Anda di halaman 1dari 16

Prinsip dan Mekanisme Manajemen Resiko Sistem Keuangan Islam

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Lembaga Keuangan Syariah”

Dosen pengampu :

Irma Yuliani, M.E.

Disusun oleh :

Achmad Fauzi Ahbab

Alfian Sholikul Huda

Ahmad Roby Rio

Amir Syarifudin Mufti 401220022

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur berkat Rahmat Allah SWT, yang telah
memudahkan kami menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Rosul terakhir yang diutus
dengan membawa keselamatan dalam kehidupan dunia akhirat. Makalah yang berjudul
“Prinsip dan Mekanisme Manajemen Resiko Sistem Keuangan Islam” ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah pengantar manajemen. Kami telah berusaha sebaik mungkin
sesuai dengan kemampuan yang ada agar makalah ini dapat tersusun sesuai harapan.

Sesuai dengan asal, manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang tak
luput dari kesalahan dan kekhilafan maka, dalam makalah yang kami buat ini belum
mencapai tahap kesempurnaan. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak
yang turut andil membantu dalam proses pembuatan dan penyelesaian makalah ini,
khususnya kepada Dosen yang bersangkutan yang telah memberikan tugas ini. Mudah
mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

Ponorogo, 05 April 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
A. Manajemen Resiko..........................................................................................................3
B. Macam-macam Resiko....................................................................................................5
C. Tujuan Manajemen Risiko............................................................................................11
BAB III.....................................................................................................................................12
PENUTUP................................................................................................................................12
A. Kesimpulan...................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem keuangan Islam telah berkembang pesat selama beberapa dekade


terakhir, menjadi salah satu sektor ekonomi terpenting di dunia. Hal ini
mencerminkan tidak hanya pertumbuhan populasi Muslim tetapi juga minat global
terhadap prinsip-prinsip keuangan Islam berdasarkan syariah. Keuangan syariah
mengusung nilai etika dan moral yang mendorong berkembangnya sistem keuangan
yang adil, transparan, dan berkelanjutan.

Saat mengoperasikan sistem keuangan Syariah, risiko merupakan aspek yang


sangat penting yang perlu dikelola secara efektif. Risiko dalam lingkungan keuangan
mencakup berbagai potensi gangguan atau kerugian yang dapat mempengaruhi
stabilitas dan keberlanjutan sistem keuangan syariah. Oleh karena itu, manajemen
risiko merupakan bagian integral dari menjaga kesehatan sistem keuangan Islam.

Prinsip-prinsip manajemen risiko dalam keuangan Islam mencakup komitmen


terhadap keadilan, transparansi, dan penghindaran aktivitas riba (bunga) dan
spekulasi. Prinsip ini memberikan landasan etika yang baik dalam pengelolaan risiko,
dibandingkan dengan pendekatan konvensional dalam pengelolaan risiko keuangan.

Selain itu, mekanisme manajemen risiko sistem keuangan Islam juga sangat
unik. Ini termasuk instrumen keuangan syariah, seperti Mudarabah (bagian untung
dan rugi), musharakah (kemitraan modal), wakalah (pengelolaan dana) dan takaful
(asuransi syariah). Ini adalah alat yang dirancang khusus untuk manajemen risiko
dalam kerangka Syariah.

Karena pesatnya pertumbuhan industri keuangan Islam dan pentingnya


manajemen risiko yang efektif untuk menjaga stabilitasnya, studi lebih lanjut tentang
prinsip dan mekanisme manajemen risiko dalam sistem keuangan Islam menjadi
sangat penting. Penelitian ini dapat membantu mengidentifikasi praktik terbaik,
mengatasi tantangan yang mungkin timbul, dan memastikan bahwa sistem keuangan

1
Islam tetap mematuhi prinsip etika Syariah. Hal ini juga dapat mendukung
perkembangan masa depan dan pertumbuhan berkelanjutan industri keuangan Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan manajemen resiko?


