Anda di halaman 1dari 5

Yang menjadi pendidik di zaman Khulafaur Rasyidin antara lain adalah Abdullah ibn Umar,

Abdu Hurairah , Ibnu Abas, Siti Aisyah , Anas bin Malik, Zaid Ibn Tsabit, Abu Dzar al-Ghifari
dan para ulama. Dari penjelasan tersebut dapat terlihat bahwa masih adanya peranan beberapa
sahabat dan para ulama. Tetapi ada yang berbeda dari pendidik pada masa Utsman ini.
Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan
meninggalkan Madinah di masa Khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar di daerah-
daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan
di daerah-daerah.
Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa ini diserahkan pada umat itu sendiri, artinya
pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan
tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhaan Allah. Jadi pada masa Khalifah ini guru-guru
atau pendidik mengajar tidak mengharapkan imbalan melainkan keikhlasan dan juga kualifikasi
kemampuan. Berbeda sekali dengan zaman sekarang yang terkadang sebagian guru lebih
mementingkan upah daripada kualitas dirinya. Selain itu adanya kesadaran dari pada guru untuk
mengamalkan dan mengajarkan ilmunya meskipun tidak adanya tuntutan dari pemerintah.
Dari dimensi sosial budaya,

pengetahuan berkembang dengan baik. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan erat
kaitannya dengan perluasan wilayah Islam.
Dengan adanya perluasan wilayah, maka banyak para sahabat yang mendatangi wilayah tersebut
dengan tujuan mengajarkan agama Islam.Selain itu, adanya pertukaran pemikiran antara
penduduk asli dengan para sahabat juga menjadikan ilmu pengetahuan berkembang dengan
baik. Terobosan yang dilakukan Khalifah Utsman ini membuat pendidik dapat memperluas
wilayah mengajar mereka tidak hanya di Mekkah dan Madinah saja, ada beberapa tenaga
pendidik diantaranya :
a. Para Khalifah itu sendiri
b. Para sahabat besar, antara lain :
1) Abdullah bin Umar
2) Abu Hurairah
3) Abdullah bin Abbas
4) Aisyah
5) Anas bin Malik
6) Zaid bin Tsabit
7) Abdullah bin Mas’ud
Berarti menurut pendapat kelompok kami peran para sahabat besar pun turut memeperkuat
pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin tersebut.

