Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No.

2 (Agustus 2010) 87 – 93

STABILITAS WARNA MERAH EKSTRAK BUNGA ROSELA


UNTUK PEWARNA MAKANAN DAN MINUMAN

Stability of Red Color Rosella Extract for Food and Beverage Colorant
*
Sri Winarti dan Adurrozaq Firdaus
Jurusan Teknologi Pangan, Fak. Tek. Industri, Univ. Pembngunan Nasional ”Veteran”
Jl. Raya Rungkut Madya, Surabaya, 60294
*
Penulis Korespondensi: email swin_tpupn@yahoo.com; HP 0818585396

ABSTRACT

Natural dye (pigment) is naturally present in plants and animals. Natural dyes
can be classified as green, yellow, and red. Red dye obtained from extract of rosella
flowers is very potential as food and beverage colorant. However, the suitable solvents
for extraction and the stability the extract to pH, sugar, salt, heating and in some foods
and beverages was still unknown. The purpose of this study was to determine the most
suitable solvent for the extraction of red pigment in flower calyx and to know the
stability of the extract on various conditions. The study consisted of two steps: rosella
pigment extraction with water : acetic acid : ethanol in ratios of 1:0:0, 2:1:2, 1:0:1, and
2:0:1; and the test of color stability of red rosella on various pH, sugar, salt, heating
temperature, heating time, that resemble to food products or beverages. The results
showed that the best treatment was extraction of dyes with solvent water: acetic acid:
ethanol = 1:0:0 that produced extract with anthocyanin content of 3.07%. Red colorant
from rosella extract is less stable to pH changes. The changes in sugar levels was
stable at up to 50%, stable in salt levels up to 10%, less stable at temperatures up to
100 °C and heating time up to 90 minutes.

Keywords: red color, stability, rosella extract

PENDAHULUAN kanan. Hal ini sangat berbahaya bagi


kesehatan karena adanya residu logam
Zat warna alam (pigmen) adalah berat pada zat pewarna tersebut
zat warna yang secara alami terdapat (Winarno, 2002).
dalam tanaman maupun hewan. Zat war- Manusia dan hewan telah meng-
na alam dapat dikelompokkan sebagai konsumsi antosianin sejak lama bersama
warna hijau, kuning, dan merah. Peng- buah-buahan dan sayuran dan tanpa ada
gunaan zat warna alam untuk makanan efek samping yang merugikan. Pigmen
dan minuman tidak memberikan kerugi- ini sangat berpotensi sebagai pengganti
an bagi kesehatan, seperti halnya zat pewarna makanan sintetik (Sudarmanto,
warna sintetik yang semakin banyak 1989)
penggunaannya. Diantara zat warna sin- Zat warna merah yang banyak ter-
tetik yang sangat berbahaya untuk ke- dapat di alam dikelompokkan kedalam
sehatan sehingga penggunaannya dila- dua golongan yaitu karotenoid dan anto-
rang adalah zat warna merah rhodamin sianin. Antosianin tergolong pigmen
B. yang disebut flavonoid yang pada
Di Indonesia, terdapat kecende- umumnya larut dalam air. Warna pigmen
rungan penyalahgunaan pemakaian zat antosianin berwarna merah, biru, violet
pewarna untuk berbagai bahan pangan, dan biasanya dijumpai pada bunga,
misalnya zat warna untuk tekstil dan buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam
kulit dipakai untuk mewarnai bahan ma- tanaman terdapat dalam bentuk glikosi-

