Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PBL MODUL 1 (NYERI SENDI)

BLOK MUSKULOSKELETAL

Tutor:
dr. Nurul Fadilah Ali Polanunu, M.Biomed

KELOMPOK 1A
MUH. ANUGRAH RAMADAN L 11020170117
REIZALDY MUSARRA MAULI 11020180073
DIFA ALYA ZATIRA 11020210013
MIFTAHUL JANNAH 11020210033
CHURIANI 11020210051
NAUFAL RIVALDY 11020210071
ANDI ALDITA NITAMAPIA ZULKIFLI 11020210089
SHERLIANA 11020210107
MUHAMMAD SHENDY ABIYYU BADI 11020210125

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberi rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyusun Laporan Diskusi Pengayaan. Shalawat serta salam
semoga Allah SWT sampaikan kepada jujungan kita semua yaitu kepada Baginda Rasulullah SAW
yang menjadi tauladan kita semua, juga sebagai motivator kita dalam menuntut ilmu hingga
sampai saat ini.

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, akhirnya laporan ini dapat diselesaikan.


Laporan ini merupakan kelengkapan bagi mahasiswa agar dapat memahami konsep masalah yang
telah diberikan. Laporan ini juga diharapkan dapat digunakan oleh mahasiswa dalam
menyelesaikan masalah.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami, dr. Nurul Fadilah
Ali Polanunu, M.Biomed yang telah membimbing kami pada saat diskusi serta memberi masukan-
masukan kepada kelompok kami.

Dalam Blok Muskuloskeletal kedokteran terdapat sebuah agenda perkuliahan berupa


diskusi kelompok, dimana mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
melakukan diskusi mengenai kasus pada Blok Muskuloskeletal. Sekiranya mohon maaf apabila
terdapat banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini karena semata-mata kami hanya manusia
biasa yang tak luput dari kesalahan.

Makassar, 12 September 2022

Kelompok 1 A
SKENARIO 4
Seorang perempuan usia 38 tahun datang ke praktek dokter dengan keluhan nyeri pada jari-
jari kedua tangan yang dialami sejak 1 bulan terakhir. Pasien mengeluh kaku pada sendi-sendi
terutama di pagi hari. Pasien mengeluh mudah lelah bila melakukan aktivitas ringan.

KATA SULIT
-
KALIMAT KUNCI
1. Perempuan berusia 38 tahun
2. Keluhan nyeri pada jari jari kedua tangan
3. Dialami sejak 1 bulan terakhir
4. Pasien mengeluh kaku pada sendi sendi terutama dipagi hari
5. Mengeluh mudah lelah bila melakukan aktivitas ringan

PERTANYAAN PENTING
1. Jelaskan anatomi skeletal yang berkaitan dengan scenario!
2. Bagaimana patofisiologi keluhan pasien berdasarkan scenario ?

3. Apa penyebab nyeri yang dialami oleh pasien berdasarkan scenario ?


4. Sebutkan dan jelaskan jenis jenis nyeri !

5. Bagaimana langkah langkah diagnosis berdasarkan scenario ?


6. Apa pemeriksaan penunjang berdasarkan scenario ?
7. Apa saja diferensial diagnosis dari scenario ?

8. Bagaimana penatalaksanaan awal sesuai dengan scenario ?


9. Apa perspektif islam yang sesuai dengan scenario ?

JAWABAN PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi skeletal yang berkaitan dengan skenario !
a. Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada bagian intraseluler. Tulang
berasal dari embryonic hyaline cartilage yang mana melalui proses “osteogenesis”
menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut osteoblast. Proses
mengerasnya tulang akibat menimbunnya garam kalsium. Fungsi tulang adalah
sebagai berikut :
a) Mendukung jaringan tubuh dan membentuk tubuh
b) Melindungi organ tubuh (jantung, otak, paru-paru) dan jaringan
lunak.
c) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi
dan pergerakan.
d) Membuat sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang
(hematopoiesis)
e) Menyimpan garam-garam mineral. Misalnya kalsium, fosfor, tulang
dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya
: tulang panjang (femur, humerus) terdiri dari satu batang dan dua
epifisis. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat, epifisis
dibentuk oleh spongi bone (cacellous atau trabecular).1

b. Otot
Otot dibagi dalam tiga kelompok, dengan fungsi utama untuk kontraksi dan untuk
menghasilkan pergerakan dari bagian tubuh atau seluruh tubuh. Kelompok otot
terdiri dari :
a) Otot rangka (otot lurik) didapatkan pada system skeletal dan berfungsi
untuk memberikan pengontrolan pergerakan, mempertahankan sikap dan
menghasilkan panas
b) Otot visceral (otot polos) didapatkan pada saluran pencernaan, saluran
perkemihan dan pembuluh darah. Dipengaruhi oleh sistem saraf otonom
dan kontraksinya tidak dibawah kontrol keinginan
c) Otot jantung didapatkan hanya pada jantung dan kontraksinya tidak
dibawah control keinginan.1
c. Sendi
Sendi merupakan struktur khusus pada tubuh sebagai penghubung antar tulang
sehingga tulang dapat digerakkan. Sendi yang terdapat pada pergelangan tangan
dan daerah sekitarnya antara lain adalah sebagai berikut.1

Keterangan gambar :
1) Distal radio ulnar
2) Articulation radio carpalis
3) Articulation medial carpalis
4) Carpo meta carpal (CMC)
5) Meta carpo phalangeal (MCP)
6) Proximal interphalang
7) Distal interphalang
d. Nervus
Nervus medianus berjalan turun ke bawah pada sisi lateral arteria brachialis,
kemudian didaerah siku disilang oleh opneurosis bicipitalis. Nervus ini
meninggalkan fossa cubiti dengan berjalan diantara kedua caput musculus pronator
teres dan terus berjalan kedistal diantara musculus flexor digitorum profudus. Di
region carpalis, nervus medianus muncul disisi lateral musculus digitorum
superficial dan terletak dibelakang tendomusculi palmaris longus.

Nervus medianus berakhir dengan membentuk buah nervi digitales


palmares communes, masing masing bercabang lagi membentuk nervi digitales
palmares propii. Nervus digitales palmaris communis I bercabang 3 membentuk
nervi digitales palmares propii, yang masing-masing berjalan menuju kedua sisi ibu
jari, serta sisi lateral jari II. Nervus digitales communes II, bercabang menuju ke
sisi medial jari II dan sisi lateral jari III. Nervus digitales palmaris communis III,
memberi dua cabang nervi digitalis palmares propii, menuju ke sisi medial jari III,
dan sisi lateral jari IV.1

2. Bagaimana patofisiologi keluhan pasien berdasarkan skenario ?


Patofisiologi Nyeri Sendi

Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi maupun
rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesijaringan. Sel yang mengalami
nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler. Peningkatan kadar K+ ekstraseluler akan
menyebabkandepolarisasi nociceptor, sedangkan protein padabeberapa keadaan akan
menginfiltrasimikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan/inflamasi. Akibatnya,
mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamine yang akan
merangasng nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya
dapatmenyebabkan nyeri. Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuandarah
sehingga bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika
terjadioklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemiayang akan menyebabka akumulasi
K + ekstraseluler dan H + yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin,
danprostaglandin E2 memiliki efek vasodilator danmeningkatkan permeabilitas pembuluh
darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat dan juga terjadi
Perangsangan nosiseptor.Bila nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan substansi
peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses
inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah. Peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri .3

Rangkaian proses perjalanan yang menyertai antara kerusakan jaringan sampai dirasakan
nyeri diikuti oleh 4 proses nosisepsi:

