Anda di halaman 1dari 85

PERTANGGUNG JAWABAN PELAKU USAHA

TERHADAP KONSUMEN DALAM HAL TERJADI


KERUSAKAN PADA BARANG DENGAN
MENGGUNAKAN JASA PENGIRIMAN

“ SKRIPSI ”

“ Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum”

Oleh :
TEGUH FITRA HIDAYATURFASYA
NPM : 719.4.1.2049

“PROGRAM STUDI HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIRARAJA”
2023

2
“HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS”

“Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.” “Jika terbukti
ditemukan hal-hal yang tidak benar dan menyimpang dari ketentuan, maka
siap menerima sanksi.”

Nama : TEGUH FITRA HIDAYATURFASYA


NPM : 719412049
Tanda Tangan :
Materai 10.000

Tanggal : Juli 2023

i
HALAMAN PERSETUJUAN

PERTANGGUNG JAWABAN PELAKU JASA


PENGIRIMAN TERHADAP KONSUMEN DALAM
HAL TERJADI KERUSAKAN PADA BARANG
SKRIPSI
Oleh :

TEGUH FITRA HIDAYATURFASYA


NPM : 719.4.1.2049

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI


PADA TANGGAL 06 Juli 2023
Oleh :
Pembimbing Utama

(Arif Santoso, SH., M.Si)


NIDN. 0711047802

Pembimgbing Pendamping

(Dr. Moh. Zeinudin, S.H., S.H.I., M.Hum)


NIDN. 0711047802

Mengetahui
Ketua Program Studi Hukum

Anita S.H.,M.H.
NIDN. 0719119501

ii
“HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI”

Skripsi Ini Diajukan Oleh :


Nama : TEGUH FITRA HIDAYATURFASYA
NPM : 719412049
Program Studi : HUKUM
Judul Skripsi : Pertanggung Jawaban Pelaku Jasa Pengiriman
Terhadap Konsumen Dalam Hal Terjadi Kerusakan Pada Barang

“Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan”


“Didepan Majelis Penguji Skripsi”
“Program Studi Hukum”
“Fakultas Hukum Universitas Wiraraja”
“Pada Tanggal..........................”
“ MAJELIS PENGUJI ”

Ketua Majelis : .............................. (...............................)

“ Anggota : .............................. (...............................)

Anggota ” : .............................. (...............................)

Mengetahui
Ketua Program Studi Hukum

Anita S.H.,M.H.
NIDN. 0719119501

Disetetujui oleh
Dekan,

Dr. Zainuri, S.H., M.H.


NIDN. 0721047906

iii
“HALAMAN PERNYATAAN
PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS”

“Sebagai sivitas akademik Universitas Wiraraja, saya yang bertanda tangan


dibawah ini
Nama : TEGUH FITRA HIDAYATURFASYA
NPM : 719412049
Program Studi : HUKUM
Fakultas : HUKUM
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Wiraraja HAK Bebas Royalti Non Ekslusif (Non-Exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul”:

PERTANGGUNG JAWABAN PELAKU JASA PENGIRIMAN TERHADAP


KONSUMEN DALAM HAL TERJADI KERUSAKAN PADA BARANG

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non

Eksklusif ini Universitas Wiraraja berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,


mengelola dalam bentuk pangakalan data (database), merawat,dan
mempublikasikan skripsi saya maupun artikel ilmiah yang ada di dalamya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan pemilik hak cipta.”

“ Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di :

Pada tanggal :

Yang menyatakan

TTD & materai 10.00 ”

(TEGUH FITRA HIDAYATURFASYA)

iv
ABSTRAK

PERTANGGUNG JAWABAN PELAKU JASA PENGIRIMAN


TERHADAP KONSUMEN DALAM HAL TERJADI KERUSAKAN PADA
BARANG
Oleh : Teguh Fitra Hidayaturfasya
Dosen pembimbing utama: Arif Santoso, SH., M.Si
Dosen pembimbing pendamping: Dr. Moh. Zeinudin, S.H., S.H.I., M.Hum

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan


hukum terhadap tanggung jawab perusahaan jasa angkutan ekspedisi atas kerugian
yang dialami oleh konsumen serta untuk mengetahui upaya apa yang dapat
dilakukan oleh konsumen yang dirugikan akibat kerusakan atau hilangnya barang
kiriman berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen.
Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan
menggunakan pendekatan perundang-undangan serta pendekatan konsep hukum.
Hasil studi menunjukkan bahwa perusahaan jasa angkutan ekspedisi berkewajiban
untuk memberikan tanggung jawabnya terhadap kerugian yang diderita oleh
konsumen sebagai akibat dari kelalaian perusahaan jasa angkutan ekspedisi
tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 7 huruf f dan ketentuan Pasal 19 UUPK.
Upaya yang dapat dilakukan oleh konsumen yang dirugikan akibat kerusakan atau
hilangnya barang kiriman miliknya dapat melakukan upaya penyelesaian sengketa
secara litigasi (pengadilan) maupun non litigasi (luar pengadilan).
Apabila upaya penyelesaian sengketa telah dilakukan akan tetapi
perusahaan jasa angkutan ekspedisi tetap menolak untuk menyerahkan
kompensasi terhadap kerusakan atau hilangnya barang kiriman milik konsumen
dalam jasa angkutannya, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UUPK,
konsumen yang dirugikan tersebut bisa mengajukan gugatannya ke badan
penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan gugatannya ke pengadilan
setempat agar tuntutan dari konsumen tersebut bisa segera diproses perkaranya.

Kata kunci : Pertanggung Jawaban, Jasa Pengiriman, Konsumen

v
ABSTRAK

RESPONSIBILITY OF DELIVERY SERVICE ACTORS AGAINST


CONSUMERS IN THE EVENT OF DAMAGE TO GOODS
By : Teguh Fitra Hidayaturfasya
Main supervisor: Arif Santoso, SH, M.Si
Co supervisor: Dr. Moh. Zeinudin, S.H., S.H.I., M.Hum

The purpose of this writing is to find out how the legal regulation of the
responsibility of expedition transportation service companies for losses suffered
by consumers and to find out what efforts can be made by consumers who are
harmed due to damage or loss of consignments based on Law Number 8 of 1999
concerning Consumer Protection.
This writing uses normative legal research methods using a statutory
approach and a legal concept approach. The results of the study show that the
expedition transportation service company is obliged to provide its responsibility
for the losses suffered by consumers as a result of the negligence of the expedition
transportation service company in accordance with the provisions of Article 7
letter f and the provisions of Article 19 of the GCPL. Efforts that can be made by
consumers who are harmed due to damage or loss of their shipment can make
efforts to resolve disputes in litigation (court) or non-litigation (out of court).
If dispute resolution efforts have been made but the expedition
transportation service company still refuses to submit compensation for damage or
loss of consumer-owned shipments in its transportation services, then in
accordance with the provisions of Article 23 of the GCPL, the aggrieved
consumer can file a lawsuit with the consumer dispute resolution body or file a
lawsuit with the local court so that the demands of the consumer are fulfilled.

Kata kunci : Liability, Shipping Services, Consumers

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulisan haturkan atas kehadirat Allah SWT berkat Rahmat

dan Karunia-Nya yang telah melimpahkan Taufiq, Hidayah dan Inayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan SKRIPSI ini dengan judul: Pertanggung

Jawaban Pelaku Jasa Pengiriman Terhadap Konsumen Dalam Hal Terjadi

Kerusakan Pada Barang

Penulis skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan

yang telah diberikan dari berbagai pihak, untuk itu ijinkan penulis menyampaikan

terimakasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan saya kesehatan serta kesempatan

kepada saya untuk menempuh Pendidikan di Perguruan Tinggi hingga

dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Terimakasih kepada Rasulullah SAW karena telah memberikan tuntunan

untuk selalu dijalan Allah SWT.

3. Terimakasih kepada Orangtua saya, Ibu Aminatun dan Bapak Hidayat

yang sangat amat saya cintai dan saya sayangi seumur hidup saya, telah

merawat dan membesarkan saya tidak lelah dalam mendidik, menyayangi,

mendoakan dan mendukung saya dalam segala keadaan saya untuk

mencapai cita-cita dan harapan saya, terlebih skripsi ini dapat

terselesaikan,

4. Drs. Moh. Noer Muhammad, M.M. selaku Pjs Ketua Umum Yayasan

Arya Wiraraja.

vii
5. Bapak Dr. Sjaifurrachman, S.H., C.N., M.H., selaku Rektor Universitas

Wiraraja Madura.

6. Bapak Dr. Zainuri, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Wiraraja Madura.

7. Ibu Yayuk Sugiarti, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Wiraraja Madura.

8. Bapak Dr. Zeinudin, S.H., S.Hi. M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Wiraraja Madura.

9. Ibu Anita, S.H., M.H., selaku Ketua Prodi Hukum Fakultas Hukum

Universitas Wiraraja Madura.

10. Bapak Arif Santoso, SH., M.Si selaku Pembimbing Utama.

11. Bapak Dr. Moh. Zeinudin, S.H., S.H.I., M.Hum selaku Pembimbing

Pendamping

12. Segenap Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Madura.

13. Seluruh Staff Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Madura.

14. Terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu demi

terselesaikannya skripsi ini dengan baik.

viii
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

Untuk itu penulisan sangat mengharapkan masukan dan saran yang

membangun dari berbagai pihak. Akhir kata semoga skripsi ini dapat

memberikan tambahan ilmu yang bermanfaat bagi berbagai pihak.

Sumenep, Juli 2023

Penulis,

Teguh fitra hidayturfasya


NPM. 719412049

ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................................i
LEMBARAN PERSETUJUAN...........................................................................ii
LEMBARAN PENGESAHAN............................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI.......................................................iv
ABSTRACK...........................................................................................................v
ABSTRACK..........................................................................................................vi
KATA PENGANTAR..........................................................................................vii
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
BAB I ...............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................8
1.5 Metode Penelitian......................................................................................9
1.5.1 Jenis Penelitian...................................................................................9
1.5.2 Pendekatan Penelitian......................................................................10
1.5.3 Jenis Bahan Hukum.........................................................................10
1.5.4 Analisa Bahan Hukum.....................................................................11
1.6 Definisi Konseptual.................................................................................12
1.6.1 Teknik Penelusuran Bahan Hukum..................................................12
1.7 Sistematis Penulisan................................................................................13
BAB II .............................................................................................................15
2.1 Landasan Teori Tentang Konsumen.......................................................15
2.2 Tinjauan Umum Tentang Jasa Pengiriman............................................27
2.3 Tinjauam Umum tentang Tanggung jawab............................................34
BAB III .............................................................................................................43
3.1 Bentuk Tanggung Jawab Jasa Pengiriman Terhadap Konsumen..........43
3.2 Penyelesain Masalah Terhadap Konsumen Jika Terjadi Kerusakan Pada
Barang....................................................................................................50
BAB IV .............................................................................................................58
4.1 KESIMPULAN............................................................................................58
4.2 SARAN........................................................................................................59
JADWAL PENELITIAN.................................................................................... 63
DAFTAR BACAAN............................................................................................ 64

x
“BAB I

PENDAHULUAN ”

1.2 Latar Belakang


“ ”

“ Tingkatan pertumbuhan ekonomi dunia baik di Indonesia ini

diisyarati dengan globalisasi di seluruh bidang yang diiringi pula oleh

tingginya tingkatan mobilitas penduduk, kemudian lintas uang serta benda

dalam arus perdagangan dan terus menjadi pesatnya pertarungan bisnis,

bahkan sampai mempengaruhi infrastruktur sistem pemerintahan dan

ekonomi. Dalam sistem pemerintahan Indonesia pembangunan merupakan

bidang yang memiliki perkembangan pesat, salah satunya iyalah di bidang

transportasi pengiriman barang.

Bidang transportasi pengiriman adalah salah satu instansi

terpenting dalam kehidupan sehari-hari di era modern seperti sekarang,

Baik dibidang usaha negara seperti maskapai penerbangan maupun di

bidang yang lainnya. yang banyak di gunakan masyarakat di era modern

seperti sekarang iyalah dibidang jasa angkutan barang. Untuk memajukan

tingkat perekonomian negara pemerintah Indonesia selain mamajukan

memperbaiki sistem pembangunan juga memperluas sistem

transportasi.Ada tiga macam sector perekonomian: 1. Sektor Primer:

sektor ini meliputi kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan sumber

energi alam, semacam pertanian, perikanan, serta ekstraksi mineral. 2.

Sektor Sekunder: sektor ini meliputi kegiatan ekonomi yang berhubungan

dengan pengolahan bahan mentah jadi benda jadi, semacam industri

1
2

manufaktur, pembangkit listrik, serta konstruksi. 3. Sektor Tersier: sektor

ini meliputi kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan jasa, semacam

perdagangan, transportasi, perbankan, pariwisata, serta jasa

kesehatan.sektor ini pula diucap selaku sektor jasa. Dalam tiga sektor

tersebut pengiriman barang di kategorikan pada sector tersier. Terkadang

dalam tiga sector tersebut mengalami kendala atau kelalaian yang

berdampak merugiakan konsumen.

Jasa pengiriman barang adalah layanan yang menyediakan

pengantaran barang atau dokumen dari satu tempat ke tempat lain melalui

berbagai jenis transportasi seperti pesawat, kapal, kereta api, truk, motor,

atau sepeda. Jasa pengiriman ini biasanya ditawarkan oleh perusahaan

yang memiliki jaringan pengiriman dan logistik yang luas dan terorganisir

dengan baik sehingga mampu mengirimkan barang atau dokumen ke

seluruh penjuru Indonesia dengan cepat.

