Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Smartphone Pada Anak Usia Dini Di PAUD Dan KB RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Smartphone Pada Anak Usia Dini Di PAUD Dan KB RSUD Dr. Soetomo Surabaya
PENDAHULUAN
memaksa manusia untuk mampu beradaptasi dan hidup berdampingan dengan hal
tersebut. Teknologi secara cepat mengubah pola pikir manusia terhadap lingkungan
mereka (Marpaung, 2018). Salah satu bentuk dari kemajuan teknologi yaitu
notebook, televisi, dan tablet. Keberadaan gadget memberikan pengaruh yang besar
terhadap orang dewasa dan anak-anak. Tanpa disadari pemberian smartphone pada
anak usia dini memberikan pengaruh yang besar terhadap proses pertumbuhan dan
cepat pada awal kehidupan anak. 50% kecerdasan manusia terjadi ketika anak
berumur 4 tahun. Hal ini membuat anak mudah penasaran terhadap hal baru
(Pebriana,2017).
memberikan kebebasan kepada anak mereka yang masih berusia dibawah 7 tahun
pada tahun 2017 (Rideout, 2017). Sebanyak 35% anak di Amerika dengan usia
1
2
(Straker et al, 2014). Penggunaan smartphone pada anak usia 5 tahun di Indonesia
mencapai 38% pada tahun 2011 dan mengalami peningkatan sebesar 80% pada
tahun 2015 (Sujianti, 2018). Dengan total 23% anak menggunakan smartphone
bahwa hanya 18% anak yang menggunakan smartphone kurang dari 1 jam setiap
ditemukan pada anak dengan usia di bawah 5 tahun yang mengarah ke perilaku
tantrum. 52% anak menangis tanpa henti dan cenderung melakukan perilaku
kekerasan bahkan anak akan tantrum hingga 10 menit ketika smartphone diambil
dari genggaman mereka. Apabila hal ini terus berlanjut maka akan membawa
mudah cemas dan kecanduan (Govind, 2020). Anak yang bermain smartphone
secara berlebihan akan lebih mudah terkena obesitas karena kurangnya aktivitas
fisik yang dilakukan setiap harinya (Pavilianingtyas,2017). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan di Jakarta Timur pada tahun 2013 yang menyatakan
bahwa anak yang bermain smartphone lebih dari 2 jam per hari mempunyai resiko
obesitas pada anak menganjurkan untuk tidak membiarkan anak dengan usia
kurang dari 1 tahun terpapar teknologi. Untuk anak dengan rentang usia 2-5 tahun
hanya diperbolehkan untuk menatap layar kurang dari 1 jam/hari (Gupta, 2021).
3
Penelitian di Bristol University pada tahun 2010 menyebutkan bahwa 75% anak
(Fadilah, 2019).
pada anak usia dini dan remaja mencapai 79% (Novitasari, 2016). Sinta (2022)
kurangnya pengawasan orang tua karena terlalu sibuk dengan pekerjaan dan
melalui smartphone menjadi salah satu faktor yang menyebabkan anak kecanduan
smartphone. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan orang tua siswa dengan
hasil bahwa anaknya lebih senang berkirim pesan melalui smartphone dengan
tujuan menanyakan tugas karena dianggap lebih praktis dan cepat. (Sinta, 2022).
Apa saja faktor yang berkaitan dengan intensitas dan adiksi penggunaan
1. Untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin anak terhadap adiksi dan intensitas
penggunaan smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
2. Untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin orang tua terhadap adiksi dan
penggunaan smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
4. Untuk mengetahui pengaruh usia orang tua terhadap adiksi dan intensitas
penggunaan smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
penggunaan smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
7. Untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap adiksi dan intensitas
penggunaan smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan masukan bagi
dengan faktor yang mempengaruhi penggunaan smartphone pada anak usia dini.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi orang tua atau
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan masukan untuk
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
Seorang anak yang berusia 0 hingga 6 tahun dapat dikatakan sebagai anak
usia dini. Usia tersebut merupakan usia yang menentukan bagaimana kepribadian
dan kecerdasan anak terbentuk. Hal ini akan sangat berguna untuk bekal anak
pendidikan nasional mengkategorikan anak usia dini sebagai anak yang berusia
(NAEYC) sesorang anak dikatakan sebagai usia dini apabila berusia 0 hingga 8
tahun. Pada usia tersebut anak sedang dalam tahap pertumbuhan dan
perkembangan. Menurut para ahli usia ini disebut sebagai usia emas atau Golden
Age. Di masa ini anak akan mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya
secara cepat. Mereka akan meniru apa yang terjadi di lingkungan terdekatnya.
