Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN

Bronkoskopi berasal dari Bahasa Yunani; Broncho yang artinya batang


tenggorokan, dan scopos yang artinya melihat. Bisa disimpulkan bronkoskopi
adalah suatu prosedur medis yang memberikan visualisasi trakeobronkial dengan
menempatkan instrumen optik ke dalam saluran nafas. Dilihat dari tindakannya,
Bronkoskopi ini merupakan tindakan diagnostik invasif. Awalnya Bronkoskopi
diindikasikan untuk membebaskan obstruksi jalan nafas dari aspirasi benda asing,
tapi pada perkembangan selanjutnya dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu
Karsinoma Bronkus atau kanker paru.
Bronskoskopi diperkenalkan pertama kali oleh Gustav Killian di tahun
1897, yang merupakan seorang otolaryngologist berkebnagsaan Jerman. Saat itu
masih menggunakan endoskopi kaku untuk mengeluarkan tulang babi dari
bronkus utama kanan (mainsterm bronchus). Kemudian dikembangkan oleh
Chevalier Jackson dan putranya. Bronkoskopi yang digunakan saat itu adalah
Bronkoskopi Kaku (Rigid Bronchoscope). Tahun 1964 Shigeto Ikeda
mengembangkan Bronkoskopi kaku menjadi Bronkoskopi Serat Optik Lentur atau
BSOL. Bronkoskopi ini disebut pula Flexible Bronchoscope. Dengan Flexible
Bronchoscope, operator lebih leluasa melihat kelainan bronkus untuk diagnosis
dan terapi seperti, pembersihan bronkial, sikatan, biopsi dan laser. Komplikasi dan
angka kematian pada pemakaian BSOL dilaporkan sangat rendah, masing-masing
sebesar 0,08 hingga 1,7 persen dan 0,01 hingga 0,1 persen.
Pemakaian BSOL relatif lebih aman dan mudah dilakukan pada penderita
sakit berat atau yang menggunakan ventilasi mekanik, selain itu baik untuk
menegakkan diagnosis kanker paru karena dapat melihat cabang bronkus generasi
delapan hingga 12
Untuk kasus kanker paru, tindakan Bronkoskopi dilakukan untuk mengetahui
perubahan pada bronkus akibat kanker paru, mengambil bahan untuk pemeriksaan
sitologi, memperhatikan perubahan pada permukaan tumor/mukosa sehingga
dapat memperkirakan jenis keganasannya, menilai keberhasilan terapi, dan

1
menentukan operabiliti kanker paru. Bahkan kini digunakan pula Bronkoskop
Autofluoresen dengan menggunakan sinar biru atau violet light dari ion Krypton
dalam membantu menegakkan diagnosis dini kanker paru.
Namun, tindakan Bronkoskopi ternyata tidak selalu berlangsung mulus. Ada
beberapa Komplikasi yang dapat terjadi karena tindakan ini. Komplikasi itu dapat
terjadi akibat obat-obat anestesi lokal, adanya spasme laring atau bronkus,
Hipoventilasi, Aritmia, Infark Miokard, Infeksi pascabronkoskopi, dan
Hipoksemia.
Selain untuk diagnostik, Bronkoskopi pada kasus kanker paru juga
digunakan untuk tindakan terapeutik dan evaluasi operasi. Contoh tindakan
terapeutik ini adalah pemasangan Stent Trakeobronkial Tindakan Bronkoskopi
dalam pasien kanker paru dilakukan untuk Bilasan Bronkus (membersihkan
bronkus dari sekret, daerah bekuan darah atau benda asing), Sikatan Bronkus
(pemeriksaan dalam bentuk sel untuk pemeriksaan patologi anatomi), Biopsi
Forsep, Aspirasi Jarum melalui Bronkus, Biopsi paru melalui Bronkus, Stent
Trakeobronkial dan terapi laser.
Makin banyaknya kasus-kasus dengan kedaruratan di bidang Respirasi,
seperti kasus-kasus SNBB (Saluran Nafas Bagian Bawah) yaitu Kanker Paru,
Tumor Paru/Mediastinum, Nodul Paru Soliter, penyakit Paru Interstisial, TB
Endobronkial yang menyebabkan perlunya segera untuk menegakkan diagnosis
maupun terapi.
Dengan menggunakan alat Bronkoskopi maka dapat melihat secara
langsung kelainan yang berada di saluran nafas bagian atas maupun bawah. Selain
untuk melihat kelainan-kelainan, dengan alat ini kita juga dapat melakukan
tindakan yang bersifat terapeutik terhadap beberapa penyakit seperti Corpus
alienum (pengeluaran benda asing), TB Paru, evakuasi akumulasi secret bronkus/
mucus plug ( bronchial toilet ), dan atau pada pemasangan pipa trakea.
Melihat dari segi fisik dan juga harga yang sangat mahal, maka perlu
sekali perhatian khusus dan ekstra hati-hati terhadap perawatan dan penyimpanan
dari alat Broskoskopi tersebut agar bisa digunakan dalam jangka waktu yang
lama. Serta kondisi alat tetap optimal, sehingga akan diperoleh hasil pemeriksaan

2
yang akurat. Mengingat tindakan Bronkoskopi merupakan salah satu pemeriksaan
atau tindakan yang invasif serta memiliki banyak penyulit atau komplikasi, karena
itu dalam persiapan pemeriksaan Bronkoskopi saluran Nafas perlu dipersiapkan
alat yang optimal, obat-obatan yang diperlukan dan harus dipersiapkan informed
concent yang baik bagi pasien/keluarganya, dan hal ini merupakan tugas dan
tanggung jawab dari perawat Bronkoskopi selaku perawat mahir tingkat dasar
dibidang Bronkoskopi. Agar perawat Bronkoskopi dapat melaksanakan tugas dan
peran serta fungsinya dengan baik, maka diperlukan suatu program pelatihan dan
pendidikan khusus secara berkelanjutan mengenai Bronkoskopi yang ditujukan
kepada perawat sehingga akhirnya mampu memberikan pelayanan Asuhan
Keperawatan sebelum dan sesudah tindakan FOB.
Untuk mewujudkan pelayanan yang optimal pada Klien dengan tindakan
FOB maka kami dipercaya oleh RSUD Bangil untuk mengikuti Pendidikan dan
Pelatihan Bronkoskopi di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang selama 3 bulan.

3
BAB 2
TINJAUAN ANATOMI FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

A. PENGERTIAN RESPIRASI
Pengertian pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari
pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida hingga penggunaan energi
di dalam tubuh. Menusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara
bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan.

