Anda di halaman 1dari 4

Menjelang akhir Perang Dunia (PD) II, Jepang mengalami banyak kekalahan.

Pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 kota Hirosima dan Nagasaki dibom oleh Sekutu.
Pada tanggal 11 Agustus 1945, Jepang memberikan janji kemerdekaan yang disampaikan
kepada tiga orang pemimpin Indonesia, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Dr. Rajiman
Wedyodiningrat.
Ketiganya diminta mempersiapkan kemerdekaan. Dengan janji ini Jepang berharap, rakyat
Indonesia mau membantu Jepang yang semakin terdesak dan mengalami kekalahan di
mana-mana.
Dalam situasi yang semakin kritis, pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan tiga
tindakan sebagai berikut.
1. Membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
atau Dokuritsu Junbi Cosakai.
2. Mempersiapkan lembaga latihan nasional (Kenkuko Gakuin) yang melatih dan mendidik
pemimpin negara yang baru.
3. Memperluas pembicaraan tentang kemerdekaan Indonesia.
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia diketuai oleh Dr. Rajiman
Wedyodiningrat dan didampingi dua orang wakil yaitu Icibangase dan R.P. Soeroso.
Tugas pokok BPUPKI ialah menyiapkan organisasi pemerintahan yang akan
menerima kemerdekaan dari pemerintahan Jepang.
Pada tanggal 28 Mei 1945 diadakan upacara pembukaan BPUPKI di Jalan Pejambon Jakarta
atau
tepatnya di Gedung Cuo Sangi In.
Dalam upacara tersebut Jepang diwakili oleh Jendral Itagaki dan Nagano. BPUPKI menggelar
sidang pertama pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1995.
yang menyepakati bentuk negara republik dengan kepala negara dan kepala pemerintahan
dijabat oleh seorang presiden.
Dalam rapat ini juga dibahas dasar negara republik Indonesia serta mengenai pembentukan
sebuah panitia yang disebut Panitia Sembilan.
Adapun anggota panitia sembilan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Ir. Soekarno (ketua)
2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
3. Mr. Ahmad Soebarjo
4. Abdul Kahar Muzakir
5. Abikusno Cokrosuyoso
6. K.H. Wahid Hasyim
7. Mohammad Yamin
8. Mr. A.A. Maramis
9. Haji Agus Salim
Selama berdiri BPUPKI mengadakan dua kali masa sidang resmi, yaitu:
1. Sidang resmi pertama
Sidang resmi pertama berlangsung lima hari, yaitu 28 Mei sampai 1 Juni 1945. Pada masa
sidang resmi pertama ini, dibahas dasar negara.
Banyak anggota sidang yang memberikan pandangannya tentang bentuk negara dan dasar
negara.

Masa sidang pertama BPUPKI ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila.
Seluruh anggota BPUPKI yang berjumlah 62 orang ditambah 6 anggota tambahan berkumpul
dalam satu ruang sidang.
2. Sidang resmi kedua
Sidang resmi kedua berlangsung tanggal 10-17 Juli 1945. Sidang ini membahas bentuk
negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan undang-undang dasar, ekonomi dan
keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran.
Pada termin ini, anggota BPUPKI dibagibagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia yang
terbentuk antara lain Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai Sukarno), Panitia
Pembelaan Tanah Air (diketuai Abikusno Cokrosuyoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan
(diketuai Mohammad Hatta).
Di antara dua sidang resmi itu, berlangsung pula sidang tidak resmi yang dihadiri 38 orang.
Sidang yang dipimpin Bung Karno ini membahas rancangan Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945, yang kemudian dibahas pada sidang resmi kedua BPUPKI (10-17 Juli 1945).
Pancasila menjadi dasar negara Indonesia. Setiap tahunnya terdapat dua
peringatan Pancasilan di Indoensia. Pertama pada tanggal 1 Juni yang menjadi
Hari Lahir Pancasila dan setiap tanggal 1 Oktober yang menjadi Hari Kesaktian
Pancasila untuk memeringati para pahlawan yang gugur. Selama ini kita
mengetahui bahwa di balik terciptanya Pancasila, terdapat tiga tokoh penting
yang berperan dalam perumusan Pancasila. Namun kesimpulan yang
dilanggengkan di era Orde Baru itu tidak tepat. Pengusul Pancasila dalam
sidang pertama BPUPKI hanya satu orang, yakni Soekarno. Hal ini ditegaskan
oleh Ketua BPUPK, dr. Radjiman Wediodiningrat dalam kata pengantar buku
Lahirnja Pantjasila (1947) yang memuat pidato Soekarno pada 1 Juni 1945.
Ditegaskan juga oleh Wakil Ketua BPUPKI, RP Soeroso dalam peringatan Hari
Lahir Pancasila 1 Juni 1964, juga oleh Bung Hatta dan Panitia Lima, serta
segenap anggota BPUPKI.