Perkembangan setiap anak tidak sama karena adanya perbedaan pola asuh dan
Montessori dalam Sujiono (2005:55) anak usia dini berada pada periode
sensitive karena anak dapat dengan mudah menerima stimulus dari lingkungannya.
mengenal emosi yang dirasakan anak akan memberikan pengaruh yang besar
6
7
Usia dini adalah usia bermain di mana bermain menjadi sebuah sarana
untuk anak belajar mengenali hal baru yang mereka temui dan belajar untuk
direncanakan ini menjadi hal yang menyenangkan bagi anak. Pengalaman belajar
anak usia dini lebih banyak diperoleh dari bermain yang positif dan terarah. Anak
akan terbiasa untuk berpikir kreatif dan peka terhadap orang lain yang ditemuinya
(Pudjiati, 2011).
Karakteristik yang muncul pada anak usia dini menjadi bukti bahwa anak
yang berbeda tergantung dengan lingkungan mereka. Namun secara umum terdapat
beberapa karakter dari anak usia dini yang hampir sama dengan teman sebaya
mereka. Terdapat beberapa karakteristik yang dimiliki anak usia dini sesuai dengan
kembar identik. Pola yang ditunjukkan anak dalam proses perkembangan serupa
namun tak sama. Keunikan yang dimiliki oleh setiap anak tersebut terbentuk
karena adanya latar belakang dari keluarga yang tentunya berbeda pada setiap anak
Pada usia dini terjadi pematangan fungsi fisik dan psikis sehingga anak siap
untuk memberikan respon terhadap stimulus yang mereka terima. 50% kemampuan
yang berkaitan dengan kecerdasan di masa dewasa terjadi ketika anak berusia 4
tahun. Hal ini kemudian mengalami peningkatan ketika anak berusia 8 tahun
sebesar 80% dan mencapai titik kulminasi pada saat usia 18 tahun (Fasli Jalal,
2002).
Anak usia dini memiliki sifat yang aktif dan bersemangat untuk melakukan
hal yang menurut mereka menyenangkan. Mereka hanya ingin bermain dan
berceloteh riang sepanjang hari. Rasa ingin tahu yang sangat besar membuat
mereka secara spontan akan muncul. Salah satu ciri anak bersifat ergosentris yaitu
anak kecil yang saling berebut mainan atau menangis dan terus merengek ketika
sesuatu yang diinginkannya tidak menjadi miliknya. Arahan dan pengawasan dari
orang tua sangat diperlukan agar sifat egosentris anak dapat terkontrol dan tidak
mengubah anak menjadi orang yang egois ketika deasa nanti (Nissa & Masturah,
2019).
dalam proses pematangan yang berguna untuk membentuk seseorang menjadi lebih
baik dengan pola yang dapat diprediksi. Proses diferensiasi sel dan jaringan tubuh
ini yang akan bekerja sesuai dengan fungsinya sehingga setiap organ tubuh dapat
bekerja secara maksimal. Tahapan ini mencakup perkembangan emosi dan tingkah
1) Perkembangan Kognitif
Jean Piaget dalam Ibda (2015) membagi perkembangan kognitif pada anak
a. Tahap Sensorimotor
Tahapan ini berlangsung ketika anak berumur 0 tahun hingga dua tahun. Pada
tahapan ini pemberian stimulus dari orang tua dan orang yang ada di sekitar bayi
sangatlah penting karena bayi mulai belajar secara sensorik dan motorik melalui
panca indera dan alat gerak. Bayi mulai mengoptimalkan fungsi dari panca indera
b. Tahap Pra-Operasional
Tahap ini biasanya dimulai ketika anak berusia dua tahun hingga tujuh
lingkungannya. Anak mulai mengenali simbol yang mereka lihat. Pemikiran anak
masih belum terbentuk dengan baik dan masih terikat dengan imajinasi mereka.
Anak akan memaknai sesuatu sesuai dengan yang mereka lihat dan rasakan.
berubah sesuai dengan keinginan hati mereka. Anak menjadi peniru yang handal
dan hanya memusatkan perhatian pada sesuatu yang menurut mereka menarik.
10
Peran orang tua menjadi hal yang penting ketika anak berada pada masa
perkembangan. Tanpa adanya pengarahan yang baik maka anak tidak akan
mereka. Hal ini akan merugikan anak di usia dewasa karena pola pikir yang
semaunya sendiri tidak akan mudah diterima oleh orang terdekatnya. Pengarahan
sederhana seperti membiasakan anak untuk meminta maaf ketika bersalah dan
pemikiran mereka.
anak usia dini karena melalui gerakan tersebut anak dapat mengekspresikan diri.
peluang yang lebih besar bagi anak untuk mengeksplor lingkungan sekitarnya.
