Anda di halaman 1dari 4

Nur Ihsan

D111231032

Teknik Pertambangan

TANGGAPAN:
Berita tersebut mengenai permohonan uji materi UU ITE oleh seorang karyawan swasta yang
mengalami kasus tuduhan pencemaran nama baik. Pemohon mempersoalkan pasal 27 ayat (3) dan
pasal 45 ayat (3) UU ITE yang dinilai bertentangan dengan konstitusi. Pemohon berpendapat bahwa
pasal-pasal tersebut mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi di media sosial. Pemohon
juga menganggap bahwa pasal-pasal tersebut tidak jelas dan multi tafsir, sehingga dapat menimbulkan
penyalahgunaan oleh pihak-pihak tertentu. Sidang pemeriksaan pendahuluan permohonan tersebut
digelar oleh Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 16 Maret 2023 di Ruang Sidang Panel MK¹.
Saya menghargai hak konstitusional Pemohon untuk mengajukan permohonan uji materi UU ITE,
karena itu merupakan salah satu mekanisme kontrol konstitusional yang dapat digunakan oleh warga
negara untuk melindungi hak-haknya dari norma hukum yang dianggap bertentangan dengan
konstitusi. Saya juga memahami kegelisahan Pemohon terkait dengan dampak negatif dari UU ITE,
terutama dalam hal penghinaan dan pencemaran nama baik di media sosial, yang dapat merugikan
reputasi dan martabat seseorang. Saya setuju bahwa UU ITE perlu direvisi agar lebih jelas, tegas, dan
proporsional dalam menentukan batasan dan sanksi bagi pelaku pelanggaran. Namun, saya juga
berpikir bahwa UU ITE tidak sepenuhnya buruk dan bermasalah, karena ada beberapa aspek positif
yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat dalam berinteraksi di dunia digital.
Misalnya, UU ITE mengatur tentang hak cipta, perlindungan data pribadi, transaksi elektronik, dan
pencegahan cybercrime. Oleh karena itu, saya berharap bahwa permohonan uji materi UU ITE tidak
hanya berfokus pada aspek negatifnya saja, tetapi juga mempertimbangkan aspek positifnya.
Alami Kasus Tuduhan Pencemaran Nama Baik, Seorang Karyawan Swasta Uji UU ITE

JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Sidang Pemeriksaan


Pendahuluan terhadap permohonan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE), pada Kamis (16/3/2023) di Ruang Sidang Panel MK. Permohonan yang diregistrasi MK dengan
Nomor 25/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh seorang karyawan swasta bernama Tedy Romansa.

Pemohon mempersoalkan norma Pasal 27 ayat (3) yang berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya elektronik dan
atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik”. Pasal
45 ayat (3) menyatakan, “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau
mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud
dalam pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda
paling banyak Rp750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)”.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Pemohon yang diwakili oleh
kuasanya, Irfandi menyebut awal mulanya Pemohon mengklarifikasi ibu kandungnya mengenai isu
yang berkembang di masyarakat terkait hubungan ibu kandung Pemohon dengan Dadang Kurniadi
pada 31 Juli 2022. Ibu Karsah yaitu ibu Pemohon mengakui telah memberikan uang sebesar
Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) secara tunai kepada Dadang Kurniadi pada 23 Juni 2022,
uang tersebut untuk pembelian sebidang rumah dan tanah seluas 40 Bata di daerah Ciomas
berdasarkan bukti kuitansi tertanggal 18 Juli 2022.

“Selanjutnya singkat cerita,tanah dan rumah yang dijanjikan akan dibeli oleh Bapak Dadang Kurniadi
menggunakan uang ibu Karsah tidak terpenuhi dan bahkan Bapak Dadang Kurniadi mengaku kepada
ibu Karsah bahwa uangnya sebesar Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) untuk membeli rumah
tersebut telah hilang jatuh dari bagasi mobil dan hingga saat ini uang tersebut belum dikembalikan
kepada Ibu Karsah dan laporan polisi atas kehilangan uang tersebut pun tidak pernah dilakukan oleh
Bapak Dadang Kurniadi dengan alasan yang tidak jelas dan tidak masuk akal,” urai Irfandi.

Selanjutnya, pada 18 Februari 2023, sambung Irfandi, Pemohon dipanggil untuk dimintai keterangan
oleh Polres Kuningan di unit Harda Sat Reskrim Polres Kuningan berdasarkan Surat Nomor
B/103/II/2023/Reskrim tertanggal 16 Februari 2023. Pada tanggal tersebut, Pemohon dengan
didampingi kuasa hukumnya memenuhi undangan permintaan keterangan tersebut, kuasa hukum telah
berdiskusi kepada penyelidik terkait adanya Keputusan Bersama Menteri komunikasi, Jaksa Agung
dan Kepala Kepolisian Nomor 229 tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021 dan Nomor KB/2/VI/2021
tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu dalam UU 19/2016.

