Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Kelainan Myopia

Di Susun Oleh :
Najwa azzahra riswanto (22103005)

Dosen Pembimbing :
Judi Antono, A.Md.RO., ST.

AKADEMI OPTOMETRI
YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “KELAINAN
MYOPIA” dapat kami selesaikan dengan baik. Tim penulis berharap makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang pelanggaran atau kesalahan
apa saja yang biasa terjadi dalam bahasa keseharian yang bisa kita pelajari salah satunya dari
karya makalah. Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT
karuniai kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni
melalui kajian pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada
kedua orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, dosen
pembimbing kami, Bapak Judi Antono, A,Md.RO., ST., dan juga kepada teman-teman
seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan materi
yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di
dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik
dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau
pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf.
Tim penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Yogyakarta , 11 Mei 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG......................................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................................6
C. TUJUAN PENULISAN...................................................................................................................6
D. MANFAAT..................................................................................................................................6
BAB II LANDASAN TEORI........................................................................................................................8
A. Anatomi Bola Mata....................................................................................................................8
B. Fisiologi Penglihatan Mata.........................................................................................................8
C. Myopia Menutut WHO..............................................................................................................9
D. Pengertian Myopia..................................................................................................................10
E. Etiologi.....................................................................................................................................11
F. Faktor Resiko Myopia..............................................................................................................12
G. Tipe & Perkembangan.............................................................................................................13
Bab III Analisis dan Kesimpulan...........................................................................................................15
A. Analisis.....................................................................................................................................15
B. Kesimpulan..............................................................................................................................15
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................17

3
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Myopia, juga dikenal sebagai rabun jauh atau mata minus, merupakan kelainan
refraksi mata yang semakain umum terjadi di seluruh dunia. Myopia ditandai dengan
kemampuan mata melihat objek jarak dekat dengan jelas, tetapi objek yang jauh terlihat
kabur. Ini terjadi karena Panjang sumbu mata yang terlau panjang atau daya refraksi yang
terlalu kuat, sehingga cahaya yang masuk ke mata tidak fokus pada retina, melainkan di
depannya. Prevalensi myopia telah meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade
terakhir, terutama di negara-negara maju dengan gaya hidup modern. Studi populasi
menunjukkan bahwa myopia sekarang menjadi masalah kesehatan mata yang umum di
kalangan anak-anak, remaja, dan orang dewasa muda. Di beberapa wilayah, angka
prevalensi myopia mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, dengan lebih dari 80%
remaja dan orang dewasa muda menderita myopia.

Faktor-faktor genetik dan lingkungan memiliki peran yang signifikan dalam


perkembangan myopia. Faktor genetik telah terbukti berkontribusi pada kecenderungan
seseorang untuk mengembangkan myopia. Jika salah satu atau kedua orang tua
mengalami myopia, kemungkinan anaknya mengalami kondisi tersebut lebih tinggi.
Namun, genetika tidak dapat sepenuhnya menjelaskan peningkatan prevalensi myopia
yang dramatis dalam beberapa dekade terakhir. Ini menunjukkan bahwa faktor
lingkungan juga memainkan peran penting.

Beberapa faktor lingkungan yang dikaitkan dengan peningkatan risiko myopia


termasuk tinggal di daerah perkotaan yang padat, paparan yang terbatas terhadap sinar
matahari, dan penggunaan intensif perangkat elektronik seperti komputer, ponsel cerdas,
dan tablet. Penelitian telah menemukan hubungan antara aktivitas dekat yang berlebihan,
seperti membaca buku atau menggunakan perangkat elektronik dalam jangka waktu yang
lama, dengan peningkatan risiko myopia pada anak-anak dan remaja. Selain itu, faktor
sosial dan gaya hidup juga dapat memengaruhi perkembangan myopia. Beban akademik
yang tinggi, kurangnya waktu yang dihabiskan di luar ruangan, dan pola tidur yang tidak
teratur juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko myopia.

