Anda di halaman 1dari 46

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi saat ini berkembang dengan sangat cepat yang akhirnya

memaksa manusia untuk mampu beradaptasi dan hidup berdampingan dengan hal

tersebut. Teknologi secara cepat mengubah pola pikir manusia terhadap lingkungan

mereka (Marpaung, 2018). Salah satu bentuk dari kemajuan teknologi yaitu

diciptakannya gadget. Gadget memiliki beragam jenis seperti smartphone,

notebook, televisi, dan tablet. Keberadaan gadget memberikan pengaruh yang besar

terhadap orang dewasa dan anak-anak. Tanpa disadari pemberian smartphone pada

anak usia dini memberikan pengaruh yang besar terhadap proses pertumbuhan dan

perkembangan anak (Pebriana, 2017).

Menurut Teori Bloom, perkembangan intelektual anak terjadi dengan sangat

cepat pada awal kehidupan anak. 50% kecerdasan manusia terjadi ketika anak

berumur 4 tahun. Hal ini membuat anak mudah penasaran terhadap hal baru

(Charlesworth, 2009). Banyak anak yang memuaskan rasa penasaran mereka

melalui permainan yang ada di smartphone. Penggunaan smartphone pada anak

usia dini secara berlebihan akan memicu terhambatnya perkembangan anak

(Pebriana,2017).

Di Amerika, pada tahun 2011 ditemukan sebanyak 52% keluarga

memberikan kebebasan kepada anak mereka yang masih berusia dibawah 7 tahun

untuk menggunakan smartphone. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 98%

pada tahun 2017 (Rideout, 2017). Sebanyak 35% anak di Amerika dengan usia

kurang 0-8 tahun menggunakan smartphone selama 14 jam tiap minggunya.

1
2

(Straker et al, 2014). Penggunaan smartphone pada anak usia 5 tahun di Indonesia

mencapai 38% pada tahun 2011 dan mengalami peningkatan sebesar 80% pada

tahun 2015 (Sujianti, 2018). Dengan total 23% anak menggunakan smartphone

sebagai sarana untuk bermain (Suhono, 2017).

Rajma (2022) dalam penelitian yang dilakukan di India mendapatkan data

bahwa hanya 18% anak yang menggunakan smartphone kurang dari 1 jam setiap

harinya. 28% anak mengalami keterlambatan perkembangan komunikasi dan

ketrampilan sosial (Rajma,2022). Prevalensi kecanduan smartphone lebih banyak

ditemukan pada anak dengan usia di bawah 5 tahun yang mengarah ke perilaku

tantrum. 52% anak menangis tanpa henti dan cenderung melakukan perilaku

kekerasan bahkan anak akan tantrum hingga 10 menit ketika smartphone diambil

dari genggaman mereka. Apabila hal ini terus berlanjut maka akan membawa

pengaruh buruk pada interaksi sosial dan perkembangan mereka (Rajma,2022).

Metaanalisis Yadav dan Chakraborty (2021) menyebutkan bahwa

penggunaan smartphone secara berlebihan pada anak akan menyebabkan anak

mudah cemas dan kecanduan (Govind, 2020). Anak yang bermain smartphone

secara berlebihan akan lebih mudah terkena obesitas karena kurangnya aktivitas

fisik yang dilakukan setiap harinya (Pavilianingtyas,2017). Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan di Jakarta Timur pada tahun 2013 yang menyatakan

bahwa anak yang bermain smartphone lebih dari 2 jam per hari mempunyai resiko

mengalami obesitas sebesar 1,57% (Sarah,2013).

Pada tahun 2019, WHO, dalam rencana globalnya untuk mengakhiri

obesitas pada anak menganjurkan untuk tidak membiarkan anak dengan usia

kurang dari 1 tahun terpapar teknologi. Untuk anak dengan rentang usia 2-5 tahun

hanya diperbolehkan untuk menatap layar kurang dari 1 jam/hari (Gupta, 2021).
3

Penelitian di Bristol University pada tahun 2010 menyebutkan bahwa 75% anak

yang menggunakan smartphone sebelum tidur cenderung mengalami gangguan

tidur dan penurunan prestasi belajar (Hasanah, 2018). Kebiasaan menggunakan

smartphone secara berlebihan akan membuat anak apatis terhadap lingkungan

sekitarnya yang akhirnya menghambat kemampuannya dalam bersosialisasi

(Fadilah, 2019).

Data pada tahun 2014 menunjukkan hasil bahwa penggunaan smartphone

pada anak usia dini dan remaja mencapai 79% (Novitasari, 2016). Sinta (2022)

dalam penelitiannya di SD Ma'arif NU 01 Songgom menyebutkan bahwa

kurangnya pengawasan orang tua karena terlalu sibuk dengan pekerjaan dan

pengaruh lingkungan pergaulan anak yang terbiasa untuk melakukan komunikasi

melalui smartphone menjadi salah satu faktor yang menyebabkan anak kecanduan

smartphone. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan orang tua siswa dengan

hasil bahwa anaknya lebih senang berkirim pesan melalui smartphone dengan

tujuan menanyakan tugas karena dianggap lebih praktis dan cepat. (Sinta, 2022).

Berdasarkan data tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang faktor

yang mempengaruhi penggunaan smartphone pada anak usia dini.

1.2 Rumusan Masalah

Apa saja faktor yang berkaitan dengan intensitas dan adiksi penggunaan

smartphone pada anak usia dini di RSUD Dr. Soetomo Surabaya?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor yang mempengaruhi penggunaan smartphone pada

anak usia dini di RSUD Dr. Soetomo Surabaya

1.3.2 Tujuan Khusus


4

1. Untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin anak terhadap adiksi dan intensitas

penggunaan smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr.

Soetomo Surabaya.

2. Untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin orang tua terhadap adiksi dan

intensitas penggunaan smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB

RSUD Dr. Soetomo Surabaya

3. Untuk mengetahui pengaruh usia anak terhadap adiksi dan intensitas

penggunaan smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr.

Soetomo Surabaya.

4. Untuk mengetahui pengaruh usia orang tua terhadap adiksi dan intensitas

penggunaan smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr.

Soetomo Surabaya.

5. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan orang tua terhadap adiksi dan

intensitas penggunaan smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB

RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

6. Untuk mengetahui pengaruh pergaulan anak terhadap adiksi dan intensitas

penggunaan smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr.

Soetomo Surabaya.

7. Untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap adiksi dan intensitas

penggunaan smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr.

Soetomo Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti Selanjutnya


5

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan masukan bagi

pengembangan penelitian selanjutnya. Terutama pada topik yang berkaitan

dengan faktor yang mempengaruhi penggunaan smartphone pada anak usia dini.

2. Bagi Orang Tua / Subjek Penelitian / Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi orang tua atau

masyarakat agar nantinya dapat lebih memperhatikan dan membimbing anak

dalam menggunakan smartphone sehingga manfaat dari penggunaannya dapat

dioptimalkan dan dampaknya dapat diminimalkan.

3. Bagi Instansi Terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan masukan untuk

pembuatan kebijakan kesehatan yang berkaitan dengan penggunaan smartphone

pada anak usia dini.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak Usia Dini

2.1.1 Pengertian

Seorang anak yang berusia 0 hingga 6 tahun dapat dikatakan sebagai anak

usia dini. Usia tersebut merupakan usia yang menentukan bagaimana kepribadian

dan kecerdasan anak terbentuk. Hal ini akan sangat berguna untuk bekal anak

menjalani kehidupan di usia dewasa. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional mengkategorikan anak usia dini sebagai anak yang berusia

dibawah enam tahun (Yuliani Sujono, 2014).

Menurut The National Association for The Education of Young Children

(NAEYC) sesorang anak dikatakan sebagai usia dini apabila berusia 0 hingga 8

tahun. Pada usia tersebut anak sedang dalam tahap pertumbuhan dan

perkembangan. Menurut para ahli usia ini disebut sebagai usia emas atau Golden

Age. Di masa ini anak akan mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya

secara cepat. Mereka akan meniru apa yang terjadi di lingkungan terdekatnya.

