Anda di halaman 1dari 7

Bab ini kurang scan lagi dari 105-122

A. Beberapa Mazhab Hukum Islam dan Ciri-Ckrinya


Dari mazhab-mazhab pemikiran hukum yang memiliki perbedaan-
perbedaan kecil di bidang ritus dan hukum, beberapa di antaranya masih bertahan
hingga sekarang dan yang sate lebib menonjol dati yang lain di sebagian besar
dunia Islam. Awal dominasi aliran hukum di suatu daerah sebagian besar
ditentukan oleh tokoh-tokohnya, murid-murid yang menyampaikan pandangan-
pandangan khusus aliran yang mereka anut, dan karena reputasinya.
Beberapa mazhab fiqh tersebut dapat dikategorikan kepada tiga kelompok
besar,105 yaitu: kelompok ahl al-sunnah, kelompok Syi`ah dan kelompok
Khawarij.a Mazhab-mazhab hukum ahl al-Sunnah banyak sekali, di antaranya
telah lenyap. Mazhabmazhab tersebut antara lain adalah mazhab Sufyan bin
Uyainah di Makkah, mazhab Malik bin Anas di Madinah, math al-Hasan al-
Bashri di Bashrah, mazhab Abu Hanifah dan Sufyan al-Tsauri di Kufah, mazhab
al-Auza`i di Syam, mazhab al-Syafi`i dan Laits bin Silad di Mesir, mazhab Ishaq
bin Rahawiyah di Nisapur, mazhab Ibnu Abi Layla, mazhab Ibn Jarir al-Thabari,
mazhab Abu Tsaur dan Ahmad bin Hanbal, dan mazhab Dawud al-Asfahani/al-
Zhahiri di Baghdad. 106
Mazhab-mazhab hukum dalam Syi`ah adalah mazhab Ja`fariyah atau
mazhab Imamiyah al-Itsna `Asyriyah, mazhab Zaidiyah, mazhab a1-Bahrah
Sedangkan mazhab hukum dalam Khawarij yang masih ada adalah mazhab
`Ibady. Berikut ini dipaparkan secara singkat beberapa mazhab hukum tersebut
dengan ciri-cirinya.

a. Mazhab-Mazhab AM al-Sunnah
1) Mazhab Hanafi
Mazhab ini didirikan oleh Imam Abu Hanifah. Behan dila- hirkan tahun 80
Hijriyah di Kufah1m Imam Abu Hanifah mengajak kepada kebebasan berpikir
dalam memecahkan masalah-masalah ban’ yang belum terdapat dalam al-Qur’an
dan Sunnah, dan menganjurkan pembahasan persoalan dengan bebas merdeka. 107
Ia banyak mengandalkan qiyas (analogi) dalam menentukan hukuml108 dan lebih
mengutamakan analogi yang rendah tetapi menguntungkan daripada analogi
(qiyas) yang kuat tapi tidak menguntungkan. 109 Dia banyak menetapkan hukum
berdasarkan istihsan dan istishab.
Tentang cara beliau menetapkan hukum dari suatu persoalan
diungkapkannya sendiri sebagai berikut:110
“Saya mengambil hukum dari al-Qur’an, jika saya tidak mendapatkannya
dari al-Qur’an, maka saya bersandar kepada sabda. sabda Rasul yang shahih
dan yang terdapat di kalangan orangorang yang bisa dipercaya. Bila dalam al-
Qur’an dan Hadis tidak saya ketemukan sesuatupun, maka saya beralih kepada
105
Ma, h. 16
106
Mazhab tm bukanlah "sekte", karena meski berbeda pendapat, tokob-tokoh mazhab tm
mempunyai keyakinan yang kuat bahwa mereka sama-sama berpijak di atm sam pjakan, mengabdi
pada cita-cita yang sama, dan dengan bak yang lama Pula
107
Ignaz Goldziher, op. cit., h. 4445
108
Sebagian pendapat mengatakan bahwa Khawarij merupakan kelompok sempalan dad dua kelompok
hese dalam mazhab fiqh Islam yang eksis pada masa sekarang, yakni Sunni dm Syili
109
Prof. Dr. 'Ali al-Wahid Waft, op. cit., h. 16. Lihat Ignaz Goldziher, op. cit.,h.Kemudian lihat al-
Shekh All al-Sayis, op. cit., h. 90
110
Nama ash beliau sils1sh An-Nu man bin Isabit bin Zudry. Lihat Al-Syeldi Muhammad al-Khudary,
Tarikh abrasyri` al-Lamy, (Indonesia: Dar al-Kutub al-Arabiyah, 1981), cet. VII, h. 229
1
keterangan para sahabat. Saya mengarnbil mana yang saya kehendaki dan menin
xalkan mana yang saya kehendaki. Setelah berpijak pada pendapat para
shahabat, saya menengok kepada pendapat orang-orang lain. Jika telah sampai
kepada pendapat Ibrahim, al-Syucbi, Hasan Basri, Ibnu Sirin, Said bin Musayyab
—sambil beliau mengemukakan beberapa nama ulama besar dari para mujtahid,
—maka aleu pun berhak melakukan ijtihad sebagai. mana yang mereka
lakukan”.111