Gambar 1. Anatomi Respirasi


Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :
Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara
darah dan udara.
Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran
darah ke sel-sel tubuh.
Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara
dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu :
1. Respirasi / Pernapasan Dada
 Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut
 Tulang rusuk terangkat ke atas

4
 Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada
kecil sehingga udara masuk ke dalam badan.
2. Respirasi / Pernapasan Perut
 Otot difragma pada perut mengalami kontraksi
 Diafragma datar
 Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara
pada dada mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam
keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun
menjadi berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kalilipat. Ketika
oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin akan mengikat oksigen yang
banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil tekanan udara.
Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa
bernapas terjadi pelepasan energi.
Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas:
1. Hidung
2. Faring
3. Laring
4. Trakea
5. Bronkus
6. Bronkiolus
7. Alveolus
8. Paru-paru (Pulmo)

B. Alat – alat pernapasan pada manusia


1. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar
minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).
Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat
saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang

5
berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga
terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi
menghangatkan udara yang masuk.Di sebelah belakang rongga hidung
terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae.

Gambar 2. Proses inspirasi - expirasi


Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput
lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga
hidung.

2. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian
depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran
pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka.
Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan,
bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan
gangguan kesehatan.

6
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar
masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring
juga menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan.

3. Batang Tenggorokan (Trakea)


Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di
leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan
kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga
bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk
ke saluran pernapasan.
Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di
dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang
tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-
cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung
bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru
(alveolus).

4. Pangkal Tenggorokan (laring)


Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring
berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang
rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian
pangkal laring.
Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis
pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran
suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga
sebagai tempat keluar masuknya udara.
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk
jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok
(epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal
tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal

7
tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari
paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.

Normal Laryngeal edema TVC (true vocal chord)Polyp


Gambar 3. Larink dilihat dari visualisasi bronchosopi

5. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)


Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu
bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama
dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan
pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari
lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi
bronkiolus.
Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus
sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus
bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus
primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder),
sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkus. Cabang-
cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru atau
alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-
kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam
darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang
masuk dan keluar paru-paru.

6. Paru-paru (Pulmo)

8
Gambar 4. Anatomi Paru-paru,lapisan paru dan otot pernafasan

Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping


dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma
yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo
dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang
terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis,
disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-
paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi
rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar
(pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan
elastik, dan pembuluh darah.
Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih
bersilia dan dibagian ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus
bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabang-cabang lagi menjadi
bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris.Pada dinding
duktus alveolaris mangandung gelembung-gelembung yang disebut
alveolus

9
Gambar 5. Pembuluh darah paru dan alveoli

Kapasitas Paru-Paru
Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan
pernapasan biasa disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume udara
pernapasan pada orang dewasa lebih kurang 500 ml. Volume udara tidal
orang dewasa pada pernapasan biasa kira-kira 500 ml. ketika menarik
napas dalam-dalam maka volume udara yang dapat kita tarik mencapai
1500 ml. Udara ini dinamakan udara komplementer. Ketika kita menarik
napas sekuat-kuatnya, volume udara yang dapat diembuskan juga sekitar
1500 ml. Udara ini dinamakan udara suplementer. Meskipun telah
mengeluarkan napas sekuat-kuatnya, tetapi masih ada sisa udara dalam
paru-paru yang volumenya kira-kira 1500 mL. Udara sisa ini dinamakan
udara residu. Jadi, Kapasitas paru-paru total = kapasitas vital + volume
residu =4500 ml/wanita dan 5500 ml/pria.
Pertukaran Gas dalam Alveolus
Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang
kita hirup pada waktu kita bernapas. Pada waktu bernapas udara masuk
melalui saluran pernapasan dan akhirnyan masuk ke dalam alveolus.
Oksigen yang terdapat dalam alveolus berdifusi menembus dinding sel
alveolus. Akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat oleh
hemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi oksihemoglobin.
Selanjutnya diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh.

10
Oksigennya dilepaskan ke dalam sel-sel tubuh sehingga oksihemoglobin
kembali menjadi hemoglobin. Karbondioksida yang dihasilkan dari
pernapasan diangkut oleh darah melalui pembuluh darah yang akhirnya
sampai pada alveolus Dari alveolus karbon dioksida dikeluarkan melalui
saluran pernapasan pada waktu kita mengeluarkan napas.
Dengan demikian dalam alveolus terjadi pertukaran gas yaitu oksigen
masuk dan karnbondioksida keluar.
Proses Pernafasan
Proses pernapasan meliputi dua proses, yaitu menarik napas atau
inspirasi serta mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu menarik napas,
otot diafragma berkontraksi, dari posisi melengkung ke atas menjadi lurus.
Bersamaan dengan itu, otot-otot tulang rusuk pun berkontraksi. Akibat
dari berkontraksinya kedua jenis otot tersebut adalah mengembangnya
rongga dada sehingga tekanan dalam rongga dada berkurang dan udara
masuk. Saat mengeluarkan napas, otot diafragma dan otot-otot tulang
rusuk melemas. Akibatnya, rongga dada mengecil dan tekanan udara di
dalam paru-paru naik sehingga udara keluar. Jadi, udara mengalir dari
tempat yang bertekanan besar ke tempat yang bertekanan lebih kecil.

C. Mekanisme Pernafasan Manusia.


Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:
1. Pernafasan dada
Pada pernafasan dada otot yang berperan penting adalah otot antar
tulang rusuk. Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot
tulang rusuk luar yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk
dan tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan
tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar
berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada
bertanbah besar. Bertambah besarnya akan menybabkan tekanan dalam
rongga dada lebih kecil dari pada tekanan rongga dada luar. Karena
tekanan uada kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir

11
dari luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut proses
’inspirasi’
Sedangkan pada proses ekspirasi terjadi apabila kontraksi dari otot
dalam, tulang rusuk kembali ke posisi semula dan menyebabkan tekanan
udara didalam tubuh meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru tertekan
dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke luar tubuh, proses ini
disebut ’ekspirasi’.

2. Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma
dan otot dinding rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi
diafragma akan mendatar. Hal itu menyebabkan volume rongga dada
bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan
tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara
mengalir masuk ke paru- paru (inspirasi).
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam
keadaan tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh
susunan saraf otonom.
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat
dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam.
Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam
alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah
pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh.
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar
tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan
masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka
udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara
(inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan

12
dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.