Namun aturan tersebut diabaikan dan pengaduan pencemaran nama baik dan penghinaan terus
ditindaklanjuti. Padahal jelas Pemohon hanya menerima kiriman rekaman tersebut dan lalu
mengirimkan kembali kepada saudaranya secara pribadi bukan disebarkan di grup terbuka
sebagaimana aturan Keputusan Bersama Menteri Komunikasi, Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian
Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021 dan Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman
Implementasi Atas Pasal Tertentu dalam UU 19/2016 huruf K bagian implementasi yang menyatakan
bahwa “Bukan merupakan delik penghinaan dan atau pencemaran nama baik dalam hal konten
disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas seperti grup
percakapan keluarga, kelompok pertemanan akrab, kelompok profesi, grup kantor atau intitusi
pendidikan“. “Mengapa aturan demikian diabaikan oleh penegak hukum karena penegak hukum
hanya melihat pasal a quo ini yang diuji oleh pemohon masih berlaku dan belum dinyatakan tidak
mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi,” urainya.

Dikatakan Irfandi, UU ITE terdapat banyak pasal karet dan setiap pasal tersebut harus segera direvisi
agar tidak berpotensi dapat merusak nilai keadilan dan kebenaran yang tertuang dalam UUD 1945.
Pemohon tidak mendapatkan jaminan dan kepastian hukum akibat berlakunya Pasal 27 ayat (3) dan
45 ayat (3) UU ITE. Selain itu, Pemohon menilai pencemaran nama baik harus memiliki batasan-
batasan hukum yang menunjang dan dipergunakan oleh aparat penegak hukum untuk memroses
segala tindak pidana yang berhubungan dengan pasal a quo ini, sehingga pasal tersebut secara yuridis
telah melanggar tujuan awal pembentukan UU ITE. Oleh karena itu, ia menegaskan, Pasal 27 ayat (3)
dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 setiap orang berhak
atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum.

“Di mana akibat berlakunya pasal tersebut, Pemohon saat ini dipanggil oleh Polres Kuningan untuk
dimintai keterangan terkait dugaan pelanggaran terhadap pasal dimaksud yang memiliki unsur dan
multitafsir yang seharusnya diperjelas dalam undang-undang atau ketentuan hukum lainnya seperti
peraturan pelaksana undang-undang,” papar Irfandi.

Dampak dari berlakunya pasal tersebut bukan hanya bagi Pemohon, namun juga pada masyarakat
pada umumnya, terlebih lagi UU ITE saat ini menjadi sorotan utama bagi Presiden RI dan Jajaran
Pemerintahan lainnya termasuk Kapolri. Karena UU ITE memiliki pasal karet yang dapat merugikan
orang banyak khususnya Warga Negara Indonesia. Ada pula petunjuk dari Presiden RI terhadap UU
ITE, sehingga Kapolri mengeluarkan surat Edaran Nomor SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya
Beretika untuk mewujudkan ruang digital Indonesia yang bersih, sehat dan produktif. Untuk itu,
dalam petitumnya, Pemohon meminta agar pasal-pasal yang diuji dinyatakan bertentangan dengan
UUD 1945.

Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul mengatakan Pemohon
telah menguraikan kedudukan hukum sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).

“Seharusnya Saudara bisa menjelaskan dulu atau menguraikan a, b, c, d, e itu terutama tentang
spesifik atau khusus hak konstitusionalnya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, kemudian ada
dugaan bahwa melanggar hak konstitusional dari pada pemohon. Nah baru ketiga dijelaskan apakah
kerugian ini spesifik atau tidak, khusus? Dan apakah aktual atau setidak-tidaknya potensial. Saya
sudah membaca diselanjutnya itu kalau ini dimulai dari perkara konkret, coba itu uraikan dan
hubungkan dengan ini. Dimana kira-kira legal standing-nya itu. Dan juga harus dijelaskan apakah
Pemohon ini benar-benar mengalami kerugian karena apa? Karena dituduh karena pasal inikah atau
hanya sekadar saksi yang dipanggil, ini tidak jelas. Jadi, harus ada kejelasan,” tegas Manahan.

Sedangkan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah meminta Pemohon untuk menambahkan Peraturan
MK Nomor 2 Tahun 2021 (PMK 2/2021) pada kewenangan MK dan mengelaborasi kedudukan
hukumnya. “Sebetulnya saya menangkap lebih banyak argumentasi kaitannya dengan legal standing
saudara, hal-hal konkret yang Saudara kemukakan di alasan permohonan itu lebih tepat diatur
dipindahkan ke legal standing atau kedudukan hukum. Memang ada juga berbicara, tetapi hanya
mencantumkan Pasal 28I, Pasal 28G, dan Pasal 28J (UUD 1945) tanpa mengelaborasi sebagaimana
disampaikan tadi oleh Hakim Konstitusi Manahan MP. Sitompul. Jadi mestinya dielaborasi itu, itulah
alasan-alasan permohonan dielaborasi. Sementara keadaan konkret saudara hendaknya masuk sebagai
argumentasi untuk legal standing-nya,” terang Guntur.

Sementara Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta Pemohon untuk memperjelas uraian kedudukan
hukum. Kemudian, memperkuat dan membuat argumentasi yang dapat menyakini MK. “Untuk
petitum, Arief meminta Pemohon untuk memikirkan kembali apabila ini dinyatakan inkonstitusional
kalau terjadi kekosongan hukum bagaimana? Kalau gitu bisa saja konstitusional bersyarat atau
inkonstitusional bersyarat terserah,” terang Arief.

Sebelum menutup persidangan, Panel Hakim memberikan waktu selama 14 hari kerja. Arief
mengatakan Pemohon diberi waktu untuk menyerahkan perbaikan permohonan paling lambat Rabu,
29 Maret 2023 pukul 13.00 WIB. (*)

Sumber: https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=19040&menu=2

Anda mungkin juga menyukai