Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas
berkat dan limpahan rahmatnyalah maka saya dapat menyelesaikan sebuah makalah
sederhana ini dengan tepat waktu. Berikut ini saya mempersembahkan sebuah makalah
tentang “Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Ideologi Nasional”

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat
kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.

Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI……….………………………………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang………………………………………………………………………..
b. Rumusan masalah…………………………………………………………………….
c. Tujuan………………………………………………………………………………..
d. Manfaat ……………………………………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN
a. Pancasila dalam Pendekatan Filsafat…………………………………………………
b. Makna Pancasila sebagai Dasar Negara……………………………………………...
c. Makna Pancasila sebagai Ideologi Nasional……………….…………………………
d. Implementasi Pancasila sebagai Ideologi Nasional…………………………………..
e. PengamalanPancasila…………………………………………………………………
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan…………………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA…………...……………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL

Bagi masyarakat Indonesia, pancasila bukanlah sesuatu yang asing. Pancasila terdiri
atas 5 (lima) sila, tertuang dala pembukaan UUD 1945 alinea IV dan diperuntukan
sebagai dasar Negara republik Indonesia. Meskipun di dalam pembukaan UUD 1945
tersebut tidak secara eksplisit disebutkan kata Pancasila, namun sudah dikenal luas
banyak bahwa 5 (lima) sila yang dimaksud adalah Pancasila untuk dimaksudkan sebagai
dasar Negara.

Dewasa ini, terutama di era reformasi, membicarakan Pancasila dianggap sebagai


keinginan untuk kembali ke kejayaan masa orde baru. Bahkan, sebagian orang
memandang sinis terhadap Pancasila sebagai sesuatu yang salah. Kecenderungan
demikian wajar oleh karena orde baru menjadikan Pancasila sebagai legitimasi ideologis
dalam rangka mempertahankan dan memperluas kekuasaannya secara massif.

Kesepakatan bangsa telah menetapkan bahwa Pancasila yang terdiri atas lima sila itu
merupakan dasar Negara kesatuan republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17
Agustus 1945. Kesepakatan itu dinyatakan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI
sebagai lembaga pembentuk Negara saat itu.

B. Rumusan masalah
 Mendeksripsikan tentang Pancasila dalam pendekatan filsafat
 Mendeksripsikan makna Pancasila sebagai dasar Negara
 Makna Pancasila sebagai ideology nasional
 Implementasi Pancasila sebagai ideology nasional
 Pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara

C. Tujuan
Untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan kewarganegaraan dan untuk mengetahui
apa itu pancasila sebagai dasar Negara dan ideology nasional
D. Manfaat
Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah :
1. Mahasiswa dapat menambah wawasan pengetahuan mengenai pancasila sebagai
dasar Negara dan ideology
2. Mahasiswa dapat menambah wawasan pengetahuan mengenai makna pancasila
sebagai ideology nasional
BAB II

PEMBAHASAN

A. PANCASILA DALAM PENDEKATAN FILSAFAT


Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan filosofis.
Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai
Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan
rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan Negara Indonesia (Syarbaini;
2003)

1. Nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila


Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alinea
IV adalah sebagai berikut :

 Ketuhanan yang maha esa


 Kemanusiaan yang adil dan beradab
 Persatuan Indonesia
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan

2. Nilai-nilai yang merupakan perasaan dari sila-sila Pancasila tersebut adalah :


 Nilai Ketuhanan
 Nilai kemanusiaan
 Nilai persatuan
 Nilai kerakyata
 Nilai keadilan

Nilai adalah suatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal yang dapat
menjadi dasar Negara penentu tingkah laku manusia, karena suatu itu :

 Berguna (useful)
 Keyakinan (belief)
 Memuaskan (satisfying)
 Menarik (interesting)
 Menguntungkan (profitable)
 Menyenangkan (pleasant)
Ciri-ciri dari nilai adalah sebagai berikut :

 Suatu realitas abstrak


 Bersifat normative
 Sebagai motivator (daya dorong) manusia dalam bertindak

Nilai bersifat abstrak, seperti sebuah ide, dalam arti tidak dapat ditangkap melalui
indra, yang dapat ditangkap adalah objek yang memiliki nilai. Contohnya lagi keadilan,
kecantikan, kedermawanan, kesederhanaan adalah hal-hal yang abstrak. Meskipun abstrak,
nilai merupakan suatu realitas, sesuatu yang ada dan dibutuhkan manusia.

Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan. Misalnya nilai
keadilan, kesederhanaan. Menurut Prof. Notonegoro, nilai ada 3 (tiga) macam, yaitu
sebagai berikut :

1. Nilai materiil, sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia


2. Nilai vital, sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan
3. Nilai kerohanian yang dibedakan menjadi 4 (empat) macam:
 Nilai kebenaran bersumber pada akal piker manusia (rasio, budi, cipta)
 Nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia
 Nilai kebaikan atau nilai moral bersumber pada kehendak keras, karsa hati,
nurani manusia
 Nilai religious (ketuhanan) bersifat mutlak bersumber pada keyakinan
manusia.

Dalam ilmu filsafat, nilai dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

1. Nilai logika yaitu nilai tentang benar-salah


2. Nilai etika yaitu nilai tentang baik-buru, dan
3. Nilai estetika yaitu nilai tentang indah-jelek

Menurut tinggi rendahnya, nilai dapat dikelompokan dalam tingkatan sebagai berikut :

1. Nilai-nilai kenikmatan
Dalam tingkat ini terdapat deretan nilai yang mengenakkan ataupun tidak
mengenakan, yang menyebabkan orang senang atau tidak senang.
2. Nilai kehidupan
Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan, seperti
kesejahteraan, keadilan, kesegaran

3. Nilai-nilai kejiwaan
Dalam tingkatan ini terdapat nilai kejiwaan yang sama sekali tidak bergantung
pada keadaan jasmani atau lingkungan. Contohnya, keindahan, kebenaran, kebaikan
dan pengetahuan murni.

4. Nilai-nilai kerohanian
Dalam tingkatan ini terdapat modalitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai
semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi.

Dalam filsafat Pancasila juga disebutkan bahwa 3 (tiga) tingkatan nilai, yaitu nilai
dasar, nilai instrumental dan nilai praktis.

1. Nilai dasar
Nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar yaitu asas-asas yang kita
terima sebagai dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak.

2. Nilai instrumental
Nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya berbentuk norma
sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan
mekanisme lembaga-lembaga Negara.

3. Nilai praktis
Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan.

Nilai-nilai Pancasila tersebut termasuk nilai etik atau nilai moral. Nilai-nilai
dalam pancasila termasuk dalam tingkatan nilai dasar. Nilai kemanusian yang adil dan
beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagaimana mestinya.

Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha kea rah bersatu dalam
kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara kesatuan republik
Indonesia. Adanya perbedaan bukan sebagai sebab perselisihan tetatpi justru dapat
menciptakan kebersamaan. Kesadaran ini tercipta dengan bik bila sesanti “Bhineka
Tunggal Ika” sungguh-sunggh dihayati.

Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga
perwakilan. Hal ini diupayakan dengan menjabarkan nilai-nilai Pancasila tersebut
kedalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. UUD 1945 dan
peraturan perundang-undangan ini selanjutnya menjadi pedoman penyelenggaraan
bernegara.

1. Mewujudkan Nilai Pancasila sebagai Norma Bernegara


Ada hubungan antara nilai dengan norma. Norma atau kaidah adalah aturan pedoman bagi
manusia dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai. Tanpa dibuatkan norma, nilai tidak
bias praktis artinya tidak mampu berfungsi konkret dalam kehidupan sehari-hari. Akhirnya
yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita adalah norma. Norma yang
kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada 4 (empat) yaitu sebagai berikut.

1. Norma agama
Norma ini disebut juga dengan norma religi atau kepercayaan. Norma kepercayaan atau
keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Tuhanlah yang mengancam pelanggaran-
pelanggaran norma kepercayaan atau agama itu dengan sanksi.

1. Norma moral (etik)


Norma ini disebut dengan norma kesusilaan atau etika atau budi pekerti. Norma moral atau
etika adalah norma yang paling dasar. Asal atau sumber norma kesusilaan adalah dari
manusia sendiri yang bersifat otonom dan tidak

ditunjukan kepada sifat lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia. Sanksi atas
pelanggaran norma moral berasal dari diri sendiri.

1. Norma kesopanan
Norma kesopanan disebut juga norma adat, sopan santun, tata karma atau norma fatsoen.
Norma sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan atau kepantasan yang berlaku
dalam masyarakat. Sanksi atas pelanggaran norma kesopanan berasal dari masyarakat
setempat
1. Norma hukum
Norma hukum berasal dari luar diri manusia. Norma hukum berasal dari kekuasaan luar diri
manusia yang memaksakan kepada kita. Dalam hal ini pengadilanlah sebagai lembaga yang
mewakili masyarakat resmi untuk menjatuhkan hukuman.