Jasa pengiriman benda ataupun jasa ekspedisi saat ini terus

menjadi diminati tiap harinya oleh golongan warga di Indonesia, paling

utama pada era yang modern ini. Kemajuan teknologi di masa globalisasi

cenderung membuat warga menggemari seluruh seuatu yang gampang

serta instan. Terlebih dalam perihal mengirimkan benda yang menyangkut

keterjangkauan daerah. Jasa pengiriman hendak jadi pemecahan untuk

mereka yang menggemari kemudahan serta kepraktisan dalam

mengirimkan benda, tidak hanya itu jasa pengiriman pula dirasa sangat

efisien serta efektif. Banyaknya warga yang mengirim benda menjadikan


3

jasa pengiriman sangat berarti untuk warga. Jarak antara pengirim serta

penerima terus menjadi tidak terbatas serta jarak tersebut bisa dijembatani

oleh jasa pengiriman.Di Indonesia ada banyak industri jasa pengirim yang

dipercaya mempunyai mutu mumpuni dengan bermacam wujud layanan

jasa pengiriman yang mempermudah pelanggan buat memilah jasa yang

cocok dengan kebutuhanKetika terjadinya pengiriman, mungkin barang

tersebut dikirim dengan baik sesuai dengan prosedur pengeiriman atau

bisa jadi sebaliknya sebab kedua belah pihak secara raga tidak berjumpa

hingga mungkin lahirnya bentuk-bentuk kelalaian ataupun kekeliruan jadi

atensi utama yang butuh penindakan lebih besar.

Akibat negatif dari pelaku usaha (e- commerce) itu sendiri

cenderung merugikan konsumen. Antara lain dalam perihal yang berkaitan

dengan produk yang dipesan tidak cocok dengan produk yang ditawarkan,

serta hal-hal lain yang tidak cocok dengan konvensi lebih dahulu.1 Contoh

permasalahan dikala belanja benda secara online,mengalami kerusakan

pada barang ketika barang telah sampai ketempat tujuan. Apakah itu

tercantum pelanggaran hak konsumen? Apakah bisa menuntut penjual buat

mengembalikan duit ataupun mengubah benda yang sudah dibeli yamg

mengalami kerusakan tersebut.Hingga dari itu, dalam tulisan ini hendak

dipaparkan menimpa gimana perlindungan hukum yang sepatutnya untuk

konsumen dalam menghadapai realitas peristiwa yang lagi kekinian serta

terkini di jaman dikala ini ialah ketika konsumen menggunakan jasa

1
Richardus Eko Indrajit, E-Commerce: Kiat dan Strategi Bisnis di Dunia Maya, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2001, hlm. 33
4

pengiriman bersumber pada syarat peraturan perundang-undangan.

terjadinya hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen adalah

pada saat jasa pengiriman barang memberikan janji-janji dan segala

informasi yang berkaitan dengan jasa yang ditawarkan kepada konsumen

pada saat memberikan iklan, brosur, ataupun promosi. Isu hukum yang

terjadi iyalah pada pasal 1 nomer 8 tahun 1999 undang-undang

perlindungan konsumenn di dalam pasal tersebut tidak ada peraturan

tentang pelaku jasa pengiriman maka dari itu kita sebagai konsumen sulit

untuk menuntut jasa pengiriman barang tersebut.


5

ORIGINALITAS PENELITIAN
Nama penelitian Judul dan tahun
No Rumusan masalah
dan asal intansi penelitian

1. Muhammad Fiqri “ Tanggung Jawab Jasa 1. Bagimana tanggung


Pengiriman Barang jawab jasa
(skripsi)
(JNE Harapan Jaya pengiriman barang
Universitas Islam Pekanbaru) Terhadap (JNE harapan raya
Riau Barng Kiriman pekanbaru) terhadap
Konsumen 2022 ” barang kiriman
konsumen

2. Apa faktor-faktor
yang mempengaruhi
tanggung jawab jasa
pengiriman barang
(JNE harapan raya
pekanbaru) terhadap
brang kiriman
konsumen

2. Arrrasyid Tanggung Jawab 1. Bangaimana


Nurazni Pengangkut Dalam tanggung jawab
Pengangkutan Barng penagngkut laut
(Skripi)
Penumpang Melalui dalm penagngkutan
Universitas Islam Kapal Ferry Di Pt. barang penumpang
Indonesia Pelnas, 2018 di PT pelanas baruan
Yogyakarta jaya
2. Bagaimana
penyelesaian
terhadap kerugian
6

Nama penelitian Judul dan tahun


No Rumusan masalah
dan asal intansi penelitian

pada barang yang di


derita oleh
penumpang

Sumber: Skripsi Ilmu Hukum

Analisa :

1. Pada skripsi yang berjudul “Tinjaun yuridis pembelian barang elertonik

melalaui toko online dengan E-commerce yang tidak sesuai pesanan”

skripsi ini fokus terhadap hambatan dan uapaya indah logistic kago agen

mt haryono malang dalam melaksanakn tanggung jawab sebagai pelaku

jasa terhadap barang yang tidak sesui pesanan.

2. Pada skripsi yang berjudul “Tanggung Jawab Pengangkut Dalam

Pengangkutan Barng Penumpang Melalui Kapal Ferry Di Pt. Pelnas,”

fokus terhadap tanggung jawab penagngkut laut dalam penagngkutan

barang penumpang di PT pelanas baruan jaya .

3. Sedangkan penelitian penulis yang berjudul “pertanggung jawaban

konsumen terhadap jasa pengiriman dalam hal terjadinya kerusakan pada

barang” penelitian ini menitik beratkan pada bentuk tanggung jawab jasa

pengiriman terhadap konsumen dalam pengiriman barang dan fokus

terhadap kerusakan pada barang jadi perbedaan dengan judul terdahulu

adalah yang penelitian terdahulu tidak berfokus pada kerusakan barang

konsumen atau menyerluruh bisa ke padada barang yang mengalami

kehilangan sedangkan penelitian yang saya berfokus pada kerusakan


7

barang dan penelitan terdahulu menggunakan metode penlitian yuridis

empiris sedangkan yang saya menggunakan yuridis normatif.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang ini penulis dapat menggambarkan rumusan

pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk tanggung jawab jasa pengiriman terhadap konsumen

Jika terjadi kerusakan pada barang?

2. Bagaimana penyelesain masalah terhadap konsumen jika terjadi

kerusakan pada barang?

1.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah ini penulis mendapatkan gambaran yang


jelas, dengan tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab pelaku jasa terhadap

komsumen jika barang mereka mengalami kerusakan

2. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian masalah terhadap

konsumen yang barangnya menagalami kerusakan berdasarkan hukum

positif

1.1 Manfaat Penelitian

Suatu penelitian memang selaknya bisa memberikan manfaat bagi yang

melakukan penelitian namun juga harus memiliki manfaat bagi orang lain.

Maka dari itu manfaat yang bisa di harapakan bisa di ambil dalam

penelitian ini manfaat tersebut iyalah:

1. Manfaat Teoritis
8

Dengan penelitian yang diangkat diharapkan bisa memberikan sumbangsi

terhadap pengetahuan yang menyeluruh dan umum baik terhadap ilmu

hukum itu sendiri. Dalam hal ini wawasan ilmu hukum yang khusus yang

bersangkutan dengan Tanggu Gugat Konsumen Terhadap Jasa

Pengangkutan Barang Dalam Hal Terjadinya Kerusuhan Pada barang.

2. Manfaat Praktis

Manfaat peraktis adalah manfaat yang di harapkan bisa berdampak

langsung terhadap suatu komponen. Manfaat praktis yg di peroleh dari

penelitian ini iyalah menjadikan opsi terhadap pemerintah untuk

memperbaiki UU yang belum sempurna.

1.5.4 Metode Penelitian

Yuridis normatif iyalah metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan

cara menggunakan atau menganalisis data yang di peroleh dari undang-

undang nomer 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan hukum

positif

1.5.1 Jenis Penelitian


Dalam analisis ini yuridis normatif (penelitian hukum) menjadi

fokus. Hukum sebagai aturan, sepanjang diidentikkan dengan persyaratan

yang diperlukanatau yang telah ditetapkan sebagai aturan yang jelas untuk

dipahami guna memastikan kepatuhan, serta standar yang berasal dari satu

kesatuan.” hakim selama hakim itu bertanggung jawab untuk mengubah

situasi dengan cara yang menguntungkan pihak-pihak yang terlibat dalam


9

situasi berbahaya.2 Analisis normatif ini merupakan pemeriksaan terhadap

sistematisasi hukum, yaitu analisis yang tujuan utamanya adalah untuk

membedakan antara interpretasi yang berbeda dari suatu konsep atau asas

hukum. Kuesioner jenis ini digunakan karena responden ingin meneliti

segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen dan aturan

pengiriman surat berdasarkan Peraturan No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

1.5.2 Pendekatan Penelitian

Skrip ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-

undangan.Peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan mengatur

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan hukum

yang ada., dalam prakteknya pendekatan ini membuka kemungkinan untuk


mempelajari keseragaman dan kelengkapan hukum yang cukup antara

peraturan perundang-undangan. konstitusi atau peraturan pemerintah.3

1.5.1 Jenis Bahan Hukum

Bahan hukum adalah frase yang digunakan dalam tulisan tertentu

untuk membahas masalah hukum dan adat dan untuk memberikan

wawasan tentang apa yang diperlukan untuk mencegah kerusuhan dan

penyimpangan. Satu-satunya terminologi hukum yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

1. Bahan Hukum Primer

2
Ashofa Burhan. Metode PenelitianHukum. Rineka Cipta. Jakarta. 2009, hlm. 33.
3
Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum. Kencana Prenada Media Grop.
Jakarta. hlm.42.
10

Hukum primer dianggap sebagai hukum yang “autoritatif” dan

mengandung otoritas. Primer Bahan-Bahan Hukum terdiri dari

Undang-Undang Perundang-Undangan..4

“ Sumber bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP)

c. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)

e. Undang-undang Administrasi Pemerintahan (UUAP) ”

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah sumber hukum alternatif. Dokumen

hukum sekunder dari penelitian ini adalah buku, jurnal, kamus

hukum dan internet.

1.5.4 Analisa Bahan Hukum

Analisis yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis normatif

kuantitatif, yang mengacu pada metode pengumpulan data tanpa

menggunakan preseden hukum atau dalam bentuk ringkasan atau

penyajian data yang komprehensif. Analisis kemudian dilakukan dengan

menggunakan preskiptif, yaitu menganalisis setiap kasus sesuai dengan

hukum yang berlaku. Dan analisis akhir dilakukan dengan menggunakan

4
Peter Mahmud Marzuki. Ibid.
11

teknik deduktif, yaitu menganalisis masalah dari yang umum ke yang

khusus.5

1.6 Definisi Konseptual

1. Konsumen : Yang dimaksud dengan “konsumen” adalah setiap orang

yang mengkonsumsi barang atau jasa untuk keperluan pribadi, kelompok,

komunal, atau lainnya yang tidak dimaksudkan untuk keuntungan

komersial. Poin ini dapat dilakukan dalam setiap transaksi pembelian, baik

offline maupun online, seperti yang saat ini semakin umum.

2. Jasa pengiriman : Jasa Pengiriman Berhubungan Langsung Dengan

Proses Pengiriman Yang Dilakukan Oleh Satu Perusahaan. Dalam praktik

nyata, bisnis selalu berusaha memberikan layanan terbaik untuk

memastikan efektivitas dan efisiensi yang berkelanjutan selama

pengiriman. Ketika teknologi, perdagangan internet, atau bentuk

perdagangan lainnya menjadi lebih umum, perusahaan e-commerce juga

menjadi lebih banyak. Jenis layanan yang ditawarkan perusahaan sama,

antara lain pengiriman cepat, harga terjangkau, dan jaminan proses

pengiriman.

3. Tanggung jawab : Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, prinsip dasar

tanggung jawab adalah kebutuhan untuk dapat mengungkapkan kecemasan

seseorang dalam setiap situasi (jika sesuatu terjadi, dapat dijelaskan,

ditanggapi, atau dilakukan sebaliknya).

5
Peter Mahmud Marzuki. Ibid.
12

1.6.1 Teknik Penelusuran Bahan Hukum

Kajian kali ini menggunakan metode ujian materi berbasis hukum

yang dilakukan bersamaan dengan pembelajaran di kelas. Belajar hukum

adalah usaha serius yang melibatkan penggunaan cara-cara mengumpulkan

bahan, membaca, menulis, dan mendiskusikannya, serta menyiapkan

bahan untuk digunakan sebagai bahan hukum. Pengumpulan informasi

dari berbagai sumber, seperti internet, buku, silabus, jurnal, dan artikel

surat kabar. Setelah semua materi hukum terkumpul, akan disusun sesuai

dengan permalasahan yang berlaku dan akan didiskusikan dengan tenang

hingga memungkinkan untuk menggunakan kebenaran tertentu untuk

menjelaskan setiap permalasahan.6

1.7 Sistematis Penulisan

Sistematika pada penulisan skripsi ini ada 4 bab, dimana pada masing-

masing bab berisi tentang :

“BAB I PENDAHULUAN”

Pada bab ini akan dibahas latar belakang, rumusan masalah, metode analisis,

tujuan analisis, manfaat analisis, definisi konseptual, dan proses penulisan

yang digunakan dalam penulisan ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab II ini menjelaskan tentang landasan teori tentang konsumen, ”

tinjauan umum tentang jasa pengiriman

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

6
Soerjono, Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta, Rajawali Pers, 2015, hlm. 13



13

Paragraf saat ini memberikan informasi tentang temuan dan kesimpulan

penelitian, yang berfungsi sebagai resolusi utama untuk masalah yang

mendasarinya.

BAB IV PENUTUP

Pada bab IV merupakan bab terakhir dari subkesimpulan dan rekomendasi.

