Anda di halaman 1dari 28

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


KEPERAWATAN MATERNITAS

Telah disetujui laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada klien Ny. S
dengan diagnose medis Post partum yang di rawat di Rumah Sakit Mardi Waluyo,
Ruang Flamboyan
Nama : HANDRA SETIYAWAN
NIM : A2L21013
Tanggal : 15 Juli 2023

Mengetahui,
Pembimbing Klinik, Pembimbing Institusi,

(Pendriyati Mansjur, S.Tr, Keb) (Dwi Retnowati,S. Kep, Ns. M. Kes)


LAPORAN PENDAHULUAN
POST PARTUM

A. Definisi Post Partum


Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara
berlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil (Maritalia, 2017).
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil
(Anggraini, 2010). Selama 6 minggu atau 42 hari merupakan waktu yang
diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal.
(Ambarwati dan Wulandari, 2010). Batasan waktu nifas yang paling singkat
(minimum) tidak ada batasan waktunya, bahkan bisa jadi dalam waktu yang
relatif pendek darah sudah keluar, sedangkan batasan maksimumnya adalah
40 hari (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Jadi, masa nifas adalah masa
setelah keluarnya placenta sampai pada alat-alat reproduksi menjadi pulih
kembali seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas itu berlangsung
selama 6 minggu atau selama 40 hari.
B. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi organ wanita ada dua, yaitu organ generatif interna dan
eksterna (Wiknjosastro, 2008).
1. Organ Generatif Interna
Organ Reproduksi Interna Pada Wanita

(Sumber: Wiknjo Sastro,2002).