Perkembangan setiap anak tidak sama karena adanya perbedaan pola asuh dan

stimulasi yang intensif.

Montessori dalam Sujiono (2005:55) anak usia dini berada pada periode

sensitive karena anak dapat dengan mudah menerima stimulus dari lingkungannya.

Perkembangan anak sejak dalam kandungan sangat menentukan bagaimana

kualitas kesehatan and kematangan emosional anak terbentuk. Kemampuan

mengenal emosi yang dirasakan anak akan memberikan pengaruh yang besar

6
7

terhadap keberhasilan belajar di sekolah. Keluarga memberikan pengaruh yang

sangat besar terhadap perkembangan anak usia dini (Sujiono, 2005).

Usia dini adalah usia bermain di mana bermain menjadi sebuah sarana

untuk anak belajar mengenali hal baru yang mereka temui dan belajar untuk

berkomunikasi menyampaikan pemikiran mereka. Kegiatan spontan dan tidak

direncanakan ini menjadi hal yang menyenangkan bagi anak. Pengalaman belajar

anak usia dini lebih banyak diperoleh dari bermain yang positif dan terarah. Anak

akan terbiasa untuk berpikir kreatif dan peka terhadap orang lain yang ditemuinya

(Pudjiati, 2011).

2.1.2 Karakteristik Anak Usia Dini

Karakteristik yang muncul pada anak usia dini menjadi bukti bahwa anak

sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap anak memiliki karakter

yang berbeda tergantung dengan lingkungan mereka. Namun secara umum terdapat

beberapa karakter dari anak usia dini yang hampir sama dengan teman sebaya

mereka. Terdapat beberapa karakteristik yang dimiliki anak usia dini sesuai dengan

yang dikemukakan oleh Richard D kellogh diantaranya :

a. Anak Usia Dini Bersifat Unik

Setiap anak memiliki karakter yang berbeda meskipun mereka terlahir

kembar identik. Pola yang ditunjukkan anak dalam proses perkembangan serupa

namun tak sama. Keunikan yang dimiliki oleh setiap anak tersebut terbentuk

karena adanya latar belakang dari keluarga yang tentunya berbeda pada setiap anak

dan perbedaan dalam gaya belajar Bredekamp (1987).

b. Masa Potensial Anak Usia Dini


8

Pada usia dini terjadi pematangan fungsi fisik dan psikis sehingga anak siap

untuk memberikan respon terhadap stimulus yang mereka terima. 50% kemampuan

yang berkaitan dengan kecerdasan di masa dewasa terjadi ketika anak berusia 4

tahun. Hal ini kemudian mengalami peningkatan ketika anak berusia 8 tahun

sebesar 80% dan mencapai titik kulminasi pada saat usia 18 tahun (Fasli Jalal,

2002).

c. Bersifat Aktif dan Bersemangat

Anak usia dini memiliki sifat yang aktif dan bersemangat untuk melakukan

hal yang menurut mereka menyenangkan. Mereka hanya ingin bermain dan

berceloteh riang sepanjang hari. Rasa ingin tahu yang sangat besar membuat

mereka seakan tidak memiliki rasa lelah sama sekali.

d. Memiliki Sifat Egosentris

Kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang sekitarnya akan mucul

secara alamiah. Naluri untuk berkomunikasi dan mempertahankan keinginan

mereka secara spontan akan muncul. Salah satu ciri anak bersifat ergosentris yaitu

anak kecil yang saling berebut mainan atau menangis dan terus merengek ketika

sesuatu yang diinginkannya tidak menjadi miliknya. Arahan dan pengawasan dari

orang tua sangat diperlukan agar sifat egosentris anak dapat terkontrol dan tidak

mengubah anak menjadi orang yang egois ketika deasa nanti (Nissa & Masturah,

2019).

Imajinasi yang diarahkan akan menjadi landasan untuk mengembangkan

kemampuan anak dalam hal bersosialisasi dan melakukan sesuatu yang

menyenangkan. Imajinasi positif akan terbentuk apabila ada stimulus atau

dorongan dari rumah maupun sekolah (Bahri, 2010).

2.1.3 Perkembangan Anak Usia Dini


9

Perkembangan adalah proses meningkatnya kemampuan struktur tubuh

dalam proses pematangan yang berguna untuk membentuk seseorang menjadi lebih

baik dengan pola yang dapat diprediksi. Proses diferensiasi sel dan jaringan tubuh

ini yang akan bekerja sesuai dengan fungsinya sehingga setiap organ tubuh dapat

bekerja secara maksimal. Tahapan ini mencakup perkembangan emosi dan tingkah

laku serta perkembangan intelektual sebagai bentuk respon terhadap interaksi

dengan lingkungan (Sulistyawati, 2017).

1) Perkembangan Kognitif

Jean Piaget dalam Ibda (2015) membagi perkembangan kognitif pada anak

usia dini menjadi dua tahap yaitu :

a. Tahap Sensorimotor

Tahapan ini berlangsung ketika anak berumur 0 tahun hingga dua tahun. Pada

tahapan ini pemberian stimulus dari orang tua dan orang yang ada di sekitar bayi

sangatlah penting karena bayi mulai belajar secara sensorik dan motorik melalui

panca indera dan alat gerak. Bayi mulai mengoptimalkan fungsi dari panca indera

dan kemampuan ototnya.

b. Tahap Pra-Operasional

Tahap ini biasanya dimulai ketika anak berusia dua tahun hingga tujuh

tahun. Anak akan mulai berpikir dan memahami bagaimana keadaan

lingkungannya. Anak mulai mengenali simbol yang mereka lihat. Pemikiran anak

masih belum terbentuk dengan baik dan masih terikat dengan imajinasi mereka.

Anak akan memaknai sesuatu sesuai dengan yang mereka lihat dan rasakan.

Pandangan terhadap lingkungan cenderung bersifat egosentris dan lebih cepat

berubah sesuai dengan keinginan hati mereka. Anak menjadi peniru yang handal

dan hanya memusatkan perhatian pada sesuatu yang menurut mereka menarik.
10

Peran orang tua menjadi hal yang penting ketika anak berada pada masa

perkembangan. Tanpa adanya pengarahan yang baik maka anak tidak akan

berkembang secara maksimal dan cenderung bertindak sesuai dengan keinginan

mereka. Hal ini akan merugikan anak di usia dewasa karena pola pikir yang

semaunya sendiri tidak akan mudah diterima oleh orang terdekatnya. Pengarahan

sederhana seperti membiasakan anak untuk meminta maaf ketika bersalah dan

memahami konsep bilangan dan huruf secara sederhana akan menstimulus

pemikiran mereka.

2) Perkembangan Fisik dan Motorik

Gallahue (dalam Henniger, 2010) gerakan menjadi pusat kehidupan bagi

anak usia dini karena melalui gerakan tersebut anak dapat mengekspresikan diri.

Kemampuan motorik dan perkembangan fisik yang menunjang akan membuka

peluang yang lebih besar bagi anak untuk mengeksplor lingkungan sekitarnya.

Dengan melakukan gerakan maka akan melatih kecekatan dan meningkatkan

kesehatan fisik anak.

Perkembangan dapat diukur dengan metode Kuisioner Pra Skrening

Perkembangan. Terdapat empat aspek perkembangan yang dinilai meliputi:

a. Gerak motorik kasar

Gerak motorik kasar ini melibatkan otot besar yang tersebar di tubuh.

Kemampuan anak untuk melakukan pergerakan seperti duduk dan berdiri menjadi

salah satu contoh dari gerak motorik kasar.

b. Gerak motorik halus

Gerak motorik halus lebih memerlukan kecermatan dan koordinasi yang baik.

Gerakan ini hanya melibatkan bagian tubuh tertentu yang dilakukan oleh otot kecil.