4
Myopia bukan hanya masalah penglihatan yang mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk melihat dengan jelas, tetapi juga dapat memiliki dampak serius terhadap
kesehatan mata secara keseluruhan. Individu dengan myopia tinggi memiliki risiko yang
lebih tinggi mengalami komplikasi seperti glaukoma, katarak, dan degenerasi makula di
kemudian hari. Oleh karena itu, pengelolaan myopia yang tepat sangat penting untuk
mencegah komplikasi yang dapat mengancam penglihatan.

Pengobatan dan pengelolaan myopia mencakup berbagai pendekatan. Kacamata


minus Pengobatan dan pengelolaan myopia mencakup berbagai pendekatan. Kacamata
minus adalah metode yang umum digunakan untuk memperbaiki penglihatan pada
individu dengan myopia. Kacamata minus membantu memfokuskan cahaya pada retina,
sehingga memungkinkan objek yang jauh terlihat lebih jelas. Selain kacamata, terapi
refraksi juga digunakan untuk mengobati dan mengelola myopia. Terapi refraksi
melibatkan penggunaan lensa kontak khusus atau lensa korektif lainnya yang membantu
memperbaiki refraksi mata. Lensa kontak dapat memberikan penglihatan yang lebih jelas
dan lebih natural dibandingkan dengan kacamata, terutama dalam aktivitas olahraga atau
kegiatan sehari-hari.

Pembedahan refraktif adalah pilihan lain untuk mengatasi myopia, terutama pada
kasus myopia yang parah atau ketika individu tidak ingin tergantung pada kacamata atau
lensa kontak. Pembedahan refraktif melibatkan prosedur seperti LASIK (Laser-Assisted
In Situ Keratomileusis) atau PRK (Photorefractive Keratectomy), di mana kornea mata
diubah untuk memperbaiki refraksi.

Selain pendekatan pengobatan, tindakan pencegahan juga penting dalam


mengendalikan kemajuan myopia. Beberapa langkah pencegahan yang direkomendasikan
termasuk menghabiskan waktu di luar ruangan secara teratur, terutama saat masa
pertumbuhan, karena paparan sinar matahari dapat membantu mengurangi risiko myopia.
Pengaturan penggunaan perangkat elektronik juga penting, dengan melakukan istirahat
teratur dari aktivitas dekat dan menjaga jarak pandang yang sehat. Pendidikan dan
kesadaran masyarakat juga berperan penting dalam mengurangi angka prevalensi myopia.
Masyarakat perlu diberi informasi tentang pentingnya menjaga kesehatan mata,
mengenali tanda dan gejala myopia, serta menerapkan langkah-langkah pencegahan yang
tepat. Program-program pendidikan di sekolah dan kampanye kesadaran masyarakat

5
dapat membantu meningkatkan pemahaman dan mengubah perilaku terkait kesehatan
mata.

Selain itu, penelitian terus dilakukan untuk memahami penyebab dan mekanisme
myopia, serta untuk mengembangkan terapi yang lebih efektif. Terobosan dalam bidang
penelitian dapat membantu mengembangkan strategi pencegahan dan pengobatan yang
lebih baik, sehingga dapat mengurangi beban myopia pada tingkat populasi. Secara
keseluruhan, penulisan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam
tentang kelainan myopia, termasuk faktor-faktor yang terlibat, dampaknya terhadap
kesehatan mata, pendekatan pengobatan yang tersedia, serta langkah-langkah pencegahan
yang dapat diambil. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang myopia, diharapkan
dapat terjadi peningkatan kesadaran, perhatian, dan tindakan dalam mengelola dan
mencegah myopia secara efektif.

B. RUMUSAN MASALAH

a. Apa faktor-faktor yang berperan dalam perkembangan myopia?


b. Bagaimana pengaruh faktor genetik dalam prevalensi myopia?
c. Apakah faktor lingkungan seperti paparan sinar matahari dan penggunaan
perangkat elektronik berkontribusi terhadap risiko myopia?