 Transduksi
Adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan stimulus
(misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe serabut saraf yang
terlibat dalamproses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C.Serabut yang berespon
secara maksimal terhadapstimulasi non noksius dikelompokkan sebagai serabut
penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta dan C. Silent nociceptor,
juga terlibat dalam proses transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang tidak
bersepon terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator inflamasi .3

 Transmisi
Adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis medula
spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak. Neuron aferen primer
merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya
berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya berhubungan dengan banyak
neuron spinal .3

 Modulasi
Adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related neural signals).
Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan mungkin juga terjadi
di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat
ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending berasal
dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan
medula oblongata, selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi
desendens ini adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di
kornu dorsalis .3

 Persepsi Nyeri
Adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi merupakan hasil dari interaksi
proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu
lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial
merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri
(nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf
aferen. .3

3. Apa penyebab nyeri yang dialami oleh pasien berdasarkan skenario ?


Nyeri sendi adalah suatu akibat yang diberikan tubuh karena pengapuran atau
akibat penyakit lain. Penyebab utama penyakit nyeri sendi masih belum diketahui secara
pasti. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor
sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikroplasma dan virus.4

Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab nyeri sendi yaitu:

1. Mekanisme imunitas
Penderita nyeri sendi mempunyai auto anti body di dalam serumnya yang di kenal
sebagai faktor rematoid anti bodynya adalah suatu faktor antigama globulin (IgM) yang
bereaksi terhadap perubahan IgG titer yang lebih besar 1:100, Biasanaya di kaitkan
dengan vaskulitis dan prognosis yang buruk.4
2. Faktor metabolik
Faktor metabolik dalam tubuh erat hubungannya dengan proses autoimun.4

3. Faktor genetik dan faktor pemicu lingkungan


Penyakit nyeri sendi terdapat kaitannya dengan pertanda genetik. Juga dengan
masalah lingkungan, Persoalan perumahan dan penataan yang buruk dan lembab juga
memicu penyebab nyeri sendi.4

4. Faktor usia
Degenerasi dari organ tubuh menyebabkan usia lanjut rentan terhadap penyakit
baik yang bersifat akut maupun kronik.4

Sendi merupakan bagian tubuh yang sering terkena inflamasi dan degenerasi yang
terlihat pada penyakit nyeri sendi. Meskipun memiliki keaneka ragaman mulai dari
kelainan yang terbatas pada satu sendi hingga kelainan multi sistem yang sistemik, semua
penyakit reumatik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat tertentu yang biasa
terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada persendian yang mengalami pembengkakan.
Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi
yang merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi
jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun.4

Sebaliknya pada penyakit nyeri sendi degeneratif dapat terjadi proses inflamasi yang
sekunder. Pembengkakan ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan suatu proses
reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat pada penyakit yang lanjut.
Pembengkakan dapat berhubungan dengan pelepasan proteoglikan tulang rawan yang
bebas dari karilago artikuler yang mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi
dapat pula terlibat. Ada banyak sekali sebab mengapa persendian sakit, nyeri sendi dapat
merupakan gejala tunggal atau menjadi bagian banyak gejala lain yang dialami.
Manifestasi nyeri sendi dapat bervariasi, seperti kelembutan atau tidak nyaman ketika di
sentuh, pembengkakan, peradangan, kekakuan, atau pembatasan geraka.4

4. Sebutkan dan jelaskan jenis jenis nyeri !


1. Nyeri berdasarkan tempatnya
Menurut Irman (2007) dalam Handayani (2015) dibagi menjadi :

a. Pheriperal pain
Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh. Nyeri ini termasuk
nyeri pada kulit dan permukaan kulit. Stimulus yang efektif untuk
menimbulkan nyeri dikulit dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi,
atau listrik. Apabila hanya kulit yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai
menyengat, tajam, meringis, atau seperti terbakar.

b. Deep pain
Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam
(nyeri somatik) atau pada organ tubuh visceral. Nyeri somatis mengacu pada
nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligament, tulang, sendi dan arteri. Struktur-
struktur ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi sering tidal
jelas.

c. Reffered pain
Merupakan nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/ struktur
dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda
bukan dari daerah asalnya misalnya, nyeri pada lengan kiri atau rahang
berkaitan dengan iskemia jantung atau serangan jantung.

d. Central pain
Merupakan nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi d.
primer pada sistem saraf pusat seperti spinal cord, batang otak, thalamus, dan
lain-lain.5

2. Nyeri berdasarkan sifatnya


Meliala (2007) dalam Handayani (2015) menyebutkan bahwa nyeri ini digolongkan
menjadi tiga, yaitu :

a. Incidental pain
Merupakan nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang. Nyeri ini
biasanya sering terjadi pada pasien yang mengalami kanker tulang.5

b. Steady pain
Merupakan nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam jangka
waktu yang lama. Pada distensi renal kapsul dan iskemik ginjal akut merupakan
salah satu jenis.5

c. Proximal pain
Merupakan nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri
tersebut biasanya menetap selama kurang lebih 10-15 menit, lalu menghilang
kemudian timbul lagi.5

3. Nyeri berdasarkan ringan beratnya


Nyeri ini dibagi ke dalam tiga bagian (Wartonah, 2005 dalam Handayani 2015)
sebagai berikut :

a. Nyeri ringan
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas ringan. Nyeri ringan
biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik.5

b. Nyeri sedang
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang. Nyeri sedang
secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri
dan mendiskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.5

c. Nyeri berat
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas berat. Nyeri berat secara
obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon
terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang.5

4. Nyeri berdasarkan waktu serangan

a. Nyeri akut
Merupakan nyeri yang mereda setelah dilakukan intervensi dan
penyembuhan. Awitan nyeri akut biasanya mendadak dan berkaitan dengan
masalah spesifik yang memicu individu untuk segera bertindak menghilangkan
nyeri. Nyeri berlangsung singkat (kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila
faktor internal dan eksternal yang merangsang reseptor nyeri dihilangkan. Durasi
nyeri akut berkaitan dengan faktor penyebabnya dan umumnya dapat diperkirakan
(Asmadi, 2008) .5

b. Nyeri kronis
Merupakan nyeri yang berlangsung terus menerus selama 6 bulan atau
lebih. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan
sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis ini
berbeda dengan nyeri akut dan menunjukkan masalah baru, nyeri ini sering
mempengaruhi semua aspek kehidupan penderitanya dan menimbulkan distress,
kegalauan emosi dan mengganggu fungsi fisik dan sosial (Potter & Perry, 2005
dalam Handayani, 2015) .5
5. Bagaimana langkah langkah diagnosis berdasarkan skenario ?
Anamnesis:
1. Keluhan Utama,
a. Apa masalah sendi: nyeri, kaku, bengkak, kelainan bentuk?
o Nyeri :
 Sifat, lokasi dan tingkat keparahan
 Faktor yang memperberat dan memperingan
 Apakah rasa nyerinya baru atau berulang
 Apakah rasa sakitnya memburuk saat pertama kali menggerakkan sendi
atau setelah penggunaan dalam waktu lama?
 Apakah nyeri muncul saat bangun pagi atau berkembang selama siang hari
 Apakah nyerinya seperti ditusuk atau tumpul, atau seperti rasa terbakar?
 Apakah nyerinya di satu lokasi atau menyebar ke organ
(otot/tulang/sendi/ligament/tendo) yang lain

o Kaku :
 Kapan merasakan kaku?
 Dimana lokasi kaku dan berapa lama kekakuan berlangsung?

b. Sendi mana atau sendi-sendi mana saja yang terkena?

c. Bagaimana awal gejala? Adakah cedera. mendadak atau bertahap?

d. Kapan gejala terasa paling berat? Apa yang memperberat gejala? Apa
yang memperingannya

e. Pernahkah sendi terasa terkunci atau melonggar?

f. Adakah gejala sistemik (misalnya ruam,demam,menggigil, atau penurunan


berat badan) ?

g. Apakah akibat fungsional, misalnya tidak bisa berjalan, bangkit dari kursi, atau
menulis surat)?