Kesimpulan merupakan pembahasan dari permasalahan yang diangkat

dalam proses penelitian skripsi ini dan saran-saran yang bermanfaat bagi

pihak-pihak yang berkepentingan.


BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori Tentang Konsumen

1. Pengertian Konsumen
“ ”

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perilaku

konsumen meliputi pembelian produk seperti makanan, pakaian,

dan perlengkapan rumah tangga serta membayar tagihan dan

menerima iklan.7

“Konsumen adalah istilah yang umum digunakan dalam

percakapan sehari-hari, harus didefinisikan secara jelas untuk

memudahkan diskusi tentang hak dan kewajiban konsumen.

Definisi "konsumen" yang berbeda telah ditetapkan, baik

dalam RUU Perlindungan Konsumen maupun dalam Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, sebagai hasil dari pembentukan

undang-undang perlindungan.

Menurut UU No. Agustus 1999 tentang perlindungan

konsumen dalam Pasal 1 angka (2), pengertian konsumen adalah

setiap orang yang menggunakan barang atau jasa yang tersedia

bagi masyarakat umum untuk dirinya sendiri, keluarganya,

temannya, atau orang lain. yang tidak terkait dengan mereka dan

bukan untuk keuntungan komersial.

7
(Online) https://kbbi.web.id/konsumen (12 Juni 2023)

14
15

Dari data perilaku konsumen di atas, kita dapat menyimpulkan

perilaku konsumen tertentu.:8

a. Setiap orang yang disebut sebagai konsumen adalah setiap

orang yang membeli barang dan/atau jasa. Namun, yang

menjadi pertanyaan adalah apakah hanya individu tertentu

saja yang sering disebut sebagai natural ataukah, termasuk

dokumentasi hukum (rightsperson). Oleh karena itu,

konsumen juga harus mencari dokumen bisnis dengan

bahasa hukum yang lebih luas daripada dokumen hukum

standar.

b. Pemakai Menurut bahasa dalam Pasal 1 angka (2) UUPK,

kata “pengguna” menunjukkan bahwa konsumen adalah

konsumen akhir. Dalam hal ini, kode versi "pengguna"

digunakan untuk mengganti nama kode itu sendiri atau

menerapkannya pada produk atau layanan yang belum

diakui secara resmi sebagai hasil akuisisi atau penjualan.

c. Jasa barang dan/atau Dalam kaitannya dengan desain

barang dan/atau jasa, istilah "produk" digunakan untuk

menggambarkan desain yang dimaksud. Saat ini, "produk"

mengacu pada produk atau layanan. Undang-undang

perlindungan konsumen mendefinisikan barang sebagai

benda apa pun, berwujud atau tidak berwujud, dapat

8
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, sinar grafik,
Jakarta, 2008, h. 27.
16

menghidupkan atau tidak dapat diubah, yang dapat ditukar,

digunakan, dikonsumsi atau dieksploitasi oleh konsumen.

d. Bahwa masyarakat dapat mengetahui Barang dan/atau jasa

yang disediakan bagi masyarakat harus tersedia di pasar

(lihat juga Ketentuan Pasal 9 ayat (1) UUPK). Populasi

umum konsumen tidak lagi mengakui persyaratan tersebut

di atas dalam konteks jenis perdagangan yang lebih

kompleks ini.

e. Untuk kepentingan diri sendiri, kelompok Anda, orang lain,

dan kehidupan sehari-hari orang lain. Transaksi konsumen

dilakukan untuk kepentingan konsumen, kelompoknya,

orang lain, dan kehidupan sehari-harinya. Pertimbangan ini

tidak hanya terbatas pada Anda dan lingkaran teman Anda,

tetapi juga pada barang dan/atau jasa untuk orang lain (di

luar lingkaran teman Anda dan Anda), bahkan mungkin

kebutuhan sehari-hari seperti hewan dan tumbuhan.

f. Barang dan/atau jasa tidak memenuhi syarat untuk dijual.

Hanya konsumen tertua yang dianggap sebagai konsumen

primer di dalam UUPK. Klausul ini mungkin telah

digunakan dalam undang-undang perlindungan konsumen

di berbagai negara. Asuransi kesehatan yang berfokus pada

konsumen memiliki batas cakupan yang lebih lunak.


17

Cakupan hukum konsumen lebih luas daripada keburukan

hukum yang tertanam di dalamnya; aspek hukum konsumen ini

disebut asperities perlindungan. Misalnya, bagaimana

mendapatkan keuntungan dan menjaga kepercayaan konsumen

(Jamaah Umroh) dari bisnis yang beroperasi di bawah tekanan.

“ Pengertian konsumen menurut para ahli, menurut Az.

Nasution menyatakan bahwa konsumen dapat dikelompokan

menjadi dua yaitu:9

1. Pengguna atau orang yang menggunakan barang dan/atau jasa

dengan tujuan memperoleh barang dan/atau jasa untuk dijual

kembali.

2. Orang yang menggunakan barang dan/atau jasa untuk

memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, atau rumah

tangganya.

Namun menurut Pendapat A. Abdurahman, konsumen

sering diartikan sebagai seseorang yang menggunakan, membeli,

atau mengkonsumsi barang dan/atau jasa. 10 ”

Hak Konsumen

Pentingnya mengatur hak-hak konsumen melalui peraturan

perundang-undangan merupakan bagian dari penerapannya sebagai

negara kesejahteraan, karena UUD 1945 juga dapat dikatakan

9
“ Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,1995,

h.19.”
10
“A. Abdurrahman, Kamus Ekonomi - perdagangan, Gramedia, 1986, h. 230.”
18

sebagai konstitusi ekonomi, selain sebagai konstitusi politik, yaitu

konstitusi yang memuat gagasan tentang hak-hak konsumen . salah

satu bangsa yang dermawan. yang tumbuh dan berkembang di

bawah pengaruh sosialisme sejak abad ke-19.

“ Melalui Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menetapkan 9 (sembilan) hak

konsumen : ”

1 “Hak atas kenyamanan, keselamatan, dan keamanan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa ;

2 Hak untuk mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut

sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan, mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut;

3 Hak Memperoleh informasi akurat tentang syarat dan

ketentuan seputar penjualan barang dan/atau jasa.;

4 Hak untuk digunakan sebagai penjelasan dan pengaduan

atas biaya barang dan/atau jasa yang dikonsumsi;

5 Hak untuk digunakan sebagai peringatan dan pengingat

biaya barang dan/atau jasa yang dikonsumsi.;

6 Hak untuk memperoleh pendidikan dan pendampingan

konsumen;

7 Hak dilaksanakan atau ditata secara tegas, jujur, dan tidak

diskriminatif;
19

8 Hak atas ganti rugi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila

barang atau jasa yang dilaporkan tidak sesuai dengan

rencana atau tidak sesuai harapan,;

“Hah-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundang- undangan lainnya,”

Kesembilan poin hak konsumen di atas menunjukkan

bahwa kenyamanan dan keamanan merupakan aspek fundamental

dan terpenting dalam perlindungan konsumen. Dengan kata lain,

barang dan/atau jasa yang tidak aman untuk digunakan atau yang

membahayakan kepercayaan konsumen tidak layak untuk

didistribusikan kepada masyarakat umum. Selain itu, konsumen

berhak untuk memilih barang dan/atau jasa yang direkomendasikan

oleh penjual berdasarkan informasi yang akurat dan jelas yang

diberikan oleh pelanggan untuk memastikan barang dan/atau jasa

tersebut aman, legal, dan tidak merugikan pelanggan. dan

informasi yang dapat dipercaya.

Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, Konsumen

memiliki hak untuk didengar, berkonsultasi dengan pengacara,

mendapatkan pembinaan, terlibat dalam perilaku yang

meyakinkan, dan menerima kompensasi hingga dan termasuk ganti

rugi.

Hak-hak dalam UU Perlindungan Konsumen di atas

merupakan akibat dari Pasal Kesejahteraan yaitu Pasal 27(2) dan


20

Pasal 33 UUD Republik Indonesia. Pentingnya hak konsumen

menimbulkan pertanyaan apakah hak konsumen merupakan hak

asasi manusia generasi keempat atau kata kunci untuk konsep hak

asasi manusia yang berkembang secara historis.

Pengertian Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah peraturan perundang-undangan yang

memenuhi kebutuhannya dan mengatur upaya perlindungan kepentingan

konsumen secara sah dan mengatur hak dan kewajiban konsumen terhadap

jasa pengiriman baru. Poin ini mungkin relevan dengan penggunaan

layanan teleportasi apa pun, baik offline maupun online, seperti halnya

marak saat ini. Terlepas dari setiap transaksi, termasuk yang tidak

melibatkan kartu kredit, konsumen tetap berhak mendapatkan barang yang

sesuai dengan pembelian sebelumnya atau barang yang sesuai dengan

harapan. Menurut Pertimbangan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, sasaran proyek nasional pembangunan

negara adalah membantu penduduk sasaran menjadi aman dan

berwawasan ke depan serta memiliki sumber daya material dan spiritual

yang cukup bagi masyarakat. periode demokrasi ekonomi dan politik

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional harus mampu

mengembangkan infrastruktur usaha yang diperlukan untuk menghasilkan

barang dan jasa dengan teknologi yang akan meningkatkan jumlah orang
21

yang bergerak di dalamnya, serta dapat memperoleh keuntungan dari

penjualannya tanpa membahayakan keselamatan konsumen.

Selain pengetahuan umum dan informasi yang kita jumpai setiap

hari, ada berbagai wawasan tentang konsumen yang

didokumentasikan di berbagai sumber, seperti Rancangan Undang-

undang Perlindungan Konsumen, serta Undang-undang lain yang

terkait dengan konsumen. Ada juga penelitian konsumen menurut

para-ahli dan undang-undang

Berikut adalah pendapat para ahli dan menurut Undang-undang R.I

mengenai definisi konsumen :

a) Menurut Philip Kotler, konsumen adalah setiap individu atau

rumah tangga yang melakukan pembelian untuk penggunaan

pribadi.

b) Menurut Wira Suteja, pelanggan adalah orang yang memiliki

pendapat tentang bisnis kita, baik positif maupun negatif dalam

hal pelayanan pelanggan kita.

c) Menurut Az. Nasution, setiap orang yang mengkonsumsi barang

dan jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu disebut sebagai

konsumen.

Bukan hanya pengertiannya saja nasution menegaskan beberapa

batasan tentang konsumen agar memudahkan masyarakat untuk

membedakan berbagai konsumen dengan keguanaanya masing-


22

masing ada konsumen antara sampai konsumen akhir, pengertian

tiga macam konsumen menurut Az nasution , yakni :

a. Setiap orang yang menerima barang atau jasa yang digunakan

untuk tujuan tertentu adalah konsumen;

b. Setiap orang yang menerima barang atau jasa untuk digunakan

dengan tujuan memproduksi barang atau jasa lain untuk dijual adalah

konsumen; bagi konsumen tersebut, barang atau jasa yang dimaksud

adalah barang modal seperti bahan mentah seperti baku, bahan

penolong, atau komponen dari barang lain yang akan diproduksi oleh

jasa pengiriman (jasa pengiriman). Konsumen di sini menerima

barang dari pasar untuk industri atau pasar untuk jasa pengiriman.

c. Konsumen terakhir adalah setiap orang yang memiliki dan

menggunakan barang untuk kebutuhan pribadi, rumah tangga, atau

nonkomersial lainnya dan tidak bermaksud untuk menjualnya. Ini

termasuk siapa saja yang menggunakan barang untuk tujuan bisnis.11

Selain dari parah ahli pastinya pengertian konsumen menurut

hukum positif juga pasti ada yang di ciptakan oleh pemerintah yang

termasuk produk pemerintah, pengertian konsumen pengertian

konsumen menurut parah ahli masih lebih luas dan spesifik

pengertian konsumen Rancangan Undang-Undang Perlindungan

11
AZ Nasution, undang-undang perlindungan konsumen pada seluruh barang dan
jasa di tinjau dari pasal undangundang perlindungan konsumen momor 8 tahun
1999( makalah, 14 januari 2001)
23

Konsumen, pada Pasal 1 Ayat 2 Nomor 8 Tahun 1999 yang telah

disebutkan sebelumnya, karena dalam UUPK juga meliputi

pemakaian barang untuk kepentingan makhluk hidup lain. Hal ini

menunjukkan bahwa UUPK dapat memberikan perlindungan kepada

konsumen yang bukan manusia (seperti konsumen hewan atau bukan

manusia). Sehubungan dengan hal tersebut, konsumen hanya dapat

membeli barang-barang berukuran mausia, seperti tumbuhan dan

hewan seperti barang-barang yang sakit atau menggunakan jasa yang

relevan, seperti memakan dan membuang barang-barang barang

tersebut di atas. Ini sama seperti ketika konsumen menggunakan

sistem telepon layanan pelanggan versi terbaru untuk menghubungi

mereka.

Perihal ini bisa bertabiat atau mentarik makna dalam mengunakan

jasa pengiriman yang saat ini makin gempar dan marak terjadi di

kalangan masyarakat luas. Meski terdapatnya transaksi yang tidak

lewat tatap muka, konsumen senantiasa berhak buat memperoleh

benda yang yang tidak mengalami kerusakan dengan pemberitahuan

lebih dahulu ataupun benda yang bagus sebelum terjadi pengiriman

barang. Yang dimaksud dari konsumen membelih atau mengunakan

jasa secara online iyalah konsumen melakukan pembelian melalui

suatu platform atau pasar online yang penjualan barang dan bahkan

transaksi pembayarannya melaui online terus dikirim mengunakan


24

suatu jasa pengiriman tertentu. Tercantum dalam undang-undang

perlindungan konsumen asas-asas konsumen sebagai berikut

1. Asas manfaat,

Asas manfaat dimaksudkan Untuk menyampaikan gagasan

bahwa setiap tindakan yang diambil dalam rangka

memperluas perlindungan konsumen harus memberikan

manfaat baik bagi konsumen maupun penyedia layanan

dalam semua hal yang relevan, bukti manfaat harus

diberikan.