C. TUJUAN PENULISAN

a. Memberikan pemahaman yang komprehensif tentang kelainan myopia kepada


pembaca, termasuk definisi, penyebab, dan faktor risiko yang terkait.
b. Menyoroti pentingnya faktor genetik dan lingkungan dalam perkembangan
myopia serta menggambarkan hubungannya.
c. Menjelaskan konsekuensi serius yang dapat timbul akibat myopia, seperti risiko
terjadinya glaukoma, katarak, dan degenerasi makula.
d. Menginformasikan pembaca tentang pendekatan pengobatan dan pengelolaan
yang tersedia, termasuk kacamata, terapi refraksi, dan pembedahan refraktif.

D. MANFAAT

6
a. Peningkatan Pemahaman: Penulisan ini memberikan pemahaman yang lebih baik
tentang myopia kepada pembaca. Informasi yang disajikan mencakup definisi,
penyebab, faktor risiko, dampak, dan pendekatan pengobatan yang tersedia. Hal
ini membantu individu untuk memahami kondisi ini dengan lebih baik, baik bagi
mereka yang mengalaminya sendiri maupun bagi keluarga, teman, atau rekan
kerja yang ingin mendukung mereka yang terkena myopia.
b. Kesadaran akan Faktor Risiko: Penulisan ini memberikan informasi tentang faktor
risiko yang terkait dengan myopia, seperti faktor genetik dan lingkungan. Dengan
memahami faktor-faktor ini, pembaca dapat menjadi lebih sadar akan langkah-
langkah pencegahan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko myopia pada diri
sendiri atau pada generasi muda.
c. Menggugah Kesadaran akan Dampak Myopia: Penulisan ini menggambarkan
konsekuensi serius yang dapat timbul akibat myopia, seperti risiko komplikasi
mata yang lebih tinggi. Hal ini membantu meningkatkan kesadaran akan
pentingnya pengobatan dan pengelolaan yang tepat, serta memotivasi individu
untuk mengambil tindakan dalam menjaga kesehatan mata mereka.
d. Informasi tentang Pendekatan Pengobatan: Penulisan ini memberikan informasi
tentang berbagai pendekatan pengobatan dan pengelolaan myopia yang tersedia,
seperti penggunaan kacamata, terapi refraksi, dan pembedahan refraktif. Hal ini
membantu individu yang mengalami myopia untuk memahami opsi yang ada dan
membantu mereka membuat keputusan yang tepat tentang pengobatan yang paling
sesuai dengan kebutuhan mereka.

7
BAB II LANDASAN TEORI

A. Anatomi Bola Mata

Bola mata berdiameter 2,5 cm, dari seluruh permukaannya hanya 1/6 permukaan
anterior yang tampak. Bola mata dilindungi oleh rongga orbita. Secara anatomis dinding
bola mata terdiri dari tiga lapisan, yaitu tunika fibrosa, tunika vaskuler, dan retina. Tunika
fibrosa adalah dinding superfisial dari bola mata, terdiri dari bagian anterior kornea dan
bagian posterior sklera. Kornea merupakaan bagian transparan dari dinding bola mata.
Lapisan tengah dari dinding bola mata adalah uvea yang terdiri dari tiga bagian yaitu
choroid, badan siliaris, dan iris. Badan siliaris terdiri dari prosesus siliaris dan muskulus
siliaris. Prosesus siliaris merupakan tonjolan dari permukaan dalam badan silisris yang
mensekresi humor akuos dan juga melekat pada ligamentum yang berhubungan dengan
lensa. Muskulus siliaris merupakan otot polos yang berfungsi untuk mengatur
kelengkungan lensa yang merupakan adaptasi penglihatan jauh dan dekat. Iris berfungsi
untuk mengatur jumlah chaya yang masuk melewati pupil (Tortora, 2000).

Bagian dalam bola mata terbagi menjadi dua ruangan yang dipisahkan oleh lensa
yaitu kamera okuli anterior dan kamera okuli posterior. Kamera okuli anterior terletak dia
antara bagian belakang kornea dan bagian posterior depan iris. Kamera okuli posterior
terletak diantara bagian belakang iris dan bagian depan ligamentum suspensorium lensa
(Tortora, 2000).

