SK Penyelenggaraan Pelayanan Imunisasi Pusk TPS 1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

KEPUTUSAN KEPALA UPTD.

PUSKESMAS TAMPAKSIRING I
NOMOR / / TPS I /2023

TENTANG

PENYELENGGARAAN PELAYANAN IMUNISASI DI UPTD PUSKESMAS TAMPAKSIRING I

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA UPTD. PUSKESMAS TAMPAKSIRING I,

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan


mempertahankan status kesehatan seluruh rakyat diperlukan imunisasi
sebagai upaya preventif;
b. bahwa perlu dilakukan penyelenggaraan pelayanan imunisasi yang baik;
c. bahwa sehubungan dengan butir a dan b tersebut diatas maka perlu
menetapkan Surat Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Tampaksiring I
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Imunisasi di UPTD Puskesmas
Tampaksiring I;

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah


Penyakit Menular;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2022 tentang
Perlindungan Anak;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan;
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular;
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2016 tentang
Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014
tentang Upaya Kesehatan Anak;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016
tentang Pemberian Sertifikat Vaksinasi Internasional;
-2-

10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017


tentang Penyelenggaraan Imunisasi;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2019
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2019
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/779/2022 tentang Pemberian Imunisasi Pneumokokus
Konyugasi (PCV);

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS TAMPAKSIRING I TENTANG


PENYELENGGARAAN PELAYANAN IMUNISASI DI UPTD PUSKESMAS
TAMPAKSIRING I.

Kesatu : Penyelenggaraan pelayanan imunisasi yaitu upaya kesehatan yang mengutamakan


aspek promotif dan preventif ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan,
kecacatan, dan kematian yang dilaksanakan secara komprehensif, efektif, efisien, dan
berkelanjutan yang tertuang dalam Perencanaan (P1), Penggerakan dan Pelaksanaan
(P2) serta Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja (P3) sebagaimana
tercantum dalam lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari surat
keputusan ini.
Kedua : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari
terjadi perubahan dalam keputusan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di Tampaksiring I

pada tanggal 5 Januari 2023

KEPALA
UPTD PUSKESMAS TAMPAKSIRING I,

I WAYAN GEDE ARDITA


-3-

LAMPIRAN
KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS TAMPAKSIRING I
Nomor : 440/62/PUSK KS/2023
Tanggal : 5 JANUARI 2023
Tentang : PENYELENGGARAAN PELAYANAN IMUNISASI
DI UPTD PUSKESMAS TAMPAKSIRING I.

PENYELENGGARAAN PELAYANAN IMUNISASI

A. Perencanaan
Perencanaan pelayanan Imunisasi terdiri dari kegiatan membuat usulan sarana dan prasarana
seperti vaksin dan logistik yang diperlukan dalam mendukung pelayanan Imunisasi baik
pelayanan dalam gedung dan luar gedung.
1. Perencanaan Vaksin
Dalam menghitung jumlah kebutuhan vaksin harus diperhatikan beberapa hal yaitu jumlah
sasaran, jumlah pemberian, target cakupan 100% dan indeks pemakaian vaksin dengan
mempertimbangkan sisa vaksin (stok) sebelumnya.

Kebutuhan : {jumlah sasaran x jumlah pemberian x 100%} – sisa stok IP


vaksin
Indeks pemakaian vaksin (IP) adalah pemakaian rata-rata setiap kemasan vaksin. Cara
menghitung IP adalah dengan membagi jumlah cakupan dengan jumlah vaksin yang
dipakai.

IP = Jumlah cakupan/jumlah vaksin yang dipakai

Untuk menentukan jumlah kebutuhan vaksin ini, maka perhitungan IP vaksin harus
dilakukan pada setiap level. IP vaksin untuk kegiatan imunisasi massal (BIAS atau
kampanye) lebih besar dibandingkan dengan imunisasi rutin diharapkan sasaran berkumpul
dalam jumlah besar pada satu tempat yang sama.