a. Vagina
Vagina merupakan jaringan membran muskulo membranosa
berbentuk tabung yang memanjang dari vulva ke uterus berada
diantara kandung kemih dianterior dan rectum di posterior.
b. Uterus
Uterus adalah organ muskuler yang berongga dan berdinding tebal
yang
sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Berfungsi untuk
implantasi, memberi perlindungan dan nutrisi pada janin, mendorong
keluar janin dan plasenta pada persalinan serta mengendalikan
pendarahan dari tempat perlekatan plasenta. Bentuk uterus
menyerupai buah pir yang gepeng dan terdiri atas dua bagian yaitu
bagian atas berbentuk segitiga yang merupakan badan uterus yaitu
korpus dan bagian bawah berbentuk silindris yang merupakan bagian
fusiformosis yaitu serviks. Saluran ovum atau tuba falopi bermula dari
kornus (tempat masuk tuba) uterus pada pertemuan batas superior dan
lateral. Bagian atas uterus yang berada diatas kornus disebut fundus.
Bagian uterus dibawah insersi tuba falopi tidak tertutup langsung oleh
peritoneum, namun merupakan tempat pelekatan dari ligamentum
latum. Titik semu serviks dengan korpus uteri disebut isthmus uteri.
Bentuk dan ukuran bervariasi serta dipengaruhi usia dan paritas
seorang
wanita. Sebelum pubertas panjangnya bervariasi antara 2,5-3,5 cm.
Uterus wanita nulipara dewasa panjangnya antara 6-8 cm sedang pada
wanita multipara 9-10 cm. Berat uterus wanita yang pernah
melahirkan antara 50-70 gram, sedangkan pada wanita yang belum
pernah melahirkan 80 gram atau lebih. Pada wanita muda panjang
korpus uteri
kurang lebih setengah panjang serviks, pada wanita nulipara panjang
keduanya kira-kira sama. Sedangkan pada wanita multipara, serviks
hanya sedikit lebih panjang dari sepertiga panjang total organ ini.
Bagian serviks yang berongga dan merupakan celah sempit disebut
dengan kanalis servikalis yang berbentuk fusiformis dengan lubang
kecil pada kedua ujungnya, yaitu ostium interna dan ostium eksterna.
Setelah menopause uterus mengecil sebagai akibat atropi miometrium
dan endometrim. Istmus uteri pada saat kehamilan diperlukan untuk
pembentukan segmen bawah rahim. Pada bagian inilah dinding uterus
dibuka jika mengerjakan section caesaria trans peritonealis profunda.
Suplay vaskuler uterus terutama berasal dari uteri aterina dan arteri
ovarika. Arteri uterina yang merupakan cabang utama arteri
hipogastrika menurun masuk dasar ligamentum latum dan berjalan ke
medial menuju sisi uterus. Arteri uterina terbagi menjadi dua cabang
utama, yaitu arteri serviko vaginalis yang lebih kecil memperdarahi
bagian atas serviks dan bagian atas vagina. Cabang utama
memperdarahi bagian bawah serviks dan korpus uteri. Arteri ovarika
yang merupakan cabang aorta masuk dalam ligamentum latum
melalui ligamentum infundibulopelvikum. Sebagian darah dari bagian
atas uterus, ovarium dan bagian atas ligamentum latum.dikumpulkan
melalui vena yang didalam ligamentum latum, membentuk pleksus
pampiniformis yang berukuran besar, pembuluh darah darinya
bernuara di vena ovarika. Vena ovarika kanan bermuara ke vena cava,
sedangkan vena ovarika kiri bermuara ke vena renalis kiri.
Persyarafan terutama berasal dari sitem saraf simpatis, tapi sebagian
juga berasal dari sistem serebrospinal dan parasimpatis. Cabang-
cabang dari pleksus ini mensyarafi uterus, vesika urinaria serta bagian
atas vagina dan terdiri dari serabut dengan maupun tanpa myelin.
Uterus disangga oleh jaringan ikat pelvis yang terdiri atas ligamentum
latum, ligamentum infundibolupelvikum, ligamentum kardialis,
ligamentum
rotundum dan ligamentum uterosarkum.
Ligamentum latum meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi,
tidak
banyak mengandung jaringan ikat. Ligamentum infundibolupelvikum
merupakan ligamentum yang menahan tuba falopi yang berjalan dari
arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-
urat saraf, saluran limfe, arteria dan vena ovarika. Ligamentum
kardinale mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan
ikat yang tebal dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah
lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh
darah antara lain vena dan arteria uterine. Ligamentum uterosakrum
menahan uterus supaya tidak bergerak, berjalan dari serviks bagian
belakang, kiri dan kanan ke arah os sacrum kiri dan kanan, sedang
ligamentum rotundum menahan uterus antefleksi dan berjalan dari
sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah ingunal kiri dan kanan.
c. Seviks
Serviks merupakan bagian uterus yang terletak di bawah isthmus di
anterior batas atas serviks yaitu ostium interna, kurang lebih tingginya
sesuai dengan batas peritoneum pada kandung kemih. Ostium eksterna
terletak pada ujung bawah segmen vagina serviks yaitu portio
vaginalis. Serviks yang mengalami robekan yang dalam pada waktu
persalinan setelah sembuh bisa menjadi berbentuk tak beraturan,
noduler, atau menyerupai bintang.
Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri dari
jaringan kolagen, jaringan elastin serta pembuluh darah. Selama
kehamilan dan persalinan, kemampuan serviks untuk meregang
merupakan akibat pemecahan kolagen. Mukosa kanalis servikalis
merupakan kelanjutan endometrium. Mukosanya terdiri dari satu
lapisan epitel kolumner yang menempel pada membran basalis yang
tipis.
d. Korpus Uteri
Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan, yaitu endometrium,
miometrium dan peritoneum:
1) Endometrium
Endometrium merupakan bagian terdalam dari uterus, berupa
lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang
tidak hamil. Endometrium berupa membran tipis berwarna merah
muda, menyerupai beludru, yang bila diamati dari dekat akan
terlihat ditembusi oleh banyak lubang-lubang kecil yaitu muara
kelenjar uterine. Tebal endometrium 0,5-5 mm. Endometrium
terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim
antar kelenjar yang didalamnya terdapat banyak pembuluh darah.
Kelenjar uterine berbentuk tubuler dalam keadaan istirahat
menyerupai jari jemari dari sebuah sarung tangan. Sekresi kelenjar
berupa suatu cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga rongga
uterus tetap lembab.
2) Myometrium
Miometrium merupakan lapisan dinding uterus yang merupakan
lapisan muskuler. Miometrium merupakan jaringan pembentuk
sebagian besar uterus, terdiri kumpulan otot polos yang disatukan
jaringan ikat dengan banyak serabut elastin di dalamnya. Selama
kehamilan miometrium membesar namun tidak terjadi perubahan
berarti pada otot serviks. Dalam lapisan ini tersusun serabut otot
yang terdiri atas tunikla muskularis longitudinalis eksterna,
oblique media, sirkularis interna dan sedikit jaringan fibrosa
3) Peritoneum
Peritoneum merupakan lapisan serosa yang menyelubungi uterus,
dimana peritoneum melekat erat kecuali pada daerah di atas
kandung kemih dan pada tepi lateral dimana peritoneum berubah
arah sedemikian rupa membentuk ligamentum latum.
2. Organ Generatif Eksterna