Gerak motorik kasar ini melibatkan otot besar yang tersebar di tubuh.
Kemampuan anak untuk melakukan pergerakan seperti duduk dan berdiri menjadi
Gerak motorik halus lebih memerlukan kecermatan dan koordinasi yang baik.
Gerakan ini hanya melibatkan bagian tubuh tertentu yang dilakukan oleh otot kecil.
hal secara mandiri. Anak mampu untuk makan sendiri dan mampu berinteraksi
dengan teman sebaya tanpa didampingi oleh orang tua. Mereka secara perlahan
telah mampu untuk beradaptasi di lingkungan baru dan terlah terbiasa untuk
keterlambatan bicara pada anak secara dini. KPSP ini dapat digunakan sebagai
acuan hingga anak berusia 6 tahun. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan usia anak
dan dilakukan secara rutin setiap 3 bulan untuk anak berusia kurang dari dua tahun
dan dilakukan setiap 6 bulan sekali hingga anak mencapai usia 6 tahun (Oktiyani,
2015).
3) Perkembangan Sosial
terhadap stimulus yang diberikan. Anak mulai mengenal dan mendekatkan diri
kepada orang lain selain anggota keluarga yang setiap hari ditemuinya.
Pengetahuan anak akan lebih banyak dan mengalami perkembangan dalam segi
emosi. Meluasnya lingkup interaksi akan menyebabkan anak lebih mudah terpapar
pengaruh dari luar sehingga perlu adanya pengawasan dari orang tua dan guru.
pengaruh besar terhadap pola pemikiran dan tumbuh kembang anak di masa
depan. Setiap orang tua harus memahami bagaimana pola asuh yang seharusnya
12
diterapkan untuk anak sesuai dengan usianya. Kepekaan dan pengetahuan dari
orang tua akan menjadi pondasi utama sebelum anak bersosialisasi dengan
lebih mendalam oleh orang tua. Perkembangan emosi pada anak harus dikelola dan
diolah dengan baik. Orang tua harus mampu mengarahkan anak untuk memahami
setiap emosi yang mereka rasakan. Komunikasi anak dengan orang tua harus
terjalin dengan baik agar anak dapat menyalurkan setiap perasaan kurang nyaman
yang mereka rasakan. Dengan membiasakan anak berkomunikasi dan terbuka maka
anak diharapkan dapat lebih mampu untuk menempatkan diri ketika berada dalam
lingkungan sosial yang beragam dan dapat mengendalikan emosi yang mereka
rasakan ketika menghadapi sebuah peristiwa yang tidak terduga (Lubis, 2019).
Menurut Djohan kepekaan sosial pada anak dapat dibedakan menjadi tujuh
a. Kepekaan anak terhadap perasaan yang dialami orang lain. Anak yang
memiliki rasa peka lebih tinggi akan mengerti bahwa temannya sedang sedih atau
gembira.
b. Anak dapat membedakan emosi atau kesulitan yang sedang mereka rasakan
atau orang lain rasakan. Anak dapat merasakan bahwa orang tua atau temannya
sedang dalam kondisi yang kurang baik namun mereka belum mampu
mengutarakan sesuai dengan yang mereka rasakan. Hal ini terjadi karena anak
sekitarnya. Anak adalah pengamat yang baik yang dapat mengerti bagaimana orang
g. Anak dapat berinteraksi dengan teman sebaya secara ekspresif dan kreatif.
4) Perkembangan Moral
Perkembangan moral pada anak usia dini masih berada dalam tingkatan
mampu untuk menerapkan prinsip benar dan salah yang telah melekat dalam
mereka belum mengerti manfaat dari adanya peraturan tersebut. Pemahaman moral
anak dapat dilihat dari perilaku kecil seperti anak mulai mengikuti dan dapat duduk
5) Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa anak usia dini banyak ditentukan oleh kualitas interaksi anak
keterampilan bahasa. Perkembangan bahasa untuk anak usia dini meliputi empat
2.1.4.1 Pengertian
14
Pola asuh dapat diartikan sebagai bentuk interaksi antara orang tua dengan
anak mereka. Setiap orang tua memiliki pola dan sikap yang berbeda dalam
membangun interaksi yang sehat dengan anaknya. Sikap orang tua meliputi aturan
dan hadiah yang digunakan untuk menunjukkan ketegasan dan kasih sayang dari
orang tua. Dengan adanya aturan dan hukuman yang diberikan maka anak akan
Pola asuh menjadi kegiatan wajib yang dilakukan oleh orang tua untuk
menumbuhkan keterkaitan emosional antara anak dan orang tua. Pengasuhan akan
kehadiran orang tua dalam mendampingi anak ketika berada dalam masa
pertumbuhan akan menentukan kualitas dari anak itu sendiri. Pola asuh dapat
menentukan kesiapan anak dalam menghadapi dunia luar secara mandiri. Dengan
demikian maka pengasuhan terhadap anak harus diperhatikan dengan baik agar
kondisi psikologis dari anak stabil dan anak siap bersosialisasi (Sutanto, 2019).