2. Apa saja jenis-jenis resiko dalam lembaga keuangan islam?
3. Apa tujuan manajemen resiko?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Manajemen Resiko

Istilah manajemen risiko berasal dari kata to Manage berarti control, dalam
bahasa Indonesia, dapat di artikan pengendalian, menangani, dan mengelola. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dapat di artikan sebagai penggunaan sumber
daya secara efektif.
Manajemen risiko adalah proses sistematis untuk mengidentifikasi,
menganalisis, mengevaluasi, dan mengendalikan risiko dalam suatu organisasi atau
perusahaan. Manajemen risiko ini juga merupakan suatu aplikasi dari manajemen
umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab akibat
dari ketidakpastian pada sebuah organisasi atau perusahaan. Dalam bisnis, manajemen
risiko sangat penting dilakukan untuk menghindari risiko-risiko yang dapat terjadi dan
membahayakan kelangsungan bisnis. Melakukan manajemen risiko dapat
meminimalisir bisnis dari dampak buruk yang terjadi akibat suatu peristiwa atau
keputusan tertentu. Proses manajemen risiko harus dilakukan dengan benar, dimulai
dari mengidentifikasi risiko hingga mengendalikan risiko.
Untuk menyadari risiko dalam keuangan Islam, penting untuk melihat neraca
LKI. Ambil contoh, beberapa ekonom Islam (seperti Iqbal dkk. 1998; Hassan 2009)
membedakan dua model bank syariah berdasarkan struktur asetnya. Pertama, model
dua tingkat yang menggantikan bunga dengan cara pembagian keuntungan pada sisi
kewajiban dan aset bank. Secara khusus, seluruh aset dalam model ini dibiayai dengan
cara pembiayaan bagi hasil, yaitu Mudarabah.
Model perbankan syariah ini juga akan bertindak sebagai perantara investasi.
Model perbankan syariah yang kedua adalah satu tingkat dengan berbagai alat
investasi. Model ini berkembang karena permasalahan praktis dan operasional yang
dihadapi bank syariah dalam menggunakan moda pembiayaan bagi hasil di sisi aset.
Selanjutnya, bank syariah menggunakan modus pembiayaan cost-plus
(Murabahah), Murabahah jangka panjang, bai-mujjal (harga penjualan berbeda),
Istisna, Salam (penjualan prabayar), Ijarah (sewa) dan Musharakah atau Mudarabah
pada sisi aset neraca bank syariah. Di sisi kewajiban, tabungan dan simpanan investasi
berbentuk rekening investasi bagi hasil. Pengembalian rekening investasi bagi hasil

3
bergantung pada negara dan baik pokok maupun pengembaliannya tidak dijamin.
Pemilik rekening investasi bagi hasil berpartisipasi dalam risiko dan berbagi
keuntungan dan kerugian bank Islam.
Dalam penerapan manajemen risiko dapat di bagi menjadi dua yaitu:
1. Mengidentifikasi risiko pembiayaan
a. Mengidentifikasi risiko pembiayaan yang melekat pada seluruh
produk dan aktivitasnya. Identifikasi risiko pembiayaan
merupakan hasil kajian terhadap karakteristik risiko
pembiayaan yang melekat pada aktivitasnya.
b. Pada kegiatan pembiayaan, penilaian risiko pembiayaan harus
memperhatikan kondisi atau situasi keuangan debitur dan
khususnya membayar kemampuan secara tepat waktu dan Serta
jaminan yang diberikan.
2. Mengukur risiko pembiayaan
a. Memiliki prosedur tertulis untuk melakukan pengukuran risiko
1) Untuk sentralisasi Exposure on balance sheet dan of balance
sheet yang mengandung risiko pembiayaan dari setiap debitur
atau per kelompok debitur dan counterparty tertentu yang
mengacu pada konsep Single Obligors
2) Penilaian perbedaan kategori tingkat risiko pembiayaan dengan
menggunakan kombinasi aspek kualitatif dan kuantitatif, serta
pemeliharaan kriteria tertentu
3) Distribusi hasil informasi pengukuran risiko secara lengkap
untuk tujuan pemantauan kriteria tertentu
b. Memiliki system pengukuran risiko pembiayaan dengan
mempertimbangkan
1) Karakteristik setiap jenis transaksi risiko pembiayaan,
kondisi keuangan tingkat interest
2) Jangka waktu pembiayaan dikaitkan dengan perubahan
potensi yang terjadi di pasar
3) Aspek jaminan, dan potensi terjadinya kegagalan
pembayaran