a. Mons Veneris
Mons veneris adalah bagian menonjol diatas simfisis.Pada wanita dewasa
ditutupi oleh rambut kemaluan.pada wanita umumnya batas atasnya
melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah sampai
sekitar anus dan paha.
b. Labia Mayora (bibir-bibir besar)
Terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah,terisi
jaringan lemak serupa dengan yang ada di mons veneris. Ke bawah dan
belakang kedua labia mayora bertemu dan membentuk kommisura
posterior.
c. Labia Minora (bibir-bibir kecil)
Labia Minora adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir
besar. Ke depan kedua bibir kecil bertemu dan membentuk diatas klitoris
preputium klitoridis dan dibawah klitoris frenulum klitoridis.Ke belakang
kedua bibir kecil bersatu dan membentuk fossa navikulare. Kulit yang
meliputi bibir kecil mengandung banyak glandula sebasea dan urat saraf
yang menyebabkan bibir kecil sangat sensitif dan dapat mengembang.
d. Klitoris
Kira-kira sebesar kacang ijo tertutup oleh preputium klitoridis, terdiri atas
glans klitoridis , korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan
klitoris ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat
mengembang, penuh urat saraf dan amat sensitif.
e. Vulva
Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka ke belakang dan
dibatasi dimuka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan
dibelakang oleh perineum; embriologik sesuai sinus urogenitalis. Di vulva
1-1,5 cm di bawah klitoris ditemukan orifisium uretra eksternum (lubang
kemih) berbentuk membujur 4-5 mm dan tidak jauh dari lubang kemih di
kiri dan kanan bawahnya dapat dilihat dua ostia skene. Sedangkan di kiri
dan bawah dekat fossa navikular terdapat kelenjar bartholin, dengan
ukuran diameter ± 1 cm terletak dibawah otot konstriktor kunni dan
mempunyai saluran kecil panjang 1,5-2 cm yang bermuara di vulva. Pada
koitus kelenjar bartolin mengeluarkan getah lendir.
f. Bulbus Vestibuli Sinistra et Dekstra
Terletak di bawah selaput lendir vulva dekat ramus os pubis, panjang 3-4
cm, lebar 1-2 cm dan tebal 0,51- 1cm; mengandung pembuluh darah,
sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus
konstriktor vagina. Saat persalinan kedua bulbus tertarik ke atas ke bawah
arkus pubis, tetapi bagian bawahnya yang melingkari vagina sering
mengalami cedera dan timbul hamatoma vulva atau perdarahan.
g. Introitus Vagina
Mempunyai bentuk dan ukuran berbeda , ditutupi selaput dara (hymen).
Himen mempunyai bentuk berbeda – beda.dari yang semilunar (bulan
sabit) sampai yang berlubang- lubang atau yang ada pemisahnya (septum);
konsistensi nya dari yang kaku sampai yang lunak sekali. Hiatus himenalis
(lubang selaput dara) berukuran dari yang seujung jari sampai yang mudah
dilalui oleh 2 jari. Umumnya himen robek pada koitus. Robekan terjadi
pada tempat jam 5 atau jam 7 dan sampai dasar selaput dara. Sesudah
persalinan himen robek pada beberapa tempat.
h. Perineum
Terletak antara vulva dan anus , panjangnya rata-rata 4 cm
C. Klasifikasi Post Partum
Menurut Anggraini (2010), tahap masa nifas di bagi menjadi 3:
1. Purperium dini, Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini yaitu
kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dianggap telah bersih dan boleh melakukan hubungan suami istri apabila
setelah 40 hari.
2. Purperium intermedial, Waktu 1-7 hari post partum. Purperium
intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya
6 minggu
3. Remote purperium ,Waktu 1-6 minggu post partum. Adalah waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutam bila selama hamil dan
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk pulih sempurna
bisa berminggu-minggu, bulanan bahkan tahunan.
D. Manifestasi Klinis Post Partum
Menurut Masriroh (2013) tanda dan gejala masa post partum adalah
sebagai berikut:
1. Organ-organ reproduksi kembali normal pada posisi sebelum kehamilan.
2. Perubahan-perubahan psikologis lain yang terjadi selama kehamilan
berbalik (kerumitan).
3. Masa menyusui anak dimulai
4. Penyembuhan ibu dari stress kehamilan dan persalinan di asumsikan
sebagai tanggung jawab untuk menjaga dan mengasuh bayinya
E. Perubahan Fisiologis Post Partum
Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post
partum, banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu termasuk
Breast (payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder (kandung
kemih), Lochia (lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower Extremity
(ekstremitas bawah), dan Emotion (emosi). Menurut Hacker dan Moore
(2001) adalah:
1. Involusi Rahim
Melalui proses katabolisme jaringan, berat rahim dengan cepat menurun
dari sekitar 1000 gm pada saat kelahiran menjadi 50 gm pada sekitar 3
minggu masa nifas. Serviks juga kehilangan elastisnya dan kembali kaku
seperti sebelum kehamilan. Selama beberapa hari pertama setelah
melahirkan, secret Rahim (lokhea) tampak merah (lokhea rubra) karena
adanya eritrosit. Setelah 3 sampai 4 hari lokhia menjadi lebih pucat
(lokhea serosa), dan dihari ke sepuluh lokhea tampak berwarna putih atau
kekuning kuningan (lokhea alba).
Berdasarkan waktu dan warnanya pengeluaran lochia dibagi menjadi 4
jenis:
a. Lochia rubra, lochia ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga
masa postpartum, warnanya merah karena berisi darah segar dari
jaringan sisa-sisa plasenta.
b. Lochia sanguilenta, berwarna merah kecoklatan dan muncul di hari
keempat sampai hari ketujuh.
c. Lochia serosa, lochia ini muncul pada hari ketujuh sampai hari
keempat belas dan berwarna kuning kecoklatan.
d. Lochia alba, berwarna putih dan berlangsung 2 sampai 6 minggu post
partum.
Munculnya kembali perdarahan merah segar setelah lokia menjadi alba
atau serosa menandakan adanya infeksi atau hemoragi yang lambat. Bau
lokia sama dengan bau darah menstruasi normal dan seharusnya tidak
berbau busuk atau tidak enak. Lokhia rubra yang banyak, lama, dan berbau
busuk, khususnya jika disertai demam, menandakan adanya kemungkinan
infeksi atau bagian plasenta yang tertinggal. Jika lokia serosa atau alba
terus berlanjut melebihi rentang waktu normal dan disertai dengan rabas
kecoklatan dan berbau busuk, demam, serta nyeri abdomen, wanita
tersebut mungkin menderita endometriosis. (Martin, Reeder, G., Koniak,
2014).
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
a. Iskemia Miometrium: Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi
yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga
membuat uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot
atrofi.
b. Atrofi jaringan: Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian
hormone esterogen saat pelepasan plasenta.
c. Autolysis : Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di
dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot
yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum
hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama
kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.
d. Efek Oksitosin : Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan
retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini
membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta
serta mengurangi perdarahan.
