Anda di halaman 1dari 22

Agustus 2023

PREEKLAMPSIA BERAT DAN HELLP SYNDROME

Disusun Oleh :
Widyastuti Londong Allo
N 111 21 020

Pembimbing Klinik
dr. Imtihanah Amri, Sp.An, M. Kes

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU ANASTESI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO PALU
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa mahasiswa yang bersangkutan
sebagai berikut :
Nama : Widyastuti Londong Allo
Stambuk : N 111 21 020
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tadulako
Judul Makalah : Pre Eklamsi Berat dan Hellp Syndrome
Bagian : Anastesi

Telah menyelesaikans tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Anastesi. Fakultas
Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, Agustus, 2023


Mengetahui,

Pembimbing Dokter Muda

dr. Imtihanah Amri, Sp. An, M. Kes Widyastuti Londong Allo


BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu indikator untuk menilai tingkat pelayanan kesehatan di suatu negara terutama
untuk ibu hamil, melahirkan dan nifas, adalah berdasarkan angka kematian maternal.
Berdasarkan Overview of Maternal Health in ASEAN Countries pada tahun 2011 oleh WHO,
dilaporkan bahwa Indonesia menduduki peringkat tiga tertinggi di kawasan ASEAN, untuk
jumlah kematian maternal setelah negara Laos dan Cambodia. Kematian maternal dapat
disebabkan oleh perdarahan (25%), penyebab tidak langsung (20%), infeksi (15%), aborsi yang
tidak aman (13%), preeklampsia atau eklampsia (12%), persalinan yang kurang baik (8%), dan
penyebab langsung lainnya (8%). Preeklampsia atau eklampsia menduduki peringkat kedua
sebagai penyebab langsung kematian setelah perdarahan, meskipun terdapat variasi data di
berbagai negara.1
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan kematian maternal dan
perinatal pada sekitar 2-3% kehamilan. Penyakit yang disebut sebagai “disease of theories“ini,
masih sulit ditanggulangi. Insidens preeklampsia di Indonesia berkisar antara 3-10%, dengan
39,5% di antaranya menyebabkan kematian di tahun 2001 dan 55,56% di tahun 2002.
Preeklampsia dan eklampsia yang dikenal dengan nama toksemia gravidarum merupakan suatu
sindrom yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer,
dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema, dan proteinuria yang
timbul karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih mengarah pada kejadian eklampsia.2
Hipertensi biasanya muncul lebih awal. Untuk diagnosis preeklampsia, kenaikan tekanan
sistolik harus 30 mmHg atau lebih di atas nilai normal atau mencapai 140 mmHg atau lebih.
Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik 15 mmHg
atau lebih, atau 90 mmHg atau lebih, maka hipertensi dapat didiagnosis. Penentuan tekanan
darah dilakukan minimal 2 kali dengan selang waktu 6 jam pada keadaan istirahat.2
2
Gangguan hipertensi dalam kehamilan terbagi atas hipertensi kronis, hipertensi
gestasional, dan preeklamsia. Preeklamsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang
paling ditakuti. Sering muncul sebagai hipertensi onset baru dan proteinuria selama trimester
ketiga. preeklamsia dapat berkembang dengan cepat menjadi komplikasi serius. Sementara
penyebab preeklamsia masih diperdebatkan hingga saat ini, studi klinis dan patologis
menunjukkan bahwa plasenta merupakan pusat patogenesis sindrom ini (3)
Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, yang
diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan wajah. Kenaikan
berat badan ½ kg per minggu dalam kehamilan masih dianggap normal; kenaikan 1 kg per
minggu beberapa kali perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap preeklampsia. Proteinuria
berarti konsentrasi protein melebihi 0,3 g/L dalam urin 24 jam, atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan +1 atau +2 atau 1 g/L atau lebih dalam urin yang dikeluarkan kateter atau
midstream yang diambil minimal dua kali dengan jarak 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih
lambat daripada hipertensi dan edema, sehingga harus dianggap tanda serius.2
Diagnosis dini dalam pemeriksaan antenatal rutin serta penatalaksanaan yang cepat dan