2. Riwayat penyakit dahulu

a. Setiap riwayat penyakit sendi sebelumnya?

b. Adakah riwayat bedah penggantian sendi?

c. Adakah riwayat penyakit serius lain?

3. Obat-obatan yang dikonsumsi


Apakah pasien mengkonsumsi obat untuk terapi, misalnya OAINS, antibiotic,
alopurinol, 3 kortikisteroid, dan sebagainya?

4. Riwayat keluarga dan sosial

Adakah Riwayat artritis atau masalah musculoskeletal dalam keluarga?

5. Riwayat Pekerjaan

Apa akibat sosial dari masalah sendi yang dialami?

Pemeriksaan Fisik:

1. Inspeksi

 Amati posisi tangan dalam gerakan untuk melihat apakah gerakan berlangsung secara
mulus dan alami. Ketika melemas, jari – jari tangan seharusnya sedikit fleksi; tepi kuku
harus sejajar. (Gerakan yang tertahan mengisyaratkan cedera. Susunan jari yang
abnormal dijumpai pada kerusakan tendon fleksor)

 Inspeksi permukaan palmar dan dorsal pergelangan tangan sertta tangan secara cermat
untuk melihat ada tidaknya pembengkakan sendi (Pembengkakan difus sering terjadi
pada artritis atau infeksi. Pembengkakan lokal mengisyaratkan ganglion).

 Perhatikan adanya deformitas pergelangan tangan, tangan, atau tulang jari,


serta angulasi. (Pada osteoarthritis, carilah nodus Heberden di sendi DIP dan nodus
Bouchard di sendi DIP. Pada artritis rematoid, terjadi deformitas simetris di sendi PIP,
MCP dan pergelangan tangan, serta deviasi ulnar).

 Amati kontur telapak tangan, yaitu tonjolan tenar dan hipotenar (Atrofi tenar terjadi
pada penekanan saraf medianus akibat sindrom terowongan karpal;atrofi hipotenar
pada penekanan saraf ulnaris).

 Perhatikan adanya penebalan tendon – tendon fleksor atau kontraktur fleksi di jari- jari
tangan (Kontraktur fleksi di jari ketiga, keempat, dan kelima, atau kontraktur
Dupuytren,terjadi akibat penebalan fasia palmaris) .7

2. Palpasi

 Di pergelangan tangan, palpasi radius distal dan ulna di permukaan lateral


dan medial. Palpasi alur masing – masing sendi pergelangan tangan dengan jempol
di punggung pergelangan tangan dan jari-jari lain di bawahnya. Perhatikan adanya
pembengkakan, penebalan atau nyeri tekan (Nyeri diatas radius distal terjadi pada
fraktur colles akibat jatuh, terutama pada pasien dengan osteoporosis. Setiap nyeri
tekan atau ketidaksinambungan tulang mengisyaratkan kemungkinan fraktur.
Pembengkakan dan atau nyeri mengisyaratkan artritis jika bilateral dan telah
berlangsung beberapa minggu).
 Palpasi tulang stiloideus radial dan anatomical snuffbox, suatu cekungan tepat
distal dari prosesus stiloideus radial yang dibentuk oleh otot abductor dan ekstensor
jempol.“snuffbox” akan semakin terlihat jika dilakukan ekstensi lateral jempol
menjauhi tangan (abduksi). (Nyeri pada tendon ekstensor dan abductor jempol di
styloid radialis mengisyaratkan tenosynovitis gonokokus. Nyeri pada ‘snuffbox’
mengisyaratkan fraktur skafoid, cedera tersering pada tulang karpal. Kurangnya
pasokan darah menyebabkan tulang skafoid beresiko mengalami nekrosis
avascular).

 Palpasi kedelapan tulang karpal yang terletak di distal dari sendi pergelangan
tangan, lalu masing – masing dari lima tulang, metacarpal dan falang proksimal,
medial, serta distal.Palpasi bagian lain Ketika anda mencurigai kelainan.(Sinovitis
di sendi MCP menimbulkan nyeri pada penekanan ini. MCP sering membengkak
atau nyeri pada artritis rheumatoid, tetapi jarang pada penekanan juga terjadi pada
artritis pascatrauma).

 Periksa jari – jari tangan. Palpasi aspek medial dan lateral masing – masing sendi
PIP antara jempol dan telunjuk anda, juga diperiksa adanya pembengkakan,
penebalan,pembesaran tulang , atau nyeri tekan. (Kelainan PIP pada artritis
rematoid; nodus Bouchard pada osteoarthritis. Nyeri di pangkal jempol terjadi pada
artritis karpometakarpal. Nodul-nodul keras dorsolateral di sendi DIP, atau nodus
Heberden,sering dijumpai pada osteoarthritis;Artritis psoriatic mengenai sendi
DIP).

 Dengan menggunakan Teknik yang sama , periksa sendi- sendi DIP

 Di setiap bagian pembengkakan atau peradangan, lakukan palpasi di sepanjang


tendon yang berinsersi di jempol dan jari tangan lainnya. (Nyeri tekan dan
pembengkakan dijumpai pada tenosynovitis, atau peradangan selubung tendon.
Tenosinovitis de Quervain mengenai tendon ekstensor dan abductor jempol
sewaktu mereka melewati prosesus stiloideus radialis) .7

6. Apa pemeriksaan penunjang berdasarkan skenario ?


1. Laboratorium
 Penanda inflamasi :
a. Laju Endap Darah (LED) : Pemeriksaan laju endap darah sangat berguna
untuk mendeteksi suatu peradangan bahkan perjalanan atau aktivitas suatu
penyakit

b. C-Reactive Protein (CRP) : Pengukuran CRP bisa untuk menegakkan


diagnosis dan penata laksanaan penyakit reumatik seperti halnya
pengukuran laju endap darah
c. Rheumatoid Factor (RF)

d. Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP): Adalah antobodi yang bersifat
reaktif terhadap peptide dan protein yang mengandung sitrulin, suatu bentuk
modifikasi dari asam amino arginin, dan hasilnya merupakan salah satu
yang penting.8

2. Radiologis
a. Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan ruang
sendi, demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau
subluksasi sendi.

b. Pada pasien dapat dilakukan pemeriksaan radiologi dan laboratorium untuk


menegakkan ZZZ.

c. Gambaran radiografi juga yang mendukung diagnosis anatomi sendi.8

7. Apa saja diferensial diagnosis dari skenario ?


1. Artritis Rematoid
Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi multisistem yang dimediasi
kekebalan yang terutama mempengaruhi sendi sinovial. Ini pertama kali dijelaskan
oleh Alfred Baring Garrod pada tahun 1800. Penyakit ini dapat menyebabkan
peradangan, kerusakan sendi, deformitas, dan kecacatan, dan juga dapat hadir dengan
manifestasi ekstra-artikular. Artritis inflamasiyang melibatkan sendi-sendi kecil pada
tangan adalah gejala awal yang paling umum pada artritis reumatoid . Sendi tangan
yang sering terkena adalah sendi metacarpophalangeal, sendi interphalangeal
proksimal, dan sendi pergelangan tangan. Pada RA, artritisbiasanya bilateral dan
simetris. Sendi lain yang dapat terkena pada RA adalah lutut, pergelangan kaki, siku,
bahu, sendi metatarsophalangeal, tulang belakang leher, dan sendi temporomandibular.