2. Uterus
Setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan yang hampir
padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal saling menutup, yang
menyebabkan rongga bagian tengah merata. Ukuran uterus akan tetap
sama selama 2 hari pertama setelah pelahiran, namun kemudian secara
cepat ukurannya berkurang oleh involusi. (Martin, Reeder, G., Koniak,
2014).
3. Uterus tempat plasenta
Pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan menonjol
ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat luka
mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir
nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada
permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah
besar yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikuti pertumbuhan
endometrium baru di bawah permukaan luka. Regenerasi endometrium
terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu.
Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua
basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang
membeku pada tempat implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak
dipakai lagi pada pembuangan lokia. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
4. Afterpains
Merupakan kontraksi uterus yang intermiten setelah melahirkan dengan
berbagai intensitas. Afterpains sering kali terjadi bersamaan dengan
menyusui, saat kelenjar hipofisis posterioir melepaskan oksitosin yang
disebabkan oleh isapan bayi. Oksitosin menyebabkan kontraksi saluran
lakteal pada payudara, yang mengeluarkan kolostrum atau air susu, dan
menyebabkan otot otot uterus berkontraksi. Sensasi afterpains dapat terjadi
selama kontraksi uterus aktif untuk mengeluarkan bekuan bekuan darah
dari rongga uterus. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
5. Vagina
Meskipun vagina tidak pernah kembali ke keadaan seperti seleum
kehamilan, jaringan suportif pada lantai pelvis berangsur angsur kembali
pada tonus semula.
6. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya Ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini terjadi
karena pada waktu melahirkan sistem pencernaan mendapat tekanan
menyebabkan kolon menjadi kosong, kurang makan, dan laserasi jalan
lahir. (Dessy, T., dkk. 2009)
7. Sistem Kardiovaskuler
Segera setelah kelahiran, terjadi peningkatan resistensi yang nyata pada
pembuluh darah perifer akibat pembuangan sirkulasi uteroplasenta yang
bertekanan rendah. Kerja jantung dan volume plasma secara berangsur-
angsur kembali normal selama 2 minggu masa nifas.
8. Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis postpartum normal terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan
sebagai respon terhadap penurunan estrogen. Kemungkinan terdapat
spasme sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami
tekanan kepala janin selama persalinan. Protein dapat muncul di dalam
urine akibat perubahan otolitik di dalam uterus (Rukiyah, 2010).
9. Perubahan Psikososial
Wanita cukup sering menunjukan sedikit depresi beberapa hari setelah
kelahiran “perasaan sedih pada masa nifas” mungkin akibat faktor faktor
emosional dan hormonal. Dengan rasa pengertian dan penentraman dari
keluarga dan dokter, perasaan ini biasanya membaik tanpa akibat lanjut.
10. Kembalinya Haid dan Ovulasi
Pada wanita yang tidak menyusui bayi, aliran haid biasanya akan Kembali
pada 6 sampai 8 minggu setelah kelahiran, meskipun ini sangat bervariasi.
Meskipun ovulasi mungkin tidak terjadi selama beberapa bulan, terutama
ibu ibu yang menyusui bayi, penyuluan dan penggunaan kontrasepsi harus
ditekankan selama masa nifas untuk menghindari kehamilan yang tak
dikehendaki.
11. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih
kembali (Mansyur, 2014).
12. Perubahan Tanda-tanda Vital
a. Suhu: Pada 24 jam setelah melahirkan subu badan naik sedikit
(37,50C-380C) sebagai dampak dari kerja keras waktu melahirkan,
kehilangan cairan yang berlebihan, dan kelelahan (Trisnawati, 2012).
b. Nadi: Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat dari
denyut nadi normal orang dewasa (60-80x/menit).
c. Tekanan darah, biasanya tidak berubah, kemungkinan bila tekanan
darah tinggi atau rendah karena terjadi kelainan seperti perdarahan dan
preeklamsia.
d. Pernafasan, frekuensi pernafasan normal orang dewasa adalah 16-24
kali per menit. Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau
normal. Bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat,
kemungkinan ada tanda-tanda syok (Rukiyah, 2010).
F. Perubahan Psikologis Post Partum
Ari Sulistyawati (2009) membagi periode ini menjadi 3 bagian, antara lain:
1. Taking In (istirahat/penghargaan), sebagai suatu masa keter-gantungan
dengan ciri-ciri ibu membutuhkan tidur yang cukup, nafsu makan
meningkat, menceritakan pengalaman partusnya berulang-ulang dan
bersikap sebagai penerima, menunggu apa yang disarankan dan apa yang
diberikan. Disebut fase taking in, karena selama waktu ini, ibu yang baru
melahirkan memerlukan perlindungan dan perawatan, fokus perhatian ibu
terutama pada dirinya sendiri. Pada fase ini ibu lebih mudah tersinggung
dan cenderung pasif terhadap lingkungannya disebabkan karena factor
kelelahan. Oleh karena itu, ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah
gejala kurang tidur. Di samping itu, kondisi tersebut perlu dipahami
dengan menjaga komunikasi yang baik.
2. Fase Taking On/Taking Hold (dibantu tetapi dilatih), terjadi hari ke 3-10
post partum. Terlihat sebagai suatu usaha ter-hadap pelepasan diri dengan
ciri-ciri bertindak sebagai pengatur penggerak untuk bekerja, kecemasan
makin menguat, perubah-an mood mulai terjadi dan sudah mengerjakan
tugas keibuan. Pada fase ini timbul kebutuhan ibu untuk mendapatkan
perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa
melakukan segala sesuatu secara mandiri. Ibu mulai terbuka untuk
menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan juga bagi bayinya. Pada
fase ini ibu berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh
kesempatan belajar dan berlatih tentang cara perawatan bayi dan ibu
memi-liki keinginan untuk merawat bay-inya secara langsung.
3. Fase Letting Go (berjalan sendiri dilingkungannya), fase ini merupakan
fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung
setelah 10 hari postpartum. Periode ini biasanya setelah pulang kerumah
dan sangat dipengaruhi oleh waktu dan perha-tian yang diberikan oleh
keluarga. Pada saat ini ibu mengambil tugas dan tanggung jawab terhadap
per-awatan bayi sehingga ia harus beradaptasi terhadap kebutuhan bayi
yang menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan
social.
G. Proses Penyembuhan Luka
H. Penatalaksanaan
Menurut Masriroh (2013) penatalaksanan yang diperlukan untuk klien
dengan post partum adalah sebagai berikut:
1. Memperhatikan kondisi fisik ibu dan bayi.
2. Mendorong penggunaan metode-metode yang tepat dalam memberikan
makanan pada bayi dan mempromosikan perkembangan hubungan baik
antara ibu dan anak.
3. Mendukung dan memperkuat kepercayaan diri si Ibu dan
memungkinkannya mingisi peran barunya sebagai seorang Ibu, baik
dengan orang, keluarga baru, maupun budaya tertentu.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
POST PARTUM