Sahal bin Muzahib pemah mengatakan:112 Tendapat Abu I-lanifah berpegang


kepada apt yang dipercaya, menjauhkan diri dari keburukon,sukamernperhatikan
ado-lett/Me dan hal ihwal orang banyak, apa yang dianggap baik dan buruk oleh
mereka, Imam Rana-ft memecahkan berbagai problematika denganjalan qiyas,
apabila jalan itu terasa kurangtepat, maka belitut menernpuh jalan istihsan
selama jalan ini dapat ditempuh. Jika metode inipun tidak dapat ditempuh, maka
beliau mengembahkan urusan itu kepada apt yang telah dilakukan oleh kaum
muslimin”.113
Dari keterangan di atas dapat diambil pemahaman bahwa dasar Imam Abu
Hanifah dalam mengistimbath hukum114 adalah:
a). Kitabullah (al-Qur’an)
b). Sunnah Rasulullah dan atsar-atsar yang shahih seita telah masyhur (tersiar) di
antara ulama ahli.
c). Fatwa para shahabat
d). Qiyas
e). Istihsan
f). Adat yang berlaku di masyarakat115
Murid Imam Abu Hanifah yang terkenal dan yang menemskan pemikiran-
pemikirannya adalah Imam Abu Yusuf al-Anshary, Imam Muhammad bin al-
Hasan al-Syaibani, Imam Zafar bin Hui-Izail dan al-Hasan bin Ziyad al-Kufy.