1. PESERTA DIDIK
1) Orang dewasa dan atau orang tua yang baru masuk Islam.
2) Anak – anak, baik orang tuanya telah lama memeluk Islam ataupun yang baru memeluk
Islam.
3) Orang dewasa dan atau orang tua yang telah lama memeluk Islam.
4) Orang yang mengkhususkan dirinya menuntut ilmu agama secara luas dan mendalam.[6]
Para muallaf juga dapat atau berhak mendapat pendidikan karena selain mereka masih baru
dalam beragama Islam mereka juga tentu masih memerlukan bimbingan dari para guru. Terlihat
pula baik mereka yang sudah lama dan paham akan agama Islam ataupun baru dan belum paham
akan agama Islam berhak mendapat pendidikan dan dapat dipahami bahwa menuntut ilmu itu
hendaknya sepanjang hayat, tidak hanya hingga kita sudah menguasai ilmu atau sudah lulus dari
lembaga pendidikan tersebut. Karena seyogyanya hidup adalah belajar. Tanpa belajar tanpa
mencari tahu, tanpa ilmu kita akan buta. Jika dalam hadits disebutkan bahwa “Tuntutlah ilmu
dari buaian sampai ke liang lahat. Maka dari itu batas kita untuk tidak belajar adalah akhir hayat
kita.
Terobosan yang dilakukan Khalifah Utsman ini mempermudah peserta didik yang berada diluar
Madinah untuk menuntut ilmu, juga memperluas wilayah penyebaran Islam. Sehingga mereka
yang jauh dari kota Madinah dan Mekkah tidak harus jauh-jauh pergi ke kota Madinah dan
Mekkah.
Ada pendapat lain Peserta didik yaitu :
Khalifah Utsman bin Affan sudah merasa cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan, namun
begitu ada satu usaha yang cemerlang yang telah terjadi di masa ini yang disumbangkan untuk
umat Islam, dan sangat berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam, yaitu untuk
mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Qur’an[7].
Pengkodifikasi al-Quran pada masa khalifah Utsman dilakukan karena terjadi perbedaan
pendapat tentang bacaan al-Quran (qiraat al-Quran), yang menimbulkan percekcokan antara
guru dan muridnya.
Panitia pengkodifikasian al-Quran yang dibentuk oleh khalifah Utsman bin Affan ini pertama-
tama melakukan pengecekan ulang dengan meneliti mushaf yang sudah disimpan di rumah
Hafsah dan membandingkannya dengan mushaf-mushaf yang lain. Ketika itu terdapat empat
mushaf al-Quran yang merupakan catatan pribadi.
Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ali bin Abi Thalib, terdiri atas 111 surah. Surah pertama
adalah surah al-Baqarah dan surah terakhir adalah surah al-Muawidzatain.
Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ubay bin Ka’ab, terdiri atas 105 surah. Surah pertama adalah
al-Fatihah dan surah terakhir adalah surah an-Nas.Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ibn
Mas’ud, terdiri atas 108 surah. Surah yang pertama adalah al-Baqarah dan yang terakhir adalah
surah Qulhuwallahu Ahad.
Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ibn Abbas, terdiri atas 114 surah. Surah pertama adalah surah
Iqra dan yang terakhir adalah Surah an-Nas.
Tugas tim adalah menyalin mushaf al-Quran yang disimpan dirumah Hafsah dan
menyeragamkan qiraat atau bacaanya mengikuti dialek Quraisy. Kemudian setelah berhasil, Zaid
bin Tsabit mengembalikannya kepada Hafsah. Kemudian salinan itu dikirim juga ke Makkah,
Madinah, Bashrah, Kuffah, dan Syiria serta salah satunya disimpan oleh, Utsman bin Affan yang
kemudian disebut mushaf al-imam. Sedangkan mushaf yang lain, diperintahkan untuk dibakar.
Terlepas dari perbedaan pendapat, dengan adanya mushaf utsmani ini telah berhasil
mengeluarkan masyarakat muslim dari kemelut, yang diakibatkan dari perbedaan bacaan al-
Quran (qiraat).
Mata pelajaran yang di berikan disesuaikan dengan kebutuhan terdidik dengan urutan
mendahulukan pengetahuan yang sangat mendesak/penting untuk dijadikan pedoman dan
pegangan hidup beragama.
Ada 3 fase dalam pendidikan dan pengajarannya:
1. Fase pembinaan; dimaksudkan untuk memberikan kesempatan agar terdidik memperoleh
kemantapan iman.
2. Fase pendidikan: ditekankan pada ilmu- ilmu praktis dengan maksud agar mereka dapat
segera mengamalkan ajaran dan tuntunan agama dengan sebaik- baiknya dalam
kehidupan sehari- hari.
3. Fase pelajaran: ada pelajaran –pelajaran lain yang diberikan untuk penunjang pemahaman
terhadap Al-Quran dan Hadits, seperti bahasa Arab dengan tata bahasanya, menulis,
membaca,syair dan peribahasa.[9]
Pembagian fase diatas berdasarkan penggolongan peserta didik yang terbagi empat diatas. Dapat
dipahami dari fase-fase diatas bahwa sejak dulu telah ada tahap-tahap pendidikan sesuai dengan
masanya. Dimana cara membina murid yang baru mengenal Islam, baru menjajaki Islam berbeda
dengan murid yang sudah mengenal Islam dan sudah paham tentang Islam. Karena segala
sesuatunya memang membutuhkan proses jadi sejak dulu telah ada dasar bahwa cara untuk
belajar juga tidak sekali belajar langsung pintar tetapi butuh tahapan. Ibarat ingin berada diatas
tangga, kita tidak akan bisa sampai langsung diatas tangga, kita perlu menaiki setahap demi
setahap tangga itu.
2. Metode Pembelajaran dan Lembaga Pendidikan
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah
dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat
pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat memilih tempat yang mereka
inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Akhirnya sahabat Huzaifah bin Yaman mengusulkan kepada Utsman untuk menyeragamkan
bacaan. Utsman pun lalu membentuk panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit untuk menyalin
mushaf yang disimpan oleh Hafsah dan menyeragamkan bacaan Qur’an. Perluasan Mesjid
Haram dan Mesjid Nabawi sendiri dilakukan karena semakin bertambah banyaknya umat
muslim yang melaksanakan haji setiap tahunnya.
Pola pendidikan pada masa Utsman tidak jauh berbeda dengan pola pendidikan yang diterapkan
pada masa Umar. Hanya saja pada periode ini, para sahabat yang asalnya dilarang untuk keluar
dari kota madinah kecuali mendapatkan izin dari khalifah, mereka diperkenankan untuk keluar
dan menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Dengan kebijakan ini, maka orang yang
menuntut ilmu (para peserta didik) tidak merasa kesulitan untuk belajar ke Madinah[10]
Dari ke empat golongan terdidik tersebut, pelaksanaan pendidikan dan pengajaran tidak mungkin
dilakukan dengan cara menyamaratakan tetapi harus diadakan pengklasifikasian yang rapih dan
sistematis, disesuaikan dengan kemampuan dan kesanggupan dari peserta didiknya. Adapun
metode yang digunakan adalah:
1) Golongan pertama menggunakan metode ceramah, hafalan, dan latihan dengan
mengemukakan contoh – contoh dan peragaan.
2) Golongan kedua menggunakan metode hafalan dan latihan
3) Golongan ketiga menggunakan metode diskusi, ceramah, hafalan, tanya jawab
4) Golongan keempat menggunakan metode ceramah, hafalan Tanya jawab, dan diskusi
serta sedikit hafalan. Pendidikan dan pengajaran pada golongan ini lebih bersifat
pematangan (dan pendalaman
Pada masa Khulafaur Rasyidin pusat-pusat pendidikan bukan hanya terdapat di Mekkah dan
Madinah, melainkan juga sudah tersebar di berbagai daerah kekuasaan Islam lainnya. Adapun
lembaga-lembaga pendidikan yang digunakan masih sama dengan lembaga yang digunakan di
zaman Rasulullah Saw.yaitu masjid, Suffah, Kuttab, dan rumah.

Anda mungkin juga menyukai