3. Volume Udara Pernafasan


Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai
4500 cc. Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan
manusia.
Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam
proses bernapas mencapai 3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara
yang tidak dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian paru-paru
sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital adalah jumlah udara
maksimun yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya
secara maksimum.
Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau
menghirup dan menghembuskan udara dalam bernapas hanya
menggunakan sekitar 500 cc volume udara pernapasan (kapasitas tidal = ±
500 cc). Kapasitas tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk pare-paru
pada pernapasan normal. Dalam keadaan luar biasa, inspirasi maupun
ekspirasi dalam menggunakan sekitar 1500 cc udara pernapasan
(expiratory reserve volume = inspiratory reserve volume = 1500 cc). Lihat
skema udara pernapasan berikut ini.
4. Skema udara pernapasan
Udara cadangan inspirasi1500
Udara pernapasan biasa
500
kapasitas total Udara cadangan ekspirasi kapasitas
udara 1500 vital paru
Udara sisa (residu)
1000

13
Dengan demikian, udara yang digunakan dalam proses pernapasan memiliki
volume antara 500 cc hingga sekitar 3500 cc.
Dari 500 cc udara inspirasi/ekspirasi biasa, hanya sekitar 350 cc udara
yang mencapai alveolus, sedangkan sisanya mengisi saluran pernapasan.
Volume udara pernapasan dapat diukur dengan suatu alat yang disebut
spirometer.
Besarnya volume udara pernapasan tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain ukuran alat pernapasan, kemampuan dan
kebiasaan bernapas, serta kondisi kesehatan.

5. Gas-gas dalam Udara Pernapasan


Persentase gas utama pernapasan dalam udara yang keluar masuk paru-paru :
Gas Udara luar Udara di Udara yang keluar
sebelum masuk alveoli (%) dari paru-paru
paru-paru (%) (%)
Nitrogen (N2) 79,01 80,7 79,6
Oksigen (O2) 20,95 13,8 16,4
Karbon dioksida 0,04 5,5 4,0
(CO2)

Pertukaran udara berlangsung di dalam avelous dan pembuluh


darah yang mengelilinginya. Gas oksigen dan karbon dioksida akan
berdifusi melalui sel-sel yang menyusun dinding avelous dan kapiler
darah. Udara aveolus mengandung zat oksigen yang lebih tinggi dan
karbon dioksida lebih rendah dari pada gas di dalam darah pembuluh
kapiler. Oleh karena itu molekul cenderung berpindah dari konsentrasi
yang lebih tinggi ke rendah, maka oksigen berdifusi dari udara aveolus ke
dalam darah, dan karbon dioksida akan berdifusi dari pembuluh darah ke
avelous. Pengangkutan CO₂ oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 cara
yaitu : (1) Karbondioksida larut dalam plasma dan membentuk asam
karbonat dengan enzim anhydrase. (2) Karbondioksida terikat pada

14
hemoglobin dalam bentuk karbomino hemoglobin (3) Karbondioksida
terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO₂) melalui proses berantai
pertukaran klorida.
6. Pertukaran O2 Dan CO2 Dalam Pernafasan
Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung
pada kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis
pekerjaan, ukuran tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan yang
dimakan.
Pekerja-pekerja berat termasuk atlit lebih banyak membutuhkan
oksigen dibanding pekerja ringan. Demikian juga seseorang yang memiliki
ukuran tubuh lebih besar dengan sendirinya membutuhkan oksigen lebih
banyak. Selanjutnya, seseorang yang memiliki kebiasaan memakan lebih
banyak daging akan membutuhkan lebih banyak oksigen daripada seorang
vegetarian.
Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen
sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut
berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa
kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi
berkurang atau karena sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah
berkurang.
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler
darah yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen
diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk
diangkut ke sel-sel jaringan tubuh.
Hemoglobin yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit ini
tersusun oleh senyawa hemin atau hematin yang mengandung unsur besi
dan globin yang berupa protein.

15
Gambar 6. Proses pertukaran O2 dan CO2

Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihat-


kan menurut persamaan reaksi bolak-balik berikut ini :
Hb4 + O2 4 Hb O2 (oksihemoglobin) berwarna merah jernih
Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P
O2), perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses
difusi oksigen ke dalam arteri demikian juga difusi CO2 dari arteri
dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam udara inspirasi.
Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm
Hg, sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mm Hg. Tekanan
oksigen di lingkungan lebih tinggi dari pada tekanan oksigen dalam
alveolus paru-paru dan arteri yang hanya 104 mm Hg. Oleh karena itu
oksigen dapat masuk ke paru-paru secara difusi.
Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang
tekanan O2 nya 104 mm; menuju ke jantung. Dari jantung O2 mengalir
lewat arteri sistemik yang tekanan O2 nya 104 mm hg menuju ke jaringan
tubuh yang tekanan O2 nya 0 - 40 mm hg. Di jaringan, O 2 ini akan
dipergunakan. Dari jaringan CO2 akan mengalir lewat vena sistemik ke
jantung. Tekanan CO2 di jaringan di atas 45 mm hg, lebih tinggi
dibandingkan vena sistemik yang hanya 45 mm Hg. Dari jantung, CO2
mengalir lewat arteri pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm

16
hg. Dari arteri pulmonalis CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke
udara bebas.
Berapa minimal darah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen pada jaringan? Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen
100 mm Hg dapat mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya
40 mm Hg maka hanya ada sekitar 12 cc oksigen yang bertahan dalam
darah vena. Dengan demikian kemampuan hemoglobin untuk mengikat
oksigen adalah 7 cc per 100 mm3 darah.

7. Energi Dan Pernafasan


Energi yang dihasilkan oleh proses pernapasan akan digunakan
untuk membentuk molekul berenergi, yaitu ATP (Adenosin Tri Phospate).
Selanjutnya,molekul ATP akan disimpan dalam sel dan merupakan
sumber energy utama untuk aktivitas tubuh. ATP berasal dari perombakan
senyawa organik seperti karbohidrat, protein dan lemak. Gula (glukosa)
dari pemecahan karbohidrat dalam tubuh diubah terlebih dahulu menjadi
senyawa fosfat yang dikatalisis oleh bantuan enzim glukokinase.
Selanjutnya senyawa fosfat diubah menjadi asam piruvat dan akhirnya
dibebaskan dalam bentuk H₂O dan CO₂ sebagai hasil samping oksidasi
tersebut. Proses respirasi sel dari bahan glukosa secara garis besar,
meliputi tiga tahapan, yaitu proses glikosis, siklus Krebs, dan transfer
elektron.
Pada pekerja berat atau para atlit yang beraktivitas tinggi,
pembentukan energy dapat dilakukan secara anaerobic. Hal ini disebabkan
bila tubuh kekurangan suplai oksigen maka akan terjadi proses
perombakan asam piruvat menjadi asam laktat yang akan membentuk 2
mol ATP.