87
Stabilitas Warna Merah Ekstrak Rosela (Winarti dan Firdaus)

da yaitu membentuk ester dengan mo- mengetahui stabilitas warna merah eks-
nosakarida (glukosa, galaktosa, ramno- trak bunga rosela terhadap perubahan
sa, dan kadang-kadang pentosa) (Wi- pH, kadar gula, kadar garam, suhu pe-
narno, 2002). manasan, waktu pemanasan, dan aplika-
Di Indonesia belum banyak ma- sinya pada produk makanan dan minum-
syarakat yang memanfatkan tanaman an.
rosela. Sementara di negara lain, rosela
sudah banyak dimanfaatkan sejak lama. BAHAN DAN METODE
Di India barat dan tempat-tempat tropis
lainnya, kelopak segar rosela digunakan Bahan dan Alat
untuk pewarna dan perasa dalam mem- Bahan baku yang digunakan ada-
buat anggur rosela, jeli, sirup, gelatin, lah kelopak bunga rosella segar dengan
minuman segar, puding dan cake. Ke- umur pemetikan 3-4 bulan (masa panen)
lopak rosela yang berwarna cantik dapat dari Warujayeng, Nganjuk. Bahan kimia
ditambahkan pada salat untuk memper- yang diperlukan asam asetat, etanol,
cantik warnanya. Kelopak rosela dapat akuades, gula, garam dan tepung kara-
juga dimasak sebagai pengganti kubis genan.
(Maryani dan Kristiana, 2005) Peralatan yang digunakan adalah
Sari (2005), mengekstrak kulit bu- spektrofotometer Spectronic 21D, pH
ah duwet dengan menggunakan pelarut meter, timbangan analitik, beaker glass,
air, etanol dan isoproanol. Hasil intensi- gelas ukur, tabung reaksi dan corong.
tas warna ekstrak dengan menggunakan
air dan kombinasi air dengan etanol Metode Penelitian
lebih tinggi jika dibandingkan dengan Penelitian ini terdiri dari dua
konbinasi dengan isopropanol. Diduga tahap. Tahap I adalah ekstraksi zat
polaritas senyawa lebih rendah diban- warna merah dari bunga rosela dengan
ding air sehingga pelarut yang baik un- berbagai perbandingan pelarut air:asam
tuk ekstraksi adalah polar. asetat: etanol dengan taraf faktor 1:0:0;
Saati dkk (2001) mejelaskan ten- 2:1:2; 1:0:1; 2:0:1. Tahap ini
tang ekstraksi pigmen antosianin pada menggunakan Rancangan Acak Lengkap
bunga pacar air. Komposisi pelarut yang (RAL) faktor tunggal dengan ulangan 4
digunakan pada ekstraksi ini adalah eta- kali. Uji lanjut dilakukan menggunakan
nol (95%) : air : HCl 1N (5:4:1) menun- Uji Duncan (DMRT 5%).
jukkan kadar antosianin tertinggi jika Penelitian Tahap II adalah stabili-
dibandingkan dengan kombinasi iso- tas warna merah bunga rosela. Hasil
propanol dengan air dan air dengan terbaik dari Tahap I digunakan untuk
HCl. penelitian Tahap II untuk diuji sta-
Zat warna merah yang diperoleh bilitasnya terhadap pH (1, 2, 3, 4, 5, dan
dari ekstrak bunga rosela sangat berpo- 6), kadar gula (10, 20, 30, 40, dan 50%),
tensi sebagai pewarna makanan dan mi- kadar garam (2, 4, 6, 8, dan 10%), lama
numan, namun demikian belum diketahui pemanasan (0, 30, 60, dan 90 menit
jenis pelarut yang cocok dan sejauh ma- pada suhu 100C/mendidih), suhu pema-
na stabilitas zat warna dari ekstrak bu- nasan (60, 70, 80, 90, dan 100C), serta
nga rosela. Oleh karena itu perlu dikaji aplikasi pada pembuatan jeli karagenan
jenis pelarut dan stabilitas warna merah dan minuman jeli.
terhadap perubahan pH, kadar gula, ka-
dar garam, pemanasan maupun pada be- Ekstraksi Zat Warna dari Bunga Rosela
berapa jenis makanan dan minuman. Bunga rosella disortasi kemudian
Tujuan penelitian adalah menemu- dipisahkan kelopak dan bijinya dan di-
kan jenis pelarut yang tepat untuk eks- timbang 100 g. Kelopak bunga rosella
traksi warna merah bunga rosela; dan ditambah pelarut sesuai perlakuan dan

88
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 2 (Agustus 2010) 87 – 93