Gambar. 1 Anatomi mata

B. Fisiologi Penglihatan Mata

Susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata pada orang dengan
penglihatan normal cenderung seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media

8
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata normal disebut sebagai mata
emetropia di mana bayangan benda akan di tempatkan tepat di retina pada saat mata
dalam keadaan tidak melakukan akomodasi atau beristirahat.

Gambar. 2 Fisiologi Penglihatan Mata


Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil, kemudian difokuskan
oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina. Fotoreseptor pada retina mengumpulkan
informasi yang ditangkap mata, kemudian mengirimkan sinyal informasi tersebut ke otak
melalui saraf optik. Semua bagian tersebut harus bekerja simultan untuk dapat melihat
suatu objek. Akomodasi adalah kemampuan mata untuk mengubah daya bias lensa
dengan kontraksi siliar yang menyebabkan penambahan tebal dan kecembungan lensa
sehingga bayangan pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus di retina.

C. Myopia Menutut WHO

Menurut WHO ( World Health Organization ) 285 juta orang di dunia mengalami
gangguan penglihatan 42% diantaranya adalah kelainan refraksi tidak dikoreksi (WHO,
2015). Penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia adalah gangguan
refraksi yang tidak terkoreksi, diikuti oleh katarak dan glaucoma (Kementrian Kesehatan
RI , 2014). Miopia adalah salah satu kelainan refraksi pada mata yang memiliki
prevalensi tinggi di dunia (Fauziah , Julizah, & Hidayat, 2014). miopia pada anak bisa
berdampak pada terganggunya proses belajar siswa tersebut karena dapat menyebabkan
menurunnya performa siswa di sekolah, hilangnya ketertarikan untuk belajar bahkan bisa
berdampak pada masalah perilaku seperti ketidakmampuan dalam menerima pelajaran
dan gangguan dalam perkembangan baca-tulis. Bila tidak segera mendapatkan
pengobatan, akan memperparah gangguan penglihatan dan berdampak buruk pada proses
belajarnya (Nurjanah, 2018).

9
Menurut survei American Optometric Association (AOA) 2015, 41 persen orang tua
mengatakan anak-anak mereka menghabiskan tiga jam atau lebih per hari menggunakan
perangkat digital, dan 66 persen anak-anak memiliki ponsel cerdas atau tablet mereka
sendiri (American Optometric Association's, 2015). Sebagian besar myopia berkembang
pada anak usia sekolah dan akan stabil pada usia remaja, namun pada sebagian orang
akan menunjukkan perubahan ketika usia dewasa muda pada saat duduk di bangku
perkuliahan. Manifestasi dari perubahan tersebut dapat berupa peningkatan myopia dari
myopia sebelumnya yang biasa dikenal dengan progresivitas myopia dewasa (adult
myopia progression) atau timbulnya myopia pada individu yang semula normal
(emetropik) ataupun hiperopik (adult onset myopia) (Primadiani & Rahmi , 2017).

D. Pengertian Myopia

Myopia pertama kali diperkenalkan oleh orang Yunani kuno dan telah dikenal selama
lebih dari 2000 tahun. Koreksi myopia dengan menggunakan lensa cekung mulai
diterapkan pada abad ke-16, sedangkan penggunaan lensa cembung pada presbiopia telah
dilakukan di Italia sejak akhir abad ke-13 (Basri, 2014). Myopia merupakan keadaan
bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina pada mata yang tidak
berakomodasi (Primadiani & Rahmi , 2017). Myopia berkembang pada anak umur
sekolah, namun pada dasarnya sebagian orang akan menunjukkan perubahan ketika usia
dewasa muda pada saat duduk di bangku perkuliahan (Primadiani & Rahmi , 2017).
School Myopia atau Juvenile-Onset adalah istilah yang digunakan terhadap myopia yang
muncul dan berkembang pada anak-anak usia sekolah, umur 8-14 tahun, yang disebabkan
oleh pertumbuhan sumbu bola mata, dan menetap sampai umur 15-17 tahun (Angelo,
Halim, & Shinta, 2017). Derajat myopia dapat dikategorikan, yaitu :
 Myopia ringan (0,25 - 3,00D)
 Myopia sedang (3,00 – 6,00D)
 Myopia tinggi (>6,00D)