Pola asuh merupakan bagian dari interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak
mulai dari cara dan perilaku orang tua ketika memberikan perhatian kepada anak
dan perilaku orang tua dalam memperlakukan orang yang ada di dekatnya
(Madyawati, 2017).
Keluarga adalah kelompok sosial terkecil dimana orang tua memiliki peran
manfaat yang baik bagi masa depan mereka. Tugas orang tua tidaklah mudah
sehingga orang tua harus terbuka terhadap setiap hal dan harus mau belajar
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang bersikap rasional dan tidak
prioritas utama orang tua. Orang tua dapat memahami bahwa setiap anak
2017).
Orang tua dengan pola asuh demokratis cenderung menganggap hak dan
biasanya orang tua akan memilih untuk berdiskusi secara terbuka dengan anak
dan menggunakan bahasa yang baik tanpa ada rasa penghakiman terhadap anak
(Habibi, 2018).
Orang tua memiliki peran sebagai penentu aturan dalam keluarga yang
sifatnya terikat dan wajib diikuti oleh seluruh anggota keluarga. Dalam pola asuh
demokratis meskipun peraturan tersebut dibuat sepenuhnya oleh orang tua namun
anak memiliki hak untuk bertanya terkait dengan alasan aturan tersebut dibuat.
Anak juga bisa mengajukan keberatan dan keluh kesah terhadap peraturan yang
telah dibuat. Kasih sayang dan kedisiplinan yang ditunjukkan oleh orang tua tetap
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung berusaha untuk
ini seringkali menerapkan sistem hukuman. Orang tua akan lebih sering menolak
anak dan memaksa anak untuk patuh terhadap peraturan yang telah dibuat
(Widyarini, 2013).
16
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang menetapkan aturan secara ketat
yang harus dituruti oleh anak. Orang tua akan memberikan hukuman atau
ancaman untuk anak agar mengikuti apa yang mereka mau. Anak seringkali
merasa dipaksa dan komunikasi hanya bersifat satu arah (Madyawati, 2017).
Dalam pola asuh otoriter ini terdapat beberapa ciri salah satunya yaitu orang tua
menjadi pusat dalam proses interaksi yang seharusnya terjadi secara dua arah.
Orang tua cenderung bersikap keras dan memaksa kemauan mereka meskipun
kurang sesuai dengan keinginan anak. Orang tua akan memaksa anak untuk
pertumbuhan yang biasanya disertai dengan kalimat ancaman. Anak lebih sering
seperti memilih makanan yang mereka suka (Chakra, 2013 dalam Damanik,
2018).
Peraturan yang dibuat oleh orang tua biasanya tidak disertai dengan alasan
yang jelas mengapa peraturan tersebut dibuat. Anak juga tidak memiliki
terhadap peraturan yang telah dibuat oleh orang tua mereka. Pola asuh otoriter
memiliki sifat yang memaksa dan cenderung mengikuti kemauan orang tua. Jika
peraturan yang telah dibuat tidak ditaati oleh anak maka orang tua akan
memberikan hukuman baik secara verbal maupun non verbal (Ayu, 2016).
Pola asuh permisif adalah pola asuh yang membebaskan anak untuk
melakukan segala sesuatu yang mereka suka dan cenderung tidak ada hukuman
atau teguran. Orang tua dengan tipe ini lebih disukai anak karena mereka dapat
Dalam pola asuh permisif biasanya tidak ada sistem hukuman ketika anak
melakukan sebuah kesalahan. Namun anak juga tidak diberikan pujian ketika
dapat memperoleh prestasi atau telah melakukan sebuah kebaikan. Orang tua
bersikap pasif. Kemauan anak akan berusaha dituruti oleh orang tua dan orang tua
2.1.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua Pada Anak
asuh pada anak antara lain sebagai berikut (Sutanto dan Ari, 2019:16-18):
Pola asuh yang dilakukan orang tua dalam keluarga bergantung pada
status ekonomi dan sosial. Orang tua dengan status sosial ekonomi menengah
yang baik bahkan sejak usia dini maka di sisi lain aka nada rasa kurang bebas
terhadap pola asuh anak. Kesiapan mental dan kebijaksaan dalam mengambil
sikap menjadi pondasi paling penting untuk membentuk anak yang sehat jiwa
dan raga. Lingkungan yang selalu mengalami perubahan memaksa orang tua
untuk aktif dan terus belajar mengikuti perkembangan. Hal ini dilakukan agar
anak dan orang tua siap menghadapi dunia yang sebenarnya di masa depan.