8. Frekuensi Pernafasan
Jumlah udara yang keluar masuk ke paru-paru setiap kali bernapas
disebut sebagai frekuensi pernapasan. Pada umumnya,frekuensi

17
pernapasan manusia setiap menitnya sebanyak 15-18 kali. Cepat atau
lambatnya frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya :
 Usia. Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin rendah
frekuensi pernapasannya.Hal ini berhubungan dengan energy yang
dibutuhkan.
 Jenis kelamin. Pada umumnya pria memiliki frekuensi pernapasan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.Kebutuhan akan oksigen serta
produksi karbondioksida pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita.
 Suhu tubuh. Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka aka semakin
cepat frekuensi pernapasannya, hal ini berhubungan dengan penigkatan
proses metabolism yang terjadi dalam tubuh.
 Posisi atau kedudukan tubuh. Frekuensi pernapasan ketika sedang
duduk akan berbeda dibandingkan dengan ketika sedang berjongkok atatu
berdiri.Hal ini berhubungan erat dengan energy yang dibutuhkan oleh
organ tubuh sebagai tumpuan berat tubuh.
 Aktivitas. Seseorang yang aktivitas fisiknya tingi seperti olahragawan
akan membutuhkan lebih banyak energi daripada orang yang diamatau
santai, oleh karena itu, frekuensi pernapasan orang tersebut juga lebih
tinggi. Gerakan dan frekuensi pernapasan diatur oleh pusat pernapasan
yang terdapat di otak. Selain itu, frekuensi pernapasan distimulus oleh
konsentrasi karbondioksida (CO₂) dalam darah.

9. Gangguan Pada Sistem Respirasi


Sistem pernapasan manusia yang terdiri atas beberapa organ
dapat mengalami gangguan. Gangguan ini biasanya berupa kelainan
atau penyakit. Penyakit atau kelainan yang menyerang sistem
pernapasan ini dapat menyebabkannya proses pernapasan. Berikut
adalah beberapa contoh gangguan pada system pernapasan manusia.
Emfisema, merupakan penyakit pada paru-paru. Paru-paru mengalami
pembengkakan karena pembuluh darah nya kemasukan udara.

18
Asma, merupakan kelainan penyumbatan saluran pernapasan yang
disebabkan oleh alergi, seperti debu,bulu, ataupun rambut. Kelainan
ini dapat diturunkan.Kelainan ini juga dapat kambuh jika suhu
lingkungan.
Tuberkulosis (TBC), merupakan penyakit paru-paru yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut menimbulkan bintil-
bintil pada dinding alveolus. Jika penyakit ini menyerang dan dibiarkan
semakin luas,dapat menyebabkan sel-sel paru-paru mati. Akibatnya
paru-paru akan kuncup atau mengecil. Hal tersebut menyebabkan
para penderita TBC napasnya sering terengah-engah.
Infuenza (flu), merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
infuenza. Penyakit ini timbul dengan gejala bersin-bersin, demam, dan
pilek.
Kanker paru-paru. Penyakit ini merupakan salah satu paling
berbahaya. Sel-sel kanker pada paru-paru terus tumbuh tidak
terkendali. Penyakit ini lama-kelamaan dapat menyerang seluruh
tubuh. Salah satu pemicu kanker paru-paru adalah kebiasaan
merokok. Merokok dapat memicu terjadinya kanker paru-paru dan
kerusakan paru-paru.
Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran
pernapasan dan jaringan paru-paru. Misalnya, sel mukosa membesar
(disebut hipertrofi) dan kelenjar mukus bertambah banyak (disebut
hiperplasia). Dapat pula terjadi radang ringan, penyempitan saluran
pernapasan akibat bertambahnya sel sel dan penumpikan lendir, dan
kerusakan alveoli. Perubahan anatomi saluran pernapasan menyebabkan
fungsi paru-paru terganggu.

19
Gambar 7. Diagram representasi dari pohon bronchial

White Light

CT Scan

20
Gambar 8. Carina dengan “Right and Left Main Bronchus”

Gambar 9. “Right Upper Lobe”

21
Gambar 10. “Right Middle and Lower Lobe”

Gambar 11. “ Right Lower lobe”

22
Gambar 12. “Left Upper Lobe”

Gambar 13. “Basiller segment of left lower lobe”

23
BAB 3
TINDAKAN BRONKOSKOPI

3.1 SEJARAH
Rigid bronchoscopy ditemukan tahun 1897 oleh Gustav killian.
Pada mulanya bronchoscopy digunakan hanya untuk operasi obstruksi
saluran napas oleh karena benda asing dan stenosis trakea oleh karena
difteri. Tahun 1950, bronchoscopy mulai digunakan untuk diagnosis
kanker paru. Kemudian dengan berkembangnya optik berupa fibers glass,
flexible fiberoptic bronchoscopy pertama kali digunakan tahun 1967 oleh
Shigeto Ikeda. Saat ini Flexible bronchoscopy banyak digunakan untuk
diagnosis kelainan paru. (Armst ernst,et all,2007)

Gambar 14 .Killian melakukan prosedur trakeoskopi

Gambar 15. Flexible Bronchoscopi

24
3.2 PENGERTIAN
Tindakan Bronkoskopi Serat Optik adalah tindakan invasif dengan
menggunakan alat bronkoskopi serat optic ke dalam percabangan bronkus untuk
keperluan diagnostic dan terapi.
TUJUAN :
 Menilai percabangan bronkus
 Mengambil bahan ( spesimen ) pemeriksaan untuk diagnosis
 Melakukan tindakan terapeutik
Secara terperinci indikasi pelaksanaan bronkoskopi mencakup :
a. Diagnosis untuk mengetahui :
 Penyakit atau keadaan paruyag belum jelas penyebab/situasi/lokasinya
 Penilaian percabangan bronchus (tracheobronchial tree)
 Pemeriksaan bilasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL)
 Pengambilan bahan/specimen di bronchus
 Bronkografi selektif
 Sumber perdarahan pada batuk darah
 Pneumotoraks paru yang tidak mengembang
 Kelainan foto toraks yang belum jelas penyebabnya perlu melakukan
biopsi sikatan dan bilasan bronkus pada tempat yang selektif
b. Terapeutik
 Pengeluaran benda asing
 Pemasangan pipa trakea
 Evakuasi akumulasi sekret bronkus/ mucus plug (bronchial toilet)
 Penanganan batuk darah masif
 Terapi kanker dengan laser ( NAD-YAG, KTP )
 Pemasangan tracheobronchial stent
 Abces paru
c. Perioperatif
- Menentukan diagnosis prabedah
- Melihat keadaan saluran napas selama dan setelah tindakan bedah