10
Gambar. 3 Mata Myopia

E. Etiologi

Etiologi, patogenesis dan penatalaksanaan miopia masih menjadi perdebatan


dikalangan ahli mata. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mekanisme
perkembangan myopia yang terjadi akibat kelainan pada proses emetropisasi. Ada juga
dugaan bahwa kontraksi otot intraokular yang berlebihan menyebabkan akomodasi yang
lebih kuat sehingga mempengaruhi emetropisasi (Basri, 2014).
Mekanisme terjadinya myopia pada anak memperlihatkan bahwa faktor hambatan
penglihatan seperti katarak kongenital, ptosis, hemangioma periokular akan
mempengaruhi pertumbuhan axial bola mata yang mengarah pada myopia (Angelo,
Halim, & Shinta, 2017). Faktor genetik dari orang tua myopia akan menyebabkan anak
yang juga myopia dan akan berkembang secara progresif pada anak yang
bekerja/membaca dengan jarak dekat (Basri, 2014).
Mekanisme terjadinya myopia pada anak memperlihatkan bahwa faktor genetik dari
orang tua myopia akan menyebabkan anak yang juga miopia dan akan berkembang secara
progresif pada anak yang bekerja/membaca dengan jarak dekat. Kelainan refraksi dan
panjang sumbu mata diperkirakan lebih berhubungan erat dengan orang tua yang juga
memiliki kelainan refraksi dibandingkan dengan kebiasaan bekerja dalam jarak dekat.
Teori Steiger atau teori herediter menyatakan bahwa status refraksi ditentukan oleh
kekuatan refraski kornea, lensa dan sumbu bola mata. Ketiga komponen tersebut hanya
dipengaruhi secara herediter. Teori Sato atau teori lentikular atau teori refraktif
menjelaskan bahwa pengaruh lingkungan terhadap school myopia merupakan mekanisme
adaptasi lensa karena akaomodasi yang terjadi secara terus menerus (Zadnik, 2015).
Akomodasi ini terjadi karena penglihatan jarak dekat. Bekerja dalam jarak dekat tidak
mempengaruhi kornea dan sumbu bola mata tetapi meningkatkan kekuatan refraksi lensa
(Basri, 2014).

11
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa anak yang membaca atau bekerja dengan
jarak dekat dalam waktu lama akan menyebabkan miopia. Kelainan refraksi dan panjang
sumbu mata diperkirakan lebih berhubungan erat dengan orang tua yang juga memiliki
kelainan refraksi dibandingkan dengan kebiasaan bekerja dalam jarak dekat (Basri, 2014).
Suatu penelitian memperkirakan penggunaan tetes mata atropine yang lama juga akan
menyebabkan myopia, walaupun metodologi penelitiannya masih dipertanyakan. Tingkat
pendidikan yang tinggi diduga kuat berhubungan dengan prevalensi myopia yang tinggi,
walaupun hubungan sebab akibat masih belum jelas (Basri, 2014).
Ada beberapa metode untuk mengobati dan mengendalikan myopia, termasuk
penggunaan kacamata minus, lensa kontak, atau tindakan bedah refraktif seperti LASIK.
Terapi optik seperti atropin topikal atau lensa kontak ortokeratologi juga dapat digunakan
untuk mengendalikan progresi myopia pada anak-anak. Selain itu, mengadopsi gaya
hidup sehat, termasuk beristirahat secara teratur selama penggunaan perangkat elektronik,
menjaga jarak pandang saat bekerja, dan menghabiskan waktu di luar ruangan, juga dapat
membantu mengurangi risiko dan progresi myopia.