diperlukan sehingga anak dapat tumbuh secara optimal. Orang tua yang
pola asuh. Namun orang tua yang cenderung memanjakan anaknya biasanya
pengasuhan. Bila terlalu muda atau terlalu tua, maka tidak akan dapat
4. Lingkungan
anak lebih mudah terpapar. Saat ini manusia sangat bergantung dengan
akhirnya ikut memberikan perubahan terhadap pola asuh orang tua terhadap
pertumbuhan anak akan meningkatkan masa depan anak menjadi lebih baik
2.2 Smartphone
2.2.1 Pengertian
memudahkan manusia. Salah satu fitur yang ada dalam smartphone yaitu PDA atau
Personal Digital Assistant. Kalender dan buku alamat menjadi fitur yang harus ada
dalam setiap smartphone (Gary B, 2007). Smartphone atau ponsel pintar adalah
19
kegiatan yayng dilakukan manusia. Jangkauan dari smartphone ini sangat luas dan
komunikasi antar manusia. Telepon ini berguna untuk mengirim dan menerima
pesan . Smartphone memiliki sistem seperti stasiun radio yang memancarkan dan
menerima sinyal. Dengan kesamaan frekuensi dan nomor smartphone yang sesuai
maka manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lain tanpa harus berpindah
kemampuan menyerupai komputer. Belum ada stadar yang pasti untuk menjelaskan
smartphone. Perangkat lunak dengan sistem operasi yang lebih sederhana ini
a. Android
Android adalah perangkat seluler layar sentuh yang meliputi smartphone dan
tablet. Sistem operasi dari android ini bersifat terbuka atau open source dan
berbasis linux. Android resmi dirilis pada tahun 2007 dan dikembangkan oleh
b. iOS
iOS adalah sistem operasi yang memiliki beberapa kesamaan dengan android
oleh Apple Inc. Karena Apple ingin produknya memiliki kualitas yang terjaga
sehingga penggunaan sistem iOS ini hanya diperuntukkan bagi pengguna produk
20
Apple saja. Untuk perangkat keras yang tidak diproduksi oleh Apple tidak dapat
c. Blackberry OS
Sistem perangkat lunak yang digunakan oleh smartphone dengan merk dagang
blackberry ini sempat menjadi buruan dari masyarakat dunia. Produk ini diproduksi
pesan pribadi. Keunggulan dari aplikasi tersebut yaitu lebih mudah digunakan
terutama untuk kalangan anak muda yang hendak mengirim file atau foto (Hidayat,
2009).
a. Komunikasi
Pada saat ini komunikasi bisa dijangkau dengan cepat, mudah, praktis dan
lebih efisien memakai smartphone. Dibandingkan pada saat masa lalu cuma
b. Sosial
pemakai bisa bisa saling berbagi berita, kabar dan cerita. Oleh karena itu, melalui
pengguna ini bisa mengenal teman baru, menjalin kerabat yang jauh, tidak perlu
c. Pendidikan
21
Mencari ilmu bukan hanya berfokus pada buku, tetapi juga melewati gadget
kita bisa memperoleh segala macam ilmu pengetahuan yang orang butuhkan,
seperti ilmu politik, pendidikan dan ilmu pengetahuan secara umum ataupun
(Fadilah, 2015 )
Tampilan dan berbagai hal yang ada di smartphone membuat anak lebih
mudah tertarik. Permainan dan youtube menjadi bagian yang paling digemari
oleh anak.
c. Lingkungan
anak. Pergaulan dengan teman sebaya menjadikan anak lebih mudah untuk
terpapar smartphone.
smartphone pada anak akan membuat anak lebih cepat belajar dan dapat
teknologi.
tugas yang diberikan. Anak tidak perlu bersusah payah untuk membaca banyak
buku karena semua hal telah ada dalam satu perangkat yaitu smartphone.