2. Perencanaan Auto Disable Syringe


Alat suntik yang dipergunakan dalam pemberian imunisasi adalah alat suntik yang akan
mengalami kerusakan setelah sekali pemakaian (auto disable syringe). Ukuran ADS beserta
penggunaanya terlihat seperti tabel berikut :
No Ukuran ADS Penggunaan
1 0,05 ml Pemberian imunisasi BCG
2 0,5 ml Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib, MR, DT, Td, I PV, JE
3 5 ml Untuk melarutkan vaksin BCG, MR, JE

3. Perencanaan Safety Box


-4-

Safety box digunakan untuk menampung alat suntik bekas pelayanan imunisasi sebelum
dimusnahkan. Safety box ukuran 2,5 liter mampu menampung 50 alat suntik bekas,
sedangkan ukuran 5 liter menampung 100 alat suntik bekas. Limbah imunisasi selain alat
suntik bekas tidak boleh dimasukkan ke dalam safety box. Berdasarkan sistem bundling
maka penyediaan safety box mengikuti ADS. Safety box yang sudah berisi alat suntik
bekas tidak boleh disimpan lebih dari 2x24 jam.

4. Perencanaan Kebutuhan Peralatan Cold Chain


Vaksin merupakan bahan biologis yang mudah rusak sehingga harus disimpan pada suhu
tertentu (pada suhu 2 s/d 8 °C untuk vaksin sensitif beku atau pada suhu −15 s/d – 25 °C
untuk vaksin yang sensitife panas).
Sesuai dengan tingkat administrasi maka sarana cold chain yang dibutuhkan adalah:
Puskesmas : Vaccine Refrigerator
Penentuan jumlah kapasitas Cold Chain harus dihitung berdasarkan volume puncak
kebutuhan vaksin rutin (maksimal stok) di tambah dengan kegiatan tambahan (bila ada)
Maksimal stok vaksin puskesmas 1 bulan kebutuhan ditambah dengan 1 minggu cadangan.
Selain kebutuhan vaccine refrigerator dan freeze Tag (Alat Pemantau Suhu) harus
direncanakan juga kebutuhan vaksin untuk membawa vaksin ke lapangan serta cool pack
sebagai penahan suhu dingin dalam vaksin carrier selama transportasi vaksin.

5. Penyediaan dan Distribusi Logistik


Penyedian Logistik
Pemerintah bertanggung jawab terhadap penyediaan logistik imunisasi program:
a. Penyediaan vaksin
b. ADS
c. Safety box dan
d. Peralatan cold chain yang diperlukan puskesmas :
1) Alat penyimpanan vaksin meliputi vaccine refrigerator dan freeze tag,
2) Alat transportasi vaksin, vaccine carrier, cool pack, dan cold pack dan
3) Alat pemantau suhu meliputi termometer, termograf, alat pemantau/mencatat suhu
secara terus menerus dan alarm.

6. Pendistribusian vaksin
a. Kabupaten /Kota ke Puskesmas
1) Dilakukan dengan cara diantar oleh kabupaten/kota atau diambil oleh puskesmas.
2) Dilakukan atas dasar permintaan resmi dari puskesmas dengan
mempertimbangkan stok maksimum dan daya tamping penyimpanan vaksin.
3) Menggunakan cold box atau vaccine carrier yang disertai dengan cool pack.
4) Disertai dengan dokumen pengirim berupa Surat Bukti Barang Keluar (SBBK).
5) Pada setiap cold box atau vaccine carrier disertai dengan indikator pembekuan.
-5-

b. Puskesmas ke tempat pelayanan.


1) Vaksin dibawa dengan menggunakan vaccine carrier yang diisi coolpack dengan
jumlah yang sesuai ke seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kerja
puskesmas, baik pemerintah maupun swasta yang menyelenggarakan pelayanan
Imunisasi Program.
2) Dilakukan dengan cara diantar oleh Puskesmas atau diambil oleh fasilitas
pelayanan kesehatan atas dasar permintaan resmi.