F. Faktor Resiko Myopia

 Genetik
Anak dengan orangtua miopia memiliki prevalensi myopia lebih tinggi. Faktor
genetik memiliki peran dalam bentuk dan pemanjangan bola mata. Pola genetik
yang diturunkan bervariasi: autosomal resesif, autosomal dominan, dan sex
linked, baik terkait sindrom maupun berdiri sendiri. Makin banyaknya kasus
myopia tanpa kluster keluarga menandakan genetik tidak berdiri sendiri serta
adanya pengaruh faktor lingkungan.
 Pekerjaan dengan jarak pandang dekat
Pekerjaan dengan jarak pandang dekat, kurang dari 25-30 cm, dalam jangka
waktu lama dikaitkan dengan tidak optimalnya akomodasi. Hal ini akan
menciptakan kondisi bayangan difokuskan di belakang retina (hyperopic
defocus), yang terbukti menyebabkan pemanjangan bola mata. Hubungan
kejadian miopia dengan pekerjaan dengan jarak pandang dekat <25 cm cenderung
lebih besar pada anak-anak.
 Aktivitas di luar ruangan

12
Aktivitas di luar ruangan dinilai sebagai faktor terkuat yang dapat menunda
mulainya myopia pada anak. Hal ini diduga terkait dengan beberapa mekanisme
berikut. Pertama, stimulus cahaya saat aktivitas luar ruangan memicu keluarnya
dopamin retina, yang menghambat proses pertumbuhan dan perubahan bentuk
sklera. Kedua, hipotesis bahwa stimulus cahaya mengaktifkan kaskade sinyal
retina ke sklera yang akan memengaruhi proses perubahan sklera. Ketiga,
memberi kesempatan melihat jarak jauh tanpa akomodasi, menyeimbangkan
hyperopic defocus berkepanjangan yang kerap terjadi di dalam ruangan.
 Jenis kelamin
Kejadian myopia pada anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki-laki.
Perempuan memiliki risiko 1,21 kali lebih tinggi untuk mengidap myopia
daripada laki-laki. Anak perempuan cenderung memiliki aktivitas luar ruangan
yang lebih singkat dan lebih lama bekerja dengan jarak pandang dekat.
 Pemakaian perangkat dengan layer digital ( digital screen time )
Pemakaian perangkat dengan layar digital, misalnya tablet, smartphone, televisi,
dan komputer, dalam jangka lama dapat menyebabkan serangkaian gejala yang
disebut digital eye strain (DES) atau ketegangan mata digital, berupa mata lelah,
mata kering, nyeri kepala, mata kabur, dan nyeri kepala hingga leher. Namun,
bukti hubungan antara pemakaian perangkat dengan layar digital dan kejadian
myopia masih kontradiktif. Sebuah studi menyarankan batas pemakaian
perangkat digital tidak lebih dari 2 jam per hari pada anak dan remaja untuk
mencegah perkembangan myopia. Penggunaan tablet memiliki risiko myopia
lebih rendah daripada smartphone, karena tablet cenderung diposisikan lebih jauh
dari mata pengguna sehingga beban konvergensi mata lebih rendah. Ulasan
sistematis lainnya memaparkan tidak ada hubungan antara layar digital dan
perkembangan myopia.

G. Tipe & Perkembangan

Menurut Duke Elder S, myopia patologi yang biasanya merupakan myopia aksial, dapat
terjadi secara :
 Myopia Aksial Kongenital
Myopia yang timbul sampai dengan usia 3 tahun dapat merupakan kelaian yang
terdiri ataupun menyertai kelaian kongenital lain dan dapat disertai atau tanpa

13
kelainan fundus, dimana dalam perkembangan selanjutnya dapat statis ataupun
progresif.
Myopia kongenital yang terdapat pada premature akan menghilang setelah
beberapa bulan, kecuali bila disertai retrolental fibroplasia.
 Myopia Degeneratif “Developmental”
Pada umumnya myopia simple menjadi stabil pada usia 12-20 tahun, akan tetapi
dapat terjadi sebaliknya, diaman justru terjadi peningkatan derajat myopia.
Bruckner Franceschetti mendapatkan pada penderita-penderita yang lebih muda
yaitu 5-15 tahun, disebut sebagai myopia infantile.