Saat ini telah banyak game online yang beredar di masyarakat. Bahasa yang
digunakan dalam game tersebut biasanya menggunakan bahasa inggris. Hal ini
akhirnya merangsang anak untuk berpikir dan menambah kosa kata baru untuk
mereka. Anak secara tidak langsung dituntut untuk mampu memahami bahasa
a. Perilaku Emosi
dua jam. Ketika anak bermain smartphone lebih dari dua jam biasanya anak akan
lebih mudah emosi. Apabila gadget tersebut diambil maka anak akan marah atau
(2017) yang berjudul “Dinamika Perilaku Agresif Anak yang Bermain Game
23
hasil bahwa anak akan lebih sering berperilaku agresif dan sulit untuk
mengendalikan diri mereka. Hal ini terjadi karena anak telah memiliki kebiasaan
bermain yang sifatnya memukul dan menendang. Adegan perkelahian yang ada di
b. Perilaku Sosial
menjadi antisosial. Durasi yang panjang dan intensitas bermain yang tinggi akan
membuat anak terbiasa mengabaikan hal yang ada di dekatnya. Mereka tidak
mengerti bagaimana cara bersosialisasi yang baik dengan orang lain. Hal ini akan
sangat mengganggu perkembangan anak karena emosi yang dimiliki tidak akan
terbentuk secara sempurna. Sosialisasi harus dikenalkan sejak dini agar anak lebih
siap dalam menghadapi segala hal yang mungkin terjadi di masa depan (Romo,
2013).
c. Perilaku Malas
Menurut studi yang dilakukan para ahli dari University of Virginia, Amerika
Serikat diperoleh hasil bahwa siswa pada usia prasekolah yang bermain gadget
dalam kurun waktu 3 jam setiap harinya akan mengalami resiko obesitas lebih
besar yaitu sebesar 30%. Seperti diketahui bahwa obesitas pada anak akan
yang akhirnya akan menurunkan angka harapan hidup. Dalam beberapa penelitian
d. Perilaku Tidur
24
sebuah acara melalui smartphone atau televisi pada anak usia 3 hingga 5 tahun
lebih dari jam 7 malam akan mengakibatkan anak kesulitan tidur dan mengalami
mimpi buruk. Selain itu anak juga akan mengalami kelelahan saat bangun dan
akan lebih mudah emosi di pagi hari karena tidurnya yang kurang nyaman.
California, Berkeley menyatakan bahwa anak harus dibiasakan untuk tidu secara
optimal dan berkualitas. Tidur yang cukup dan berkualitas akan memberikan
Jenis
kelamin orang Faktor yang mempengaruhi Jenis kelamin
tua penggunaan smartphone anak
Usia orang pada anak usia dini Usia anak
tua Pergaulan
Pendidikan
orang tua
Pola asuh
Pengetahuan anak
terhadap teknologi
Pengetahuan orang tua
terhadap teknologi
Kemampuan anak
menggunakan
smartphone
Pembatasan
penggunaan
Meningkatnya intensitas
Meningkatnya intensitas penggunaan smartphone
penggunaan smartphone
Kecanduan smartphone
Kecanduan smartphone
Gangguan tidur
Obesitas
Gangguan
penglihatan
Keterangan :
Diteliti Yang mempengaruhi
Tidak diteliti
25
26
satunya yaitu jenis kelamin orang tua,usia orang tua, pendidikan orang tua, pola
asuh orang tua. Kemampuan orang tua dalam membimbing dan mengawasi anak
menjadi hal yang penting untuk diperhatikan untuk menghindarkan anak dari
kecanduan smartphone. Selain itu jenis kelamin anak, usia anak, pergaulan anak
mengoperasikan smartphone.
a. Ada pengaruh jenis kelamin anak terhadap adiksi dan intensitas penggunaan
smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
b. Ada pengaruh jenis kelamin orang tua terhadap adiksi dan intensitas
penggunaan smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr.
Soetomo Surabaya
c. Ada pengaruh usia anak terhadap adiksi dan intensitas penggunaan smartphone
pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
d. Ada pengaruh usia orang tua terhadap adiksi dan intensitas penggunaan
smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
e. Ada pengaruh pendidikan orang tua terhadap adiksi dan intensitas penggunaan
smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
27
smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
g. Ada pengaruh pola asuh orang tua terhadap adiksi dan intensitas penggunaan
smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
BAB 4
METODE PENELITIAN
itu terjadi tanpa dilakukan manipulasi atau intervensi apapun kemudian dilakukan
Penelitian ini menggunakan cross-sectional karena antara sebab dan akibat diukur
pada waktu yang sama dan tidak diketahui sebab mendahului akibat atau
observasi data variabel independen dan variabel dependen hanya dilakukan satu
Populasi penelitian adalah anak usia 1-6 tahun di PAUD dan KB RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
28
29
Sampel dalam penelitian ini adalah anak usia 1-6 tahun yang menjadi siswa
aktif di PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan kriteria inklusi dan
1. Kriteria inklusi
pengasuh
2. Kriteria eksklusif
penglihatan).