tepat penting untuk mencegah morbiditas dan mortalitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi preeklamsia dan Hellp Syndrome
Gangguan hipertensi dalam kehamilan terbagi atas hipertensi kronis, hipertensi
gestasional, dan preeklamsia. Preeklamsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang
paling ditakuti. Sering muncul sebagai hipertensi onset baru dan proteinuria selama trimester
ketiga. preeklamsia dapat berkembang dengan cepat menjadi komplikasi serius. Sementara
penyebab preeklamsia masih diperdebatkan hingga saat ini, studi klinis dan patologis
menunjukkan bahwa plasenta merupakan pusat patogenesis sindrom ini. (3)
Menurut American College of Obstetrics and Gynecology (ACOG) mendefinisikan
preeklamsia sebagai adanya hipertensi dan proteinuria yang terjadi setelah usia kehamilan 20
minggu pada pasien yang sebelumnya normotensif. Namun, sebagian besar wanita mengalami
manifestasi sistemik preeklamsia seperti trombosit rendah atau peningkatan enzim hati sebelum
tanda proteinuria terdeteksi. Kriteria ini dikonfirmasi baru-baru ini dalam pembaruan pedoman
praktik ACOG (3)
Sindrom HELLP adalah suatu kondisi serius yang dikaitkan dengan risiko besar bagi ibu
dan janinnya. Sindrom HELLP merupakan bentuk berat dari preeklamsia akibat perkembangan
plasenta yang abnormal diikuti produksi faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan endotelium. Pasien
dengan sindrom HELLP rentan terhadap insidensi stroke, penyakit jantung, ruptur plasenta, kebutuhan
transfusi, efusi pleura, dan infeksi (3).
2.2 Epidemiologi preeklampsia dan Hellp Syndrome
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019, penyebab kematian ibu terbanyak
adalah perdarahan sebanyak 1.280 kasus, hipertensi dalam kehamilan sebanyak 1.066 kasus, dan
infeksi sebanyak 207 kasus. Jumlah kasus kematian di Provinsi NTB selama tahun kurun waktu
5 tahun terakhir bersifat fluktuatif. Jumlah kasus kematian ibu secara berturut-turut dari tahun
2015-2019 adalah 95 kasus, 92 kasus, 85 kasus, 99 kasus dan terakhir adalah 97 kasus.
Proporsi penyebab kematian ibu pada tahu 2019 sebanyak 39 kasus disebabkan oleh hipertensi
dalam kehamilan, 22 kasus oleh karena perdarahan, 12 kasus karena gangguan metabolik 6
kasus disebabkan karena infeksi dan 18 kasus oleh karena penyebab lain-lain (4)
Sindrom HELLP terjadi pada sekitar 0,5 sampai 0,9% dari seluruh kehamilan dan pada 10
sampai 20% kasus dengan preeklampsia berat. Pada sekitar 70% kasus, sindrom HELLP
berkembang sebelum melahirkan dengan frekuensi puncak antara minggu ke-27 dan ke-37
kehamilan; 10% terjadi sebelum minggu ke-27, dan 20% setelah minggu ke-37 kehamilan. Usia
rata-rata wanita hamil dengan sindrom HELLP biasanya lebih tinggi daripada wanita dengan
preeklampsia 3.
2.3 Faktor risiko preeklamsia
Faktor risiko yang menyebabkan preeklamsia telah dipelajari secara lebih dalam pada
(Tabel 1). Faktor risiko utama termasuk riwayat preeklamsia, hipertensi kronis, diabetes mellitus
pregestasional, sindrom antifosfolipid, dan obesitas. Faktor risiko lain termasuk usia ibu lanjut,
nuliparitas, riwayat penyakit ginjal kronis, dan penggunaan teknologi reproduksi berbantuan.
Faktor risiko yang relatif adalah riwayat keluarga preeklamsia dan ibu yang membawa janin
trisomi. Kerentanan genetik terhadap preeklamsia telah dipelajari secara ekstensif. Analisis studi
asosiasi genome pada neonates dari 4380 kasus preeklamsia dan 310 kontrol ditemukan adanya
kerentanan genome-wide (rs4769613; P=5.4×10) di dekat gen FLT1 (FMS-like tyrosine kinase
1).
Produk yang merupakan faktor patogenetik penyebab pada preeklamsia. rs4769613
memiliki frekuensi yang lebih tinggi pada preeklamsia onset lambat. memberikan efek hanya
pada genom janin bukan ibu dan tidak memiliki perbedaan dalam penularan penyakit yang
berhubungan dengan jenis kelamin orang tua. Namun, kerentanan genetik ibu mungkin
memainkan peran. Sebuah studi asosiasi genome-wide preeklamsia maternal multietnis
menemukan lokus kerentanan genome-wide di rs9478812 (P=5,90×10), wilayah intronik protein
PLEKHGI yang terlibat dalam regulasi BP. (3)
Tabel 1. Faktor Risiko Preeklamsia
Faktor resiko utama