Contoh dari gerakan ini yaitu menulis dan menjepit rambut


11

c. Kemampuan berbicara dan berbahasa

Kemampuan anak untuk melakukan komunikasi dengan lawan bicara dan

memberikan respon terhadap suara yang mereka dengar.

d. Kemandirian dan bersosialisasi

Aspek ini berhubungan dengan kemampuan anak untuk melakukan beberapa

hal secara mandiri. Anak mampu untuk makan sendiri dan mampu berinteraksi

dengan teman sebaya tanpa didampingi oleh orang tua. Mereka secara perlahan

telah mampu untuk beradaptasi di lingkungan baru dan terlah terbiasa untuk

membereskan mainan mereka sendiri (Kemenkes RI, 2017).

Dengan adanya KPSP ini diharapkan dapat mendeteksi kelainan atau

keterlambatan bicara pada anak secara dini. KPSP ini dapat digunakan sebagai

acuan hingga anak berusia 6 tahun. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan usia anak

dan dilakukan secara rutin setiap 3 bulan untuk anak berusia kurang dari dua tahun

dan dilakukan setiap 6 bulan sekali hingga anak mencapai usia 6 tahun (Oktiyani,

2015).

3) Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial anak dimulai ketika anak memberikan respon

terhadap stimulus yang diberikan. Anak mulai mengenal dan mendekatkan diri

kepada orang lain selain anggota keluarga yang setiap hari ditemuinya.

Pengetahuan anak akan lebih banyak dan mengalami perkembangan dalam segi

emosi. Meluasnya lingkup interaksi akan menyebabkan anak lebih mudah terpapar

pengaruh dari luar sehingga perlu adanya pengawasan dari orang tua dan guru.

Orang tua menjadi pusat pendidikan pertama yang akan memberikan

pengaruh besar terhadap pola pemikiran dan tumbuh kembang anak di masa

depan. Setiap orang tua harus memahami bagaimana pola asuh yang seharusnya
12

diterapkan untuk anak sesuai dengan usianya. Kepekaan dan pengetahuan dari

orang tua akan menjadi pondasi utama sebelum anak bersosialisasi dengan

lingkungannya (Mainnah, et al, 2021).

Perkembangan emosional yang dimiliki oleh anak harus diperhatikan secara

lebih mendalam oleh orang tua. Perkembangan emosi pada anak harus dikelola dan

diolah dengan baik. Orang tua harus mampu mengarahkan anak untuk memahami

setiap emosi yang mereka rasakan. Komunikasi anak dengan orang tua harus

terjalin dengan baik agar anak dapat menyalurkan setiap perasaan kurang nyaman

yang mereka rasakan. Dengan membiasakan anak berkomunikasi dan terbuka maka

anak diharapkan dapat lebih mampu untuk menempatkan diri ketika berada dalam

lingkungan sosial yang beragam dan dapat mengendalikan emosi yang mereka

rasakan ketika menghadapi sebuah peristiwa yang tidak terduga (Lubis, 2019).

Menurut Djohan kepekaan sosial pada anak dapat dibedakan menjadi tujuh

aspek yaitu (Budyartati, 2015) :

a. Kepekaan anak terhadap perasaan yang dialami orang lain. Anak yang

memiliki rasa peka lebih tinggi akan mengerti bahwa temannya sedang sedih atau

gembira.

b. Anak dapat membedakan emosi atau kesulitan yang sedang mereka rasakan

atau orang lain rasakan. Anak dapat merasakan bahwa orang tua atau temannya

sedang dalam kondisi yang kurang baik namun mereka belum mampu

mengutarakan sesuai dengan yang mereka rasakan. Hal ini terjadi karena anak

masih dalam masa perkembangan.


13

c. Kemampuan untuk memahami dan mengamati permasalahan yang ada di

sekitarnya. Anak adalah pengamat yang baik yang dapat mengerti bagaimana orang

dewasa bertindak menyelesaikan permasalahannya.

d. Anak mampu untuk menyelesaikan kesulitan yang sedang mereka alami.

e. Kemampuan kreativitas anak mulai muncul ketika anak berinteraksi dengan

teman sebaya di lingkungan sekolah.

f. Anak dapat merespon dan mengungkapkan perasaan yang mereka rasakan

yang dapat dilihat dari ekspresi mereka.

g. Anak dapat berinteraksi dengan teman sebaya secara ekspresif dan kreatif.

4) Perkembangan Moral

Perkembangan moral pada anak usia dini masih berada dalam tingkatan

rendah. Keterbatasan pemahaman yang dimiliki anak membuat mereka belum

mampu untuk menerapkan prinsip benar dan salah yang telah melekat dalam

kehidupan. Anak tidak memiliki dorongan untuk mengikuti peraturan karena

mereka belum mengerti manfaat dari adanya peraturan tersebut. Pemahaman moral

anak dapat dilihat dari perilaku kecil seperti anak mulai mengikuti dan dapat duduk

tenang ketika orang tua mereka beribadah (Susanto, 2014).

5) Perkembangan Bahasa

Kemampuan berbahasa anak ditentukan oleh intensitas anak berinteraksi.

Perkembangan bahasa anak usia dini banyak ditentukan oleh kualitas interaksi anak

dengan lingkungannya. Melalui interaksi tersebut, akan diperoleh pengetahuan dan

keterampilan bahasa. Perkembangan bahasa untuk anak usia dini meliputi empat

perkembangan yaitu: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

2.1.4 Pola Asuh

2.1.4.1 Pengertian
14

Pola asuh dapat diartikan sebagai bentuk interaksi antara orang tua dengan

anak mereka. Setiap orang tua memiliki pola dan sikap yang berbeda dalam

membangun interaksi yang sehat dengan anaknya. Sikap orang tua meliputi aturan

dan hadiah yang digunakan untuk menunjukkan ketegasan dan kasih sayang dari

orang tua. Dengan adanya aturan dan hukuman yang diberikan maka anak akan

memberikan perhatian lebih terhadap orang tua (Habibi, 2018).

Pola asuh menjadi kegiatan wajib yang dilakukan oleh orang tua untuk

menumbuhkan keterkaitan emosional antara anak dan orang tua. Pengasuhan akan

menentukan bagaimana kehidupan anak di masa mendatang. Intensitas dari

kehadiran orang tua dalam mendampingi anak ketika berada dalam masa

pertumbuhan akan menentukan kualitas dari anak itu sendiri. Pola asuh dapat

menentukan kesiapan anak dalam menghadapi dunia luar secara mandiri. Dengan

demikian maka pengasuhan terhadap anak harus diperhatikan dengan baik agar

kondisi psikologis dari anak stabil dan anak siap bersosialisasi (Sutanto, 2019).

Pola asuh merupakan bagian dari interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak

mulai dari cara dan perilaku orang tua ketika memberikan perhatian kepada anak

dan perilaku orang tua dalam memperlakukan orang yang ada di dekatnya

(Madyawati, 2017).

Keluarga adalah kelompok sosial terkecil dimana orang tua memiliki peran

sebagai seorang pemimpin. Orang tua harus mampu mengarahkan dan

mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh anaknya agar dapat memberikan

manfaat yang baik bagi masa depan mereka. Tugas orang tua tidaklah mudah

sehingga orang tua harus terbuka terhadap setiap hal dan harus mau belajar

memahami dunia anak mereka (Murdoko,2017).

2.1.4.2 Jenis Pola Asuh Orang Tua


15

1. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang bersikap rasional dan tidak

memiliki keraguan dalam mengendalikan anak. Kepentingan anak menjadi

prioritas utama orang tua. Orang tua dapat memahami bahwa setiap anak

memiliki kemampuan yang berbeda dan memberikan kebebasan kepada anak

untuk memilih dan mengambil keputusan sesuai minat mereka ( Madyawati,

2017).

Orang tua dengan pola asuh demokratis cenderung menganggap hak dan

kewajiban anak sederajat. Dalam memecahkan setiap persoalan yang terjadi

biasanya orang tua akan memilih untuk berdiskusi secara terbuka dengan anak

dan menggunakan bahasa yang baik tanpa ada rasa penghakiman terhadap anak

(Habibi, 2018).