4
B. Macam-macam Resiko

1. Resiko Pasar
Risiko pasar didefinisikan sebagai “risiko kerugian” pada posisi “on-dan off-
balance sheet” yang timbul dari pergerakan harga pasar. Ada banyak kondisi pasar
yang mempengaruhi bank dan memaparkan mereka pada risiko pasar. Perubahan
harga ekuitas, suku bunga, nilai tukar mata uang asing, dan harga komoditas
menjadi kondisi utama. Neraca bank berisi aset, kewajiban, dan ekuitas yang
dibiayai. Setiap perubahan harga pada salah satu item akan mempengaruhi kondisi
keuangan bank. Misalnya, bank dengan mata uang aset dan kewajiban yang tidak
sesuai akan terkena risiko nilai tukar mata uang asing. Suku bunga variabel atas
aset dan suku bunga tetap atas liabilitas akan mengekspos bank terhadap risiko
suku bunga.
Hukum Islam (Shari'ah) melarang Riba (bunga); namun, peraturan tersebut
tidak melarang perolehan modal yang sah. Dalam perbankan Islam, bunga dan
risiko yang terkait dapat dianggap inklusif dalam penggunaan modal, dan tidak
bisa sepenuhnya bebas dari risiko. Perbankan Islam adalah suatu sistem
pertukaran yang didasarkan pada premis transfer yang adil antara kedua pihak,
yang didalamnya terdapat kesetaraan dalam pembagian risiko dan kepemilikan
yang jelas atas kepemilikan dan penanganan aset. Pembagian risiko ini
meningkatkan kebutuhan untuk menilai dan mengevaluasi eksposur yang
dilakukan kedua belah pihak. Misalnya, dalam kontrak Mudharabah, pemegang
rekening investasi membagi keuntungan dan juga menanggung risiko pasar serta
risiko kredit. Investor menyediakan modal dan oleh karena itu berhak untuk
membagi keuntungan, bukan menerima bunga. Investor juga berbagi eksposur
risiko dan potensi kerugian.
Resiko pasar dibagi menjadi dua subkategori yaitu:
a. Risiko Tidak Sistematis
Dengan memanfaatkan Murabahah atau Ijarah, bank syariah
dihadapkan pada risiko pasar komoditas tertentu. Karena bank Islam
membeli komoditas dan membawanya ke dalam kepemilikannya, setiap
perubahan harga akan mempengaruhi kemampuan mereka untuk
menjualnya kepada pihak ketiga. Selain itu, risiko yang sama juga berlaku
pada nilai jaminan. Karena bank syariah menjamin transaksi Murabahah

5
dan Ijarah, maka komoditas tersebut juga dianggap sebagai bagian dari
jaminan. Perubahan harga apa pun tidak akan mempengaruhi jumlah
hutang pada bank syariah, namun akan mengubah nilai jaminan. Dalam
kemitraan Mudarabah dan Musyarakah, bank syariah mengekspos dirinya
pada risiko yang spesifik pada bidang usaha tertentu. Misalnya, jika
kemitraan mudarabah didirikan untuk perusahaan yang bergerak di bidang
tekstil dan harga tekstil turun drastis, maka investasi bank syariah akan
terkena dampak negatif. Risiko seperti ini unik bagi bank syariah dan
harus dievaluasi secara menyeluruh.
b. Resiko yang sistematis
Dengan demikian, bank syariah tidak terkena risiko suku bunga secara
langsung. Risiko Tidak Sistematis Pemegang simpanan akun investasi
tidak dijanjikan pengembalian tetap. Namun, bank syariah menghadapi
risiko suku bunga dalam dua cara tidak langsung.
Pertama, setiap margin keuntungan yang ditambahkan pada transaksi
Murabahah dapat menggunakan suku bunga acuan. Tarif ini harus cukup
tinggi untuk memenuhi harapan pelanggan bagi hasil dan kerugian. Oleh
karena itu, suku bunga acuan akan mendekati suku bunga pasar. Setiap
kenaikan suku bunga acuan akan membuat bank Islam menghadapi risiko
penarikan karena fakta bahwa transaksi Murabahah memiliki jadwal
pembayaran tetap dan jumlah keuntungan tidak dapat diubah. Karena
meningkatnya jumlah kebangkrutan, selisih pinjaman yang kompetitif dan
kebijakan kredit yang disesuaikan dengan risiko telah menjadikan risiko
kredit sebagai jenis risiko yang penting bagi sebagian besar bank.
Pendorong utama dalam mengevaluasi risiko kredit adalah bobot risiko
yang ditentukan oleh badan eksternal atau internal bank.
Kedua, sebagian nasabah kredit bank syariah juga bekerja sama dengan
bank konvensional. Jika terjadi lonjakan suku bunga, perusahaan-
perusahaan tersebut akan lebih memilih melakukan pembayaran ke bank
konvensional karena tingginya biaya kenaikan bunga. Mereka bahkan
mungkin memilih untuk mengalihkan dana yang rencananya akan mereka
bayarkan untuk pembayaran Murabahah, untuk membayar utang mereka
ke bank konvensional. Fakta bahwa bank syariah tidak dapat mengenakan
denda atas keterlambatan pembayaran Murabahah membuat bank syariah