2) Mazhab Maliki
Mazhab ini dibangun oleh Malik bin Anas (Madinah, 93 Hijriyah). 116
Dasar Imam Malik dalam memutuskan suatu hukum adalah al-Qur’an, kemudian
111
K.H. Moenawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, (Jakarta: Bulan Binung, 1992), cet.
VIII, h.77
112
Can ini menjadi chi umum dari mazhabnya. Sehingga is sering disebut sebagai Salah satu alasan
mengapa Abu Hanifah banyak mempergunakan akal dalam menentukan hukum adalah
kurangnya hadis yang tersebar di Irak kala itu, keadaan demikian menuntut beliau untuk banyak
berpikir dalam menentukan hukum. Lihat 'Ali 'Abd al-Wahid Wafi, op. cit., h. 19. Bandingkan
dengan Ahmad Syalabi, op. cit., h. 103. Lihat pula K.H. Moenawar Chalil, Tbid, h. 79. Kemudian
lihat Ahmad Hanafi, op. cit., h. 151
113
Munawir Sadzali, "Sambutan Mental Agama RI" pada seminar Pembangunan Hukum dan
Perkembangan Fikih di Indonesia", IAIN Sunan Ampel Surabaya, 4 Pebmari 1985, h
114
Lihat AiShekh Muhammad Ali al-Sayis, op. cit., h. 94,1ga:a pula K.H. Moenawar Chalil, op. cit., h.
78. Kemudian lihat Al-Shekh Muhamitiad al-Khudary, op. cit., h. 231. Menurut riwayat lain
beliau pemah mengandcan: :Tema) uan kami merupakan suatu pendapat. Jalan terbaildah yang
kami teniPuh.l&angsiapa sang-gup mendapat yang lain, maka pendapatnyiiadalah untuk dia dan
pendapat kami adalah untuk kami". Lihat Prof. Dr. Ahmad Syaiabi, Pentbmaan Hukum Islam,
pent. Abdullah Badjeiri, (Jakarta: Djajamurni, 1964), cet. II, h. 105
115
Lihat K.H. Moenawar Chalil, foe. czt, h. 78-79. Lihat pula Ahrnad Syalabi, loc. cit., h. 103-104.
kemudian bhat 'Ali 'Abd al-Wahid Wafi, op. cit., h. 121, al-Shekh Muhammad al-Khudari, op. cit.,
h. 231-232
116
bid, h. 24
2
Sunnah Rasulullah saw. Bila tidak didapati dalam kedua sumber itu, maka beliau
mengikuti ijmak ulama ahli Madinah dan praktik penduduk Madinah.117 Jika
ijmak pun tidak didapatkan barulah beliau berpindah kepada qiyas. Bila qiyas juga
tidak beliau dapatkan, maka beliau memutuskan dengan jalan “al-mashalih al-
mursalah” atau “istishlah”,118 yakni memelihara tujuan agama dengan jalan
menolak kebinasaan dan menuntut kebaikan;119 atau memelihara tujuan syarak
dengan jalan menolak segala sesuatu yang merusak makhluk. Ketentuan mashalih
mursalah digunakan adalah ketika semua dasar-dasar penetapan hukum di atas
tidak ada yang menentangnya.120
Tentang cara Imam Malik dalam mengambil hukum ini diungkapkan oleh
Qadhi Iyadh sebagai berikut: menyusun dalil-dalilnya yang jelas, is memulai
dengan nashnya, kemudian zhahimya lalu mafibumnya. Setelah itu barulah la
beralih kepada Hadis, dengan mengutamakan Hadis mutawatir, lalu yang
masyhur dan barulah yang ahad, dengan cara yang tertib seperti ketika beliau
mengambil huleum dari al-Qur’an. Setekth al-Qur’an dan Hadis, barulah is
beipindah kepada ijmak. Jika dalam sumber-sumber pokok itu beliau tidak
menjumpai pemecahan, barulah beliau merwmpuh jalan qiyas yang dijadikan
sandaran untuk menyimpulkan suatu hukum”.121
Secara ringkas, dasar mazhab Maliki dalam menentukan hukum adalah:
a) al-Qur’an
b) Sunnah
c) Ijmak ahli Madinah
d) Qiyas
e) Istishlah atau al-mashalih al-mursalah