a. Etiologi
Etiologi dari rheumatoid arthritis adalah multifaktorial. Kombinasi
sejumlah faktor risiko genetik, faktor lingkungan, dan respon imun abnormal
merupakan dasar untuk teori patogen yang disetujui. Faktor risiko genetik
termasuk epitop bersama HLA-DRB1, faktor risiko genetik non-HLA
(PTPN22, TRAF1-C5, STAT4, TNFAIP3, dan PADI4), transformasi
epigenetik, dan generasi epitop antigenic
.
Faktor risiko non-genetik termasuk jenis kelamin perempuan, merokok,
mikrobiota, diet barat, stres, infeksi, faktor lingkungan dan etnis. Teori
imunopatogen pada rheumatoid arthritis termasuk generasi epitop antigenik
baru sebagai akibat dari faktor pemicu sebagian besar lingkungan yang
mengarah pada transformasi epigenetik dan autoimunitas.

b. Epidemiologi
Artritis reumatoid adalah salah satu radang sendi yang paling umum. Data
mengenai prevalensi global tetap tidak mencukupi, dan tingkat prevalensi
terbaru yang dipublikasikan berkisar dari 0,5% hingga 1% dengan variasi
regional. Sebuah insiden yang lebih tinggi telah dilaporkan untuk Eropa Utara
dan Amerika Utara dalam insiden 24-36 kasus per 100.000. Salah satu
kemunduran utama adalah bahwa sebagian besar insiden dan tingkat prevalensi
telah dilaporkan menggunakan kriteria klasifikasi rheumatoid arthritis tahun
1987 American College yang lebih tua, dan tanggal penggunaan kriteria
klasifikasi American College of Rheumatology 2010
untuk rheumatoid arthritis . Sedikit. Prevalensi puncak diamati antara usia 30
dan 50 tahun (dapat terjadi pada usia berapa pun) dengan usia onset yang lebih
lambat dilaporkan untuk laki-laki. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada
wanita, dengan rasio wanita dan pria 2 banding 1 banding 3 banding 1. Tingkat
kesesuaian untuk RA masing-masing adalah 12% hingga 15% dan 2% hingga
3% pada kembar monozigot dan kembar fraternal

c. Gejala klinis
Gejala dari RA adalah nyeri dan peradangan sendi poliartikular, biasanya
mengenai jari – jari tangan dan kaki. Gejala nyeri dan perdangan sendi bisa
hilang timbul , umunya bersifat kronik dan progresif. Progresivitas gejala sendi
tidak hanya pada nyeri, melainkan juga kerusakan , deformitas, dan fungsi sendi
yang makin buruk. Selain gejala sendi, juga dapat timbul gejala ekstratrikuler
antara lain mengenai kulit , jantung, paru, dan mata. Selain kerusakan articular,
mungkin disertai gejala konstitusional (misalnya kelelahan , malaise, kekauan
di pagi hari, penururnan berat badan, dan demam ringan). Pasien RA dapat
melaporkan kesulitan aktivitas hidup sehari – hari, seperti berpakaian, berdiri,
berjalan, kebersihan pribadi, atau gangguan tangan

d. Patofisiologi
Jalur patogenetik kompleks pada rheumatoid arthritis melibatkan aktivasi
sistem imun bawaan dan adaptif dan keterlibatan beberapa sel termasuk sel T,
sel B, makrofag, sel dendritik, neutrofil, fibroblas, kondrosit, dan sel
mast. Mekanisme patofisiologi yang tepat yang terlibat
dalam rheumatoid arthritis masih belum sepenuhnya dipahami. Interaksi
antara faktor risiko genetik dan lingkungan menyebabkan autoimunitas dan
sistem kekebalan yang berubah. Mimikri molekuler, transformasi epigenetik,
dan reaktivitas silang adalah teori tambahan yang mungkin. Citrulinasi,
karbamilasi, dan metilasi adalah teori penting dalam rheumatoid arthritisyang
mengarah pada produksi epitop antigenik baru dan autoantibodi terhadap
citrulline dan faktor rheumatoid pada pasien seropositif.

Sistem imun bawaan dan adaptif bereaksi terhadap epitop antigenik ini
dengan aktivasi reseptor seperti Toll (TLR). Setelah terpapar stimulus
antigenik, sel-sel sistem bawaan, termasuk monosit, makrofag, dan sel
dendritik, mengekspresikan TLR yang memulai dan mempromosikan kaskade
peristiwa inflamasi. Makrofag dan sel dendritik menelan dan memproses
peptida antigenik, yang diikuti oleh migrasi ke jaringan limfoid perifer di mana
mereka menyajikan epitop antigenik ini ke sistem imun adaptif. Presentasi
antigen ke limfosit T mempromosikan diferensiasi sel T dengan aktivasi yang
dihasilkan dari imunitas seluler dan pelepasan selanjutnya dari sitokin
proinflamasi, termasuk Tumor necrosis factor-alpha, transforming growth
factor , interleukin (IL)-1β, IL-6, IL-21 , dan IL-23.faktor rheumatoid dan
citrulline yang menyebabkan proses penyakit sistemik dan artikular.

Dorongan imun selanjutnya dikaitkan dengan ekspresi molekul adhesi dan


kemotaksis neutrofil ke dalam sinovium, pelepasan kemokin oleh sel endotel
yang diaktifkan dari mikrovaskular sinovial yang mengarah pada sinovitis
inflamasi dan penebalan sinovial. Jaringan sinovial yang menebal menjadi
hipoksia karena proliferasi sel sinovial dan peningkatan volume cairan di
sinovium dengan pengurangan aliran kapiler. Ini semua bersama-sama
mempromosikan angiogenesis dan pembentukan pannus.
e. Prognosis
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap prognosis buruk
pada rheumatoid arthritis meliputi; peningkatan persisten biomarker
inflamasi termasuk ESR dan CRP, seropositif terhadap faktor rheumatoid dan
ACPA terutama dengan titer tinggi, Kegagalan untuk merespons dengan dua
atau lebih obat pengubah penyakit, penyakit erosif atau peradangan persisten
dengan studi pencitraan radio, riwayat keluarga yang kuat, merokok, terlambat
memulai pengobatan, indeks aktivitas penyakit tinggi
f. Komplikasi
 Nodul Rematoid
Ditemukan pada 20 – 35% penderita AR, Biasanya ditemukan pada
permukaan ekstensor ekstremitas atau daerah penekanan lainnya, tetapi bisa
juga ditemukan pada daerah skelra, pita suara, sacrum atau vertebrata
 Deformitas Sendi Tangan
Deviasi ulnar pada sendi metacarpophalangeal; deformitas boutonniere
(fleksi PIP dan hiperekstensi DIP); deformitas swan neck (kebalikan dari
deformitas boutonnier); hiperekstensi dari ibu jari; peningkatan resiko ruptrur
tendon
 Kanker
Mungkin akibat sekunder dari terapi yang diberikan; kejadian limfoma dan
leukimia 2 – 3 kali lebih sering terjadi pada penderita AR; peningkatan risiko
terjadinya berbagai tumor solid; penurunan risiko terjadinya kanker
genitourinaria, di perkirakan karena penggunaan OAINS
 Vaskulitis
Bentuk kelainanya antara lain; arteritis distal, pericarditis, neuropati perifer,
lesi kutaneus, arteritis organ visera dan arteritis coroner; terjadi peningkatan
risiko pada ; penderita perempuan, titer RF yang tinggi, mendapat terapi steroid
dan mendapat beberapa macam DMARD; berhubungan dengan peningkatan
risiko terjadinya infrak miokard
 Anemia
Berkorelasi dengan LED dan aktivitas penyakit, 75% penderita AR
mengalami anemia karena penyakit kronik dan 25% penderita tersebut
memberikan respons terhadap terapi besi