dihancurkan dengan cara diblender se- lain yang ikut terekstrak selain anto-
lama +3 menit. Ekstrak kemudian disa- sianin, seperti senyawa fenol, tannin,
ring dengan kain saring sehingga dida- vitamin yang memiliki polaritas yang
patkan filtrat pigmen. Filtrat pigmen sesuai. Menurut Pomeranz and Meloan
diuapkan dalam penangas air untuk (1994), dalam melarutkan suatu kompo-
menguapkan pelarut sehingga didapat nen bahan, hal utama yang harus diper-
filtrat pigmen kental (sampai volume 1/5 hatikan adalah pemilihan jenis pelarut
bagian). Ekstrak terbaik didasarkan yang mempunyai polaritas hampir sama
pada kadar antosianin tertinggi. dengan bahan yang dilarutkan. Efekti-
Kadar antosianin ekstrak rosella fitas ekstraksi tidak dapat dilepaskan
diukur dengan spektrofotometer pada  dari kemampuan bahan pengekstrak un-
= 517 nm yang merupakan panjang tuk melarutkan senyawa yang diekstrak.
gelombang maksimum dari sianidin 3-
glikosida. Kadar anthosianin diukur Kadar Antosianin
menggunakan rumus sebagai berikut Berdasarkan analisis ragam dike-
(Shi et al., 1992 dalam Hanum, 2000): tahui bahwa perbandingan jenis pelarut
berpengaruh nyata terhadap kadar an-
OD X 445,2 tosianin. Nilai rata–rata kadar antosia-
Konsentrasi antosianin (mg/ml) = ------------
nin pada perlakuan perbandingan jenis
 x b
Rendemen = pelarut disajikan pada Tabel 2.

kons. antosianin x fp x vol. ekstrak Tabel 2. Nilai rata-rata kadar antosianin


---------------------------- x 100%
pada perlakuan perbandingan pelarut
berat bahan
Perbandingan Pelarut Kadar
HASIL DAN PEMBAHASAN (Air:Asam Asetat:Etanol) Antosianin
(%)
c
Rendemen Ektrak Warna 1:0:0 3,07
b
Rendemen tertinggi sebesar 74,8% 2:1:2 2,80
a
diperoleh pada ekstraksi menggunakan 1:0:1 2,40
b
pelarut air:asam asetat:etanol = 2:1:2. 2:0:1 2,58a
Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang
Rendemen produk terendah sebesar berbeda menunjukkan berbeda nyata
65,6% pada ekstraksi dengan menggu-
nakan perbandingan pelarut air : asam Tabel 2 menunjukkan bahwa rata–
asetat : etanol = 1:0:1. Hasil analisis rata kadar antosianin bunga rosela ber-
rendemen disajikan pada Tabel 1. kisar antara 2,40–3,07%. Perbandingan
air : asam asetat : etanol (1:0:0) meng-
Tabel 1. Rendemen produk pada perla- hasilkan kadar antosianin yang paling
kuan perbandingan pelarut tinggi yaitu 3,07%. Perbandingan air :
Perbandingan Pelarut Rendemen asam asetat : etanol (1:0:1) menghasil-
(Air:Asam Asetat: Etanol) (%) kan kadar antosianin yang paling rendah
c
1:0:0 70,4 yaitu 2,40%.
d
2:1:2 74,8 Pada Tabel 2 diketahui bahwa ka-
a
1:0:1 65,6 dar antosianin paling tinggi diperoleh
b
2:0:1 68,6 dari ekstraksi dengan menggunakan
Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang
pelarut air : asam asetat : etanol (1:0:0)
berbeda menunjukkan berbeda nyata
jika dibandingkan dengan perbandingan
pelarut yang lain. Hal ini menunjukan
Perbandingan pelarut air : asam
bahwa antosianin pada bunga rosella
asetat : alkohol = 2:1:2 menghasilkan
memiliki polaritas yang sama dengan
rendemen warna tertinggi. Hal ini ke-
mungkinan disebabkan adanya zat-zat