6
menghadapi risiko keterlambatan pembayaran dan risiko tersebut
meningkat seiring dengan kenaikan harga pasar.
Bank Islam mungkin memiliki denominasi mata uang yang berbeda
untuk aset dan liabilitas, dan setiap perubahan harga mata uang membuat
bank Islam terkena risiko nilai tukar mata uang asing. Meskipun bank
konvensional mungkin menggunakan produk derivatif untuk melindungi
risiko tersebut, namun tidak ada produk keuangan yang tersedia untuk
bank syariah.
Instrumen keuangan bank syariah memerlukan keterlibatan pada sektor
usaha riil. Bank konvensional, sebaliknya, mungkin memilih untuk
menyimpan lebih banyak obligasi pemerintah dibandingkan kredit
komersial. Oleh karena itu, bank syariah akan lebih banyak terkena
perubahan makroekonomi dibandingkan bank konvensional.
2. Resiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko kerugian yang terkait dengan potensi kegagalan
pihak lain dalam memenuhi kewajiban membayar kredit ketika waktu jatuh
tempo. Risiko kredit dapat terjadi pada perusahaan keuangan, termasuk lembaga
keuangan syariah, ketika peminjam gagal membayar utangnya.
Bank terkena risiko kredit melalui gagal bayar. Setiap pihak dalam transaksi
kredit dapat membuat bank terkena risiko kredit. Nasabah yang mempunyai
perjanjian pinjaman dapat membuat bank terkena risiko kredit karena
kemungkinan ia tidak dapat memenuhi kewajibannya tepat waktu atau tidak sama
sekali. Dalam keadaan seperti ini, pokok dan pendapatan berada dalam risiko.
Sifat transaksi Murabahah dan Ijarah pada bank syariah menghadapkan
mereka pada risiko kredit yang sama dengan bank konvensional. Namun
kemitraan Mudarabah dan Musharakah memiliki risiko kredit yang unik. Dalam
kemitraan mudarabah, operasionalnya bergantung pada mitra pengelola. Bank
Islam dapat terkena risiko kredit dalam Mudarabah melalui penipuan, kesalahan,
kelalaian atau ketidakmampuan mitra pengelola.
Ada juga risiko kredit dari bisnis yang terlibat. Jika suatu usaha tidak dapat
menghasilkan keuntungan dan mulai merugi, maka bank syariah juga akan
mengalami kerugian. Jenis risiko kredit ini juga berlaku pada kemitraan
musyarakah.
3. Resiko Liquiditas

7
Risiko likuiditas bisa muncul karena melalui pinjaman maupun penjualan
asset. Risiko ini yang muncul dari kedua sumber kritis bagi bank syariah. Bank
memiliki kebutuhan likuiditas harian yang timbul dari aktivitas termasuk
penarikan, pembayaran cek, pembayaran peraturan, dan pembayaran kredit
merupakan tanggung jawab bank untuk melaksanakan kewajiban pembayaran ini
secara tepat waktu. Risiko kegagalan dalam melakukan hal tersebut adalah risiko
likuiditas. Bank mempunyai pilihan untuk meminjam di pasar uang untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek, namun pinjaman tersebut
memerlukan biaya yang mahal.
Bank Islam tidak dapat meminjam dari pasar uang yang beroperasi dengan
bunga. Bank sentral juga meminjamkan uang dengan bunga. Fakta bahwa tidak
ada lender of the last resort membuat bank syariah menghadapi risiko likuiditas
yang sangat besar. Faktanya, likuiditas adalah risiko paling penting yang dihadapi
bank syariah.
Transaksi Murabahah dan Ijarah telah menetapkan jadwal pembayarannya
mereka tidak bisa disebut demikian, seperti halnya kredit bank konvensional.
Transaksi Mudarabah dan Musyarakah hanya melakukan pembayaran jika
mendapat keuntungan, dan jumlah pokok dikumpulkan jika terjadi likuidasi.
Transaksi Istisna dan Salam memiliki struktur jatuh tempo yang sangat panjang,
dan pengumpulan pokok tidak mungkin dilakukan sebelum selesainya proyek atau
panen barang.
Bank konvensional menyimpan surat berharga pendapatan tetap dalam alat
likuid; likuiditas bank konvensional biasanya lebih tinggi dibandingkan bank
syariah. Karena bank syariah tidak dapat memperoleh keuntungan apa pun atas
aset likuid, trade-off antara keamanan dan profitabilitas jauh lebih tinggi bagi
bank syariah.
Prinsipnya, bank syariah seharusnya lebih likuid dibandingkan bank
konvensional. Dalam praktiknya, yang terjadi justru sebaliknya. Biaya likuiditas
berdampak langsung pada profitabilitas bank syariah dan preferensi mereka
adalah memiliki tingkat likuiditas yang lebih rendah. Fakta bahwa bank
konvensional menyimpan surat berharga jangka pendek sebagai likuiditas dan
memperoleh bunga darinya memberikan bantalan keamanan yang tidak tersedia
bagi bank Islam.
4. Risiko Oprasional