2. Asas keadilan,

Asas keadilan didorong agar semua anggota masyarakat

dapat berpartisipasi semaksimal mungkin dan memberikan

waktu yang dibutuhkan konsumen dan pemilik usaha untuk

memahami kewajibannya dan melaksanakannya secara tepat.

3. Asas keseimbangan

Asas keseimbangan bertujuan untuk menjamin keseimbangan

antara kepentingan konsumen, pelaku perdagangan dan

pemerintah, baik secara material maupun spiritual.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen,

Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman kepada

konsumen tentang keselamatan dan etika dalam

menggunakan, membuat, dan menggunakan barang dan/atau

jasa yang dikonsumsi atau digunakan.


25

5. Asas kepastian hukum12

Asas kepastian hukum Penting bagi pelaku bisnis,

konsumen, dan pemerintah untuk menegakkan supremasi

hukum. Ini termasuk mengajar orang tentang hukum dan

menegakkannya.

Berdasarkan asas-asas dia rasa konsumen bisa menggugat

jika terjadi kecurangan atau hal yang tidak sesuai sedang perjanjian

dan mengalami kerusakan pada barang. Dan berdasrkan asas

tersebut seharusnya konsumen mendapatkan keadilan dan

kepastian hukum karena barang yang rusak yang terjadi akibat

kelalaian atau kesengajaan petugas pengiriman barang dalam

merusakan barang konsumen.

2.2 Tinjauan Umum Tentang Jasa Pengiriman

Pengertian dan Dasar Hukum Jasa Pengiriman

Setiap orang dan/atau organisasi yang menggunakan jasa angkutan, baik untuk

orang maupun barang, menggunakan jasa. Jasa merupakan sesuatu yang

bermanfaat bagi masyarakat luas, baik yang berasal dari pemerintah maupun

lembaga perorangan.

Pengertian jasa terdiri dari barang-barang yang tidak berguna dan tidak termasuk

tenaga kerja, usaha, atau hal-hal lain yang secara fisik tidak mungkin dimiliki.

Menurut beberapa ahli, adapun pengertian jasa menurut para ahli, yaitu :

12
Undang-undang perlindungan konsumen nomor 8 tahun 1999 pasal 2
26

Menurut Rahmat Trijono, jasa adalah jasa yang ditawarkan kepada masyarakat

umum untuk digunakan oleh konsumen. Ini didasarkan pada tenaga kerja.

Menurut Kotler, "jasa" adalah setiap tugas atau penugasan yang diberikan oleh

satu organisasi ke organisasi lain menurut aturan tidak tertulis dan tidak

mengakibatkan segala jenis kepemilikan. Produk mungkin palsu dan mungkin

tidak palsu pada barang fisik tertentu.

Menurut Berry, layanan seperti proses tindakan (tindakan, prosedur, kegiatan) dan

bekerja untuk yang tidak terlihat.

Namun, menurut Tjiptono, ada empat karakteristik pokok yang berbeda: mudah

rusak, tidak berwujud, dan tidak dapat dibagi menjadi bagian-bagian yang

terpisah.

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

pengertian “Jasa” adalah setiap pelayanan yang diberikan kepada masyarakat

umum dengan maksud untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Perusahaan yang

dikenal sebagai Perusahaan Jasa ini merupakan salah satu perusahaan yang rutin

beroperasi di pasar jasa. Perusahaan Jasa Pengiriman Barang (PJPB) dapat

ditemukan dalam piagam KUHD.

Jasa pengiriman adalah jasa yang memindahkan atau mengangkut barang dari satu

tempat ke tempat lain oleh konsumen. Ada beberapa jenis jasa pengiriman

barang , yaitu :
27

1. Full Truck Load (FTL): Pengangkutan barang biasanya menggunakan full

truck. Pengiriman ini berdasarkan berat atau volume barang yang dikirim.

2. Less Than Truck Load (LTL): Pengiriman ini menggunakan truk, namun

muatan angkutnya lebih kecil dari muatan truk bekas.

3. Pengiriman barang via laut: Saat mengantarkan barang, pengguna jasa

diperbolehkan menggunakan dua jalur. Yang pertama adalah memasukkan

barang ke dalam wadah. Dan cara kedua adalah dengan menggunakan fast

boat atau kapal feri berkapasitas kecil.

4. Pengiriman barang via udara: jasa pengiriman barang yang dilakukan atau

disampaikan melalui jasa angkutan udara disertai dengan dokumen

pengiriman barang.

5. Kurir atau Ekspres: Jasa pengiriman digunakan ketika pengguna jasa

menginginkan pengiriman yang cepat. Layanan ini digunakan untuk

mengirim barang dengan berat massal atau ringan.

Dalam proses pengiriman barang, perusahaan pelayaran akan melakukan proses

yang disebut bargeceking, dimana barang akan dikemas dan diberi label dengan

informasi tentang jenis, berat, dan tujuan penggunaan, baik untuk pengiriman

biasa maupun untuk tanaman.Setelah selesai proses pendataan, organisasi

konsumen dan perusahaan yang menangani jasa pengiriman melakukan perjanjian

pengiriman barang yang ditentukan dalam dokumentasi. Ketika pengguna jasa

pengiriman dan peserta peristiwa memiliki hubungan hukum.

Perjanjian dalam Jasa Pengiriman


28

Menurut bahasa Indonesia, kata "ikat" merupakan akar kata "perjanjian" atau

"perikatan". Dalam bahasa Inggris, "aggrement" digunakan, meskipun dalam

bahasa Belo-Belgia, "ovreekoms" digunakan. Menurut Subekti, perjanjian adalah

hubungan hukum antara dua orang atau lebih ketika satu pemerintah memiliki

wewenang untuk menahan sesuatu dari pemerintah lain sementara pemerintah lain

yang bersangkutan memiliki hak veto.

1 “ Dalam suatu perjanjian termuat beberapa unsur, yaitu:

2 Adanya pihak

3 Adanya persetujuan antara para pihak

4 Adanya tujuan yang dicapai

5 Ada prestasi yang harus dilaksanakan

6 Ada bentuk tertentu

7 Ada syarat tertentu ”

“Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu atau lebih orang lain berjanji kepada satu atau lebih orang lain

kepada satu atau lebih orang lain.”

Tujuan dari perjalanan adalah untuk mencapai janji. Tujuan dari setiap janjian

adalah untuk melaksanakan suatu janjian tertentu. Selain itu, tujuan dari perjanjian

tersebut adalah untuk memperkuat hubungan hukum dan menghilangkan

ambiguitas dan kewajiban. Perjanjian pribadi seringkali terdiri dari membangun

komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Suatu


29

kesepakatan dapat dianggap tidak efektif jika ada upaya untuk menimbulkan

perselisihan di antara berbagai pejabat pemerintah selama pelaksanaan tugas.

Ada juga beberapa asas-asas yang dapat disebut sebagai prinsip perjanjian

dalam hukum perjanjian. Ada lima (lima) dasar hukum kontrak Islam, atau hukum

perjanjian, menurut teori hukum Islam. Kelima asas itu antara lain adalah:

asas konsesualisme (consensualism), asas kepastian hukum (freedom of

contract). Asas itikad baik (good faith), asas kepribadian (personality), dan asas

kepastian hukum (pacta sunt servanda). Berikut ini adalah penjelasan mengenai

asas-asas yang dimaksud, yakni:

1.Asas konsensualisme, dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1)

KUHPerdata dan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. suatu perjanjian dapat timbul

bila para pihak sudah melakukan sebuah kesepakatan kecuali para pihak

menentukan lain.

2.Asas kepastian hukum, dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata. Kekuatan hukum yang timbul dari hasil keputusan. Hakim harus

menghormati keputusan dari para pihak yang ada dalam perjanjian.

3.Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang

berbunyi “perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas itikad baik

terbagi menjadi dua macam, yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada

itikad baik yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang

nyata dari subjek. Dan pada itikad baik yang kedua, penilaian terletak pada
30

keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak

memihak) menurut norma-norma yang objektif.

4.Asas kepribadian, isi dari perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang

melakukan perjanjian.

5.Asas kebebasan berkontrak, dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340

KUHPerdata. orang bebas menentukan materi dari suatu perjanjian namun tidak

bertentangan dengan norma yang berlaku pada masyarakat. Asas ini merupakan

yang berlaku secara universal. ”

Adapun syarat sahnya perjanjian merupakan suatu hal yang ada dalam perjanjian

agar suatu perjanjian tersebut dapat terlaksana dengan baik. Syarat sahnya

perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, dalam suatu perjanjian

diperlukan 4 (empat) syarat sahnya, yaitu:

1. Perjanjian antara para pihak yang mewajibkan orang yang membuat perjanjian

untuk menyepakati syarat-syarat perjanjian tanpa paksaan, kontrol atau penipuan.

2. Menurut undang-undang, setiap orang bertanggung jawab untuk melakukan

perjalanan, kecuali orang-orang yang secara tegas dinyatakan tidak bertanggung

jawab. Data dari Pasal 1330 KUH merujuk kepada mereka yang belum dewasa,

mereka yang dekat dengan anak-anak, dan perempuan. Dalam kaitannya dengan

perempuan, SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No. 3 Tahun 1963

mengungkapkan bahwa perempuan di usia akhir belasan dan awal dua puluhan

melakukan sumpah palsu.


31

3. Suatu hal tertentu, suatu jasa adalah suatu hal tertentu yang dapat menjadi

subyek suatu kontrak. Menurut pasa 1234 KUHP perdata, jasa adalah sesuatu

yang diberikan, dilaksanakan dan dihilangkan. Dan syarat-syarat subjek kontrak

juga diatur oleh Pasal 1333 KUH Perdata, di mana kontrak harus ditulis:

“ a.diperkenankan, yang artinya tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.

b.dapat ditentukan atau tertentu, yang artinya prestasi tersebut harus dapat

ditentukan dengan jelas mengenai jenis maupun jumlahnya, atau setidak-tidaknya

dapat diperhatikan.

c.mungkin dilakukan, yang dimana prestasi tersebut harus mungkin dilakukan

menurut kemampuan manusia pada umumnya dan kemampuan debitur pada

khususnya.

4.Suatu sebab yang halal, pengertiannya mengacu pada Pasal 1337 KUHPerdata.

Isi dari perjanjian tidak boleh bertentangan dengan Undang- Undang dan norma-

norma yang berlaku di masyarakat. ”

Keterlambatan pengiriman paket adalah ketika pihak pertama ragu untuk

mengirim paket dari satu lokasi ke lokasi lain. Menurut uraian ini, pengiriman

barang dianggap selama perjalanan sewa-menyewa. Perjanjian sewa-menyewa

adalah transaksi di mana satu pihak menjamin bahwa pihak lain akan memberikan

wawasan tentang produk tertentu selama jangka waktu tertentu dan dengan

pembayaran sesuai dengan harga tertentu yang telah diselesaikan dan diterbitkan

dalam Pasal 1548 KUHPerdata.


32

Oleh karena itu, apabila perusahaan yang menjual barang tidak melakukan

pembayaran antar perusahaan dengan cara tunggal, maka perusahaan tersebut

telah melakukan wanprestasi. Karena peringatan ini tidak diterapkan, sekarang

mungkin bagi konsumen atau organisasi lain untuk meminta penjual agar tidak

membebankan lebih banyak uang kepada mereka untuk barang yang sudah

mereka miliki.

Jasa Pengiriman Berhubungan Langsung Dengan Proses Pengiriman Yang

Dilakukan Oleh Satu Perusahaan. Dalam praktik nyata, bisnis selalu berusaha

memberikan layanan terbaik untuk memastikan efektivitas dan efisiensi yang

berkelanjutan selama pengiriman. Ketika teknologi, perdagangan internet, atau

bentuk perdagangan lainnya menjadi lebih umum, perusahaan e-commerce juga

menjadi lebih banyak. Jenis layanan yang ditawarkan perusahaan sama, antara

lain pengiriman cepat, harga terjangkau, dan jaminan proses pengiriman.

Jasa Pengiriman adalah usaha yang bergerak dalam bidang pengiriman

paket barang, dan setiap pelanggan diharuskan membayar sesuai dengan mata

uang tujuan yang dituju. Pengiriman dapat dilakukan melalui laut, udara, atau

darat ke provinsi manapun di Indonesia atau ke negara lain.

Kebutuhan akan ekspedisi merupakan komponen kehidupan sehari-hari

yang diperlukan dalam setiap aspek keberadaan manusia yang tidak membutuhkan

kebutuhan yang berlebihan. Untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin

mobilisasi, laju pertumbuhan penduduk yang bergejolak dan semakin cepat

memerlukan pengembangan sistem yang dipercepat. Dewasa ini, setiap orang di


33

suatu negara tidak dapat sepenuhnya memahami setiap jenis keperluan internal.

Karena alasan inilah fungsi ekspeditor adalah memindahkan benda atau orang

dengan cepat untuk meningkatkan penggunaan dan nilai hari.


34

2.3 Tinjauam Umum tentang Tanggung jawab

1. Pengertian tanggung jawab

DefinisiTanggung Jawab

Banyaknya definisi pengertian tanggung jawab baik secara umum

maupun secara bahasa dan undang-undang itulah yang akan penulis

tulis pada paragraf ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, prinsip

dasar tanggung jawab adalah kebutuhan untuk dapat mengungkapkan

kecemasan seseorang dalam setiap situasi (jika sesuatu terjadi, dapat

dijelaskan, ditanggapi, atau dilakukan sebaliknya). Selain itu, definisi

tanggung jawab terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata

yang diterbitkan antara Pasal 1365 dan Pasal 1367 KUH Perdata. “Tiap-

tiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi orang

lain, menuntut orang yang karena kesalahannya menerbitkan atau

menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut,” bunyi Pasal

1365 KUH Perdata. Dari pasal ini menjelaskan bahwa setiap jasa

pengiriman wajib menganti kerugian di karenakan barang konsumen

mangalami kerusakan.