89
Stabilitas Warna Merah Ekstrak Rosela (Winarti dan Firdaus)

air. Sifat kepolaran pelarut berpengaruh pada kadar antosianin yang terekstrak.
Semakin polar pelarut maka kadar absorbansi semakin tinggi. Pada pH 1
antosianin semakin tinggi. Menurut Sari nilai absorbansinya lebih tinggi kemu-
(2005), ekstraksi antosianin mengguna- dian terjadi penurunan hingga pH 4, dan
kan pelarut air dan pelarut yang dikom- pada pH 5 tidak terjadi penurunan lagi.
binasi, menunjukkan kadar yang lebih Hal ini disebabkan karena antosianin
tinggi dibandingkan ekstraksi dengan merupakan zat warna merah yang stabil
pelarut etanol, isopropanol, dan kom- pada pH rendah, dan stabilitasnya akan
binasi etanol-isopropanol. Hal ini diper- turun apabila pH dinaikkan.
kuat oleh pernyataan Sudarmanto Perubahan warna akibat pengaruh
(1989), yang menyatakan bahwa pigmen pH terjadi karena adanya degradasi
antosianin bersifat larut dalam air. warna dari antosianin yang disebabkan
Perlakuan terbaik pada ekstraksi oleh kation flavilium yang berwarna
bunga rosela didasarkan kadar antosia- merah menjadi basa karbinol dan akhir-
nin pada ekstrak yang tinggi, yaitu ka- nya menjadi kalkon yang tidak berwar-
dar antosianin yang tertinggi terdapat na. Menurut Sari (2005), bahwa pada pH
pada perlakuan perbandingan pelarut air rendah sebagian besar antosianin terda-
: asam asetat : etanol (1:0:0), oleh ka- pat dalam bentuk kation flavilium yang
rena itu perlakuan tersebut yang dipilih. berwarna merah, sedangkan senyawa
Selanjutnya dilakukan analisis stabilitas basa karbinol yang tidak berwarna rela-
warna merah ekstrak bunga rosela ter- tif kecil jumlahnya. Peningkatan pH
hadap perubahan pH, kadar gula, kadar memperbanyak senyawa basa karbinol
garam, suhu, dan lama pemanasan. dan kalkon yang tidak berwarna. Hal ini
diperkuat oleh pernyataan Sudarmanto
Stabilitas Warna Ekstrak Bunga Rosella (1989), bahwa inti flavilium pigmen an-
terhadap pH. tosianin bersifat defisien elektron se-
Hasil analisis stabilitas warna me- hingga sangat reaktif dan mudah dan
rah ekstrak bunga Rosela terhadap per- mengalami reaksi yang umumnya me-
ubahan pH menunjukkan adanya penga- nyebabkan dekolorasi warna yang tidak
ruh yang nyata. Nilai rata-rata absor- disukai dalam pengolahan buah dan sa-
bansi warna merah ekstrak rosela disa- yuran.
jikan pada Tabel 3.
Stabilitas Warna Merah Rosela terhadap
Tabel 3. Nilai rata-rata absorbansi war- Kadar Gula
na merah rosela pada berbagai pH Hasil analisis stabilitas warna me-
Nilai pH Rata-rata Absorbansi rah dari ekstrak bunga rosela terhadap
c
1 0,902 perubahan kadar gula terdapat pengaruh
b
2 0,293 yang nyata. Nilai rata-rata absorbansi
a
3 0,097 warna merah ekstrak rosela disajikan
ab
4 0,104 pada Tabel 4.
ab
5 0,106
6 Tabel 4. Nilai rata-rata absorbansi eks-
Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang trak rosella pada berbagai kadar gula
berbeda menunjukkan berbeda nyata Kadar Gula (%) Rata-rata Absorbansi
d
10 1,182
Pada Tabel 3 terlihat bahwa pada 20 1,090
b

pH 1 memiliki rata-rata nilai absorbansi 30 1,023


ab

yang paling tinggi. Stabilitas warna 40 1,021


ab

yang ditunjukkan oleh nilai absorbansi 50 1,019


a

sangat dipengaruhi oleh nilai pH. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang
Semakin merah warna rosela, maka nilai berbeda menunjukkan berbeda nyata

90
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 2 (Agustus 2010) 87 – 93