2. OSTEOARTRITIS
Osteoarthritis adalah kondisi umum yang melibatkan permukaan artikular yang
dapat berkembang secara bertahap dari waktu ke waktu menjadi kondisi yang
melemahkan, yang menyebabkan rasa sakit dan keterbatasan gerak. Diperkirakan 80%
orang Amerika memiliki episode nyeri punggung bawah selama hidup mereka. Nyeri
punggung bawah adalah salah satu penyebab paling umum kunjungan layanan
kesehatan di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 45 juta perjalanan pada tahun
2006. Osteoartritis tulang belakang merupakan sumber yang signifikan dari nyeri
punggung bawah kronis. Sementara sebagian besar kasus nyeri terkait arthritis tulang
belakang bersifat self-limited, hanya membutuhkan terapi konservatif, nyeri punggung
kronis dikaitkan dengan penyebab biaya perawatan kesehatan yang signifikan. Dua
puluh tiga orang yang mengalami nyeri punggung bawah kronis menyumbang sebagian
besar dolar perawatan kesehatan yang dihabiskan untuk nyeri punggung setiap tahun
di Amerika Serikat. Seratus hingga 200 miliar dolar dihabiskan setiap tahun untuk sakit
punggung saja.
Nyeri punggung bawah dan artritis tulang belakang adalah salah satu penyebab
utama kecacatan terkait kesehatan dan penurunan kualitas hidup pasien. Jumlah kasus
nyeri punggung terus meningkat dengan epidemi obesitas saat ini dan peningkatan
harapan hidup. Selain itu, nyeri punggung bawah menyumbang sekitar 149 juta hari
kerja yang hilang setiap tahun di Amerika Serikat. Upah yang hilang ini secara
substansial mempengaruhi produk domestik bruto Amerika. Karena kerumitan
persarafan tulang belakang dan struktur sekitarnya, menggambarkan penyebab nyeri
punggung bawah bisa jadi sulit. Pada sekitar 85% kasus, sumber nyeri punggung tidak
diketahui. Juga memperumit diagnosis adalah bagaimana pencitraan radiografi
osteoartritis tulang belakang tidak selalu berkorelasi dengan rasa sakit pasien, yang
mengarah ke pilihan pengobatan yang mungkin tidak memperbaiki gejala.
Arthritis dapat mempengaruhi setiap permukaan artikular; lebih mungkin
mempengaruhi sendi yang menahan beban, termasuk sendi tulang belakang. Secara
fungsional, tulang belakang melindungi sumsum tulang belakang, menopang beban,
dan menyediakan mobilitas. Sumsum tulang belakang terdiri dari kompleks tiga
sendi. Kompleks ini terdiri dari dua sendi facet (sendi zygapophyseal), dan satu diskus
intervertebralis, yang semuanya merupakan sumber potensial untuk nyeri
punggung. Ketiga komponen ini terdiri dari segmen gerakan tulang belakang, yang
memfasilitasi degenerasi dari waktu ke waktu. Degenerasi membentuk osteofit
vertebral, osteoartritis sendi facet, dan penyempitan ruang diskus. Secara khusus,
osteoartritis tulang belakang adalah adanya degenerasi diskus dan pembentukan
osteofit.
a. Etiologi
Meskipun kurangnya bukti untuk menggambarkan etiologi spesifik dan
patogenesis artritis tulang belakang, beberapa faktor risiko sangat penting
dalam perkembangannya. Osteoarthritis secara tradisional dianggap sebagai
gangguan yang secara langsung terkait dengan "keausan". Perubahan
degeneratif dari waktu ke waktu diteorikan mengarah pada pembentukan
osteofit dan hilangnya kartilago. Namun, kemajuan teknologi yang lebih
modern telah membantu pemahaman kita tentang gangguan ini. Etiologi
osteoartritis tulang belakang kemungkinan sekunder dari patogenesis
multifaktorialnya. Etiologinya meliputi predisposisi genetik, epigenetik,
perubahan pola makan, jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Usia pasien,
kekuatan otot, aktivitas fisik, dan kebiasaan yang berhubungan dengan
pekerjaan merupakan faktor dalam perkembangan osteoartritis. Bersama-sama
faktor-faktor ini berkontribusi pada keadaan inflamasi tingkat rendah dan
mempotensiasi perubahan degeneratif. Selain itu, latihan otot yang berlebihan
dengan gerakan sendi yang tidak normal dapat menyebabkan cedera, perubahan
pada keselarasan sendi, dan memperburuk artritis. Kelainan kongenital seperti
peningkatan orientasi sagital sendi facet atau peningkatan lingkar panggul dan
sudut lordotik yang tidak biasa juga berkontribusi terhadap degenerasi
osteoartritis.
Secara genetik, para peneliti telah menghubungkan lebih dari 80 mutasi gen
yang terlibat dalam osteoarthritis. Polimorfisme nukleotida 143383 bisa
dibilang yang paling kritis, sekunder untuk perannya dalam mengembangkan,
memelihara, dan memperbaiki sendi sinovial. Heritabilitas osteoartritis tulang
belakang paling tinggi di daerah servikal dan lumbal.
Peran epigenetik dalam osteoartritis mencakup varians fenotipik yang lebih
cepat untuk perubahan lingkungan mikro seluler. Misalnya, promotor beta
MMP-13 dan IL-1 memainkan peran penting dalam pemeliharaan tulang
rawan. Enzim MMP-13 dikaitkan dengan kerusakan matriks tulang rawan pada
osteoartritis. Demetilasi promotor MMP-13 dikaitkan dengan peningkatan
ekspresi protein MMP-13, yang, pada gilirannya, meningkatkan degenerasi
matriks tulang rawan.
Faktor risiko terkait yang paling penting untuk osteoartritis di antara banyak
penelitian adalah usia. Dengan penuaan, ada perubahan pada tulang rawan sendi
yang sehat (kondrosit) dan matriks ekstraseluler. Perubahan ini menyebabkan
maladaptasi baik dalam kapasitas kimia dan mekanik sendi. Kondrosit memiliki
jumlah replikasi yang terbatas. Seiring bertambahnya usia sel, panjang telomer
berkurang, menyebabkan penuaan pembelahan seluler. Pada akhirnya, ini
menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan dan memperbaiki
matriks ekstraseluler tulang rawan. Gangguan membuat sambungan menjadi
rusak setelah beban mekanis yang berkelanjutan. Selain itu, kondrosit
mengalami apoptosis karena ada penurunan ekspresi makromolekul matriks
ekstraseluler seiring bertambahnya usia - apoptosis berkorelasi langsung
dengan kerusakan tulang rawan.
Jenis kelamin dan etnis juga memiliki peran dalam osteoarthritis. Tingkat
lordosis lumbal berbeda antara jenis kelamin. Kelengkungan yang berlebihan
meningkatkan beban pada sendi facet lumbar dan mempengaruhi tulang
belakang bagian bawah untuk perubahan degeneratif. Perubahan lordosis
lumbal memiliki efek signifikan pada perkembangan osteoartritis tulang
belakang. Perubahan lordosis ini lebih menonjol pada wanita dan pria yang
lebih tua.
Kontribusi etnis terhadap osteoartritis tulang belakang sebagian besar
bervariasi. Mobilitas sendi lebih sering terjadi pada orang kulit putih daripada
orang Afrika-Amerika. Namun, tidak ada hubungan antara hipermobilitas dan
perkembangan artritis radiografi antar ras. Menariknya, ada korelasi antara
hipermobilitas sendi dan nyeri punggung bawah.
b. Epidemiologi
Osteoarthritis paling sering melibatkan tangan, lutut, kaki, sendi facet
tulang belakang dan pinggul, dengan lutut menjadi lokasi yang paling
umum. The Global Burden of Diseases, Injuries, and Risk Factors Study 2017
(GBD 2017) memperkirakan prevalensi global osteoarthritis lutut menjadi 263
juta, dengan insiden 13 juta per tahun. Wanita berisiko lebih tinggi terkena OA
primer daripada pria dan menderita penyakit yang lebih parah. Secara khusus,
wanita pascamenopause dipengaruhi oleh keterlibatan tangan, kaki, dan lutut
c. Gejala Klinis
 persendian terasa kaku dan nyeri apabila di Gerakan. Pada mulanya hanya
terjadi pada pagi hari, tetapi apabila dibiarkan akan bertambah buruk dan
menimbulkan rasa sakit setiap melakukan Gerakan tertentu terutama pada
waktu menopang berat badan namun bisa membaik bila di istirahatkan .
terkadang juga dirasakan setelah bangun tidur di pagi hari
 penurunan rentang gerak sendi
 keluahan adanya pembekakan /peradangan pada sendi
 kelelahan yang menyertai rasa sakit pada persendian
 kesulitan menggunakan persendian
d. Patofisiologi
Seiring bertambahnya usia pasien, integritas fungsional tulang belakang
mereka memburuk dan membuat pasien rentan terhadap perubahan degeneratif
sebagai akibat dari perubahan kekuatan menahan beban. Kaskade ini dimulai
dengan degenerasi diskus intervertebralis terkait usia. Pada tulang belakang
yang sehat, sendi facet membawa sekitar 33% beban. Namun, seiring
berkembangnya degenerasi sendi facet dan diskus intervertebralis, beban ini
meningkat menjadi 70%. Karena tulang belakang posterior menanggung beban
yang meningkat, kepadatan tulang subkondral meningkat seiring dengan
pembentukan osteofit. Pada gilirannya, hal itu menyebabkan hipertrofi sinovial,
nekrosis tulang rawan, ulserasi, fibrilasi, eburnasi, ketidakstabilan, dan
pertumbuhan tulang yang berlebihan. Semuanya dapat berkontribusi pada
stenosis tulang belakang.
Arthritis menjadi lanjut karena penurunan sifat viskoelastik cairan sinovial,
terutama disebabkan oleh asam hialuronat, yang berfungsi sebagai pelumas dan
peredam kejut untuk tulang belakang. Selain penurunan cairan sinovial,
leukotrien dan prostaglandin menghasilkan peradangan di dalam sendi
facet. Peradangan menarik neutrofil dan makrofag dan menghasilkan
vasodilatasi dan kongesti vena di dalam sendi. Sifat berulang dari cedera ini
akan mensensitisasi reseptor nyeri (nosiseptor); lembur. Nyeri kronis kemudian
berkembang. Selain itu, suplai darah yang tidak memadai menyebabkan
patogenesis degenerasi diskus intervertebralis. Satu tinjauan sistematis
menunjukkan bahwa stenosis arteri lumbalis tengah dan keempat sangat terkait
dengan degenerasi diskus lumbal
e. Prognosis
Nyeri leher juga tersebar luas dan mempengaruhi lebih dari sepertiga
populasi umum di beberapa titik dalam hidup mereka. Seiring bertambahnya
usia pasien, perubahan osteoartritis pada tulang belakang leher menjadi lebih
umum. Sebagian besar kasus nyeri leher sembuh sendiri, berlangsung kurang
dari satu minggu, dan tidak selalu dianggap sebagai nyeri leher.
Osteoarthritis adalah penyakit degeneratif kronis. Dalam kebanyakan kasus,
pasien tidak menunjukkan gejala. Arthritis adalah produk dari
penuaan. Prognosis sering merupakan fungsi dari tingkat keparahan
osteoarthritis. Misalnya, radikulopati lumbal parah yang disebabkan oleh
perubahan artritis dan stenosis tulang belakang dapat memerlukan intervensi
bedah. Pasien yang nyeri punggung osteoartritisnya sangat kritis sehingga
memerlukan intervensi bedah memiliki prognosis yang lebih buruk daripada
pasien dengan gejala yang lebih ringan.
f. Komplikasi
Kaskade osteoartritis menyebabkan banyak komplikasi seiring dengan
perkembangan penyakit. Osteoarthritis pada tulang belakang dapat
menyebabkan nyeri, gangguan fungsional, dan kecacatan. Secara patologis,
osteoartritis dapat menyebabkan stenosis spinal, hernia nukleus pulposus,
mielopati, radikulopati, spondyloarthritis, dan spondylolisthesis. Sebagian
besar kasus nyeri punggung tidak melumpuhkan dan akut, tetapi banyak kasus
dirujuk ke rumah sakit setelah awalnya datang ke klinik rawat jalan. Dari 2,2
juta kunjungan tahunan untuk nyeri punggung bawah di Inggris yang dilihat
oleh dokter utama mereka, 10 hingga 20 persen menerima rujukan ke rumah
sakit.
Spondilosis merupakan komplikasi yang dapat menyebabkan radikulopati,
mielopati, dan pelampiasan pembuluh darah.
Stenosis tulang belakang dapat menyebabkan dua sindrom klinis, termasuk
myeloradiculopathy serviks dan klaudikasio neurogenik lumbar. Stenosis
tulang belakang lumbar dapat bermanifestasi sebagai nyeri persisten atau
intermiten, kelemahan, gejala sensorik dermatomal yang diperburuk dengan
berdiri atau berjalan dan berkurang dengan duduk atau berbaring.
Cakram hernia menyebabkan nyeri punggung bawah yang persisten pada
satu hingga dua persen populasi berusia 35 hingga 45 tahun.
Degenerasi pada tulang belakang lumbar pada akhirnya dapat menyebabkan
spondylolisthesis degeneratif, yang paling sering terjadi pada L4 pada L5, di
mana segmen vertebral superior meluncur ke depan pada segmen inferior
sebagai akibat dari sendi facet yang melemah. Jika ini parah, ini bisa menjadi
darurat bedah.

