunia yang

Allah berikan kepada mereka. Ini termasuk pengakuan atas nikmat-

nikmat seperti hidup, kesehatan, rezeki, dan berbagai kenikmatan

lainnya yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Bersyukur adalah

tindakan spiritual yang mengakui bahwa segala yang baik dan

berharga dalam hidup kita berasal dari Allah, Sang Pemberi Nikmat.

Di sisi lain, perintah untuk tidak mengingkari atau mengabaikan

kebaikan-kebaikan Allah adalah seruan untuk tidak bersikap ingkar

terhadap Allah. Artinya, manusia dilarang untuk melupakan,

mengabaikan, atau mengingkari nikmat-nikmat Allah yang telah

diberikan kepada mereka. Ini juga mencakup tindakan tidak

bersyukur63, seperti mengeluh, merasa tidak puas, atau memandang

sepele nikmat yang telah diberikan Allah”.

“Tujuan dari perintah ini adalah agar manusia mengembangkan

rasa cinta kepada Allah. Dengan bersyukur dan mengakui

kebaikannya, manusia akan merasakan kasih sayang dan perhatian

63
Ibid, Vol I, h. 433-434

1
Allah dalam hidup mereka. Ini akan membangun ikatan emosional dan

spiritual yang lebih dalam antara manusia dan Penciptanya. Ketika

manusia merasa dicintai dan diberkati oleh Allah, cinta dan

pengabdian mereka kepadanya akan tumbuh dan berkembang. perintah

Allah kepada manusia untuk bersyukur dan tidak mengingkari

kebaikannya adalah bagian dari upayanya untuk membangun

hubungan yang lebih erat antara manusia dan Allah, sehingga cinta

manusia kepadanya dapat tumbuh dan berkembang”.

2. Bersyukur mendekatkan diri kepada Allah

Bersyukur merupakan salah satu mendekatkan diri kepada

Allah." Interpretasi tersebut mengindikasikan bahwa bersyukur adalah

tindakan spiritual yang memiliki dampak positif dalam hubungan

seseorang dengan Allah64. Ketika seseorang bersyukur, mereka

mendekatkan diri kepada Allah dengan hati yang penuh penghargaan

dan rasa syukur atas nikmat-nikmat yang diberikannya. Janji Allah

untuk memberikan pertolongan dan nikmat kepada mereka yang setia

kepadanya mencerminkan konsep penting dalam Islam yang dikenal

sebagai "balasan atas amal." Artinya, Allah telah berjanji untuk

memberikan dukungan, pertolongan, dan berbagai nikmat kepada

orang-orang yang setia kepadanya, yang melaksanakan perintahnya,

dan yang bersyukur atas segala karunianya. Ini adalah bentuk hadiah

atau balasan yang diberikan Allah kepada hambanya yang taat.

64
Ibid, Vol IV, h.4441

1
Selain itu, Allah juga dijanjikan untuk melindungi mereka yang

setia kepadanya yang berarti bahwa ketika seseorang mematuhi ajaran-

ajaran Allah, bersyukur atas nikmatnya, dan tetap teguh dalam iman,

Allah akan memberikan perlindungannya dari berbagai bahaya dan

ujian dalam hidup. Ini mencerminkan keyakinan bahwa Allah adalah

Pelindung yang Maha Kuat bagi mereka yang berserah diri kepadanya.

Di sisi lain, bahwa siksaan yang mungkin dihadapi oleh individu yang

tidak bersyukur atau yang melanggar perintah Allah bisa menjadi

bagian dari konsekuensi atas tindakan mereka. Ini adalah cara Allah

mengingatkan manusia tentang pentingnya taat dan bersyukur serta

konsekuensi dari keingkaran atau pelanggaran terhadapnya.

Bersyukur adalah tindakan yang mempererat hubungan

manusia dengan Allah, dan Allah memberikan janji untuk memberikan

pertolongan, perlindungan, dan nikmat kepada mereka yang setia

kepadanya serta mengingatkan tentang konsekuensi bagi mereka yang

tidak bersyukur atau melanggar perintahnya. Ini merupakan bagian

dari prinsip-prinsip ajaran Islam tentang iman, taat, dan balasan atas

amal.