Definisi tanggung jawab yang terakhir terdapat dalam Pasal 1366

KUH Perdata, yang menyatakan bahwa Setiap orang bertanggung

jawab, tetapi tidak hanya untuk masalah yang disebabkan oleh

kesalahan atau kebencian diri yang berlebihan. Ungkapan “Seorang

tidak saja bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan


35

perbuatannya sendiri,” maupun “Akan tetapi juga atas kerugian yang

disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya,”

keduanya terdapat dalam Pasal 1367 KUH Perdata.

Dasar Pertanggung jawaban

Menurut pertimbangan teoritis, hubungan antara organisasi yang

berpegang pada pertanggungjawaban dan yang tidak dapat diperbaiki

menjadi satu.:

a) Pertanggungjawaban didasarkan pada kesalahan, terutama yang

mungkin terjadi sebagai akibat dari kesalahan, pelanggaran hukum,

atau pelanggaran sembrono.

b) Pertanggungjawaban atas dasar risiko, yaitu tanggung jawab yang

harus diartikan sebagai risiko yang harus diakui oleh pemangku

kepentingan atas kerugian usaha yang sedang ditempuh oleh

pemangku kepentingan tersebut.

Jika beberapa perilaku yang membuat konsumen tidak nyaman sudah ada,

seperti kerugian yang disebabkan oleh penggunaan atau konsumsi

produk tertentu, harus diakui untuk pertama kalinya bahwa perilaku

ini adalah penyebab dari perilaku yang menyebabkan kerugian

tersebut. Dalam kasus yang melibatkan penerapan hukum terhadap

data, ada dua hasil potensial: kerugian karena adanya wanprestasi

di mana hubungan hukum sebelumnya terjadi, atau kerugian karena


36

adanya perbuatan melawan hukum di mana hubungan hukum

sebelumnya dari jenis overmacht terjadi, atau keduanya.

Jika benar bahwa kerugian ini dapat dikaitkan dengan

perjanjian antara penyedia jasa dan konsumen, langkah selanjutnya

adalah mencari sisa bagian dari perjanjian yang lalai dipenuhi oleh

penyedia jasa untuk mencegah kerugian bagi konsumen. Jika

masalah ini disebabkan oleh peristiw, maka salah satu pelakunya

bisa digolongkan sebagai wanprestasi pemerintah. Jika tidak ada

hubungan hukum antara pihak-pihak yang bersengketa, seperti

perjanjian antara penjual dan konsumen, maka perlu meminta

nasehat dari sumber yang berbeda.

Prinsip prinsip Tanggung Jawab

Sebelum melakukan investigasi terhadap tanggung jawab angkutan di

dalam angkutan tertentu yang bersangkutan. Informasi lebih lanjut

tentang prinsip tanggung jawab diperlukan karena ruang lingkup

tanggung jawab angkutan pada angkutan tertentu yang

bersangkutan sering dilanggar oleh prinsip tanggung jawab yang

mengabaikan hukum yang mengatur pelaksanaan angkutan

tersebut.

Menurut Fardan, ada delapan asas pertanggungjawaban yang

dikenal dalam bidang hukum perdata, di antaranya asas

pertanggungjawaban mutlak, asas pertanggungjawaban


37

berdasarkan adanya kesalahan hukum (berdasarkan prinsip

pertanggungjawaban kesalahan), asas pertanggungjawaban

berdasarkan adanya praduga hukum (berdasarkan asas praduga

pertanggungjawaban), dan asas pertanggungjawaban dengan batas

(berdasarkan asas pembatasan tanggung jawab).

Asas tanggung jawab terbatas menyatakan bahwa tanggung

jawab pengangkut dapat dibatasi sampai batas tertentu, artinya

sejak awal pengangkut telah menetapkan jumlah tertentu untuk

setiap kerugian yang harus ditanggung oleh penumpang. Sementara

itu, menurut E. Saefullah Wiradipradja, dalam undang-undang,

khususnya undang-undang pengangkutan, paling tidak dikenal 3

(tiga) asas pertanggungjawaban, yaitu asas pertanggungjawaban

yang didasarkan atas adanya unsur kesalahan. (liability for fault),

asas tanggung jawab didasarkan pada asas praduga tanggung jawab

dan asas tanggung jawab mutlak. Ada pula asas tanggung jawab

menurut Shidarta, yaitu asas tanggung jawab berdasarkan unsur

kesalahan (principle of presumption of irresponsibility), asas

praduga tidak bertanggung jawab, asas tanggung jawab mutlak,

asas tanggung jawab mutlak, dan asas pertanggungjawaban dengan

pembatasan (limitation of liability principle). ). Berdasarkan

beberapa pendapat di atas, prinsip tanggung jawab dapat dibedakan

menjadi 5 (lima), yaitu :


38

a) Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Adanya Unsur

Kesalahan (Fault Liability)

Prinsip pertanggungjawaban atas kelalaian karena adanya

kesalahan merupakan teori pertanggungjawaban yang paling

merugikan konsumen. Karena gugatan konsumen hanya dapat

diajukan apabila kedua syarat tersebut terpenuhi, yaitu. yaitu

dalam hal terdapat unsur kelalaian dalam hubungan kontraktual

antara jasa pengiriman dan konsumen dan terdapat kesalahan

yang menentukan apakah kerugian itu disengaja atau tidak,

maka ganti kerugian harus selalu dilakukan. diberikan adalah

Dalam hukum positif Indonesia, asas ini termaktub dalam Pasal

1365 KUH Perdata yang terkenal dengan perbuatan melawan

hukum (onrecht matigedaad).

b) Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab

(Presumption of Liability)

Menurut pengertian ini, asas tanggung jawab berdasarkan

praduga sama dengan asas tanggung jawab berdasarkan alat

bukti kesalahan, tetapi juga mencakup pengalihan beban

pembuktian kepada pihak yang dirugikan (omkering van de

bewijslaast). . Karena tergugat (pengangkut) cenderung

bertanggung jawab terhadap kerugian yang akan datang, namun

demikian, tergugat memiliki kemampuan untuk mengurangi

tanggung jawab ini ketika dapat menunjukkan bahwa tindakan


39

mereka bebas dari kesalahan. Menurut undang-undang,

klausula pembatasan tanggung jawab merupakan bagian dari

asas total tanggung jawab.

c) Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggungjawab

(Presumption of Non Liability)

Prinsip ini bertentangan dengan prinsip selalu memikul

tanggung jawab. Prinsip praduga tidak bertanggung jawab

(principle of presumption of non-responsibility) hanya diakui

dalam jumlah yang sangat terbatas dari proses konsumen dan

pembatasan tersebut biasanya dibenarkan oleh akal sehat.

Misalnya, kehilangan atau kerusakan tas jinjing yang dibawa di

bawah kendali penumpang adalah tanggung jawab penumpang

dan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban oleh agen

layanan.

d) Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Absolute Liability)

Tercatat bahwa penerapan tanggung jawab mutlak berbeda

dalam beberapa putusan awal yang menetapkan asas tanggung

jawab mutlak, yaitu tujuan utamanya adalah untuk memberikan

jaminan atas biaya atau biaya kerusakan yang ditimbulkan oleh

konsumen sebagai akibat dari kerusakan yang ditimbulkan

pada konsumen. disebabkan oleh produk cacat yang dipasarkan

oleh jasa pengiriman. Jasa pengiriman, bukan konsumen, yang

tidak berdaya atau tidak mampu melindungi diri mereka


40

sendiri. Menurut prinsip ini, pasukan yang menderita korban

dalam kondisi seperti itu selalu tidak masuk akal, terlepas dari

penyalahgunaan, kesusahan atau indikasi lainnya.

Pengangkutan tidak mungkin dilakukan jika Anda menghindari

tanda-tanda yang mungkin menunjukkan kerugian bagi pembeli

atau penjual barang. biasanya prinsip tanggung jawab mutlak

ini diterapkan karena :

1) Konsumen tidak berada dalam posisi untuk mendapatkan

keuntungan dengan mengidentifikasi kelemahan apa pun

dalam proses produksi dan distribusi yang kompleks;

2) Diasumsikan bahwa jasa pengiriman dapat mengantisipasi

dengan lebih baik ketika kesalahan mereka pada akhirnya

disalahkan, misalnya dengan melakukan lindung nilai terhadap

komponen biaya tertentu atau menambah harga produk

mereka;

3) Asas ini dapat memaksa jasa pengiriman untuk lebih hati-

hati

e) Prinsip Pembatasan Tanggung Jawab (Limitation of Liability)

Prinsip pembatasan tanggung jawab sangat disambut baik oleh

pemohon visa ketika disebutkan sebagai klausul pengecualian

dalam kontrak standar yang dibuat. Karena para pedagang

begitu sadar akan kewajiban mereka kepada pelanggan, mereka


41

sangat kecewa. Misalnya, seorang konsumen dapat mengalami

kerugian karena 10 barang yang dibelinya rusak, tetapi penjual

mungkin hanya perlu mengganti hingga 5 barang tersebut.

Cara membedakan prinsip-prinsip tanggung jawab tersebut

pada dasarnya Diletakkan pada masalah pembuktian, yaitu

kepada siapa beban pembuktian yang dibebankan dalam proses

penuntutan. Menurut Ahmadi Miru, ketika permintaan

konsumen cukup tinggi, jasa pengiriman dan konsumen

mengalami feedback loop yang positif. Ganti rugi yang

diakibatkan oleh wanprestasi yang bersangkutan karena tidak

ada kewajiban pada prestasi utama maupun kewajiban pada

jaminan/garansi sepanjang perjalanan. Kewajiban untuk

membayar ganti rugi tidak lain daripada akibat penerapan

klausula dalam perjanjian, yang merupakan persyaratan

menurut hukum yang telah disetujui oleh kedua belah pihak

sesuai dengan keadaan.


42
43

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Bentuk Tanggung Jawab Jasa Pengiriman Terhadap Konsumen

Pelaku usaha penyedia jasa pengiriman berkewajiban untuk

menjamin keamanan, keutuhan, dan ketepatan waktu pengiriman barang ke

tempat tujuan, sedangkan konsumen berkewajiban untuk membayar biaya

pengiriman atau tarif yang telah disepakati. Baik perjanjian harus dilakukan

secara rahasia tanpa campur tangan dari organisasi lain mana pun. Dalam

Kitab Pedoman KU pasal 1239 disebutkan bahwa setiap perikatan

digunakan untuk membangun sesuatu atau tidak membangun sesuatu,

tergantung apakah orang yang menggunakannya memenuhi persyaratan atau

tidak, mereka akan mendapatkan kompensasi dengan memberikan

pembayaran yang diperlukan sebesar uang, barang, atau jasa. Oleh karena

itu, jika selama proses pengangkutan pengangkut tidak melakukan tugas

yang diperlukan, pengangkut harus membayar biaya ganti rugi. Pengangkut

dikecualikan dari kewajiban mengganti kerugian apabila kerugian itu

disebabkan bukan karena kesalahan (kesalahan) pengangkut, melainkan

karena kebut-kebutan atau force majeure, yaitu suatu keadaan yang

disebabkan oleh keadaan yang ekstrim, sama sekali tidak terduga dan pihak-

pihak yang terlibat tidak dapat berbuat apa-apa terhadap hal yang tidak

diharapkan itu. situasi atau peristiwa. Sebaliknya dalam Pasal 1243 Kitab

Undang-undang Hukum Dagang Seragam Kuwait, terdapat kerugian karena


44

suatu perikatan tertentu tidak dipenuhi padahal diharuskan. Hal ini terjadi

ketika seseorang tampil ke depan, meskipun telah dinyatakan akan lalai,

untuk memenuhi perikatan yang bersangkutan, atau jika sesuatu harus

diberikan atau dilakukan, tetapi hanya dalam jangka waktu yang lebih

pendek dari yang seharusnya. yang telah ditentukan. Ketika ada masalah

dengan bento yang dibuat, pembeli jasa pengiriman berpikiran terbuka

terhadap konsumen. Tetapi, besarnya tanggung jawab bergantung pada

konvensi yang tercantum dalam perjanjian antara pelaku jasa pengiriman

serta konsumen. Dalam perihal terjalin kerusakan pada benda yang dikirim,

konsumen bisa mengajukan klaim ganti rugi kepada pelaku jasa pengiriman

cocok dengan syarat yang berlaku. Secara umum bar-related shipping

adalah mengambil barang fisik dari lokasi tertentu dengan tujuan yang

sesuai dengan pengiriman dan dalam kondisi yang sesuai dengan

persyaratan bar-related. Dalam hal ini konsumen dengan bantuan pihak

ketiga akan melakukan kesepakatan pengiriman barang yang mana

kesepakatan kesepakatan tersebut secara khusus diatur dalam pasal 1320

Kitab Undang. Undang Hukum Perdata, atau KUH, adalah kebutuhan

penting untuk setiap transaksi. Dalam situasi ini, kesepakatan antara

pelanggan dan penyedia jasa pengiriman kemungkinan besar akan terjadi,

yang menyebabkan kemarahan pimpinan organisasi jasa pemgriman dan

menolak untuk mengizinkan pengiriman barang yang bersangkutan untuk

dilanjutkan.
45

Perjanjian adalah jenis pertukaran yang terjadi antara dua orang,

biasanya untuk lebih bersahabat dengan orang lain. Perbuatan memindahkan

suatu barang dari suatu pihak ke pihak lain dapat dikategorikan sebagai

pemindahan suatu barang. Pengangkutan adalah transaksi yang terjadi

antara konsumen dengan perusahaan yang menangani transaksi tersebut;

perusahaan yang menangani transaksi tersebut berkewajiban untuk

melakukan transaksi tersebut dari tempat dilakukannya transaksi sampai

dengan selesai dan wajib membayar sejumlah uang sebagai biaya transaksi.