Orang tua memiliki peran sebagai penentu aturan dalam keluarga yang

sifatnya terikat dan wajib diikuti oleh seluruh anggota keluarga. Dalam pola asuh

demokratis meskipun peraturan tersebut dibuat sepenuhnya oleh orang tua namun

anak memiliki hak untuk bertanya terkait dengan alasan aturan tersebut dibuat.

Anak juga bisa mengajukan keberatan dan keluh kesah terhadap peraturan yang

telah dibuat. Kasih sayang dan kedisiplinan yang ditunjukkan oleh orang tua tetap

berjalan seimbang (Ayu, 2016 dalam Sutanto dan Ari, 2019:14).

2. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung berusaha untuk

mengendalikan dan melakukan evaluasi terhadap perilaku anak. Pola pengasuhan

ini seringkali menerapkan sistem hukuman. Orang tua akan lebih sering menolak

anak dan memaksa anak untuk patuh terhadap peraturan yang telah dibuat

(Widyarini, 2013).
16

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang menetapkan aturan secara ketat

yang harus dituruti oleh anak. Orang tua akan memberikan hukuman atau

ancaman untuk anak agar mengikuti apa yang mereka mau. Anak seringkali

merasa dipaksa dan komunikasi hanya bersifat satu arah (Madyawati, 2017).

Dalam pola asuh otoriter ini terdapat beberapa ciri salah satunya yaitu orang tua

menjadi pusat dalam proses interaksi yang seharusnya terjadi secara dua arah.

Orang tua cenderung bersikap keras dan memaksa kemauan mereka meskipun

kurang sesuai dengan keinginan anak. Orang tua akan memaksa anak untuk

mengonsumsi makanan yang menurut mereka sangat penting untuk proses

pertumbuhan yang biasanya disertai dengan kalimat ancaman. Anak lebih sering

merasa tertekan dan tidak memiliki kemandirian dalam mengambil keputusan

seperti memilih makanan yang mereka suka (Chakra, 2013 dalam Damanik,

2018).

Peraturan yang dibuat oleh orang tua biasanya tidak disertai dengan alasan

yang jelas mengapa peraturan tersebut dibuat. Anak juga tidak memiliki

kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan mengutarakan keberatan mereka

terhadap peraturan yang telah dibuat oleh orang tua mereka. Pola asuh otoriter

memiliki sifat yang memaksa dan cenderung mengikuti kemauan orang tua. Jika

peraturan yang telah dibuat tidak ditaati oleh anak maka orang tua akan

memberikan hukuman baik secara verbal maupun non verbal (Ayu, 2016).

3. Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif adalah pola asuh yang membebaskan anak untuk

melakukan segala sesuatu yang mereka suka dan cenderung tidak ada hukuman

atau teguran. Orang tua dengan tipe ini lebih disukai anak karena mereka dapat

dengan bebas melakukan apa yang mereka suka (Madyawati, 2017).


17

Dalam pola asuh permisif biasanya tidak ada sistem hukuman ketika anak

melakukan sebuah kesalahan. Namun anak juga tidak diberikan pujian ketika

dapat memperoleh prestasi atau telah melakukan sebuah kebaikan. Orang tua

memberikan kebebasan secara penuh terhadap perilaku anak dan cenderung

bersikap pasif. Kemauan anak akan berusaha dituruti oleh orang tua dan orang tua

tidak menegakkan otoritasnya sebagai seorang pemimpin dan pembimbing dalam

keluarga (Ayu, 2016).

2.1.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua Pada Anak

Terdapat beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap perbedaan pola

asuh pada anak antara lain sebagai berikut (Sutanto dan Ari, 2019:16-18):

1. Status Sosial Ekonomi

Pola asuh yang dilakukan orang tua dalam keluarga bergantung pada

status ekonomi dan sosial. Orang tua dengan status sosial ekonomi menengah

ke atas akan lebih perhatian terhadap pengembangan diri anak dan

kecerdasan intelektual. Biasanya ketika anak tumbuh dengan kecerdasan

yang baik bahkan sejak usia dini maka di sisi lain aka nada rasa kurang bebas

karena anak merasa terus dipantau.

2. Pendidikan Orang Tua

Pendidikan dan pengalaman orang tua memberikan pengaruh yang besar

terhadap pola asuh anak. Kesiapan mental dan kebijaksaan dalam mengambil

sikap menjadi pondasi paling penting untuk membentuk anak yang sehat jiwa

dan raga. Lingkungan yang selalu mengalami perubahan memaksa orang tua

untuk aktif dan terus belajar mengikuti perkembangan. Hal ini dilakukan agar

anak dan orang tua siap menghadapi dunia yang sebenarnya di masa depan.

Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam mengasuh anak sangat


18

diperlukan sehingga anak dapat tumbuh secara optimal. Orang tua yang

menempuh pendidikan tinggi biasanya lebih berwibawa dalam menerapkan

pola asuh. Namun orang tua yang cenderung memanjakan anaknya biasanya

menempuh pendidikan menengah (Kashahu., 2014).

3. Usia Orang Tua

Rentang usia tertentu adalah baik untuk menjalankan peran

pengasuhan. Bila terlalu muda atau terlalu tua, maka tidak akan dapat

menjalankan peran-peran tersebut secara optimal karena diperlakukan

kekuatan fisik dan psikososial.

4. Lingkungan

Lingkungan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap

perkembangan anak. Perkembangan teknologi yang sangat cepat membuat

anak lebih mudah terpapar. Saat ini manusia sangat bergantung dengan

keberadaan teknologi terutama gadget (Pebriana, 2017). Hal tersebut

akhirnya ikut memberikan perubahan terhadap pola asuh orang tua terhadap

anaknya. Intensitas dan kehadiran orang tua dalam mendampingi

pertumbuhan anak akan meningkatkan masa depan anak menjadi lebih baik

dari seharusnya (Yakhnich, 2016).

2.2 Smartphone

2.2.1 Pengertian

Smartphone adalah perangkat telepon yang dapat terhubung dengan internet.

Dalam satu perangkat smartphone memiliki beragam fungsi yang sifatnya

memudahkan manusia. Salah satu fitur yang ada dalam smartphone yaitu PDA atau

Personal Digital Assistant. Kalender dan buku alamat menjadi fitur yang harus ada

dalam setiap smartphone (Gary B, 2007). Smartphone atau ponsel pintar adalah
19

teknologi yang memungkinkan proses komputasi dan dapat menyesuaikan dengan

kegiatan yayng dilakukan manusia. Jangkauan dari smartphone ini sangat luas dan

tidak terbatas oleh suatu wilayah (Istiyanto, 2013: 3).

Smartphone adalah salah satu perangkat yang berfungsi sebagai perantara

komunikasi antar manusia. Telepon ini berguna untuk mengirim dan menerima

pesan . Smartphone memiliki sistem seperti stasiun radio yang memancarkan dan

menerima sinyal. Dengan kesamaan frekuensi dan nomor smartphone yang sesuai

maka manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lain tanpa harus berpindah

tempat (Guy Klemens, 2010). Smartphone adalah perangkat yang memiliki

kemampuan menyerupai komputer. Belum ada stadar yang pasti untuk menjelaskan

smartphone. Perangkat lunak dengan sistem operasi yang lebih sederhana ini

menyediakan beberapa kebutuhan yang sifatnya mendasar. (Intan, 2017)

2.2.2 Jenis smartphone

a. Android

Android adalah perangkat seluler layar sentuh yang meliputi smartphone dan

tablet. Sistem operasi dari android ini bersifat terbuka atau open source dan

berbasis linux. Android resmi dirilis pada tahun 2007 dan dikembangkan oleh

Android.inc. Pada tahun 2005 google membeli Android.inc. setelah sebelumnya

bertindak sebagai investor (Salbino, 2014: )

b. iOS

iOS adalah sistem operasi yang memiliki beberapa kesamaan dengan android

namun hanya bersifat terbatas. Perangkat ini dikembangkan dan didistribusikan

oleh Apple Inc. Karena Apple ingin produknya memiliki kualitas yang terjaga

sehingga penggunaan sistem iOS ini hanya diperuntukkan bagi pengguna produk
20

Apple saja. Untuk perangkat keras yang tidak diproduksi oleh Apple tidak dapat

menggunakan sistem ini (Salbino, 2015).

c. Blackberry OS

Sistem perangkat lunak yang digunakan oleh smartphone dengan merk dagang

blackberry ini sempat menjadi buruan dari masyarakat dunia. Produk ini diproduksi

oleh perusahaan Bernama RIM. Blackberry memiliki aplikasi untuk mengirim

pesan pribadi. Keunggulan dari aplikasi tersebut yaitu lebih mudah digunakan

terutama untuk kalangan anak muda yang hendak mengirim file atau foto (Hidayat,

2009).