14
Bab III Analisis dan Kesimpulan

A. Analisis

Myopia, yang juga dikenal sebagai rabun dekat atau kelainan mata minus, adalah
kondisi mata di mana seseorang mengalami kesulitan dalam melihat objek yang jauh.
Ini terjadi ketika cahaya yang masuk ke mata fokus di depan retina, bukan di atasnya,
sehingga mengaburkan gambar yang dilihat dari jarak jauh.

B. Kesimpulan

Myopia dapat disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan, atau kombinasi keduanya.
Faktor genetik memainkan peran penting dalam mewariskan kecenderungan terhadap
myopia, sementara faktor lingkungan seperti paparan terhadap aktivitas dekat yang
berlebihan (seperti penggunaan gadget yang berlebihan), kurangnya paparan cahaya
matahari, dan kebiasaan membaca dalam posisi yang salah dapat meningkatkan risiko
terjadinya myopia.

Prevalensi myopia telah meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir
di berbagai negara, terutama di negara-negara Asia Timur. Faktor gaya hidup modern
yang menyebabkan paparan yang berlebihan pada pekerjaan dekat, kurangnya
kegiatan luar ruangan, dan peningkatan penggunaan gadget telah dikaitkan dengan
peningkatan insidensi myopia pada populasi muda.

Myopia dapat memiliki dampak negatif pada kualitas hidup seseorang. Kondisi ini
dapat menyebabkan ketegangan mata, sakit kepala, dan kesulitan dalam melakukan
tugas sehari-hari seperti membaca papan tulis di sekolah atau melihat jalan saat
mengemudi. Selain itu, myopia juga meningkatkan risiko perkembangan komplikasi
serius pada mata, seperti glaukoma, katarak, dan degenerasi makula, terutama pada
kasus myopia tinggi.

15
Ada beberapa metode untuk mengobati dan mengendalikan myopia, termasuk
penggunaan kacamata minus, lensa kontak, atau tindakan bedah refraktif seperti
LASIK. Terapi optik seperti atropin topikal atau lensa kontak ortokeratologi juga
dapat digunakan untuk mengendalikan progresi myopia pada anak-anak. Selain itu,
mengadopsi gaya hidup sehat, termasuk beristirahat secara teratur selama penggunaan
perangkat elektronik, menjaga jarak pandang saat bekerja, dan menghabiskan waktu
di luar ruangan, juga dapat membantu mengurangi risiko dan progresi myopia.

Dalam kesimpulannya, myopia adalah kelainan mata yang semakin umum terjadi dan
dapat berdampak negatif pada kualitas hidup dan kesehatan mata seseorang. Upaya
pencegahan dan pengobatan yang tepat, bersama dengan adopsi gaya hidup sehat,
sangat penting dalam mengatasi masalah ini.

16
Daftar Pustaka

(Malang, 2018)Malang, U. M. (2018). Myopia. Energies, 6(1), 1–8.


http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1120700020921110%0Ahttps://doi.org/
10.1016/j.reuma.2018.06.001%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.arth.2018.03.044%0Ahttps://reader.elsevier.com/reader/sd/pii/S1063458420300078?
token=C039B8B13922A2079230DC9AF11A333E295FCD8
Polignano, & Vinícius, M. (2019). Pengaruh Kacamata pada Penderita Miopia. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 10–17.
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/12162/6. BAB II.pdf
Primadiani, I. S. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Progresivitas Miopia pada
Mahasiswa Kedokteran. Jurnal Kebidanan, 53(9), 3–9.
Rios-Servin, M. C. (1998). Miopia. Revista Mexicana de Oftalmologia, 72(3), 149–151.
Supit, F., & Winly. (2021). Miopia:Epidemiologi dan Faktor Risiko. Cermin Dunia
Kedokteran, 48(12), 741–744. https://doi.org/10.55175/cdk.v48i12.175
TAHUN, P. P. R. I. N. 19 tahun 2005. (2005). Konsep Myopia. PANDUAN KONSELING
BEHAVIORAL DENGAN TEKNIK SELF MANAGEMENT UNTUK MENINGKATKAN
KERJA KERAS SISWA Pengantar, 2, 1–7.

17

Anda mungkin juga menyukai