Preeklamsia sebelumnya (RR, 8,4; 95% CI, 7,1-9,9)

Hipertensi kronis (RR, 5.1; 95% CI, 4.0-6.5)

Diabetes mellitus pregestasional (RR, 3,7; 95% CI, 3,1–4,3)

Kehamilan ganda (RR, 2,9; 95% CI, 2,6-3,1)

BMI sebelum hamil >30 (RR, 2,8; 95% CI, 2,6–3,1)


Sindrom antifosfolipid (RR, 2,8; 95% CI, 1,8-4,3)

Faktor resiko lainnya

Lupus eritematosus sistemik (RR, 2,5; 95% CI, 1,0-6,3)

Riwayat lahir mati (RR, 2,4; 95% CI, 1,7–3,4)

BMI sebelum hamil >25 (RR, 2,1; 95% CI, 2,0–2,2)

Nuliparitas (RR, 2.1; 95% CI, 1.9–2.4)

Solusio plasenta sebelumnya (RR, 2.0; 95% CI, 1.4-2.7)

Teknologi reproduksi berbantuan (RR, 1,8; 95% CI, 1,6-2,1)

Penyakit ginjal kronis (RR, 1,8; 95% CI, 1,5-2,1)

Usia ibu lanjut >35 (RR, 1.2; 95% CI, 1.1-1.3)

Kerentanan genetik (ibu, ayah)

Faktor risiko langka

Riwayat keluarga dengan preeklamsia

janin trisomi 13

Hellp syndrome memiliki gejala klinis yang khas adalah nyeri perut kuadran kanan atas
atau epigastrium, mual dan muntah. Nyeri perut bagian atas mungkin berfluktuasi, seperti kolik.
Pada pasien sindrom HELLP, dapat terjadi koagulopati dan disfungsi berat organ multipel.
Ketika pasien perlu dilakukan tindakan seksio sesarea, manejemen anestesi harus
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya hematoma epidural pada teknik neuraksial akibat
koagulopati dengan trombositopenia 4.
2.4 Patofisiologi preeklamsia dan Hellp Syndrome
Etiologi preeklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Ditandai dengan
perubahan pembuluh darah plasenta dengan cepat menyebabkan gangguan fungsi plasenta,
diduga yang berperan menyebabkan hal ini adalah tiga faktor yaitu maladaptasi imunologi,
genetic predisposisi, dan faktor media-vaskular
Gambar 1. Gambaran Skema Teori Preeklampsia “Two Stage Disorder” (4)

Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi
tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak
dianut adalah sebagai berikut:12
Teori KelainanVaskularisasi Plasenta12
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang
arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa
arteri arkuarta dan arteri arkuarta member cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis member cabang arteria spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas kedalam
lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi
dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan
dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini member dampak penunrnan tekanan
darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero-plasenta.
Akibatnya, aliran darah kejanin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga
dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan "remodeling arteri
spiralis".
Gambar 2. Remodeling arteri spiralis11
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan
keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodeling
arteri spiralis", sehingga aliran darah utero-plasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada
preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat
meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero-plasenta.
Teori iskemia plasenta, radikalbebas, dan disfungsi endotel (4)
 Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima electron atau atom/molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan
plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel
endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses norrnal,
karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam
darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu
hipertensi dalam kehamilan disebut "toxaemia".
Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak
tidak .jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga
akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh
yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.
 Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida
lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan
menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relative tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh
tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane sel endotel. Membran sel endotel lebih
mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan
dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh
sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
 Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel yang terpapar oleh peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel,
yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan membrane sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.
Keadaan ini disebut "disfungsi endotel" (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan
sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi:
- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) : suatu
vasodilatator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi sel
trombosit ini adalah untuk menutup lokasi di lapisan endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam
keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin / tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin
(lebih tinggi vasodilatator). Pada preeclampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar
prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis).
- Peningkatan permeabilitas kapilar.
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO (vasodilatator)
menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi
Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Dugaan bahwa factor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam
kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut :
- Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan multigravida.
- Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
- Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan, makin kecil terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya "hasil konsepsi" yang
bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang
berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga ibu hamil tidak menolak hasil konsepsi
(plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
Natural Killer (NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas kedalam jaringan
desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan pra kondisi untuk terjadinya invasi trofoblas kedalam
jaringan desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel Natural killer. Pada plasenta hipertensi
dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah
plasenta, menghambat invasi trofoblas kedalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar
jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri
spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi
inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada preeklampsia.
Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan terjadi
preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada
normotensive.
Teori adaptasi kardiovaskular genetik4
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter,
berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar
vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Pada kehamilan normal
terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat oleh adanya
sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter
terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang
menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah
prostasiklin.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor.
Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh
darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan
bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan
sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan
menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.
Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan
genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia, 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu
mengalami preeklampsia.
Teori inflamasi
Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa
proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai
bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal,
jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam
batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, di mana pada preeclampsia
terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas
juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil
ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas
juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu
menjadi jauh lebih besar, disbanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respon inflamasi
ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula,
sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada
ibu.
Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeclampsia akibat produksi debris
trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan "aktivitas leukosit yang sangat
tinggi" pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut sebagai "kekacauan adaptasi dari
proses inflamasi intravaskular pada kehamilan" yang biasanya berlangsung normal dan
menyeluruh.
Hemolisis, salah satu ciri utama gangguan ini, disebabkan oleh anemia hemolitik
mikroangiopati (MAHA). Fragmentasi sel darah merah yang disebabkan oleh jalur berkecepatan
tinggi melalui endotelium yang rusak tampaknya mewakili tingkat keterlibatan pembuluh darah
kecil dengan kerusakan intima, disfungsi endotel, dan deposisi fibrin. Adanya fragmen (skizosit)
atau sel darah merah yang berkontraksi dengan spikula (sel Burr) pada apusan darah tepi
mencerminkan proses hemolitik dan sangat menunjukkan perkembangan MAHA. Sel darah
merah polikromatik juga terlihat pada apusan darah, dan peningkatan jumlah retikulosit
mencerminkan pelepasan kompensasi sel darah merah yang belum matang ke dalam darah
tepi. Penghancuran sel darah merah oleh hemolisis menyebabkan peningkatan kadar serum laktat
dehidrogenase (LDH) dan penurunan konsentrasi hemoglobin. Hemoglobinaemia atau
hemoglobinuria dapat dikenali secara makroskopik pada sekitar 10% wanita 4.