7. Penyimpanan dan pemeliharaan logistik


Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai didistribusikan ketingkat
berikutnya (atau digunakan), vaksin harus selalu disimpan pada suhu yang telah ditetapkan
yaitu:
a. Semua vaksin disimpan pada suhu 2°C s.d 8 °C pada vaccine refrigerator
b. Khusus vaksin Hepatitis B disimpan pada suhu ruangan terlindung dari sinar matahari
langsung.
c. Penyimpanan pelarut vaksin pada suhu 2°C s.d 8 °C atau pada suhu ruang terhindar
dari sinar matahari langsung. Sehari sebelum digunakan pelarut disimpan pada suhu
2°C s.d 8 °C.
d. Beberapa ketentuan yang harus selalu diperhatikan dalam pemakaian vaksin secara
berurutan adalah paparan vaksin terhadap panas, masa kadaluwarsa vaksin, waktu
pendistribusian/penerimaan serta ketentuan pemakaian sisa vaksin
1) Keterpaparan vaksin terhadap panas
a) Vaksin yang telah mendapatkan paparan panas lebih banyak (yang dinyatakan
dengan perubahan kondisi Vaccine Vial Monitor (VVM) A ke kondisi B harus
digunakan terlebih dahulu meskipun masa kadaluwarsanya masih lebih
panjang. Vaksin dengan kondisi VVM C dan D tidak boleh digunakan.
b) Vaksin sensitif panas : Polio tetes (OPV),BCG, Campak Rubella,JE,Rotavirus (RV)
c) Vaksin sensitif beku : Hepatitis B, DPT-HB-Hib,Dt,TD dan IPV

2) Masa kadaluarsa vaksin


a) Apabila kondisi VVM vaksin sama, maka digunakan vaksin yang lebih pendek
masa kadaluwarsanya ( Early Expire First Out/EEFO).
b) Waktu penerimaan vaksin (First In First Out/FIFO)
Vaksin yang terlebih dahulu diterima sebaiknya dikeluarkan terlebih dahulu.
Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa vaksin yang diterima lebih awal
mempunyai jangka waktu pemakaian yang lebih pendek.
c) Pemakaian vaksin sisa
-6-

Vaksin sisa pada pelayanan statis (Puskesmas, Rumah sakit atau praktek
swasta) bias digunakan pada pelayanan hari berikutnya. Beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi adalah :
 Disimpan pada suhu 2°C s.d 8 °C
 VVM dalam kondisi A atau B
 Belum kadaluwarsa
 Tidak terendam air selama penyimpanan
 Belum melampaui masa pemakaian
Jenis vaksin Masa pemakaian Keterangan
Polio 2 minggu Cantumkan tanggal
IPV 4 minggu pertama kali vaksin
DT 4 minggu digunakan
Td 4 minggu
DPT-HB-Hib 4 minggu
PCV 4 minggu
ROTAVIRUS 2 minggu Cantumkan waktu vaksin
Campak Rubella 6 jam dilarutkan
JE 6 jam
BCG 3 jam

3) Penanganan vaksin pada keadaan tertentu


Penanganan vaksin dalam keadaan tertentu perlu dipahami mengingat vaksin
sangat rentan terhadap perubahan suhu, penyimpanan vaksin pada tingkat
puskesmas dianggap yang paling rentan, karena power tidak stabil, tidak ada
listrik, daya listrik terbatas
Beberapa hal yang harus dipahami antara lain :
a) Pahami bentuk dan type vaccine refrigerator
b) Bila ice line refrigerator, periksa suhu jangan membuka pintu vaccine
refrigerator,karena vaccine refrigerator jenis ini, mempunyai cold life 15-24
jam.
c) Bila RCW 42 EK-50 EK, mempunyai cold life 4-5 jam jam, maka siapkan
peralatan atau langkah penyelamatan vaksin :
 Menggunakan burner
 Hidupkan generator, bila ada

4) Monitoring vaksin dan logistik


a) Setiap akhir bulan atasan langsung pengelola vaksin melakukan monitoring
administrasi dan fisik vaksin serta logistik lainnya. Hasilnya monitoring dicatat
pada kartu stok dan dilaporkan secara berjenjang bersamaan dengan laporan
cakupan imunisasi.
b) Alat pembawa vaksin
-7-

Alat pembawa vaksin harus terstandarisasi SNI dan PIS/PQS WHO.