2.2.3 Fungsi dan Manfaat Penggunaan Smartphone

Smartphone mempunyai fungsi dan manfaat yang saling terhubung

berdasarkan kegunaanya. Menurut (Chusna, 2017) secara umum fungsi dan

manfaat smartphone yaitu :

a. Komunikasi

Pada saat ini komunikasi bisa dijangkau dengan cepat, mudah, praktis dan

lebih efisien memakai smartphone. Dibandingkan pada saat masa lalu cuma

berkomunikasi melewati batin, setelah itu berkembang melalui tulisan tangan

yang dikirim melewati surat.

b. Sosial

Smartphone mempunyai banyak fungsi dan aplikasi yang sesuai, supaya

pemakai bisa bisa saling berbagi berita, kabar dan cerita. Oleh karena itu, melalui

pengguna ini bisa mengenal teman baru, menjalin kerabat yang jauh, tidak perlu

menghabiskan waktu yang lama untuk berbagi kabar.

c. Pendidikan
21

Mencari ilmu bukan hanya berfokus pada buku, tetapi juga melewati gadget

kita bisa memperoleh segala macam ilmu pengetahuan yang orang butuhkan,

seperti ilmu politik, pendidikan dan ilmu pengetahuan secara umum ataupun

agama tidak perlu pergi ke perpustakaan yang sulit ditempuh.

2.2.3 Faktor yang mempengaruhi kecanduan smartphone pada anak menurut

(Fadilah, 2015 )

a. Tampilan fitur pada smartphone

Tampilan dan berbagai hal yang ada di smartphone membuat anak lebih

mudah tertarik. Permainan dan youtube menjadi bagian yang paling digemari

oleh anak.

b. Kecanggihan dari smartphone

Kecanggihan yang diusung oleh teknologi terutama smartphone membuat

anak penasaran dan menarik perhatian mereka

c. Lingkungan

Lingkungan memberikan pengaruh yang besar terutama pada perkembangan

anak. Pergaulan dengan teman sebaya menjadikan anak lebih mudah untuk

terpapar smartphone.

2.2.4 Dampak Penggunaan Smartphone

Menurut Iswidharmanjaya (2014) penggunaan teknologi terutama

smartphone memiliki dampak yang positif dan negatif bagi anak-anak.

Dampak positif diantaranya yaitu :

a. Merangsang anak untuk mengikuti perkembangan teknologi


22

Penggunaan smartphone pada anak terjadi karena perkembangan dan

perubahan yang terjadi di lingkungan tempat anak berkembang. Penggunaan

smartphone pada anak akan membuat anak lebih cepat belajar dan dapat

mengikuti perkembangan teknologi. Namun hal ini tetap disesuaikan dengan

kondisi perekonomian keluarga. Status ekonomi memberikan pengaruh yang

cukup besar terhadap perkembangan anak dalam menghadapi gempuran

teknologi.

b. Mendukung aspek akademis

Dengan adanya teknologi membuat anak lebih mudah dalam mengerjakan

tugas yang diberikan. Anak tidak perlu bersusah payah untuk membaca banyak

buku karena semua hal telah ada dalam satu perangkat yaitu smartphone.

c. Meningkatkan kemampuan berbahasa

Saat ini telah banyak game online yang beredar di masyarakat. Bahasa yang

digunakan dalam game tersebut biasanya menggunakan bahasa inggris. Hal ini

akhirnya merangsang anak untuk berpikir dan menambah kosa kata baru untuk

mereka. Anak secara tidak langsung dituntut untuk mampu memahami bahasa

yang digunakan dalam permainan tersebut agar bisa menyelesaikan permainan.

Dampak negatif diantaranya yaitu:

a. Perilaku Emosi

Batas maksimal untuk anak bermain gadget terutama smartphone adalah

dua jam. Ketika anak bermain smartphone lebih dari dua jam biasanya anak akan

lebih mudah emosi. Apabila gadget tersebut diambil maka anak akan marah atau

menangis secara berlebihan (Jarot Wijanarko 2016).

Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Permatasari

(2017) yang berjudul “Dinamika Perilaku Agresif Anak yang Bermain Game
23

Pada Anak Kelompok B4” di TK Aba Wonocatur Banguntapan Bantul diperoleh

hasil bahwa anak akan lebih sering berperilaku agresif dan sulit untuk

mengendalikan diri mereka. Hal ini terjadi karena anak telah memiliki kebiasaan

bermain yang sifatnya memukul dan menendang. Adegan perkelahian yang ada di

game online memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak.

b. Perilaku Sosial

Menggunakan smartphone tanpa adanya batasan waktu akan mengubah anak

menjadi antisosial. Durasi yang panjang dan intensitas bermain yang tinggi akan

membuat anak terbiasa mengabaikan hal yang ada di dekatnya. Mereka tidak

mengerti bagaimana cara bersosialisasi yang baik dengan orang lain. Hal ini akan

sangat mengganggu perkembangan anak karena emosi yang dimiliki tidak akan

terbentuk secara sempurna. Sosialisasi harus dikenalkan sejak dini agar anak lebih

siap dalam menghadapi segala hal yang mungkin terjadi di masa depan (Romo,

2013).

c. Perilaku Malas

Menurut studi yang dilakukan para ahli dari University of Virginia, Amerika

Serikat diperoleh hasil bahwa siswa pada usia prasekolah yang bermain gadget

dalam kurun waktu 3 jam setiap harinya akan mengalami resiko obesitas lebih

besar yaitu sebesar 30%. Seperti diketahui bahwa obesitas pada anak akan

meningkatkan untuk munculnya penyakit seperti stroke dan penyakit jantung

yang akhirnya akan menurunkan angka harapan hidup. Dalam beberapa penelitian

juga menunjukkan bahwa semakin sering seseorang terpapar smartphone maka

otak akan lebih banyak melepaskan dopamin.

d. Perilaku Tidur
24

Penelitian yang dilakukan oleh The Seattle Children Institute di Amerika

dengan responden sebanyak 2050 anak menyatakan bahwa kegiatan menonton

sebuah acara melalui smartphone atau televisi pada anak usia 3 hingga 5 tahun

lebih dari jam 7 malam akan mengakibatkan anak kesulitan tidur dan mengalami

mimpi buruk. Selain itu anak juga akan mengalami kelelahan saat bangun dan

akan lebih mudah emosi di pagi hari karena tidurnya yang kurang nyaman.

Penulis studi Jennifer Falbe dari Sekolah Kesehatan Masyarakat di Universitas

California, Berkeley menyatakan bahwa anak harus dibiasakan untuk tidu secara

optimal dan berkualitas. Tidur yang cukup dan berkualitas akan memberikan

pengaruh yang besar terhadap perkembangan dan kesehatan anak.


BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Konseptual

Jenis
kelamin orang Faktor yang mempengaruhi Jenis kelamin
tua penggunaan smartphone anak
Usia orang pada anak usia dini Usia anak
tua Pergaulan
Pendidikan
orang tua
Pola asuh
Pengetahuan anak
terhadap teknologi
Pengetahuan orang tua
terhadap teknologi

Kemampuan anak
menggunakan
smartphone
Pembatasan
penggunaan

Meningkatnya intensitas
Meningkatnya intensitas penggunaan smartphone
penggunaan smartphone

Kecanduan smartphone
Kecanduan smartphone

Gangguan tidur
Obesitas
Gangguan
penglihatan

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Keterangan :
Diteliti Yang mempengaruhi
Tidak diteliti

25
26

3.2. Penjelasan Kerangka Penelitian

Meningkatnya intensitas penggunaan smartphone pada anak usia dini yang

akhirnya menyebabkan anak kecanduan disebabkan oleh beberapa aspek salah

satunya yaitu jenis kelamin orang tua,usia orang tua, pendidikan orang tua, pola

asuh orang tua. Kemampuan orang tua dalam membimbing dan mengawasi anak

menjadi hal yang penting untuk diperhatikan untuk menghindarkan anak dari

kecanduan smartphone. Selain itu jenis kelamin anak, usia anak, pergaulan anak

juga memberikan pengaruh yang besar terhadap kemampuan anak dalam

mengoperasikan smartphone.