3) Mazhab Syafi’i
Mania!) ini didinlan oleh Imam al-Syafi’i. 122 Math fiqih al-Syafi’i
merupakan perpaduan antara Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki.123 la terdiri dati
dua qaul (pendapat), yaitu qaul qadim (pendapat lama) di Ink dan qauljadid
(pendapat bate) di Mesir.124 Mazhab Syafi`i terkenal sebagai mazhab yang paling
117
HS. Hukum yang diambil Imam Malik dengan dasar istishlah dan qiyas adalah permasalahan yang
bersangkut pant dengan "mu'amalalz" atau urusan keduaniaan, bukan urusan "ubudiyah"
(peribadatan)
118
Lihat K.H. Moenawar Chalil, op. cit., h. 124
119
K.H. Moenawar Chalil, op. cit., h. 129
120
K.H. Moenawar Chalil, op. cit., h. 110. Bandingkan dengan al-Shekh Muhammad Ali al-Sayis,
op. cit., h. 96.Ahmad Syalabi, op. cit., h. 110. Bandingkan dengan al-Shekh Muhammad All al Sayis,
op. cit., h. 96
121
Nama lengkap Imam Al-Syafil adalah Abu Abdilla Muhammad bin Idris al Syailli. Behan
dilahirkan di Ghazzah tahun 150 Hijriyah. Muhaznammad Khudary, op. cit., h. 251
122
Al-Syagi adalah murid Imam Abu Haifa dan Imam Malik. Sehingga sementan orang berpendapat
bahwa beliau dalam masa/A hukum mengetahui kelemahan dan kekuatan mazhab Hanafi dan
Maliki. Dungan pengetalmannya tersebut dia mengumpullian segi-segi kebaikan dan meninggalkan
yang tidak disetujui dan kedua mazhab itu sena mengemukakan pendapat barn yang belum
terpeealikar pada keduanya.
123
Lihat Ahmad Syalabi, op. cit., h„ 154
124
Perbedaan dua qaul (pendapat) tersebut disebabkan karena beliau menemukan fakta-fakta bare
dalam penelitian, sehingga beliau merevisi pendapat-pendapat lama yang pemah dianutnya.
Namun yang lebihutama, perbedaan ins disebabkan oleh perbedaan lingkungan sena kebutuhan
penduduk Mesir dan Ink. Perbedaan ini mengharuskan beliau berbuat untuk menyelaraskan
ketentuanketentuan hukum yang diterapkan di wmpat bans, antan keadaan-keadaan umum dan
khusus. Lihat 'Ali 'Abd al-Wahid Wafi, op. cit., h. 22-23
3
berh.ati-hati dalam menentukan hukum. Karen kehati-hatiannya tersebut,
kadanglcala pendapatnya terasa kurang tegas.
Ciri mazhab Syafi`i dalam menyimpulkan hukum adalah senantiasa
bersandar pada al-Qur’an menurut artinya yang zhahir, kecuali apabila ada
petunjuk Bahwa yang dimaksud bukan yang terkandung dalam makna zhahir
tersebut. Bila ada petunjuk seperti itu barulah beliau mengambil sikap.
Sandaran kedua dari mazhab Syafi`i adalah Sunnah. Menurutnya orang
tidak mungkin berpindah dari sunnah selama sunnah masih ada. Mengenai Hadis
Ahad, al-Syafi`i tidak mewajibkan syarat “kemasyhuran” sebagaimana yang
berlaku pada mazhab Hanafi. Tidak pula mewajibkan persyaratan yang ditetapkan
oleh Malik, yaitu hams ada perbuatan yang memperkuatnya. Menurut al-Syafi`i
Hadis itu sendiri—tanpa lainnya—sudah dianggap cukup. Baginya, Hadis ahad
tidak jadi soal untuk dijadikan sandaran, selama yang meriwayatkannya dapat
dipercaya, teliti, dan selama Hadis itu muttasil (sanadnya benambung) kepada
Rasulullah. Jadi beliau tidak mengharuskan hanya mengambil Hadis mutawatir
saja.
Sandaran ketiga al-Syafi`i adalah ijmak.125 Jika dengan ijmak belum juga
mencukupi, beliau menuju kepada fatwa shahabat yang diketahui tidak ada yang
mempertentangkan- nya. Apabila fatwa shahabat yang disepakati tersebut tidak
didapatkan, maka beliau beralih kepada fatwa shahabat yang masih
diperselisihkan. Setelah itu barulah ia menempuh jalan qiyas yang mempunyai
dasar tertentu. Jadi beliau mempergunakan qiyas bila keadaan telah memaksa.
Syafi`i tidak menyetujui can istihsan yang dijadikan sandaran ulama Irak, begitu
pula ia tidak menyetujui jalan mashalih mursalah yang ditempuh oleh Malik.126
Bila al-Syafi`i tidak mendapatkan keputusan hukum dari dasar-d sar di
atas, maka beliau mengambil dengan jalan istidlal, mencari alasan, bersandarkan
atas kaidah-kaidah agama, meski int dari ahli kitab yang terakhir ini disebut
“syarit man qablana”. Beliau juga tidak sekali-kali mengambil bush pikiran
manusia dalam menentukan hukum.127
Secara ringkas dasar mazhab Syafi’i dalam menentukan hukum adalah:
a). al-Qur’an
b). Sunnah
c). Ijmak
d). Fatwa shahabat yang disepakati
e). Fatwa shahabat yang diperselisihkan
f). Qiyas
g). Istidlal