3. Gouth Artritis
Menurut American College of Rheumatology, gout adalah suatu penyakit dan
potensi ketidakmampuan akibat radang sendi yang sudah dikenal sejak lama, gejalanya
biasanya terdiri dari episodik berat dari nyeri inflamasi satu sendi. Gout adalah bentuk
inflamasi artritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di sendi besar jempol
kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga mempengaruhi sendi
lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan, pergelangan tangan, siku dan
kadang di jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya mempengaruhi satu sendi pada
satu waktu, tapi bisa menjadi semakin parah dan dari waktu ke waktu dapat
mempengaruhi beberapa sendi. Gout merupakan istilah yang dipakai untuk
sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam
urat (hiperurisemia). Penyakit asam urat atau gout merupakan penyakit akibat
penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh sehingga menyebabkan nyeri
sendi disebut Gout artritis.
a. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, penyakit asam urat digolongkan menjadi 2, yaitu:
 Gout primer
Penyebab kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini diduga
berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan
meningkatnya produksi asam urat. Hiperurisemia atau berkurangnya
pengeluaran asam urat dari tubuh dikatakan dapat menyebabkan
terjadinya gout primer.2,4 Hiperurisemia primer adalah kelainan
molekular yang masih belum jelas diketahui. Berdasarkan data
ditemukan bahwa 99% kasus adalah gout dan hiperurisemia primer.
Gout primer yang merupakan akibat dari hiperurisemia primer, terdiri
dari hiperurisemia karena penurunan ekskresi (80-90%) dan karena
produksi yang berlebih (10-20%).2 Hiperurisemia karena kelainan
enzim spesifik diperkirakan hanya 1% yaitu karena peningkatan
aktivitas varian dari enzim phosporibosylpyrophosphatase (PRPP)
synthetase, dan kekurangan sebagian dari enzim hypoxantine
phosporibosyltransferase (HPRT). Hiperurisemia primer karena
penurunan ekskresi kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan
menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat yang menyebabkan
hiperurisemia. Hiperurisemia akibat produksi asam urat yang berlebihan
diperkirakan terdapat 3 mekanisme.3,7 • Pertama, kekurangan enzim
menyebabkan kekurangan inosine monopospate (IMP) atau purine
nucleotide yang mempunyai efek feedback inhibition proses biosintesis
de novo. • Kedua, penurunan pemakaian ulang menyebabkan
peningkatan jumlah PRPP yang tidak dipergunakan. Peningkatan
jumlah PRPP menyebabkan biosintesis de novo meningkat. • Ketiga,
kekurangan enzim HPRT menyebabkan hipoxantine tidak bisa diubah
kembali menjadi IMP, sehingga terjadi peningkatan oksidasi
hipoxantine menjadi asam urat.