2.5 Diagnosis Preeklamsia dan Hellp syndrome


Gangguan hipertensi adalah komplikasi umum dari kehamilan yang menempatkan wanita
dan janin pada risiko yang berbahaya sehingga terjadinya komplikasi lebih lanjut serta gejala sisa
seumur hidup. Berdasarkan tingkat keparahannya, gangguan hipertensi pada kehamilan termasuk
hipertensi kronis merupakan hipertensi dengan tekanan darah sistolik (TD) 140 mmHg atau TD
diastolik 90 mmHg yang mendahului permulaan kehamilan. hipertensi gestasional yaitu
hipertensi yang didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu tanpa proteinuria bersamaan
kemudian preeklamsia-eklampsia yaitu hipertensi awitan baru dengan proteinuria awitan baru
dan hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronis dengan
proteinuria onset baru atau tanda/gejala lain dari preeklamsia setelah 20 minggu atau proteinuria
kronis dengan hipertensi onset baru Dengan morbiditas dan mortalitas terbesar.
Pengukuran tekanan darah harus dilakukan baik dalam posisi duduk atau berbaring miring
kiri (selama persalinan) dengan manset lengan berukuran tepat setinggi jantung, dan
menggunakan Korotkoff V untuk tekanan darah diastolik (DBP).
Beberapa penelitian menyatakan bahwa :
 Lakukan pengukuran TD 24 jam saat berada dirumah hanya dilakukan pada wanita
nulipara dengan syarat TD > 140 atau 90 mmHg.

 Lakukan pengukuran TD secara konvesional di klinik antenatal pada wanita dengan


dengan risiko tinggi yang buruk seperti proteinuria, kelahiran premature, berat lahir
dibawah persentil 10 dan riwayat caesarea.

 Pemantauan TD rawat jalan dilakukan pada wanita dengan risiko tinggi untuk direncakan
intervensi dini dan pengontrolan TD secara berkala.

Selain pemeriksaan laboratorium, ultrasonografi doppler pada arteri uterina yang dilakukan
setelah usia kehamilan 20 minggu dapat dilakukan untuk mendeteksi wanita dengan risiko tinggi
hipertensi gestasional, preeklamsia, dan retardasi pertumbuhan intrauterin.
Tabel 2. Definisi Klinis Preeklamsia
Preeklamsia

Tekanan darah tinggi

Sistolik 140 mmHg atau diastolik 90 mmHg, 2 kali, 4 jam terpisah pada wanita
yang sebelumnya normotensi

Dan proteinuria

300 mg/24 jam pengumpulan urin

atau protein/kreatinin 0,3

atau pembacaan dipstick =1+

Atau derajat berat

Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg, 2 kali, selang
waktu 4 jam saat tirah baring

Trombositopenia (<100.000 L

Tes fungsi hati 2x normal atau berat persisten kuadran kanan atas atau nyeri
epigastrium

Konsentrasi kreatinin serum >1,1 mg/dL atau dua kali lipat kreatinin tanpa
adanya penyakit ginjal lainnya

Edema paru

Gejela cerebral atau visual onset baru

Sindrom HELLP terdiri atas hemolisis, yaitu adanya anemia hemolitik mikroangiopati,
peningkatan enzim hati yang ditandai dengan AST >70 U/L atau LDH >600 U/L, dan penurunan
jumlah trombosit (<100.000/mm3). Pasien didiagnosis dengan sindrom HELLP parsial karena
ditemukannya peningkatan AST dan penurunan trombosit tanpa adanya anemia hemolitik 4.
2.6 Penatalaksanaan Preeklamsia dan Hellp Syndrome
 Tatalaksana non farmakologis
Terdapat korelasi linier antara indeks massa tubuh (IMT) dan gangguan hipertensi pada
kehamilan, dengan risiko preeklamsia menjadi 2 kali lipat dengan setiap peningkatan IMT 5
hingga 7 kg. Oleh karena itu terapi non-farmakologis yang dapat dilakukan yaitu:
- Olahraga teratur
- Diet komprehensif
- Intervensi gaya hidup (Wanita dengan IMT > 25 kg antara 10 – 20 minggu usia
kehamilan).
- Berdasarkan pedoman, bahwa wanita gemuk (IMT ≥ 30 kg) disarankan untuk tidak
menambah berat badan lebih dari 6,8 kg selama kehamilan.
 Pengobatan farmakologis
Untuk pengobatan hipertensi berat, pemilihan obat antihipertensi dan rute pemberiannya
bergantung pada waktu pemberian yang diharapkan. Pengobatan dengan labetalol intravena,
metildopa oral, atau nifedipin harus dimulai, dan natrium nitroprusid harus digunakan hanya
sebagai obat pilihan terakhir karena risiko keracunan sianida janin.