Besar sampel dalam penelitian ini adalah anak berusia 1-6 tahun yang
kriteria inklusi. Besar sampel dihitung sesuai dengan rumus besar sampel cross
sectional karena belum diketahui besar populasi secara pasti. Rumus besar
p = 0,05
30
2
Z p(1−p)
n=
d2
( 1,96 )2 0,5(1−0,5)
n=
(0,1)2
3,8416 (0,25)
n=
0,01
n=96,04 ≈ 96
Berdasarkan perhitungan tersebut,, maka jumlah responden yang ikut
sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang
(Nursalam, 2011).
selama 2 bulan. Dalam pemilihan sampel pen eliti membuat kriteria bagi
sampel yang diambil. Sampel yang diambil berdasarkan pada kriteria inklusi
dan kriteria eksklusi, yaitu karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau
a. Variabel bebas : Jenis kelamin anak, jenis kelamin orang tua, usia orang tua,
usia dini
pengumpulan data
data
dilahirkan. Perbedaan
dipertukarkan diantara
keduanya (2016).
meningkatkan kemampuan
seseorang dalam
memecahkan suatu
masalah kehidupan.
berinteraksi dengan
lingkungannya (KBBI)
diterapkan dalam
Nurwidawati, 2013)
hingga menjadi
sebagainya (KBBI)
Waktu penelitian ini adalah selama bulan Juli hingga September 2023.
metode wawancara.
PADA ANAK USIA DINI”. Setelah disetujui, peneliti meminta izin dari
menetapkan besar sampel minimal dari populasi maka subjek penelitian akan
diberi penjelasan mengenai tujuan, prosedur, apa yang diharapkan dari subjek
manfaat dan risiko penelitian serta tindakan peneliti untuk mengurangi risiko,
orang tua dan anak yang memenuhi kriteria inklusi. Data yang telah didapat
Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data melalui proses
sebagai berikut :
35
1. Editing
Pada tahap editing akan dilakukan pengecekan kelengkapan data identitas dari
2. Scoring
Scoring adalah proses pemberian skor untuk pada data yang telah dikumpulkan
3. Coding
Tahapan coding ini berguna untuk mengubah data yang awalnya berbentuk
huruf menjadi data berbentuk angka. Data yang ada kemudian diberi kode agar
4. Tabulating
data ke dalam tabel maka proses perhitungan dapat dilakukan secara lebih mudah
apabila p<0,05.
36
kuesioner diberi jaminan kerahasiaan terhadap data yang diberikan dan berhak
Judul Penelitian:
Faktor yang mempengaruhi penggunaan
smartphone pada anak usia dini
Kuesioner penggunaan
smartphone pada anak usia dini
Analisis data
Daftar Pustaka:
Penggunaan Gadget Pada Anak Usia Dini Studi Kasus Paud Permata Ibu
Available at:
https://ejournal.stkippacitan.ac.id/ojs3/index.php/jppi/article/view/543
Sri, N., Mulyadi, S., Studi, P., Upi, P. and Tasikmalaya, K. (2021). ANALISIS
https://ejournal.upi.edu/index.php/agapedia/article/download/40743/17075.
Siregar, I. (2022). TILA: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini DAMPAK
PADA ANAK USIA DINI DESA SIOLIP. Irma Siregar, [online] 2(1).
Miranti, P. and Putri, L.D. (2021). Waspadai Dampak Penggunaan Gadget Terhadap
doi:https://doi.org/10.37058/jpls.v6i1.3205.
Irsyadillah, N., Putri, R., Rindri, M., Amori, B., Wati, S., Safira, A., Afrianti, M.,
Haidlor, A., Afandi, P., Fkip, U., Jember, J., Kalimantan, Kunci, K., Anak and
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/ECEJ/article/download/28558/11456
Pangastuti, Ratna (2017). Fenomena Gadget dan Perkembangan Sosial Bagi Anak
hlm. 510-514.
Intan Permatasari, “Peran Orang Tua Mencegah Dampak Negatif Gadget Melalui
Novianti, R., & Meyke , G. (2020). Penggunaan Gadget pada Anak Usia Dini;
Tantangan Baru Orang Tua Milenial. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak
Nugraha, A., Izah, N., Nurul Hidayah, S., Zulfiana, E., & Qudriani, M. (2019). The
6596/1175/1/012203
Rashid, S.M.M., Mawah, J., Banik, E., Akter, Y., Deen, J.I., Jahan, A., Khan, N.M.,
Rahman, M.M., Lipi, N., Akter, F., Paul, A. and Mannan, A. (2021).