Pada Tabel 4 terlihat bahwa pada semakin meningkat dan relatif stabil pa-
kadar gula 20% memiliki rata-rata nilai da kadar garam yang lebih tinggi (4-
absorbansi yang paling tinggi, sedang- 10%). Hal ini diduga karena adanya
kan pada kadar gula 50% memiliki rata- reaksi antara garam dan gugus reaktif
rata nilai absorbansi yang paling rendah. pada pigmen pemberi warna merah se-
Kadar gula dapat mempengaruhi stabili- hingga menghasilkan warna yang lebih
tas warna pigmen antosianin dari eks- baik. Menurut Anonymous (2006),
trak bunga rosela, namun warna terse- untuk sirup, nektar dan essence buah-
but cukup stabil yang ditunjukkan oleh buahan, penambahan garam sampai 200
nilai absorbansi tidak berbeda nyata ppm dapat membantu menstabilkan
sampai konsentrasi 40% dan turun pada warnanya.
konsentrasi gula 50%.
Hal ini diduga adanya penambahan Stabilitas Warna Merah Ekstrak Rosela
gula yang tinggi mengakibatkan degra- terhadap Suhu
dasi warna dari antosianin. Hal ini di- Hasil analisis stabilitas warna
perkuat oleh Sudarmanto (1989), bebe- merah ekstrak bunga rosela terhadap
rapa faktor yang mempengaruhi laju ke- perubahan suhu pengaruh yang nyata.
rusakan antosianin selain lama penyim- Nilai rata-rata absorbansi warna merah
panan dan suhu yang tinggi, peningkatan rosela disajikan pada Tabel 6.
kadar gula akan mengurangi kandungan
pigmen. Tabel 6. Nilai rata-rata absorbansi war-
na merah rosela pada berbagai suhu
o
Stabilitas Warna Merah Ekstrak Rosela Suhu ( C) Rata-rata
terhadap Kadar Garam Absorbansi
c
Hasil analisis stabilitas warna me- 60 0,344
c
rah dari ekstrak bunga rosela terhadap 70 0,326
c
kadar garam menunjukkan pengaruh 80 0,336
b
yang nyata. Nilai rata-rata absorbansi 90 0,285
a
warna merah rosela terhadap perubahan 100 0,264
kadar garam disajikan pada Tabel 5. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang
berbeda menunjukkan berbeda nyata
Tabel 5. Nilai rata-rata absorbansi war-
na merah rosela pada berbagai kadar Pada Tabel 6 terlihat bahwa pe-
o
garam manasan pada suhu 60 C memiliki rata-
Kadar Garam Rata-rata rata nilai absorbansi, sedangkan pada
o
(%) Absorbansi suhu 100 C memiliki rata-rata nilai ab-
2 1,040
a sorbansi yang paling rendah. Semakin
4 1,127
b tinggi suhu pemanasan maka nilai ab-
6 1,141
b sorbansi warna merah masih stabil sam-
8 1,137
b pai suhu 80ºC, namun terjadi penurunan
10 1,139
b pada suhu 90-100ºC. Hal ini disebabkan
Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang pada suhu tinggi kemungkinan terjadi
berbeda menunjukkan berbeda nyata dekomposisi antosianin dari bentuk
aglikon menjadi kalkon. Menurut Wijaya
Pada Tabel 5 terlihat bahwa nilai (2001), menurunnya stabilitas warna
absorbansi yang paling tinggi terdapat karena suhu yang tinggi diduga karena
pada kadar garam 6%, sedangkan pada terjadinya dekomposisi antosianin dari
kadar garam 2% memiliki rata-rata nilai bentuk aglikon menjadi kalkon. Hal ini
absorbansi yang paling rendah. Sema- diperkuat oleh pernyataan Sutrisno
kin meningkat kadar garam sampai 4%, (1987), bahwa suhu dan lama pemanas-
maka warna merah ekstrak bunga rosela an menyebabkan dekomposisi dan peru-