Tatalaksana yang dipilih adalah terminasi kehamilan pervaginam dengan induksi


oksitosin atau misoprostol. Sindrom HELLP sendiri dapat mempercepat perbaikan gejala klinik
dan laboratorik. Perbaikan gejala klinik dapat dilihat dari meningkatnya produksi urin,
menurunnya tekanan darah.

2.7 KOMPLIKASI
Preeklampsia dapat mengakibatkan komplikasi pada ibu. Komplikasi yang paling berat
adalah kematian ibu dan janin. Adapun komplikasi preeklampsia, diantaranya adalah sebagai
berikut: (5)
 Eklampsia
Eklampsia didefinisikan sebagai kejang dan pada kebanyakan kasus eklampsia didahului
dengan manifestasi klinis preeklampsia selama beberapa hari atau beberapa minggu, walaupun
beberapa kasus terjadi tanpa adanya tanda atau gejala pendahulu.
 Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
Preeklampsia mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan, hal ini
disebabkan karena preeklampsia/eklampsia pada ibu akan menyebabkan perkapuran di daerah
plasenta, sedangkan bayi memperoleh makanan dan oksigen dari plasenta. Perkapuran di daerah
plasenta menyebabkan suplai makanan dan oksigen yang masuk ke janin berkurang.
 Solusio plasenta
Solusio Plasenta yaitu lepasnya plasenta dari dinding uterus sebelum bayi dilahirkan dan
terjadi pada awitan persalinan dan selama persalinan. Perdarahan uterus dapat terbuka,
tersembunyi atau campuran, bergantung pada derajat pelepasan plasenta.
Derajat lepasnya plasenta pada solusio plasenta dibagi menjadi 3, yaitu: Solusio plasenta
lateralis/parsialis, apabila hanya sebagian dari plasenta yang terlepas dari perlekatannya. Solusio
plasenta totalis, apabila seluruh bagian plasenta sudah terlepas dari perlekatannya. Serta
Prolapsus plasenta, kadangkadang plasenta ini turun ke bawah dan dapat teraba pada
pemeriksaan dalam.
 Sindrom HELLP (Haemolysis, Elevated Liver Enzymes, Low Platelet Count)
Sindrom HELLP umumnya dianggap sebagai varian preeklampsia berat atau eklampsia
yang mengakibatkan disfungsi multisistem akibat vasospasme arteri, kerusakan endotel dan
agregasi trombosit. Sindrom HELLP juga dapat muncul sebagai gangguan yang berat dan
mendadak dimasa antepartum atau pascapartum.
 Gagal ginjal
Fungsi ginjal umumnya dipertahankan hingga stadium lanjut, namun mengalami kerusakan
pada preeklampsia berat akibat vasokonstriksi dan penurunan perfusi. Peningkatan kadar kreatin
serum dan proteinuria mengindikasikan gangguan fungsi glomerulus, sedangkan peningkatan
kadar asam urat serum mengindikasikan gangguan fungsi tubulus. Kebanyakan kasus gagal
ginjal disebabkan nekrosis tubulus akut yang umumnya sembuh tanpa kerusakan jangka panjang.
Mes kipun demikian, nekrosis kortikal akut yang terjadi pada kurang dari 4% kasus gagal ginjal
akibat preeklampsia mengakibatkan gagal ginjal permanen.
 Koagulopati (Disseminated coagulation intravascular, DIC)
Disseminated coagulation intravascular (DIC) merupakan kerusakan endotel pembuluh
darah yang mengakibatkan aktivasi sistem koagulasi dan agregasi trombosit. Pembekuan
mikroemboli pada pembuluh darah yang lebih kecil, selanjutnya akan menurunkan perfusi organ.
 Disfungsi Hati
Disfungsi hati terjadi akibat vasokonstriksi dan edema setempat. Peningkatan kadar Alanin
Aminotransferase (ALT) serum, Aspartam Aminotransferase (AST) dan Alkalin Fosfatase
mengindikasikan kebocoran melalui membran sel. Peningkatan kadar AST juga mengindikasikan
kerusakan hati, otot, ginjal, pankreas dan sel darah merah karena AST diperlukan dalam
metabolisme jaringan dan ditemukan banyak pada tempat-tempat tersebut.
2.8 Pencegahan preeklamsia dan Hellp syndrome
Wanita hamil dengan risiko tinggi dan sedang, direkomendasikan untuk pemberian asipirin
100-150 mg setiap hari mulai usia kehamilan 12 minggu hingga 36-37 minggu. Berdasarkan
pedoman ACC/AHA 2017, pasien dengan hipertensi stadium 1 memiliki risiko preeklampsia
dibandingkan dengan wanita normotensif (39% berbanding 15%). Studi kohort menunjukan
dengan pemberian aspirin dosis rendah 60 mg dapat menurunkan risiko preeklampsia sekitar
24% berbanding 39% yang diteliti terhadap 1000 pasien.
ACOG juga merekomendasikan pemberian aspirin dosis rendah setiap hari yang dimulai
pada akhir trimester pertama untuk wanita dengan riwayat preeklampsia dini dan persalinan
prematur pada usia kehamilan kurang dari 34 minggu atau untuk wanita dengan lebih dari satu
kehamilan sebelumnya dengan komplikasi preeklampsia (4)
Pada wanita hamil antara usia kehamilan 24 dan 34 minggu, SC penuh disarankan setelah
stabilisasi ibu (khususnya kelainan tekanan darah dan koagulasi) diikuti dengan induksi
persalinan setelah 24 jam
BAB III
KESIMPULAN