 Cold box adalah suatu alat untuk penyimpanan sementara dan membawa
vaksin
 Vaccine carrier adalah alat suatu mengirim/membawa vaksin dari
puskesmas ke posyandu atau tempat pelayanan imunisasi lainnya yang dapat
mempertahankan suhu.
c) Alat untuk mempertahankan suhu
 Kotak dingin beku (cold pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat
yang diisi dengan air yang dibekukan dalam freezer dengan suhu −15 s/d –
25
°C selama minimal 24 jam.
 Kotak dingin cair (cool pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat
yang diisi dengan air kemudian didinginkan dalam vaccine refrigerator
dengan suhu −3 s/d + 2 °C selama minimal 12 jam (dekat evaporator)
d) Untuk mempertahankan kualitas vaksin tetap tinggi, perlu dilakukan
pemeliharaan sarana peralatan cold chain (pemeliharaan harian) sebagai
berikut:
 Melakukan pengecekan suhu dengan menggunakan thermometer atau alat
pemantauan suhu digital setiap pagi dan sore termasuk hari libur.
 Memeriksa apakah terjadi bunga es dan memeriksa ketebalan bunga es.
Apabila bunga es dari 0,5 cm dilakukan defrosting (pencairan bunga es)
 Memeriksa apakah terdapat cairan pada dasar lemari es. Apabila terdapat
cairan harus segera dibersihkan atau di buang
 Melakukan pencatatan langsung setelah pengecekan suhu pada thermometer
atau pemantauan suhu dikartu pencatatan suhu setiap pagi dan sore

5) Peralatan Anafilaktik
Peralatan anafilaktik adalah alat untuk yang digunakan dan dipersiapkan untuk tata
laksana syok anafilaktik.
Alat medis yang digunakan meliputi:
a) Cairan Infus (Nacl/RL)
b) Spuit 1 ml dan 5 ml
c) Abocath 25 G
d) Epinefrin 0,1 %
e) Dexamethason ampl
f) Diphenhidramin amp
g) Sarung tangan
h) Plester
i) Alkohol swab
Peralatan anafilaktik tersedia di pelayanan imunisasi dan digunakan saat kegiatan
Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
-8-

6) Dokumen pencatatan dan pelaporan pelayanan imunisasi


a) Pencatatan hasil imunisasi untuk bayi dan baduta dibuat oleh petugas imunisasi
di kohort bayi/baduta, E-RM/ rekam medik manual atau Sistem Informasi Data
Imunisasi (SIDI). Dan tercatat pada aplikasi Indonesia Sehatku (ASIK)
b) Pencatatan hasil imunisasi Td untuk WUS
c) Pencatatan hasil imunisasi Td untuk WUS termasuk ibu hamil dan calon
pengantin menggunakan buku catatan Imunisasi WUS atau di catat buku kohort
ibu dan juga dicatat dalam buku KIA.
d) Pencatatan hasil imunisasi Anak Usia Sekolah Dasar
e) Untuk pencatatan imunisasi anak usia sekolah dasar, Imunisasi Dt, Campak
Rubella atau Td yang diberikan, dicatat di buku sehat anak sekolah dan tercatat
di Sistem Informasi Data Imunisasi (SIDI) pelapran BIAS.

8. Melakukan pendataan sasaran di wilayah kerja UPTD. Puskesmas Tampaksiring I


a. Jumlah bayi lahir hidup di tingkat Provinsi dan Kabupaten dihitung/ditentukan
berdasarkan angka yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Sasaran ini
digunakan untuk menghitung imunisasi Hepatitis B, BCG dan Polio 1.
1) Jumlah bayi baru lahir di tingkat kecamatan dan desa dapat dihitung sebagai berikut:

2) Jumlah bayi yang bertahan hidup (surviving infant)


dihitung/ditentukan berdasarkan:
Jumlah bayi baru lahir dikurangi dengan jumlah kematian bayi didapat dari
perhitungan angka kematian bayi (AKB) dikalikan dengan jumlah bayi baru lahir.

Surviving infant (SI) = Jumlah bayi baru lahir – (AKB x jumlah bayi baru lahir)

Jumlah ini digunakan sebagai sasaran imunisasi bayi usia 2-11 bulan.

b. Anak dibawah usia 2 tahun (baduta) pada Imunisasi Lanjutan


1) Untuk sasaran imunisasi lanjutan pada baduta sama dengan jumlah Surviving
Infant (SI) tahun lalu.
2) Jumlah baduta dihitung/ditentukan berdasarkan jumlah Surviving Infant (SI)

Kecamatan :
Jumlah bayi lahir hidup kecamatan tahun lalu x jumlah bayikab/kota tahun ini
Jumlah bayi lahir hidup kab/kota tahun ini
Desa/kelurahan :
Jumlah bayi lahir hidup desa/kel tahun lalu x jumlah bayi kecamatan tahun ini Jumlah
bayi lahir hidup kecamatan tahun lalu
ATAU
Desa : Pendataan sasaran per Desa
-9-

c. Anak sekolah dasar pada imunisasi lanjutan


Untuk sasaran Imunisasi lanjutan pada anak sekolah dasar didapatkan dari data
kementerian kesehatan.

d. Wanita Usia Subur (WUS) pada Imunisasi Lanjutan


Batasan Wanita Usia Subur yang menjadi sasaran imunisasi Lanjutan adalah antara 15-
49 tahun. Wanita Usia Subur terdiri dari WUS hamil dan tidak hamil.
WUS = 21,9% x jumlah penduduk

9. Menentukan target sasaran


Target sasaran ditentukan oleh Kementerian Kesehatan.