25
KONTRA INDIKASI TINDAKAN BRONKOSKOPI
a. Kontra Indikasi Absolut antara lain :
Pada dasarnya tidak ada, sangat tergantung keterampilan operator dan
teknik yang digunakan
b. Kontra Indikasi Relatif antara lain :
 Gangguan fungsi paru/ jantung berat
 Keadaan umum yang menurun baik karena demam atau penyebab
lainnya
 Hipoksemia berat
 Pasien tidak kooperatif
PERSIAPAN
1. Bahan dan alat
 1 set peralatan bronkoskopi dengan “light source” berfungsi dengan baik
 Sumber oksigen dengan aparatusnya tersedia dengan baik
 Unit penyedot/ Suction berfungsi baik
 Lampu kepala
 Aparatus instilasi lidokain
 Oksimeter dan 1 set tensimeter
 Sulfas atropin ( SA) 0,25 mg (2 ampul )
 Diazepam 5 mg/ Midazolam HCL 5 mg
 Spuit 10cc/5cc/3cc = 4/2/1 buah
 Kain penutup mata penderita, Mouth piece
 Kasa dan cidezyme yang diencerkan (untuk mencuci bronkoskopi)
 Cairan NACL 0,9 %
 1 Set kedaruratan (Adrenalin deksametason, sulfas atropin (SA),
bikarbonat, bronkodilator) dan alat-alat infus/ iv (venocath, cairan infus
dan ditambah semprit), aksesoris bronkoskopi , fiksasi bahan.
 Formulir status bronkoskopi dan Fomulir tindakan bronkoskopi

26
2. Pasien
 Persetujuan tindakan bronkoskopi dari penderita yang diketahuai
keluarga terdekat dengan saksi petugas medis, setelah pasien diberi
penjelasan tentang tindakan dan tujuan pemeriksaan serta komplikasinya
 Perlu adanya pemeriksaan sebagai berikut :
 Faal paru ( VC minimal 1000 ml )
 EKG tak ada kelainan
 Faal hemostasis normal
 Tes lidokain
 Codein 20 mg yang diminum 12 jam dan 6 jam sebelum tindakan FOB
 Foto toraks PA dan lateral terbaru,CT scan toraks bila ada
 Puasa sekurang-kurangya 4-6 jam sebelum tindakan FOB
TEKNIK BRONKOSKOPI
 Trans oral
 Trans nasal
 Via Rigid bronchoscopy/ Endotracheal Tube
PROSEDUR TINDAKAN
Sebelum tindakan bronkoskopi dilakukan, penderita harus dijelaskan
prosedur tindakan dan bila penderita tersebut dirawat sebaiknya telah dilakukan di
bangsal rawat. Pada penderita rawat jalan prosedur tindakan dijelaskan pada saat
akan dilakukan prosedur bronkoskopi. Jelaskan pada penderita bahwa tindakan
bronkoskopi “relatif aman” ( bila perlu dijelaskan segala risiko tindakan
bronkoskopi mulai dan prosedur anestesi, bronkoskopi, tindakan seperti biopsi)
dan idealnya penderita diperlihatkan video pemeriksaan bronkoskopi terlebih
dahulu bila ada fasiliti peralatan tersebut, hal tersebut dimaksudkan supaya
penderita kooperatif dalam pemeriksaan.
Lakukanlah anamnesa apakah penderita sebelumnya pernah dilakukan
pemeriksaan bronkoskopi, riwayat penyakit penderita dan periksa apakah telah
dilakukan pemeriksaan jantung (EKG), darah, analisa gas darah atau pemeriksaan
lain. Tindakan tersebut dilakukan dengan maksud untuk mengantisipasi bila
terjadi komplikasi dan risiko selama tindakan bronkoskopi. Bila penderita

27
ménggunakan kaca mata, ikat pinggang, kalung, atau gigi palsu sebaiknya
dilepaskan terlebih dahulu untuk kenyamanan penderita.(Alijanpour,2007)
Langkah-Langkah pelaksanaan
 Pasien dipersiapkan di ruang pemeriksaan dengan memeriksa tanda
tanda vital, status paru dan jantung
 Premedikasi dengan Sulfas Atropine ( 0,25 mg ) 2 ampul Intramuskuler 15
menit sebelum anestesi dan diazepam 5-10 mg atau Midazolam 0,07-0,67
mg/kgBB. Dosis tergantung umur dan kondisi pasien.
 Anestesi lokal dengan kumur-kumur menggunakan lidokain 2 %
Sebanyak 5 ml selama 5 menit dalam posisi duduk
 Anestesi lokal lanjutan didaerah laring dan faring serta pita suara
dengan bantuan kaca laring menggunakan xylocain spray (5-7 semprot )
dilanjutkan dengan instilasi lidokain 2 % sebanyak 5ml kedalam trakea
melalui pita suara
 Pasien siap diperiksa dalam posisi telentang dengan kepala ekstensi
maksimal (posisi duduk bila tidak bisa telentang) dengan operator berdiri
di belakang kepala pasien
 Oksimeter ditempelkan pada jari telunjuk pasien,kanul hidung di
pasang dan oksigen di berikan sebesar 3-4 ltr / menit dan kedua mata
ditutup dengan kain penutup untuk mencegah terkena larutan lidokain/
pembilasan
 Dipasang manset tekanan darah
 Mouth piece diletakan di antara gigi atas dan bawah untuk mencegah
tergigitnya bronkoskop (jika bronkoskopi melalui mulut)
 Bila telah sampai pita suara dan pasien terbatuk selama melakukan
tindakan, dapat diberi instilasi lidokain 1-2 ml melalui bronkoskopi (dosis
maksimal lidocain 400mg)
 Nilai keadaan pita suara,trakea dan karina,bronkus kanan dan kiri
beserta cabang cabangnya sampai bronkus subsegmen
 Dilakukan pengambilan specimen dengan cara ( aspirasi secret, bilasan/
washing, sikatan/brushing, biopsy, TBNA )

28
 Membuat laporan bronkoskopi
3.3 TINDAKAN BRONKOSKOPI YANG LAZIM DILAKUKAN
3.2.1. Bilasan Bronkus ( Bronchial Washing )
a. Definisi
Tindakan membilas daerah bronkus dan cabang cabangnya dengan
bantuan bronkoskop (terutama daerah yang dijumpai terdapat
kelainan).
b. Tujuan
- Mengambil spesimen /bahan untuk dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi dan patologi anatomi
- Membersihkan bronkus dari sekret, darah atau bekuan darah
c. Indikasi
 Diagnostik : Pada penyakit paru infeksi,non infeksi (misalnya
penyakit paru kerja ) dan keganasan
 Terapi : Evakuasi bahan yang teraspirasi/terinhalasi
 Pasca bedah : Membersihkan sisa sisa darah dan bekuan
bekuan darah selama terjadi tindakan operasi.
d. Prosedur Tindakan
 Sama seperti melakukan tindakan bronkoskopy
 Setelah bronkoskopi berada pada daerah bronkus yang
dicurigai
sesuai dengan tujuan pemeriksaan dibilas dengan
memasukan cairan nacl 0.9% hangat sebanyak 5 ml yang
kemudian segera di sedot,ditampung didalam wadah
penampung kusus yang di pasang pada alat broncoscopy.
Tindakan tersebut dapat diulang sampai dirasa cukup bersih
atau di dapat bahan pemeriksaan.
3.2.2. Sikatan Bronkus ( Bronchial Brushing )
a. Definisi
Tindakan menyikat daerah bronkus yang dicurigai terdapat
kelainan.