Mohammad Yamin
Mohammad Yamin merupakan seorang sastrawan, sejarawan, budayawan,
politikus, dan ahli hukum. Selama ini disebutkan bahwa dalam membuat
rumusan Pancasila, Mohammad Yamin memberikan lima hal untuk bisa
dijadikan dasar negara. Pertama diajukan secara lisan pada tanggal 29 Mei
1945 yang berisi:
1. Peri kebangsaan
2. Peri kemanusiaan
3. Peri ketuhanan
4. Peri kerakyatan Kesejahteraan rakyat

Kemudian hal tersebut berubah saat Mohammad Yamin menyampaikan


rumusan dasar negara yang diajukan secara tertulis, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan
3. Persatuan Indonesia
4. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
5. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Namun dalam buku Uraian Pancasila (1977) dijelaskan bahwa pidato Yamin
yang mengusulkan lima sila mirip Pancasila, bukanlah pidato yang disampaikan
pada 29 Mei 1945 di sidang BPUPKI, melainkan teks draf pembukaan UUD
yang ditulis Yamin untuk keperluan rapat Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945.
Yamin menulis draf pembukaan tersebut atas perintah Ketua Panitia Sembilan,
yakni Soekarno. Berdasarkan teks draf pembukaan UUD yang memuat lima sila
mirip Pancasila inilah, sebagian pihak lalu menyimpulkan bahwa Yamin telah
mengusulkan Pancasila terlebih dahulu daripada Soekarno. Pembuat
kesimpulan ini awalnya ialah sejarawan Prof. Nugroho Notosusanto dalam
karyanya, Naskah Proklamasi yang Otentik dan Rumusan Pancasila yang
Otentik (1979) dan Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara (1981). Dalam
buku Naskah Persiapan UUD (1959) karya Yamin sendiri, disebutkan bahwa
Yamin hanya mengusulkan “dasar-dasar yang tiga”, yakni: Permusyawaratan
Perwakilan Kebijaksanaan

Soepomo
Soepomo merupakan seorang ahli hukum pada generasi pertama yang sudah
ada ketika Indonesia merdeka. Selama ini dinarasikan bahwa usulan untuk
rumusan Pancasila juga diungkapkan Soepomo dalam pidatonya di sidang
BPUPKI yang digelar pada 31 Mei 1945. Konon Soepomo memberikan lima
rumusan untuk dijadikan dasar negara, yaitu:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
Namun Soepomo sebenarnya juga tidak mengusulkan dasar negara dalam
bentuk lima nilai yang mirip dengan Pancasila. Sebab sejak awal, Soepomo
memang tidak ingin berbicara mengenai dasar negara, melainkan mengenai
pengertian (teori) negara. Dalam Risalah Sidang BPUPKI-PPKI (1995),
dijelaskan Soepomo hanya mengajukan teori negara integralistik sebagai jalan
tengah antara teori negara individual (liberal) dan komunistik. Lalu
darimanakah lima sila Soepomo itu? Lima sila tersebut diambil secara acak dari
pidato Soepomo selama Orde Baru, untuk menunjukkan (seolah-olah),
Soepomo juga mengusulkan Pancasila.
Soekarno
Dalam pidatonya di sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Soekarno
menyampaikan pidato yang berisi gagasan mengenai dasar negara yang terdiri
dari lima butir gagasan. Gagasan tersebut adalah:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme dan perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang Maha Esa

Anda mungkin juga menyukai