8
Risiko operasional, sebagaimana didefinisikan oleh Basel II, adalah risiko
kerugian yang diakibatkan oleh ketidakcukupan atau kegagalan proses internal,
manusia atau sistem, atau akibat kejadian eksternal. Dalam perbankan syariah,
kerugian yang timbul dari risiko operasional ditanggung sepenuhnya oleh lembaga
jika penipuan atau pelanggaran kontrak terbukti sepenuhnya. Namun, jika
kerugian tersebut mempunyai nilai yang signifikan, maka secara langsung atau
tidak langsung akan berdampak pada lembaga keuangan dan nasabahnya. Apalagi
kejadian bencana eksternal menimbulkan kerugian yang sangat besar dan perlu
diwaspadai.
Selain itu, operasional bank syariah tidak terstandarisasi. Bahkan penerapan
produk perbankan syariah mungkin berbeda antara satu bank dengan bank
lainnya. Banyak produk bank syariah memerlukan adaptasi terhadap peraturan
yang dirancang untuk sistem berbunga konvensional. Adaptasi ini dapat
menimbulkan komplikasi dan membuat bank syariah terkena risiko operasional.
Dewan Standar Akuntansi Internasional (IASB) tidak memasukkan standar
apa pun yang akan digunakan untuk bank Islam. Organisasi Akuntansi dan Audit
untuk IFI (AAOIFI) berupaya menyediakan standar untuk IFI. Namun, prinsip
akuntansi standar AAOIFI tidak diadopsi oleh sebagian besar badan pengatur
bank syariah di yurisdiksi mereka.
5. Risiko Hukum
Risiko hukum dalam lembaga keuangan Islam merujuk pada risiko yang
timbul dari ketidakpastian keadaan atau peristiwa hukum yang dapat
mempengaruhi lembaga keuangan tersebut. Risiko hukum pada lembaga
keuangan Islam dapat terjadi karena adanya kelemahan aspek yuridis, seperti
tuntutan hukum atau ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung.
Risiko hukum juga dapat terjadi pada lembaga keuangan Islam dalam hal
ketidakmampuan pihak lain untuk memenuhi kewajiban membayar kredit ketika
waktu jatuh tempo.
Risiko yang timbul akibat peraturan perundang-undangan disebut dengan
risiko hukum. Bank-bank Islam beroperasi dalam lingkungan keuangan yang
berbunga, dan perekonomian seperti itu menimbulkan banyak risiko bagi bank-
bank Islam. Secara khusus, jika peraturan yang dirancang untuk bank
konvensional tidak mencakup prosedur khusus untuk bank syariah, maka
komplikasi dapat timbul.