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan dengan cara mengumpulkan data-data tentang respons
pasien terhadap kelahiran bayinya serta penyesuaian selama masa post
partum.
Pengkajian awal mulai dengan review prenatal dan intranatal meliputi:
a. Lamanya proses persalinan dan jenis persalinan
b. Lamanya ketuban pecah dini
c. Adanya episiotomi dan laserasi
d. Respon janin pada saat persalinan dan kondisi bayi baru lahir (nilai
APGAR)
e. Pemberian anestesi selama proses persalinan dan kelahiran
f. Medikasi lain yang diterima selama persalinan atau periode immediate
post partum
g. Komplikasi yang terjadi pada periode immediate post partum seperti
atonia uteri, retensi plasenta.
3. Pengkajian status fisiologis maternal
Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post
partum, banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu
termasuk Breast (payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder
(kandung kemih), Lochia (lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium),
Lower Extremity (ekstremitas bawah), dan Emotion (emosi).
4. Pengkajian fisik
a. Tanda-tanda Vital
Kaji tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu pada Ibu. Periksa tanda
tanda vital tersebut setiap 15 menit selama satu jam pertama setelah
melahirkan atau sampai stabil, kemudian periksa setiap 30
menit untuk jam-jam berikutnya. Nadi dan suhu diatas normal dapat
menunjukan kemungkinan adanya infeksi. Tekanan darah mungkin
sedikit meningkat karena upaya untuk persalinan dan keletihan.
Tekanan darah yang menurun perlu diwaspadai kemungkinan
adanya perdarahan post partum.
a. Tekanan darah. Tekanan darah, normal yaitu < 140/90 mmHg.
Tekanan darah tersebut bisa meningkat dari pra persalinan pada 1-
3 hari post partum. Setelah persalinan sebagian besar wanita
mengalami peningkatan tekananan darah sementara waktu.
Keadaan ini akan kembali normal selama beberapa hari.
Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan adanya
perdarahan post partum. Sebaliknya bila tekanan darah tinggi,
merupakan petunjuk kemungkinan adanya pre-eklampsi yang
bisa timbul pada masa nifas. Namun hal ini seperti itu jarang
terjadi.
b. Suhu. Suhu tubuh normal yaitu kurang dari 38 C. Pada hari ke 4
setelah persalinan suhu Ibu bisa naik sedikit kemungkinan
disebabkan dari aktivitas payudara. Bila kenaikan mencapai lebih
dari 380C pada hari kedua sampai hari-hari berikutnya, harus
diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas.
c. Nadi. Nadi normal pada Ibu nifas adalah 60-100. Denyut
Nadi Ibu akan melambat sampai sekitar 60 x/menit yakni pada
waktu habis persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat
penuh. Ini terjadi utamanya pada minggu pertama post partum.
Pada ibu yang nervus nadinya bisa cepat, kira-kira 110x/mnt.
Bisa juga terjadi gejala shock karena infeksi khususnya bila
disertai peningkatan suhu tubuh.
d. Pernafasan
Pernafasan normal yaitu 20-30 x/menit. Pada umumnya respirasi
lambat atau bahkan normal. Mengapa demikian, tidak lain
karena Ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat.
Bila ada respirasi cepat post partum (> 30 x/mnt) mungkin karena
adanya ikutan dari tanda-tanda syok
5. Pemeriksaan fisik
a. Rambut, melihat kebersihan rambut, warna rambut, dan kerontokan
rambut.
b. Wajah, adanya edema pada wajah atau tidak. Kaji adanya flek hitam.
c. Mata, konjungtiva yang anemis menunjukan adanya anemia kerena
perdarahan saat persalinan.
d. Hidung, kaji dan tanyakan pada ibu, apakah ibu menderita pilek atau
sinusitis. Infeksi pada ibu postpartum dapat meningkatkan kebutuhan
energi.
e. Mulut dan gigi, tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami
stomatitis, atau gigi yang berlubang. Gigi yang berlubang dapat
menjadi pintu masuk bagi mikroorganisme dan bisa beredar secara
sistemik.
f. Leher, kaji adanya pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran
kelenjar tiroid. Kelenjar limfe yang membesar dapat
menunjukan adanya infeksi, ditunjang dengan adanya data yang lain
seperti hipertermi, nyeri dan bengkak.
g. Telinga, kaji apakah ibu menderita infeksi atau ada peradangan pada
telinga.
h. Pemeriksaan payudara
Inspeksi payudara: Kaji ukuran dan bentuk tidak berpengaruh
terhadap produksi asi, perlu diperhatikan bila ada kelainan, seperti
pembesaran ontro, ontrol yang tidak simetris pada perubahan posisi
kontur atau permukaan. Kaji kondisi permukaan, permukaan yang
tidak rata seperti adanya depresi,retraksi atau ada luka pada kulit
payudara perlu dipikirkan kemungkinan adanya tumor. Warna kulit,
kaji adanya kemerahan pada kulit yang dapat menunjukan adanya
peradangan
Palpasi: Pengkajian payudara selama masa post partum meliputi
inspeksi ukuran, bentuk, warna dan kesimetrisan serta palpasi apakah
ada nyeri tekan guna menentukan status laktasi. Pada 1 sampai 2 hari
pertama post partum, payudara tidak banyak berubah kecil kecuali
sekresi kolostrum yang banyak. Ketika menyusui, perawat mengamati
perubahan payudara, menginspeksi ontrol dan areola apakah ada tanda