Perjanjian yang baik harus dibuat secara sadar oleh para pihak serta tanpa

adanya tekanan yang berbeda dan wajib memenuhi syarat sahnya perjanjian

yaitu.:

“ 1. Adanya kata sepakat dari para pihak;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. suatu hal tertentu;

4. suatu sebab yang tidak dilarang.

Belakangan terungkap bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau

yang dikenal dengan KUHD adalah perusahaan yang menawarkan pengiriman

barang ekspres. Dalam Pasal 86 KUHD disebutkan bahwa ekspedisi adalah orang

yang tugasnya mengatur pengangkutan barang-barang milik dagangan dan

barang-barang lain di suatu gudang atau tempat lain. Ekspeditur tidak


tergoyahkan pendiriannya terhadap barang yang telah dikirimkan oleh pengirim

untuk melaksanakan pengerian selekas-lekasnya dengan tergesa-gesa dan

melakukan segala upaya yang diperlukan untuk menjamin keutuhan barang yang
46

bersangkutan. Sejauh terjadinya keterlambatan sampainy menyebabkan bar tidak

diberikan dalam KUHD, ungkapkan urgensinya. Ekspeditur hanya bertanggung

jawab atas kerusakan atau kehilangan barang-barang yang dikirimnya, Seperti

yang tercantum dalam Pasal 88, yang menyatakan bahwa saya (ekspedisi) juga

harus mengetahui masalah hilangnya barang dagangan, dan barang-barang sesuai

dengan pengirimannya harus ditanggung oleh kesalahan atau keteledorannya.13

Pasal 468 KUHD membahas pengangkutan, di mana otoritas pengangkutan

harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa barang-barang

konsumen disimpan dalam kondisi baik sejak diproduksi hingga digunakan. Tidak

dapat dipungkiri bahwa mungkin terdapat kendala-kendala yang dihadapi selama

proses pengiriman yang dapat menyebabkan kerusakan, keterlambatan, atau

bahkan hilangnya barang milik konsumen. Perusahaan Jasa memiliki tanggung

jawab untuk menjaga netralitas atas laba yang dilaporkan konsumen. Ada prinsip

tanggung jawab tertentu dalam pengangkutan, seperti :

1 “ Prinsip tanggung jawab berdasarkan atas dasar unsur kesalahan (fault

liability principle);

2 Prinsip tanggung jawab berdasarkan atas praduga (presumption of

liability principle);

3 Prinsip tanggungjawab mutlak (absolute liability principle). ”

Alih-alih sebagai akibatnya, ia dapat terhalang oleh persyaratan

untuk membayar kerugian, sesuai dengan ayat 468, 477, dan 522 ayat (2)

Alquran. Setiap orang memiliki tanggung jawab untuk menawarkan

13
“ Purwositjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia. Djambatan. Jakarta, (1991):13 ”
47

perlindungan terhadap upaya-upaya untuk merusak supremasi hukum dan

kerugian yang terungkap melalui tindakan mereka. Ada beberapa hal yang

menandakan suatu akad tertentu adalah akad melawan hukum, misalnya.

Asas tanggung jawab yang ditetapkan di Indonesia adalah tanggung jawab

berdasarkan undang-undang yang menyatakan bahwa setiap peristiwa

pengangkutan yang terjadi akibat kampanye pengangkutan merupakan

tanggung jawab pengangkut. Secara khusus, ketika otoritas terkait dapat

membuktikan bahwa kerugian yang terjadi adalah :

1 Tidak sesuai dengan undang-undang;


2 Melanggar hak subjektif orang lain;

3 Tidak sesuai dengan kesusilaan;

4 Bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat.

Menurut Pasal 468 KUHD, pengangkut harus bersikap tegas

terhadap setiap kerugian yang timbul sebagai akibat dari barang berkarat,

kecuali jelas bahwa barang berkarat tersebut merupakan akibat dari

peristiwa tertentu yang berada di luar kendali organisasi pengangkut.

(keadaan kahar). Pasal 472 KUHD menunjukkan perbedaan utama antara


Pasal 91 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dengan pengangkut yang

membebankan barang konsumen pada saat penyerahan barang kepada

pengangkut, apabila terjadi sesuatu yang tidak terduga selama proses

penyerahan barang. barang sampai ke tujuan, yang mengakibatkan

kerusakan terhadap barang konsumen.


48

Selain itu, Pasal 468 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang juga

menyatakan bahwa pihak yang bertanggung jawab harus bertanggung jawab

atas kualitas barang yang dibeli konsumen, sejak barang dibuat sampai

dikirim ke tujuan. .

Ada beberapa teori tanggung jawab yang digunakan dalam

pelaksanaan kegiatan pengangkutan, seperti tanggung jawab berasaskan

unsur kesalahan (prinsip tanggung jawab kesalahan), tanggung jawab

berasaskan atas praduga (konsep anggapan tanggung jawab), dan tanggung

jawab mutlak (kewajiban absolut). teori).

Di Indonesia, digunakan "asas praduga tanggung jawab" (kaidah

tanggung jawab berasaskan atas praduga), yang dengannya setiap tanggung

jawab yang timbul dari kegiatan yang berhubungan dengan pengangkutan

dianggap menjadi milik pengangkut. Namun, jika organisasi pengangkut

dapat menunjukkan secara jelas dan meyakinkan bahwa segala tanggung

jawab yang timbul dari barang kiriman konsumen bukan karena pada saat

barang tersebut pertama kali dijual, keuntungannya sesuai dengan harganya.

Jumlah ganti rugi yang harus dibayar oleh penjual kepada pembeli yang

memintanya juga diatur dalam Pasal 472 Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang, yang dikenal dengan "ganti rugi", dan akan dihitung sesuai dengan

harganya. barang pada saat dijual. Oleh karena itu, pengiriman barang

tunduk pada pedoman yang ketat dalam situasi di mana barang konsumen

terlibat.
49

Oleh karena itu, sebelum memulai proses pengiriman barang, pihak

pengirim (konsumen) bekerja sama dengan pihak pengirim (perusahaan

yang menangani pengiriman) untuk melakukan pengecekan tongkang guna

mendeteksi adanya klaim yang diajukan. oleh pihak pengirim (konsumen).

Karena barang-barang milik pengirim (konsumen) telah dikomunikasikan

kepada perusahaan yang bertanggung jawab untuk menangani angkutan

ekspedisi, maka perusahaan yang bertanggung jawab untuk menangani

angkutan ekspedisi akan bertanggung jawab jika terjadi peristiwa-peristiwa

tertentu yang tidak diantisipasi. Jika ada cacat pada produk itu sendiri, ada

kealpaan di pihak konsumen, atau jika ada keadaan mengancam lainnya,

Perusahaan Jasa Angkutan ekspedisi mungkin bisa mendapatkan klaim dari

konsumen.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Jasa Angkutan ekspedisi

mempunyai tanggung jawab untuk memberikan tanggung jawab atas segala

bentuk kerugian yang timbul atas barang-barang yang dipergunakan oleh

pelanggan (konsumen) Jasa Angkutan sebagai akibat pelanggaran Pasal 472

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang menyatakan bahwa ganti rugi

akan ditambatkan sebesar nilai barang pada saat diserahkan.

Namun demikian, terdapat beberapa pernyataan yang menunjukkan

bahwa penyelenggara angkutan ekspres tidak diwajibkan untuk memberikan

pemberitahuan atas kerusakan atau kehilangan barang milik pengguna jasa

ekspres (konsumen), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 ayat (1)


50

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 dan Pasal 468, 477, dan Pasal 522 ayat

(2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.14

3.2 Penyelesain Masalah Terhadap Konsumen Jika Terjadi Kerusakan


Pada Barang

Di era globalisasi dan perdagangan terbuka saat ini, terdapat

berbagai jenis promosi bisnis yang menyasar konsumen, antara lain

dengan menggunakan media elektronik atau cetak serta perjanjian bisnis

jangka panjang. Konsumen hanya akan menjadi sasaran eksploitasi

operator yang tidak terkendali jika mereka tidak berhati-hati saat memilih

layanan. Tanpa pengetahuan dan karena kurangnya kewaspadaan dalam

menegakkan kewajibannya, konsumen hanya menerima barang yang

mereka konsumsi sekarang.

Masalah saat ini bukan hanya bagaimana konsumen memilih

produk; itu juga bagaimana membuat semua orang setuju tentang

perlunya perlindungan konsumen, yang meliputi lembaga pemerintah,

bisnis, dan bahkan konsumen itu sendiri. Pengusaha terkadang kesulitan

memahami bahwa mereka harus menjunjung tinggi hak-hak konsumen,

menyediakan barang dan jasa yang berkualitas tinggi, aman digunakan,

dan mematuhi standar dan harga yang berlaku. Selama masih banyak

konsumen yang perlu dilayani , masalah pelepasan kembali konsumen

telah menjadi pokok dalam masyarakat.

14
Permana, Anak Agung Ngurah Bagus Gilang, and I Made Dedy Priyanto. “Perlindungan

Hukum Bagi Konsumen Pengguna Jasa Ekspedisi (Studi di JNE Kediri-Tabanan)”. Kertha Desa:
Journal Ilmu Hukum 8, No. 4 (2020): 25-36, h. 32.

51

Konsumen yang diintimidasi oleh vendor harus diperlakukan

sama. Karena itu, masalah pemutusan konsumen harus dipahami. Posisi

konsumen yang lemah dibuat oleh peraturan perundang-undangan yang

ada di Indonesia yang tidak memadai dan kurang menjamin adanya suatu

kepastian hukum, ditambah dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan

konsumen yang masih sangat rendah.

Pengiriman barang yang dilakukan ekspedisi (ekspeditor) atas

permintaan daripemilik barang untuk mengirimkan suatu barang tertentu

untuk disampaikan kepada penerimabarang, yang diklasifikasikan

sebagai suatu bentuk perjanjian pengangkutan.

Aturan dasar hukum dari perjanjian pengangkutan dapat dilihat

pada Pasal 466-517c KUHD, yang isi dari pasal tersebut sebagai berikut

Pasal 466 Kitab Undang-undang Hukum Dagang - Buku II: Hak-Hak

Dan Kewajiban-Kewajiban Yang Timbul Dari Pelayaran - BAB VA:

Pengangkutan Barang-Barang - Sub 1: Ketentuan-ketentuan Umum.

Pengangkut dalam pengertian bab ini ialah orang yang mengikat diri,

baik dengan carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan,

maupun dengan suatu perjanjian lain, untuk menyelenggarakan

pengangkutan barang seluruhnya atau sebagian melalui laut. Pasal 517

Kitab Undang-undang Hukum Dagang Buku II: Hak-Hak Dan

Kewajiban-Kewajiban Yang Timbul Dari Pelayaran - BAB VA:

Pengangkutan Barang-Barang - Sub 1: Ketentuan-ketentuan Umum.


52

Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999,

perlindungan hukum terhadap konsumen yang menggunakan perusahaan

mail order dapat dilihat berlaku pada Pasal 4, 6 dan 7.

Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

mengatur tentang hak- hak dari konsumen.

Pasal 4 Huruf a menyatakan bahwa konsumen memiliki tanggung

jawab untuk berperilaku bertanggung jawab saat mengkonsumsi barang

atau jasa. Barang murah yang terlambat atau mungkin tidak pernah

sampai sama sekali cenderung sangat tidak berkelanjutan dan

membahayakan masyarakat umum yang menggunakan jasa perusahaan

pengirimannya.

Pasal 4 Huruf c menyatakan bahwa konsumen memiliki tanggung

jawab untuk mendapatkan informasi yang jelas dan tepat waktu tentang

barang yang dikirimkan yang bersifat kaustik dan perawatan tinggi; jika

mereka tidak menerima informasi ini, mereka mungkin tidak menerima

tindak lanjut dari perusahaan penyedia barang. Demikian juga kondisi

yang tidak nyaman dirasakan oleh konsumen jika akan melaporkan

barang pengiriman yang cacat/rusak ataupun hilang. Ekspedisi lambat

dalam pelayanan keluhan konsumen perusahaan.

Hal ini jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 4 UU No. 8

Tahun 1999 yang menyatakan bahwa “konsumen berhak menyampaikan

pendapat dan pengaduannya mengenai barang dan/atau jasa yang

dipergunakannya”. Pasal 4 Huruf E menyatakan bahwa konsumen berhak


53

mendapatkan perwakilan hukum, perlindungan terhadap kerugian, dan

pembayaran atas layanan yang diberikan. Pasal 4 Huruf H menyatakan

bahwa konsumen memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi,

menegakkan haknya, atau menerima beberapa jenis pembayaran lain,

meskipun hak ini tidak dipahami oleh mayoritas konsumen.

Menurut Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, pemilik usaha harus menerima

pembayaran yang sesuai dengan keadaan dan jumlah barang yang dijual.

Sebagai alternatif, pemilik usaha perlu memverifikasi kualitas barang dan

jasa yang mereka jual sesuai dengan standar yang telah disepakati.

Selain itu, konsumen memiliki tanggung jawab untuk memilih

barang dan jasa serta mendapatkan barang dan jasa tersebut sesuai

dengan standar kualitas, kondisi, dan kuantitas yang telah disepakati. 10

Hak dan kewajiban ini harus diluncurkan secara bersamaan. Dapat kita

lihat bahwa tujuan perusahaan Ekspedisi adalah mendapatkan

pembayaran atas barang yang telah diserahkan kepadanya sesuai dengan

kesepakatan yang dibuat dengan orang yang bertanggung jawab atas

penyerahannya.

