Anda di halaman 1dari 2

Menerangkan Proses Sertifikat dan Jual Beli

Pada Tahun 1978 Saya kerjasama sama Omo Gunawan jualan pupuk sama parabotan. Pada Tahun
1980 Omo Gunawan menyuruh Saya kepada orang tua meminjam surat tanah (Blangko) tanah milik
orang tua. Pertama tidak dikasih alasannya takut dijual seperti yang sudah.
Terus Omo Gunawan menyuruh lagi yang kedua kalinya bilang buat jaminan pinjam uang ke BRI
buat tambah modal. Orang tua saya ngasih meminjamkan saya berikan kepada Omo Gunawan tapi
sama Omo Gunawan tidak langsung dijaminkan malah disertifikatkan dengan alasan supaya dapat
besar pinjamannya. Membuat sertifikatnya lewat Solihin Fahrurozi.
Pada tahun 1980 jadilah sertifikat atas nama Omo Gunawan terus dijaminkan ke BRI Cimahi dapat
pinjaman senilai delapan juta rupiah.
Pada tahun 1983 orang tua saya merenovasi rumah dibantu oleh semua anak-anak. Sudah selesai Omo
Gunawan bilang kepada orang tua saya katanya saya (Omo Gunawan) membantu habis 2.300.000
terus orang tua saya mau dibayar katanya Omo Gunawan bukan Mau dibayar tanah yang ditempati
sama saya sudah di sertifikati atas nama saya (Omo Gunawan).
Orang tua saya merasa kaget mendengar Omo Gunawan sudah menyertifikatkan tanah milik orang tua
(Ibu Oya). Orang tua saya tidak setuju kenapa Omo Gunawan membuat sertifikat. Saya yang punya
tanah tidak tahu dan ade-ade juga tidak dikasih tahu terus menyuruh kakak saya yang Bernama
Rasmala untuk meluruskan sertifikat atas nama Omo Gunawan yang tanahnya masih milik Ibu Oya.
Rasmala datang ke Omo menanyakan, Omo tidak menjawab benar malah marah-marah. Orang tua
saya sakit lalu meninggal. Terus saudara saya nanya bagaimana tanah milik Almarhum (Ibu Oya) yag
ditempati Omo Gunawan dibayar tidak.
Saya jawab tidak waktu itu Cuma pinjam surat tanahnya (Blangko) untuk dijaminkan pinjam uang ke
BRI. Terus kakak saya yang Bernama Ade Holil mendatangi Omo Gunawan tidak dijawab yang benar
tapi malah marah-marah.
Tidak lama kemudian Omo Gunawan meninggal. Kakak saya tetap mau meluruskan tanah itu karena
orang tua saya selagi masa hidupnya tidak merasa menjual tanah itu. Saya diajak Ade Holil
mendatangi mantan istri Omo Gunawan. Ditanya sama Ade Holil mantan istri Omo Gunawan
bagaimana dibeli atau bagaimana. Kalua dibeli berapa, siapa saksinya. Mantan istri Omo Gunawan
tidak menjawab yang benar Cuma menangis lalu bilang bagaimana saya sama anak-anak kalau tanah
ini dibagikan rumah saya kebongkar.
Terserah kata Ade Holil pokoknya Ibu saya tidak pernah menjual tanah ini Omo Gunawannya saja
yang jahat tanah milik keluarga disertifikatkan atas nama sendiri (Omo Gunawan) terus saya ikut
bicara udah aja Wa kasihan anak-anak dan disitu juga ada anaknya yang Bernama Nanang Sohib.
Bagaimana kalau ini kan ada yang kosong +100meter udah aja itu tadinya Ade Holil menolak masa
Omo Gunawan 500 m kita Cuma 100 m terus sama saya dikasih masukan Alhamdulillah kakak saya
sadar katanya bagaimana kamu ajalah.
Nah sepakat tapi dengan catatan kamu Yati jangan bikin sakit keluarga saya dan kalau kawin jangan
menempati rumah itu harus keluar dari rumah itu.
Akhirnya yang 100 meter itu dibayarkan kepada kakak saya senilai 2.500.000/orang. Terus saya bikin
akta atas nama saya di SPPT supaya yang 100 meter saya yang bayar pajaknya. Terus saya tempati
jualan disitu selama 3 tahun saya bangkrut lalu saya kontrakkan ke Dede Wahyudin.
Dua tahun kemudian saya ditagih hutang sama Bank Danamon. Terus saya bicara kepada Dede
Wahyudin udah aja tanah ini lepas (jual) sepakat jual beli antara saya sama Dede Wahyudin. Syaa buat
akte jual beli. menjelang 13 tahun Dede wahyudin mau memisahkan yang 100 meter dari sertifikat
atas nama Omo Gunawan tidak dikasih pinjam malah mau mengambil lagi dibantu sama mantunya
yang tahu Cuma sertifikatnya saja tidak tahu proses sertifikatnya. Saya pernah musyawarah di Desa
Cipeundeuy 2 kali hasilnya seperti ini.
Rupanya keterangan dari saya untuk sementara seperti itu.

BENY WAHYUDIN

Anda mungkin juga menyukai