3.3. Hipotesis Penelitian

a. Ada pengaruh jenis kelamin anak terhadap adiksi dan intensitas penggunaan

smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo

Surabaya.

b. Ada pengaruh jenis kelamin orang tua terhadap adiksi dan intensitas

penggunaan smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr.

Soetomo Surabaya

c. Ada pengaruh usia anak terhadap adiksi dan intensitas penggunaan smartphone

pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

d. Ada pengaruh usia orang tua terhadap adiksi dan intensitas penggunaan

smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo

Surabaya.

e. Ada pengaruh pendidikan orang tua terhadap adiksi dan intensitas penggunaan

smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo

Surabaya.
27

f. Ada pengaruh pergaulan anak terhadap adiksi dan intensitas penggunaan

smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo

Surabaya.

g. Ada pengaruh pola asuh orang tua terhadap adiksi dan intensitas penggunaan

smartphone pada anak usia dini di PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo

Surabaya.
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

4.1.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik dalam bentuk

observasional. Penelitian analitik observasional merupakan suatu pengamatan atau

pengukuran yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan

itu terjadi tanpa dilakukan manipulasi atau intervensi apapun kemudian dilakukan

analisis (Notoatmodjo, 2012).

4.1.2 Rancangan Penlitian

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu cross-sectional.

Penelitian ini menggunakan cross-sectional karena antara sebab dan akibat diukur

pada waktu yang sama dan tidak diketahui sebab mendahului akibat atau

sebaliknya. Penelitian cross-sectional menekankan waktu pengukuran atau

observasi data variabel independen dan variabel dependen hanya dilakukan satu

kali (Nursalam, 2008).

4.2 Populasi, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

4.2.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah anak usia 1-6 tahun di PAUD dan KB RSUD Dr.

Soetomo Surabaya.

4.2.2 Sampel Penelitian

28
29

Sampel dalam penelitian ini adalah anak usia 1-6 tahun yang menjadi siswa

aktif di PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan kriteria inklusi dan

eksklusi sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi

a. Anak usia 1-6 tahun

b. Pernah menggunakan smartphone

c. Bersekolah di PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo

d. Bersedia menjadi responden dengan persetujuan orang tua atau

pengasuh

2. Kriteria eksklusif

a. Memiliki riwayat penyakit yang dapat mempengaruhi

perkembangan bicara dan bahasa (otitis media, tuli, dan gangguan

penglihatan).

b. Anak dengan cacat kongenital (Sindrom down, palatoschizis,

labioschisis, hipotiroid, dan kelainan genetik lain)

4.2.3 Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah anak berusia 1-6 tahun yang

bersekolah di PAUD dan KB di RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang memenuhi

kriteria inklusi. Besar sampel dihitung sesuai dengan rumus besar sampel cross

sectional karena belum diketahui besar populasi secara pasti. Rumus besar

sampel adalah sebagai berikut :


2
Z 2 apq Z p (1− p)
n= =
d2 d
2

n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan

Z = Score Z, berdasarkan nilai α yang diinginkan (1,96)

p = 0,05
30

d = deviasi 10% (0,1)

2
Z p(1−p)
n=
d2

( 1,96 )2 0,5(1−0,5)
n=
(0,1)2
3,8416 (0,25)
n=
0,01
n=96,04 ≈ 96
Berdasarkan perhitungan tersebut,, maka jumlah responden yang ikut

serta dalam penelitian adalah sebanyak 96 orang

4.2.4 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel diambil dengan teknik purposive consecutive sampling

selama periode bulan Juli hingga September 2023.

Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive

consecutive Sampling. Purposive Sampling adalah suatu teknik penetapan

sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang

dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam peneitian), sehingga sampel

tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya

(Nursalam, 2011).

Sedangkan Consecutive sampling adalah cara pengambilan sampel

yang dilakukan dengan cara memilih sampel yang memenuhi kriteria

penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumah sampel terpenuhi

(Hidayat, 2009). Kurun waktu pengambilan sampel dalam penelitian ini

selama 2 bulan. Dalam pemilihan sampel pen eliti membuat kriteria bagi

sampel yang diambil. Sampel yang diambil berdasarkan pada kriteria inklusi

dan kriteria eksklusi, yaitu karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau

layak untuk diteliti.


31

4.3 Variabel yang diteliti

a. Variabel bebas : Jenis kelamin anak, jenis kelamin orang tua, usia orang tua,

pendidikan orang tua, pergaulan anak, pola asuh orang tua

b. Variabel terikat : Intensitas dan adiksi penggunaan smartphone terhadap anak

usia dini

4.4 Definisi Operasional

Tabel 4.4 Definisi operasional faktor yang mempengaruhi penggunaan smartphone

pada anak usia dini

No Variabel Definisi Operasional Teknik Instrumen Skala

pengumpulan data

data

1 Jenis Menurut Hungu jenis Wawancara Kuesioner Nominal

Kelamin kelamin adalah perbedaan

antara perempuan dengan

laki-laki secara biologis

sejak seorang itu

dilahirkan. Perbedaan

biologis dan fungsi

biologis laki-laki dan

perempuan tidak dapat

dipertukarkan diantara

keduanya (2016).

2 Usia Umur adalah lama waktu Wawancara Kuesioner Ratio

hidup atau sejak seseorang


32

dilahirkan (KBBI, 2016)

3 Pendidikan Pendidikan adalah Wawancara Kuesioner Nominal

kegiatan yang bertautan

dan berguna untuk

meningkatkan kemampuan

seseorang dalam

memecahkan suatu

masalah kehidupan.

Pendidikan terdiri dari

berbagai unsur yang saling

berikatan (Sutrisno, 2016)

4 Pergaulan Hidup berteman atau Wawancara Kuesioner Ordinal

bersahabat yang menjadi

cara seseorang untuk

berinteraksi dengan

lingkungannya (KBBI)

5 Pola Asuh Pola asuh dapat diartikan Wawancara Kuesioner Nominal

sebagai metode yang

digunakan oleh orang tua

untuk mendidik anak yang

diterapkan dalam

kehidupan disertai dengan

beberapa aturan. Sistem

atau cara tersebut biasanya


33

meliputi cara mengasuh

dan membimbing anak.

Setiap keluarga tentunya

memiliki pola asuh yang

berbeda. (Alfiana, 2013)

6 Intensitas Tingkat pengulangan Wawancara Kuesioner Ordinal

terhadap kegiatan yang

sama yang dilakukan oleh

seseorang disertai dengan

rasa senang tanpa adanya

paksaan terhadap kegiatan

tersebut (Yuniar dan

Nurwidawati, 2013)

7 Adiksi Kejangkitan suatu Wawancara Kuesioner Ratio

kegemaran hingga lupa

hal-hal yang lain atau

ketagihan akan sesuatu

hingga menjadi

ketergantungan pada obat-

obatan, minuman, dan

sebagainya (KBBI)

4.5. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.5.1. Lokasi Penelitian


34

Lokasi penelitian adalah PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo Surabaya

4.5.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini adalah selama bulan Juli hingga September 2023.

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan

metode wawancara.