Adapun kewajiban perusahaan ekspedisi berupa:

Pasal 7 huruf b UU No. 8 Tahun 1999 menyatakan bahwa pemilik

usaha wajib memberikan keterangan yang benar, jelas dan ringkas

tentang keadaan dan komposisi suatu barang atau jasa, serta memberikan

petunjuk penggunaan, pemeliharaan, dan pembuangan.


54

Pasal 4 huruf e dan Pasal 7 huruf f saling berkaitan. Sesuai

dengan sistem ganti rugi yang telah ditetapkan, konsumen bebas untuk

meminta atau menerima ganti rugi apabila barang yang dikirim ternyata

rusak atau pecah.

Azas dari penipuan konsumen disebutkan dalam Pasal 2 UU No.

8 Tahun 1999 tentang penipuan konsumen, yang mengacu pada penipuan

konsumen yang memiliki manfaat hukum perlindungan konsumen serta

keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Prinsip

perlindungan konsumen ini pada hakekatnya dimaksudkan untuk

melindungi konsumen dan memastikan bahwa konsumen benar-benar

diberikan hak yang sama seperti yang diatur oleh peraturan perundang-

undangan.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen membahas tujuan perlindungan konsumen

sebagaimana tercantum di bawah ini.:

a. meningkatkan kepercayaan konsumen, kemampuan, dan dorongan untuk

melindungi diri.

b. Meningkatkan martabat konsumen dengan mencegah mereka memiliki

akses negatif terhadap penggunaan barang atau jasa

c. meningkatkan kepercayaan konsumen dalam membeli, membayar, dan

menerima barang.

Sesuai dengan asas dan tujuan Perlindungan Konsumen

sebagaimana tercantum dalam UU No. 8 Tahun 1999, apabila terjadi


55

pelanggaran hukum non mustahil dan dilakukan oleh Perusahaan

Ekspedisi, maka konsumen harus dilindungi dari kerugian. UU No. 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan, antara lain,

pelanggaran hak konsumen terdiri dari:

1 Pelanggaran hak konsumen dalam mengkonsumsi bawah kenyamanan,

keamanan, dan keselamatan.

2 Pelanggaran hak konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa

dengan nilai tukar, kondisi dan jaminan yang dijanjikan.

3 Kepercayaan konsumen harus dihormati dan dijunjung tinggi

sehubungan dengan barang dan jasa yang digunakan.

Pelanggaran atas kewajiban pelaku usaha untuk menjamin mutu

barang dan jasa yang berlaku yang diproduksi dan berlaku berdasarkan

ketentuan standar mutu barang dan jasa yang berlaku. Apabila terjadi

pelanggaran Perusahaan Ekspedisi, maka jelas tidak melanjutkan tujuan

perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU No. 8

Tahun 1999. Sejalan dengan beberapa pasal dalam UU No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, pasal dalam UU No 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga sudah hilang. Pelanggaran

oleh pelaku usaha yang bergerak di bidang pelayaran atau pengangkutan

dapat diselesaikan dengan pengadilan atau diluarpengadilan sesuai

dengan asas yang digariskan dalam UU No.8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.
56

Apabila terjadi pelanggaran hukum yang harus diungkapkan

kepada konsumen, maka sesuai dengan Pasal 45 Ayat 2 UU No. 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen, jika terjadi pelanggaran hukum

yang mengharuskan pengungkapan kepada konsumen, maka konsumen

dapat dipidana dengan salah satu dari dua cara, yaitu:

Pengadilan penyelesaian sengketa Penyelesaian sengketa secara

damai dari organisasi afiliasi sengketa. Dapat kita simpulkan dari Pasal

45 ayat 2 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa

UU No. 8 Tahun 1999 dimaksudkan agar penyelesaian damai yang

berfungsi sebagai penegakan hukum dilakukan sebelum instansi terkait

menyetujuinya. melalui BPSK atau Badan Peradilan.

Jelas dari Ketentuan Pasal 47 UUPK dan keterangan yang

menyertainya bahwa penyelesaian sengketa konsumen dalam laporan

akhir hanya itu:

a. Kesepakatan antara konsumen dan pemilik usaha,


b. Bentuk ganti rugi yang harus disediakan oleh pelaku usaha,

c. Besarnya mengganti kerugian yang harus disediakan oleh pelaku

usaha, dan

d. Pernyataan Tertulis dari pemilik bisnis menyatakan bahwa perbuatan

yang telah mengganggu konsumen tidak akan terulang kembali.

Pergantian kerugian secara langsung dipertegas pada pasal 19 UUPK yaitu:


57

a. Pelaku Usaha akan bertanggung jawab Memberikan Ganti Rugi Atas

Kerugian, Pencemaran, Dan/Atau Jasa Yang Diperoleh Bentuk ganti

kerugian yang harus diberikan oleh pelaku usaha,

b. Besarnya ganti rugi yang harus disediakan oleh pelaku bisnis, dan

c. Jaminan dari pihak komersial berupa pernyataan tertulis yang menjelaskan

bahwa tindakan yang telah merugikan konsumen tidak akan terulang

kembali.

Pergantian kerugian secara langsung dipertegas pada pasal 19 UUPK yaitu:

1 Pelaku Usaha Bertanggung jawab Memberikan Ganti Rugi Atas

Kerugian, Pencemaran, Dan/Atau Jasa Yang Diperoleh

2 Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa uang,

barang, mata uang untuk keperluan khusus, atau barang lainnya, atau

bahkan pembayaran yang setara.

3 Pemberian ganti rugi dilaksanakan 7 (Tujuh) hari setelah hari transaksi.

Penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Setiap konsumen yang merasa disasar oleh pemilik usaha berhak

melaporkan suatu masalah kepada BPSK, baik yang dilakukan secara

diam-diam, pada saat liburan, maupun oleh sekutu perusahaan. Dalam

Pasal 47 UU No. 8 Tahun 1999 berjudul “Perlindungan Konsumen”

disebutkan bahwa pengaduan konsumen harus ditangani melalui BPSK.

Hal ini dilakukan untuk mengatasi kekhawatiran tentang bentuk dan

ukuran produk, serta untuk memastikan bahwa kerugian yang dilaporkan

konsumen tidak akan terjadi lagi atau memburuk. Setiap Daerah Tingkat
58

II menggunakan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

khusus untuk melakukan sosialisasi sengketa konsumen di luar

persidangan. Uraian tentang organisasi dan individu,Tugas, Wewenang,

dan Penyelesaian Sengketa BPSK dapat diatur secara khusus dalam Bab

XI Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, mulai dari Pasal

49 sampai dengan Pasal 58..

Pada saat sengketa penjualan konsumen melalui badan BPSK

hadir Prasidang. Menurut pasal 54 UUPK, BPSK akan memberikan

perlakuan yang adil bagi konsumen melalui mediasi, konsiliasi, dan

arbitrase.

a. Mediasi adalah metode penyelesaian sengketa yang fleksibel dan tidak

konfrontatif yang juga mengakomodir kantor mediasi internal..

b. Konsialisasi, mengajukan gugatan konsumen dengan pelaku usaha

berdasarkan UUPK. Menyerahkan semuanya ke pihak ketiga, tetapi

persetujuan dalam konsiliator tidak mengikat.

c. Arbitrase, Satu-satunya cara untuk menangani pengaduan konsumen

secara efektif adalah melalui BPSK, yang diduga mengumumkan

keputusan dan memberi tahu pihak-pihak yang terlibat.

d. Menurut Pasal 52, BPSK mempunyai sifat dan wewenang sebagai

berikut:18 Melaksanakan penanganan danpenyelesaian sengketa

konsumen melalui mediasi, arbitrase, atau konsiliasi

e. Berkonsultasi dengan konsumen tentang kebutuhan mereka;

melakukan tindakan pencantuman buku jari;


59

f. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran

ketentuan dalam Undang-Undang ini;

g. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari

konsumen mengenai pelanggaran perlindungan konsumen ;

h. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan

konsumen;

i. Memanggil pelaku usaha yang belum menyelesaikan penyelidikannya

terhadap perlindungan konsumen.;

j. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang

yang diduga telah membaca pelanggaran terhadap undang-undang ini ;

k. Meminta bantuan penyidik untuk memanggil badan usaha, saksi, saksi

ahli atau semua orang tersebut pada huruf g dan h yang tidak bersedia

memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa

l. memperoleh, menganalisis, dan/atau menerangi teks, dokumen, atau

tulisan lain untuk kepentingan kritik dan/atau elaborasi;

m. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak

konsumen;

n. Mengidentifikasi putusan pelaku usaha yang melakukan riset

menghadapi konsumen;

o. Memberikan dukungan administratif kepada orang yang menjalankan

usaha yang bertanggung jawab atas Undang-Undang ini.

Terlepas dari metode yang digunakan untuk menegakkan hak-hak

konsumen di daerah yang jauh, konsiliasi, mediasi, atau arbitrasi adalah


60

semua bentuk pengamanan hak-hak konsumen. Konsiliasi adalah tata

cara pengamanan hak-hak konsumen diantara para pihak dengan

mengesampingkan pihak lain yang jauh dan bukan pihak yang berpihak.

Selain itu, mediasi adalah proses perundingan penyelesaian melalui pihak

ketiga atau penyelesaian sengketa dimana para pihak tidak bekerjasama

dengan pihak lain. satu sama lain untuk membantu menyelesaikan

konflik. Selain itu, ada aturan arbitrase dan alternatif sengketa

penggusuran. Aturan ini didasarkan pada sidang arbitrase yang ditulis

secara rinci oleh organisasi afiliasi sengketa.

Permohonan Penyelesaian Sengketa Kepada BPSK.

Berkas permohonan penyelesaian sengketa baik diterbitkan

maupun tidak, dicatat oleh Sekretaris BPSK disertai dengan tanggal dan

nomor pendaftaran.Penelitian yang memuat baik bukti-bukti pendukung

maupun kelengkapan pengaduan dilakukan mengenai pengaduan atas

penyelesaian sengketa konsumen. Selain itu, Ketua BPSK membuat surat

panggilan untuk tergugat dan penggugat agar muncul di baris pertama

setelah Kepala Sekretariat memberikan data pengaduan yang

diungkapkan kepada Ketua BPSK secara akurat dan komprehensif. Selain

itu, pimpinan BPSK harus menyiapkan majelis dan menginformasikan

kepada panitera; ini harus dilakukan sebelum makan pertama. Pasal 17

Kepmenperindag No.350/MPP/Kep/12/2001 menyebutkan bahwa Ketua

BPSK menolak permohonan penyelesaian sengketa konsumen, apabila

permohonan tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


61

16 Kepmenperindag No. 350 tahun 2001 atau gugatan gugatan bukan

merupakan kewenangan BPSK.

Sengketa penyelesaian konsumen di BPSK tidak terlalu kuat.

Untuk menentukan cara penyelesaian sengketa yang diinginkan,

parapihak didesak. Setelah pihak terkait mempertimbangkan metode yang

akan digunakan, mereka kemudian harus berpartisipasi dalam diskusi.

Apabila konsumen dan pemilik usaha telah siap untuk memilih

salah satu dari tiga cara yang tersedia untuk sengketa penggusuran

konsumen dari BPSK, majelis BPSK harus memberitahukan kepada

konsumen dan mengusirnya sesuai dengan pilihan yang tersedia. Apabila

salah satu pihak telah memilih cara konsiliasi atau mediasi tetapi proses

pengusiran mereka tidak berhasil atau gagal memenuhi harapan para

pihak mengenai sifat sengketa atau besarnya jumlah ganti rugi, maka

pihak tersebut harus diberi pilihan untuk memilih cara lain, seperti

arbitrasi dan mediasi, menurut majelis BPSK.

Sebagai alternatif, apabila telah dipilih cara mediasi dan proses

penyelesainnya tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan, maka

instansi terkait termasuk Majelis BPSK berwenang melanjutkan proses

tersebut melalui konsialisasi atau arbitrase. Langkah selanjutnya dalam

proses dapat dilakukan dengan menggunakan penyebut yang sama. Karena

BPSK adalah perusahaan yang menyediakan layanan terkait konsumen,

maka diwajibkan oleh undang-undang untuk mendapatkan informasinya

dari ruang lingkup peradilan; namun karena ketentuan dalam UUPK,


62

informasi tersebut tidak dapat diperoleh dari sistem peradilan yang lebih

luas, baik untuk data maupun untuk pidana.

“Keterkaitan BPSK dengan system peradilan umum dapat dilihat dari 3

hal, yaitu:”

a. Para pihak yang menentang keputusan BPSK dapat mengajukan

banding ke pengadilan negeri (UUPK § 56 ayat 2 jo. Kepmenperindag

§ 41 ayat 3 Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001, dan lebih

jika para pihak masih keberatan ). putusan Pengadilan Negeri dapat

diajukan kasasi ke Mahkamah Agung (Pasal 58(2) UUPK).

b. Apabila pengusaha menerima keputusan tersebut atau tidak menentang

keputusan BPSK, tetapi tidak mau memenuhi kewajibannya, BPSK

menyerahkan keputusan tersebut kepada penyidik yang wajib

melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. (Pasal 56). (4) UUPK Jo. Pasal 41 (6)

Kepmenperindag No.350/MPP/Kep/12/2001).

c. “Putusan BPSK menuntut adanya putusan eksekusi di pengadilan

negeri dimana konsumen dirugikan. Proses pemilihan arbiter

merupakan hasil dari seleksi konsumen dan seleksi arbiter pedagang,

serta seleksi arbiter. Arbiter ketiga dari Unsur Pemerintah akan

diseleksi dengan mengisi Formulir Seleksi Arbiter.”

d. Untuk memahami pasal sebagai jaksa, berikut ini dikutip pasal 41

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

No. 350/MPP/Kep/12/2001 sebagai berikut:


63

Ketua Panitia Sengketa Konsumen memberitahukan keputusan

Asosiasi secara tertulis ke alamat konsumen dan pengusaha yang

bersengketa paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah mengetahui

keputusan tersebut. (2) Konsumen dan pelaku usaha wajib

memberitahukan atau menolak keputusan BPSK dalam waktu paling lama

14 hari kerja setelah pemberitahuan keputusan BPSK. (4) Pelaku usaha

yang menyatakan menerima keputusan BPSK wajib melaksanakan

keputusan tersebut paling lambat 7 hari kerja setelah hari menyatakan

menerima keputusan BPSK. Melebihi angka 4 dianggap diterima.