29
b. Tujuan
Mengambil spesimen /bahan untuk dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi dan patologi anatomi
Tindakan ini pada kasus dengan keganasan dapat menegakkan
diagnosa 50-90 % dengan sensitivitas 65 % dan spesifisitas 98 %
c. Indikasi
 Kelainan di daerah trakeo bronkial berupa jaringan infiltrative
yang dicurigai keganasan
 Curiga TB endobronkial
 Penyakit inpeksi peru saluran napas bawah
d. Prosedur Tindakan
 Sama seperti tindakan pada bronkoskopi
 Setelah bronkoskopi berada pada daerah bronkus yang di
inginkan dan di curigai terdapat kelainan alat sikat yang di
kehendaki di masukkan melalui manuver channel bronkoskopi,
kemudian dilakukan sikatan beberapa kali sampai dirasakan
cukup.
 Setelah selesai melakukan sikatan, alat sikat ditarik kedalam
inflan sampai ujung sikat masuk dalam plastik pembungkus
dan di keluarkan melalui kanal bronkoskopi. Setelah berada di
luar sikat dikeluarkan dari ujung pembungkusnya sepanjang =
5 cm kemudian sikatan di jentik jentikkan pada gelas objek dan
dibuat sediaan hapusan.
 Sediaan hapusan untuk pemeriksaan sitologi di rendam dalam
wadah berisi alkohol 96% dan dikirim ke laboratorium patologi
anotomi
 Evaluasi lokasi yang dilakukan sikatan,apakah ada masalah
atau pendarahan.
 Setelah yakin tidak ada masalah lagi, Bronkoskopi dapat di
keluarkan
.

30
3.2.3. Biopsi Forcep
a. Definisi
Tindakan biopsi dengan menggunakan alat biopsi forcep melalui
bronkoskop
b. Tujuan
Mengambil spesimen dari mukosa dan jaringan trakeo bronkial
untuk pemeriksaan histologi
c. Prosedur Tindakan
 Sama seperti prosedur pada bronkoskopi
 Setelah bronkoskop pada daerah bronkus yang
dinginkan/dicurigai terdapat kelainan, ujung bronkoskop di
tempatkan = 4 cm di daerah tersebut
 Kemudian alat biopsi forcep dimasukan melalui manuver
channel/ kanal perasat sampai terlihat keluar dari ujung
bronkoskop.Asisten diintruksikan untuk membuka forcep lalu
forcep di dorong sampai terbenam di masa/ jaringan,kemudian
asisten di intruksikan untuk menutup forcep sambil melihat
apa yang di dapat ( sedapat mungkin jangan mengambil
daerah nekrotik )
 Setelah selesai melakukan biopsi,forcep bersama material
yang didapat ditarik keluar dari bronkoskop
 Bahan/material yang didapat di rendam dalam wadah formalin
40% dan di kirim ke laboratorium patologi anatomi
bronkocoscop dilanjutkan untuk di evakuasi,bila ada
pendarahan harus segera diatasi dan setelah yakin tidak ada
masalah lagi, bronkoskop dapat di keluarkan

31
3.2.4. TBNA (TRANSBRONCHIAL NEDLLE ASPIRATION)
a. Definisi
TBNA adalah tehnik pengambilan sampel dengan menggunakan
jarum melalui bronkoskop

b. Tujuan
Mengambil spesimen /bahan untuk dilakukan pemeriksaan sitologi
dan histology
c. Indikasi
Kecurigaan adanya keganasan paru, keganasan mediastinum, dan
adanya pembesaran kelenjar oleh karena metastase.
d. Prosedur Tindakan
 Sama seperti prosedur tindakan pada bronkoskopi
 Setelah bronkoskopi berada pada daerah bronkus yang di
inginkan dan di curigai terdapat kelainan alat jarum yang di
kehendaki di masukkan melalui manuver channel bronkoskopi,
kemudian dilakukan tusukan beberapa kali sampai dirasakan
cukup.
 Ukuran jarum yang digunakan sesuai dengan kepentingan
diagnosis. Jarum ukuran 22 G, 21 G, 20 G hasil spesimen yang
didapatkan untuk pemeriksaan sitologi. Sedangkan jarum 19 G
untuk pemeriksaan histologi.
 Setelah selesai melakukan tusukan, alat jarum dibiarkan
sejenak tenggelam didalam jaringan sambil dilakukan aspirasi
menggunakan spuit 10 cc.
 Specimen yang ada di dalam spuit 10 cc di semprotkan ke
objek glass sebagai bahan pemeriksan.
 Selanjutnya jarum ditarik kedalam inflan sampai ujung jarum
masuk dalam plastik pembungkus dan di keluarkan melalui
kanal bronkoskopi.

32
 Sediaan hapusan untuk pemeriksaan di rendam dalam wadah
berisi alkohol 95% dan dikirim ke laboratorium patologi
anotomi
 Evaluasi lokasi yang dilakukan tusukan, apakah ada masalah
atau pendarahan.
 Setelah yakin tidak ada masalah lagi, Bronkoskopi dapat di
keluarkan.
3.2.5. Pengambilan Benda Asing
a. Definisi
Pengambilan/pengeluaran benda asing dalam saluran napas yang
bertujuan membebaskan jalan napas.
b. Persiapan Tindakan
 Bahan dan alat sama dengan bronkoskopi
 Pasien
Bila mungkin puasa selama 4-6 jam
Tindakan foto toraks PA lateral terbaru
Laboratorium hemostasis,AGDA dan elektrolit
Konsultasi anastesi
Konsultasi kardiologi atas indikasi
 Ruang tindakan
Dilaksanakan pada ruangan bedah bila memungkinkan
c. Prosedur Tindakan
 Tahap awal seperti prosedur tindakan bronkoskopi
 Lihat benda asing yang terdapat pada lumen bronkus
 Penggunaan alat di sesuaikan dengan jenis benda asing yang
akan dikeluarkan. Belum ada standar baku untuk ukuran yang
akan digunakan
 Grasping Forsep untuk mengeluarkan pipih tipis inorganik
seperti pin, baut, mur, klips atau organik keras misal tulang
 Basket untuk mengeluarkan berukuran besar dan bulky