Pengalaman sejarah pernah menjadikan Pancasila sebagai semacam norma etik bagi perilaku
segenap warga bangsa. Ketetapam MPR No.II/MPR/1978 tentang P4 dapat dianggap sebagai
etika sosial dan etika politik bagi bangsa Indonesia yang didasarkan atas nilai-nilai Pancasila
(Achmad Fauzi, 2003). Para pejabat Negara malahan banyak menyimpang dari apa yang ia
pidatokan kepada warga Negara. Di era sekarang ini, tampaknya kebutuhan akan norma etik
untuk kehidupan bernegara masih perlu bahkan amat penting untuk ditetapkan. Hal ini
terwujud dengan keluarnya ketetapan MPR No.VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan
berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
6

1. Etika sosial dan budaya


Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap
jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai dan tolong
menolong di antara sesama manusia dan anak bangsa. Senapas dengan itu juga
menghidupsuburkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang
bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

1. Etika pemerintahan dan politik


Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif
serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa
tanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan,
kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar walau datang dari orang per orang
ataupun kelompok orang, serta menjujung tinggi hak asasi manusia.

1. Etika ekonomi dan bisnis


Etika ini dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik oleh pribadi, institusi maupun
pengambil keputusan dalam bidang ekonomi, dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi
yang bercirikan: persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja
ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing dan terciptanya suasana kondusif untuk
pemberdayaan ekonomi rakyat melalui usaha-usaha bersama secara berkesinambungan.

1. Etika penegakan hukum yang berkeadilan


Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib social, ketenangan dan
keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan hukum dan seluruh
peraturan yang ada.

1. Etika keilmuan dan disiplin kehidupan


Etika keilmuan diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu pengetahuan dan
teknologi agar mampu berfikir rasional, kritis, logis dan objektif. Etika disiplin kehidupan
menegaskan pentingnya budaya kerja keras dengan menghargai dan memanfaatkan waktu,
disiplin dalam berfikir dan berbuat, serta menepati janji dan komitmen diri untuk mencapai
hasil terbaik.

Dengan berpedoman pada etika kehidupan berbangsa tersebut, penyelenggara Negara dan
warga Negara dapat bersikap dan berpeilaku secara baik bersumber pada nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupannya. Etika kehidupan berbangsa ini dapat kita pandang sebagai norma etik
bernegara sebagai perwujudan dari nilai-nilai dasar Pancasila . untuk operasional lebih lanjut,
pokok-pokok etika kehidupan berbangsa ini dijabarkan lagi dalam berbagai etika profesi atau
kode etik profesi.

Norma etik atau moral memiliki kelemahan, yaitu tidak memiliki sanksi yang kuat dan
memuaskan terutama untuk mengatur perilaku hidup bernegara. Hukum pada dasarnya
adalah norma, yaitu norma hukum. Secara teoritis kehidupan bermasyarakat membutuhkan
norma hukum sebab sanksi dari ketiga norma yaitu agama, etik dan kesopanan belum cukup
memuaskan, dan efektif melindungi keteraturan masyarakat serta masih adanya
kepentinga/perilaku lain yang dibutuhkan masyarakat yang perlu dibuat karena tidak ada
dalam ketiga norma di atas. Misalnya, perilaku di jalan raya.

Norma hukum dapat berasal dari norma agama, norma kesopanan dan norma moral. Dalam
kaitannya dengan Pancasila sebagai dasar Negara, nilai Pancasila dapat diwujudkan ke dalam
norma hukum Negara. Tata hukum Indonesia yang berpuncak pada hukum dasar Negara
yaitu UUD 1945 bersumber pada nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar bernegara.