Keputusan BPSK. (6) Dalam hal pedagang tidak memenuhi kewajibannya

sebagaimana dimaksud dalam ayat 5, BPSK memberikan penetapan

kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

“Pasal 21 SK Menperindag No.350/MPP/Kep/12/2001, alat-alat

bukti dalam penyelesaian sengketa konsumen yang digunakan pada

BPSK berupa”:

a. Barang dan/ atau jasa

b. Keterangan para pihak yang bersengketa

c. Keterangan saksi dan atau saksi ahli;

d. Surat dan atau dokumen; dan

e. Bukti-bukti lain yang mendukung.

Dalam kualifikasi gugatan konsumen sebagai penggugat harus

membuktikan unsur-unsur:
64

a. Adanya perbuatan melawan hukum.

b. Adanya kesalahan/kelalaian pelaku usaha/jasa pengiriman.

c. Adanya kerugian yang dialami konsumen.

d. Adanya hubungan klusul antara perbuatan melawan hukum dengan

kerugian yang dialami konsumen.

e. Adanya hubungan klausul antara perbuatan melawan hukum dengan

kerugian yang dialami konsumen ”

“Penyelesaian sengketa melalui pengadilan Dalam Pasal 48 UU No. 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen”

Disebutkan bahwa penyelesaian sengketa konsumen secara yuridis

berkaitan dengan ketentuan peradilan umum yang memperhatikan ketentuan Pasal

45 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Untuk penyelesaian sengketa antara perusahaan angkutan atau pengangkut,

Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) memberikan batas waktu

penyelesaian sengketa konsumen, yaitu H. Dua puluh satu (21) hari sidang di

Pengadilan Negeri. dan 30 (dua puluh tiga) hari untuk putusan Mahkamah Agung,

dengan penundaan selama 14 (empat belas) hari untuk kasasi yang diajukan di

pengadilan negeri dan kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung.

“Perjanjian tentang tindakan-tindakan tertentu untuk menjamin agar

kerugian tidak terulang kembali atau tidak terulang kembali oleh konsumen. Hal

itu dilakukan baik atas dasar asas pertentangan hukum maupun asas pertentangan

hukum menurut kehendak para pihak. Hingga saat ini, belum ada pengaduan

kerugian konsumen yang diajukan kepada operator di industri pengiriman melalui


65

Departemen Perlindungan Konsumen Kementerian Perindustrian dan

Perdagangan Indonesia, namun jika ada pengaduan, Badan Perlindungan

Konsumen dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan Perlindungan

disiapkan dengan memberikan teguran atau bentuk lain kepada pelaku usaha, hal

ini dilakukan untuk melindungi hak konsumen dan memberikan rasa aman kepada

konsumen yang ingin menggunakan jasa pengiriman barang.”

“ Penyelesaian sengketa melalui pengadilan mengacu pada ketentuan

tentang peradilan umum yang berlaku.Konsumen sebagai pengguna jasa

pengiriman barang. Dengan perkataan lain hak- hak konsumen rentan untuk

dilanggar.

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan mengacu pada inti dari

peradilan universal yang gigih. Konsumen sebagai pengguna jasa bar-delivery.

Dengan ungkapan lain, konsumen dibayar untuk merana.

Perlindungan hukum konsumen diatur dalam Undang-Undang No. 8

Tahun 1999, Tentang Perlindungan Konsumen, yang menjadi landasan hukum

perlindungan konsumen di Indonesia. Dasar yang digunakan dalam Undang-

undang Konsumen Buku III BW, Pada umumnya berdasarkan ketentuan Undang-

Undang Data, wakil konsumen yang mengalami kerugian karena suatu produk

atau barang yang cacat dapat memerintahkan perusahaan untuk menutup kerugian

tersebut secara diam-diam. . Selain itu, tuntutan dapat dituntut berdasarkan

terjadinya pelanggaran Hukum Data, yang didasarkan pada Pasal 1365 Hukum

Data.
66

Namun apabila konsumen mengalami masalah akibat cacat produk dan

berdasarkan bukti-bukti ditetapkan bahwa produk tersebut melanggar hukum,

terdapat kelemahan yang terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata di bidang

pendataan kesalahan, meskipun konsumen sebagai penggugat merasa kesulitan

untuk menegakkan ketentuan tersebut. Efektivitas penerapan prinsip tanggung

jawab pada produk lebih dari rata-rata.

Pola pikir yang berkembang di antara konsumen sudut pandang jasa

pengiriman dan hambatan tersebut di belakang. Ada dua faktor yang

menyebabkan asas itikad baik tidak bersyarat menjadi kurang efektif, antara lain:

1. Banyak konsumen yang kurang memperhatikan pembukaan kemasan; 2.

Banyak pemilik bisnis yang lebih kaya dari konsumen. Menurut tinjauan undang-

undang, ada beberapa ketentuan dalam Pasal 28 Perlindungan Konsumen yang

hanya merujuk pada beban pembuktian pada unsur kesalahan yang wajib dibayar

oleh pemilik usaha (jasa pengiriman), tanpa menyebutkan secara spesifik apa yang

harus dilakukan. dilakukan oleh konsumen.

Dalam UU Perlindungan Konsumen dasar hukum yang dipakai oleh

konsumen untuk mempertahankan haknya yaitu dengan menuntut ganti kerugian

atas dasar pasal 4 dan 5 mengenai hak dan kewajiban konsumen. Kemudian pada

pasal 6 sampai dengan pasal 13 mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha serta

perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. Sedangkan pasal yang khusus

mengenai tanggung jawab pelaku usaha/jasa pengiriman terdapat pada pasal 19,

23, 24, 25, 27 dan 28 UUPK. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti

rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat


67

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Pada

pasal 19 UU Perlindungan Konsumen menjelaskan tentang tanggung jawab jasa

pengiriman (pelaku usaha) yang merupakan tanggung jawab berdasarkan

kesalahan, sesuai dengan pasal 1365 KUHPerdata, hanya saja sepanjang pelaku

usaha benar-benar bersalah, dan memenuhi unsur-unsur dalam pasal tersebut.

Namun jika jasa pengiriman dapat membuktikan bahwa kesalahan bukan

pada pihakuya tetapi pada pihak konsumen, maka resiko di tanggung sendiri oleh

konsumen. Hal tersebut membebankan konsumen dalam hal pembuktian unsur

kesalahan, untuk mengatasi kesulitan tersebut maka dalam pertauran perlu untuk

turut mencantumkan pasal-pasal didalam UU Perlindungan Konsumen yang

mengatur tentang prinsip tanggung jawab langsung (strict liability) kepada para

pelaku usaha atau produsen. Prinsip tanggung jawab langsung (strict liability)

adalah prinsip tanggung jawab bahwa pelaku usaha harus bertanggung jawab atas

kerngian konsumen tanpa harus membuktikan ada tidaknya kesalahan pada

dirinya. Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab mutlak ini, maka setiap

konsumen yang merasa dirugikan akibat produk atau barang yang mengalami

kerusakan dapat menuntut kompensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau

tidak adanya unsur Kesalahan. Penerapan prinsip strict liability mungkin menjadi

salah satu bentuk penyelesaian masalah pertanggungjawaban yang dapat

mempercepat proses ganti rugi atas kerugian yang dialami konsumen.


68
69

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

1 Jasa Pengiriman Beranggung Jawab Untuk Mengganti Kerugian yang

Diderita Konsumen Akibat Keterlambatan Perusahaan Jasa Angkutan

Sesuai Ketentuan Pasal 468 KUHD dan Pasal 472 KUHD, khusus ganti

rugi dihitung menurut dengan nilai Barang Pada Saat Menerima

Barang.Namun demikian, terdapat beberapa pasal yang menunjukkan

bahwa penyelenggara jasa angkutan ekspres tidak diwajibkan untuk

menahan diri terhadap kerugian yang dialami pelanggan, seperti yang

diuraikan dalam pasal-pasal berikut: Pasal 468, Pasal 477, dan Pasal 522

Kitab Undang- Undang Hukum Dagang.

2 Penyelesaian yang dapat dilakukan oleh konsumen yang barang

kirimannya rusak, dapat menyelesaikan sengketa di jalur peradilan

(judicial) atau di luar pengadilan (extrajudicial). Tanggung jawab pemilik

kapal didasarkan pada kesalahan, menurut Pasal 1365 KUHPerdata:

“Setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada

orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menimbulkan

kerugian itu, mengganti kerugian itu”. pasal tersebut dengan jelas

menyatakan bahwa bentuk pertanggungjawaban atas perbuatan melawan

hukum yang merugikan orang lain adalah pembayaran ganti kerugian.

Kompromi yang dapat dilakukan oleh konsumen yang dirugikan akibat

pengalihannya, dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui jalur


70

peradilan (judicial) atau ekstrayudisial (extrajudicial). pemilik kapal

didasarkan pada kesalahan, menurut Pasal 1365 KUHPerdata: “Setiap

perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian terhadap orang

lain mengikat orang yang karena kesalahan yang menimbulkan kerugian

itu, terpaksa mengganti kerugian itu.” . Pasal tersebut dengan jelas

menyatakan bahwa bentuk pertanggungjawaban atas perbuatan melawan

hukum yang merugikan orang lain adalah pembayaran ganti kerugian.

4.2 SARAN

1 Berdasarkan temuan penelitian ini, tanggung jawab perusahaan

pengangkutan atau pengangkutan kepada konsumen harus dilaksanakan

dan dihormati secara bertanggung jawab sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999. Tidak ada kerugian bagi konsumen dan tanggung

jawab atas barang/atau jasa harus diganti rugi. untuk harga yang

sebenarnya dari barang-barang menurut undang-undang tertulis yang

dihasilkan dari perjanjian tertulis antara pedagang dan konsumen.

2 Dalam undang-undang pelindungan kosumen seharusnya mencantumkan

dan mengatur prinsip tamggung jawab langsung biar tidak membebankan

terhadap konsumen
71

JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN SKRIPSI

TAHUN AKADEMIK 2022-2023

Maret April Mei Juni Juli

No Kegiatan Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke- Minggu ke-

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan    

2 Studi Pustaka 

Menyusun Intrumen
3    
Penelitian

Melaskasankan
Penelitian Lapang
4       
Atau Penelusuran
Bahan Hukum

Analisa Data atau        


5         
Bahan Hukum

6 Penulisan Skripsi            

7 Ujian Skipsi 
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Dan Jurnal

Abdul Muhammad Kadir, 2018, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung, PT. Citra
Aditya Bakti.
Aris Agus Santoso Prio, 2022, hukum perlindungan konsumen, yogyakarta,
Pustaka Baru Press
Arrrasyid Nurazni, 2018, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Pengangkutan
Barng Penumpang Melalui Kapal Ferry Di Pt. Pelnas
https://kbbi.web.id/pertsnggung jawaban (16.38) 46 Kitab Undang-undang
Hukum perdata.
Fiqri Muhammad 2022 Tanggung Jawab Jasa Pengirimqan Barang ( JNE
Harapan Jaya Pekanbaru) Terhadap Barang Kiriman Konsumen,
Universitas Riu Pekanbaru
Janus Sidabalok, 2019, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Bandung. PT.
CitraAditya Bakti.
Moh Anwar, Perjanjian Pengangkutan Barang Pada PT. Kerta Gaya Pusaka
(KGP) DanAkibat Hukumnya Jika Terjadi Wanprestasi, Jurnal “Jendela
Hukum” Fakultas Hukum Unija, Volume I, Nomor 2, September 2014,
ISSN : 2355-9934.
Perdata, Buku Ketiga, Bab Ketiga, Pasal 1365
Anggraini Reni, Perjanjian Kerjasama Jasa Operator Yang Aman Dan Menjamin
Kepastian Hukum Di Bidang Transportasi, Jurnal “Media Hukum”,
Volume 22, Nomor 2, Desember 2018, ISSN : 2503-1023.
Khairandy Ridwan, 2019, Pokok-pokok Hukum Dagang Indonesia, Yogyakarta,
FH UIIPress.
Shidarta, 2021, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, PT. Grasindo.
Soerjono Soekanto, 2019, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas
Indonesia

Subekti, 2018, Aneka Perjanjian, Bandung, PT. Citra Aditya Bakri.

72
73

Terhadap Penumpang Angkutan Umum Darat, 2019.


Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, sinar grafik,
Jakarta, 2008.
Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,1995.
A. Abdurrahman, Kamus Ekonomi - perdagangan, Gramedia, 1986.
Shofie Yusuf, 2020, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Prenadamedia
Group.
Asikin Zainal , 2021, Hukum Dagang, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP)
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Undang-undang republik Indonesia nomer 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen (UUPK)
C. Internet
Online https://kbbi.web.id/tanggung jawab (12 Juni 2023)
https://kbbi.web.id/tanggung jawab (18 April 2023)

Anda mungkin juga menyukai