33
 Magnet untuk benda yang terbuat dari logam yang kecil,
jarum, klip
 Jangan mendorong benda asing sehingga masuk lebih ke
distal.
 Setelah selesai mengambil benda asing, forcep dan benda
asing yang didapat, ditarik keluar dari bronkoskop
3.3. PERAWATAN PENDERITA POST BRONKOSKOPI
 Observasi gejala cardio, tekanan darah/ nadi, apakah ada tanda-tanda
aritmia, bradikardi, takikardi, serta tanda-tanda lain seperti pusing,
mual, muntah, keringat dingin dan adanya bronkospasme, catat semua
tanda tersebut pada lembar observasi di ruang tindakan paru, dan
selanjutnya dilaksanakan di ruang penderita dirawat.
 Bagi penderita yang dirawat jalan apabila tidak terdapat kelainan
tersebut di atas, maka penderita diperbolehkan pulang dengan catatan:
bila timbul keluhan-keluhan diharapkan penderita di bawa kembali
atau langsung di bawa ke IGD.
 Observasi pernafasan dan perdarahan
 Bila terjadi sesak nafas, diberikan oksigen 3 liter per menit atau dengan
masker oksigen 6 liter per menit, pemberian bisa ditambah sesuai
petunjuk dokter. Sebaiknya kalau penderita merasa ingin batuk jangan
ditahan, agar sisa-sisa perdarahan keluar semua, dan tidur penderita
dengan possisi trendelenberg/ miring ke posisi yang mengalami
perdarahan.
 Penderita puasa minimal 2 jam sesudah tindakan bronkoskopi dengan
tujuan agar sisa-sisa efek obat anestesi hilang dan fungsi menelan
kembali normal.

34
1.4 KOMPLIKASI BRONKOSKOPI
Keamanan pada pelaksanaan prosedur ini dapat membawa operator
mengabaikan hal yang membawa kedalam kesalahan-kesalahan
pelaksanaan, yang secara tiba tiba ditemukan dan mungkin terjadi.
Diharapkan sikap yang hati-hati dan cermat dalam menghadapi segala
kemungkinan walaupun prosedur pelaksanan relatif aman. Survei yang
dilaksanakan pada pelaksanan selama ini dapat diabaikan jumlah
mortalitas dalam kasus ini. Salah satu survei melaporkan kematian
bersekitar 0,01 % dari 48000 prosedur yang dilaksanakan. Pada pusat
pelakasanann dilaporkan kematian terjadi akibat reaksi tropical anasthetic,
pendaraham masif dan pendarahan yang berasal dari tumor, myocardial
infark, tidak boleh diabaikan kronik respirasi insufiensi seperti pneumonia
dan sakit jantung yang menyertai akan menjadi faktor penyebab kematian.
Penyebab kematian dari kardiovascular biasanya disebabkan
Myocardial infark atau kegagalan ventrikel kanan.hal lain yang juga
pernah dilaporkan akibat timbulnya aspirasi pneumonia.
Pneumothorax juga sering ditemukam dalam pelaksanaan kasus
ini,terutama pelaksanaan trans bronkial bekisar 5,5 % 3387
prosedur,Walaupun jarum aspirasi melalui intercostal.
Jika seluruh prosedur telah dilaksanakan dan terjadi pendarahan
masif dan menimbulkan aspiksia yang diakibatkan tertutupnya lumen jalan
napas. Dengan intubasi buta harus segera dilaksanakan segera pada
broncus paru sebelah yang normal sesegera mungkin.
1.5. PERAWATAN ALAT BRONKOSKOPI
Yang harus diperhatikan dari perawatan alat bronkoskopi adalah setiap
selesai skop dikeluarkan dari klien, segera bersihkan permukaan
bronkoskopi dengan kasa steril yang di basahi dengan Detergent Enzimatik
( Cidezyme ) yang sudah diencerkan dengan air steril atau detergent yang
tidak bersipat korosif dan tekan penuh kedua piston air/water dan suction
feeding sehingga air yang dikeluarkan dari nozle dan penginapan dalam
kondisi normal.

35
A. Pembersihan dan Desinfeksi Fiberskop
Mencuci skop secara manual kalau dilakukannya sesuai
prosedur, maka hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Fiberskop
mempunyai saluran di dalamnya dan semua saluran dapat dibilas dengan
desinfektan dan air pembilas selama prosedur dekontaminasi.
1. Persiapan alat untuk mencuci skop secara manual
 Sumber air yang mengalir
 Kain / kasa steril
 Irrigator set atau injection tube/Spuit 50 cc
 Bak untuk merendam skop
 Bahan desinfektan yang tidak korosip (Cidezyme,Cidex OPA dll)
2. Proses Pre Cleaning alat Bronkoskopi
 Peganglah fiberskop dengan erat dan mantap, keringkan tube
insersi dengan kain/kasa basah enzymatic.
 Bersihkan bagian dalam Fiberskop dengan suction cairan
detergent enzymatik melalui kanal biopsi sampai bersih
 Rendam Fiberskop ke dalam larutan detergent enzimatik sambil
dibersihkan dengan kain halus untuk bagian luar dan dengan
sikat khusus pada bagian dalam selama 5 – 10 menit.
3. Hight Level Desinfection (HLD)
 Lakukan proses pre cleaning sampai selesai
 Letakkan Fiberskop dalam bak yang telah diisi larutan HLD
sekitar 5 – 10 menit
 Semprotkan larutan HLD dengan spuit 50 cc melalui saluran
suction dan valve biopsi sampai salurannya terendam cairan
desinfektan
 Angkat skop dan bilas dengan aquabidest irigasi yang
mengalir
 Setelah itu keringkan Fiberskop dengan kain/kasa steril dan
saluran valve biopsi di suction dengan mesin suction sampai
kering