3. Hikmah mensyukuri nikmat Allah

Kebijaksanaan dalam konteks mensyukuri nikmat-nikmat yang

Allah berikan kepada manusia, hikmahnya dalam mensyukuri nikmat

1
tersebut mencakup pemahaman agama, pikiran yang benar, dan ucapan

yang benar65.

a. Pemahaman Agama: Hikmah dalam mensyukuri nikmat Allah

mencakup pemahaman agama atau pemahaman yang benar tentang

ajaran-ajaran agama. Ini berarti bahwa seseorang yang memiliki

pemahaman yang benar tentang agama Islam akan lebih mampu

mengenali dan menghargai nikmat-nikmat yang Allah berikan.

Mereka akan tahu bahwa segala sesuatu berasal dari Allah, dan ini

akan memperdalam rasa syukur mereka.

b. Pikiran yang benar. Pikiran yang benar mengacu pada kemampuan

seseorang untuk memahami realitas dengan akurat dan jujur.

Dalam konteks mensyukuri nikmat, memiliki pikiran yang benar

berarti mengakui bahwa segala sesuatu yang baik dan berharga

dalam hidup adalah hasil karunia Allah. Ini melibatkan sikap

rendah hati dan pengakuan bahwa kita sebagai manusia sangat

bergantung pada Allah.

c. Ucapan yang benar: Ucapan yang benar adalah kemampuan untuk

mengungkapkan rasa syukur dengan kata-kata yang tepat dan tulus

kepada Allah. Ini mencakup doa-doa syukur, pujian kepada Allah,

dan ungkapan kata-kata yang mencerminkan rasa terima kasih kita

kepadanya. Ucapan yang benar adalah cara untuk

mengkomunikasikan perasaan syukur kita kepada Allah. Salah satu

65
Ibid, Vol VI, h. 126

1
aspek penting dari hikmah ini adalah kemampuan untuk bersyukur

kepada Allah atas segala nikmat yang diberikannya. Ini

mengingatkan manusia untuk tidak melupakan asal-usul nikmat

tersebut dan untuk mengakui bahwa semuanya berasal dari Allah.

Ketika seseorang mampu bersyukur dengan benar, mereka

mengukuhkan ikatan spiritual mereka dengan Allah dan

meningkatkan kesadaran akan kasih sayang dan karunianya. Jadi

mensyukuri nikmat Allah adalah tentang memiliki pemahaman

agama yang benar, pikiran yang benar, dan ucapan yang benar

untuk menghargai dan bersyukur kepada Allah atas segala nikmat

yang telah diberikan kepada manusia.

1
BAB V
Penutup
A. Kesimpulan

1. Bersyukur dengan mengakui dan menghargai Islam sebagai jalan hidup

yang benar serta petunjuk yang diberikan melalui para Nabi. Jika

manusia bersyukur, Allah akan menambah dan menyempurnakan

nikmatnya.

2. ketika seseorang bersyukur kepada Allah dengan patuh terhadap

perintahnya, Allah akan memberikan lebih banyak nikmat dan

pertolongan kepada mereka. Ini diinterpretasikan sebagai janji Allah

untuk memberikan pertolongan dan nikmat kepada mereka yang setia

kepadanya.

3. Bersyukur kepada Allah adalah bagian dari hikmah dan dianjurkan untuk

selalu bersyukur kepada Allah atas karunia-karunia. Hal ini juga

mengindikasikan bahwa orang yang bersyukur sebenarnya melakukan

1
kebaikan untuk dirinya sendiri, karena Allah akan memberi balasan yang

lebih besar atas rasa syukur tersebut dan melindunginya dari kebinasaan.

B. saran
1. penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, masih banyak

kekurangan dan kesalahan tentunya saran dan kritik yang membangun

penulis harapkan untuk perbaikan yang lebih bagus kedepannya .

2. Hadinya skripsi ini penulis sangat berharap kepada pembaca untuk lebih

instens dan mengkaji lebih dalam tentang ayat-ayat syukur didalam kitab-

kitab mufasir lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Muhammad, Syukur Membawa Nikmat, Terj. S. A. Zemool, (Solo :


Pustaka Mantiq, 1992)

1
Aman Saifuddin dan Abdul Qadir Isa, Tasawuf Revolusi Mental Zikir Mengolah
Jiwa dan Raga (Jakarta: Ruhama, 2014)

Bakr Aḥmad ibn ʻAli Khaṭib Baghdadi, Tarikh Baghdad

Bakr Aḥmad ibn ʻAli Khaṭib Baghdadi, Tarikh Baghdad (Dar al-Kitab al-’Arabi,
1966).