 Gout sekunder
Gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelainan
yang menyebabkan peningkatan biosintesis de novo, kelainan yang
menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam
nukleat dan kelainan yang menyebabkan sekresi menurun.
Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosintesis de novo terdiri
dari kelainan karena kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada
syndome Lesh-Nyhan, kekurangan enzim glukosa-6 phosphate pada
glycogen storage disease dan kelainan karena kekurangan enzim
fructose-1 phosphate aldolase melalui glikolisis anaerob. Hiperurisemia
sekunder karena produksi berlebih dapat disebabkan karena
keadaanyang menyebabkan peningkatan pemecahan ATP atau
pemecahan asam nukleat dari dari intisel. Peningkatan pemecahan ATP
akan membentuk AMP dan berlanjut membentuk IMP atau purine
nucleotide dalam metabolisme purin, sedangkan hiperurisemia akibat
penurunan ekskresi dikelompokkan dalam beberapa kelompok yaitu
karena penurunan masa ginjal, penurunan filtrasi glomerulus,
penurunan fractional uric acid clearence dan pemakaian obatobatan.2,4
b. Epidemiologi
Artritis Gouth pada umumnya di temukan di laki laki dewasa. Pada
perempuan penyakit ini terjadi setelah usia menopause. Rasio terjadinya artritis
Gouth pada laki – laki dan perempuan adalah 9:1 dan paling banyak pada usia
40 – 60 tahun. Studi Framingham di Massachusetts mendapatkan bahwa lebih
dari 1% populasi pernah mendapatkan serangan arthritis gouth
c. Gejala klinis
Biasanya bersifat monoarticular dengan keluhan utama berupa nyeri,
bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam,
menggigil dan merasa Lelah. Lokasi yang paling sering pada MTP-1 yang
biasanya disebut podogara. Apabila proses penyakit berlanjut, dapat terkena
sendi lain yaitu pergelangan tangan/kaki, lutut, dan siku
d. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada pria dewasa
kurang dari 7 mg/dl, dan pada wanita kurang dari 6 mg/dl. Apabila konsentrasi
asam urat dalam serum lebih besar dari 7 mg/dl dapat menyebabkan
penumpukan kristal monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan
dengan peningkatan atau penurunan secara mendadak kadar asam urat dalam
serum. Jika kristal asam urat mengendap dalam sendi, akan terjadi respon
inflamasi dan diteruskan dengan terjadinya serangan gout. Dengan adanya
serangan yang berulang – ulang, penumpukan kristal monosodium urat yang
dinamakan thopi akan mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki,
tangan dan telinga. Akibat penumpukan Nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan
disertai penyakit ginjal kronis.7,8 Penurunan urat serum dapat mencetuskan
pelepasan kristal monosodium urat dari depositnya dalam tofi (crystals
shedding). Pada beberapa pasien gout atau dengan hiperurisemia asimptomatik
kristal urat ditemukan pada sendi metatarsofalangeal dan patella yang
sebelumnya tidak pernah mendapat serangan akut. Dengan demikian, gout
ataupun pseudogout dapat timbul pada keadaan asimptomatik. Pada penelitian
penulis didapat 21% pasien gout dengan asam urat normal. Terdapat peranan
temperatur, pH, dan kelarutan urat untuk timbul serangan gout. Menurunnya
kelarutan sodium urat pada temperatur lebih rendah pada sendi perifer seperti
kaki dan tangan, dapat menjelaskan mengapa kristal monosodium urat
diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristal
monosodium urat pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga
dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.
e. Prognosis
Dengan pengobatan dini, pemantauan yang ketat di sertai Pendidikan
terhadap penderita, prognosis umumnya baik
f. Komplikasi
Penderita gout minimal mengalami albuminuria sebagai akibat gangguan
fungsi ginjal. Terdapat tiga bentuk kelainan ginjal yang diakibatkan
hiperurisemia dan gout, yaitu:
 Nefropati urat yaitu deposisi kristal urat pada interstitial medulla dan
pyramid ginjal, merupakan proses yang kronis, ditandai oleh adanya
 Nefropati asam urat, yaitu presipitasi asam urat dalam jumlah yang
besar pada duktus kolektivus dan ureter, sehingga menimbulkan
keadaan gagal ginjal akut. Disebut juga sindrom lisis tumor dan sering
didapatkan pada pasien leukemia dan limfoma pascakemoterapi.
 Nefrolitiasis, yaitu batu ginjal yang didapatkan pada 10-25% dengan
gout primer

8. Bagaimana penatalaksanaan awal sesuai dengan skenario ?

1. Non Farmakologis
a. Edukasi
Sangat penting bagi semua pasien OA diberikan edukasi yang tepat. Dua hal yang
menjadi tujuan edukasi adalah bagaimana mengatasi nyeri dan disabilitas. Pemberian
edukasi (KIE) pada pasien ini sangat penting karena dengan edukasi diharapkan
pengetahuan pasien mengenai penyakit OA menjadi meningkat dan pengobatan
menjadi lebih mudah serta dapat diajak bersama-sama untuk mencegah kerusakan
organ sendi lebih lanjut. Edukasi yang diberikan pada pasien ini yaitu memberikan
pengertian bahwa OA adalah penyakit yang kronik, sehingga perlu dipahami bahwa
mungkin dalam derajat tertentu akan tetap ada rasa nyeri, kaku dan keterbatasan gerak
serta fungsi. Selain itu juga diberikan pemahaman bahwa hal tersebut perlu dipahami
dan disadari sebagai bagian dari realitas kehidupannya. Agar rasa nyeri dapat
berkurang, maka pasien sedianya mengurangi aktivitas/pekerjaannya sehingga tidak
terlalu banyak menggunakan sendi lutut dan lebih banyak beristirahat. Pasien juga
disarankan untuk kontrol kembali sehingga dapat diketahui apakah penyakitnya sudah
membaik atau ternyata ada efek samping akibat obat yang diberikan.13,14