1. Landasan Yuridis dan Historis Pancasila sebagai Dasar Negara


Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara kesatuan republik Indonesia adalah sebagai dasar
Negara. Kedudukan pancasila sebagai dasar Negara ini merupakan kedudukan yuridis formal
oleh karena tertuang dalam ketentuan hukum Negara, dalam hal ini UUD 1945 pada bagian
pembukaan alinea IV. Penegasan akan berkedudukan Pancasila sebagai dasar Negara
semakin kuat dengan keluarnya ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang penegasan
Pancasila sebagai dasar Negara dan pencabutan ketetapan MPR No.II/MPR/1978 tentang P4
pasal 1 ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam
pembukaan undang-undang dasar 1945 adalah dasar Negara dari Negara kesatuan republik
Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.
Pancasila sebagai dasar Negara yang dimaksud adalah sebagai dasar filsafat atau dasar
falsafah Negara (philosophische grondslag) dari Negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar
filsafat oleh karena Pancasila merupakan rumusan filsafati atau dapat dikatakan nilai-nilai
Pancasila adalah nilai-nilai filsafat. Oleh karena itu, harus dibedakan dengan dasar hukum
Negara yang dalam hal ini adalah UUD 1945. Pancasila adalah dasar (filsafat) Negara,
sedang UUD 1945 adalah dasar (hukum) Negara Indonesia.

1. Makna Pancasila sebagai dasar Negara


Pancasila sebagai dasar (filsafat) Negara mengandung makna bahwa nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi penyelenggaraan bernegara.
Nilai-nilai Pancasila pada dasarnya adalah nilai-nilai filsafat yang sifatnya mendasar.

Pancasila sebagai dasar Negara berarti nilai-nilai pancasila menjadi pedoman normative bagi
penyelanggaraan bernegara. Konsekuensi dari rumusan demikian berarti seluruh pelaksanaan
dan penyelenggaraan pemerintahan Negara Indonesia termasuk peraturan perundang-
undangan merupakan pencerminan kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai
keadilan. Pereduksian dan pemaknaan atas Pancasila dalam pengertian yang sempit dan
politis ini berakibat pada :

1. Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos


2. Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos
3. Nilai-nilai Pancasila menjadi nilai yang disotopia tidak sekadar otopia
Dewasa ini khususnya di era reformasi, ada keinginan berbagai pihak dan kalangan untuk
melakukan penafsiran kembali atas Pancasila dalam kedudukannya bagi bangsa dan Negara
Indonesia.

Dr. Koentowijoyo dalam tulisannya mengenai radikalisasi Pancasila (1998) menyatakan


perlunya kita memberi ruh baru pada Pancasila, sehingga ia mampu menjadi kekuatan yang
menggerakan sejarah. Selama ini Pancasila hanya jadi lip service, tidak ada pemerintah yang
sungguh-sungguh melaksanakannya.

Pancasila sebagai dasar Negara mengandung makna bahwa Pancasila harus kita letakkan
dalam keutuhannya dengan pembukaan UUD 1945, dieksplorasi pada dimensi-dimensi yang
melekat padanya, yaitu :

1. Dimensi realitasnya, dalam arti nilai yang terkandung di dalamnya dikonkretisasikan


sebagai cerminan objektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat;
2. Dimensi idealitasnya, dalam arti idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah
sekadar otopi tanpa makna, melainkan diobjektifkan sebagai sebuah “kata kerja”
untuk menggairahkan masyarakat dan terutama para penyelenggara Negara menuju
esok yang lebih baik.
3. Dimensi fleksibilitasnya, dalam arti Pancasila bukan barang yang beku, dogmatis dan
sudah selesai. Pancasila terbuka bagi penafsiran baru untuk memenuhi kebutuhan
zaman yang terus berubah. Pancasila tanpa kehilangan nilai dasarnya yang hakiki
tetap actual, relevan dan fungsional sebagai tiang penyangga kehidupan berbangsa
dan bernegara.
10

Pancasila adalah dasar Negara dari Negara kesatuan republik Indonesia. Menurut teori
jenjang norma (stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen seorang ahli filsafat
hukum, dasar Negara berkedudukan sebagai norma dasar (grundnorm) dari suatu Negara atau
disebut norma fundamental Negara (staatsfundamentalnorm). Grundnorm merupakan norma
hukum tertinggi dalam Negara. Hans Kelsen menyebutkan bahwa norma-norma hukum itu
berjenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan tertentu. Suatu norma yang
lebih rendah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norma yang
lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku pada norma lebih tinggi lagi.