36
 Simpan Fiberskop dalam lemari kaca tertutup yang dilengkapi
dengan lampu ultraviolet/ lampu sterilisasi ruangan (bila
memungkinkan)
B. Pemeliharaan Fiberskop
1. Periksa pandang
Semua aparatus harus diperiksa sesering mungkin dan sebaiknya
setiap kali akan digunakan.
2. Pemeriksaan terhadap system optis
 Dengan menggunakan kain kasa steril yang dibasahi kapas
alcohol 70%, bersihkan permukaan lensa, jangan menggunakan
alat pembersih yang kasar karena dapat merusak lapisan lensa.
Hubungkan alat dengan sumber cahaya dan nyalakan dengan
menggunakan videoskop, hubungkan dengan video prosessor
dan nyalakan.
 Periksa apakah gambarnya jelas atau tidak, dengan
menggunakan suatu benda yang diletakkan kira-kira 15 mm dari
ujung alat.
 Dengan serat optic/Fiberskop, catatlah jumlah fiber/serat yang
rusak/bintik hitam pada gambar, peningkatan mendadak jumlah
bintik hitam, ini menunjukkan alat tersebut rusak.
3. Pemeriksaan Umum
Periksalah keluarnya cahaya dari ujung Fiberskop untuk memastikan
berfungsinya penuntun cahaya. Semua kotoran harus dibersihkan
secara visual dengan kapas alcohol 70 %, dan bagian lain peralatan
harus diperiksa secara visual, apakah ada tanda-tanda kerusakan atau
keausan.
a. Lakukan tes fungsi kebocoran setiap akan dilakukan
perendaman.
b. Bila tidak ada kebocoran, lakukan perendaman, kalau ada
kebocoran pada Fiberskop, maka air akan masuk ke fiberskop
C. Penyimpanan Fiberskop

37
1. Fiberskop harus dikeringkan dengan cermat sebelum disimpan.
2. Tempat penyimpanan harus bersih, kering, dan suhu ruangan diatur
antara 22 derajat Celsius dengan kelembaban tidak melebihi 50 %.
3. Fiberskop harus disimpan dengan pipa insersi selurus mungkin,
idealnya Fiberskop di gantung pada lemari/tempat yang didesain
khusus.
4. Jika alat tersebut harus digulung sebelum disimpan, pipa insersi
jangan digulung melebihi keadaan di dalam kotak.
5. Alas sandaran untuk menyimpan Fiberskop harus dari bahan yang
mudah dibersihkan, jangan yang kasar atau berbulu.

38
BAB 4
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
- Untuk mencapai hasil yang baik perlu kerjasama yang baik antar tim
Bronkoskopi, klien serta petugas lain.
- Pemeliharaan alat merupakan salah satu hal yang penting agar
setiap saat alat tersebut langsung dapat dipakai serta dapat
digunakan dalam jangka waktu lama.
- Anggota tim Bronkoskopi harus terlebih dahulu mendapat
pendidikan dan pelatihan yang baik.

4.2. Saran
1. Petugas Bronkoskopi.
Untuk menghindari infeksi nosokomial, tim Bronkoskopi harus
melindungi diri antara lain :
o Memakai perlindungan standar yaitu masker, scort, sepatu khusus
dan sarung tangan sekali pakai.
o Toilet klien dan petugas harus sendiri-sendiri.
2. Untuk klien.
 Untuk menghindari terjadinya penularan bagi klien dengan TB
Paru dan mempercepat penyembuhan klien, disarankan untuk :
 Tidak meludah sembarangan, ada tempat tampungan yang
tertutup
 Pasien memakai masker.
 Klien hendaknya menaati prosedur pelaksanaan FOB mulai pre,
intra maupun post
3. Untuk alat.

39
Untuk menghindari terjadinya kerusakan dan infeksi nosokomial
disarankan :
a. Melaksanakan Desinfeksi alat sesuai dengan protap yang ada
meskipun situasi dan kondisi pasien cukup banyak
b. Dalam menyiapkan alat harus betul-betul bersih dan kering.
Pelatihan yang ada selama ini sudah cukup baik tapi alangkah baiknya
jika dikembangkan sistemnya, dimana ada waktu tersendiri untuk
pembelajaran teori oleh tim dokter dan perawat Bronkoskopi sehingga
diharapkan hasil yang dicapai oleh peserta pendidikan dan pelatihan benar-benar
optimal.
Materi yang diberikan hendaknya didokumentasikan dan diberikan kepada
peserta pelatihan bronkoskopi sehingga dapat digunakan sebagai evaluasi dan sebagai
pengingat dan pembelajaran selanjutnya.

4.3. Rencana Tindak Lanjut


Dengan berakhirnya pelatihan FOB selama 3 bulan ini, penulis
mengharapkan dapat terlaksana rencana tindak lanjut di RSUD Karsa Husada
Batul, antara lain:
1. Pengembangan Tindakan bronkoskopi menjadi salah satu ‘produk’
unggulan RSUD Karsa Husada Batu, menjadikan RSUD Karsa Husada
Batu sebagai RS rujukan untuk Tindakan bronkoskopi bagi RS sekitar kota
Batu dan Malang melalui promkes internal dan eksternal RS.
2. Pelaksanaan Tindakan bronkoskopi lebih diaktifkan lagi sebagai salah satu
penegakan diagnosa maupun terapi. Karena penentuan diagnosa bisa lebih
akurat dan pemberian terapi bisa tepat sasaran dengan dilakukannya
tindakan bronkoskopi.
3. Melengkapi ruang OK paru sesuai standart/ SOP.
4. Membuat alur yang jelas mengenai pemeriksaan spesimen baik
mikrobiologi maupun sitologi dari dan ke dalam RS/ luar RS.
5. Mengganti alat bronkoskopi lama dengan yang baru karena yang lama
sudah ada yang rusak.

40
6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan operator maupun asisten
(update skill dan knowledge) secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA

Gunardi Santoso, Anatomi Sistem Pernafasan, Edisi pertama,


Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007

Ethel Sloane, Anatomi dan Fisiologi untuk pemula, Edisi pertama,


Jakarta : EGC ; 2004

Sherwood Lauralee, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi ke-6


Jakarta : EGC ; 2011

William F.Ganong, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi ke-22,


Jakarta : EGC ; 2008

Cameron John R, Grant Roderick M, Skofronick James G, Fisika Tubuh Manusia,


Edisi kedua,
Jakarta : CV Sagung Seto; 2006

Lynda Juall Carpenito, Diagnosa Keperawatan dan Makalah Kolaboratif,


Jakarta : EGC ; 1999

Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi ke-3,
Jakarta : EGC ; 1999

Tucker Martin dkk, Standar Perawatan Pasien, alih bahasa Yasmin Aih dkk
Volume 4, Edisi V,
Jakarta : EGC ; 1999

41
Alsagaff, Hood, dkk, Pengantar Ilmu Penyakit Paru,
Surabaya : Airlangga University Press, 1993
Potter & Perry, Buku Ajar Fundamental Keperawatan “Proses dan Praktik, Edisi
ke-4
Jakarta : EGC ; 2005

Uzanx WSD.2012, About Bronkoskopi,


http/uzanxwsdcit.blogspot.com/2012/01/about bronkoskopi

Prosedur Tetap IRNA I, SMF Paru, SOP Spirometri dan Tindakan Bronkoskopi,
RSUD Dr.Saiful Anwar, Malang 2012

42
43

Anda mungkin juga menyukai