Baqtiar, Konsep Syukur Syaikh Imam Al-Ghazali Dalam Kitab Minhajul abidin

Chairul, “The Power Of Syukur Tafsir Kontekstual Konsep Syukur dalam al-
Qur’an” Jurnal Episteme, Vol. 9, No. 2, (2014).

Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro,


2013)

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya

Fattah, Al-‘Ulama Al-‘Uzzab alladzina Atsarul ‘Ilma ‘alaz Zawaj (Maktab Al-
Matbu’at Al-Islamiyyah, 1982).

Firdaus. ‘’Syukur dalam perspektif Al-Qur’an”, Jurnal Mimbar, vol. 5, no. 1,


2019

Ghazali, Ihya Ulumuddin, ( Singhafore: Pustaka Nasional Pte Ldt, 2003).

Hasna Aura (Neti Suriana), Kaya dengan Bersyukur : Menemukan Makna Sejati
Bahagia dan Sejahtera dengan Menysukuri Nikmat Allah, (Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2013)

al-Himawi Yaqut, Mu’jam al-Buldan (Beirut: Dar Shadir, t.t.).

Ilank, Makna Syukur Dalam Islam, (http://cinikironk.blogspot.co.id/2013/04/


maknasyukur-dalam-islam.html),Di Akses Tgl 11,Juli, 2023, jam 01-45
wib

Insan, Syukuri Apa Yang Ada :Sejuta Alasan Buat Mu Untuk Tetap Bahagia,
(Jogyakarta : Diva Press, 2014)

Isa Abdul Qadir, Hakekat Tasawuf (Jakarta: Qisthi Press, 2005)

Ismail Abu Fida’ Imaduddin bin Katsir al-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim,
(Beirut: al-Kitab al-Ilmi, 2007), Cet. ke-1.

Ja’far ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad, Jami’ul Bayan an Ta’wil Ayyi Al-
Quran, (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1992), Cet, ke-1.

Ja’far Abu Muhammad Jarir Ath-Thabari

1
Ja’far Muhammad Ibnu Jarir Ath-Thabari, Jamiul Bayan Wujuhi Tawil Ayyil
Quran, t.t.

Madjid, Masyarakat Religius: Membumikan Nilai-Nilai Islam dalam kehidupan


Masyarakat, (Jakarta: Pramadina, 2000).

Muchlis Muhammad hanafi, Berguru Kepada Sang Mahaguru (Tangerang:


Lentera Hati, 2004).

Muhammad Syafi‘ie el-Bantanie, Dahsyatnya Syukur (Jakarta: Qultum Media,


2009)

Nadia Zuraya, Imam Ath-Thabari sang Ulama Multi disipliner


(Republika:Hujjatul Islam, 2011).

Pratama, B. “Konsep Syukur Dalam Qur’an Surah Ibrahim Ayat 7 dan Upaya
Pengembangan dalam Perspektif Pendidikan Islam”, Skripsi, (UIN
Raden Fatah Palembang, 2017)

Qattan Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu Al-Quran (Bogor: PT. Pustaka Litera Antar
Nusa, 1992).

Ramdan Muhammad, Mukjizat Syukur Sabar Ikhlas : Rumus Bahagia Dunia


Akhirat, (Yogyakarta : Mueeza, 2016)

Shihab Qurais, Wawasan Al-Qur’an :Tafsir Maudu‟i atas Pelbagai Persolan


Umat, (Bandung: Mizan, 1996)

as-Suyuthi Jalaluddin, Tafsir Jalalain, (Surabaya: Pustaka Elba, 2015), Cet. ke-2.

Syafi’ie Muhammad, Dahsyatnya Syukur, (Jakarta : Qultum Media, 2009)

Thabari Muhammad, Jami’ul Bayan an Ta’wil Ayyi Al-Qur’an.

Tim Penyusun, Buku Panduan IAIN Imam Bonjol Padang (Pedoman


Akademik,Pedoman Kemahasiswaan, dan Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah), (Padang: UIN IB, Press, 2015/2016).

Trigiyatno Ali, Wanita sebagai Hakim dan Imam Shalat, vol. 6, (Pekalongan:
Jurnal Muwazah IAIN Pekalongan, t.t.).

Warson, Ahmad, Kamus Al-Munawir Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka


Progresif, 1984).

Zuraya Nadia, Imam Ath-Thabari sang Ulama Multi disipliner


(Republika:Hujjatul Islam, 2011).

1
1

Anda mungkin juga menyukai