1.1. Kesimpulan
1. Penegakan diagnosis preeklamsi berat pada pasien berdasarkan pada
pemeriksaan didapatka tekan darah 190/130 mmHg dengan adanya proteinuria
positif 2 disertai keluhan disfungsi organ berupa nyeri perut epigastrik, mual
dan muntah serta gejala serebral berupa sakit kepala, pandangan kabur.
2. Faktor risiko utama termasuk riwayat preeklamsia, hipertensi kronis, diabetes
mellitus pregestasional, sindrom antifosfolipid, dan obesitas. Faktor risiko lain
termasuk usia ibu lanjut, nuliparitas, riwayat penyakit ginjal kronis, dan
penggunaan teknologi reproduksi berbantuan.
3. Penatalaksanaan preeklamsi diberikan langsung setelah penegakan diagnosis.
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah sesuai dengan penatalaksanaan PEB,
dan dilakukan tindakan terminasi pada pasien atas indikasi kehamilan sudah
berusia 37 minggu dan untuk menyelamatkan kondisi ibu dari komplikasi
preeklamsi yang dapat menyebabkan kematian pada ibu dan bayi.
4. Komplikasi yang serius dapat terjadi pada ibu hamil di antaranya eclampsia,
interauterine growth restriction (IUGR), solusio plasenta, sindrom HELLP,
Gagal Ginjal, Koagulopati, Disfungsi hati.
DAFTAR PUSTAKA

1. Andriani, C., Lipoeto, N.I., Utama, B.I. Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan
Preeklampsia di RSUP Dr.M.Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas.
Vol.5(1). 2016.
2. Sumulyo, G., dkk. Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia Berat Tidak
Tergantung Proteinuria. CDK-225. Vol.44(8). 2017.
3. Rana, sarosh. Preeclampsia pathophysiology, challenges, and persprective. American heart
association
4. Cunningham, F.G., Et all. Williams Obstetrics. Ed. 23. Mc Graw Hill Medical New York.
2010
5. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Sarwono: Jakarta. 2010.
6. Rodiani., Luvika. S.G. Wanita, G2p0a1 Hamil 36 Minggu Belum Inpartu Dengan PEB
+Partial HELLP Syndrome Dan Solutio Plasenta, Janin Tunggal Mati, Presentasi Kepala.
Jurnal Kedokteran Unila. Vol 1(2). 2016

Anda mungkin juga menyukai