4) Mazhab Hanbali
125
Menurut ijma. berarti tidak didapatinya pendapat yang menyalahi kepada suatu pendapat. Lihat AL-
Shekh Muhammad Khudary, op. cit., h. 254
126
Lihat Al-Sketch Muhammad All al-Sayis, op. cit., h. 99-101. Ahmad Syalabi, op. cit., h. 113-114.
Lihat pula K.H. Moenawar Chalil, op. cit., h. 244-245. Mengenai Istiksan, yang ditolak alSyafi i
sebagaimana ditulis dalam kitabnya &hal allstthsan bukanlah istthsan seperti yang dimaksudkan
oleh Abu Hanifah, sebab istihsan model itu beliau juga mempergunakannyadengan nama lain, seperti
Istisbab dan Munasabab. Secara jelas bisa dilihat dari ungkapan al-Syafi'i sendki: "Barangsiapa
beristihsan berarti dia membuat syart Barangsiapa yang mengingkarinya berarti dia berhukum
dengan hawa dan nafsunya, dengan unpa dicer-tai dalil. Lihat Al-Shekh Muhammad All al-Sayis,
op. cit., It 100-101
127
Lihat ibid, h. 99-10t. Ahmad Syalabi, Ibid, h. 113-114
4
Mazhab ini didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal lahir 164 H). Ciri
umum mazhab Hanbali adalah lebih banyak berpijak pada dalit-data nagli
daripada ketentuan akal.128 Ibn Qayyim menulis bahwa Imam Ahmad bin Hanbal
dalam menetapkan mazhabnya bersandar pada lima pokok, yaitu:
1. Nash al-Qur’an dan Sunnah. Ia memberikan fatwa ber dasarkan nash, tanpa
menghiraukan siapa yang menen tangnya, meskipun yang menentang itu
seorang shah* bat yang penting. Imam Ahmad meyakini Hadis yang melarang
seorang muslin mewarisi orang kafir dan sebaliknya. Dia tidak menghiraukan
pendapat Mu’awiyah yang meaner bolehkan pewarisan tersebut.
2. Fatwa shahabat. Bila tidak diketemukan nash, maka Imam Ahmad bertolak
dari fatwa shahabat, sebatas ia tidak mengetahui fatwa tersebut ada yang
menentangnya atau masih dalam perselisihan.
3. Fatwa yang paling dekat dengan nash. Memilih pendapat shahabat yang
mendekati al-Qur’an dan Sunnah bila ada beberapa pendapat yang berlainan
dari pan shahabat tentang suatu hukum. Kadang ia tidak memberikan fatwa
jika tidak ada yang menguatkan pendapat shahabat itu, dan kadang kala pula
mengambil salah sate pendapat yang masih dipersilisihkan tersebut.
4. qiyas. Penggunaan Hadis mursal dan dha`if tersebut dilakukan selama tidak
ada dalil lain, pendapat sahabat, dan ijmak yang menentangnya. Namun, Hadis
dha’if yang beliau ambil bukanlah Hadis yang ban’, munkar, dan yang
tertuduh dusta perawinya. Hadis dha,`if yang beliau ambil adalah Hadis yang