tanda kemerahan dan pecah, serta menanyakan ke ibu apakah ada
nyeri tekan. Payudara yang penuh dan bengkak akan menjadi lembut
dan lebih nyaman setelah menyusui.
i. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi: Kaji adakah striae dan linea alba. Kaji keadaan abdomen,
apakah lembek atau keras. Abdomen yang keras menunjukan
kontraksi uterus bagus sehingga perdarahan dapat diminimalkan.
Abdomen yang lembek menunjukan sebaliknya dan dapat dimasase
untuk merangsang kontraksi.
Palpasi:
- Fundus uteri Tinggi : Segera setelah persalinan TFU 2 cm
dibawah pusat, 12 jam kemudian ontrol 1 cm diatas pusat dan
menurun kira-kira 1 cm setiap hari.
Hari kedua post partum TFU 1 cm dibawah pusat
Hari ke 3 – 4 post partum TFU 2 cm dibawah pusat
Hari ke 5 – 7 post partum TFU pertengahan pusat-symfisis
Hari ke 10 post partum TFU tidak teraba lagi
- Kontraksi, kontraksi lemah atau perut teraba lunak menunjukan
konteraksi uterus kurang maksimal sehingga memungkinkan
terjadinya perdarahan.
- Posisi, posisi fundus apakah sentral atau lateral. Posisi lateral
biasanya terdorong oleh bladder yang penuh.
- Uterus, setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan
yang ontro padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal
saling menutup, yang menyebabkan rongga bagian tengah merata.
Ukuran uterus akan tetap sama selama 2 hari pertama setelah
pelahiran, namun kemudian secara cepat ukurannya berkurang
oleh involusi. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
- Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rektus
abdominis akibat pembesaran uterus jika dipalpasi “regangan ini
menyerupai belah memanjang dari prosessus xiphoideus ke
ontrolm sehingga dapat diukur ontrol dan lebarnya. Diastasis ini
tidak dapat menyatu ontrol seperti sebelum hamil tetapi dapat
mendekat dengan memotivasi ibu untuk melakukan senam nifas.
Cara memeriksa diastasis rektus abdominis adalah dengan
meminta ibu untuk tidur terlentang tanpa bantal dan mengangkat
kepala, tidak diganjal kemudian palpasi abdomen dari bawah
prosessus xipoideus ke ontrolm kemudian ukur ontrol dan lebar
diastasis.
j. Keadaan kandung kemih, Kaji dengan palpasi kandungan urine di
kandung kemih. Kandung kemih yang bulat dan lembut
menunjukan jumlah urine yang tertapung banyak dan hal ini
dapat mengganggu involusi uteri, sehingga harus dikeluarkan.
k. Ekstremitas atas dan bawah
- Varises, melihat apakah ibu mengalami varises atau tidak.
Pemeriksaan varises sangat penting karena ibu setelah melahirkan
mempunyai kecenderungan untuk mengalami varises pada
beberapa pembuluh darahnya. Hal ini disebabkan oleh perubahan
hormonal.
- Edema, Tanda homan positif menunjukan adanya tromboflebitis
sehingga dapat menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara
memeriksa tanda homan adalah memposisikan ibu terlentang
dengan tungkai ekstensi, kemudian didorsofleksikan dan tanyakan
apakah ibu mengalami nyeri pada betis, jika nyeri maka tanda
homan positif dan ibu harus dimotivasi untuk mobilisasi dini agar
sirkulasi ontro. Refleks patella mintalah ibu duduk dengan
tungkainya tergantung bebas dan jelaskan apa yang akan
dilakukan. Rabalah tendon dibawah lutut/patella. Dengan
menggunakan hammer ketuklan rendon pada lutut bagian depan.
Tungkai bawah akan bergerak sedikit ontro tendon diketuk. Bila
reflek lutut negative kemungkinan pasien mengalami kekurangan
vitamin B1. Bila gerakannya berlebihan dan capat maka hal ini
mungkin merupakan tanda preeklamsi.
l. Perineum, kebersihan Perhatikan kebersihan perineum ibu.
Kebersihan perineum menunjang penyembuhan luka. Serta adanya
hemoroid derajat 1 normal untuk ibu hamil dan pasca persalinan.
1) REEDA, adalah singkatan yang sering digunakan untuk menilai
kondisi ontrolmy atau laserasi perinium. REEDA singkatan
(Redness / kemerahan) Edema, Ecchymosisekimosis,
Discharge/keluaran, dan Approximate/perlekatan) pada luka
episiotomy. Kemerahan dianggap normal pada ontrolmy dan luka
namun jika ada rasa sakit yang signifikan, diperlukan pengkajian
lebih lanjut. Selanjutnya, edema berlebihan dapat memperlambat
penyembuhan luka. Penggunaan kompres es (icepacks) selama
periode pasca melahirkan umumnya disarankan.
2) Lochia
- Kaji jumlah, warna, konsistensi dan bau ontro pada ibu post
partum
- Perubahan warna harus sesuai. Misalnya Ibu postpartum
hari ke tujuh harus memiliki ontro yang sudah berwarna
merah muda atau keputihan. Jika warna ontro masih
merah maka ibu mengalami komplikasi postpartum.
- Lokhia yang berbau busuk yang dinamankan Lokhia
purulenta menunjukan adanya infeksi disaluran reproduksi
dan harus segera ditangani.
3) Varises, Perhatikan apakah terjadinya varises di dalam vagina dan
vulva. Jika ada yang membuat perdarahan yang sangat hebat.
m. Pengkajian status nutrisi
Pengkajian awal status nutrisi pada periode post partum didasarkan
pada data ibu saat sebelum hamil dan berat badan saat hamil, bukti
simpanan besi yang memadai (ontro : konjungtiva) dan ontrol diet
yang adekuat atau penampilan. Perawat juga perlu mengkaji beberapa
ontro komplikasi yang memperburuk status nutrisi, seperti kehilangan