10. Menyusun jadwal kegiatan


Membuat jadwal kegiatan pelayanan imunisasi baik dalam gedung maupun luar gedung
agar terselenggaranya pelayanan imunisasi secara optimal. Pelayanan imunisasi dalam
gedung di laksanakan setiap hari kerja terkecuali hari libur. Pelayanan imunisasi luar
gedung dilakukan pada saat kegiatan sweeping imunisasi dan Bulan Imunisasi Anak
Sekolah (BIAS) pada bulan September dan Nopember.

B. Penggerakan dan Pelaksanaan


1. Penggerakan dan Pelaksanaan pelayanan Imunisasi meliputi
Mengikuti rapat UKM dilakukan setiap bulan yang bertujuan untuk mengetahui
permasalahan program, koordinasi lintas program dan membahas rencana tindak lanjut.
2. Mengikuti lokakarya mini bulanan pertama yang bertujuan untuk penggalangan tim dalam
rangka pengorganisasian untuk dapat terlaksananya rencana kegiatan puskesmas.
3. Mengikuti lokakarya mini bulanan rutin yang bertujuan untuk melaksanakan evaluasi
cakupan program, mengidentifikasi masalah ataupun hambatan dalam pelaksanaan kegiatan
dan penyusunan rencana kegiatan puskesmas.
4. Pelaksanaan pelayanan imunisasi sesuai standar. Setiap bayi yang tinggal wilayah kerja
UPTD. Puskesmas Tampaksiring I usia 0-11 bulan mendapat pelayanan imunisasi dasar
lengkap sesuai standar dalam kurun waktu satu tahun. Pada sasaran baduta yang tinggal di
wilayah kerja UPTD.Puskesmas Tampaksiring I usia 18-24 bulan mendapatkan pelayanan
imunisasi lanjutan. Pelayanan yang diberikan dapat dilaksanakan di Puskesmas, posyandu
dan kunjungan rumah (sweeping imunisasi) dan Instansi Pemerintah ataupun Swasta di
wilayah kerja UPTD. Puskesmas Tampaksiring I.
5. Melakukan kordinasi dengan Promkes terkait kegiatan penyuluhan imunisasi ke masyrakat
melalui media sosial, cetak,audiovisual maupun secara langsung.
6. Melaksanakan pelayanan imunisasi yaitu pemberian imunisasi pada bayi usia 0-11 bulan
dalam kurun waktu 1 tahun dan diberikan imunisasi lanjutan pada bayi dibawah 2 tahun
(baduta).
- 10 -

a. Jadwal pemberan imunisasi dasar meliputi :

Umur Jenis Interval minimal untuk jenis


Imunisasi yang sama
0-24 Jam Hepatitis B
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2, PCV 1,RV1 1 bulan
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3, PCV 2,RV2
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV 1,RV3
9 bulan Campak Rubella (MR), IPV2
10 bulan Japanese encephalitis
12 bulan PCV 3

b. Jadwal pemberian imunisasi lanjutan meliputi:


Umur Jenis Interval minimal setelah imunisasi dasar
18 bulan DPT-HB-Hib 12 bulan dari DPT-HB-Hib 3
Campak Rubella (MR) 6 bulan dari Campak Rubella dosis pertama

Catatan :
1) Pemberian imunisasi lanjutan pada baduta DPT-Hb-Hib dan Campak Rubella dapat
diberikan dalam rentang waktu usia 18-24 bulan.
2) Baduta yang telah lengkap imunisasi dasar dan mendapatkan imunisasi lanjutan
dinyatakan mempunyai status imunisasi T3.