4.7 Prosedur Pengambilan dan Pengolahan Data

4.7.1 Prosedur pengambilan data

Pertama peneliti akan menyusun proposal penelitian berjudul

“FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN SMARTPHONE

PADA ANAK USIA DINI”. Setelah disetujui, peneliti meminta izin dari

Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga untuk memperoleh

laik etik dalam melakukan penelitian dan pengambilan data. Setelah

menetapkan besar sampel minimal dari populasi maka subjek penelitian akan

diberi penjelasan mengenai tujuan, prosedur, apa yang diharapkan dari subjek

dalam penelitian ini, waktu yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan,

manfaat dan risiko penelitian serta tindakan peneliti untuk mengurangi risiko,

penjaminan kerahasiaan data yang diperoleh. Selanjutnya subjek diminta untuk

menandatangani informed consent secara sadar dan sukarela. Kemudian

peneliti akan mengambil data primer dengan metode wawancara terhadap

orang tua dan anak yang memenuhi kriteria inklusi. Data yang telah didapat

kemudian dianalisa lebih lanjut.

4.7.2 Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data melalui proses

sebagai berikut :
35

1. Editing

Pada tahap editing akan dilakukan pengecekan kelengkapan data identitas dari

pengisi dan pemeriksaan jawaban untuk mengindari pengukuran yang salah.

Apabila editing dilakukan dengan baik maka akan mempercepat proses

pengolahan data (Notoatmodjo, 2010).

2. Scoring

Scoring adalah proses pemberian skor untuk pada data yang telah dikumpulkan

berdasarkan dengan kriteria yang telah ditetapkan (Adiputra, 2021)

3. Coding

Tahapan coding ini berguna untuk mengubah data yang awalnya berbentuk

huruf menjadi data berbentuk angka. Data yang ada kemudian diberi kode agar

dapat diproses sehingga lebih mudah untuk dianalisa (Sugiyono, 2012).

4. Tabulating

Tabulating adalah proses pengolahan data yang dilakukan dengan

memasukkan data ke dalam tabel agar lebih terstruktur. Dengan memasukkan

data ke dalam tabel maka proses perhitungan dapat dilakukan secara lebih mudah

dan lebih spesifik (Gahayu,2015)

4.8. Analisis Data

Data yang telah diperoleh dilakukan analisa secara deskriptif untuk

mengetahui distribusi frekuensinya. Data distribusi frekuensi yang didapat

akan disajikan dengan menggunakan tabel yang kemudian dianalisis dengan

menggunakan uji binary multiple regression untuk melihat dan membuktikan

hubungan antar variabel. Analisis data menggunakan software IBM SPSS

Statistics 2.0 for Window. Hasil pengujian hipotesis dinyatakan bermakna

apabila p<0,05.
36

4.9. Etika penelitian

Responden yang berpartisipasi pada penelitian ini dalam pengisian

kuesioner diberi jaminan kerahasiaan terhadap data yang diberikan dan berhak

untuk menolak menjadi responden. Sebelum melakukan penelitian, terlebih

dahulu responden diberi information for consent kemudian diberi informed

consent untuk ditandatangani dengan legalitas persetujuan.


37

4.10. Alur Penelitian

Judul Penelitian:
Faktor yang mempengaruhi penggunaan
smartphone pada anak usia dini

Ethical clearance dari Komite Etik Penelitian FK UNAIR

Anak umur 1 tahun hingga 6 tahun yang bersekolah di


PAUD dan KB RSUD Dr. Soetomo

Inklusi dan eksklusi

Informed consent dari orang tua

Kuesioner penggunaan
smartphone pada anak usia dini

Analisis data

Laporan hasil penelitian

Gambar 4. 1 Alur Penelitian


38

Daftar Pustaka:

Pradana, Y.A., Famukhit, M.L. and Nurhayati, N. (2021). Analisis Dampak

Penggunaan Gadget Pada Anak Usia Dini Studi Kasus Paud Permata Ibu

Jatirejo. Jurnal Proyeksi Pendidikan Informatika, [online] 1(02), pp.94–99.

Available at:

https://ejournal.stkippacitan.ac.id/ojs3/index.php/jppi/article/view/543

[Accessed 4 May 2023].

Sri, N., Mulyadi, S., Studi, P., Upi, P. and Tasikmalaya, K. (2021). ANALISIS

PENGGUNAAN GADGET PADA ANAK USIA DINI. [online] 5(2), pp.202–

210. Available at:

https://ejournal.upi.edu/index.php/agapedia/article/download/40743/17075.

Siregar, I. (2022). TILA: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini DAMPAK

PENGGUNAAAN GADGET PADA ANAK USIA DINI STUDI KASUS

PADA ANAK USIA DINI DESA SIOLIP. Irma Siregar, [online] 2(1).

Available at: https://jurnal.stain-madina.ac.id/index.php/tila/article/download/

757/682/ [Accessed 4 May 2023].

Miranti, P. and Putri, L.D. (2021). Waspadai Dampak Penggunaan Gadget Terhadap

Perkembangan Sosial Anak Usia Dini. Jendela PLS, 6(1), pp.58–66.

doi:https://doi.org/10.37058/jpls.v6i1.3205.

Irsyadillah, N., Putri, R., Rindri, M., Amori, B., Wati, S., Safira, A., Afrianti, M.,

Haidlor, A., Afandi, P., Fkip, U., Jember, J., Kalimantan, Kunci, K., Anak and

Dini, U. (2022). EFEK PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI


39

DALAM PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI (Effects Of The Use Of

Information Technology In Early Children’s Learning). Journal Of Early

Childhood Education And Research, [online] 3(01). Available at:

https://jurnal.unej.ac.id/index.php/ECEJ/article/download/28558/11456

[Accessed 5 May 2023].

Pangastuti, Ratna (2017). Fenomena Gadget dan Perkembangan Sosial Bagi Anak

Usia Dini. Indonesian Journal Of : Islamic Early Childhood Education,

Volume 2, No.2, PISSN: 2541-2418, E-ISSN: 2541-2434Sunita, “Pengawasan

Orangtua Terhadap Dampak Penggunaan Gadget Pada Anak”, Jurnal

Enduranc: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, (Vol. 3, No. 3, tahun 2018)

hlm. 510-514.

Intan Permatasari, “Peran Orang Tua Mencegah Dampak Negatif Gadget Melalui

Pendekatan Komunikasi dan Psikologi”, Indonesian Journal of Islamic

Psychology, (Vol. 2, No. 2, tahun 2020), hlm.268-269.

Novianti, R., & Meyke , G. (2020). Penggunaan Gadget pada Anak Usia Dini;

Tantangan Baru Orang Tua Milenial. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak

Usia Dini, 4(2), 1000- 1010.

Anggrasari, A. P., & Rahagia, R. (2020). PENGARUH PENGGUNAAN GADGET

TERHADAP PERKEMBANGAN BICARA DAN BAHASA ANAK USIA 3-

5TAHUN. Indonesian Journal Of Professional Nursing, 1(1), 18-24.

Nugraha, A., Izah, N., Nurul Hidayah, S., Zulfiana, E., & Qudriani, M. (2019). The

effect of gadget on speech development of toddlers. Journal of Physics:


40

Conference Series, 1175(1), 12203. https://doi.org/10.1088/1742-

6596/1175/1/012203

Rashid, S.M.M., Mawah, J., Banik, E., Akter, Y., Deen, J.I., Jahan, A., Khan, N.M.,

Rahman, M.M., Lipi, N., Akter, F., Paul, A. and Mannan, A. (2021).

Prevalence and impact of the use of electronic gadgets on the health of

children in secondary schools in Bangladesh: A cross-sectional study. Health

Science Reports, [online] 4(4), p.e388. doi:https://doi.org/10.1002/hsr2.388.

Jusoff, K., & Sahimi, N. N. (2009). Television and Media Literacy in Young Children:

Issues and Effects in Early Childhood. International Education Studies, 2(3),

151–157. https://doi.org/10.5539/ies.v2n3p151

Ponti, M., Bélanger, S., Grimes, R., Heard, J., Johnson, M., Moreau, E., … Williams,

R. (2017). Screen time and young children: Promoting health and development

in a digital world. Paediatrics and Child Health (Canada), Vol. 22, pp. 461–

477. https://doi.org/10.1093/pch/pxx123

Rideout, V. J., Vandewater, E. A., & Wartella, E. A. (2003). Zero to Six Electronic

media in the lives of infants, toddlers and preschoolers. Kaiser Family

Foundation, 1–40.