b. Terapi Fisik
Terapi fisik bertujuan untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai
dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit. Pada pasien OA dianjurkan
untuk berolah raga tapi olah raga yang memperberat sendi sebaiknya dihindari seperti
lari atau joging. Hal ini dikarenakan dapat menambah inflamasi, meningkatkan tekanan
intraartikular bila ada efusi sendi dan bahkan bisa dapat menyebabkan robekan kapsul
sendi. Untuk mencegah risiko terjadinya kecacatan pada sendi, sebaiknya dilakukan
olah raga peregangan otot seperti m. Quadrisep femoris, dengan peregangan dapat
membantu dalam peningkatan fungsi sendi secara keseluruhan dan mengurangi nyeri.
Pada pasien OA disarankan untuk senam aerobic low impact/intensitas rendah tanpa
membebani tubuh selama 30 menit sehari tiga kali seminggu. Hal ini bisa dilakukan
dengan olahraga naik sepeda atau dengan melakukan senam lantai. Senam lantai bisa
dilakukan dimana pasien mengambil posisi terlentang sambil meregangkan lututnya,
dengan cara mengangkat kaki dan secara perlahan menekuk dan meluruskan
lututnya.13,14

c. Diet
Diet bertujuan untuk menurunkan berat badan pada pasien OA yang gemuk. Hal
ini sebaiknya menjadi program utama pengobatan OA. Penurunan berat badan
seringkali dapat mengurangi keluhan dan peradangan. Selain itu obesitas juga dapat
meningkatkan risiko progresifitas dari OA. Pada pasien OA disarankan untuk
mengurangi berat badan dengan mengatur diet rendah kalori sampai mungkin
mendekati berat badan ideal. Dimana prinsipnya adalah mengurangi kalori yang masuk
dibawah energi yang dibutuhkan. Penurunan energi intake yang aman dianjurkan
pemberian defisit energi antara 500-1000 kalori perhari, sehingga diharapkan akan
terjadi pembakaran lemak tubuh dan penurunan berat badan 0,5 – 1 kg per minggu.
Biasanya intake energi diberikan 1200-1300 kal per hari, dan paling rendah 800 kal per
hari. Formula yang dapat digunakan untuk kebutuhan energi berdasarkan berat badan
adalah 22 kal/kgBB aktual/hari, dengan cara ini didapatkan defisit energi 1000 kal/hari.
Pada pasien di anjurkan untuk diet 1200 kal perhari agar mencapai BB idealnya yakni
setidaknya mencapai 55 kg. Contoh komposisi makanan yang kami anjurkan adalah
dalam sehari pasien bisa memasak 1 gelas beras (550 kal), 4 potong tempe sedang (150
kal), 1 buah telur (100 kal), 2 potong ayam sedang (300 kal) dan 1 ikat sayuran
kangkung (75 kal) .13,14

2. Terapi Farmakologis
Pada pasien OA biasanya bersifat simptomatis. Untuk membantu mengurangi
keluhan nyeri pada pasien OA, biasanya digunakan analgetika atau Obat Anti Inflamasi
Non Steroid (OAINS). Untuk nyeri yang ringan maka asetaminophen tidak lebih dari
4 gram per hari merupakan pilihan pertama. Untuk nyeri sedang sampai berat, atau ada
inflamasi, maka OAINS yang selektif COX-2 merupakan pilihan pertama, kecuali jika
pasien mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya hipertensi dan penyakit ginjal. OAINS
yang COX-2 non-selektif juga bisa diberikan asalkan ada perhatian khusus untuk
terjadinya komplikasi gastrointestinal dan jika ada risiko ini maka harus dikombinasi
dengan inhibitor pompa proton atau misoprostol. Injeksi kortikosteroid intraartikuler
bisa diberikan terutama pada pasien yang tidak ada perbaikan setelah pemberian
asetaminophen dan OAINS. Tramadol bisa diberikan tersendiri atau dengan kombinasi
dengan analgetik.10,11

3. Tindakan Operatif
a. Artroplasti
Artroplasti adalah tindakan yang dilakukan untuk mengganti sendi yang ada dengan
prostesis. Tindakan ini dilakukan apabila modalitas terapi lain tidak efektif. Pergantian
sendi total adalah pilihan terapi terbaik untuk mengatasi nyeri dan mengembalikan
fungsi sendi. Prostesis yang dapat digunakan berbahan plastik ataupun logam dan dapat
bertahan hingga 10-15 tahun apabila tidak ada komplikasi. Contoh artroplasti adalah
total knee replacement dan total hip replacement.

b. Osteotomi
Osteotomi adalah tindakan membuang sebagian dari tulang untuk memperbaiki
fungsi sendi dan menghindari/menunda artroplasti. Ostetomi dilakukan pada pasien <
60 tahun dengan sendi panggul ataupun lutut yang mengalami kelainan bentuk.13,14

9. Apa perspektif islam yang sesuai dengan skenario ?


DAFTAR PUSTAKA

1. Hariadi. 2018. Aplikasi Terapi Kompres Panas dalam Menurunkan Intensitas Nyeri pada
Pasien Lanjut Usia dengan Rematoid Artritis di Puskesmas Rendeng. Universitas
Muhammadiyah Semarang.

2. Paulsen, F. J, Waschke. Sobotta Atlas of Human Anatomy General Anatomi and


Musculosceletal System. Ed. 15. ELSAVIER

3. Bahrudin, M. Patofisiologi Nyeri (Pain). 2017. FK Universitas Muhammadiyah Malang.


Volume 13 Nomor 1

4. Putra,Aswedi.2018.gambarkan klinis Osteoarthritis primer pada usia 40-60 pada laki-laki


dan perempuan di RSUD DR.H Abdul Moeleok Provinsi Tahun 2018. FK Universitas
Malahayati

5. RIZAL, FAHMI (2017) PENGARUH PEMBERIAN MYOFASCIAL RELEASE DAN


KINESIOTAPING TERHADAP PENURUNAN NYERI MYOFASCIAL TRIGGER
POINT OTOT UPPER TRAPEZIUS PADA PETANI TEMBAKAU DI DESA
PALALANG-PAMEKASAN. Undergraduate (S1) thesis, University of Muhammadiyah
Malang.

6. kalim, Handono, 2017. Rekomendasi IRA untuk diagnosis dan penatalaksanaan


osteoarthritis, jakarta: indonesia rheumatologist Association.

7. Dewi, S., Kalim, H. and Alwi, I. (2014) Diagnosa dan Penatalaksanaan


Osteoarthritis, Divisi Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI/RSCM.

8. Indra, A.A. 2017. Osteoartritis. Ilmu Penyakit Dalam Rsup Sanglah Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana

9. Wortmann RL. Gout and hyperuricemia. Kelley`s Textbook of


Rheumatlogy. 8th ed.Philadeplhia:Saunders;2001.p.1481-506.

10. Choi HK. Gout: Epidemology, pathology and pathogenesis. New


York:Springer:2008.p.250-7
11. Tehupeiroy ES. Artrtritis pirai (arthritis gout). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2006.hal.1218-20.
12. Robert B. Salter, MD. Textbook of Disorders and Injuries of the
Musculoskeletal System. 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins.
USA:1999.p247-250.
13. Agus Indra Adhiputra. 2017. Osteoarthritis. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

14. Lozada C, Pace S, Diamond H, et al. Osteoarthritis. Medscape. 2017. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/330487-overview

Anda mungkin juga menyukai