Jusoff, K., & Sahimi, N. N. (2009). Television and Media Literacy in Young Children:
151–157. https://doi.org/10.5539/ies.v2n3p151
Ponti, M., Bélanger, S., Grimes, R., Heard, J., Johnson, M., Moreau, E., … Williams,
R. (2017). Screen time and young children: Promoting health and development
in a digital world. Paediatrics and Child Health (Canada), Vol. 22, pp. 461–
477. https://doi.org/10.1093/pch/pxx123
Rideout, V. J., Vandewater, E. A., & Wartella, E. A. (2003). Zero to Six Electronic
Foundation, 1–40.
https://doi.org/10.1177/0956797616678438
41
Davie, M., & Firth, A. (2019). The health impacts of screen time: a guide for
Retrieved from
https://www.rcpch.ac.uk/sites/default/files/2018-12/rcpch_screen_time_guide_
_final.pdf
Duch, H., Fisher, E.M., Ensari, I. and Harrington, A. (2013). Screen time use in
doi:https://doi.org/10.1186/1479-5868-10-102.
Kaur, N., Gupta, M., Malhi, P. and Grover, S. (2019). Screen Time in Under-five
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31638012/.
Byrne, R., Terranova, C.O. and Trost, S.G. (2021). Measurement of screen time
22(8). doi:https://doi.org/10.1111/obr.13260.
42
Fasli Jalal, Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departemen
journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/jga/article/download/739/590. Accessed
20 May 2023.
Robinson, Maria. (2008). Child Development from Birth to Eight A Journey Through
content/uploads/2015 /08/Six-Principles-of-
LanguageDevelopment_Implications-forSecond-Language-Learners.pdf.
Henniger, M.L. 2009. The Importance of Motor Skills. Pearson Allyn Bacon Prentice
Early Childhood Islamic Education Journal, vol. 1, no. 1, 25 Mar. 2020, pp.
Abu Achmadi dan Cholid Narkubo, Metode Penelitian (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
Radesky, J.S., Weeks, H.M., Ball, R., Schaller, A., Yeo, S., Durnez, J., Tamayo-Rios,
M., Epstein, M., Kirkorian, H., Coyne, S. and Barr, R. (2020). Young
Children’s Use of Smartphones and Tablets. Pediatrics, [online] 146(1).
doi:https://doi.org/10.1542/peds.2019-3518.
Girela-Serrano, B.M., Spiers, A.D.V., Ruotong, L., Gangadia, S., Toledano, M.B. and
Di Simplicio, M. (2022). Impact of mobile phones and wireless devices use on
children and adolescents’ mental health: a systematic review. European Child
& Adolescent Psychiatry. doi:https://doi.org/10.1007/s00787-022-02012-8.
Morris, A.J., Filippetti, M.L. and Rigato, S. (2022). The impact of parents’
smartphone use on language development in young children. Child
Development Perspectives, 16(2), pp.103–109.
doi:https://doi.org/10.1111/cdep.12449.
Papadopoulou, E., Haugen, M., Schjølberg, S., Magnus, P., Brunborg, G., Vrijheid,
M. and Alexander, J. (2017). Maternal cell phone use in early pregnancy and
child’s language, communication and motor skills at 3 and 5 years: the
Norwegian mother and child cohort study (MoBa). BMC Public Health, 17(1).
doi:https://doi.org/10.1186/s12889-017-4672-2.
Park, S.-Y., Yang, S., Shin, C.-S., Jang, H. and Park, S.-Y. (2019). Long-Term
Symptoms of Mobile Phone Use on Mobile Phone Addiction and Depression
Among Korean Adolescents. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 16(19), p.3584.
doi:https://doi.org/10.3390/ijerph16193584
44
Rika W. (2020). Dampak Negatif Kecanduan Gadget Terhadap Perilaku Anak Usia
Dini Dan Penggunaannya DI Paud UMMUL Habibah.
Rajma MD. (2022). Impact Of Mobile Phones In Children Lives And Factors
Associated With Mobile Phone Addiction
Stamatios P. (2021). Mobile Device Use Among Preeschool Aged Children In Greece.
Reza F. (2020). Adiksi Smartphone, Kesehatan Mental Anak, Dan Peranan Pola
Asuh.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
PERNYATAAN PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN
Yang bertandatangan dibawah ini :
45
Nama :
No Telepon :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
(…………………… (………………………
…) )
Usia : Ratio
46
teman sebaya
smartphone?
menggunakan smartphone ?