darah yang berlebih saat persalinan.
n. Pengkajian tingkat energi dan kualitas istirahat
Perawat harus mengkaji jumlah istirahat dan tidur, dan menanyakan
apa yang dapat dilakukan ibu untuk membantunya meningkatkan
istirahat selama ibu di rumah sakit. Ibu mungkin tidak bisa
mengantisipasi kesulitan tidur setelah persalinan.
o. Emosi
Emosi merupakan elemen penting dari penilaian post partum. Pasien
post partum biasanya menunjukkan gejala dari ”baby blues” atau
“postpartum blues” ditunjukan oleh gejala menangis, lekas marah, dan
kadang-kadang insomnia. Postpartum blues disebabkan oleh banyak
ontro, termasuk fluktuasi hormonal, kelelahan fisik, dan penyesuaian
peran ibu. Ini adalah bagian normal dari pengalaman post partum.
Namun, jika gejala ini berlangsung lebih lama dari beberapa minggu
atau jika pasien post partum menjadi nonfungsional atau
mengungkapkan keinginan untuk menyakiti bayinya atau diri sendiri,
pasien harus diajari untuk segera melaporkan hal ini pada perawat,
bidan atau dokter.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidaknyamanan pasca partum b.d trauma perineum selama persalinan
dan kelahiran d.d pasien mengeluh tidak nyaman pada bekas jahitan.
2. Menyusui efektif b.d payudara membesar, alveoli mulai terisi ASI d.d ibu
merasa percaya diri selama proses menyusui.
3. Gangguan eliminasi urin b.d efek tindakan medis dan diagnostic d.d
desakan berkemih (urgensi).
4. Konstipasi b.d penurunan motilitas gastrointestinal d.d mengejan saat
defekasi
5. Gangguan pola tidur b.d kurang ontrol tidur d.d mengeluh pola tidur
berubah.
6. Pencapaian peran menjadi orang tua b.d status Kesehatan ibu dan bayi d.d
bounding attachment optimal.
7. Risiko ketidakseimbangan cairan d.d trauma/perdarahan.
C. Rencana Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No SLKI SIKI
Keperawatan
1 Ketidaknymanan Status Kenyamanan Pasca Partum Terapi Relaksasi
pasca partum 1. Keluhan tidak nyaman 1. Observasi
menurun a. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
2. Meringis menurun 2. Terapeutik
3. Luka episiotomy menurun a. Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa gangguan
4. Kontraksi uterus meningkat dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi yang
tersedia (mis. musil nafas dalam, relaksasi otot progresif)
b. Anjurkan posisi yang nyaman
c. Anjurkan sering mengulangi/melatih teknik yang dipilih
2 Menyusui efektif Status Menyusui Promosi ASI Eksklusif
1. Perlekatan bayi pada payudara 1. Observasi
ibu meningkat a. Identifikasi kebutuhan laktasi bagi ibu post natal
2. Kemampuan ibu 2. Terapeutik
memposisikan bayi dengan a. Fasilitasi ibu melakukan IMD
benar meningkat b. Fasilitasi ibu untuk rawat gabung
3. Kepercayaan diri ibu c. Dukung ibu menyusui dengan mendampingi ibu selama
meningkat kegiatan
4. Intake bayi meningkat 3. Edukasi
5. Hisapan bayi meningkat a. Jelaskan manfaat menyusui
b. Jelaskan tanda-tanda bayi cukup ASI
c. Jelaskan manfaat rawat gabung
3 Gangguan Eliminasi Urin Manajemen Eliminasi Urin
eliminasi urin 1. Desakan berkemih (urgensi) 1. Observasi
menurun a. Identifikasi factor yang menyebabkan retensi atau
2. Distensi kandung kemih inkontinensia urin
menurun b. Monitor eliminasi urin (mi. frekuensi, konsistensi, aroma,
3. Frekuensi BAK membaik volume, dan warna)
2. Terapeutik
a. Catat waktu-waktu haluaran berkemih
b. Batasi asupan cairan
3. Edukasi
a. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
b. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin
c. Anjurkan minum yang cukup
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra
4 Konstipasi Manajemen Konstipasi Manajemen Konstipasi
1. Kontrol pengeluaran feses 1. Observasi
meningkat a. Periksa tanda dan gejala konstipasi
2. Distensi abdomen menurun b. Identifikasi faktor risiko konstipasi
3. Frekuensi defekasi membaik c. Monitor tanda dan gejala rupture usus dan atau peritonitis
2. Terapeutik
a. Anjurkan diet tinggi serat
b. Lakukan masase abdomen
3. Eduaksi
a. Jelaskan etiologi masalah dan alas an tindakan
b. Anjurkan peningkatan asupan cairan
c. Ajarkan cara mengatasi konstipasi/impaksi
4. Kolaborasi
a. Konsultasikan dengan tim medis tentang penurunan/
peningkatan frekuensi suara nafas
b. Kolaborasi penggunaan obat pencahar
5 Gangguan pola Pola Tidur Dukungan Tidur
tidur 1. Keluhan sulit tidur menurun 1. Observasi
2. Keluhan sering terjaga a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
menurun b. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan atau
3. Keluhan pola tidur berubah psikologis)
menurun 2. Terapeutik
4. Keluhan istirahat tidak cukup a. Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan, kebisingan,
menurun suhu, dan tempat tidur)
5. Kemampuan beraktivitas b. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
meningkat (mis.pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur)
3. Edukasi
a. Jelaskan pentingnya tidur
b. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur(mi.psikologis, gaya hidup)
c. Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya

6 Pencapaian peran Peran Menjadi Orang Tua Promosi Pengasuhan


menjadi orang tua 1. Bounding attachment 1. Observasi
meningkat a. Monitor status Kesehatan anak dan status nutrisi anak
2. Interaksi perawatan bayi 2. Terapeutik
meningkat a. Tingkatkan interaksi orang tua-anak dan berikan contoh
b. Fasilitasi orang tua dalam mengembangkan dan
memelihara system dukungan social
c. Sediakan media untuk mengembangakan ketrampilan
pengasuhan
d. Fasilitasi orang tua mengembangkan ketrampilan social
dan koping
3. Edukasi
a. Ajarkan orang tua untuk menanggapi isyarat bayi
7 Risiko Keseimbangan Cairan Manajemen Cairan
ketidakseimbangan 1. Asupan cairan meningkat 1. Observasi
cairan 2. Haluaran urin meningkat a. Monitor status hidrasi (mis frekuensi nadi, kekuatan nadi,
3. Asupan makanan meningkat akral, pengisian kapiler, kelembaban mukosa, turgor
4. Membrane mukosa membaik kulit, tekanan darah)
5. Turgor kulit membaik b. Monitor berat badan harian
2. Terapeutik
a. Catat intake dan output dan hitung balance cairan 24 jam
b. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
c. Berikan cairan intravena
3. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian diuretik

Anda mungkin juga menyukai