Rowan, C. (2013). The impact of technology on child sensory and motor

development. Retrieved March, 10, 2017.

Przybylski, A. K., & Weinstein, N. (2017). A Large-Scale Test of the Goldilocks

Hypothesis: Quantifying the Relations Between Digital-Screen Use and the

Mental Well-Being of Adolescents. Psychological Science, 28(2), 204–215.

https://doi.org/10.1177/0956797616678438
41

Ruangdaraganon, N., Chuthapisith, J., Mo-suwan, L., Kriweradechachai, S.,

Udomsubpayakul, U., & Choprapawon, C. (2009). Television viewing in Thai

infants and toddlers: Impacts to language development and parental

perceptions. BMC Pediatrics, 9(1), 34. https://doi.org/10.1186/1471-2431-9-34

M, S. (2017). The Impact of using Gadgets on Children. Journal of Depression and

Anxiety, 07(01). https://doi.org/10.4172/2167-1044.1000296

Davie, M., & Firth, A. (2019). The health impacts of screen time: a guide for

clinicians and parents. In Royal College of Paediatrics and Child Health.

Retrieved from

https://www.rcpch.ac.uk/sites/default/files/2018-12/rcpch_screen_time_guide_

_final.pdf

Duch, H., Fisher, E.M., Ensari, I. and Harrington, A. (2013). Screen time use in

children under 3 years old: a systematic review of correlates. International

Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity, [online] 10(1), p.102.

doi:https://doi.org/10.1186/1479-5868-10-102.

Kaur, N., Gupta, M., Malhi, P. and Grover, S. (2019). Screen Time in Under-five

Children. Indian Pediatrics, [online] 56(9), pp.773–788. Available at:

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31638012/.

Byrne, R., Terranova, C.O. and Trost, S.G. (2021). Measurement of screen time

among young children aged 0–6 years: A systematic review. Obesity Reviews,

22(8). doi:https://doi.org/10.1111/obr.13260.
42

Fasli Jalal, Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departemen

Pendidikan Nasional, disampaikan pada acara Orientasi Tehnis Proyek

Pengembangan Anak Dini Usia, 2002.

Khaironi, Mulianah. (PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI) Mulianah Khaironi

Perkembangan Anak Usia Dini. No. 1, 2018, pp. 1–12, e-

journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/jga/article/download/739/590. Accessed

20 May 2023.

Robinson, Maria. (2008). Child Development from Birth to Eight A Journey Through

The Early Years. 6-10 Kirby Street: The McGrowHill Companies.

Konishi, Haruka, et al. (2014). Six Principles of Language Development: Implications

for Second Language Learners. Developmental Neuropsychology, 39 (5), 404–

420. Diakses pada 13 April 2018 dari http://kathyhirsh pasek.com/wp-

content/uploads/2015 /08/Six-Principles-of-

LanguageDevelopment_Implications-forSecond-Language-Learners.pdf.

Henniger, M.L. 2009. The Importance of Motor Skills. Pearson Allyn Bacon Prentice

Hall. Diakses pada 13 April 2018 dari https://www.education.

com/reference/article/importancemotor-skills/ Updated on Jul 20, 2010

Talango, Sitti Rahmawati. “KONSEP PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI.”

Early Childhood Islamic Education Journal, vol. 1, no. 1, 25 Mar. 2020, pp.

92–105, https://doi.org/10.54045/ecie.v1i1.35. Accessed 24 Oct. 2022.

Rusianah,”Meningkatkan Kemampuan Bahasa Indonesia Anak Usia Dini Melalui

Metode Bercerita” ,Vol.1,No.3,(2015/2016),67

Suryadi, Teori Pembelajaran Anak Usia Dini (Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Offset, 2017), 126


43

Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini :Pengantar Dalam Berbagai

Aspeknya, (Jakarta: Kencana, 2011),73

Abu Achmadi dan Cholid Narkubo, Metode Penelitian (Jakarta: PT. Bumi Aksara,

2005), hlm. 85.

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

1993), hlm. 104-105.

Radesky, J.S., Weeks, H.M., Ball, R., Schaller, A., Yeo, S., Durnez, J., Tamayo-Rios,
M., Epstein, M., Kirkorian, H., Coyne, S. and Barr, R. (2020). Young
Children’s Use of Smartphones and Tablets. Pediatrics, [online] 146(1).
doi:https://doi.org/10.1542/peds.2019-3518.

Girela-Serrano, B.M., Spiers, A.D.V., Ruotong, L., Gangadia, S., Toledano, M.B. and
Di Simplicio, M. (2022). Impact of mobile phones and wireless devices use on
children and adolescents’ mental health: a systematic review. European Child
& Adolescent Psychiatry. doi:https://doi.org/10.1007/s00787-022-02012-8.

Morris, A.J., Filippetti, M.L. and Rigato, S. (2022). The impact of parents’
smartphone use on language development in young children. Child
Development Perspectives, 16(2), pp.103–109.
doi:https://doi.org/10.1111/cdep.12449.

Papadopoulou, E., Haugen, M., Schjølberg, S., Magnus, P., Brunborg, G., Vrijheid,
M. and Alexander, J. (2017). Maternal cell phone use in early pregnancy and
child’s language, communication and motor skills at 3 and 5 years: the
Norwegian mother and child cohort study (MoBa). BMC Public Health, 17(1).
doi:https://doi.org/10.1186/s12889-017-4672-2.

Park, S.-Y., Yang, S., Shin, C.-S., Jang, H. and Park, S.-Y. (2019). Long-Term
Symptoms of Mobile Phone Use on Mobile Phone Addiction and Depression
Among Korean Adolescents. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 16(19), p.3584.
doi:https://doi.org/10.3390/ijerph16193584
44

Rika W. (2020). Dampak Negatif Kecanduan Gadget Terhadap Perilaku Anak Usia
Dini Dan Penggunaannya DI Paud UMMUL Habibah.

Rajma MD. (2022). Impact Of Mobile Phones In Children Lives And Factors
Associated With Mobile Phone Addiction

Stamatios P. (2021). Mobile Device Use Among Preeschool Aged Children In Greece.

Reza F. (2020). Adiksi Smartphone, Kesehatan Mental Anak, Dan Peranan Pola
Asuh.

Rikuya H. (2018). Association Between Mobile Technology Use And Child


Adjusment In Early Elementary School

PERNYATAAN PERSETUJUAN
PERNYATAAN PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN
Yang bertandatangan dibawah ini :
45

Nama :

No Telepon :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Menyatakan telah mendapat pengarahan mengenai rencana


penelitian yang akan dilaksanakan terhadap saya, mulai dari prosedur
penelitian, manfaat penelitian, efek samping yang mungkin akan terjadi
serta jumlah kunjungan yang harus dilaksanakan.
Selanjutnya saya memberikan persetujuan kepada peneliti yang
ditunjuk untuk melaksanakan penelitian yang berjudul faktor yang
mempengaruhi penggunaan smartphone pada anak usia dini
Persetujuan ini diberikan dengan penuh kesadaran dan tanpa
adanya paksaan dari pihak manapun.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan
penuh rasa tanggung jawab
Surabaya,
…………………

Peneliti, Peserta Penelitian

(…………………… (………………………
…) )

Jenis kelamin :Pria Wanita

Usia : Ratio
46

Pendidikan : sd smp sma diploma sarjana

Pergaulan : Seberapa sering anak bermain diluar bersama teman sebaya

Seberapa sering anak bermain menggunakan smartphone bersama

teman sebaya

Pola asuh : Seberapa sering anda mendampingi anak anda belajar ?

Seberapa sering anda mendampingi anak anda ketika bermain

smartphone?

Intensitas : Berapa lama anak menggunakan smartphone setiap harinya?

Adiksi : Apakah anak akan menangis ketika smartphone diminta ?

Apakah anak menunjukkan perilaku menyimpang ketika bermain

menggunakan smartphone ?

Anda mungkin juga menyukai