Teori Hans Kelsen ini dikembangkan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky. Hans
Nawiasky menghubungkan teori jenjang norma hukum dalam kaitannya dengan Negara.
Hans Nawiasky berpendapat bahwa kelompok norma hukum Negara terdiri atas 4 (empat)
kelompok besar, yaitu :

1. Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental Negara


2. Staatgrundgesetz atau aturan dasar/pokok Negara
3. Formellgesetz atau undang-undang
4. Verordnung dan autonome satzung atau aturan pelaksana dan aturan otonom
Jenjang kelompok norma itu digambarkan sebagi berikut :

Di Indonesia, norma tertintti ini adalah Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan
UUD 1945. Jadi, Pancasila sebagai dasar Negara dapat disebut sebagai :

1. Norma dasar
2. Staatsfundamentalnorm
3. Norma pertama
4. Pokok kaidah Negara yang fundamental
5. Cita hukum (rechtsidee)
Dalam berbagai buku mengenai Pancasila dikemukakan bahwa pembukaan UUD 1945
merupakan pokok kaidah Negara yang fundamental. Hal ini disebabkan pembukaan UUD
1945 memuat didalamnya Pancasila sebagai intinya. Untuk membedakannya, Prof.
Notonagoro menyatakan bahwa pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah Negara
yang fundamental, sedangkan Pancasila sebagai unsure pokok kaidah Negara yang
fundamental.

Tata urutan peraturan perundang-undangan tersebut diatur dalam ketetapan


MPR No.III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan. Adapun
tata urutan perundangan adalah sebagai berikut :
1. Undang-undang Dasar 1945
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
3. Undang-undang
4. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (perpu)
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
Dalam ketetapan MPR tersebut dinyatakan bahwa sumber hukum dasar nasional adalah
Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam pembukaan Undanf-Undang Dasar 1945.

12

yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan batang tubuh undang-undang dasar
1945.

Undang-undang No.10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan juga


menyebutkan adanya jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
1. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
2. Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang
3. Peraturan pemerintan
4. Peraturan presiden
5. Peraturan daerah
1. B. MAKNA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
Pancasila selain sebagai dasar Negara Indonesia juga berkedudukan sebagai ideology
nasional Indonesia.

1. Pengertian Ideologi
Ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita, dan
logos berarti ilmu. Secara harfiah ideologi berarti ilmu tentang pengertian dasar ide.
Hubungan manusia dengan cita-citanya disebut dengan ideologi. Ideologi berisi seperangkat
nilai, dimana nilai-nilai itu menjadi cita-citanya atau manusia bekerja dan bertindak untuk
mencapai nilai-nilai tersebut. Berikut diberikan beberapa pengertian ideologi.

1. Patrick Corbett menyatakan ideologi sebagai setiap struktur kejiwaan yang tersusun
oleh seperangkat keyakinan mengenai penyelenggaraan hidup bermasyarakat beserta
pengorganisasiannya, seperangkat keyakinan mengenai sifat hakiki manusia dan alam
semesta yang ia hidup didalamnya,
13

suatu pernyataan pendirian bahwa kedua perangkat keyakinan tersebut independen, dan suatu
dambaan agar keyakinan-keyakinan tersebut dihayati dan

1. pernyataan pendirian itu diakui sebagai kebenaran oleh segenap orang yang menjadi
anggota penuh dari kelompok sosial yang bersangkutan.
2. A.S. Hornby menyatakan bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan yang
membentuk landasan teori ekonomi dan politik atau yang dipegangi oleh seseorang
atau sekelompok orang.
3. Soejono Soemargono menyatakan secara umum “ideology” sebagai kumpulan
gagasan, ide, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang
menyangkut bidang :
1) Politik

2) Sosial

3) Kebudayaan, dan

4) Agama

1. Gunawan Setiardja merumuskan ideology sebagai seperangkat ide asasi tentang


manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.
2. Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa ideology sebagai suatu system pemikiran
dapat dibedakan menjadi ideologi tertutup dan terbuka.
1) Ideologi tertutup, mempunyai ciri sebagai berikut :

– Merupakan cita-cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui


masyarakat.

– Atas nama ideology dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada


masyarakat.

– Isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri dari tuntutan-
tuntutan konkret dan operasional yang keras, yang diajukan dengan mutlak.

14

2) Ideologi tertuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ideologi terbuka


mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

– Bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar melainkan digali
dan diambil dari moral, budaya masyarakat itu sendiri.

– Dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang melainkan hasil musyawarah


dari consensus masyarakat tersebut.

– Nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung
operasional.
Ada dua fungsi utama ideology dalam masyarakat (Ramlan Surbakti, 1999). Pertama, sebagai
tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat. Kedua,
sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur penyelesaian konflik yang
terjadi dimasyarakat. Tujuan hidup bermasyarakat adalah untuk mencapai terwujudnya nilai-
nilai dalam Ideologi itu. Adapun dalam kaitannya yang keduaa, nilai dalam Ideologi itu
merupakan nilai yang disepakati bersama sehingga dapat mempersatukan masyarakat itu,
serta nilai bersama tersebut dijadikan acuan bagi penyelesaian suatu masalah yang mungkin
timbul dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan.

1. Landasan dan Makna Pancasila sebagai Ideologi Bangsa


Ketetapan bangsa Indonesia bahwa Pancasila adalah ideologi bagi Negara dan bangsa
Indonesia adalah sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang
pencabutan ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan
pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang penegasan Pancasila
sebagai dasar Negara.
Catatan risalah/penjelasan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari ketetapan tersebut
menyatakan bahwa dasar Negara yang dimaksud dalam ketetapan didalamnya mengandung
makna ideologi nasional sebagai cita-cita dan tujuan Negara.

15

Adapun makna pancasila sebagai ideologi nasional menurut ketetapan tersebut adalah bahwa
nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi pancasila menjadi cita-cita normatif
penyelenggaraan bernegara. Pancasila sebagai ideologi nasional yang berfungsi sebagai cita-
cita adalah sejalan dengan fungsi utama dari sebuah ideologi sebagaimana dinyatakan di atas.
Pancasila merupakan tawaran yang dapat menjembatanii perbedaan dikalangan anggota
BPUPKI saat itu.

Menurut Adnan Buyung Nasution (1995) telah terjadi perubahan fungsi asli Pancasila.
Pancasila yang meskipun sebutannya muluk-muluk sebagai Philosophische grondslag, atau
weltanschauung sebenarnya dimaksudkan sebagai platform demokratis bagi semua golongan
di Indonesia. Ideologi pancasila menjadi ideologi yang khas yang berbeda dengan ideologi
lain. Pernyataan Soekarno ini menjadi ruh berkembang dan berbeda dengan pernyataan yang
disampaikan oleh Prof. Notonagoro pada tahun 1951, 1955, dan 1959. Dari sudut politik,
Pancasila adalah sebuah consensus politik, suatu persetujuan politik bersama antargolongan
di Indonesia. Dengan diterimanya Pancasila, berbagai golongan dan aliran pemikiran bersedia
bersatu dalam Negara kebangsaan Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas, Pancasila sebagai ideologi nasional Indonesia memiliki makna
sebagai berikut :

1) Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi cita-cita normative


penyelenggaraan bernegara;

2) Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama
dan oleh karena itu menjadi salah satu sarana pemersatu (integrasi) masyarakat Indonesia.

1. C. IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL


Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti sebagai cita-cita bernegara dan sarana yang
mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang konkret, dan operasional aplikatif
sehingga tidak menjadi slogan belaka.

16

Dalam ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 dinyatakan bahwa Pancasila perlu diamalkan
dalam bentuk pelaksanaan yang konsisten dalam kehidupan bernegara.

1. Perwujudan ideologi Pancasila sebagai cita-cita bernegara.


Perwujudan Pancasila sebagai ideology nasional yang berarti menjadi cita-cita
penyelenggaraan bernegara terwujud melalui ketetapan MPR No. VII/MPR/2001 tentang visi
Indonesia Masa Depan terdiri dari tiga visi, yaitu :

1. Visi ideal, yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaktub dalam pembukaan undang-
undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945 yaitu pada alinea kedua dan
keempat;
2. Visi antara, yaitu visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai dengan tahun 2020;
3. Visi lima tahunan, sebagaimana termaktub dalam garis-garis besar haluan Negara.
Pada visi antara dikemukakan bahwa visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya masyarakat
Indonesia yang religious, manusiawi, bersatu, demokratis, adil dipergunakan indikator-
indikator utama sebagai berikut :

1. Religius
2. Manusiawi
3. Bersatu
4. Demokratis
5. Adil
6. Sejahtera
7. Maju
8. Mandiri
9. Baik dan bersih dalam penyelenggaraan Negara
17

1. Perwujudan Pancasila sebagai kesepakatan atau nilai integratif bangsa


Pancasila sebagai nilai integratif, sebagai sarana pemersatu dan prosedur penyelesaian
konflik perlu pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bernegara. Pancasila sebagai sarana
pemersatu dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik itulah yang terkandung
dalam nilai integrative Pancasila. Kedudukan nilai sosial bersama di masyarakat untuk
menjadi sumber normative bagi penyelesaian konflik bagi para anggotanya adalah hal
penting. Masyarakat membutuhkan nilai bersama untuk dijadikan acuan manakala konflik
antaranggota terjadi.