9
Beroperasi dalam lingkungan yang menghasilkan bunga dan bersaing dengan
bank konvensional membuat bank Islam menghadapi risiko hukum dalam
kaitannya dengan syariah. Dalam kondisi seperti ini, fasilitasi transaksi
Murabahah akan menjadi sulit dan penyertaan modal bank mungkin terbatas.
Situasi seperti ini juga membuat mustahil untuk melakukan Mudarabah atau
Musyarakah. Bank syariah mungkin mempunyai kelemahan dalam mengatasi
hambatan hukum, namun prosedur tersebut juga dapat membuat bank syariah
menghadapi risiko hukum.
6. Resiko Reputasi
Keberhasilan suatu bank atau lembaga keuangan Islam bergantung pada
keyakinan para pemangku kepentingan bahwa bisnis lembaga Islam mereka sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah. Hal ini merupakan salah satu faktor utama yang
mengintensifkan peran tata kelola yang baik untuk memastikan kepercayaan para
pemangku kepentingan tidak terganggu dan bisnis tumbuh sesuai harapan.
Risiko reputasi timbul dari ketidakpastian kepatuhan syariah. Risiko reputasi
juga dapat timbul dari persepsi keterkaitan suatu bank syariah dengan pembiayaan
yang melanggar hukum. Pasca peristiwa 11 September 2001, bank syariah
melakukan banyak investasi pada sistem kenali nasabah dan prosedur anti
pencucian uang untuk mengurangi risiko ini.
7. Resiko Terkait Sumber Daya Alam
Kurangnya sumber daya manusia yang terampil menjadi kekhawatiran yang
lebih besar bagi industri perbankan syariah. Pertumbuhan yang kuat dalam
keuangan Islam selama dekade terakhir dan penciptaan bank-bank Islam baru
berarti bahwa memiliki dan mempertahankan sumber daya manusia yang
berkualitas menjadi hal yang sangat penting. Menantang Risiko ini dapat
mengakibatkan diskontinuitas manajemen dan pada akhirnya merusak kelayakan
kredit suatu bank syariah.
8. Ruang Untuk Adaptasi
Dengan semakin berkembangnya globalisasi pasar keuangan, risiko yang
terkait dengan perbankan konvensional kemungkinan besar akan mempengaruhi
pasar perbankan syariah. Oleh karena itu, perbankan Islam tidak dapat dilihat
secara terpisah. Meskipun ada perbedaan besar antara bank syariah dan bank
konvensional, bank syariah harus menyesuaikan diri dengan standar perbankan
internasional dan menyediakan layanan perbankan melalui landasan perbankan

10
yang efisien dan aman. Meskipun terdapat banyak kekurangan pada perbankan
syariah, Bank of International Settlement (Basel) II & III memberikan ruang yang
cukup untuk adaptasi produk syariah.
Bank sentral dan badan pengatur harus bertanggung jawab untuk menerapkan
Basel II & III di yurisdiksinya. Pemahaman mereka tentang perbankan syariah dan
potensinya bagi perekonomian mereka akan menghasilkan kerjasama yang
dibutuhkan bank syariah untuk membangun sistem perbankan yang terstruktur
dengan baik dan stabil yang sangat berbeda dengan bank konvensional.

C. Tujuan Manajemen Risiko

Tujuan manajemen risiko adalah untuk meminimalkan kerugian perusahaan,


memberikan keamanan kerja, menjamin tercapainya tujuan, meningkatkan kinerja
perusahaan, mencegah perusahaan kolaps, mewujudkan visi misi perusahaan,
memberikan rasa aman, agar pendapatan perusahaan stabil dan mampu memberikan
kepuasan bagi pemilik dan pihak lain, menyediakan informasi mengenai risiko kepada
pihak regulator, meminimalkan kerugian dari berbagai risiko yang uncontrolled, dan
agar perusahaan tetap hidup dengan perkembangan yang berkesinambungan. Dalam
rangka mencapai tujuan tersebut, manajemen risiko perlu dilakukan dengan cara
identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko. Selain itu, manajemen
risiko juga perlu memperhatikan prinsip-prinsip dalam manajemen risiko, seperti
terintegrasi, terstruktur dan komprehensif, disesuaikan, inklusif, dinamis, informasi
terbaik yang tersedia, faktor manusia dan budaya, dan perbaikan berkelanjutan.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang
dapat di perkirakan maupun yang tidak dapat diperkirakan dan berdampak negatif
terhadap pendapatan dan permodalan bank. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari,
tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Penerapan manajemen risiko dalam perbankan
syariah tidak terlepas dari kehati-hatian sehingga lebih mudah untuk mengidentifikasi,
mencari, mengelola dan mengatasi agar dalam mengukur risiko yang di hadapi bank
syariah lebih mudah dan tidak terlepas dari prinsip-prinsip syariah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hassan, Abul, dan Sabur Mollah. “Risk Management in Islamic Financial Institutions.”
Dalam Islamic Finance, oleh Abul Hassan dan Sabur Mollah, 223–30. Cham:
Springer International Publishing, 2018. https://doi.org/10.1007/978-3-319-91295-
0_17.

Wahyuddin Abdullah, Muhammad. “Manajemen Risiko Di Perbankan Syariah | Milkiyah:


Jurnal Hukum Ekonomi Syariah,” 27 Agustus 2022.
https://jurnal.stainmajene.ac.id/index.php/milkiyah/article/view/230.

13

Anda mungkin juga menyukai