91
Stabilitas Warna Merah Ekstrak Rosela (Winarti dan Firdaus)

bahan struktur sehingga terjadi pemu- terjadi pemucatan. Hal ini diperkuat oleh
catan. Wijaya dkk (2001) yang menyatakan
bahwa penurunan stabilitas warna kare-
Stabilitas Warna Merah Ekstrak Rosela na suhu yang tinggi diduga akibat terja-
terhadap Lama Pemanasan dinya dekomposisi antosianin dari ben-
Hasil analisis stabilitas warna me- tuk aglikon menjadi kalkon.
rah ekstrak bunga rosela terhadap pe-
ngaruh lama pemanasan menunjukkan Stabilitas Warna Merah Ekstrak Rosela
tidak berpengaruh nyata. Nilai rata-rata pada Pembuatan Jeli dan Minuman Jeli
absorbansi warna merah ekstrak rosela Hasil pengamatan warna rosela
disajikan pada Table 7. pada pembuatan jeli dan minuman jeli
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 7. Rata-rata nilai absorbansi war-
na pada berbagai lama pemanasan Tabel 8. Rata-rata nilai absorbansi war-
Lama Pemanasan Rata-rata na pada jeli dan minuman jeli
(menit) Absorbansi Absorbansi Absorbansi Absorbansi
a Ekstrak Jeli Minuman
0 0,261
30 0,250
a Warna Jeli
60 0,249
a 0,104 0,038 0,065
a
90 0,244
Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang Dari Tabel 8 diketahui bahwa
berbeda menunjukkan berbeda nyata ekstrak warna merah rosela kurang sta-
bil jika diaplikasikan untuk pembuatan
Pada Tabel 7 terlihat bahwa pada jeli dan minuman jeli, yang ditunjukkan
waktu pemanasan 0 menit memiliki ra- oleh penurunan nilai absorbansi.
ta-rata nilai absorbansi yang paling, se-
dangkan pada waktu pemanasan 90 me- KESIMPULAN
nit memiliki rata-rata nilai absorbansi
yang paling rendah. Namun secara sta- Perlakuan terbaik untuk ekstraksi
tistik tidak berbeda nyata. zat warna merah bunga rosela adalah
Pada Tabel 7 terlihat bahwa se- perbandingan jenis pelarut air : asam
makin lama waktu pemanasan maka nilai asetat : etanol = 1:0:0 yang
absorbansi cenderung menurun meski- menghasilkan ekstrak warna dengan
pun secara statistik tidak berbeda nyata. konsentrasi antosianin 3,07%. Warna
Hal ini diduga dengan semakin lamanya merah antosianin dari bunga rosela
waktu pemanasan maka akan mengaki- kurang stabil terhadap perubahan pH,
batkan pigmen antosianin mengalami stabil pada perubahan kadar gula sampai
perubahan struktur sehingga tidak dengan 50%, stabil pada kadar garam
mampu memberikan efek warna seperti antara 2-10%, stabil pada perubahan
O
semula. Hal ini sesuai pendapat Sari suhu sampai dengan 100 C, dan lama
(2005) bahwa perlakuan pemanasan su- pemanasan sampai 90 menit, serta
O
hu 100 C mengalami penurunan retensi kurang stabil pada pembuatan jeli dan
warna paling tinggi pada waktu 240 me- minuman jeli.
nit. Hanum (2000) juga menunjukkan
o
bahwa pemanasan pada suhu 100 C se- DAFTAR PUSTAKA
lama 8 jam terus menerus dapat menu-
runkan stabilitas antosianin dari bekatul Anonymous. 2006. Pewarna Pangan.
beras ketan hitam www.ebookpangan.com. Tanggal
Menurut Sutrisno (1987) suhu dan akses 1 Desember 2006
lama pemanasan menyebabkan dekom- Hanum, T. 2000. Ekstraksi dan
posisi dan perubahan struktur sehingga stabilitas zat pewarna alami dari
katul beras ketan hitam (Oryza

92
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 2 (Agustus 2010) 87 – 93

sativa glutinosa). Buletin


Teknologi Pangan XI(1): 17-23
Pomeranz, S. Y. and C. E. Meloan.
1994. Food Analysis, Theory and
Practice. The AVI Publishing
Company Inc., New Jersey
Sari, P., F. Agustina, M. Komar, Unus,
M. Fauzi, dan T. Lindriati. 2005.
Ekstraksi dan stabilitas
antosianin dari kulit buah duwet
(Syzygium cumini). Jurnal Teknol.
dan Industri Pangan XVI(2): 142-
150
Saati, A. A., T. Susanto, dan Yunianta.
2002. Ekstraksi dan identifikasi
pigmen antosianin bunga pacar
air (Impatien Balsanina Linn.).
Prosiding Seminar Nasional
Perhimpunan Ahli Teknologi
Pangan Indonesia, Malang
Sudarmanto. 1989. Bahan Pewarna
Alami dalam Tanaman Pangan.
PAU. Proyek Peningkatan
Perguruan Tinggi. UGM,
Yogyakarta
Sutrisno, A.D. 1987. Pembuatan dan
peningkatan kualitas zat warna
alami yang dihasilkan oleh
Monascus purpureus sp. Di
dalam: Risalah Seminar Bahan
Tambahan Kimiawi. PAU Pangan
dan Gizi, Yogyakarta
Wijaya, L. S., S. B. Wijanarko, dan T.
Susanto. 2001. Ekstraksi dan
karakteristik pigmen dari kulit
buah rambutan (Nephelium
lappaceum) var. binjai. Ilmu dan
Teknologi Pangan 1(2): 42-45
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan
Gizi. PT Gramedia, Jakarta

93

Anda mungkin juga menyukai