tidak sampai kepada denjat hasan dan
5. Qiyas. Jika keempat pokok di atas tidak dapat dilakukan, barulah ia berpindah
kepada qiyas. Jadi qiyas dilakukan karena keterpaksaan.129
5) Mazhab Zhahiri
Mazhab ini didirikan oleh Abu Sulaiman Dawud bin Ali bin Khalaf al-
Asfahani al-Zhahiri. Beliau dilahirkan di Kufah tahun 202 Hijriyah. Mazhab ini
mempunyai ciri pengamalan teks literal dari al-Qur’an dan Sunnah tanpa
dibarengi penafsiran terhadapnya, kecuali apabila ada dalil yang memerintahkan
penggunaan pengertian selain makna lahiriyah tersebut. Apabila tidak didapatkan
nash, mereka berpegang kepada ijmak. Mereka menolak jalan qiyas secara tegas
dengan alasan bahwa dalam al-Qur’an dan Hadis terdapat sandisandi dan sendi-
sendi yang mencukupi segala masalah.130
Mazhab ini meski sekarang sudah tidak banyak diikuti oleh umat Islam,
namun ia pernah bertahan selama beberapa waktu, karena ia beruntung
mempunyai ulama pelanjut yang gigih dalam menyebarkan pandangan-
pandangannya, yaitu Ibn Hazm. Kumpulan pendapatnya dikumpulkan dalam buku
yang terkenal yaitu alMuhalla. Ibnu Ham merupakan tokoh yang meletakkan
dasar-dasar mazhab ini, membelanya, dan menulis kitab-kitabnya. Jika dalam fiqh
beliau menulis kitab al-Muballa, dalam lapangan ushul fiqh beliau menulis al-
lbkam fi Ushul al-Abkam.
Dalam menetapkan hukum, apabila tidak didapati nash al-Qur’an dan
128
Kenyataan ini memangsewajarnya terjadi, karena Ahmad bin Hank! lebih banyak kecendemngannya
sebagai ahli hadis daripada ahli fiqh. Kitab mlisannya yang terkenal adalah "al.Musnaer. Ibnu Jarir
akThabari mengkategorikan beliau sebagai ahli hadis bukan sebagai fuqaha. Lihat Ali 'Abd al-
Wahid Wan, op. at., h.23. Lihat pula Ahmad Syalabi, op. at., h. 116
129
Ahmad Syalabi, op. cit., h. 116. Lihat pula K.H. Moenawar Chalil, op. ;it., It 321322. Kemudian
handingkan dengan A1-Shekh Muhammad Ali al-Sayra, op. cit., h. 102-103
130
Lthat Prof. Dr. Ahmad Syalabi, Pembtnaan Hukumca. H. h. 101-102. Lihat pula 'Ali 'AM
abWahid Wafi, op. cit., h. 16-17
5
Sunnah, maka mereka mengambil ijmak seluruh umat manusia. Jelas syarat ini
tidak mungkin terwujud. Dengan demikian, maka sebenarnya mazhab ini menolak
ijmak. Sedangkan qiyas mereka tolak. Akan tetapi, dalam praktiknya, mazhab ini
juga menerima konsep”analogi” (qiyas). Dalam mazhab ini qiyas dikenal dengan
istilah abdalit