c. Jadwal Pemberian Imunisasi Lanjutan pada Anak Usia Sekolah Dasar


Sasaran Imunisasi Waktu pelaksanaan
Kelas 1 SD Campak Rubella (MR) dan DT September dan Nopember
Kelas 2 SD Td Nopember
Kelas 5 SD Td Nopember
Siswi kelas 5 HPV dosis 1 September
Siswi kelas 6 HPV dosis 2 Nopember

Catatan :
Anak usia sekolah dasar yang telah lengkap imunisasi dasar lengkap dan imunisasi lanjutan
DPT-HB-Hib serta mendapatkan imunisasi DT dan Td dinyatakan mempunyai status T5.

d. Imunisasi Lanjutan pada Wanita Usia Subur (WUS)


Status Imunisasi Interval Minimal Pemberian Masa Perlindungan
T1 − −
T2 4 minggu setelah T1 2 tahun
- 11 -

T3 6 bulan setelah T2 5 tahun


T4 1 tahun setelah T3 10 ahun
T5 1 tahun setelah T4 15 tahun

Catatan :

1) Sebelum imunisasi, dilakukan penentuan status Imunisasi T (screening) terlebih dahulu


terutama pada saat pelayanan antenatal.
2) Pemberian imunisasi Td tidak perlu diberikan apabila status T sudah mencapai T5,
yang harus dibuktikan dengan buku kesehatan ibu dan anak, kohort dan/atau rekam
medis.

C. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja


1. Pencatatan dan Pelaporan
a. Pencatatan pelayanan Imunisasi melalui Aplikasi Sehat Indonesiaku (ASIK) dan
Sistem Imunisasi Data Imunisasi (SIDI). Pencatatan kegiatan luar gedung seperti
sweeping imunisasi rutin dilaksanakan setiap akhir kegiatan.
b. Pelaporan dilakukan setiap bulan menggunakan pelaporan elektronik kepada PJ UKM,
Kepala Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Pelaporan kepada PJ UKM dilakukan
maksimal tanggal 5 bulan berikutnya. Analisa PWS Imunisasi dibuat setiap 3 bulan
menggunakan fish bone, kemudian disampaikan pada lokakarya mini bulanan dan
kepada Dinas Kesehatan maksimal tanggal 5 bulan berikutnya.

2. Pengawasan dan pengendalian


a. Mengikuti bimbingan teknis dengan PJ UKM, bimbingan teknis dilakukan setiap bulan
b. Mengikuti bimbingan teknis dengan kepala puskesmas, bimbingan dilakukan setiap
bulan
c. Mengikuti bimbingan teknis dengan dinas Kesehatan Kabupaten Badung
d. Mengikuti bimbingan teknis dengan dinas Kesehatan Provinsi Bali, bimbingan
dilakukan setiap tahun sekali.
e. Pemantauan wilayah setempat (PWS) untuk pemantauan dan analisa cakupan
f. Data Quality Self Assessment (DQS) untuk menentukan keakuratan laporan imunisasi
dan kualitas dari system pemantauan imunisasi
g. Effective Vaccine Management (EVM) untuk melakukan penilaian terhadap
manajemen penyimpanan vaksin sehingga dapat mendorong untuk melindungi vaksin.
h. Supervisi Suportif untuk melakukan pemantauan, pembinaan dan pemecahan masalah
serta tindak lanjut pelaksanaan program
i. Survailans KIPI untuk memantau keamanan vaksin
j. Recording dan Reporting (RR) untuk memantau hasil pelaksanaan imunisasi
k. Stock Management System (SMS) untuk memantau ketersediaan vaksi dan logistik
l. Cold Chain Equipment Management (CCEM) untuk inventarisasi peralatan cold chain
- 12 -

m. Rapid Convenience Assessment (RCA) untuk mengukur akurasi hasil cakupan


imunisasi.
n. Survey Cakupan Imunisasi untuk melakukan pemantauan secara eksternal terhadap
kualitas dan kuantitas sata serta pelayanan imunisasi.
o. Pelaporan hasil pelayanan imunisasi di kirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten dan
menginput melalui system aplikasi Indonesia Sehatku (ASIK)
3. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja dilakukan 2 kali setahun, yang akan dilaporkan dalam bentuk PKP
(Penilaian Kinerja Puskesmas).

KEPALA
UPTD PUSKESMAS TAMPAKSIRING I,

I WAYAN GEDE ARDITA

Anda mungkin juga menyukai