Pancasila adalah kata kesepakatan dalam masyarakat bangsa. Kata kesepakatan ini
mengandung makna pula sebagai konsensus bahwa dalam hal konflik maka lembaga politik
yang diwujudkan bersama akan memainkan peran sebagai penengah. Nilai-nilai Pancasila
hendaknya mewarnai setiap prosedur penyelesaian konflik yang ada di masyarakat. Secara
normatif dapat dinyatakan sebagai berikut; bahwa penyelesaian suatu konflik hendaknya
dilandasi oleh nilai-nilai religious, menghargai derajat kemanusiaan, mengedepankan
pesatuan, mendasarkan pada prosedur demokratis dana berujung pada terciptanya keadilan.

1. D. PENGAMALAN PANCASILA
Tiba saatnya akhir uraian mengenai pancasila ini pada kata “pengamalan Pancasila”. Sering
sekali kita dengar terutama sejak masa orde baru perlunya Pancasila diamalkan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun, selalu saja terkesan slogan
belaka dan tidak membumi. Pada ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 dinyatakan bahwa
Pancasila sebagaimana dimaksud dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 adalah dasar
Negara dari Negara kesatuan republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten
dalam kehidupan bernegara. Dalam GBHN terakhir 1999-2004 disebutkan pula bahwa misi
pertama penyelenggaraan bernegara adalah pengamalan pancasila secara konsisten dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagaimana sesungguhnya melakanakan
atau mengamalkan pancasila secara konsisten dalam kehidupan bernegara itu?
18

1. Pengamalan secara objektif


Pengamalan secara okjektif adalah dengan melaksanakan dan menaati peraturan perundang-
undangan sebagai norma hukum Negara yang berlandaskan pada pancasila.

1. Pengamalan secara subjektif


Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai Pancasila yang berwujud
norma etik secara pribadi atau kelompok dalam bersikap dan bertingkah laku pada kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Disamping mengamalkan secara objektif, secara subjektif warga Negara dan penyelenggara
Negara wajib mengamalkan pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Dalam rangka pengamalan secara subjektif ini, pancasila menjadi sumber etika
dalam bersikap dan bertingkah laku setiap warga Negara dan penyelenggara Negara. Etika
kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila sebagaimana
tertuang dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 adalah norma-norma etik yang dapat kita
amalkan. Melanggar norma etik tidak mendapatkan sanksi hukum tetapi sanksi yang berasal
dari diri sendiri. Adanya pengamalan secara subjektif ini adalah konsekuensi dari
mewujudkan nilai dasar pancasila sebagai norma etik berbangsa dan bernegara

19

KESIMPULAN

Melalui perjalanan panjang negara Indonesia sejak merdeka hingga saat ini, Pancasila ikut
berproses pada kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila tetap sebagai dasar negara namun
interprestasi dan perluasan maknanya ternyata digunakan untuk kepentingan kekuasaan yang
silih berganti.

Berdasarkan hal-hal di atas, dapat dinyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar negara
berkedudukan sebagai norma dasar bernegara yang menjadi sumber, dasar, landasan norma,
serta memberi fungsi konstitutif dan regulatif bagi penyusun hukum-hukum negara.

Pengamalan secara objektif membutuhkan dukungan kekuasaan negara untuk


menerapkannya. Seorang warga negara atau penyelenggara negara yang berperilaku
menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku akan mendapatkan sanksi.

iv

REFERENSI
Winarmo, S.Pd., M.Si.

Paradigma Baru

PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN

Edisi Kedua

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Fauzi. 2003. Pancasila, Tinjauan Konteks Sejarah, Filsafat Ideologi Nasional dan
Ketatanegaraan Republik Indonesia. Malang: PT. Danar Jaya Brawijaya University Press.
Endang Zaelani Zukaya, dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Paradigma
Hamdan Mansoer. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, sebagai dasar
nilai dan pedoman berkarya bagi lulusan. Jakarta: Dirjen Dikti.
Kaelan. 2000. Filsafat Pancasila, Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Yogyakarta:
Paradigma

Anda mungkin juga menyukai