b. Mazhab-mazhab Fiqh Syi’ah


Syi’ah sebagai kelompok pendukung dan pembela All Ibn Abi Thalib ra.
dan keturunannya, selain mengembangkan keturunan dalam bidangteologi,
mereka juga mengembangkan pemikiran dalam bidang hukum.
Semua pengikut mazhab Syi’ah bersepakat bahwa imam-imam mereka itu
akan terus berganti setelah wafatnya All ra. Namun demikian, mereka berbeda
pendapat mengenai siapa yang menjadi imam. Perbedaan pendirian ini
mengakibatkan munculnya mazhab-mazhab teologi dan hukum. Mazhab-mazhab
hukum yang ada dalam Syicah adalah: mazhab al-Ja`fariyah atau al-Imamiyah al-
Itsna `Asyriyah, mazhab al-Zaidiyah, dan mazhab al-Bahrah al-Isma`iliyah.

1) Mazhab al-Ja`fariyah
Mazhab ini berpendapat bahwa imam setelah Jalar alShadiq adalah Musa
al-Kazim. Mazhab Syicah ini dalam menetapkan hukum mengambil cumber dari
al-Qur’an dan Hadis, serta ucapan pan Imam. Mereka beranggapan bahwa Imam
mereka adalah ma’shum Menurut mereka Ali telah menerima pemahaman
lahiriyah dan batiniyah maksud-maksud syari`ah dan Rasulullah saw. Pemahaman
ini terus disambungkan kepada khalifah-khalifah penerusnya. Sehingga perkataan
para imam bagi mereka merupakan nash. Mereka tidak menerima ijtihad dengan
ra’yu. Mereka hanya mengambil hukum-hukum itu dari Imam yang ma’shum.
Sebagai konsekuensinya mereka menolak ijmak dan qiyas.131
Imamah bagi mereka menjadi tiang dan rukun agama. Imamiyah selalu
menentang pendapat pribadi yang berdasarkan pikiran. Mereka berkata bahwa
agama tidak mungkin ditetapkan menurut pendapat akal. Mereka tidak menyetujui
qiyas dan mengecam orang yang menempuh jalan
Imam mazhab ini yang terkenal adalah Abu Abdullah Ja`far al-Shadiq, dan
Abu Ja’far Muhammad al-Baqir.

2) Mazhab al-Zaidiyah
Syi`ah Zaidiyah menasabkan dirinya kepada Zaid bin Ali bin al-Husein
bin Ali bin Abi Thalib.”‘ Imam-imam mereka yang terkenal adalah al-Hasan bin
Ali bin al-Hasan bin Zaid bin Umar bin Ali bin al-Husein, dan al-Hasan bin Zaid
bin Muhammad bin Isma`il bin al-Husein bin al-Hadi Y ahya bin al-Hasan.
Berbeda dengan mazhab-mazhab Syi`ah lainnya, mazhab ini mengakui
kekhalifahan Umar dan Abu B akar, akan tetapi mereka tetap menganggap bahwa
yang lebih utama untuk menjadi khalifah acialah All ra.1-4Seperti jugs mazhab
Imamiyah, mereka hanya bersandar pada Hadis yang diriwayatkan oleh golongan
Syi`ah.132

131
Fiqh Syiah sangat dipengaruhi oleh politik. Micalny a mereka tidak memperkenan. kan orang
menjalankan shalat qashar bagi musafir kecuali kalau is menuju Makkah, Madinah, Kuffah
dan Karbela. Mereka mengutamakan qarahah dari 'asha. bah (maksudny a mengutamakan
Fathimah daripada Abbas). Lihat Ahmad Sy ala. hi, op. cit., h. 98-99
132
Ahmad Syalabi, op. cit., h. 97
6
3) Mazhab al-Isma’iliyah
Mazhab ini mengakui Ismail bin Jalar al-Shadiq sebagai imam dan tidak
mengakui Musa bin Ja`far (Musa al-Kazim) sebagai imam.’ Syi`ah Isma`iliyah
membagi al-Qur’an menjadi dua arti, yakni arti lahir dan arti bathin. Golongan ini
oleh sebagian ulama Sunni telah dianggap keluar dari Islam.133
Sebagaimana golongan Ahl al-Sunniah, pengikut Syi’ah pun dapat
digolongkan menjadi dua kelompok besar, yakni kelompok yang banyak
berorientasi pada teks atau nash dan kelompok yang lebih banyak menggunakan
nalar. Kelompok yang pertama dikenal sebagai kelompok akhbari (Aid al-Hadis
dalam istilah Sunni) dan kelompok kedua disebut Ushu/i (Ahl al-Ra’ yi dalam
istilah Sunni).

133
AI-Shekh Muhamammad Khudary, op. cit., h. 262
7

Anda mungkin juga menyukai